ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

116
ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA FARAHDIBA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Veronika Mentari Sih Putranti 174114027 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA JANUARI 2021 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

Page 1: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM

KARYA FARAHDIBA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Veronika Mentari Sih Putranti

174114027

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

JANUARI 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku,

Irnawan Dwi Riyanto dan Lucyana Dwi Tutik Kusmandari,

semua yang saya kasih, dan segenap pembaca karya ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

vi

MOTO

“Tak ada satu ilmu pun yang lebih penting dari ilmu lainnya. Kecerdasan punya

seribu muka.”

(Andrea Hirata)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

ix

ABSTRAK

Putranti, Veronika Mentari Sih. 2021. Aspek Sosial dalam Novel Maria dan

Mariam Karya Farahdiba: Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Strata

Satu (S1). Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,

Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji aspek sosial yang terdapat dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis serta

mendeskripsikan struktur novel dan aspek sosial dalam novel Maria dan Mariam

karya Farahdiba.

Penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis

aspek sosial dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba. Jenis penelitian

yang digunakan adalah analisis kualitatif. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode studi pustaka. Teknik yang digunakan adalah teknik

baca dan catat.

Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis stuktural dan aspek

sosial. Analisis struktural mengkaji tokoh dan penokohan, latar, dan alur dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba. Tokoh utama dalam novel ini Maria

dan tokoh tambahannya adalah Mariam, Guru Dharmo, Fallah, Ira, Nilzam, dan

Jivan. Latar dalam novel ini terbagi menjadi tiga, yaitu latar waktu, tempat, dan

sosial-budaya. Latar tempat dalam novel ini meliputi Kota Yogyakarta, Solo, dan

Jakarta. Latar waktu dalam novel ini, yaitu tahun 1996. Latar sosial-budaya dalam

novel ini meliputi latar sosial-budaya pondok pesantren konservatif yang masih

memegang tradisi serta peraturan kolot serta latar sosial-budaya masyarakat

Indonesia secara umum yang egois, materialistis, dan tidak dapat menghargai

budaya maupun penggiat budaya. Alur dalam novel ini dibagi menjadi lima, yaitu

1) Tahap penyituasian, 2) Tahap pemunculan konflik, 3) Tahap peningkatan

konflik, 4) Tahap klimaks, dan 5) Tahap penyelesaian. Aspek sosial yang terdapat

dalam novel ini dibagi menjadi tiga, yaitu aspek budaya, lingkungan sosial, dan

ekonomi. Aspek budaya meliputi kepercayaan/agama, politik, seni, simbol, dan

tradisi. Aspek kepercayaan/agama tampak dalam ajaran agama Islam, lembaga,

dan kelompok radikal yang mengatasnamakan agama Islam. Aspek politik tampak

dalam konflik kepentingan penguasa. Aspek seni tampak melalui kebiasaan hidup

masyarakat Indonesia sehari-hari. Aspek simbol tergambar melalui simbol-simbol

kepercayaan dan budaya. Aspek tradisi tergambar melalui tradisi yang terdapat di

pondok pesantren dan tradisi komunitas bissu di Sulawesi. Aspek lingkungan

sosial dibagi menjadi dua, yaitu hubungan sosial dan kriminalitas. Hubungan

sosial ada yang bersifat positif dan negatif. Aspek kriminalitas dalam novel ini

tergambar melalui tindakan yang melanggar hukum pidana. Aspek ekonomi

dalam novel ini dibagi menjadi kemiskinan dan gaya hidup. Aspek kemiskinan

tergambar melalui kesulitan akibat rendahnya pendapatan. Aspek gaya hidup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

x

tergambar melalui perilaku sehari-hari yang dipengaruhi oleh kemampuan daya

beli, teknologi, dan keadaan lingkungan sosial.

Kata kunci: Struktur novel, sosiologi sastra, aspek sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

xi

ABSTRACT

Putranti, Veronika Mentari Sih. 2021. Social Aspects in Maria and Mariam

Novel by Farahdiba: Sociology of Literature Study. Undergraduate

Thesis (S1). Indonesian Literature Study Program, Faculty of

Letters, Sanata Dharma University.

This research analyses the social aspects that contained in Maria and

Mariam novel by Farahdiba. The aims of this research are to analyze and describe

the structures of the novel and the social aspects in Maria and Mariam novel by

Farahdiba.

This research used sociological of literature theory to analyze the social

aspects of Maria and Mariam novel by Farahdiba. The research was a qualitative

analysis. The data collection method used was literature review method. The

techniques used were reading and taking notes technique.

Based on the results, there were two aspects, namely structural analysis

and social aspects. The structural analysis analysed the characters and

characterizations, settings, and plots in Maria and Mariam novel by Farahdiba.

The main character in this novel was Maria and the additional characters were

Mariam, Guru Dharmo, Fallah, Ira, Nilzam, and Jivan. The setting in this novel is

divided into three settings, there were time, place, and socio-cultural settings. The

settings of place in this novel were Yogyakarta, Solo and Jakarta cities. The

setting of time in this novel was 1996. The backgrounds of socio-cultural in this

novel were conservative Islamic boarding schools’ socio-cultural backgrounds

which still adhered to old-fangled traditions and rules as well as Indonesian

people’ socio-cultural background in general which were selfish, materialistic,

and disrespect to the culture or cultural activists. The plots in this novel were

divided into five stages, those were 1) exposition stage, 2) emergence of conflict

stage, 3) rising action stage, 4) climax stage, and 5) conflict resolution stage. The

social aspects in this novel were divided into three, namely aspect of culture,

aspect of socio-cultural, and aspect of economy. The aspects of cultural were

belief / religion, politics, art, symbols and traditions. The belief / religion aspects

could be seen in the teaching of Islam, institutions, and radical groups on behalf of

Islam. The political aspects appeared in the conflict of the authorities’ interests.

The art aspects were seen through the Indonesian people’s daily habits of life. The

symbolic aspects were known through the symbols of belief and culture. The

tradition aspects were reflected in the traditions found in Islamic boarding schools

and the bissu community’s traditions in Sulawesi. The socio-cultural aspects were

divided into two categories, namely socialization and crime. There was

socialization that positive and negative. The crime aspect in this novel was

illustrated through acts that break criminal law. The economic aspects in this

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

xii

novel were divided into namely poverty and lifestyle. The poverty aspect was

reflected in the difficulties that caused by low income. The lifestyle aspects were

illustrated through the behaviours which were influenced by purchasing power,

technology, and social conditions.

Keywords: novel structure, sociology of literature, social aspect.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v

MOTO .............................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR. ..................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

ABSTRACT ..................................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................ 5

1.4.1 Manfaat Teoretis ............................................................................ 5

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 5

1.5 Kajian Pustaka ............................................................................................ 5

1.6 Pendekatan ................................................................................................. 9

1.7 Landasan Teori ........................................................................................... 12

1.7.1 Teori Strukturalisme ...................................................................... 12

1.7.2 Sosiologi Sastra ............................................................................. 16

1.7.3 Aspek Sosial .................................................................................. 19

1.8 Metode Penelitian ....................................................................................... 20

1.9 Sistematika Penyajian ................................................................................. 22

BAB II STRUKTUR NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA

FARAHDIBA ................................................................................... 24

2.1 Pengantar .................................................................................................... 24

2.2 Tokoh dan Penokohan ................................................................................ 24

2.2.1 Tokoh Utama ................................................................................. 25

2.2.2 Tokoh Tambahan............................................................................ 39

2.2.3 Tabel 1: Rangkuman Tokoh dan Penokohan ................................ 46

2.3 Latar atau Setting ........................................................................................ 46

2.3.1 Latar Tempat .................................................................................. 46

2.3.2 Latar Waktu ................................................................................... 51

2.3.3 Latar Sosial-Budaya ....................................................................... 52

2.3.4 Tabel 2: Rangkuman Latar ............................................................ 58

2.4 Alur atau Plot .............................................................................................. 59

2.4.1 Tahap Penyituasian ........................................................................ 59

2.4.2 Tahap Pemunculan Konflik ........................................................... 60

2.4.3 Tahap Peningkatan Konflik ........................................................... 61

2.4.4 Tahap Klimaks ............................................................................... 64

2.4.5 Tahap Penyelesaian Konflik .......................................................... 64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

xiv

2.4.6 Tabel 3: Rangkuman Alur ............................................................. 67

2.5 Rangkuman ................................................................................................. 68

BAB III ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA

FARAHDIBA ................................................................................. 69

3.1 Pengantar .................................................................................................... 69

3.2 Budaya ........................................................................................................ 69

3.2.1 Kepercayaan/Agama ..................................................................... 70

3.2.2 Politik ............................................................................................ 75

3.2.3 Seni ................................................................................................ 77

3.2.4 Simbol ............................................................................................ 79

3.2.5 Tradisi ............................................................................................ 81

3.2.6 Tabel 4: Rangkuman Budaya ........................................................ 83

3.3 Lingkungan Sosial ...................................................................................... 83

3.3.1 Hubungan Sosial ............................................................................ 83

3.3.1.1 Hubungan Sosial Individu dengan Individu .................. 84

3.3.1.2 Hubungan Sosial Individu dengan Kelompok .............. 85

3.3.1.3 Hubungan Sosial Kelompok dengan Kelompok ........... 88

3.3.2 Kriminalitas ................................................................................... 89

3.3.3 Tabel 5: Rangkuman Lingkungan Sosial ....................................... 92

3.4 Ekonomi ...................................................................................................... 92

3.4.1 Kemiskinan .................................................................................... 93

3.4.2 Gaya Hidup .................................................................................... 96

3.4.3 Tabel 6: Rangkuman Ekonomi ...................................................... 99

3.5 Rangkuman ................................................................................................. 99

BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 102

4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 102

4.2 Saran ........................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra yang tercipta dari proses kreatif seolah tidak dapat lepas dari

kehidupan manusia, hal tersebut terjadi karena sebuah karya sastra sebenarnya

berisi tentang segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia itu sendiri. Di

dalam sebuah karya sastra, terlebih novel, kehidupan manusia digambarkan secara

paling lengkap dan menyeluruh, sebab pengarang menampilkan waktu dan

rangkaian cerita yang panjang (Safari, 2018: 183).

Proses kreatif dalam melahirkan sebuah karya sastra dialami dengan cara yang

berbeda-beda dari pengarang yang satu dengan pengarang yang lain. Di dalam

novel, seorang pengarang seolah menciptakan suatu dunia sendiri sebagai refleksi

dari realita keadaan yang terjadi di dunia nyata. Maka dari itu, dalam sastra ada

kehidupan masyarakat yang sifatnya imajiner, tetapi imajiner yang dimaksud

bukan berarti terlepas dari kenyataan yang ada. Adanya kehidupan yang berupa

aktivitas masyarakat imajiner dalam karya sastra membuat karya sastra dapat

dinilai, diinterpretasikan, dan dianalisis dengan seperangkat konsep dan teori

sosiologis (Kurniawan, 2012: 7).

Melalui novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, pembaca seolah dapat

membayangkan situasi sosial yang dialami oleh pengarangnya pada masa itu.

Novel Maria dan Mariam juga seakan digunakan oleh pengarangnya untuk

menjadi media dalam menyampaikan kritik dan keprihatinannya terhadap situasi

sosial yang terjadi di masyarakat. Novel Maria dan Mariam sendiri mengisahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

2

tentang dua perempuan bernama Maria dan Mariam yang memiliki karakter yang

bertolak belakang. Meski sama-sama besar di lingkungan yang unsur agamisnya

sangat kental, tetapi mereka berdua memiliki pandangan dan pemahaman yang

berbeda mengenai sebuah agama itu sendiri. Mariam besar di pesantren yang

sangat ketat dalam menjaga warisan agama Islam dan dikelilingi oleh orang-orang

yang konservatif. Hal itu menjadikan pertemuannya dengan Maria, seorang

perempuan dengan pandangan yang terbuka dan membenci sikap kolot

masyarakat dalam mempertahankan budaya, menjadi sangat bermakna.

Pertemuan Maria dan Mariam terjadi ketika Maria mengikuti kegiatan

pesantren kilat di sebuah pesantren tempat Mariam tinggal. Maria merasa tidak

betah tinggal di pesantren karena aturan-aturan dan suasana di pesantren tidak

cocok dengannya. Maria akhirnya terpaksa dikeluarkan dari pesantren karena

kesalahpahaman. Setelah keluar dari pesantren, Maria bertemu seorang guru

spiritual bernama Guru Dharmo yang mengajarinya banyak pelajaran hidup yang

berharga.

Sosok Maria digambarkan memiliki karakter yang unik oleh pengarangnya.

Maria adalah tokoh yang memiliki watak selalu ingin tahu dan tidak mudah puas,

serta digambarkan sebagai perempuan yang sangat menjunjung tinggi harkat dan

martabat kaumnya. Di dalam novel ini diceritakan tentang perjalanan Maria dalam

menghadapi polemik melawan pandangan masyarakat yang konservatif dan

terikat kuat oleh budaya Timur yang lekat dengan unsur agama.

Latar sosial yang digambarkan di dalam novel ini adalah keadaan ketika

masyarakat pada waktu itu diikat oleh budaya patriarki sebagai akibat dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

3

kesewenang-wenangan dalam menafsirkan ayat-ayat di dalam Kitab Suci Alquran,

sehingga terciptalah pandangan bahwa perempuan memiliki derajat yang lebih

rendah dibanding laki-laki (Viustana, 2009: 4). Novel Maria dan Mariam akan

dianalisis menggunakan teori sosiologi sastra untuk mengetahui serta

mendeskripsikan aspek-aspek sosial yang terkandung di dalam novel ini. Menurut

Ratna (2004: 1), sosiologi sastra bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat dan menjelaskan bahwa

rekaan tidak berlainan dengan kenyataan.

Farahdiba atau yang biasa dipanggil Fay dibesarkan di keluarga nahdiyin dan

sempat menjadi salah satu pengurus organisasi yang berada dalam naungan

Nahdlatul Ulama (NU). Farahdiba juga pernah menjadi aktivis dan aktif dalam

organisasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Selain itu, Farahdiba juga

pernah aktif di National Integration Movement (NIM), sebuah organisasi lintas-

agama yang mengangkat isu-isu kebangsaan. Novel Maria dan Mariam ditulis

oleh Farahdiba karena ia menaruh perhatian besar kepada kebangkitan budaya

lokal.

Alasan peneliti tertarik untuk meneliti novel Maria dan Mariam karena cerita

yang disuguhkan dalam novel ini memuat kompleksitas mengenai kehidupan yang

menarik untuk dianalisis. Bentuk kompleksitas kehidupan yang tercermin dalam

novel ini seperti permasalahan agama, kebudayaan, dan interaksi sosial

antartokohnya.

Sebuah karya sastra dapat diposisikan untuk menjadi pusat bahasan yang

difokuskan pada kajian intrinsik teks yang kemudian dihubungkan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

4

fenomena yang sedang terjadi ketika karya tersebut diciptakan oleh pengarang

(Putra, 2018: 13). Oleh karena itu, teori sosiologi sastra dipilih peneliti untuk

menganalisis novel ini karena terdapat unsur-unsur sosial. Unsur-unsur sosial

dalam novel ini meliputi kelompok sosial, kebudayaan, kekuasaan, serta interaksi

sosial yang dapat dihubungkan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat

ketika novel diciptakan. Aspek sosial sendiri dapat dimaknai sebagai cara

memandang aksi, interaksi, dan fenomena sosial (Setianingsih, 2016: 3).

Novel Maria dan Mariam dipercaya oleh peneliti tidak lahir begitu saja dari

kekosongan budaya. Melalui novel ini, pengarang dengan lugas menyampaikan

permasalahan sosial yang dialami oleh masyarakat. Budaya patriarki dan peran

sebuah agama dalam membentuk struktur sosial dalam masyarakat menjadi latar

keadaan di dalam novel ini. Sesuai dengan rekam jejak sosial yang pernah terjadi,

novel Maria dan Mariam tidak hanya hadir untuk menjadi media kritik sosial bagi

masyarakat, tetapi juga dipercaya sebagai cerminan realitas keadaan sosial yang

tengah terjadi ketika novel tersebut diciptakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah struktur novel Maria dan Mariam karya Farahdiba?

1.2.2 Bagaimanakah aspek sosial yang terdapat dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, ditetapkan tujuan penelitian sebagai

berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

5

1.3.1 Mendeskripsikan struktur novel Maria dan Mariam karya Farahdiba.

1.3.2 Mendeskripsikan aspek sosial yang terdapat dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini diharapkan akan

mendapatkan manfaat teoretis dan praktis sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat sebagai contoh penerapan kajian sosiologi sastra

untuk memahami aspek sosial yang terdapat dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai karya

sastra dan pemahaman tentang novel Maria dan Mariam karya Farahdiba.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi dalam

penelitian sastra Indonesia, khususnya mengenai analisis novel dengan

menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

1.5 Kajian Pustaka

Viustana (2009), dalam skripsinya meneliti novel Maria dan Mariam karya

Farahdiba dengan pendekatan kritik sastra feminis. Latar belakang dalam analisis

yang dilakukannya berupa adanya ketertindasan perempuan secara psikis karena

kesewenang-wenangan para laki-laki dalam menafsirkan ayat-ayat di Kitab Suci,

hal tersebut tidak hanya terlihat di dalam pesantren saja, tetapi juga terjadi dalam

kehidupan sosial sehari-hari. Viustana menemukan dua hasil penelitian, sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

6

berikut. (1) Tokoh dan penokohan yang meliputi dua tokoh utama, yaitu Maria

dan Mariam yang memiliki karakter bertolak belakang. (2) Adanya modernisasi

perempuan. Bentuk modernisasi yang terlihat adalah modernisasi dalam berpikir

dan bertindak. Contoh modernisasi berpikir adalah perempuan memiliki

kebebasan berpikir atau menyampaikan pendapat. Mandiri dalam menjalankan

kehidupan serta memiliki kebebasan dalam berpenampilan adalah contoh bentuk

modernisasi bertindak pada perempuan. Dua bentuk modernisasi tersebut telah

terjadi pada dua tokoh utama novel ini, yaitu Maria dan Mariam.

Sipayung (2016), dalam skripsinya yang berjudul “Konflik Sosial Tokoh

Maryam dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari: Kajian Sosiologi Sastra”

meneliti mengenai konflik sosial yang terdapat dalam novel Maryam karya Okky

Madasari. Dalam penelitian ini, hasil kajiannya dibagi menjadi dua, yaitu analisis

struktur novel dan sosiologi sastra. Struktur novel berisi tokoh dan penokohan,

alur, dan latar. Hasil dari penelitiannya tersebut ditemukan 1) konflik karena

perbedaan orang-perorangan dalam novel Maryam meliputi perbedaan antara

individu dengan individu, perbedaan antara individu dengan kelompok, dan

perbedaan antara kelompok dengan kelompok. 2) Konflik karena perbedaan

kebudayaan dalam novel Maryam meliputi kebudayaan khusus atas dasar

kedaerahan, kebudayaan khusus atas dasar agama, dan kebudayaan khusus atar

dasar kelas sosial.

Hastuti (2018), dalam artikel yang berjudul “Novel Bumi Manusia Karya

Pramoedya Ananta Toer Kajian Sosiologi Sastra” membahas mengenai dominasi

dan pertentangan antara kelas atas Eropa (Bourjuis) dan kelas bawah pribumi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

7

(Proletar) dan perlawanan kaum proletar kepada kaum bourjuis. Dominasi dan

pertentangan kelas tersebut ditunjukkan dengan pandangan bahwa orang-orang

Eropa lebih pintar dan memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding pribumi.

Melalui analisis sosiologis sastra terhadap novel ini, dapat disimpulkan bahwa

novel Bumi Manusia mengungkapkan cerminan kehidupan masyarakat peralihan

di abad ke-21 di Jawa Timur. Gambaran hubungan sosial antara orang Eropa dan

pribumi terlihat dari perlakuan dan sikap orang-orang pada masa itu yang merasa

jika orang Eropa memiliki derajat yang lebih tinggi sehingga mereka harus

dipatuhi dan bebas mendominasi kaum pribumi yang dianggap memiliki derajat

yang lebih rendah. Namun, meski begitu masih ada orang-orang yang

menganggap bahwa perbedaan kelas tersebut bukan halangan atau hambatan

untuk membangun relasi dengan orang yang memiliki derajat yang berbeda.

Safari (2018) pernah melakukan penelitian terhadap novel Belantik karya

Ahmad Tohari menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dalam artikelnya yang

berjudul “Novel Belantik Karya Ahmad Tohari Pendekatan Sosiologi Sastra”,

Safari membahas mengenai korelasi antara penceritaan novel Belantik dengan

realitas masyarakat sewaktu novel Belantik ditulis. Dalam penelitiannya tersebut

dapat diperoleh kesimpulan, yaitu (1) konteks sosial pengarang dalam novel

Belantik, yaitu mengungkapkan bahwa latar belakang pengarang sebagai santri,

redaktur media masa, maupun domisili Ahmad Tohari mempengaruhi penceritaan

dalam novel Belantik. (2) Gambaran masyarakat yang tercermin dalam novel

Belantik mengungkapkan adanya korelasi antara gambaran masyarakat dalam

novel Belantik dengan realita masyarakat pada waktu novel ini diciptakan, dan (3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

8

fungsi sosial dalam novel Belantik adalah sebagai penghibur dan perombak

masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai religiositasitas dan moral yang baik,

seperti sifat tolong menolong kepada sesama dan cinta kasih antara keluarga perlu

dijadikan panutan, adapun nilai moral yang tidak baik tidak pantas untuk ditiru.

Ibed (2018) dalam tesisnya meneliti mengenai permasalahan sosial dalam

novel Salah Pilih karya Nur St. Iskandar menggunakan perspektif sosiologi sastra

Alan Swingewood. Salah satu dasar pemikirannya adalah menganggap karya

sastra sebagai dokumen sosiobudaya yang mencerminkan keadaan sosial budaya

pada suatu zaman. Dalam hal ini struktur karya sastra secara keseluruhan tidak

penting, yang penting adalah unsur-unsur sosiobudaya sebagai proses refleksi

keadaan zaman. Dalam penelitiannya, Ibed membicarakan tentang kehidupan

masyarakat dan segala macam permasalahan sosial di dalam novel yang berkaitan

erat dengan latar belakang adat dan kebudayaan masyarakat Minangkabau. Dari

penelitiannya tersebut dapat ditarik kesimpulan, yaitu dalam novel Salah Pilih ada

beberapa hubungan antartokoh yang menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa-

peristiwa dengan masalah sosial. Bentuk-bentuk permasalahan sosial dalam novel

Salah Pilih meliputi kemiskinan, kurangnya pendidikan, kesenjangan sosial,

kejahatan, disorganisasi keluarga, pelanggaran terhadap adat, anti sosial,

perdebatan tentang adat, penderitaan perempuan terhadap poligami, dan

kolonialisme yang mementingkan kekuasaan.

Hasbullah (2018), dalam skripsinya yang berjudul “Gambaran Kemiskinan

dalam Novel Ma Yan Karya Sanie B. Kuncoro: Tinjauan Sosiologi Sastra Ian

Watt” membahas mengenai keterkaitan antara latar sosial pengarang dengan latar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

9

sosial dalam novel yang diciptakannya. Penelitiannya tersebut membahas

mengenai novel Ma Yan sebagai cerminan sosial masyarakat dan fungsi sosial

sastra. Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan

menganalisis konteks sosial pengarang, sastra sebagai cerminan masyarakat, dan

fungsi sosial sastra dalam novel Ma Yan dengan pendekatan sosiologi sastra Ian

Watt.

Penelitian mengenai analisis sosiologi sastra untuk novel Saman karya Ayu

Utami pernah dilakukan oleh Aisyah (2019). Dalam artikelnya yang berjudul

“Analisis Novel Saman Karya Ayu Utami: Tinjauan Sosiologi Sastra”, Aisyah

membahas mengenai hubungan karya sastra dengan pengarangnya, dengan

masyarakat, dan fungsi sosial sastra yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu

Utami. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa kompleksitas persoalan yang

diceritakan dalam novel Saman akurat dengan data-data tentang peristiwa sosial

yang terjadi di Indonesia. Dalam novelnya, Ayu mengutarakan pemikirannya

mengenai agama, seks, pernikahan, ras, ekonomi, dan politik. Penulisan novel

Saman tidak lepas dari latar belakang Ayu Utami sebagai penulisnya yang pernah

berprofesi sebagai wartawan, aktivis, dan seorang perempuan yang tinggal di

tengah masyarakat yang masih meyakini nilai-nilai kebudayaan timur yang

konservatif. Novel Saman menceritakan tentang proses pengambilan lahan,

nepotisme, penculikan, dan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat.

1.6 Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan intrinsik seturut paradigma Rene

Wellek dan Austin Warren. Paradigma Rene Wellek dan Austin Warren

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

10

melahirkan dua pendekatan, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik

(Rohman, 2020: 59).

Pendekatan intrinsik karya sastra meliputi tema, penokohan, alur, latar, sudut

pandang, gaya bahasa, dan amanat. Pendekatan ekstrinsik meliputi sastra dan

biografi, sastra dan psikologi, sastra dan masyarakat, sastra dan seni (Rohman,

2020: 59).

1.6.1 Sastra dan Biografi

Pencipta karya sastra menjadi penyebab utama dari lahirnya sebuah karya

sastra, karena hal itulah penjelasan mengenai kepribadian dan kehidupan

pengarang menjadi metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra. Jika

biografi pengarang menjadi bernilai jika dapat memberi masukan tentang

penciptaan terhadap karya sastra. Selain itu, biografi juga dapat dinikmati karena

mempelajari hidup pengarang, menelusuri perkembangan moral, mental, dan

intelektualnya. Biografi juga dapat dianggap sebagai studi yang sistematis tentang

psikologi pengarang dan proses kreatif (Wellek, 2014: 74).

Terdapat tiga sudut pandang mengenai biografi pengarang. Pertama, sudut

pandang yang menganggap bahwa biografi menerangkan dan menjelaskan proses

penciptaan sebuah karya sastra yang sebenarnya. Kedua, sudut pandang yang

mengalihkan pusat perhatian dari karya sastra ke pribadi pengarang. Ketiga, sudut

pandang yang memperlakukan biografi sebagai bahan untuk ilmu pengetahuan

maupun psikologi penciptaan artistik. Dari ketiga sudut pandang tersebut, yang

relevan dengan studi sastra adalah sudut pandang pertama (Wellek, 2014: 74).

1.6.2 Sastra dan Psikologi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

11

Menurut Renne Wellek dan Austin Warren, terdapat empat kemungkinan

pengertian dari istilah “psikologi sastra”. Pertama, dapat memiliki arti sebagai

studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, dapat

diartikan sebagai studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum

psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, untuk mempelajari

dampak atau efek karya sastra terhadap pembaca (psikologi pembaca). Dari

keempat pengertian tersebut, yang paling berkaitan dengan bidang sastra adalah

pengertian ketiga (Wellek, 2014: 81).

Psikologi dapat digunakan untuk mengklasifikasikan seorang pengarang

berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Menurut Renne Wellek dan Austin

Warren, psikologi mampu menguraikan kelainan jiwa atau meneliti alam bawah

sadar seorang pengarang. Dalam meneliti hal tersebut, bukti-bukti dapat diambil

dan dikumpulkan dari dokumen di luar sastra atau dari karya sastra sendiri. Dalam

melakukan penelitian dan menginterpretasikan sebuah karya sastra sebagai bukti

dari psikologi pengarang, psikolog perlu untuk mencocokkannya dengan

dokumen di luar sastra (Wellek, 2014: 94).

1.6.3 Sastra dan Masyarakat

Sastra merupakan institusi sosial yang menggunakan bahasa sebagai

mediumnya. Sastra “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar

terdiri atas kenyataan sosial dan sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif

manusia (Wellek, 2014: 98).

Penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya mengaitkan

sastra dengan situasi, sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

12

tersebut dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan

kedudukannya dalam masyarakat (Wellek, 2014: 98-99).

1.6.4 Sastra dan Pemikiran

Sastra kerap dilihat sebagai suatu bentuk filsafat atau sebagai sebuah

pemikiran yang terbungkus oleh bentuk khusus sehingga sastra dianalisis untuk

mengungkapkan pemikiran-pemikiran hebat (Wellek, 2014: 121).

Sebuah karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran

dan filsafat karena sejarah sastra sejajar serta mencerminkan sejarah pemikiran.

Baik secara langsung atau melalui alusi-alusi dalam karyanya, pengarang

terkadang menyatakan bahwa dirinya merupakan penganut aliran filsafat tertentu,

mempunyai hubungan dengan paham-paham yang dominan pada zamannya, atau

mengetahui garis besar ajaran dari paham-paham tersebut (Wellek, 2014: 122).

1.6.5 Sastra dan Seni

Sastra memiliki hubungan yang rumit dengan seni rupa maupun seni

musik. Karya seni, seperti misalnya benda dan manusia, kerap menjadi objek dari

karya sastra. Begitu pun dengan seni musik juga banyak digunakan dalam sastra,

seperti dalam lirik atau drama (Wellek, 2014: 140).

1.7 Landasan Teori

1.7.1.Teori Strukturalisme

Strukturalisme memberi perhatian terhadap kajian unsur-unsur teks

kesastraan. Analisis struktural karya sastra fokus pada unsur-unsur intrinsik yang

membangunnya, yaitu plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-

lain. Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktural bertujuan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

13

memaparkan fungsi dan keterkaitan berbagai unsur karya sastra. (Nurgiyantoro,

2015: 60).

Dalam penelitian ini, yang akan dianalisis adalah tokoh dan penokohan,

latar, dan alur. Ketiga analisis tersebut penting dan untuk mendukung penelitian

terkait aspek sosial di dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba.

1.7.1.1 Tokoh dan Penokohan

Pengertian tokoh merujuk kepada orang atau pelaku dalam cerita,

sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang

atau pelaku dalam cerita (Nurgiyantoro, 2015: 247). Tokoh dapat dikategorikan

dalam beberapa jenis berdasarkan sudut pandang dan tinjauan tertentu, misalnya

tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh berkembang, dan tokoh tipikal. Namun,

yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tokoh utama dan tokoh tambahan.

Tokoh utama adalah tokoh yang penceritaannya diutamakan dan menjadi

peranan penting dalam novel sehingga paling banyak diceritakan. Tokoh utama

menjadi penentu perkembangan plot karena diceritakan paling banyak dan selalu

berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh utama selalu hadir sebagai

pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik sehingga memengaruhi

perkembangan plot. Tokoh utama bisa saja tidak selalu muncul dalam setiap

kejadian, namun kejadian tersebut tetap dapat dikaitkan dengan tokoh utama

(Nurgiyantoro, 2015: 259). Tokoh tambahan tidak muncul dalam setiap cerita atau

hanya muncul sesekali saja sehingga sedikit sekali memegang peranan dalam

cerita (Satinem, 2019: 58).

1.7.1.2 Latar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

14

Dalam cerita fiksi, latar digunakan sebagai landas tumpu, tempat, waktu,

dan aturan kehidupan bermasyarakat sebagaimana kehidupan manusia di dunia

nyata. Latar memberikan kesan realistis kepada pembaca dan menciptakan

suasana tertentu sehingga cerita tersebut sunguh-sungguh ada dan terjadi

(Nurgiyantoro, 2015: 302-303).

Terdapat unsur-unsur latar yang dibagi berdasarkan tiga unsur pokok,

yaitu unsur waktu, tempat, dan sosial-budaya (Nurgiyantoro, 2015: 314).

1.7.1.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya suatu peristiwa di dalam

karya fiksi yang biasanya menggunakan nama lokasi tertentu dan inisial tertentu.

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertetntu setidaknya harus

mencerminkan dan tidak bertentangan dengan keadaan geografis tempat yang

bersangkutan. Agar dapat mendeskripsikan keadaan suatu tempat tertentu,

pengarang harus menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan. Latar

tempat dalam novel biasanya berpindah-pindah meliputi beberapa lokasi

(Nurgiyantoro, 2015: 314-317).

1.7.1.2.2 Latar Waktu

Latar waktu berkaitan dengan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam karya fiksi dan biasanya dihubungkan dengan waktu faktual dan ada

kaitannya dengan peristiwa sejarah. Novel yang ditetapkan sesuai dengan waktu

sejarah tertentu harus disesuaikan juga aspek fisik yang lain agar cerita koheren

dan masuk akal. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan sosial

karena penceritaan di dalam karya fiksi harus mengacu pada waktu tertentu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

15

sehingga tidak menyebabkan ketidaksesuaian deskripsi dalam cerita dengan

kenyataan yang sebenarnya terjadi (Nurgiyantoro, 2015: 318-321).

1.7.1.2.3 Latar Sosial-Budaya

Latar sosial-budaya menunjuk pada segala sesuatu yang berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial suatu masyarakat di tepat tertentu yang

diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku kehidupan sosial masyarakat mencakup

kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan cara

berpikir serta bersikap. Latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial

tokoh di dalam cerita (Nurgiyantoro, 2015: 322).

1.7.1.3 Alur atau Plot

Alur atau yang biasa disebut plot merupakan rangkaian urutan peristiwa

yang membangun cerita. Alur membawa cerita untuk memecahkan konflik yang

ada di dalamnya (Rohman, 2020: 61).

Agar dapat disebut sebagai plot, hubungan antarperistiwa dalam karya

fiksi harus memiliki hubungan sebab-akibat (Nurgiyantoro, 2015: 167). Terdapat

lima tahapan plot dalam karya fiksi, yaitu 1) Tahap penyituasian, 2) Tahap

pemunculan konflik, 3) Tahap peningkatan konflik, 4) Tahap klimaks, dan 5)

Tahap penyelesaian Nurgiyantoro, 2015: 209-210).

1.7.1.3.1 Tahap Penyituasian

Tahap penyituasian atau situastion merupakan tahap pembukaan dalam

cerita yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita

(Nurgiyantoro, 2015: 209).

1.7.1.3.2 Tahap Pemunculan Konflik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

16

Tahap pemunculan konflik atau generating circumstances adalah tahap

ketika mulai muncul masalah-masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya

konflik. Tahap ini menjadi tahap awal munculnya konflik dan konflik tersebut

akan terus berkembang pada tahap selanjutnya (Nurgiyantoro, 2015: 209).

1.7.1.3.3 Tahap Peningkatan Konflik

Tahap peningkatan konflik atau rising action adalah tahap ketika konflik

yang telah terjadi mulai berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.

Dalam tahap ini, pertentangan dan benturan antarkepentingan masalah dan tokoh

mengarah ke klimaks (Nurgiyantoro, 2015: 209).

1.7.1.3.4 Tahap Klimaks

Tahap klimaks atau climax merupakan tahap ketika konflik maupun

pertentangan yang terjadi mencapai titik intensitas puncak. Klimaks dalam sebuah

cerita dialami oleh tokoh-tokoh utama yang menjadi pelaku dan penderita

terjadinya konflik utama (Nurgiyantoro, 2015: 209).

1.7.1.3.5 Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian atau denouement adalah tahap terakhir ketika konflik

telah mencapai klimaks dan diberi jalan keluar lalu cerita diakhiri (Nurgiyantoro,

2015: 210). Dalam tahap penyelesaian, satu per satu konflik atau masalah yang

terjadi menemukan solusi sehingga ketegangan antartokoh menurun dan cerita

berakhir (Lianawati, 2019: 106).

1.7.2 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal

dari akar kata sosio dalam bahasa Yunani, yaitu socius yang artinya bersama-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

17

sama, bersatu, kawan, teman dan dari kata logi atau logos yang berarti sabda,

perkataan, perumpamaan. Pada perkembangan berikutnya, kata sosio atau socius

berarti masyarakat dan logi atau logis berarti ilmu. Sosiologi berarti ilmu

mengenai asal-usul dan pertumbuhan atau evolusi masyarakat dan makna sastra

bersifat lebih spesifik setelah menjadi kata jadian menjadi kesusastraan yang

artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna, 2004: 1-2).

Tujuan sosiologi sastra adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap

sastra dalam kaitannya terhadap masyarakat dan menjelaskan bahwa sebuah

rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra dikonstruksi secara

imajinatif, tetapi kerangka imajinatif tersebut tidak dapat dipahami di luar

kerangka empirisnya. Sebuah karya sastra bukan semata-mata gejala individual,

tetapi merupakan gejala sosial (Ratna, 2004: 11).

Sosiologi merupakan ilmu objektif kategoris yang membatasi diri pada apa

yang terjadi dewasa ini (das sollen), sementara itu sastra memiliki sifat evaluatif,

subjektif, dan imajinatif. Definisi sosiologi sastra yang merepresentasikan

hubungan interdisipliner yang masuk ke dalam ranah sastra mencakup (1)

pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek

kemasyarakatan di dalamnya; (2) pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang

disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan di dalamnya; (3) pemahaman

terhadap sebuah karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang

melatarbelakanginya; (4) hubungan dialektika antara sastra dan juga masyarakat

(Kurniawan, 2012: 5).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

18

Relasi sosiologi dan sastra yang dimediasi oleh sastra melahirkan buah

analisis sosiologis yang sifatnya objektif menggunakan seperangkat teori, hukum,

dan konsep ilmu sosiologis untuk menganalisis karya sastra. Hal tersebut

bertujuan untuk mendeskripsikan relasi antara karya sastra dengan kenyataan yang

terjadi di masyarakat yang direpresentasikannya (Kurniawan, 2012: 7).

Sosiologi adalah telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam

masyarakat. Sosiologi mencoba untuk mencari tahu bagaimana masyarakat

dimungkinkan, berlangsung, dan tetap ada. Seperti halnya sosiologi, sastra juga

berurusan dengan manusia dalam masyarakat, bagaimana manusia berusaha untuk

menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu (Damono, 1978:

6-7).

Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa

sebuah karya sastra merupakan ekspresi dan bagian dari masyarakat. Dengan

demikian, maka memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem

dan nilai dalam masyarakat tersebut (Taum, 1997: 47).

Kajian sosiologi sastra menurut Rene Wellek dan Austin Warren yang

disebut sebagai teori ekstrinsik menitikberatkan model kajian karya sastra pada

persoalan seperti sosiologi pengarang, sosiologi sastra, dan pengaruh sastra pada

pembaca. Pada sosiologi pengarang, yang dikaji adalah biografi, status sosial,

ideologi pengarang dari suatu karya sastra dan segala hal yang berhubungan

dengan kapasitas pengarang sebagai penghasil sastra. Pada sosiologi sastra, yang

dikaji adalah masalah-masalah sosial yang tercermin atau mungkin tersirat dalam

suatu karya sastra maupun yang menjadi tujuan penulisan karya sastra itu sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

19

Sementara pengaruh sastra pada pembaca mengkaji persoalan yang dialami

pembaca dan pengaruh suatu karya sastra terhadap pembacanya atau pada

masyarakat umum (Sujarwa, 2019: 40).

1.7.2 Aspek Sosial

Pengertian aspek menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi

kelima adalah sudut pandang tertentu dan sosial diartikan sebagai segala sesuatu

yang berkenaan dengan masyarakat. Fenomena yang terjadi di masyarakat

dijelaskan melalui sudut pandang tindakan sosial yang terjadi karena pihak yang

berinteraksi melakukan interpretasi terhadap tindakan orang lain dan saling

memahami maknanya (Suharjito, 2019: 160-161)

Aspek sosial dimaknai sebagai cara memandang aksi, interaksi, dan fenomena

sosial dalam kehidupan sosial (Setianingsih, 2016: 3). Menurut Soelaeman (2009:

173), aspek sosial dibagi berdasarkan bidang sosialnya, yaitu (1) budaya yang

meliputi kepercayaan, seni, nilai, simbol, norma, moral, politik, dan pandangan

hidup umum yang dimiliki oleh anggota suatu masyarakat, (2) lingkungan sosial,

meliputi hubungan sosial, kelas sosial, profesi, kependudukan, kriminalitas,

pelacuran, dan sebagainya, (3) ekonomi, meliputi produksi, distribusi, konsumsi,

pendapatan, kemiskinan, gaya hidup, dan lain sebagainya.

Istilah kebudayaan dalam arti luas adalah produk-produk tindakan, interaksi

manusia, dan karya cipta manusia yang berupa materi dan nonmateri. Kebudayaan

nonmateri meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan

tata cara hidup masyarakat (Soelaeman, 2015: 67).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

20

Dalam lingkungan sosial, terdapat satuan-satuan yang melingkari individu,

yaitu lembaga, komunitas, dan masyarakat. Satuan lingkungan sosial memiliki

karakteristik yang setiap kali berbeda fungsi, struktur, peranan, dan proses yang

berlangsung di dalamnya. Posisi, peranan, dan tingkah laku diharapkan sesuai

dengan tuntutan satuan lingkungan sosial dalam situasi tertentu (Soelaeman, 2015:

124).

Dalam ekonomi, terdapat pola relasi yang meliputi pola relasi antara manusia

sebagai subjek dengan sumber kemakmuran, seperti alat produksi, fasilitas negara,

dan kekayaan sosial. Pola relasi antara subjek dengan hasil produksi menyangkut

masalah distibusi hasil dan pola relasi peranan subjek sebagai komponen sosial-

ekonomi yang berkaitan dengan mekanisme pasar (Soelaeman, 2015: 230).

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan struktural (objektif) dan pendekatan mimetik. Pendekatan objektif

merupakan pendekatan yang pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri.

Maka dengan demikian, pendekatan objektif memusatkan perhatian pada unsur-

unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik (Ratna, 2004: 73).

Akar sejarah pendekatan mimetik adalah pandangan Plato yang berpendapat

bahwa karya sastra tidak dapat mewakili kenyataan yang sesungguhnya karena

merupakan tiruan (Ratna, 2004: 70). Sosiologi sastra merupakan perkembangan

dari pendekatan mimetik sebab pendekatan mimetik memahami karya sastra

dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan (Wiyatmi,

2006: 97)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

21

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

studi pustaka. Metode studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah

bahan penelitian (Zed, 2008: 3). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data

yang relevan terkait novel Maria dan Mariam. Sumber referensi berupa buku-

buku, artikel, maupun tulisan yang terkait dengan objek penelitian yang diteliti.

Teknik yang digunakan dalam metode pengumpulan data adalah dengan

teknik baca dan teknik catat. Teknik baca dilakukan dengan membaca novel

Maria dan Mariam secara berulang-ulang agar mendapat pemahaman tentang

cerita sehingga menemukan data yang diperlukan. Untuk memahami karya sastra,

diperlukan kemampuan membaca agar dapat memaknai isi dalam bacaan karya

sastra tersebut (Gasong, 2019: 14). Teknik catat dilakukan setelah teknik pertama

selesai dilakukan dengan mencatat data dan dilanjutkan dengan

mengklasifikasikannya (Sudaryanto, 1993: 135).

1.8.2 Metode Analisis Isi

Data yang telah terkumpul akan dianalisis menggunakan metode analisis

isi yang berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal dalam bentuk

bahasa, atau dalam nonverbal. Dalam ilmu sosial, isi yang dimaksud berupa

masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan termasuk propaganda. Jadi, yang

termasuk keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan manusia (Ratna,

2004: 48).

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

22

Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif. Dalam metode deskriptif kualitatif, hasil data

penelitian berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif

(Sengke, 2018: 17).

1.8.4 Sumber Data

Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Maria dan Mariam

karya Farahdiba.

Judul Novel : Maria dan Mariam

Pengarang : Farahdiba

Tahun Terbit : 2006

Penerbit : PT. One Earth Media

Jumlah : xxii+281 halaman

Cetakan : Pertama

ISBN : 9792620001

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab, sistematikanya adalah

sebagai berikut. Bab I berisi pendahuluan yang dibagi lagi menjadi delapan sub

bab, yaitu (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4)

manfaat hasil penelitian, (5) pendekatan, (6) tinjauan pustaka, (7) pendekatan, (8)

landasan teori, (9) metode penelitian, dan (10) sistematika penyajian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

23

Bab II berisi penjelasan dan deskripsi hasil analisis struktur novel Maria

dan Mariam yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur dalam cerita. Bab

III berisi deskripsi aspek sosial yang meliputi aspek budaya, lingkungsan sosial,

dan ekonomi yang terdapat dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba. Bab

IV berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran bagi penelitian yang

akan dilakukan selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

24

BAB II

STRUKTUR NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA FARAHDIBA

2.1 Pengantar

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis struktur novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba. Struktur novel yang akan dianalisis meliputi tokoh dan

penokohan, latar, dan alur. Mengenai struktur karya sastra, Nurgiyantoro (2015:

57) berpendapat sebagai berikut. “Struktur karya sastra juga menunjuk pada

pengertian adanya hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik,

saling menentukan, saling memengaruhi, yang secara bersama membentuk satu

kesatuan yang utuh.”

Analisis struktur novel Maria dan Mariam bertujuan untuk memaparkan

keterkaitan antarunsur dan hubungan tiap unsur tersebut dalam membangun cerita

di dalam novel.

2.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku dalam cerita dan penokohan adalah watak atau karakter

tokoh tersebut. Istilah “penokohan” memiliki pengertian yang lebih luas karena

mencakup tokoh dalam cerita dan pelukisan perwatakannya dalam cerita sehingga

memberi gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2015: 248).

Tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, tokoh utamanya adalah Maria. Tokoh-

tokoh tambahannya adalah Mariam, Guru Dharmo, Falah, Ira, Nilzam, dan Jivan.

Berikut analisis tokoh dan penokohan dalam novel Maria dan Mariam karya

Farahdiba.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

25

2.2.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang penceritaannya diutamakan dan paling

banyak diceritakan dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama selalu hadir

dalam setiap kejadian dan menentukan perkembangan plot cerita secara

keseluruhan (Nurgiyantoro, 2015: 259). Berikut analisis tokoh utama dan

penokohannya.

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan Maria

Maria merupakan perempuan yang memiliki tidak terlalu memperhatikan

penampilan. Ia tidak seperti perempuan masa kini yang akan berdandan cantik

atau memakai pakaian yang rapi. Maria senang berpenampilan sederhana dan

biasa saja. Selain gaya berpakaiannya yang bebas, Maria adalah perempuan yang

cerdas, kritis, dan tidak takut berbicara secara terus terang. Hal itu tampak dari

kutipan berikut.

(1) Saat itu di depan sekretariat, tempat pendaftaran pesantren kilat, tiba-tiba

ia dikejutkan oleh suara lantang, “Spada! Assalammu’alaikum!” Lalu

terlihat seorang gadis manis namun dengan dandanan layaknya seorang

aktivis yang baru habis berdemonstrasi di depan Markas Kodam.

Bercelana jins lusuh, menggantungkan ransel di bahu kanannya dan

berkaos hitam dengan tulisan: “Kaum Demokrat Mencibir Ketika

Perempuan Bersikap Kritis”.

(Farahdiba, 2006: 10)

(2) “Loh, aku juga Islam, Mbak. Bagiku, Nabi Isa, Yesus Kristus, adalah

orang yang sama, seperti halnya Maria, Mariam, Yusuf atau Joseph. Setiap

nama toh bisa ditulis dengan cara yang berbeda-beda. Yang penting

artinya sama.” kembali Maria terdiam. Baru kali ini ia bertemu seseorang

yang demikian ajaib. Keterusterangannya membuat gerah, sekaligus

penasaran.

(Farahdiba, 2006: 13)

(3) “Jadilah diri kalian apa adanya, sepenuhnya. Jangan seperti yang lainnya.

Lagipula, kita ini siapa bisa menentukan keyakinan seseorang itu salah

atau benar? Memangnya kita sudah ketemu sendiri sama Tuhan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

26

Bertanya: ‘Han, han ... agama yang paling bener yang mana ya ‘Han?” Ira

menjadi geli sendiri. Inilah bagian yang paling disukainya dari sepupu

sintingnya. Bebas bicara apa saja, dan tidak ada yang bisa membantahnya.

(Farahdiba, 2006: 42)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bagaimana kesan pertama Mariam

ketika bertemu Maria. Mereka bertemu ketika Maria mendaftarkan diri menjadi

peserta kegiatan pesantren kilat yang diadakan oleh Pondok Pesantren Al-Aziz.

Perempuan yang datang ke pesantren biasanya berpenampilan rapi, sopan dan

sudah mengenakan busana muslim. Namun, penampilan Maria sungguh berbeda

dari perempuan lain yang akan mengikuti kegiatan pesantren kilat. Maria

digambarkan sebagai perempuan muslim dengan pemikiran yang terbuka, ia tidak

takut menyampaikan pendapatnya secara terus terang. Maria juga membenci

aturan-aturan yang dianggap tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

(4) Dalam tiga minggu saja, Mariam yang berusaha keras untuk

“menaklukkan” Maria, sesungguhnya malah mendapatkan segunung

inspirasi dari sahabatnya. Pertanyaan-pertanyaannya sungguh tak terduga.

Begitu bebas. Namun, memiliki ketulusan. Mariam dapat merasakannya.

Maria punya pandangan yang aneh sekali tentang bagaimana menjadi

perempuan Islam sejati. “Bagiku, keislaman tidak harus ditonjolkan

dengan pakaian atau simbol-simbol yang lain, Mbak. Yang penting, ia

membawa kebaikan buat semua. Ia juga harus bisa menerima kemajuan,

termasuk dalam bidang fashion, ilmu pengetahuan, film, musik, dan

sebagainya. Tidak kaku, dan... agak gaul gitu lho, Mbak,” ujarnya suatu

kali, meniru-niru gaya remaja ibukota.

(Farahdiba. 2006: 34)

Dalam kutipan (4) diperlihatkan bahwa Maria adalah perempuan muslim

yang dapat menerima keterbukaan pemikiran terhadap kemajuan. Ia juga

membenci aturan-aturan kolot yang dapat menyebabkan ketidakadilan bagi

sebagian orang. Menurut Maria, aturan-aturan yang ada di pondok pesantren

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

27

butuh diperbaharui seturut perkembangan zaman. Hal itu tampak dalam kutipan

berikut.

(5) Ia gelisah memikirkan aturan-aturan tidak adil yang berlaku di pondok

pesantren, di jaman modern seperti sekarang ini. Kenapa tidak ada aturan

yang lebih terbuka, yang lebih maju? Intervensi terlalu besar terhadap hak-

hak setiap orang. Ia tak habis mengerti mengapa orang tidak boleh saling

jatuh cinta. Menurutnya, dunia ini hanya bisa menjadi semakin baik, kalau

semakin banyak orang yang jatuh cinta. Jangan-jangan orang yang

membuat segala macam peraturan itu adalah orang-orang yang sudah mati

rasa—atau terlalu munafik?

(Farahdiba, 2006: 20)

(6) “Ya, sepakat. Tapi, aturan dalam pondok itu sangat menyesatkan para

santri. Mereka kelak hanya akan seperti itu saja pola pikirnya. Bagaimana

bisa mengharapkan kemajuan? Gus Falah harus ikut bertanggung jawab

dengan pola pikir santri itu, bila kelak mereka menjadi pemimpin dalam

bidangnya masing-masing,” Maria masih sengit.

“Terlalu jauh kamu berpikr Maria,” giliran Gus Falah yang memanas. “

Gus bisa lihat sendiri... Apa kata orang-orang di luar sana, nanti. Pantas

saja kalau kita dibilang kampungan. Dalam hal-hal yang sangat umum pun

kita masih belum bisa bersikap terbuka. Kita masih terus-terusan

dikungkung. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Tidak ada kebebasan untuk

bersikap dan berpendapat. Katanya percaya demokrasi, tapi keputusan

akhir selalu dari...”

(Farahdiba, 2006: 54)

Dalam kutipan (5) dan (6) diperlihatkan saat Maria mengkritik peraturan

di pondok pesantren yang menurutnya sudah ketinggalan zaman. Maria

menginginkan perubahan pola pikir dan aturan yang menurutnya akan membawa

kemajuan bagi pondok pesantren. Maria juga kerap dicap berbeda karena

pemikiran dan cara pandangnya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(7) “Ha ha ha ha... sepertinya selalu begitu. Aku sendiri bingung. Di hampir

setiap lingkungan yang aku kunjungi atau di manapun aku beraktifitas,

selalu saja aku dicap aneh dan berbeda,” ujar Maria lebih santai.

(Farahdiba, 2006: 56)

(8) “Iya. Seperti sekarang ini. Banyak orang yang tidak bisa menerima cara

pandangku. Kemudia mereka mengucilkanku. Ada pula yang mengatakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

28

bahwa aku sudah gila, sudah melanggar disiplin moral segala. Aku sendiri

tidak mengerti, disiplin moral itu seperti apa.”

(Farahdiba, 2006: 56)

Dalam kutipan (7) dan (8) diperlihatkan bahwa Maria sering tidak diterima

oleh lingkungannya karena cara berpikirnya dan sikapnya yang suka mengkritisi

sesuatu. Selain itu, Maria adalah orang yang memiliki rasa penasaran yang tinggi

terhadap banyak hal. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(9) Maria merasa terhibur mendengarkan penjelasan papanya. Namun rasa

penasaran akan Tuhan dan akan kehidupan setelah mati, terus terbawa

dalam hidupnya. Maria tidak puas dan tidak akan pernah puas sebelum ia

menemukan sendiri jawabannya.

(Farahdiba, 2006: 86)

(10) Akhirnya Maria terus terang, “Martha, ada keinginan yang sangat dalam

hatiki, untuk mengenali sesuatu yang mungkin masih misterius buatku..

Aku sendiri tidak tahu persis apa... Kamu tahu latar belakang keluargaku.

Kadang-kadang aku masih bingung dan tidak terima bila ada yang

bertanya, ‘Agamamu apa, Maria’ Biasanya, aku tak peduli dengan

pertanyaan itu... Biasanya aku akan balik bertanya, ‘Memangnya Tuhan

beragama apa’ Tapi, sekarang, aku benar-benar pusing. Apa sebenarnya

makna agama buat manusia? Mengapa semua oang mempersoalkannya?

Apa itu Tuhan? Kita semua membicarakanNya, kadang-kadang

mengatasnamakanNya, tapi berapa banyak yang sudah mengenalNya?

Aku ingin, Martha. Aku ingin mencari, meskipun aku tidak tahu harus

mulai dari mana....”

(Farahdiba, 2006: 96-97)

Kutipan (9) dan (10) menunjukkan bahwa Maria memiliki rasa penasaran

yang tinggi dan memiliki ambisi untuk mencari jawaban atas banyaknya

pertanyaan dalam hidupnya. Maria merasa gelisah ketika rasa penasarannya

belum terjawab. Selain itu, Maria adalah sahabat yang setia. Maria meanganggap

Mariam sebagai sahabat sekaligus mentornya di pondok pesantren. Ia rela

dikeluarkan dari pondok pesantren untuk melindungi nama baik Mariam. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

29

(11) Maria, akhirnya memang harus pergi. Aturan untuk menjaga kewibawaan

pondok harus dipertahankan. Dalam setiap hubungan yang melibatkan

santri laki-laki dan perempuan, biasanya, keduanya yang harus pergi

meninggalkan pesantren. Namun, kali ini, hanya Maria yang pergi. Ada

1001 alasan yang dapat digunakan untuk mempertahankan Falah. Intinya,

Falah hanyalah korban. Titik.

Hanya karena kesamaan nama, “De’ Mar”, Maria telah berkorban demi

sahabat barunya. Semua orang percaya bahwa Maria yang mempunya

hubungan dengan Gus Falah. Maria sendiri tidak tega melihat Mariam

terusir dari lingkungan yang telah membesarkannya. Di atas semua itu, ia

merasa harus terus mendorong hubungan antara Mbak Mar dengan Gus

Falah.

(Farahdiba, 2006: 33-34)

Maria rela dijadikan kambing hitam untuk menutupi hubungan Mariam

dan Gus Falah agar Mariam tidak diusir dari pondok pesantren. Tindakan itu

dilakukannya karena sudah tidak betah berada di pondok pesantren. Maria

berharap akan menemukan kebebasannya lagi setelah keluar dari pondok

pesantren.

2.2.2 Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang kejadiannya lebih sedikit diceritakan

dalam novel dibandingkan tokoh utama dan kejadiannya hanya ada jika berkaitan

dengan tokoh utama (Wicaksono, 2017: 186). Tokoh-tokoh tambahan dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba adalah tokoh Mariam, Guru Dharmo,

Falah, Ira, Nilzam, dan Jivan. Berikut dipaparkan analisis tokoh dan

penokohannya.

2.2.2.1 Tokoh dan Penokohan Mariam

Siti Mariam adalah santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren Al-Aziz. Ia

menjadi santriwati kebanggaan pesantren karena cerdas dan parasnya yang cantik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

30

Kecantikan dan kepintarannya membuat dua orang lelaki, yaitu Kiai Shiddieq dan

anaknya, Gus Falah, jatuh hati kepadanya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(12) Siti Mariam lebih dikenal dengan panggilan “Mbak Mar”. Selain cantik

dan pintar, ia seorang hafidzah—hapal di luar kepala semua ayat Al-

Qur’an. Predikat yang sungguh membanggakan seluruh pondok pesantren,

khususnya Ibu Nyai Fatimah, istri Almarhum Kiai Haji Faqih, tokoh yang

dulu mengasuh Pondok Pesantren Al-Aziz.

(Farahdiba, 2006: 6)

(13) “Ibu tidak pernah bertanya lebih dulu padaku, apakah aku suka atau

menerima lamaran Kiai Shiddieq,” ujar Mariam lirih.

“Bilang saja sama Ibu, kalau kamu keberatan... ‘Aku ndak cinta sama Kiai

bangkotan itu’. Selesai perkara.”

“Astagfirullah ‘De, jangan begitu. Bagaimana kalau didengar orang-

orang... Beliau itu Kiai besar, tidak baik menghujat seperti itu.”

(Farahdiba, 2006: 9)

(14) “Mbak Mar, aku tidak bisa membayangkan kalau Gus Falah sampai tahu.

Ia harus bersaing dengan ayahnya sendiri. Sorry, Mbak, tapi Gus Falah

harus tahu kalau bapaknya juga mengincar calon mantunya.”

(Farahdiba, 2006: 15)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa Mariam diam-diam menjalin

hubungan dengan Gus Falah, anak Kiai Shiddieq. Sementara itu, Kiai Shiddieq

juga berniat menjadikan Mariam istrinya. Mariam ingin menolak lamaran Kiai

Shiddieq, tetapi ia tidak tega melihat ibu asuhnya sedih jika ia menolak lamaran

itu.

Mariam adalah perempuan yang kritis. Namun, ia tidak dapat

mengungkapkan pendapatnya secara bebas. Ia iri dengan keberanian Maria yang

tidak takut mengungkapkan pendapatnya secara gamblang. Hal itu tampak dalam

kutipan berikut.

(15) Mariam tersenyum kecut, ia sebetulnya mengetahui hal itu. Namun, di

lingkungan ini, ia tak selalu bisa mengekspresikan jalan pikiannya. Ibu

Nyai yang sering mendengarkan keluh-kesahnya, seringkali cuma bisa

tersenyum kala mendengar ide-idenya yang tidak biasa. Ibu Nyai sendiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

31

sudah mengajarinya untuk tidak terjebak dalam simbol dan lebih

mengutamakan substansi.

(Farahdiba, 2006: 12)

(16) “Aduh De’, kamu ini ada-ada saja,” kali ini Mariam harus menahan geli

sekuat tenaga. Ucapan Maria seperti mewakili salah satu lintasan

pikirannya sendiri yang tak pernah berani ia ungkapkan. Entah mengapa ia

menyukai kawannya yang kurang ajar ini. Sejenak ia mengingat kembali

pertemuan pertamanya dengan Maria.

(Farahdiba, 2006: 10)

Dalam kutipan (15) dan (16) dipelihatkan bahwa Mariam sebenarnya kritis

dan terbuka terhadap hal-hal baru.. Namun, lingkungan pesantren yang kental

dengan budaya patriarki membuatnya tidak bisa menyuarakan pikiran dengan

bebas.

Mariam yang tidak sanggup menolak lamaran Kiai Shiddieq memilih

untuk kabur dari pondok pesantren. Ia sudah tidak tahan tinggal di lingkungan

pondok pesantren yang malah membuatnya terkungkung dan tidak bebas untuk

mengekspresikan diri. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(17) “Ibu Nyai tetap menikahkanku dengan Kiai Shiddieq, hari ini. Dan

sekarang saatnya aku menentukan sikap. Aku kabur meninggalkan

mereka. Aku sudah tak tahan...,” meledaklah tangis Mbak Mr. Tidak ada

lagi kesan anggun, keibuan yang selama ini ia tunjukkan pada para santri,

termasuk pada Maria.

Aku sudah capek, Maria. Kali ini, aku ingin menjadi diriku sendiri.

Perkawinan ini tidak boleh terjadi. Satu-satunya jalan, aku harus pergi

meninggalkan lingkungan yang mengungkungku. Aku harus, aku harus...”

Maria tidak berbicara apa-apa. Ia hanya memeluk sahabatnya yang sedang

terguncang itu.

(Farahdiba, 2006: 66)

Mariam mendatangi Maria untuk meminta pertolongan agar dapat pergi

sejauh mungkin dari Kota Yogyakarta. Mariam tidak ingin kembali lagi ke

pondok pesantren dan ingin mencari kebebasan. Maria menyuruh Mariam pergi

ke Jakarta bersama Ira, saudara sepupunya. Keputusan Mariam untuk kabur dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

32

pondok pesantren membuat Maria terkejut dan senang. Selama ini, Mariam tidak

pernah berani mengambil keputusan karena lingkungan pondok yang menjadikan

perempuan sebagai subordinat. Selepas keluar dari pondok pesantren, kehidupan

Mariam justru berubah drastis.

(18) “Setahun lebih aku bekerja di Cafe itu. Saat itulah, aku benar-benar

menjadi orang yang mandiri. Bebas menentukan langkahku sendiri. Tidak

munafik,” kata-kata yang terakhir diucapkannya dengan sedikit keras.

Mariam sempat terlibat hubungan asmara dengan salah seorang

pengunjung setia Cafe, anak seorang pejabat tinggi, yang akhirnya putus

karena pacarnya sangat pencemburu. Sejak saat itu, Mariam tidak pernah

mau lagi membina hubungan asmara dengan pria lokal yang disebutnya

“anak mami” itu. Dari sana pula ia kemudian bertemu dengan Andrew,

kekasihnya saat ini.

(Farahdiba, 2006: 269)

(19) Maria sedih mendengar cerita Mbak Mar. Meski tidak diekspresikan,

Maria merasa ada kegetiran yang terpendam di balik penampilan Mbak

Mar. Perubahan yang terlalu drastis semacam itu, baginya sangat tidak

wajar. Ia telah cukup banyak mengamati berbagai jenis karakter orang.

Mereka yang mudah berubah secara ekstrem, biasanya memiliki tingkat

ketidakstabilan mental yang tinggi. Ia kasihan terhadap sahabatnya ini.

Dulu “kearab-araban”, kini “kebarat-baratan”.

(Farahdiba, 2006: 270)

Mariam mengekspresikan diri sebebas-bebasnya setelah tidak lagi tinggal

di pondok pesantren. Namun, kepribadian Mariam yang berubah drastis justru

membuat Maria sedih dan prihatin karena Mariam telah menjadi ‘gadis

metropolis’.

2.2.2.2 Tokoh dan Penokohan Guru Dharmo

Guru Dharmo atau Dharmo Budi adalah pemilik padepokan spiritual

sekaligus guru spiritual Maria. Ia memiliki perawakan tinggi besar dengan sorot

mata tajam. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

33

(20) Maria menoleh. Tampak seorang laki-laki tinggi besar dengan kulit agak

gelap. Sorot matanya tajam, namun teduh. Sosok yang sulit ditebak. Sesaat

Maria termangu, ia tak tahu harus bagaimana sekarang.

(Farahdiba, 2006: 78)

(21) Senin sore. Maria sudah mendatangi padepokan Guru Dharmo. Ia sengaja

datang lebih awal, berharap bisa berbincang-bincang dengan Guru

Dharmo. Namun, sebelum memasuki lantai dua rumah itu, ia berpapasan

dengan Armapali.

(Farahdiba, 2006: 105)

Dalam kutipan (20) dan (21) diperlihatkan perawakan Guru Dharmo. Ia

memiliki toko kain dan padepokan spiritual, tempat Maria mendaftarkan diri

sebagai muridnya. Sebagai seorang guru spiritual, Guru Dharmo adalah orang

yang bijaksana. Pemikirannya yang tidak biasa kadang membuat Maria tidak

memahami ajaran Guru Dharmo dengan mudah. Meski begitu, Maria

menganggap bahwa ajaran dari Guru Dharmo dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaannya selama ini dan mengobati kegelisahannya. Hal tersebut tampak

dalam kutipan berikut.

(22) Tiba-tiba Guru Dharmo berbicara pula tentang materalisme yang

berkembang di zaman edan ini, “kita tanpa terkecuali, telah menjadi sangat

materialistik. Apapun yang kita lakukan, selalu kita nilai dengan uang.

Melihat harga barang yang mahal, kita menuduh si penjual barang terlalu

materialistik—padahal, sikap kita yang terlalu berhitung ‘untung-rugi’-pun

tak lain adalah cerminan dari betapa materialistiknya diri kita. Oleh karena

itu, di zaman ini, kita harus menyadar-nyadarkan diri, setiap saat. Setiap

detik.” Di bagian belakang, Maria terisak dengan perlahan. Pelajaran

pertama tentang kesadaran sudah ia dapatkan. Ia hanya tak menyangka

bahwa untuk melangkah maju, selalu akan ada rasa sakit dan air mata.

(Farahdiba, 2006: 108)

(23) Tak mudah baginya menerima perkataan Gurunya, Padahal, yang

dibicarakan adalah soal-soal keseharian. Guru Dharmo tidak pernah

berbicara tentang Tuhan yang abstrak. Ia bicara tentang Tuhan yang dapat

ditemui oleh setiap orang—dan justru itu, ia tidak dimengerti oleh orang

kebanyakan.

(Farahdiba, 2006: 110)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

34

(24) Di bawah bimbingan Guru Dharmo, Maria menyadari bahwa mencintai

lingkungan dan memperhatikan hal-hal kecil di sekitar kita, sesungguhnya

adalah tindakan-tindakan besar. Dengan menggunakan bahasa sains

modern yang populer, Guru Dharmo menjelaskan bahwa setiap benda atau

bentuk, sesungguhnya adalah bentuk lain dari energi. Segala sesuatunya

adalah energi! Tidak ada yang namanya benda mati. Energi itu saling

berinteraksi dengan pikiran dan emosi kita, manusia—yang juga

merupakan bentuk energi yang lebih tinggi.

(Farahdiba, 2006: 111-112)

Dalam kutipan (22), (23), dan (24) diperlihatkan ajaran-ajaran yang

diberikan Guru Dharmo kepada para pengikutnya di padepokan. Ajaran-ajaran

Guru Dharmo memberikan banyak pengaruh terhadap cara berpikir Maria. Maria

menganggap Guru Dharmo mampu menjawab segala pertanyaan dan rasa

penasarannya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(25) “Jadi, beragama perlu atau tidak...?” tanya Maria masih penasaran.

“Ha ha ha ha... Kau harus menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaanmu.

Sekarang tergantung padamu. Tak ada jawaban yang berlaku sama untuk

setiap orang. Kau tak bisa meminta orang lain terus menyuapimu, Kau

harus mencapai kesadaranku, Maria. Jangan terus-menerus menjadi

pengikutku.”

(Farahdiba, 2006: 120)

(26) Sejak pertemuannya dengan Guru Dharmo, rasa gelisah itu sempat hilang

entah ke mana. Dulu, ia gelisah karena setiap tempat maupun lingkungan

yang ia singgahi selalu saja memiliki cara pandang yang berbeda

dengannya—mulai dari keluarga besar Papanya yang tidak menyukai

perkawinan kedua orangtuanya hingga ke lingkungan pesantren yang

sempat dimasukinya. Semua itu, dalam pikirannya, sudah dapat diatasi

ketika “mondok” di padepokan Guru Dharmo selama sebulan penuh.

(Farahdiba, 2006: 129)

Dalam kutipan (26) dan (27) diperlihatkan bahwa Maria sangat

tergantung pada Guru Dharmo. Maria seolah menemukan orang yang dapat

menjawab semua pertanyaannya terkait banyak hal, seperti agama dan kehidupan.

Namun, Guru Dharmo berharap agar Maria dapat menemukan jawaban-jawaban

dari pertanyaannya sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

35

2.2.2.3 Tokoh dan Penokohan Falah

Falah adalah anak dari Kiai Shiddieq, seorang Kiai besar di Pondok

Pesantren Al-Aziz. Falah adalah kekasih Mariam dan mereka menjalin hubungan

diam-diam karena para santri dilarang berpacaran di dalam pondok. Falah adalah

lelaki tampan yang membuat banyak santriwati jatuh cinta dan saling berebut

untuk mendapat perhatiannya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(27) Mendengar nama Gus Falah, yang tak lain adalah kekasihnya, Mariam

tertunduk lesu sambil menghela napas panjang. Setelah beberapa saat,

akhirnya ia mengungkapkan, “Kamu tahu siapa Kiai Shiddieq? Dia

ayahnya Mas Falah...”

(Farahdiba, 2006: 14)

(28) “Hmmmm, apa maksudnya ini?” Maria membatin. Dipandangnya laki-

laki yang masih berdiri di sampingnya “Lumayan juga, gagah. Dan

senyumnya memang mengesankan. Pantas saja Mbak Mar sampai

bertekuk lutut. Pantas pula kalau para santri perempuan saling bersaing

untuk menarik perhatiannya.”

(Farahdiba, 2006: 24)

Falah menjalin hubungan dengan Mariam secara diam-diam karena

peraturan di dalam pondok pesantren melarang para santri untuk berpacaran agar

dapat fokus belajar. Jika ada yang ketahuan berpacaran, maka keduanya akan

dikeluarkan dari pondok pesantren. Meski begitu, Falah yang jatuh cinta pada

Mariam tetap nekat mendekati perempuan itu. Hal itu tampak dalam kutipan

berikut.

(29) Dengan bergulirnya hari, kerinduan sering berubah menjadi tuntutan—

keinginan untuk menguasai. Bagai candu Apalagi ketika Falah mulai rutin

mengirimkan syair-syairnya—dan sesekali, membacakannya secara

berbisik dari balik tembok pemisah. Sedikit saja terlambat mmperoleh

surat, Mariam akan menjadi tak stabil emosinya. Ia bisa marah, lalu

mengucurkan air mata—untuk kemudian tersenyum bahagia.

(Farahdiba, 2006: 33)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

36

Dalam kutipan (29) diperlihatkan cara Falah dan Mariam berkomunikasi

secara diam-diam di dalam pondok pesantren melalui surat rahasia. Falah dan

Mariam sangat berhati-hati agar hubungan keduanya tidak diketahui oleh siapa

pun. Setiap mengirimkan surat-surat untuk Mariam, Falah selalu menuliskan

nama “De’ Mar”, panggilan Falah untuk Mariam. Ketika surat cinta dari Falah

diketahui oleh petinggi pondok pesantren, mereka mengira surat itu untuk Maria

karena kesamaan nama panggilan. Maria juga sering dipanggil “De Mar” selama

berada di pondok pesantren. Akibat kesalahpahaman itu, Maria dituduh

berpacaran dengan Falah dan dikeluarkan dari pondok pesantren. Hal itu tampak

dalam kutipan berikut.

(30) “Sudahlah Maria. Kamu masih bisa bercanda, padahal apa yang terjadi

malam ini pasti sangat menyakitkan buat kamu. Aku malu... sebagai orang

yang terlibat di dalamnya, tidak bisa berbuat apa-apa.” Falah merasa

kikuk. Maria memandangnya cukup lama, sebelum membuang

pandangannya ke gerbang losmen. Ia sesungguhnya kasihan pada orang

ini.

“Semestinya Dik Maria bisa berkata jujur. Katakan yang sebenarnya,

dengan begitu Dik Maria tidak perlu terusir dari pondok.”

Jeda

“Sebetulnya aku yang harus keluar dari pondok itu. Aku betul-betul malu

dengan kejadian ini...”

Maria berusaha keras menguasai emosinya, namun ia terlanjur membuka

suaranya, “Makanya, kalau tulis surat, gunakan nama yang lengkap.

Teruntuk: Siti Mariam. Jangan cuma De’ Mar. Aku juga sering dipanggil

De’ Mar sama orang-orang di pondok. Jadinya, mereka pikir memang aku

yang pacaran dengan Gus Falah.” Maria bicara blak-blakan. “Dan maaf

Gus Falah, kalau mau terus menyalahkan diri sendiri, bukan di sini

tempatnya...”

(Farahdiba, 2006: 52)

Dalam kutipan (30) diperlihatkan bahwa kecerobohan Falah ketika

menulis surat cinta untuk Mariam membuat orang-orang salah paham mengira

surat itu untuk Maria. Maria yang terkena imbasnya harus dikeluarkan dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

37

pondok pesantren dengan tidak terhormat. Dalam perbincangannya dengan Falah

setelah dikeluarkan dari pondok pesantren, Maria mengkritik aturan di pondok

pesantren yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Falah tidak terima

terhadap pendapat Maria menilai Maria tidak cocok dengan lingkungan pondok.

Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(31) “Maria,” Falah memotongnya. “Kamu terlalu emosional. Sudah berapa

lama kamu mengenal pondok pesantren, hah? Setahun? Dua tahun? Atau

baru kemarin?”

“Tidak usah lama-lama... Cukup sekarang ini saja. Sekali dalam hidupku,”

kali ini Maria yang tersudut.

“Tidak semua pondok pesantren mempunyai aturan yang sama. Semua

kembali pada orang-orangnya, pada figur sentral di sana. Maria, aku lahir

dan besar dalam pondok pesantren, tapi apakah pemikiranku sama dengan

mereka? Lupakah kamu bahwa ada begitu banyak tokoh-tokoh bangsa

yang berpikiran terbuka dan luas, yang lahir dan dibesarkan dalam

lingkungan pesantren?”

Jeda

“Aku juga tidak menyalahkan kamu untuk menilai aturan pondok.

Masalahnya, kamu salah masuk. Orang yang berjiwa terbuka sepertimu,

tidak akan pernah cocok di lingkungan pondok di manapun. Tidak semua

orang bisa seperti kamu. Bagi mereka, kedisiplinan itu sangat penting,

agar para santri bisa belajar dengan serius. Tradisi harus dihormati. Orang

sepertimu butuh lembaga yang berbeda...,” nada bicara Falah merendah.

(Farahdiba, 2006: 54-55)

Dalam kutipan (31) diperlihatkan bahwa Falah dan Maria berdebat soal tradisi di

pondok pesantren. Menurut Falah, tradisi di dalam pondok pesantren harus

dihormati dan tidak bisa dikritisi begitu saja sebab memang ada nilai-nilai yang

dipertahankan. Namun, menurut Maria, tradisi di dalam pondok pesantren harus

diubah seturut perkembangan zaman. Akibat perbedaan pendapat mengenai tradisi

di pondok pesantren, terjadi pertentangan pendapat di antara Falah dan Maria.

2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan Ira

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

38

Ira adalah saudara sepupu Maria. Ia adalah perempuan muda yang penuh

dengan semangat, tetapi pemikirannya masih belum stabil dan sering berubah

tergantung suasana hatinya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(32) Ini kisah tentang Ira, seorang gadis muda, Ira adalah saudara sepupu

Maria. Ia menganggap dirinya gadis modern, “generasi MTV.”. Segala

perkembangan dunia pop, dari musik, fashion hingga film selalu menarik

perhatiannya. Sayang sekali, semangat kemodernannya tidak disertai

pondasi pemikiran dan nilai-nilai yang cukup kokoh. Ira Cuma memiliki

semangat muda yang membara, dan dengan itu ia ingin mengubah dunia.

Sesungguhnya, tak ada salahnya juga. Untuk “bermain-main” dengan

dunia, toh semua harus terjun dan memiliki modal pengalaman. Betul...

pengalaman memang merupakan guru yang amat berharga.

Ira baru memutuskan bahwa ia “sudah” jatuh cinta. Tapi, ia begitu keras

kepala dan emosional, tanpa mau berpikir panjang.

(Farahdiba, 2006: 39-40)

Dalam kutipan (32) diperlihatkan bahwa Ira adalah gadis muda yang

bersemangat dan selalu mengikuti tren perkembangan zaman. Sayangnya, Ira

sering tergesa-gesa dalam mengambil keputusan tanpa dipikir panjang terlebih

dahulu. Ira juga merasa keluarganya terlalu mengekang hidupnya, padahal ia tidak

mau keluarganya terlalu mencampuri hidupnya karena ia sudah dewasa. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

(33) “Bagaimana dengan keluargamu? Aku dengar mamamu sampai sakit,

karena tidak menyetujui hubunganmu dengan Bernard. Bukankah kamu

anak emas mamamu, Ra?”

“Ibu yang mencari penyakit sendiri, Maria. Aku sudah cukup besar dan

berhal menentulan hidupku sendiri. Aku tidak bisa terus-menerus jadi Ira

si bungsu yang manis yang setiap saat harus laporan: ‘Mau ke sini ‘Ma,

mau ke sana ‘Ma...’”

(Farahdiba, 2006: 40)

(34) Maria berusah menurunkan nada suaranya, lalu melanjutkan, “Ira, baru

kemarin kamu mengatakan bahwa prioritas utama dalam hidupmu adalah

kemandirian, dan aku percaya kamu bisa seperti itu. Tapi, sekarang kamu

malah menggantungkan hidupmu pada seseorang, yang kamu anggap bisa

melepaskan kamu dari kelurgamu, dari mamamu. Kamu ingin bebas, tapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

39

bagimu, menikah adalah jalan pintas untuk mendapatkan kebebasan itu

kan?”

“Kok kamu jadi menceramahiku, Maria,” Ira protes, namun dengan nada

tak berdaya.

“Sorry. Aku tidak bermaksud menceramahimu. Cuma tolong pikirkan

sekali lagi, apakah itu betul-betul pilihanmu yang final.”

“Pokoknya aku ingin bebas. Capek aku, Maria”

(Farahdiba, 2006: 43)

Dalam kutipan (33) dan (34) diperlihatkan bahwa Ira memiliki jiwa muda

yang penuh semangat dan menginginkan kebebasan. Ira ingin menikah dengan

seseorang benama Bernard agar bisa terlepas dari keluarganya, sayangnya

keputusan itu ditolak keluarganya. Keluarga Ira takut jika Bernard membawa

dampak buruk untuk Ira, apalagi Ira masih belum stabil pemikirannya. Keluarga

Ira malah menikahkannya dengan Nilzam, sahabat Maria, agar Ira tidak lagi

merasa terkekang oleh keluarganya sendiri. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(35) “Mengapa harus menikahkan Ira dengan Nilzam, Om” tanya Maria hati-

hati.

“Tidak ada jalan lain, Maria. Keputusan itu diambil secara mendadak pada

hari Kamis malam. Seluruh keluarga menganggap itulah yang terbaik...

Dengan mengawinkan Ira dengan Nilza, Om sekeluarga tidak lagi punya

tanggung jawab terhadap Ira. Ia menjadi tanggung jawab suaminya... Tapi,

sekarang... Ira pasti semakin marah pada Om...” Nada suara Om Ardi

menunjukkan penyesalan.

Sudah terlambat semuanya. Ada penyesalan juga dalam diri Maria, karena

tidak langsung mendatangi Ira ketika mendapatkan telepon darinya tiga

hari yang lalu. Prosesnya terjadi begitu cepat. Pernikahan kilat. Hari

Kamis dinikahkan, hari Sabtu Ira sudah lenyap. Kabur dari rumah. Maria

berandai-andai, adakah yang dapat ia lakukan untuk menjernihkan

persoalan yang dihadapi Ira dan Om Ardi. “Rasanya memang tidak ada,”

Maria mengambil kesimpulan. Perang sudah terjadi. Semua dalam

keadaan emosi.

(Farahdiba, 2006: 219)

Dalam kutipan (35) diperlihatkan bahwa konflik antara Ira dengan

keluarganya semakin meningkat dan belum mencapai titik damai. Ira kabur dari

rumah setelah dinikahkan dengan Nilzam, orang yang tidak ia cintai. Konflik Ira

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

40

dengan keluarganya turut menyeret Maria untuk ikut campur dalam mendamaikan

mereka.

2.2.2.5 Tokoh dan Penokohan Nilzam

Nilzam adalah sahabat Maria yang jatuh cinta pada Ira meski cintanya

tidak terbalas. Nilzam sangat menggilai Ira dan merasa frustrasi ketika Ira kabur

dengan Bernard. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(36) Maria memahami apa yang dirasakan Nilzam. Ia merasa kasihan pada

sahabatnya yang jatuh cinta pada sepupunya itu, namun ia tahu persis

bahwa rasa kasihan takkan pernah bisa menghasilkan kebaikan. Ia mudah

bersimpati pada orang yang menderita. Namun, bukan begini caranya

menjadi laki-laki, menjadi manusia. Ia harus membiarkan Nilzam

mengalami sendiri dan melampaui pengalaman itu—tidak dengan sakit

hati dan marah, tapi secara dewasa dan bijaksana. Ia tahu Nilzam hanya

ingin teman bicara, dan belum siap mendengar apa yang hendak

disampaikannya. Karena itu, Maria Cuma bisa mendengar dan berbicara

dalam hati: ‘Sabarlah, sabarlah sahabat... Aku tidak bisa menjanjikan

kemenangan. Yang kamu perlukan adalah kekuatan. Kekuatan yang hanya

akan tumbuh dalam kesabaran.”

(Farahdiba, 2006: 46)

(37) “Bukan begitu... Kamu bilang mencintai Ira, Tapi, kamu begitu berharap

padanya untuk menajdi milikmu?”

“Apa yang salah, Maria? Aku tidak mengerti maksudmu. Belakangan ini,

kamu sudah seperti para filosof...”

“Kalau cinta, ya cinta. Jangan mengharapkan sesuatu dari cinta itu sendiri.

Kalau kamu terlalu berharap banyak hal dari Ira, orang yang kamu cintai,

kamu hanya akan mendapatkan kekecewaan.”

Nilzam memandang sahabatnya. Sebenarnya, sudah sering ia mendengar

hal itu. Namun, tak pernah ia mau memikirkannya. Baginya, kalimat-

kalimat semacam itu hanyalah penghibur bagi orang-orang kalah. Kali ini

pun, ia nyaris membiarkan kalimat-kalimat Maria terbang begitu saja.

(Farahdiba, 2006: 45-46)

(38) “Saat ini, Ira masih segala-galanya buatku, Maria.”

“Fine. Kenyataannya?”

“Dia juga menyakiti aku...”

“Bukan. Kamu yang menyakiti dirimu sendiri. Ira memang keterlaluan

memanfaatkanmu dan berpura-pura menerimamu sebagai suaminya. Tapi,

harapanmu untuk memilikinya, itu yang menjadi sumber masalah

utamanya.” ujar Maria.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

41

(Farahdiba, 2006: 233)

Dalam kutipan (36), (37), dan (38) diperlihatkan bahwa Nilzam sangat

mencintai Ira dan ingin Ira menjadi miliknya. Namun, konsep tentang mencintai

yang dipahami oleh Maria berbeda dengan pandangan Nilzam. Bagi Nilzam,

mencintai seseorang berarti harus mendapatkannya. Namun, bagi Maria,

mencintai yang sesungguhnya tidak akan mengharapkan imbalan apa pun. Maria

meminta Nilzam untuk tidak berharap apa pun dari cinta itu sendiri dan mencintai

dengan ikhlas agar tidak merasa sakit hati.

2.2.2.6 Tokoh dan Penokohan Jivan

Jivan adalah mantan kekasih Maria. Jivan pernah menjadi aktivis

mahasiswa dan ia bertemu dengan Maria ketika mereka berdua sama-sama

menjadi aktivis. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(39) Jivan adalah orang berpengetahuan luas yang mudah untuk diajak bicara

apa saja. Ia seorang aktivis mahasiswa yang aktif dalam organisasi

kemahasiswaan non-formal serta pers mahasiswa, dan telah berulangkali

mengorganisir demonstrasi mahasiswa, buruh, dan petani. Meskipun aksi

yang mereka lakukan sering terkesan anarkis, namun pembawaan Jivan

sungguh berbeda dengan kebanyakan aktivis mahasiswa. Ia tidak kumuh

dan bisa mengubah-ubah penampilannya. Hanya segelintir orang yang

tahu ayahnya bekerja di sebuah perusahaan milik negara. Ia memang

selalu menghindari pembicaraan tentang diri dan keluarganya.

Namun, kalau sedang mengorganisir demonstrasi maupun memfasilitasi

sebuah diskusi, tidak tersisa sedikit pun Jivan yang introvert. Ia bisa

membakar semangat teman-temannya, maupun orang-orang yang

mendengarkannya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya seolah memiliki

tenaga, karena diucapkan dengan cara berirama. Ia memang seorang

pengagum Soekarno. Pantas saja ia dijuluki “Comandate” oleh teman-

teman seperjuangannya.

(Farahdiba, 2006: 163)

(40) Perlahan-lahan, segala sesuatu menjadi lebih jelas dalam pandangan batin

Maria. Meski berusaha menyangkal, di dalam hatinya selama ini, Maria

masih ingin memiliki Jivan. Laki-laki yang selama 5 tahun pernah menjadi

kekasihnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

42

Hubungan mereka berakhir karena kemarahan mendalam yang dirasakan

oleh Jivan akibat kematian ayah yang sangat dicintainya. Sugeng Winoto,

ayah Jivan, adalah pejabat tinggi di sebuah maskapai penerbangan

nasional.

(Farahdiba, 2006: 150)

Dalam kutipan (39) diperlihatkan bahwa hubungan Jivan dan Maria

berakhir setelah ayah Jivan meninggal dunia. Ayah Jivan adalah pejabat tinggi di

sebuah maskapai penerbangan. Suatu ketika ada kasus kematian seorang aktivis

yang meninggal secara misterius di dalam pesawat milik maskapai penerbangan

ayah Jivan. Ayah Jivan menjadi kambing hitam kasus tersebut sehingga nama

baiknya tercoreng. Kesehatan ayah Jivan terus menurun karena kasus tersebut dan

akhirnya meninggal dunia. Jivan marah atas kejadian tersebut dan ingin

membalaskan dendamnya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(41) Jivan, anak tunggalnya, begitu terpukul. Berminggu-minggu lamanya ia

mencoba mendekati teman-teman aktifisnya untuk membantu memulihkan

nama baik ayahnya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah jawaban basa-

basi. Jivan merasa ditinggalkan. Ia merasa bahwa teman-temannya pun

menghendaki ayahnya menerima hukuman itu. Jivan marah besar. Ia

sesungguhnya adalah seorang introvert yang amat disukai teman-

temannya. Ia dikenal selalu mendamaikan konflik yang terjadi di

lingkungannya. Tak ada yang menyangka bahwa kemarahan sosok

pendiam itu akan begitu dahsyat mengubah hidupnya.

Ia ingin membalas kematian ayahnya. Dengan cara apa, tak jadi soal

baginya. Ia mencari-cari kelompok radikal yang dapat menampung

kemarahnnya, namun tak berhasil.Tak ada lagi kelompok-kelompok

mahasiswa “berhaluan kiri” yang kini masih bertahan. Karl Marx dan Che

Guevara sudah tidak lagi jadi simbol perlawanan—malah sudah mulai

berubah menjadi icon dalam dunia mode. Ia jijik.

(Farahdiba, 2006: 152-153)

Dalam kutipan (41) diperlihatkan bahwa kemarahan Jivan membuat

hidupnya berubah. Jivan yang awalnya adalah sosok yang tenang dan pendiam

mulai berubah menjadi sosok pemarah yang menyimpan dendam. Jivan berniat

membalas dendam kematian ayahnya dengan bergabung bersama kelompok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

43

radikal. Jivan semakin membenci ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah

dan membenci teman-teman yang tidak mau membantunya untuk mengembalikan

nama baik ayahnya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(42) Hingga akhirnya ia tak sengaja bertemu Fauzi, teman lamanya, aktifis

pengajian kampus semasa kuliahnya, yang kemudian membawanya

memasuki sebuah kelompok perngajian bergaris keras di pinggiran kota

Depok. Di sana, ia membiarkan kemarahannya “disuapi” dengan

mendengarkan ceramah-ceramah yang radikal. Ia mulai menerima konsep

Tuhan yang pemarah. Segala sesuatu yang dianggapnya “melemahkan”

hati, satu persatu ditinggalkannya. Mulai dari Kahlil Ghibran hingga

Rumi. “Burung-Burung Manyar” karya Romo Mangun, novel favoritnya,

serta kumpulan puisi-puisinya sendiri, dibuangnya begitu saja.

(Farahdiba, 2006: 153)

Dalam kutipan (42) diperlihatkan bahwa hidup Jivan telah banyak berubah

sejak menjadi anggota sebuah kelompok radikal. Jivan menutup diri dan menjauhi

teman-temannya. Keputusan Jivan untuk bergabung dengan kelompok radikal

membuat hubungannya dengan Maria yang telah terjalin selama lima tahun

berakhir. Maria masih belum mampu menerima keputusan hidup yang telah

diambil Jivan. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(43) Cukup lama ia menyesali dirinya sendiri. Maria berandai-andai... Kalau

Jivan meninggalkannya karena menemukan perempuan lain atau karena

sudah “tidak ada kecocokannya” di antara mereka berduda, tentu lebih

mudah baginya melupakan. Mungkin ia akan marah, tapi setelah itu,

takkan pernah menyesal. Tapi, memilih bergabung dengan kelompok

radikal itu, sungguh tidak sesuai dengan karakter Jivan yang selama ini ia

kenal. Jivanku yang menganggung-agungkan kelembutan hati para

penyair, yang sangat membenci kaum fanatik, kini masuk dalam kelompok

itu... hanya karena ia tak dapat mengendalikan amarahnya yang begitu

besar.

“Ya, Tuhan... Mengapa aku tak mampu menyirami jiwanya, memadamkan

amarahnya Tidakkah ada sedikit cinta yang masih tersisa dalam hatinya?”

keluh Maria ketika sedang merana.

“Ya, ampun, Jivan... Kamu bodoh sekali. Tidakkah kamu sadar sedang

bergaul dengan monster-monster yang tidak punya perasaan. Seenaknya

saja mereka mengatasnamakan Tuhan untuk menyerang orang-orang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

44

tak berdosa. Mana bisa kau mempunyai Tuhan yang penuh dendam seperti

itu?” di waktu lain, Maria penuh dengan amarah.

(Farahdiba, 2006: 164)

Maria sangat menyesal tidak dapat membuat Jivan sadar dan kembali

kepadanya. Jivan telah tersesat karena dibutakan dendamnya dan ambisi untuk

membalaskan dendamnya itu. Jivan yang telah bergabung dengan sebuah

kelompok radikal bersiap menjalankan tugas suci, yaitu melakukan bunuh diri

dengan meledakkan diri menggunakan bom. Jivan juga telah mengganti namanya

menjadi Umar. Dia dan beberapa anggota kelompok itu menunggu perintah dari

pimpinan kelompok mengenai siapa yang terpilih untuk membawa bom dan

menjadi pelaku bom bunuh diri. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(44) Umar menunggu Ali yang tidak kunjung kelihatan ke rumah kontrakan

mereka di Jalan Ketapang, Pasar Minggu sejak semalam. Umar dan Ali

adalah bagian dari sejumlah “pengantin” yang telah dipersiapkan untuk

menjalankan tugas suci.

(Farahdiba, 2006: 238)

(45) Umar memiliki beberapa tugas yang harus dijalankannya sekaligus.

Selain menjadi “kepala keluarga”, ia bertugas untuk menjaga semangat

agar terus yakin dengan perjuangan yang sedang mereka jalani. Para

pentolan kelompok itu, sebetulnya tidak mengharapkan Umar untuk turun

langsung ke lapangan. Ia lebih diharapkan untuk berkonsentrasi pada

upaya untuk melahirkan kader-kader baru. Namun, ia bersikeras untuk

ambil bagian dan memberi contoh pada saudara-saudaranya yang berusia

lebih muda.

(Farahdiba, 2006: 239)

Jivan atau yang sekarang dipanggil Umar menjadi sosok yang berpengaruh

di kelompok radikal itu karena kecerdasannya dalam mengorganisasi dan

menyusun strategi. Kelompok radikal itu berniat melakukan jihad dengan

melakukan pengebomam di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Sahabat Umar,

Ali, terpilih sebagai pembawa bom atau yang disebut “pengantin”. “Pengantin”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

45

inilah yang nanti akan pergi ke lokasi pengebomam dengan membawa bom yang

akan diledakkan bersama dengan dirinya. Ali bergabung dengan kelompok radikal

karena kelompok itu mau membiayai hidupnya dan keluarganya. Setelah rencana

pengboman selesai disusun, Umar baru mengetahui bahwa lokasi peledakkan bom

merupakan lokasi yang sama dengan tempat diadakannya acara apresiasi seni

yang digagas oleh Maria. Umar mengkhawatirkan keselamatan Maria dan tidak

ingin Maria terluka. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(46) Dengan malas ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka

koran yang ada di depannya. Ia membolak-balik halamannya secara acak...

Lalu, matanya terbelalak melihat sebuah iklan kegiatan seni yang dimuat

oleh koran itu. Kegiatan itu akan dilaksanakan Hari Rabu, persis hari ini,

di Cilandak Super Square. Dan yang membuatnya sangat kaget, adalah

nama contact person penyelenggara kegiatan itu... “Masya Allah. Dia ada

di sana,” gumam Umar gemetar. “Ali bisa membunuhnya...”

Napas Umar serasa berhenti. Bayangan wajah kekasihnya yang telah lama

ditinggalkannya sekarang memenuhi layar pikirannya. Kerinduan yang

lama terpendam perlahan-lahan muncul ke permukaan. Wajah riang dan

senyum manis yang seringkali membuatnya merasa dungu... serta tangis

tanpa suara, ketika ia dengan frustrasi menahan kepergian kekasihnya.

Umar merasa kaki-kakinya tak lagi sanggup menahan beban tubuhnya.

(Farahdiba, 2006: 241)

Dalam kutipan (46) diperlihatkan bahwa Umar khawatir jika Maria akan

terluka karena terkena ledakan bom bunuh diri yang akan dilakukan Ali,

sahabatnya. Umar menyadari bahwa ia masih menyayangi Maria dan belum bisa

melupakannya. Umar berusaha melindungi Maria dengan menggantikan Ali

menjadi pembawa bom. Ia berniat meledakkan diri di tempat yang jauh dari

keramaian agar tidak melukai Maria. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(47) Umar menarik napas yang panjang, lalu bicara dengan nada yang tegas,

“Ali, kamu sudah kehilangan Ibu dan adik-adikmu. Cukup sampai di situ.

Pergilah, biar aku yang menangani semuanya. Kalaupun ini harus

meledak, tak ada yang akan mencariku!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

46

Umar sudah bertekad untuk menjauhkan bom dalam ransel hitam itu dari

keramaian dan dari kekasihnya.

(Farahdiba, 2006: 249)

(48) Maria turun dari mobilnya dan cepat-cepat membuka pintu rumahnya.

Tapi langkahnya tertahan di ruang tamu, melihat tayangan Stop Press di

layar televisi yang memberitakan tentang ledakan bom di Cilandak Super

Square. Kepalanya tiba-tiba terasa berat. Ia tak sadarkan diri.

(Farahdiba, 2006: 251)

Dalam kutipan (47) dan (48) diperlihatkan bahwa Umar memilih

mengorbankan dirinya agar Ali atau Maria tidak perlu menjadi korban dari

ledakan bom. Keputusannya itu diambil karena ia masih mencintai Maria, ia ingin

melindungi Maria dengan membawa bom dan meledakkannya di tempat yang

jauh dari keramaian.

2.2.3 Rangkuman

Tabel 1: Rangkuman Tokoh dan Penokohan

No. Nama Tokoh Penokohan

1. Maria Cerdas, kritis, tidak takut menyuarakan

pendapat

2. Mariam Cantik, cerdas, kritis

3. Guru Dharmo Bijaksana, rendah hati

4. Fallah Tampan, tegas, ceroboh

5. Ira Bersemangat, pemikirannya belum stabil

6. Nilzam Egois, serakah

7. Jivan Cerdas, berjiwa pemimpin, pendendam

2.3 Latar atau Setting

Latar dapat dibagi menjadi tiga unsur, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial-

budaya (Nurgiyantoro, 2015: 314). Unsur latar dalam novel Maria dan Mariam

karya Farahiba akan diuraikan di bawah ini.

2.3.1 Latar Tempat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

47

Latar tempat adalah lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2015: 314). Dalam novel Maria dan Mariam

karya Farahdiba terdapat beberapa lokasi yang digunakan sebagai latar tempatnya,

yaitu Kota Yogyakarta, Solo, dan Jakarta.

2.3.1.1 Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta menjadi lokasi berdirinya Pondok Pesantren Al-Aziz,

tempat Maria mengikuti pesantren kilat dan bertemu dengan Mariam. Di Kota

Yogyakarta pula Maria menghabiskan sisa waktu sebelum pergi ke Solo dan

bertemu dengan Guru Dharmo. Selain itu, Kota Yogyakarta merupakan lokasi

Maria melakukan penelitian tentang seni tari Cross-Gender. Hal itu tampak dalam

kutipan berikut.

(49) Pondok Pesantren Al-Aziz terletak di pinggiran kota Yogyakarta. Ini

tahun kelimanya membuka kegiatan pesantren kilat selama satu bulan. Siti

Mariam yang menjadi koordinator untuk para santri wanita mulai terlihat

sibuk dengan tugas-tugasnya. Dari mengawasi penerimaan santri,

penempatan tempat tinggal dan mengontrol agar para santri tidak

melanggar aturan-aturan yang diterapkan dalam Pondok Putri.

(Farahdiba, 2006: 5)

(50) Sekeluar dari pondok itu, Maria memanggil becak untuk

mengantarkannya ke losmen langganannya. Ia masih ingin beristirahat

selama dua hari di Yogyakarta sebelum pulang ke Jakarta. Sepanjang

perjalanan, ia terus-menerus memutar kembali pengalaman yang ia lalui

selama berada dalam pesantren.

(Farahdiba, 2006: 49)

(51) “Sudah kontak Mas Didik?” tanya Maria pada Martha sambil mendorong

trolley ke luar ruang kedatangan bandara. Kedatangan Maria dan Martha

ke Yogyakarta dalah untuk melanjutkan penelitian mereka tentang seni tari

Cross-Gender—Maria dan Martha lebih menyukai istilah Beyond Gender.

Mereka akan menemui tokoh seni tari serba bisa Didik Nini Thowok.

(Farahdiba, 2006: 178)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

48

Dalam kutipan (49), (50), dan (51) diperlihatkan bahwa Maria tidak hanya

sekali berada di Kota Yogyakarta. Pondok pesantren Al-Aziz berada di

Yogyakarta. Di pondok pesantren ini, Maria bertemu Mariam dan mereka menjadi

sahabat dekat. Maria dikeluarkan secara tidak hormat dari pondok karena dituduh

memiliki hubungan khusus dengan Gus Falah. Selepas keluar dari pondok

pesantren, Maria menginap di Losmen NITI, losmen langganannya tiap datang ke

Yogyakarta. Ketika datang untuk melakukan penelitian tentang seni tari Cross-

Gender, Maria diceritakan bertemu dengan Didik Nini Thowok yang menjadi

narasumber penelitiannya.

2.3.1.2 Kota Solo

Kota Solo menjadi lokasi berdirinya padepokan milik Guru Dharmo. Di

kota inilah Maria bertemu dengan Guru Dharmo untuk pertama kalinya. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

(52) Selamat datang Maria! Apa kabar Solo? Sudah lama Maria tidak

menginjakkan kakinya di kota ini. Baginya, tidak ada yang berubah di kota

ini.Setelah membiarkan langkah kakinya bergerak cukup lama tak tentu

arah... Maria melongok ke kanan dan ke kiri, mencari tukang becak

terdekat yang akan mengantarnya.

(Farahdiba, 2006: 75)

(53) “Pantes ada gambar Trisula...” ujar Maria dalam hati. Dia teringat

kembali pesan Ira untuk mencarikan kain batik Solo. “Daripada harus ke

Klewer,” pikirnya. “Kenapa tidak di sini saja.” Ia masih penasaran dengan

bangunan yang memiliki gambar Trisula tadi. “Ayo antar saya ke sana,

Pak,” katanya lagi. Becak segera bergerak maju dan mencari tempat untuk

berputar agar bisa masuk ke Jalan Trisula.

Ada perasaan aneh yang disetai degupan jantung cukup keras ketika ia

sampai di depan bangunan yang ia tuju di Jalan Trisula. Bangunan itu

sebenarnya sederhana. Sebuah bangunan lama. Tak ada papan nama,

meskipun semua orang tahu bahwa itu adalah sebuah toko. Maria berjalan

memasukinya dan segera mencium aroma dupa—yang dulu dangat tidak

asing baginya. Aroma yang ia rindukan.

(Farahdiba, 2006: 77-78)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

49

Dalam kutipan (52) dan (53) diperlihatkan bahwa Maria awalnya

mengunjungi Kota Solo untuk membelikan kain batik Solo pesanan Ira,

sepupunya. Ketika dalam perjalanan berkeliling Kota Solo untuk mencari toko

yang menjual kain batik Solo, Maria menjumpai toko kain yang bangunan

tokonya terlihat unik. Ternyata, toko kain itu merangkap sebagai padepokan

spiritual milik Guru Dharmo. Selama berada di Solo, Maria tinggal di penginapan

milik seorang bapak bernama Pak Daniel

2.3.1.3 Kota Jakarta

Kota Jakarta merupakan lokasi rumah ayah Maria. Maria beberapa kali

mengunjungi Jakarta dan menginap di rumah ayahnya. Hal itu tampak dalam

kutipan berikut.

(54) Maria menarik napas panjang. Dia duduk di kursi beranda di rumah

papanya di wilayah Pancoran. Sejak kepulangannya dari Yogyakarta,

Maria tidak lagi menempati tempat kosnya di Cikini. Semenjak papanya,

yang adalah wartawan senior di Kota Bandung, diminta ikut mendirikan

sebuah stasiun televisi baru di Jakarta. Status papanya yang masih aktif

sebagai pimpinan salah satu organisasi Islam terbesar di Bandung,

mengharuskannya bolak-balik Jakarta-Bandung. Maria sering menikmati

kesendiriannya di rumah itu.

(Farahdiba, 2006: 169)

Selain untuk menginap di rumah ayahnya, Maria berada di Jakarta untuk

mengurus acara seni dan budaya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(55) “Nanti aja, ‘Ra. Martha sudah nungguin dari tadi,” kata Maria. Hari itu,

mereka akan menindaklanjuti pembicaraan sehari sebelumnya di Hokben

tentang rencana penyelenggaraan sebuah event seni dan budaya bersama

dengan Martha. Event itu sendiri dimaksudkan untuk mengajak anak-anak

sekolah dan generasi muda secara umum untuk mengapresiasik kesenian

tradisional Indonesia, yang sudah mulai tidak dikenal di sekolah-sekolah.

Acara itu dikemas dalam bentuk lokakarya maupun pagelaran, Yang

memprakarsai kegiatan itu adalah Yayasan Joglosemar, yang dipimpin

Martha, bekerja sama dengan Komunitas Budaya Anak Nusantara. Maria

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

50

membantu sebagai konsultan event organizer. Secara teknis, kegiatan akan

dijalankan oleh Ira dan teman-temannya.

(Farahdiba, 2006: 210)

Lokasi diselenggarakannya acara seni dan budaya juga menjadi lokasi

yang rencananya akan diledakkan dengan bom oleh kelompok radikal. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

(56) Dengan malas ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka

koran yang ada di depannya. Ia membolak-balik halamannya secara acak...

Lalu, matanya terbelalak melihat sebuah iklan kegiatan seni yang dimuat

oleh koran itu. Kegiatan itu akan dilaksanakan Hari Rabu, persis hari ini,

di Cilandak Super Square. Dan yang membuatnya sangat kaget, adalah

nama contact person penyelenggara kegiatan itu... “Masya Allah. Dia ada

di sana,” gumam Umar gemetar. “Ali bisa membunuhnya...”

(Farahdiba, 2006: 241)

(57) ujarnya penuh penyesalan. Ia yang pertama kali mengusulkan Cilandak

Super Square sebagai sasaran. Tempat itu adalah tempat nongkrong para

anak pejabat, para ekspatriat yang selama ini berkolaborasi dengan

pemerintahan yang dibencinya. Penjagaan tempat ini pun terlalu mudah

untuk ditembus, Sudah hampir sebulan Umar dan kawan-kawannya

mengawasi tempat itu. Pemeriksaan seadanya. Siapa pun yang

menggunakan kendaraan roda dua, bisa masuk seenaknya dari gerbang

depan maupun belakang. Ini sasaran yang empuk.

(Farahdiba, 2006: 242)

Dalam kutipan (56) dan (57) diperlihatkan bahwa Umarlah yang memilih

Cilandak Super Square sebagai lokasi dilakukannya pengeboman. Tempat itu

dipilih Umar karena lokasinya yang selalu ramai dan sering dikunjungi oleh anak-

anak pejabat. Umar ingin membalaskan dendamnya dengan membunuh orang-

orang yang tidak terlibat langsung dalam kasus yang menyeret nama ayahnya.

Namun, Umar menyesal telah memilih pusat perbelanjaan itu untuk dilbom

karena tahu Maria akan berada di lokasi itu juga. Akhirnya, Umar memutuskan

untuk mengorbankan diri dengan menggantikan Ali sebagai pembawa bom dan

meledakkan bom di tempat yang jauh dari pusat keramaian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

51

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa dalam karya

fiksi. Masalah waktu yang diceritakan biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual atau yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2015:

318). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba terdapat latar waktu yang

dihubungkan dengan peristiwa sejarah yang pernah terjadi.

2.3.2.1 Tahun 1996

Pada tahun ini, Maria berprofesi sebagai pekerja paruh waktu di suatu

organisasi serikat buruh. Pada tahun ini juga Maria bertemu Jivan untuk yang

pertama kalinya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(58) Tahun 1996, setahun sebelum krisis moneter melanda, krisis kepercayaan

terhadap penguasa Orde Baru sudah mulai terasa. Ada kasus penyerangan

terhadap kantor Partai Demokrasi Indonesia pimpinan Megawati

Soekarnoputri. Ada pula penangkapan terhadap sejumlah aktivis

mahasiswa dan LSM. Demonstrasi, meski tak selalu ramai diketahui,

terjadi hampir di seluruh kota besar di Indonesia. Ada demonstrasi

mahasiswa, buruh, petani, dan mereka yang menyebut diri kaum miskin

kota. Maria ada di antara mereka.

Ketika itu, ia sedang bekerja paruh waktu di salah satu organisasi serikat

buruh yang dipimpin seorang tokoh buruh yang sangat populer—sebut

saja Ian Manulang. Si tokoh buruh ini dikenal karena keberaniannya

memperjuangkan hak-hak buruh, yang menyebabkannya harus mendekam

dalam penjara karena tuduhan melakukan tindakan subversif. Meski belum

menyelesaikan kuliahnya, Maria diterima bekerja dalam organisasi buruh

itu karena pengalamannya berorganisasi. Ia sangat antusias bekerja dalam

organisasi itu, yang dianggapnya sebagai panggilan hati—sejak di bangku

sekolah, ia sudah mendambakan bisa terlibat dan berkenalan dengan dunia

aktivis yang dinamis. Di sana pula ia berkenalan dengan Jivan.

(Farahdiba, 2006: 158-159)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa Maria pernah menjadi seorang

aktivis dan aktif dalam kegiatan organisasi. Ia bertemu Jivan yang saat itu juga

berprofesi sebagai aktivis mahasiswa dan mereka saling jatuh cinta. Maria dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

52

Jivan menjalin hubungan selama lima tahun lalu berpisah karena Jivan bergabung

dengan kelompok radikal untuk membalaskan dendamnya.

2.3.3 Latar Sosial-Budaya

Latar sosial-budaya berhubungan dengan tata cara kehidupan masyarakat. Hal

itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan

hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro, 2015: 322). Latar sosial yang

akan dianalisi dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba adalah latar sosial

di pondok pesantren dan latar sosial masyarakat Indonesia secara umum.

2.3.3.1 Latar Sosial-Budaya Pondok Pesantren Konservatif

Orang-orang yang datang ke pesantren diceritakan sudah menyesuaikan

penampilan dengan mengenakan busana muslim yang sopan. Hal itu tampak

dalam kutipan berikut.

(59) “Maaf ya De’. Adik ini seperti seorang aktivis yang suka berdemo dan

berteriak-teriak di jalanan, atau mungkin seorang pendaki gunung. Nah,

mereka yang datang ke pesantren ini, biasanya sudah menyesuaikan diri.

Sudah menggunakan busana muslim, ya pakai kerudung dan...”

“Oo, maksud Mbak, pakai jilbab?” potong Maria. “Trus pakai gamis atau

baju terusan yang menutupi lekukan tubuhnya...”

(Farahdiba, 2006: 11)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa orang-orang melaksanakan

peraturan tidak tertulis dengan menyesuaikan diri menggunakan busana muslim

ketika datang ke pondok. Hal itu dilakukan karena masyarakat menganggap

pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan seperti sekolah umum yang

memiliki aturan-aturan khusus yang harus dipatuhi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

53

Salah satu peraturan yang ada di pondok pesantren melarang para santri

untuk berpacaran dan memberlakukan sanksi tegas jika ada santri yang melanggar

aturan tersebut. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(60) “Di pesantren, para santri tidak diperbolehkan berpacaran, karena akan

menganggu proses pembelajaran santri.”

“Loh, kok bisa begitu. Ini kan hak semua orang, untuk saling mencintai.

Kok dilarang?” protes Maria.

“Biar para santri tidak terganggu konsentrasinya untuk belajar... apalagi

untuk mereka yang sedang menghafal Al-Quran,” Mariam menjawab, tak

tahu siapa yang sedang ia bela.

(Farahdiba, 2006: 17)

(61) “Sudah peraturan De’. Tiga tahun yang lalu, ada santri yang terusir dari

pondok ini. Dan jika kita sudah pernah mendapatkan catatan buruk di

sebuah pondok, ke manapun kita mondok, catatan buruk itu akan terus

terbawa.”

“Maksudnya?”

“Akan tersiar kabar di berbagai jaringan pondok pesantren, bahwa santri

ini bla... bla... bla...”

“My God, bisa sebegitunya? Norak! Ini keterlaluan! Character

assassination!”

(Farahdiba, 2006: 18)

Menurut aturan di pondok pesantren, santri yang ketahuan berpacaran

akan diusir dari pondok. Selain diusir dari pondok pesantren, nama baik santri

tersebut akan tercoreng. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan di pondok

pesantren sebenarnya keras. Para santri harus dapat menjaga sikap agar nama baik

mereka tidak tercoreng dan tidak perlu ada kabar buruk yang beredar dari pondok

ke pondok yang lain.

Di dalam pondok pesantren pun terdapat persaingan-persaingan, seperti

persaingan antarperempuan untuk mendapatkan perhatian dari laki-laki dan

perundungan sesama santri. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.

(62) “Maria, apa yang kamu cari di sini? Kalau cuma mencari pacar, nggak

usah pakai acara mondok, ngerusak citra pondok ini saja!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

54

Bagai disambar geledek di siang bolong, Maria segera mendatangi orang

yang menegurnya, yang tak lain adalah mentornya sendiri, Mbak Hulasoh.

Sejak awal, Maria memang tidak nyaman dengan perempuan yang satu ini.

Namun, karena ia adalah mentornya, ia tak terlalu ambil pusing. Meski

demikian, ia seringkali tak tahan juga melihat gaya “sok alim” dan “sok

pintar” dibandingkan dengan mentor-mentor yang lain. Maria sering

membandingkannya dengan Mbak Mar, yang memang jauh sekali

pembawaannya.

“Maaf, tadi anda bicara pada saya?” Maria menghampiri Hulasoh dengan

sorot mata yang tajam.

“Iya, jangan pura-pura, Maria. Tadi kami melihatmu mencoba-coba

menarik perhatian Gus Falah!” Kali ini, salah seoran supporter Hulasoh

yang angkat bicara.

(Farahdiba, 2006: 22)

(63) “Hmmmm, apa maksudnya ini?” Maria membatin. Dipandangnya laki-

laki yang masih berdiri di sampingnya “Lumayan juga, gagah. Dan

senyumnya memang mengesankan. Pantas saja Mbak Mar sampai

bertekuk lutut. Pantas pula kalau para santri perempuan saling bersaing

untuk menarik perhatiannya.”

(Farahdiba, 2006: 24)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa para santri perempuan di

pondok pesantren pun dapat saling bersaing mendapatkan perhatian dari laki-laki.

Bahkan perundungan pun dapat terjadi jika ada kelompok santri yang tidak

menyukai santri yang lain. Lingkungan pondok pesantren yang dikenal damai

karena isinya orang-orang yang memperdalam ilmu agama tidak lepas dari kasus

perundungan. Konflik antarsantri bukan hal yang asing karena persaingan dan

perbedaan pendapat dapat terjadi di mana-mana. Lingkungan pondok pesantren

juga bukan tempat perempuan dapat bebas menyuarakan pendapatnya dan sangat

terikat oleh tradisi. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.

(64) Mariam tersenyum kecut, ia sebetulnya mengetahui hal itu. Namun, di

lingkungan ini, ia tak selalu bisa mengekspresikan jalan pikiannya. Ibu

Nyai yang sering mendengarkan keluh-kesahnya, seringkali cuma bisa

tersenyum kala mendengar ide-idenya yang tidak biasa. Ibu Nyai sendiri

sudah mengajarinya untuk tidak terjebak dalam simbol dan lebih

mengutamakan substansi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

55

(Farahdiba, 2006: 12)

(65) “Aku juga tidak menyalahkan kamu untuk menilai aturan pondok.

Masalahnya, kamu salah masuk. Orang yang berjiwa terbuka sepertimu,

tidak akan pernah cocok di lingkungan pondok di manapun. Tidak semua

orang bisa seperti kamu. Bagi mereka, kedisiplinan itu sangat penting,

agar para santri bisa belajar dengan serius. Tradisi harus dihormati. Orang

sepertimu butuh lembaga yang berbeda...,” nada bicara Falah merendah.

(Farahdiba, 2006: 55)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa lingkungan di pondok

pesantren masih sangat terikat oleh tradisi dan memiliki aturan-aturan yang

mengikat. Perempuan tidak dapat dengan bebas menyuarakan pendapatnya karena

lingkungan di pondok pesantren masih terikat budaya patriarki. Hal ini tentu tidak

adil bagi perempuan karena kebebasan untuk berpendapat dan mengekspresikan

diri dibatasi.

2.3.3.2 Latar Sosial-Budaya Masyarakat Indonesia

Selain latar sosial di dalam pondok pesantren, dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba juga diperlihatkan latar sosial masyarakat di zaman ini

yang egois dan suka mementingkan diri sendiri. Hal itu tampak dalam kutipan

berikut.

(66) Tiba-tiba Guru Dharmo berbicara pula tentang materalisme yang

berkembang di zaman edan ini, “kita tanpa terkecuali, telah menjadi sangat

materialistik. Apapun yang kita lakukan, selalu kita nilai dengan uang.

Melihat harga barang yang mahal, kita menuduh si penjual barang terlalu

materialistik—padahal, sikap kita yang terlalu berhitung ‘untung-rugi’-pun

tak lain adalah cerminan dari betapa materialistiknya diri kita. Oleh karena

itu, di zaman ini, kita harus menyadar-nyadarkan diri, setiap saat. Setiap

detik.”

(Farahdiba, 2006: 108)

(67) “Andaikan setiap orang bisa bersyukur, tentu kerakusan yang telah

menghancurkan moral bangsa ini bisa lenyap,” kata Maria menceritakan

hasil perenungannya, suatu kali. Kerusakan hutan, banjir, korupsi,

menghalalkan segala cara... semua dilakukan oleh orang-orang yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

56

pernah bersyukur. Dari sebuah organisasi lingkungan, ia mengetahui

bahwa hampir setiap menit, Indonesia sedang kehilangan hutan setara

dengan 6 kali lapangan bola. “Inilah buah keserakahan, orang-orang yang

tak tahu bersyukur,” ungkap Maria.

(Farahdiba, 2006: 111)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa masyarakat masih

mementingkan keegoisan untuk mendapatkan kepuasan diri sendiri. Akibat

keserakahan manusia, banyak hal harus dikorbankan, seperti moral dan

lingkungan. Manusia membabat habis hutan untuk membuka lahan perkebunan

dan mengeksploitasi isinya. Keserakahan itu menciptakan ketidakseimbangan

antara alam dan manusia. Sifat materialistik juga terlihat dari sikap pemerintah

yang digambarkan mengeksploitasi budaya Indonesia. Hal itu tampak dalam

kutipan berikut.

(68) “Aneh sekali. Mengapa pemerintah mensejajarkan Budaya dan

Pariwisata dalam sebuah departemen yang sama. Seolah-olah budaya itu

adalah objek estetika yang bisa ‘dijual’ seperti pariwisata. Padahal, budaya

justru lebih dekat dengan pendidikan. Budaya kan menaungi semua, ya

politik, ekonomi, sosial... Kok sekarang cuma jadi bagian dari industri?”

ungkap Maria dalam percakapannya dengan Martha.

“Kamu baru sadar ya, Maria? Sejak dulu kami sudah bicara mengenai

masalah ini. Pemerintah kita dan kebanyakan teman-teman kita sendiri,

punya cara berpikir yang sangat materialistik. Seolah-olah, segala

persoalan bangsa ini hanyalah soal perut belaka. Jadi, yang dipikirkan

adalah bagaiman mendorong datangnya modal dan materi saja. Bangsa

kita, nggak punya jati diri, nggak punya budaya sendiri, nggak punya apa-

apa,” ujar Martha dengan emosional.

“Betul juga. Kita jadi tak sadar bahwa materialisme sudah kita adopsi

sebagai budaya kita,” kata Maria membenarkan.

(Farahdiba, 2006: 177)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa pemerintah sendiri

menjadikan budaya sebagai industri untuk mendatangkan untung. Pemerintah

tidak memberi perhatian secara penuh untuk melestarikan budaya yang ada.

Akibatnya, generasi muda akan kehilangan minat untuk mempelajari dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

57

melestarikan budaya yang sudah ada sejak nenek moyang dulu. Tidak hanya

menjadikan budaya sebagai sebuah industri, pemerintah dan masyarakat yang

tergambar dalam novel ini juga kurang memberi apresiasi kepada pahlawan-

pahlawan budaya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(69) Sialnya, penghargaan terhadapa pahlawan-pahlawan budaya kita

memang sangat minim. Terlebih lagi bagi kaum pria yang feminin seperti

Mas Didik—tak sedikit yang memandang kehidupan mereka dengan

sebelah mata. Padahal, pernah di masa lalu, di wilayah peradaban

Nusantara, orang-orang seperti Mas Didik mendapatkan kedudukan yang

sangat terhormat di tengah-tengah masyarakat. Mereka dipercaya sebagai

bentuk keseimbangan energi. Yin dan Yang. Shakti dan Shiva. Yang

disimbolkan dalam wujud Ardhanarishwara, patung perpaduan antara

setengah badan laki-laki atau Shiva dan setengah badan perempuan atau

Shakti.

(Farahdiba, 2006: 180-181

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa budaya yang sudah ada sejak

dulu di Nusantara mulai dilupakan. Pegiat seni laki-laki dengan sifat yang feminin

sekarang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Padahal di Sulawesi Selatan

terdapat komunitas bissu yang terdiri dari pria yang memiliki sifat yang feminin.

Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(70) Sisa-sisa keagungan kaum ini juga masih dapat dilihat di daerah Sulawesi

Selatan, yaitu pada komunitas Bissu. Kaum Bissu adalah semacam pendeta

agama bugis kuno, sejak masa Pra-Islam. Mereka dalah pria yang

memiliki sifat kewanitaan, sehingga disebut sebagai Calabai atau waria.

Dulu mereka memiliki peran yang sangat tinggi dalam masyarakat,

sebagai penasehat raja dan dewan adat untuk menciptakan kesejahteraan

dan perdamaian bagi masyarakat. Namun, perubahan nilai-nilai dalam

masyarakat menempatkan mereka dalam posisi yang kurang

menguntungkan. Baru belakangan ini ada upaya untuk mengembalikan

peran mereka pada posisi yang terhormat dalam masyarakat.

Berbeda dengan para waria biasa yang suka menggunakan pakaian seksi,

para Bissu lebih banyak menggunakan pakaian biasa dalam kesehariannya.

Mereka harus menjaga sifatnya yang kalem dan anggun, yang dalam

bahasa Bugis disebut Malebbi atau mulia. Namun, ketika

menyelenggarakan ritual maupun tari-tarian, mereka menggunakan

pakaian adat yang menonjolkan kebesarannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

58

(Farahdiba, 2006: 181)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa di Nusantara pernah ada

budaya yang menempatkan kaum pria yang feminin sebagai bagian penting dari

kehidupan masyarakat. Kedudukan pendeta agama Bugis kuno yang biasa

dipanggil bissu ini dianggap lebih tinggi daripada raja adat kerena mereka

dipercaya sebagai penghubung antara dunia nyata dengan dunia para dewa.

Sekarang, bissu hanya memimpin ritual-ritual, seperti perkawinan dan kelahiran

bayi. Kehadiran bissu seharusnya dilestarikan karena mereka adalah penerus

tradisi. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(71) Padahal, mereka adalah penerus utama tradisi lisan dan penulisan I La

Galigo, sebuah epos sejarah masyarakat Bugis yang sangat panjang dan

dapat disejajarkan dengan Mahabharata.

(Farahdiba, 2006: 182)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa komunitas bissu menjadi

warisan budaya yang wajib dilestarikan keberadaannya untuk menjaga

keberagaman budaya di Indonesia. Nilai-nilai yang bergeser di masyarakat mulai

menggusur keberadaan budaya yang telah ada sejak dulu dan membuat budaya-

budaya tersebut dilupakan.

2.3.4 Rangkuman

Tabel 2: Rangkuman Latar

No. Latar Tempat Latar Waktu Latar Sosial-Budaya

1. Kota Yogyakarta

Tempat berdirinya

pesantren Al-Aziz

Tahun 1996

Maria dan Jivan

pertama kali bertemu

ketika masih

Latar sosial-budaya

pondok pesantren

konservatif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

59

menjadi aktivis

buruh dan

mahasiswa

2. Kota Solo

Tempat berdirinya

padepokan spiritual

Guru Dharmo

Latar sosial-budaya

masyarakat Indonesia

secara umum

3. Kota Jakarta

Lokasi yang

direncanakan akan

menjadi sasaran

pengeboman oleh

kelompok radikal

2.4 Alur atau Plot

Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Tahapan

dalam plot dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu (1) tahap penyituasian atau

tahap situation, (2) tahap pemunculan konflik atau tahap generating circumstance,

(3) tahap peningkatan konflik atau tahap rising action, (4) tahap klimaks atau

tahap climax, (5) tahap penyelesaian konflik atau tahap denouement

(Nurgiyantoro, 2015: 209-210). Dalam penelitian ini, analisis plot akan dibagi

menjadi lima tahap, yaitu tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap

peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian konflik.

2.4.1 Tahap Penyituasian

Tahap penyituasian berisi informasi awal mengenai situasi latar, siapa saja

tokoh dalam cerita serta menjadi tahap pembuka cerita (Nurgiyantoro, 2015: 209).

Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, tahap penyituasian

menceritakan tentang peristiwa pertemuan Maria dan Mariam di pondok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

60

pesantren. Maria dan Mariam memiliki karakter yang berbeda, tetapi mereka

dapat bersahabat karena sifat keduanya justru saling melengkapi. Hal itu tampak

dalam kutipan berikut.

(72) Maria sengaja memilih Pondok Pesantren Al-Aziz, sebagai tempat untuk

mengikuti pesantren kilat, karena rekomendasi yang diberikan oleh

teman-temannya di Jakarta. Sudah banyak teman semasa mahasiswa

maupun pada saat ia berorganisasi yang pernah mondok di pesantren itu.

Konon, sudah banyak “anak durhaka” yang berbalik “insaf” setelah

kembali dari pondok pesantren tersebut. Maria sendiri datang ke sana

karena kegelisahan hatinya. Ia berniat mendalami agama langsung dari

sumber-sumber yang dianggapnya otoritatif, juga karena penasaran

dengan “ramuan ajaib” yang bisa mengubah tabiat teman-temannya.

(Farahdiba, 2006: 16)

2.4.2 Tahap Pemunculan Konflik

Pada tahap ini mulai muncul peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya

konflik dan merupakan tahap awal munculnya konflik dalam cerita (Nurgiyantoro,

2015: 209). Pada novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, konflik mulai

muncul ketika Maria sadar bahwa aturan-aturan yang ada di pondok pesantren

tidak cocok dengannya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(73) Ia gelisah memikirkan aturan-aturan tidak adil yang berlaku di pondok

pesantren, di jaman modern seperti sekarang ini. Kenapa tidak ada aturan

yang lebih terbuka, yang lebih maju? Intervensi terlalu besar terhadap hak-

hak setiap orang. Ia tak habis mengerti mengapa orang tidak boleh saling

jatuh cinta. Menurutnya, dunia ini hanya bisa menjadi semakin baik, kalau

semakin banyak orang yang jatuh cinta. Jangan-jangan orang yang

membuat segala macam peraturan itu adalah orang-orang yang sudah mati

rasa—atau terlalu munafik?

Ia mulai marah dengan keadaan itu. “Gila,” sesekali ia bergumam sendiri.

Ada semacam penolakan dalam dirinya jika harus berdiam saja. “Aku

harus melakukan sesuatu, tapi apa? Bagaimana?” Ia sadar bahwa dirinya

hanyalah “santri sementara” dari program pesantren kilat, yang seminggu

lagi akan selesai.

(Farahdiba, 2006: 20)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

61

Maria yang menyadari bahwa aturan-aturan di dalam pondok tidak adil

untuk sebagian orang, apalagi aturan yang melarang santri untuk berpacaran.

Menurut Maria, larangan untuk berpacaran justru merenggut kebebasan manusia

untuk mengekspresikan diri dan perasaan. Ia yang pernah menjadi aktivis tidak

tahan jika harus berdiam diri melihat situasi yang dianggapnya tidak adil. Namun,

Maria tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki situasi itu, lagi pula

dirinya hanyalah peserta pesantren kilat dan bukan merupakan warga tetap di

pondok pesantren itu. Ketidakberdayaan itu membuat Maria gelisah karena dalam

hatinya muncul dorongan untuk mengubah sesuatu yang tidak sesuai dengan hati

nuraninya.

2.4.3 Tahap Peningkatan Konflik

Konflik yang telah muncul semakin berkembang di tahap ini dan

intensitasnya semakin meningkat (Nurgiyantoro, 2015: 209). Pada novel Maria

dan Mariam karya Farahdiba, konflik yang ada semakin meningkat ketika Maria

dituduh memiliki hubungan khusus dengan Gus Falah, putra Kiai Shiddieq, Kiai

besar di pondok itu. Terdapat aturan yang melarang para santri untuk berpacaran

agar mereka dapat fokus belajar. Oleh karena itu, jika ada santri yang ketahuan

melanggar aturan tersebut akan dikeluarkan dari pondok dengan tidak terhormat.

Maria terpaksa harus keluar dari pondok karena sebuah surat dari Gus Falah yang

dicurigai ditujukan untuknya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(74) Semenjak pertemuan itu, hubungan Maria dan Falah menjadi sangat

akrab. Banyak hal yang mereka diskusikan, di luar nasihat-nasihat asmara.

Bagi Maria, kesempatan itu digunakannya juga untuk belajar lebih banyak

tentang Islam—agama yang diyakininya, namun belum banyak digalinya.

Hanya saja, kedekatan mereka banyak disalahartikan oleh orang-orang

yang cemburu pada Maria. Hingga suatu malam, tepatnya pada hari Sabtu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

62

jam delapan malam, Maria dikejutkan dengan kabar yang takkan pernah ia

lupakan seumur hidupnya. Ia menerima pesan tertulis di kamarnya, yang

isinya memintanya untuk menghadap jajaran tokoh penting di Pondok

Pesantren Al-Aziz.

(Farahdiba, 2006: 28)

(75) Maria, akhirnya memang harus pergi. Aturan untuk menjaga kewibawaan

pondok harus dipertahankan. Dalam setiap hubungan yang melibatkan

santri laki-laki dan perempuan, biasanya, keduanya yang harus pergi

meninggalkan pesantren. Namun, kali ini, hanya Maria yang pergi. Ada

1001 alasan yang dapat digunakan untuk mempertahankan Falah. Intinya,

Falah hanyalah korban. Titik.

Hanya karena kesamaan nama, “De’ Mar”, Maria telah berkorban demi

sahabat barunya. Semua orang percaya bahwa Maria yang mempunya

hubungan dengan Gus Falah. Maria sendiri tidak tega melihat Mariam

terusir dari lingkungan yang telah membesarkannya. Di atas semua itu, ia

merasa harus terus mendorong hubungan antara Mbak Mar dengan Gus

Falah.

(Farahdiba, 2006: 33-34)

Dalam kutipan di atas tampak bahwa Mariam mendapat surat peringatan

dari pondok pesantren karena dianggap telah melanggar aturan untuk tidak

berpacaran dengan santri yang lain. Kedekatan antara Maria dan Falah memicu

spekulasi dari orang-orang di pondok dan keduanya dikira memiliki hubungan

khusus. Maria disidang oleh para petinggi pondok pesantren dan dikeluarkan demi

melindungi nama baik pondok pesantren. Dalam kasus ini, hanya Maria yang

terusir dari pondok karena Falah merupakan anak Kiai besar dan Falah dianggap

sebagai korban. Bagi Maria, lembaga yang dianggapnya mewakili nila-nilai moral

yang ideal itu telah melakukan ketidakadilan.

Setelah keluar dari pondok pesantren, Maria bertemu dengan Guru

Dharmo, seorang guru spiritual. Maria menjadi murid Guru Dharmo dan belajar

banyak hal dari gurunya itu. Pada suatu hari Maria bermimpi bertemu dengan

Khadijah, istri Muhammad. Dalam mimpinya itu, Maria melakukan percakapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

63

dengan Khadijah mengenai esensi agama dan ajaran agama yang disalahtafsirkan

saat ini. Di akhir percakapan mereka, Khadijah meminta Maria untuk

membebaskan diri dari keterikatan perasaannya terhadap Jivan. Hal itu tampak

dalam kutipan berikut.

(76) “Bebaskan dirimu dari nafsumu, dari keterikatan duniamu, Maria!

Setelah itu baru kau dapat memikirkan hal-hal yang lebih besar,” akhirnya,

Ibu Khadijah mau bicara.

(Farahdiba, 2006: 148)

(77) “Kenapa kamu masih belum bisa melepaskan Jivan? Mengapa kamu

masih ingin memilikinya?”

Maria terhenyak. Ia tak siap dengan pertanyaan itu. Sejak lama ia berusaha

untuk menutup rapat-rapat topik pembicaraan tentang Jivan—meskipun ia

sendiri masih terus saja menggumamkan namanya. Yang keluar dari

mulutnya, adalah kata-kata basi yang sama, “Maksud Ibu? Saya sudah

melupakannya...”

“Namun, kamu terus mengikatnya dalam pikiranmu, Maria. Masih ada

keinginan dalam hatimu untuk ‘menjadi pahlawan’, menyelamatkan Jivan

dan membawanya kembali menjadi ‘milikmu’.”

Mata Maria mulai terasa berat. Napasnya terasa sesak.

“Sesungguhnya, kamu hanya ingin ‘memilikinya’. Sekarang, kamu merasa

menderita karena tidak bisa memilikinya...”

(Farahdiba, 2006: 148: 149)

Dalam percakapan dengan Khadijah, Maria disadarkan bahwa ia

sesungguhnya masih dihantui perasaan menyesal karena tidak bisa membuat Jivan

sadar. Keputusan Jivan untuk bergabung dengan kelompok radikal masih tidak

dapat dimaafkan oleh Maria. Perasaan menyesal dan keinginan untuk memiliki

Jivan lagi membuat Maria tidak tenang. Maria menggantungkan kebahagiannya

kepada Jivan dan rasa cintanya justru membuat ia lemah karena nafsu ingin

memiliki. Khadijah ingin Maria membebaskan diri dari nafsu ingin memiliki dan

mulai mencintai dirinya sendiri. Namun, hal itu tidak mudah karena Maria telah

memendam perasaan itu bertahun-tahun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

64

2.4.4 Tahap Klimaks

Pada tahap ini, konflik-konflik yang telah berkembang akan mencapai

puncaknya. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama dalam cerita

(Nurgiyantoro, 2015: 209). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba,

klimaks dari konflik terjadi ketika Jivan atau Umar berkorban untuk meledakkan

bom yang dibawanya di tempat yang jauh dari keramaian. Ia melakukan hal itu

demi menyelamatkan Maria yang dikiranya berada di lokasi peledakan bom. Hal

itu tampak dalam kutipan berikut.

(78) Umar menarik napas yang panjang, lalu bicara dengan nada yang tegas,

“Ali, kamu sudah kehilangan Ibu dan adik-adikmu. Cukup sampai di situ.

Pergilah, biar aku yang menangani semuanya. Kalaupun ini harus

meledak, tak ada yang akan mencariku!”

Umar sudah bertekad untuk menjauhkan bom dalam ransel hitam itu dari

keramaian dan dari kekasihnya.

(Farahdiba, 2006: 249)

Umar mengorbankan dirinya dan mengagalkan rencananya sendiri untuk

mengebom pusat perbelanjaan di Jakarta. Umar awalnya ingin membalaskan

dendam kematian ayahnya dengan mengebom lokasi berkumpulnya anak pejabat

dan ekspatriat yang bekerjasama dengan pemerintah. Namun, mengetahui bahwa

Maria juga akan berada di tempat untuk mengurus acara seni membuat

rencananya berubah. Umar atau Jivan yang sebenarnya masih mencintai Maria

tidak rela jika Maria terluka. Pengorbanan Umar untuk meledakkan bom di tempat

yang jauh dari keramaian tidak hanya menyelamatkan Maria saja, tetapi

menyelamatkan banyak orang yang berada di pusat perbelanjaan itu.

2.4.5 Tahap Penyelesaian Konflik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

65

Konflik yang telah mencapai puncaknya diakhiri dan diselesaikan di tahap

ini (Nurgiyantoro, 2015: 210). Dalam novel Maria dan Mariam, konflik

terselesaikan dengan damai. Maria yang pingsan setelah berita ledakan bom

tayang di televisi lalu bertemu dengan Guru Dharmo dan Khadijah dalam

mimpinya. Dalam mimpinya, Guru Dharmo dan Khadijah menenangkan Maria

yang terkejut mengetahui bahwa Jivan meninggal dunia karena ledakan bom yang

dibawanya. Khadijah bercerita bahwa Jivan mengorbankan dirinya agar Maria

dapat selamat. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(79) “Jivan melakukan itudemi cintanya padamu, Maria. Ia pikir kamu di

sana... Di detik-detik akhir kehidupanya, ia berhasil melepaskan amarah

yang selama ini menghancurkan hidupnya,” sambung Ibu Khadijah.

“Kamu harus bangga Maria. Ia tidak membiarkan bom yang dibawanya

meledak karena amarah... Ia membiarkannya meledak, karena ia telah

ditaklukkan oleh cinta,” ujar Guru Dharmo.

(Farahdiba, 2006: 255)

Rasa cinta Jivan kepada Maria telah mengalahkan dendam untuk

membalaskan kematian ayahnya. Jivan tidak lagi memedulikan dendamnya

kepada pemerintah ketika sadar nyawa Maria akan menjadi korban dari

rencananya sendiri. Maria terkejut mengetahui bahwa Jivan masih mencintainya

dan terpukul karena kematian laki-laki yang dicintainya itu. Namun, Guru

Dharmo dan Khadijah meyakinkan Maria bahwa kematian Jivan menjadi bukti

nyata kekuatan cinta yang dapat menyelamatkan. Hal itu tampak dalam kutipan

berikut.

(80) “Maria, sesungguhnya peristiwa peledakan bom ini telah memberimu

pelajaran berharga. Sebuah modal bagimu untuk melaksanakan tugas-

tugasmu selanjutnya,” tiba-tiba Guru Dharmo berkata dengan serius.

“Pelajaran apa, Guru?” tanya Maria tidak mengerti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

66

“Bahwa cinta dapat memenangkan amarah. Kamu tidak lagi mengetahui

hal itu sebagai sebuah teori belaka. Kamu telah menyaksikan

kebenarannya.”

(Farahdiba, 2006: 256)

(81) “Kau telah membebaskan dirimu... Sesungguhnya, Jivan telah

membantumu, Maria,” ujar Ibu Khadijah. Maria teringat pertemuan

mereka sebelumnya, ketika Ibu Khadijah mengingatkan Maria untuk

membebaskan cintanya dari nafsu untuk memiliki.

“Cinta tanpa pamrih seperti itu yang dapat menyelamatkan bangsamu,”

Ibu Khadijah seolah mengiyakan pikiran Maria yang sedang reseptif.

“Cinta yang sudah bangkit, adalah kekuatan yang utama. Padukan

kekuatan itu dengan harta berlimpah nila-nilai luhur dalam budaya

bangsamu—itulah jalan kebangkitan manusia-manusia baru... Negerimu

sungguh punya kesempatan untuk menjadi pelopornya. Jangan sampai

negerimu mengalami apa yang dialami oleh negeriku,” Ibu Khadijah

mengakhiri pesannya.

(Farahdiba, 2006: 259)

Pengorbanan Jivan karena cintanya menjadi bukti bahwa kebangkitan

cinta dapat menyelamatkan banyak hal. Tidak hanya perasaan cinta untuk

pasangan, tetapi cinta untuk negeri dapat membangkitkan semangat

pembangunan. Rasa cinta pada negeri sendiri dapat membangkitkan semangat

membangun dan menjadikan negeri ini menjadi lebih baik. Kematian Jivan juga

membantu Maria untuk melepaskan dirinya dari nafsu ingin memiliki dan

perasaan bersalah. Sekarang Maria telah terbebas dari keterikatan itu dan

menerima dengan lapang dada semua hal yang sudah terjadi tanpa menyesalinya

lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

67

2.4.6 Rangkuman

Tabel 3: Rangkuman Alur

Tahap

Penyituasia

n (Situation)

Cerita

•Berlatar di

pondok

pesantren

Al-Aziz,

Maria

pertama kali

bertemu

Mariam.

Tahap

Munculnya

Konflik

(Generating

Circumstan

ce)

• Konflik

muncul saat

Maria sadar

bahwa

aturan di

pondok

pesantren

tidak cocok

dengannya.

Tahap

Peningkatan

Konflik

(Rising

Action)

• Konflik

meningkat

ketika

Maria

dituduh

memiliki

hubungan

khusus

dengan

Fallah.

• Maria lalu

dikeluarkan

secara tidak

terhormat

dari pondok

pesantren

karena

dianggap

melanggar

aturan di

pondok

yang

melarang

para santri

untuk

berpacaran.

Tahap

Klimaks

(Climax)

• Konflik

menjadi

klimaks saat

Jivan

mengorbank

an diri

menjadi

pembawa

bom dan

meledakkan

bom di

tempat yang

jauh dari

kerumunan.

Tahap

Penyelesaia

n konflik

(denouemen

t)

• Konflik

mulai

mereda saat

Maria mulai

dapat

mengikhlas

kan

kematian

Jivan dan

berdamai

dengan diri

sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

68

2.5 Rangkuman

Pada bab II dibahas rumusan masalah yang pertama, yaitu mengenai struktur

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba. Struktur novel Maria dan Mariam

karya Farahdiba yang dibahas meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan plot.

Tokoh-tokoh dalam novel ini dibagi berdasarkan tokoh protagonis dan

antagonis. Tokoh protagonis meliputi Maria, Mariam, dan Guru Dharmo. Tokoh

antagonis meliputi Falah, Ira, Nilzam, dan Jivan.

Unsur latar yang dianalisis dalam novel ini meliputi latar tempat, waktu, dan

sosial-budaya. Lokasi yang menjadi latar tempat dalam cerita ini meliputi Kota

Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Latar waktu yang terdapat dalam novel ini adalah

tahun 1996 yang dihubungkan dengan peristiwa sejarah, yaitu ketika terjadi krisis

kepercayaan terhadap Orde Baru. Latar sosial-budaya yang ditemukan dalam

novel ini meliputi latar sosial-budaya di pondok pesantren konservatif dan di

masyarakat Indonesia.

Alur dalam novel ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu (1) tahap

penyituasian, (2) tahap pemunculan konflik, (3) tahap peningkatan konflik, (4)

tahap tahap klimaks, dan (5) tahap penyelesaian konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

69

BAB III

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM

KARYA FARAHDIBA

3.1 Pengantar

Setelah menganalisis struktur novel Maria dan Mariam karya Farahdiba yang

meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur, langkah selanjutnya adalah

membahas aspek sosial yang terdapat dalam novel ini. Menurut Soelaeman (2009:

173), aspek sosial dibagi berdasarkan bidang sosialnya, yaitu (1) budaya yang

meliputi kepercayaan, seni, nilai, simbol, norma, moral, politik, dan pandangan

hidup umum yang dimiliki oleh anggota suatu masyarakat, (2) lingkungan sosial,

meliputi hubungan sosial, kelas sosial, profesi, kependudukan, kriminalitas,

pelacuran, dan sebagainya, (3) ekonomi, meliputi produksi, distribusi, konsumsi,

pendapatan, kemiskinan, gaya hidup, dan lain sebagainya. Pada bab ini akan

diuraikan mengenai aspek sosial berupa kebudayaan, lingkungan sosial, dan

ekonomi yang terdapat di dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba.

3.2 Aspek Budaya

Budaya merupakan serapan kata dari bahasa Sanskerta “buddhayah”, bentuk

jaman dari “buddhi” yang artinya budi atau akal sehingga dimaknai sebagai segala

hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Rahayu, 2016: 20). Budaya dalam

arti yang luas adalah keseluruhan produk tindakan manusia yang termasuk karya

cipta manusia (Soelaeman, 2015: 67). Aspek budaya yang terdapat di dalam novel

Maria dan Mariam karya Farahdiba meliputi agama, politik, seni, simbol, dan

tradisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

70

3.2.1 Kepercayaan/Agama

Agama digunakan untuk menunjuk konsep mengenai keyakinan pada Tuhan

yang di dalamnya diatur perilaku manusia dan konsekuensi dari suatu keyakinan

(Saiddurahman dan Arifinsyah, 2018: 15). Agama mencakup keyakinan terhadap

sifat paham, ritus, upacara, serta kesatuan sosial yang terikat di dalamnya

(Soelaeman, 2015: 278). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, aspek

agama Islam tampak dalam lembaga, kelompok, dan ajaran-ajaran agama. Hal itu

ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(82) Bagi para orangtua, khususnya yang tak punya cukup waktu dan bahan untuk

mengajari anak-anaknya dengan pelajaran agama, ini adalah kesempatan

terbaik “menebus dosa” mereka. Di tengah zaman serba instan, mungkin ada

pula orangtua yang berharap bahwa karakter putra-putri mereka dapat disulap

secara sekejap. Simsalabim! Abrakadabra!

Tapi, baiklah kita tidak berburuk sangka... Mestinya, ada pula orangtua yang

mengirimkan anak-anaknya ke pesantren kilat sebagai upaya untuk

mematangkan atau mendalami nilai-nilai relijius yang sebelumnya telah

mereka berikan di rumah.

(Farahdiba, 2006: 4)

(83) Bagi para eksekutif muda, pesantren kilat, barangkali adalah sebuah mata air

bening yang dapat memuaskan dahaga mereka dari hiruk-pikuk kesibukan

ibukota. Sebuah pengalaman yang sungguh berbeda, berada di tengah-tengah

kesederhanaan. Sehingga, ketika kelak kembali bekerja, mereka telah

memiliki semangat baru.

(Farahdiba, 2006: 5)

Berdasarkan kutipan di atas, masyarakat menganggap pesantren sebagai

lembaga pendidikan agama Islam yang mampu mendidik dan mengajarkan ilmu

dan nilai dalam agama Islam. Kegiatan pesantren kilat yang diadakan oleh pondok

pesantren ditujukan untuk orang-orang yang ingin memperdalam ajaran agama

Islam di waktu yang singkat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

71

Terdapat pula kelompok radikal yang berdiri dengan mengatasnamakan

agama Islam. Istilah kelompok radikal muncul karena pengikutnya melakukan

aksi-aksi yang tergolong kasar, misalnya menghancurkan hal-hal yang dianggap

tidak sesuai ajaran agama mereka (Turmudi, 2005: 1).

(84) Hingga akhirnya ia tak sengaja bertemu Fauzi, teman lamanya, aktifis

pengajian kampus semasa kuliahnya, yang kemudian membawanya

memasuki sebuah kelompok pengajian bergaris keras di pinggiran Kota

Depok. Di sana, ia biarkan kemarahannya “disuapi” dengan mendengarkan

ceramah-ceramah yang radikal. Ia mulai menerima konsep Tuhan yang

pemarah. Segala sesuatu yang dianggapnya “melemahkan” hati, satu per satu

ditinggalkannya. Mulai dari Kahlil Gibran hingga Rumi. “Burung-Burung

Manyar” karya Romo Mangun, novel favoritnya, serta kumpulan puisi-

puisinya sendiri, dibuangnya begitu saja.

(Farahdiba, 2006: 153)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa kelompok radikal membawa

pengaruh buruk untuk Jivan. Meski agenda kegiatan kelompok tersebut disebut

pengajian, tetapi materi ceramah yang disampaikan dalam pengajian memuat

unsur radikal. Kelompok radikal memahami ajaran agama Islam secara fanatik,

hal tersebut dapat memicu munculnya aksi terorisme yang merugikan masyarakat.

Kehadiran kelompok radikal yang mengatasnamakan agama Islam dapat membuat

citra agama dan penganut agama Islam diberi label buruk. Aksi terorisme yang

muncul berdasarkan ajaran agama Islam yang radikal menyebabkan kerugian bagi

masyarakat, salah satunya adalah terjadinya peristiwa bom bunuh diri. Aksi bunuh

diri dilakukan sebagai bentuk perjuangan membela agama Islam dengan

meledakkan bom di tempat tertentu, seperti di tempat yang dianggap sumber

maksiat atau tempat yang dianggap dapat menyebabkan orang untuk melakukan

perbuatan yang melanggar perintah Tuhan. Kelompok radikal kerap menyebarkan

ajaran agama Islam yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

72

sebenarnya damai. Keberadaan kelompok radikal menyalahi Pancasila sebagai

dasar negara karena kelompok radikal berusaha menjadikan Islam sebagai agama

negara (Turmudi, 2005: 3).

Dalam ajaran agama Islam, perempuan diwajibkan untuk menutup aurat.

Aurat dimaknai sebagai bagian tubuh manusia yang wajib ditutupi agar tidak

dilihat oleh orang lain (Bagir, 2008: 111). Hal itu ditunjukkan dalam kutipan

berikut.

(85) “Tapi, dari dulu sudah merupakan keharusan bagi perempuan muslim untuk

menutup auratnya. Hanya wajah dan telapak tangan saja yang boleh terlihat,”

ujar Mariam menantang, namun dengan gaya keibuan.

(Farahdiba, 2006: 34)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan Mariam yang mengingatkan Maria bahwa

ajaran Islam mengharuskan perempuan untuk menutup aurat agar tidak dilihat

oleh lawan jenis yang bukan suaminya. Apalagi jika berada di pondok pesantren,

seorang perempuan wajib mengenakan pakaian yang dapat menutupi auratnya

tanpa terkecuali. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam

sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam agama Islam, seorang perempuan

muslim yang tidak tinggal di pesantren bisa saja tidak mengenakan hijab. Namun,

jika berada di pondok pesantren, baik santriwatu maupun pengajar perempuan di

sana wajib mengenakan hijab sebagai bentuk ketaatan terhadap ajaran agama

Islam. Sebagai seorang muslim, Maria tidak melupakan tanggung jawabnya untuk

melaksanan salat. Salat merupakan cara orang muslim untuk beribadah. Terdapat

waktu-waktu khusus untuk salat yang telah diatur dalam ajaran agama Islam.

Azan yang berkumandang dari masjid berfungsi untuk memberi isyarat kepada

masyarakat bahwa waktu salat telah tiba (Maksum, 2010: 33). Azan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

73

dikumandangkan dari masjid melalui pengeras suara agar dapat terdengar oleh

warga. Hal itu ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(86) Suara adzan subuh membangunkan Maria dari tidurnya. Ia membuka mata

dan sesaat kemudian bergumam sendiri, “bukan kobong puteri. Baguslah.”

Biasanya, dia langsung bersiap-siap untuk mengambil wudhu dan shalat

berjemaah bersama para santri wanita yang lain. Kali ini, ia hanya termangu

di kamar losmennya. Ada beban luar biasa yang membuatnya enggan

beranjak dari tempat tidurnya. Matanya menerawang ke langit-langit kamar.

“Apa yang kau cari Maria?” tiba-tiba ia bertanya sendiri dalam hati. “Ayo

bangun Maria, shalat dan minta petunjukNya. Kejadian yang menimpamu

bukan tidak ada maknanya,” ia terus saja berbicara dalam hati.

(Farahdiba, 2006: 69-70)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa ketika suara azan terdengar,

maka seorang muslim harus segera menunaikan ibadah salat. Bagi Maria, salat

tidak sekadar ibadah, tetapi waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan

meminta petunjuk dari masalah yang dihadapi.

Menurut ajaran agama Islam, ciri-ciri orang yang beriman ditunjukkan

dengan kebiasaan khusus, yaitu harus melaksanakan perintah Tuhan. Hal tersebut

ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(87) “Seperti apa orang yang beriman itu, Pak”

“Yang selalu menjalankan perintah Tuhan, seperti shalat lima waktu, puasa,

mengaji, berzakat, dan...”

Perasaan Maia kecil menjadi tidak keruan mendengar penjelasan guru

agamanya. Soalnya ia tidak pernah tahu apakah mamanya pernah melakukan

apa-apa yang disebutkan oleh gurunya. Ia takut, kalau-kalau mamanya tak

pernah melakukan semua itu.

“Intinya, orang-orang yang bertakwa pada Tuhan, menjalankan perintah

Tuhan, mereka itulah yang akan menjadi para ahli waris surgha, anak-anak...”

Pak Usman mengakhiri ceramahnya.

(Farahdiba, 2006: 84)

Dalam kutipan di atas, guru agama Maria menjelaskan ciri-ciri orang yang

beriman menurut ajaran agama Islam. Seorang muslim wajib menjalankan

perintah agama, seperti salat dan berpuasa. Seorang muslim menunjukkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

74

keimanannya dengan melakukan perintah agama dalam kesehariannya. Orang-

orang yang setia melakasanakan ajaran agama Islam akan masuk surga setelah

meninggal dunia. Orang-orang yang beriman dan menjalankan ajaran agama

Islam dipercaya akan masuk surga setelah meninggal dunia dan yang tidak

melaksanakan ajaran agama, dipercaya akan masuk neraka. Hal tersebut membuat

banyak pemeluk agama Islam untuk berusaha sebaik mungkin taat dan

menjalankan ajaran agama Islam dalam hidup agar mendapatkan ganjaran masuk

surga setelah meninggal dunia.

Dalam ajaran agama Islam, melaksanakan ibadah haji merupakan kewajiban

yang harus dilakukan jika mampu. Perempuan muslim yang sudah menunaikan

ibadah haji akan dipanggil hajah dan bagi laki-laki akan dipanggil haji. Hal

tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(88) “Pagi juga ‘Bu Haji. Apakabar?” Maria sengaja menggoda Ibu Nora dengan

panggilan yang tidak begitu disukai tetangganya itu. Ibu Nora telah lima kali

menunaikan ibadah haji bersama suaminya Pak Hartono namun tak pernah

sekalipun mau menggunakan titel “hajjah” dan “haji” di depan nama mereka.

(Farahdiba, 2006: 171)

Orang-orang yang melaksanakan ibadah haji akan dipanggil hajah atau haji.

Panggilan ini digunakan untuk menandai bahwa orang tersebut telah menunaikan

salah satu kewajiban dalam ajaran agama Islam, yaitu ibadah haji. Bagi mereka

yang mampu secara ekonomi, ibadah haji dapat dilakukan lebih dari sekali. Biaya

untuk naik haji yang tidak murah menyebabkan adanya label khusus di

masyarakat bagi mereka yang mampu untuk menunaikan ibadah haji. Mereka

yang mampu dan telah melakukan ibadah haji dianggap mampu secara ekonomi

dan memiliki status sosial di masyarakat karena gelar haji atau hajah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

75

dimiliki. Selan itu, mereka yang memiliki gelar haji atau hajah dianggap memiliki

ketakwaan dan iman yang baik oleh masyarakat. Beberapa orang menganggap

penyebutan gelar haji atau hajah penting sebagai penanda identitas maupun status

sosial. Namun, ada orang yang menganggap penyebutan gelar haji atau hajah

tidak penting dan tidak perlu disematkan sebagai nama panggilan.

3.2.2 Politik

Politik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan

pemerintahan dan dapat dianggap sebagai konflik dalam rangka mempertahankan

sumber-sumber yang dianggap penting (Surbakti, 1992: 1-2). Dalam novel Maria

dan Mariam karya Farahdiba, aspek politik diperlihatkan dengan adanya konflik

yang timbul akibat kepentingan politik penguasa. Hal itu tampak dalam kutipan

berikut.

(89) Hal ini mengundang kemarahan di kalangan aktifis LSM. Husni,

bagaimanapun, adalah pejuang hak asasi manusia yang kerap membantu

masyarakat yang sering diperlakukan tidak adil. Ia dikenal sebagai sosok

pemberani di masa Orde Baru, dan karenanya dijadikan panutan bagi

kalangan muda.

Meskipun tak pernah jelas siapa otak di balik pembunuhan Husni. Namun

harus ada yang bertanggung jawab terhadap pertistiwa tragis ini. Harus ada

kambing hitam. Si awak penerbangan dengan segera menjadi terdakwa.

Korban lain adalah Sugeng Winoto, ayah Jivan. Ia dianggap bertanggung

jawab kendati tak ada motif apapun yang bisa mendorongnya melakukan

tindakan yang amat bertentangan dengan hati nuraninya itu. Lembaga

intelejen yang disebut-sebut terkait dengan eksekutor pembunuhan Husni,

sama sekali tak tersentuh.

(Farahdiba, 2006: 151)

Dalam kutipan di atas diperlihatkan bahwa Husni dan ayah Jivan menjadi

korban atas politik kotor yang dilakukan oleh pemerintah. Husni dibunuh bukan

sekadar tanpa alasan, tetapi karena dianggap dapat membahayakan pemerintahan.

Para aktivis sering menjadi lawan pemerintah yang mengkritik kinerja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

76

pemerintah. Pemerintah sering abai melaksanakan tugas untuk memelihara dan

menyejahterakan masyarakat dan hal tersebut menimbulkan protes dari para

aktivis. Aktivis menghimpun kekuatan dari massa dan menggerakkan masyarakat

untuk menggoyangkan kursi pemerintahan yang dianggap tidak dapat

melaksanakan tugas dengan benar. Kematian Husni ada hubungannya dengan

profesinya sebagai aktivis yang membantu rakyat kecil. Husni dianggap sebagai

ancaman oleh pemerintah sehingga ia dibunuh untuk kepentingan politik. Ayah

Jivan juga menjadi korban dan dijadikan kambing hitam atas kematian Husni.

Pejabat pemerintah yang terlibat politik kotor sering menggunakan orang tidak

bersalah sebagai kambing hitam untuk menutupi kesalahan mereka. Para penguasa

sering melakukan politik kotor untuk melanggengkan kekuasaan mereka dan tidak

segan menyingkirkan pihak-pihak yang dianggap akan merugikan mereka. Politik

kotor yang dilakukan para penguasa sering sekali merugikan masyarakat karena

penguasa justru terfokus untuk memperkaya diri dan melupakan kewajiban

mereka sebagai wakil rakyat yang seharusnya berusaha memakmurkan rakyat.

Ketidakadilan yang dilakukan penguasa sering mendapat perlawanan dari para

aktivis, para aktivis tersebut berusaha membela hak-hak rakyat kecil yang

menjadi korban keserakahan penguasa. Akibatnya, para aktivis sering dianggap

sebagai musuh para penguasa yang menjalankan politik kotor.

Orang-orang yang ingin menjadi pejabat pemerintahan lewat pilihan legislatif

sering menarik perhatian masyarakat dengan janji-janji. Mereka berjanji jika

terpilih sebagai anggota dewan, maka mereka akan menyejahterakan masyarakat.

Namun, banyak anggota dewan yang melupakan janji mereka untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

77

menyejahterakan masyarakat dengan terlibat politik kotor, seperti korupsi. Hal itu

ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(90) “Tidak juga. Coba lihat tingkah laku teman-teman kita yang sekarang jadi

anggota DPR. Lupa mereka semua dengan komitmennya dulu. Semua pakai

BMW—dari mana duitnya? Baru jadi anggota DPR sudah begitu, bagaimana

kalau jadi menteri atau presiden? Munafik semuanya... Aku sudah muak.”

(Farahdiba, 2006: 154)

Beberapa orang yang lolos dalam pilihan legislatif dan memiliki kedudukan

di pemerintah malah melupakan komitmen yang dijanjikan kepada masyarakat.

Orang-orang seperti itu berpolitik untuk mendapatkan untung sebanyak-

banyaknya hingga mengabaikan kewajiban untuk menyejahterakan masyarakat.

Kegiatan berpolitik digunakan untuk mencari dan mempertahankan sumber-

sumber yang menguntungkan untuk kedudukan dan ekonomi. Hal tersebut sering

terjadi di dunia nyata yang mana banyak penguasa yang terjerat kasus korupsi.

Uang pemerintah yang seharusnya dialokasikan untuk membangun infrastrukur

maupun memperbaiki pelayanan kepada masyarakat malah dikorupsi untuk

memperkaya diri sendiri dan golongan. Kegiatan berpolitik yang bertujuan untuk

melanggengkan kekuasaan dan menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat

membawa pengaruh buruk bagi citra pemerintah dan menimbulkan kerugian bagi

negara.

3.2.3 Seni

Seni dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan manusia untuk

mengekspresikan pengalaman hidup dan kesadaran artistiknya (Mulyani dan

Gracinia, 207: 30). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, aspek seni

diperlihatkan melalui kebiasaan hidup sehari-hari seperti kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

78

(91) Setiap malam, Pak Daniel punya kebiasaan mengajak masyarakat setempat

untuk bermain gamelan. Para penghuni kamar senantiasa terhibur dengan

suara gamelan yang membuai, sebelum mereka beristirahat. Bagi para pecinta

seni dan budaya, pengalaman semacam ini takkan pernah terlupakan. Seni tak

identik dengan hal-hal yang eksklusif dan mahal. Seni adalah bagian dari

keseharian. Murah dan meriah.

(Farahdiba, 2006: 115)

(92) Modal pengetahuannya itu menjadi sangat bermanfaat ketika ia bertemu

dengan Guru Dharmo yang mengajarkan tentang “jiwa” seni-budaya

Nusantara. Ia memahami bahwa sejak dulu kala di Nusantara, seni bukanlah

sekedar “objek pertunjukkan”. Seni adalah ritual, adalah persembahan, adalah

sarana untuk menghasilkan manusia-manusia yang berbudaya. Berperadapan.

(Farahdiba, 2006: 176)

Dalam kutipan di atas ditunjukkan bahwa seni menjadi bagian dari gaya

hidup masyarakat. Ada bermacam-macam cabang seni, seperti seni musik, seni

tari, dan seni rupa. Masyarakat mengekspresikan diri lewat seni dan sekaligus

sebagai sarana untuk membina hubungan yang rukun dengan sesama.

Selain itu, secara khusus para pegiat seni memaknai seni sebagai bagian dari

kehidupan. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(93) “Sudah kontak Mas Didik?” tanya Maria paa Martha sambil mendorong

trolley ke luar ruang kedatangan bandara. Kedatangan Maria dan Martha ke

Yogyakarta untuk melanjutkan penelitian tentang seni tari Cross-Gender—

Maria dan Martha lebih menyukai istilah Beyond Gender. Mereka akan

menemui tokoh seni tari serba bisa Didik Nini Thowok.

(Farahdiba, 2006: 178)

(94) Tak lama kemudian Martha dan Mas Didik sudah asyik benostalgia ketika

mereka sama-sama kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia di Yogyakarta.

Sebelumnya, Martha pernah bercerita bahwa Mas Didik memulai karirnya

dari nol. Dari tidak punya apa-apa sampai menjadi artis yang terkenal sampai

ke mancanegara. Ia sering menjadi tamu kehormatan dalam berbagai pentas

seni internasional. Salah satu institusi pendidikan di Jepang bahkan meminta

Mas Didik untuk tinggal di negeri itu, dan menjadi profesor dalam bidang

seni. Mas Didik menolaknya, karena ia rindu untuk tetap bisa “ngamen” di

pinggir-pinggir jalan, di negerinya sendiri. Baginya seni bukan sekedar

profesi. Seni adalah kehidupannya. Persembahannya.

(Farahdiba, 2006: 180)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

79

Sebagai salah satu pegiat seni tari di Indonesia, Mas Didik telah membawa

nama Indonesia ke kancah internasional lewat pertunjukkan seni tari. Seni dapat

menjadi media untuk menyebarluaskan dan mempromosikan budaya dalam

negeri. Pegiat seni dapat berkarya sesuai di bidang seninya masing-masing, seperti

seni musik, seni tari, dan seni visual atau gambar. Para pegiat seni mampu

memaknai dan mengekspresikan seni secara lebih dalam dibanding orang lain.

Secara khusus, mereka mengabadikan hidup untuk seni dan menganggap seni

sebagai bagian penting dari hidup dan tidak hanya sebagai mata pencaharian

semata. Sebagai pegiat seni tari, Didik Nini Thowok tidak menganggap seni

sekadar sebagai mata pencaharian, tetapi sebagai bentuk ekspresi diri.

3.2.4 Simbol

Simbol adalah istilah, nama, atau gambar yang mengacu pada sesuatu yang

samar, tidak terpahami, atau tersembunyi (Jung, 2018: 6). Dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba terdapat simbol-simbol kepercayaan dan budaya. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

(95) Apa yang dilihatnya di lantai dua, membuatnya terkesiap. Ruangan itu mirip

sebuah aula yang dindingnya dihiasi dengan berbagai relief yang mewakili

sejumlah agama dan keyakinan. Ada gambar Kabah, Yesus, Buddha, Krishna,

Zarathustra, Syiwa serta sejumlah simbol lain yang tak semuanya ia kenali.

(Farahdiba, 2006: 79)

(96) Maria kini mengerti bahwa nenek moyang orang Indonesia, sebetulnya

bukanlah para penyembah patung. Mereka sengaja menciptakan simbol-

simbol yang dapat mendekatkan diri mereka dengan Tuhan. Simbol-simbol

itu, apapun bentuknya, selalu mengingatkan manusia untuk mewujudkan

keilahian dalam dirinya. Hilangnya simbil-simbol itu, baik dalam bentuk

gambar Ka’bah, Buddha, Krishna, Yesus dan lain-lain, membuat pikiran

manusia tidak lagi terbiasa “mengisi-ulang” mengisi alam bawah sadarnya

dengan nilai-nilai luhur yang diwakili oleh gambar-gambar tersebut.

Pikiran manusia sekarang, kini terisi dengan berbagai iklan atau sinetron atau

gaya hidup impor, yang terus-menerus ditampilkan melalui media—televisi,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

80

koran dan radio serta film. Kita sengaja merendahkan diri kita dengan

menciptakan simbol-simbol yang materialistik.

(Farahdiba, 2006: 110)

Sejak zaman nenek moyang, simbol-simbol sudah digunakan sebagai media

untuk menyembah pencipta. Di masa kini, manusia menciptakan simbol-simbol

untuk mewakili agama tertentu. Simbol-simbol agama berfungsi sebagai media

untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, semakin

berjalannya waktu, simbol-simbol agama seolah tergantikan dengan simbol yang

mencerminkan gaya hidup duniawi, seperti hedonisme dan materialisme. Simbol-

simbol yang mencerminkan gaya hidup duniawi bersifat negatif karena akan

membuat orang melupakan nilai-nilai luhur yang menjadikan manusia dekat

dengan pencipta. Jika manusia serakah dan terus mengejar kebahagiaan duniawi

semata dan melupakan pencipta, maka manusia akan kehilangan hati nurani

sebagai penuntun untuk memilih hal-hal yang baik.

Terdapat simbol dewa dan dewi yang dipercaya oleh masyarakat sebagai

bentuk perwujudan dari suatu sifat tertentu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(97) Simbol yang paling disukai Maria adalah Dewi Durga—yang terdapat di

Jawa. Durga adalah simbol kekuatan, yang juga dianggap sebagai Bunda

Alam Semesta. Selain memberi kekuatan, simbol Durga juga pertanda bagi

manusia untuk membiarkan egonya dihancurkan oleh Sang Ibu Semesta. Dari

Guru Dharmo, Maria mengetahui semua itu. Saking cintanya pada sosok

Durga, Maria membuatkan tempat khusus di kamarnya menginap untuk

meletakkan simbol Dewi Durga. Ia sering berbicara dengan simbol itu.

(Farahdiba, 2006: 117)

(98) Padahal, pernah di masa lalu, di wilayah peradaban Nusantara, orang-orang

seperti Mas Didik mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat di tengah-

tengah masyarakat. Mereka dipercaya sebagaia bentuk keseimbangan energi.

Yind dan Yang. Shakti dan Shiva. Yang disimbolkan dalam wujud

Ardhanarishwara, patung perpaduan antara setengah badan laki-laki atau

Shiva dan setengah badan perempuan atau Shakti.

(Farahdiba, 2006: 180-181)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

81

Simbol-simbol yang mewakili suatu sifat atau kekuatan sering digambarkan

melalui perwujudan dewa dan dewi. Simbol dewa dan dewi biasanya banyak

ditemukan dalam ajaran agama Hindu dan dianggap memiliki nilai yang suci atau

sakral. Simbol-simbol tersebut juga berfungsi sebagai pengingat dan sarana untuk

selalu mendekatkan diri kepada pencipta.

3.2.5 Tradisi

Tradisi dimaknai sebagai sesuatu yang telah diciptakan, dipraktikkan, atau

diyakini dan ditransmisikan dari masa lampau ke masa sekarang (Hasan, 2018:

40). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba terdapat aspek tradisi yang

yang terlihat dalam kutipan berikut.

(99) “Aku juga tidak menyalahkan kamu untuk menilai aturan pondok.

Masalahnya, kamu salah masuk. Orang yang berjiwa terbuka sepertimu, tidak

akan pernah cocok di lingkungan pondok di manapun. Tidak semua orang

bisa seperti kamu. Bagi mereka, kedisiplinan itu sangat penting, agar para

santri bisa belajar dengan serius. Tradisi harus dihormati. Orang sepertimu

butuh lembaga yang berbeda...,” nada bicara Falah merendah.

(Farahdiba, 2006: 55)

Dalam kutipan di atas, Fallah sedang berdebat dengan Maria mengenai

tradisi peraturan yang ada di pondok pesantren. Di pondok pesantren terdapat

aturan yang meskipun sifatnya kaku, tetapi tidak dapat diubah dengan mudah

karena sudah menjadi tradisi sejak dulu untuk tetap dilaksanakan. Meski tradisi

tersebut terkesan kaku dan sudah ketinggalan zaman, tetapi tetap harus dihormati

karena yang menciptakannya adalah para leluhur. Tradisi yang tetap dilaksanakan

di pondok pesantren bertujuan untuk membantu para santri agar tetap fokus

belajar dan mendalami ilmu agama Islam dan tidak mudah terpengaruh oleh hal

lain di luar kegiatan belajar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

82

Di Sulawesi Selatan, terdapat komunitas bissu yang sampai sekarang

masih menjadi pemimpin ketika sedang diselenggarakan acara atau ritual adat.

Komunitas bissu ini telah ada sejak zaman nenek moyang di Nusantara. Mereka

dulu dianggap sebagai penghubung antara dunia nyata dan dunia para dewa oleh

masyarakat setempat. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

(100) Sekarang ini, peran Bissu dalam masyarakat lebih bersifat domestik.

Mereka masih diminta untuk melaksanakan ritual perayaan kelahiran bayi,

sunatan maupun perkawinan. Padahal, mereka adalah penerus utama

tradisi lisan dan penulisan I La Galigo, sebuah epos sejarah masyarakat

Bugis yang sangat panjang dan dapat disejajarkan dengan Mahabharata.

(Farahdiba, 2006: 182)

Komunitas bissu ini dulunya dianggap penting oleh masyarakat, namun

seiring perkembangan zaman, kehadiran mereka mulai dilupakan oleh

masyarakat. Padahal para bissu ini merupakan penerus tradisi budaya masyarakat

Bugis yang tidak boleh punah karena merupakan salah satu warisan kekayaan

Nusantara yang masih ada sampai sekarang. Tradisi yang ada di Nusantara sangat

banyak, namun makin sedikit orang yang memiliki kesadaran untuk tetap

melestarikannya.

Berdasarkan analisis di atas, aspek agama Islam di dalam novel ini

tergambar melalui ajaran-ajaran agama Islam, lembaga, dan kelompok radikal

yang mengatasnamakan agama Islam. Aspek politik tergambar di novel ini

melalui konflik kepentingan penguasa. Orang-orang yang sedang berkuasa

mempertahankan dan melindungi kepentingan mereka dengan mengorbankan

kepentingan orang lain, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Aspek seni

dalam novel ini tergambar melalui kebiasaan hidup masyarakat Indonesia sehari-

hari dan lewat perilaku para pegiat seni yang aktif menekuni seni sebagai bentuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

83

ekspresi diri. Aspek simbol tergambar melalui simbol-simbol kepercayaan dan

budaya. Simbol kepercayaan yang muncul adalah simbol dewa-dewi yang

menggambarkan suatu sifat atau karakter tertentu. Aspek tradisi tergambar

melalui tradisi yang terdapat di pondok pesantren dan tradisi masyarakat Bugis di

Sulawesi yang masih mempertahankan keberadaan komunitas bissu.

3.2.6 Rangkuman

Tabel 4: Rangkuman Budaya

No. Budaya Keterangan

1. Kepercayaan/Agama Tampak dalam ajaran agama Islam, lembaga,

dan kelompok radikal yang

mengatasnamakan agama Islam.

2. Politik Tampak melalui konflik kepentingan

penguasa yang menyebabkan korban jiwa.

3. Seni Tergambar melalui kebiasaan hidup sehari-

hari dan perilaku pegiat seni.

4. Simbol Tampak dalam simbol kepercayaan dewa-

dewi.

5. Tradisi Tergambar melalui tradisi di pondok

pesantren yang masih mempertahankan

tradisi dan aturan dan tradisi komunitas bissu

di Sulawesi.

3.3 Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial dimaknai sebagai interaksi sekelompok orang atau

individu yang menempati kawasan atau tempat tertentu yang relatif permanen

(Purba, 2005: 16). Aspek lingkungan sosial yang terdapat di dalam novel Maria

dan Mariam karya Farahdiba meliputi hubungan sosial dan kriminalitas.

3.3.1 Hubungan Sosial

Dalam hubungan sosial di masyarakat, terjadi kontak sosial yang melibatkan

individu dan kelompok. Terdapat tiga jenis kontak sosial, yaitu 1) antara individu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

84

dengan individu, 2) antara individu dengan kelompok, 3) antara kelompok dengan

kelompok (Nasdian, 2015: 44). Berikut akan diuraikan hubungan sosial yang

menyangkut individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok

dengan kelompok yang terdapat dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba

3.3.1.1 Hubungan Sosial Individu dengan Individu

Hubungan sosial yang terjadi antara individu dengan individu saling memberi

pengaruh dalam bentuk pikiran dan tindakan (Yulianthi, 2015: 66). Dalam novel

Maria dan Mariam karya Farahdiba, hubungan sosial yang terjadi antara individu

dengan individu dapat terjadi dalam bentuk positif dan negatif. Hal tersebut

terlihat dalam kutipan berikut.

(101) “Apa kabar Pak Warto, masih ada kamar?” tanya Maria yang berusaha

menciptakan suasana akrab—buat dirinya sendiri.

Pak Warto yang sejak tadi sudah melihat kedatangan Maria, tersenyum

lebar. “Tentu ada Neng. ‘Gimana kabarnya? Mau berapa malam sekarang

ini?”

Dua malam saja, sebelum saya pulang ke Jakarta.

“Iya, iya ada Neng. Nanti saya bawakan sekalian barang-barangnya ke

kamar?”

(Farahdiba, 2006: 51)

Dalam kutipan di atas terjadi hubungan sosial individu dengan individu yang

sifatnya positif antara Maria dan Pak Warto, penjaga losmen tempat Maria

menginap. Hubungan sosial individu dengan individu yang bersifat positif terjadi

karena hubungan tersebut mengarah pada suatu kerja sama dan tidak

menimbulkan pertentangan atau konflik. Hubungan sosial yang terjadi antara

Maria dan Pak Warto dikategorikan positif karena keduanya saling membutuhkan.

Maria membutuhkan tempat untuk menginap dan Pak Warto membutuhkan

pelanggan untuk menginap di losmennya agar tetap mendapat pemasukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

85

Hubungan antara Maria dan Pak Warto adalah salah satu contoh bentuk hubungan

sosial individu dengan individu yang sifatnya positif karena mendatangkan untung

untuk kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak lain.

Selain hubungan sosial individu dengan individu yang sifatnya positif,

terdapat pula hubungan sosial yang sifatnya negatif.

(102) “Maria, apa yang kamu cari di sini? Kalau cuma mencari pacar, nggak

usah pakai acara mondok. Ngerusak citra pondok saja!”

Bagai disambar geledek di siang bolong, Maria segera mendatangi orang

yang menegurnya, yang tak lain adalah mentornya sendiri, Mbak Hulasoh.

Sejak awal. Maria memang tidak bergitu nyaman dengan perempuan satu

ini. Namun, karena ia adalah mentornya. Ia tak terlalu ambil pusing. Meski

demikian, ia seringkali tak tahan juga melihat gaya “sok alim” dan ”sok

pintar” dibandingkankan dengan Mbak Mar, yang memang jauh sekali

pembawannya.

(Farahdiba, 2006: 21-22)

Dalam kutipan di atas terlihat bahwa hubungan sosial yang terjadi antara

Maria dan Hulasoh tidak terjalin dengan baik dan mengarah pada hubungan yang

sifatnya negatif. Hubungan sosial yang bersifat negatif ditandai dengan timbulnya

pertentangan dan konflik. Hulasoh mencurigai Maria akan menggoda Gus Fallah,

dari prasangka itu lalu muncul pertentangan yang diakibatkan oleh

kesalahpahaman. Hubunga sosial individu dengan individu yang sifatnya negatif

dapat terjadi di manapun, bahkan di dalam pondok pesantren sekali pun.

Hubungan antarsantri di dalam pondok tidak selalu berjalan dengan damai dan

rukun. Kerap terjadi konflik-konflik yang diakibatkan banyak hal, misalnya

kesalahpahaman dan iri dengki.

3.3.1.2 Hubungan Sosial Individu dengan Kelompok

Hubungan sosial yang terjadi antara individu dengan kelompok saling

memengaruhi satu sama lain karena memiliki tujuan atau kepentingan bersama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

86

(Yulianthi, 2015: 66-67). Hubungan ini terjadi ketika ada individu yang

melakukan kontak atau berinteraksi dengan suatu kelompok tertentu di

masyarakat. Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba terdapat hubungan

sosial individu dengan kelompok yang terlihat dalam kutipan berikut.

(103) Dari seorang aktivis yang terbiasa mendampingi dan mengorganisir para

buruh, Maria memahami dan mengapresiasi kedalaman makna dari seni

yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia.

(Farahdiba, 2006: 175)

(104) Dua hari kemudian, Maria sudah sibuk menyiapkan barang bawaannya.

Jaket belel dan kamera dimasukkan dalam ranselnya yang penuh dengan

pernak-pernik unik dari berbagai negara. Sabtu pagi itu ia harus menemui

Jivan dan teman wartawannya untuk mendatangi pemukiman buruh di

salah satu kawasan industri di Tangerang

(Farahdiba, 2006: 161)

Dalam kutipan di atas tampak bahwa Maria pernah berinteraksi dengan

kelompok buruh ketika ia masih menjadi aktivis buruh. Hubungan sosial yang

terjadi antara Maria dengan kelompok buruh merupakan hubungan yang positif

karena tujuannya baik, yaitu untuk membantu meningkatkan kesejahteraan kaum

buruh. Sebagai seorang aktivis buruh, Maria ingin menolong para buruh dan

memperjuangkan hak-hak mereka. Ia kerap mendampingi dan membina kelompok

buruh yang pada saat itu haknya sering diabaikan oleh pemerintah. Hubungan

sosial yang terjadi antara Maria dan kaum buruh bersifat positif dan menyebabkan

terbangunnya relasi dan hubungan yang baik bagi kedua belah pihak. Hal tersebut

menjadi salah satu bentuk pengabdian seorang aktivis terhadap lingkungannya

dengan berusaha memperjuangkan hak-hak dan membela kepentingan kaum

tertindas dari ketidakadilan yang dilakukan penguasa. Ada pula hubungan sosial

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

87

yang terjadi antara individu dengan kelompok yang bentuknya negatif. Hal

tersebut tampak dalam kutipan berikut.

(105) Hingga akhirnya ia tak sengaja bertemu dengan Fauzi, teman lamanya,

aktifis pengajian kampus semasa kuliahnya, yang kemudian membawanya

memasuki sebuah kelompok pengajian bergaris keras di pinggiran Kota

Depok. Di sana, ia biarkan kemarahannya “disuapi” dengan mendengarkan

ceramah-ceramah yang radikal. Ia mulai menerima konsep Tuhan yang

pemarah. Segala sesuatu yang dianggapnya “melemahkan” hati, satu

persatu ditinggalkannya. Mulai dari Kahlil Ghibran hingga Rumi.

“Burung-Burung Manyar” karya Romo Mangun, novel favoritnya, serta

kumpulan puisi-puisinya sendiri, dibuangnya begitu saja.

(Farahdiba, 2006: 153)

Dalam kutipan di atas tampak bahwa hubungan sosial yang terjadi antara

Jivan dengan sebuah kelompok radikal sifatnya negatif. Jivan ingin mencari

kelompok radikal agar dapat menyalurkan kemarahan dan dendamnya atas

kematian ayahnya. Interaksi yang terjadi di antara Jivan dengan kelompok radikal

tersebut membawa pengaruh buruk bagi Jivan. Setelah mengikuti kelompok

radikal itu, Jivan mulai terpengaruh ajaran buruk dari mereka dan sifatnya

berubah menjadi pemarah. Ia tidak lagi menjadi aktivis mahasiswa dan berhenti

memperjuangkan keadilan sosial bagi masyarakat. Jivan dan kelompok radikal

tersebut memiliki pandangan yang sama, yaitu sama-sama membenci pemerintah

dan ingin menciptakan teror untuk mengganggu stabilitas nasional. Hubungan

sosial ini bersifat negatif karena menimbulkan kerugian bagi Jivan dan

masyarakat. Akibat berinteraksi dan menjadi bagian dari kelompok radikal

tersebut, Jivan telah teperdaya paham yang menyesatkan dan justru membuatnya

kehilangan empati dan kasih sayang dan terus berambisi untuk membalaskan

dendamnya kepada pemerintah dengan menciptakan teror dan kerusuhan di

masyarakat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

88

3.3.1.3 Hubungan Sosial Kelompok dengan Kelompok

Hubungan sosial yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok

lainnya di masyarakat saling memberi pengaruh, baik positif atau negatif

(Yulianthi, 2015: 67). Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba,

hubungan ini terjadi ketika ada peristiwa pembunuhan seorang aktivis hak asasi

manusia di dalam penerbangan pesawat. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(106) Sayangnya, baru tiga bulan diangkat menjadi pimpinan, perusahaannya

mengalami peristiwa tragis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Seorang aktifis hak asasi manusia ternama, meninggal secara misterius

dalam pesawat milik maskapai penerbangan yang dipimpinnya, ketika

hendak bertolak melanjutkan studi di negeri Belanda. Kematian itu,

setelah diselidiki, ternyata adalah hasil rekayasa. Husni, nama aktifis itu,

diracuni makanannya. Pembunuhan ini, diduga dilakukan oleh salah

seorang awak maskapai penerbangan itu. Awak penerbangan itu,

sebetulnya sedang tidak bertugas, namun entah bagaimana caranya, ia bisa

berada dalam pesawat itu bersama-sama Husni. Belakangan diketahui

bahwa si awak penerbangan itu memiliki keterkaitan dengan sebuah badan

intelejen.

Hal ini mengundang kemarahan di kalangan aktifis LSM. Husni,

bagaimanapun, adalah pejuang hak asasi manusia yang kerap membantu

masyarakat kecil yang sering diperlakukan tidak adil. Ia dikenal sebgai

sosok pemberani di masa Orde Baru, dan karenanya dijadikan panutan

bagi kalangan muda.

(Farahdiba, 2006: 151)

Peristiwa pembunuhan Husni, seorang aktivis hak asasi manusia di dalam

pesawat menimbulkan konflik antara kelompok aktivis dengan kelompok badan

intelejen. Husni diduga dibunuh lantaran dianggap sebagai ancaman bagi

kelompok tertentu karena ia merupakan sosok yang berani menentang

pemerintahan Orde Baru. Keberanian Husni dalam memperjuangkan hak asasi

manusia dan menentang pemerintahan Orde Baru tentu akan merugikan pihak-

pihak yang pada saat itu berkuasa. Husni dibunuh demi kepentingan kelompok

tertentu yang ingin melanggengkan kekuasaan dengan menindas masyarakat kecil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

89

Pelaku yang meracuni Husni memiliki keterkaitan dengan instansi atau kelompok

tertentu. Hal tersebut menyebabkan kemarahan dari kelompok aktivis karena

Husni merupakan salah satu anggota mereka dan ia dibunuh demi kepentingan

kelompok penguasa. Bentuk-bentuk perlawanan para aktivis kemanusiaan dalam

memperjuangkan hak-hak rakyat kecil sering menjadi inspirasi bagi orang lain

agar turut memperjuangkan keadilan sosial. Akibatnya, penguasa akan merasa

terancam dengan kehadiran para kelompok aktivis yang berusaha menggagalkan

usaha mereka untuk melanggengkan kekuasaan dan mengabaikan nasib rakyat.

Para penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaan lalu berusaha

menyingkirkan dan melenyapkan pihak-pihak yang dirasa mengancam posisi dan

kekuasaan mereka. Hubungan sosial yang terjadi antara kelompok aktivis dan

kelompok penguasa bersifat negatif karena menimbulkan konflik dan

pertentangan yang dapat menimbulkan korban jiwa

3.3.2 Kriminalitas

Kriminalitas dimaknai sebagai segala hal yang bersifat kriminal atau

perbuatan yang melanggar hukum pidana (Syaid, 2019: 14). Dalam novel ini

terdapat aspek kriminalitas seperti terjadinya teror pengemboman dan

pembunuhan. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

(107) “Entah kamu ingat atau tidak. Ketika itu dunia dikejutkan dengan

peristiwa pemboman Candi ini oleh orang-orang yang mengaku beragama

dan menganggap tempat ini berhala. Mereka sama sekali tidak menyadari

bahwa esensi agama yang mereka yakini dapat pula dipelajari dari tempat

ini.” ungkap Guru Dharmo.

(Farahdiba, 2006: 125)

(108) Sekarang rasa gelisah Maria terpicu kembali, hanya karena hari itu ia

membaca surat kabar yang memberitakan seputar vonis terhadap otak

seorang pelaku pemboman di sejumlah tempat ibadah di negeri ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

90

(Farahdiba, 2006: 129-130)

Dalam kutipan tersebut tampak bahwa pernah ada peristiwa pengeboman

candi oleh sekelompok orang yang menganggap candi sebagai berhala. Aksi

pengeboman tersebut merupakan aksi kriminal karena melanggar hukum. Candi

merupakan tempat pemujaan bagi agama Hindu dan Buddha di zaman dulu dan

sekarang menjadi bukti sejarah yang wajib dilindungi. Aksi pengeboman candi

merupakan tindakan ilegal yang melanggar hukum karena termasuk perbuatan

yang merusak bukti sejarah yang dilindungi pemerintah. Selain itu, pengeboman

tempat ibadah juga merupakan aksi kriminal karena pemerintah telah menjamin

kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan

masing-masing. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan dibomnya tempat ibadah, maka sama saja dengan melanggar

perlindungan hak atas kebebasan beragama dan beribadah.

Kepemilikan bahan peledak juga telah diatur dalam undang-undang.

Pemerintah mengawasi dan membatasi kepemilikan bahan peledak dan

menetapkan syarat yang cukup berat bagi badan usaha yang akan

mendistribusikan bahan peledak. Para pelaku yang mengebom candi dan tempat

ibadah tersebut dapat dipastikan memiliki bahan peledak tanpa izin atau secara

ilegal dan digunakan untuk tindakan perusakan situs yang dilindungi pemerintah

dan tempat ibadah.

Selain aksi pengeboman, terdapat pula peristiwa pembunuhan terhadap

anggota komunitas bissu dan aktivis yang terjadi ketika masa Orde Baru. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

91

(109) Seorang aktifis hak asasi manusia ternama, meninggal secara misterius

dalam pesawat milik maskapai penerbangan yang dipimpinnya, ketika

hendak bertolak melanjutkan studi di negeri Belanda. Kematian itu,

setelah diselidiki, ternyata adalah hasil rekayasa. Husni, nama aktifis itu,

diracuni makanannya. Pembunuhan ini, diduga dilakukan oleh salah

seorang awak maskapai penerbangan itu. Awak penerbangan itu,

sebetulnya sedang tidak bertugas, namun entah bagaimana caranya, ia bisa

berada dalam pesawat itu bersama-sama Husni. Belakangan diketahui

bahwa si awak penerbangan itu memiliki keterkaitan dengan sebuah badan

intelejen.

Hal ini mengundang kemarahan di kalangan aktifis LSM. Husni,

bagaimanapun, adalah pejuang hak asasi manusia yang kerap membantu

masyarakat kecil yang sering diperlakukan tidak adil. Ia dikenal sebgai

sosok pemberani di masa Orde Baru, dan karenanya dijadikan panutan

bagi kalangan muda.

(Farahdiba, 2006: 151)

(110) “Mau tidak mau, inisiatif-inisiatif dari masyarakat sendiri, dari kita sendiri

yang akan membantu kelompok-kelompok tertindas semacam ini. Saya

pernah mendengar sendiri cerita dari salah seorang Bissu tentang

perlakuan yang pernah mereka alami selama puluhan tahun. Mereka

diburu dan dibunuh. Nyawa seekor anjing kadang-kadang dianggap lebih

berharga dari nyawa mereka,” papar Maria.

(Farahdiba, 2006: 183)

Dalam kutipan di atas tampak bahwa pernah terjadi aksi pembunuhan

terhadap seorang aktivis dan anggota komunitas bissu. Husni, seorang aktivis hask

asasi manusia, dibunuh demi melindungi kepentingan suatu kelompok. Anggota

komunitas bissu diteror dan dibunuh karena dibenci oleh sekelompok orang yang

tidak menyukai keberadaan komunitas tersebut di masyarakat. Aksi pembunuhan

tersebut merupakan tindak kriminal yang berat karena melanggar undang-undang

tentang hak asasi manusia. Dalam undang-undang telah diatur bahwa pemerintah

menjamin hak untuk hidup dan memperoleh rasa aman. Hak asasi manusia

merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia. Dengan begitu, aksi

pembunuhan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan dianggap

sebagai aksi kriminal yang tidak bermoral.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

92

Berdasarkan analisis di atas, aspek hubungan sosial yang tergambar dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba ada yang bersifat positif dan negatif.

Hubungan sosial yang sifatnya positif terjalin karena adanya kerja sama untuk

mencapai tujuan bersama. Hubungan sosial yang sifatnya negatif terjadi karena

adanya pertentangan dan konflik oleh individu atau kelompok yang menyebabkan

terjadinya perpecahan. Aspek kriminalitas dalam novel ini tergambar melalui

tindakan-tindakan yang melanggar hukum pidana, seperti pembunuhan dan

pengeboman situs warisan nasional dan tempat ibadah.

3.3.3 Rangkuman

Tabel 5: Rangkuman Lingkungan Sosial

No. Lingkungan Sosial Keterangan

1. Hubungan sosial individu

dengan individu

Hubungan positif terjadi antara Maria

dan pemilik penginapan.

Hubungan negatif terjadi antara Maria

dan Hulasoh.

2. Hubungan sosial individu

dengan kelompok

Hubungan positif terjadi antara Maria

dengan kelompok buruh.

Hubungan negatif terjadi antara Jivan

dan kelompok radikal.

3. Hubungan sosial individu

dengan kelompok

Hubungan negatif terjadi antara

kelompok penguasa dengan kelompok

aktivis kemanusiaan.

4. Kriminalitas Tampak dalam tindakan yang melanggar

hukum pidana, yaitu pembunuhan dan

pengeboman situs warisan nasional dan

tempat ibadah.

3.4 Ekonomi

Terdapat empat masalah pokok dalam ekonomi makro, yaitu masalah inflasi,

pengangguran, keseimbangan neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi.

Kemiskinan dapat terjadi karena kondisi pendapatan nasional rendah sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

93

investasi dan produksi akan menurun dan mengakibatkan pengangguran

meningkat (Curatman, 2010: 2). Kemiskinan ditandai dengan menurunnya daya

beli masyarakat dan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup dengan

sempurna. Dalam teori ekonomi makro, GDP (Gross Domestic Product) tidak

dapat dijadikan cerminan suatu negara dapat dikatakan kaya atau miskin karena

pembagian pendapatan nasional biasanya tidak merata (Curatman, 2010: 5).

Tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang dapat memengaruhi gaya hidupnya.

Jika tingkat pendapatan atau pemasukan terhitung tinggi, maka anggaran yang

dikeluaran untuk memenugi gaya hidup akan semakin banyak.

Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, aspek ekonomi yang akan

dibahas adalah aspek kemiskinan dan gaya hidup.

3.4.1 Kemiskinan

Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai tolak ukur sejauh mana seseorang

berada di bawah tingkat standar hidup minimal sesuai masyarakat atau

komunitasnya berada (Maipita, 2013: 9). Dikatakan berada di bawah garis

kemiskinan apabila memiliki ciri-ciri tidak memiliki faktor produksi sendiri, tidak

memiliki kemungkinan memperoleh aset produksei sendiri, tingkat pendidikan

rendah, dan tidak memiliki keterampilan (Soelaeman, 2015: 229). Dalam novel

Maria dan Mariam karya Farahdiba, aspek kemiskinan yang ada di masyarakat

tampak dalam kutipan berikut.

(111) Di bulan Mei 1975, sepasang suami-istri petani datang ke pondok

pesantren Al-Aziz dengan membawa seorang bayi perempuan montok

yang cantik, Siti Mariam. Bagai cerita-cerita dongeng, kedua orangtaua

yang sedang kesulitan keuangan itu menyerahkan anaknya pada Ibu Nyai.

Mereka sudah tak sanggup mengurusnya. Jangankan untuk beli susu,

makan sehari-hari pun mereka harus bersusah payah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

94

Saat itu kemarau panjang, ladang yang mereka tanami kering kerontang.

Padahal, bercocok tanam adalah satu-satunya penghasilan yang mereka

andalkan. Sisa uang yang mereka miliki pun, terpaksa didapatkan dari

rentenir haus darah yang sering bertandang ke dusunnya sambil mencari-

cari daun muda. Satu-satunya yang terpikir adalah menyelamatkan

putrinya, Agar tidak kelaparan dan kurang gizi.

(Farahdiba, 2006: 6-7)

Mariam terlahir dari keluarga yang miskin. Orangtuanya hanyalah seorang

petani yang mengandalkan penghasilan dari bercocok tanam. Ketika ia masih

bayi, terjadi musim kemarau panjang yang membuat ladang orang tuanya tidak

menghasilkan panen apa pun. Akibat gagal panen, orang tua Mariam tidak

memiliki penghasilan apa pun dan meminjam uang ke rentenir untuk mencukupi

kebutuhan hidup sehari-hari. Orang tua Mariam yang terhimpit masalah ekonomi

dan tidak mampu membiayai hidupnya pun terpaksa menyerahkannya ke pondok

pesantren. Orang tuanya berharap jika Mariam mendapat hidup yang lebih layak

setelah dititipkan untuk diasuh di pondok pesantren. Desakan masalah ekonomi

membuat manusia terpaksa melakukan hal-hal berat dan mengorbankan sesuatu

agar dapat terlepas dari masalah tersebut. Dalam kasus Mariam, kemiskinan

membuat orang tuanya terpaksa merelakan Mariam diasuh oleh orang lain dan

tinggal terpisah dari mereka selaku orang tua kandung. Keputusan itu diambil

orang tua Mariam agar Mariam dapat tetap hidup dan tumbuh dengan layak dan

terpenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pangan dan pendidikan.

Selain Mariam, Ali juga pernah merasakan berada dalam keadaan terhimpit

masalah ekonomi. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

(112) Dalam tekanan waktu, muncul kilasan memori dalam pikiran Umar. Ia

teringan pertemuannya pertama kali dengan Ali dalam kelompok itu. Ali

sedang berada dalam himpitan masalah ekonomi yang telah merampas

kehidupan ibu dan adik-adiknya. Ibunya yang sakit-sakitan harus memberi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

95

makan Ali dan adik-adiknya dengan cara menjahit baju di Tanah Abang.

Ali yang menjadi loper koran hanya bisa memenuhi kebutuhannya sendiri,

supaya tetap bisa bersekolah. Bencana tiba ketika terjadi kebakaran hebat

yang membakar habis pemukiman tempat Ali dan keluarganya tinggal.

Belum lagi mendapatkan tempat tinggal, tak berapa lama sudah

terpampang papan tanda dari sebuah perusahaan pengembang yang

mengklaim tanah itu adalah properti mereka. Sebuah kompleks apartemen

mewah akan segera dibangun di sana. Lalu dalam keadaan seperti itu,

datanglah penyakit Demam Berdarah. Ibu dan adik-adiknya meninggal

dalam kurun waktu dua minggu. Menurut Ali, mereka mati karena sakit

hati. Ia hampir saja menyerahkan mayat keluarganya pada pihak rumah

sakit karena tidak sanggup menguburkannya. Saat itulah, Abi, seorang

pengusaha jasa tenaga kerja datang menolongnya. Memberinya uang dan

mengajaknya mengikuti sebuah organisasi bawah tanah berkedok agama.

Abi pula yang membiayai pernikahannya.

(Farahdiba, 2006: 247-248)

Ali lahir di tengah keluarga miskin. Ibunya hanya bekerja sebagai penjahit

sementara harus menghidupi Ali dan adik-adiknya. Ali terpaksa harus bekerja

sebagai loper koran agar mendapat penghasilan untuk membayar uang sekolah.

Bagi orang miskin, pendidikan seolah-olah barang mahal yang didapatkan dengan

susah payah. Ali bahkan tidak dapat menebus jenazah ibu dan adiknya yang

meninggal karena penyakit demam berdarah di rumah sakit. Pada saat itu, Abi

datang dan memberikan bantuan materi. Ali diajak untuk bergabung dengan

kelompok radikal. Ia bertahan untuk tetap bergabung dengan kelompok radikal

tersebut karena merasa memiliki hutang balas budi. Meski ajaran yang

diterimanya dalam kelompok radikal justru menyesatkan, Ali tetap bergabung

dengan kelompok tersebut karena ingin membalas budi dan agar kebutuhan

hidupnya tetap dapat terpenuhi dengan baik.

Baik orang tua Mariam maupun Ali terpaksa melakukan sesuatu demi keluar

dari himpitan ekonomi. Hal tersebut sering terjadi dalam kehidupan nyata ketika

seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena kehilangan sumber

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

96

penghasilan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan baik dan ingin

segera terlepas dari masalah tersebut. Kemandirian secara ekonomi akan

membawa banyak kemudahan, membuka lebih banyak peluang dalam hidup dan

terpenuhinya kebutuhan hidup dengan baik. Namun, himpitan ekonomi akan

membawa kesengsaraan sehingga orang-orang yang berada di bawah kemiskinan

harus bekerja lebih ekstra agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan

melakukan hal-hal yang belum tentu disukai. Hal tersebut dilakukan agar mereka

terlepas dari himpitan ekonomi dan dapat hidup lebih layak.

3.4.2 Gaya Hidup

Gaya hidup diartikan sebagai tingkah laku dan cara hidup seseorang yang

ditunjukkan melalui aktifitas yang dilakukan sehari-hari. Dalam novel ini, aspek

gaya hidup terlihat dari kebiasaan, hobi, dan perilaku yang dilakukan tokoh-

tokohnya yang dipengaruhi oleh teknologi, lingkungan sosial di sekitarnya, dan

kemampuan daya beli untuk memenuhi gaya hidup tersebut.

(113) Ini kisah tentang Ira, seorang gadis muda, Ira adalah saudara sepupu

Maria. Ia menganggap dirinya gadis modern, “generasi MTV.”. Segala

perkembangan dunia pop, dari musik, fashion hingga film selalu menarik

perhatiannya. Sayang sekali, semangat kemodernannya tidak disertai

pondasi pemikiran dan nilai-nilai yang cukup kokoh.

(Farahdiba, 2006: 39)

(114) “Mengapa kamu...?” ujarnya penuh penyesalan. Ia yang pertama kali

mengusulkan Cilandak Super Square sebagai sasaran. Tempat itu adalah

tempat nongkrong para anak pejabat.

(Farahdiba, 2006: 242)

Ira adalah gadis muda yang memiliki gaya hidup modern. Ia selalu mengikuti

perkembangan tren terkini. Dibantu dengan perkembangan teknologi yang

memudahkan manusia untuk mendapatkan akses komunikasi, informasi mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

97

tren-tren terkini yang sedang terkenal mudah untuk didapatkan. Gaya hidup

manusia modern dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang membantu

manusia untuk mendapat berbagai macam informasi dalam waktu yang singkat.

Tren-tren yang sedang populer seperti musik, film, dan fesyen pun dapat dengan

mudah menyebar ke seluruh belahan dunia lewat media massa cetak dan daring.

Dengan kemudahan akses komunikasi yang ada, manusia akan berkeinginan

untuk mengetahui perkembangan budaya populer agar dapat beradaptasi di

lingkungan sosialnya.

Kegiatan nongkrong adalah istilah untuk menyebut kegiatan berkumpul

bersama teman di suatu tempat. Kegiatan ini telah menjadi gaya hidup masyarakat

modern di Indonesia. Di kota-kota besar, kegiatan berkumpul bersama teman di

mal, restoran, atau kafe dapat menjadi gaya hidup konsumtif untuk mengisi waktu

luang. Semakin tinggi kelas sosial dan pendapatan yang dimiliki orang tersebut,

maka lokasi yang dipilih untuk berkumpul bersama teman akan semakin mewah.

Selain gaya hidup modern, terdapat pula gaya hidup kebarat-baratan yang

meniru gaya hidup yang dilakukan orang barat. Hal ini tampak dalam kutipan

berikut.

(115) Maria mencari-cari asal suara yang memanggilnya. Ia tak melihat ada

sosok yang dikenalnya. Hanya ada seorang perempuan sebaya dengannya.

Wajahnya cantik, tepatnya eksotik. Maria seperti mengenalnya, tapi lupa

di mana. Maria ragu. Dipandangnya lagi sosok perempuan itu.

Dandanannya gorjes—pelesetan dari georgeous. Celana jeans dipadukan

dengan kaos Mango warna pink yang mempertontonkan perutnya yang

ramping. Orang yang sadar fashion, pikir Maria.

(Farahdiba, 2006: 264)

(116) “Merokok?”

“Mbak Mar, sejak kapan...?” tanya Maria.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

98

Mbak Mar menyulut rokok dengan Zippo mungilnya. Ia tidak menjawab

pertanyaan Maria.

“Mbak Mar, perubahan Mbak luar biasa ya. Dandanannya seperti selebriti.

Merokok dan bersuamikan orang bule pulea,” pancing Maria.

“Andrew? He’s not my husband, My dear,” jawab Mbak Mar cuek sambil

menghembuskan asap rokok Marlboro-nya ke wajah Maria.

Maria sewot, “Tapi, Mbak Mar tadi menciumnya...”

(Farahdiba, 2006: 268)

(117) Maria sedih mendengar cerita Mbak Mar. Meski tidak diekspresikan,

Maria merasa ada kegetiran yang terpendam di balik penampilan Mbak

Mar. Perubahan yang terlalu drastis semacam iti, baginya sangat tidak

wajar. Ia telah cukup banyak mengamati berbagai jenis karakter orang.

Mereka yang mudah berubah secara ekstrem, biasanya memiliki tingkat

ketidakstabilan mental yang tinggi. Ia kasihan terhadap sahabatnya ini.

Dulu “kearab-araban”, kini “kebarat-baratan”.

(Farahdiba, 2006: 270)

Dalam kutipan di atas tampak bahwa selepas pergi dari pondok pesantren,

gaya hidup Mariam berubah drastis. Mariam bekerja di sebuah kafe di Jakarta

setelah keluar dari pondok pesantren, sejak saat itulah Mariam merasakan

kebebasan hidup yang tidak pernah dirasakannya di pondok. Mariam dapat

mengekspresikan dirinya dengan bebas, ia berpenampilan lebih trendi dan

mengikuti gaya fesyen yang sedang berkembang. Selain itu, ia menjalin hubungan

tanpa status dengan Andrew, laki-laki asing. Di barat, hidup bersama tanpa ikatan

pernikahan dianggap hal biasa. Mariam dan Andrew menjalin hubungan seperti

pasangan suami-istri, tetapi tanpa terikat pernikahan. Gaya hidup seperti itu

diadaptasinya dari budaya orang barat. Mariam digambarkan bersikap dan

berpenampilan menyerupai orang barat, padahal gaya hidupnya selama di pondok

pesantren dulu tidak seperti itu. Saat di pondok pesantren, Mariam adalah

perempuan yang santun, berpakaian tertutup, dan tidak merokok. Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

99

membuktikan bahwa gaya hidup dapat berubah tergantung keadaan lingkungan

sosial tempat manusia itu tinggal.

Berdasarkan analisis di atas, aspek kemiskinan dalam novel ini tergambar

melalui kesulitan yang dialami oleh orang tua Mariam dan Ali yang diakibatkan

karena rendahnya pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan yang rendah akan

menyebabkan daya beli menurun sehingga kebutuhan hidup, seperti pangan,

pendidikan, dan kesehatan tidak dapat terpenuhi dengan baik. Aspek gaya hidup

dalam novel ini tergambar melalui perilaku sehari-hari yang dipengaruhi oleh

kemampuan daya beli, teknologi, dan keadaan lingkungan sosial.

3.4.3 Rangkuman

Tabel 6: Rangkuman Ekonomi

No. Ekonomi Keterangan

1. Kemiskinan Tampak dalam kesulitan hidup yang

dialami keluarga Mariam dan Ali karena

rendahnya pendapatan. Hal ini

menyebabkan kebutuhan hidup, seperti

pangan, pendidikan, dan kesehatan tidak

terpenuhi dengan baik.

2. Gaya Hidup Tampak dalam kebiasaan sehari-hari yang

dipengaruhi oleh kemampuan daya beli,

teknologi, dan keadaan lingkungan.

3.5 Rangkuman

Pada bab III dipaparkan aspek sosial yang terdapat di dalam novel Maria

dan Mariam karya Farahdiba. Aspek sosial dalam novel ini dibagi menjadi tiga

bidang sosial, yaitu budaya, lingkungan sosial, dan ekonomi. Dalam aspek

budaya, aspek agama Islam tergambar melalui ajaran-ajaran agama Islam,

lembaga, dan kelompok radikal yang mengatasnamakan agama Islam. Aspek

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

100

politik tergambar di novel ini melalui konflik kepentingan penguasa. Orang-orang

yang sedang berkuasa mempertahankan dan melindungi kepentingan mereka

dengan mengorbankan kepentingan orang lain, bahkan sampai menimbulkan

korban jiwa. Aspek seni dalam novel ini tergambar melalui kebiasaan hidup

masyarakat Indonesia sehari-hari dan lewat perilaku para pegiat seni yang aktif

menekuni seni sebagai bentuk ekspresi diri. Aspek simbol tergambar melalui

simbol-simbol kepercayaan dan budaya. Simbol kepercayaan yang muncul adalah

simbol dewa-dewi yang menggambarkan suatu sifat atau karakter tertentu. Aspek

tradisi tergambar melalui tradisi yang terdapat di pondok pesantren dan tradisi

masyarakat Bugis di Sulawesi yang masih mempertahankan keberadaan

komunitas bissu.

Dalam aspek lingkungan sosial, aspek hubungan sosial yang tergambar dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba ada yang bersifat positif dan negatif.

Hubungan sosial yang sifatnya positif terjalin karena adanya kerja sama untuk

mencapai tujuan bersama. Hubungan sosial yang sifatnya negatif terjadi karena

adanya pertentangan dan konflik oleh individu atau kelompok yang menyebabkan

terjadinya perpecahan. Aspek kriminalitas dalam novel ini tergambar melalui

tindakan-tindakan yang melanggar hukum pidana, seperti pembunuhan dan

pengeboman situs warisan nasional dan tempat ibadah.

Dalam aspek ekonomi, aspek kemiskinan yang terdapat dalam novel ini

tergambar melalui kesulitan yang dialami oleh orang tua Mariam dan Ali yang

diakibatkan karena rendahnya pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan yang

rendah akan menyebabkan daya beli menurun sehingga kebutuhan hidup, seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

101

pangan, pendidikan, dan kesehatan tidak dapat terpenuhi dengan baik. Aspek gaya

hidup dalam novel ini tergambar melalui perilaku sehari-hari yang dipengaruhi

oleh kemampuan daya beli, teknologi, dan keadaan lingkungan sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

102

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penelitian ini membahas aspek sosial yang terdapat di dalam novel Maria dan

Mariam karya Farahdiba dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur novel Maria dan Maryam

karya Farahdiba dan aspek sosial yang terdapat dalam novel tersebut.

Pada bab II dipaparkan hasil analisis struktur novel Maria dan Mariam karya

Farahdiba. Struktur novel yang dibahas meliputi analisis tokoh dan penokohan,

latar, dan alur. Dalam novel ini, analisis tokoh dibagi menjadi dua, tokoh

protagonis dan antagonis. Tokoh-tokoh protagonis meliputi Maria, Mariam, dan

Guru Dharmo. Tokoh-tokoh antagonis meliputi Fallah, Ira, Nilzam, dan Jivan.

Latar dalam novel ini dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial-

budaya. Latar tempat meliputi Kota Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Latar waktu

yang terjadi dalam novel ini dihubungkan dengan peristiwa, yaitu ketika masa

Orde Baru di tahun 1996. Latar sosial-budaya yang terdapat dalam novel ini

dibagi menjadi dua, yaitu latar sosial-budaya di pondok pesantren dan di

masyarakat Indonesia secara umum. Latar sosial-budaya di pondok pesantren

kental dengan nuansa agama Islam. Dalam latar sosial-budaya masyarakat

Indonesia secara umum, masyarakat tampak memiliki sikap materialistis, egois,

dan tidak dapat menghargai budaya. Analisis alur dalam novel ini dibagi menjadi

lima tahap, yaitu (1) tahap penyituasian, (2) tahap pemunculan konflik, (3) tahap

peningkatan konflik, (4) tahap tahap klimaks, dan (5) tahap penyelesaian konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

103

Pada bab III dibahas mengenai aspek sosial apa saja yang terdapat dalam

novel Maria dan Mariam karya Farahdiba. Aspek sosial yang terdapat dalam

novel ini dibagi menjadi tiga bidang sosial, yaitu 1) budaya, 2) lingkungan sosial,

dan 3) ekonomi. Aspek sosial dalam novel ini dibagi menjadi tiga bidang sosial,

yaitu budaya, lingkungan sosial, dan ekonomi. Dalam aspek budaya, aspek agama

Islam tergambar melalui ajaran-ajaran agama Islam, lembaga, dan kelompok

radikal yang mengatasnamakan agama Islam. Aspek politik tergambar di novel ini

melalui konflik kepentingan penguasa. Orang-orang yang sedang berkuasa

mempertahankan dan melindungi kepentingan mereka dengan mengorbankan

kepentingan orang lain, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Aspek seni

dalam novel ini tergambar melalui kebiasaan hidup masyarakat Indonesia sehari-

hari dan lewat perilaku para pegiat seni yang aktif menekuni seni sebagai bentuk

ekspresi diri. Aspek simbol tergambar melalui simbol-simbol kepercayaan dan

budaya. Simbol kepercayaan yang muncul adalah simbol dewa-dewi yang

menggambarkan suatu sifat atau karakter tertentu. Aspek tradisi tergambar

melalui tradisi yang terdapat di pondok pesantren dan tradisi masyarakat Bugis di

Sulawesi yang masih mempertahankan keberadaan komunitas bissu.

Aspek lingkungan sosial yang terdapat dalam novel ini meliputi hubungan

sosial dan kriminalitas. Aspek hubungan sosial yang tergambar dalam novel

Maria dan Mariam karya Farahdiba ada yang bersifat positif dan negatif.

Hubungan sosial yang sifatnya positif terjalin karena adanya kerja sama untuk

mencapai tujuan bersama. Hubungan sosial yang sifatnya negatif terjadi karena

adanya pertentangan dan konflik oleh individu atau kelompok yang menyebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

104

terjadinya perpecahan. Aspek kriminalitas dalam novel ini tergambar melalui

tindakan-tindakan yang melanggar hukum pidana, seperti pembunuhan dan

pengeboman situs warisan nasional dan tempat ibadah.

Dalam aspek ekonomi yang meliputi kemiskinan dan gaya hidup, aspek

kemiskinan tergambar dalam novel ini melalui kesulitan yang dialami oleh orang

tua Mariam dan Ali yang diakibatkan karena rendahnya pendapatan yang

dihasilkan. Pendapatan yang rendah akan menyebabkan daya beli menurun

sehingga kebutuhan hidup, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan tidak dapat

terpenuhi dengan baik. Aspek gaya hidup dalam novel ini tergambar melalui

perilaku sehari-hari yang dipengaruhi oleh kemampuan daya beli, teknologi, dan

keadaan lingkungan sosial.

4.2 Saran

Dalam novel Maria dan Mariam karya Farahdiba, masih banyak

permasalahan lain yang dapat diteliti selain menggunakan pendekatan sosiologi

sastra. Novel ini dapat dianalisis dengan pendekatan psikologi sastra untuk

menganalisis dan semakin mendalami psikologi tokoh-tokoh yang terdapat di

dalam novel ini dan strukturasi kekuasaan yang mencakup modal, kelas, habitus,

dan arena.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

105

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Titin. 2019. “Analisis Novel Saman Karya Ayu Utami: Tinjauan

Sosiologi Sastra”. Dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Parole, Vol. 2, No. 2, Maret 2019, hlm. 291-298.

Bagir, Muhammad. 2008. Fiqih Praktis I. Bandung: Penerbit Mizah Media

Utama.

Curatman, Aang. 2010. Teori Ekonomi Makro. Yogyakarta: Penerbit Swagati

Press

Gasong, Diana. 2019. Apresisasi Sastra Indonesia. Yogyakarta: Penerbit

Deepublish.

Hasan, Nor. 2018. Persentuhan Islam dan Budaya Lokal. Pamekasan: Penerbit

Duta Media.

Hasbullah, Wiwiek Pratiwi. 2018. “Gambaran Kemiskinan dalam Novel Ma Yan

Karya Sanie B. Kuncoro: Tinjauan Sosiologi Sastra Ian Watt”. Skripsi

pada Universitas Negeri Makassar.

Hastuti, Nur. (2018). “Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

Kajian Sosiologi Sastra”. Dalam Jurnal Humanika, Vol. 25, No. 1, 2018,

hlm. 64-74.

Ibed, Bedah Sari. (2018). “Permasalahan Sosial dalam Novel Salah Pilih Karya

Nur St. Iskandar Tinjauan Sosiologi Sastra”. Tesis pada Universitas

Andalas, Sumatera Barat.

Jung, Carl Gustav. 2018. Manusia dan Simbol-Simbol. Yogyakarta: Penerbit

Basabasi.

Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lianawati. 2019. Menyelami Keindahan Sastra Indonesia. Jakarta: Penerbit

Bhuana Ilmu Populer.

Maipita, Indra. 2013. Memahami dan Mengukur Kemiskinan. Yogyakarta:

Penerbit Absolute Media

Maksum, Muhammad Syukron. 2010. Dahsyatnya Adzan. Yogyakarta: Penerbit

Galangpress.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

106

Mulyani, Yani dan Juliska Graciani. 2007. Kemampuan Fisik, Seni, dan

Manajemen Diri. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.

Nasdian, Fredian Tonny (ed). 2015. Sosiologi Umum. Jakarta: Penerbit Yayasan

Obor Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Purba, Jonny (ed). 2005. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Penerbit

Yayasan Obor Indonesia.

Putra, Candra Rahwa Wijaya. 2018. “Cerminan Zaman Dalam Puisi (Tanpa

Judul) Karya Wiji Thukul: Kajian Sosiologi Sastra”. Dalam Jurnal

Kembara, Vol. 4, No. 1, 2018, hlm. 12-20.

Rahayu, Ani Sri. 2016. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar: Perspektif Baru

Membangun Kesadaran Global Melalui Revolusi Mental. Jakarta: Penerbit

Bumi Aksara.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rohman, Saifur. 2020. Pembelajaran Cerpen. Jakarta: Penerbit: PT Bumi Aksara.

Safari, Dede Muhtar. 2018. “Novel Belantik Karya Ahmad Tohari Pendekatan

Sosiologi Sastra”. Dalam Jurnal Bindo Sastra, Vol. 2, No. 1, 2018, hlm.

183-187.

Saiddurahman dan Arifinsyah. 2018. Nalar Kerukunan: Merawat Keragaman

Bangsa Mengawal NKRI. Jakarta: Penerbit Prenada Media.

Satinem. 2019. Apresisasi Prosa Fiksi: Teori, Metode, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Sengke, Mentari Mega Puspita. 2018. “Citra Tokoh Kartini Dalam Novel Kartini

Karya Abidah El Khalieqy: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi pada

Universitas Sanata Dharma.

Setianingsih, Desi. 2016. “Aspek Sosial dalam Novel Orang- Orang Pulau Karya

Giyani: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Relevansinya dalam Pembelajaran

Sastra di Sekolah Menengah Atas”. Skripsi pada Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Soelaeman, Munandar. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Penerbit PT Refika

Aditama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL MARIA DAN MARIAM KARYA …

107

-----.2015. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: Penerbit

PT Refika Aditama.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Penerbit Duta

Wacana University Press.

Suharjito, Didik. 2019. Pengantar Metodologi Penelitian. Bogor: Penerbit IPB

Press.

Sujarwa, 2019. Model dan Paradigma Teori Soiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.

Syaid, M. Noor. 2019. Penyimpangan Sosial dan Pencegahannya. Semarang:

Penerbit Alpirin.

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Nusa Tenggara Timur: Nusa

Indah.

Turmudi, Endang dan Reza Sihbudi (ed). 2005. Islam dan Radikalisme Indonesia.

Jakarta: Penerbit Lipi Press.

Viustana, Maria. 2009. “Modernisasi Pikiran dan Tindakan Perempuan Dalam

Novel Maria dan Mariam Karya Farahdiba Pendekatan Kritik Sastra

Feminis”. Skripsi pada Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Yulianthi. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Wellek, Rene & Austin, Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Penerbit Pustaka.

Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Penerbit Yayasan

Obor Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI