Aspekhukum widya-- (2)

16
1 Chapter Three Aspek Hukum dalam E-Commerce Oleh: Eka Widya Rahmawati (2013112187) Aspek Hukum dalam E- Commerce

Transcript of Aspekhukum widya-- (2)

1Chapter Three

Aspek Hukum dalam E-Commerce

Oleh:Eka Widya Rahmawati

(2013112187)Aspek Hukum dalam E-Commerce

2Chapter Three

Copyright 1997 Dead Economists Society

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan computer dan/atau media elektronik lainnya.

Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan diatas. Pada transaksi elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 UU ITE disebut bahwa kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

3Chapter Three

Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain:1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku ;2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual pelaku usaha / merchant.3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

Hubungan Hukum Antara Pihak-pihak yang Terlibat dalam

E-Commerce

Hubungan Hukum Antara Pihak-pihak yang Terlibat dalam

E-Commerce

4Chapter Three

Aspek-Aspek Hukum Transaksi Jual Beli Secara Online

(E-Commerce)

Pada dasarnya hal pokok yang terjadi pada transaksi online adalah perjanjian jual beli antara dua belah pihak yang dilakukan tanpa adanya unsur paksaan dan dinyatakan sah oleh hukum yang berhubungan dengannya.

Prinsip utama yang harus diperhatikan :Azas Persamaan Fungsi : semestinya tersedia perangkat hukum yang dapat mengantisipasi seluruh keperluan perdagangan di internet seperti halnya yang secara efektif telah dilakukan pada jenis perdagangan konvensional.Sumber Hukum : merupakan permasalahan lain yang harus diperhatikan, Karena dunia maya tidak memiliki batasan geografis yang selama ini dikenal dalam hukum konvensional. Jika terjadi pelanggaran hukum, sangat sulit menentukan hukum Negara mana yang akan dipergunakan.

1. Perjanjian Jual Beli

Aspek Hukum dalam E-Commerce

5Chapter Three

2. Penawaran dan Persetujuan

Mutual assent adalah kesepakatan bersama antara kedua belah pihak (pembeli dan penjual) untuk bersama-sama melakukan proses jual beli.

Hal inipun telah diatur dalam UU ITE dalam pasal 20 UU ITE dijelaskan bahwa “kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima”. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum perdata dimana suatu perjanjian terjadi pada saat tercapainya kata sepakat.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

6Chapter Three

4. PersyaratanPerjanjian yang sah juga harus memenuhi aspek

persyaratan yang telah disepakati oleh pihak-pihak terkait, terutama yang menyangkut mengenai masalah pembayaran, penyerahan barang dan pengembalian barang.

Didalam aspek pembayaran, tentu saja tidak hanya factor harga terbentuk yang menjadi pokok kesepakatan, tetapi hal-hal seperti cara/jenis pembayaran dan termin pembayaran juga harus disepakati. Demikian pula masalah sanksi dan denda, seandainya konsumen tidak dapat memenuhi pembayaran yang telah disepakati. Hal -hal yang menyangkut penyerahan barang, misalnya bagaimana produk yang menjadi objek jual beli masih berada ditangan penjual dapat secara sah atau sampai dan menjadi hak si pembeli.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

7Chapter Three

5. Kinerja Perjanjian dan Persengketaan

Setelah perjanjian jual beli disepakati dan ditandatangi oleh pihak-pihak terkait, maka masing-masing pihak berkewajiban untuk melaksanakan butir-butir kontrak yang telah disepakati bersama.

Persengketaan dapat terjadi Dalam satu kasus dimana salah satu atau kedua pihak yang telah berjanji tidak memenuhi satu atau lebih butir-butir perjanjian terkait. Jika situasi ini terjadi, maka akan ada tindakan-tindakan hukum yang diberlakukan, sesuai dengan jenis kasus dan aturan yang berlaku.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

8Chapter Three

6. Bukti di Pengadilan Hak dan kewajiban tidak ada artinya jika tidak dilindungi oleh

hukum yang dapat menindak mereka yang mengingkarinya.Sebuah dokumen untuk dapat diajukan kedepan pengadilan harus mengikuti 3 (tiga) aturan utama, yakni:o The rule of authentification , misalnya telah dapat

terpecahkan dengan memasukkan unsur-unsur origin dan accuracy of storage jika e-mail ingin dijadikan sebagai barang bukti. Termasuk pula untuk proses autentifikasi dokumen digital yang telah dapat di implementasikan dengan konsep digital signature.

o Aspek hersay, yang dimaksud adalah adanya pernyataan-pernyataan diluar pengadilan yang dapat diajukan sebagai bukti. Didalam dunia maya, hal-hal semacam e-mail, chatting dan teleconference, dapat menjadi sumber potensi entitas yang dapat dijadikan barang bukti.

o Faktor best evidence, berpegang pada hirarki jenis bukti yang dapat dipergunakan di pengadilan, untuk meyakinkan pihak-pihak terkait mengenai suatu hal, mulai dari dokumen tertulis, rekaman / transkip pembicaraan, video, foto dan lain sebagainya.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

9Chapter Three

Tindakan Hukum Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi

Jual Beli Secara Online (E-Commerce)Salah satu contoh kasus yang sering terjadi pada sistem perdagangan

online adalah bahwa penjual tidak mengirimkan barangnya meskipun  pembayaran telah dilakukan. Apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai “penipuan”? Lalu bagaimana perlindungan terhadap konsumen yang telah dirugikan tersebut ?

Pada dasarnya penipuan secara online tidak jauh berbeda dengan penipuan secara konvensional. Yang membedakan hanyalah sarana perbuatannya, dalam penipuan secara online, penipuan tersebut menggunakan sarana elektronik. Karena itu, penipuan secara online dapat dikenakan pasal 378 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”

•  Aspek Hukum dalam E-Commerce

10Chapter Three

Selanjutnya mengenai kerugian yang mungkin ditimbulkan dari transaksi

elektronik telah diatur dalam UU ITE tahun 2008 pasal 21:

“(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihakpengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.”

Aspek Hukum dalam E-Commerce

11Chapter Three

Bagaimana Undang-undang ITE mengatur masalah

penipuan ?• Dalam UU ITE disebutkan bahwa yang

merupakan perbuatan yang dilarang menurut pasal 28 ayat (1) adalah :“ Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

• Dalam pasal 45 ayat 2 UU ITE menyebutkan bahwa ancaman pidana dari penipuan secara online ini adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Milyar.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

12Chapter Three

Agar tidak terjadi penipuan,ada baiknya pihak konsumen mengetahui informasi-informasi terkait barang yang ditawarkan penjual.UU ITE juga mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan

informasi yang lengkap dan benar. Kewajiban tersebut terdapat dalam Pasal 9 UU ITE yang berbunyi :“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” adalah meliputi :– Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum

dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

– Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

13Chapter Three

Mengenai penyelesaian sengketa transaksi elektronik juga telah diatur pada UU ITE :

Pasal 38 :“(1)Setiap Orang dapat mengajukan gugatan

terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.”Pasal 39 :

“(1)Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2)Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.”Aspek Hukum dalam E-Commerce

14Chapter Three

Tindakan Hukum Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual

Beli Secara Online (E-Commerce)secara litigasi

• pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak

secara non litigasi atau diluar pengadilan,

• antara lain melalui cara adaptasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausa baku tertentu.

Apabila dalam perjanjian jual beli semula belum ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian

sengketanya, maka para pihak harus tetap sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang

terjadi (pasal 39 ayat 2) .Aspek Hukum dalam E-Commerce

15Chapter Three

Referensi

-UU ITE 2008

-http://thepresidentpostindonesia.com/?p=864 diakses tanggal 24 April 2013.

- http://www.usi.ac.id/ diakses tanggal 24 April 2013.

Aspek Hukum dalam E-Commerce

16Chapter Three

@WIWIED175_

EKA WIDYA RAHMAWATI

Arigatou Gozaimasu