Aspek Legal

20
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam 1

description

asdfhg

Transcript of Aspek Legal

Page 1: Aspek Legal

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI

pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya

bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak

adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum

dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas

dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa

frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga

menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa

memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.

Tanggal 12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut akan

digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik

keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan

Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan

keperawatan dan profesi perawat. Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang

belum memiliki Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga

perawat dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia,

terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya menembus

globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara lain, sementara

mereka akan mudah masuk ke negara kita.

Masih perlukah kita mempertanyakan lagi, apakah harus ada Undang Undang Praktik

Keperawatan di bumi pertiwi ini? Jawaban dari pertanyaan yang amat mendasar, apakah

masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk menerima pelayanan keperawatan yang bermutu,

adalah jawaban untuk memastikan bahwa Undang Undang Praktik Keperawatan, terlalu

terlambat untuk disahkan, apalagi untuk dipertanyakan. Sementara negara negara ASEAN seperti

Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik

Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.Mereka siap untuk

1

Page 2: Aspek Legal

melindungi masyarakatnya dan lebih lebih lagi siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing

masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain.

1.2.   Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan terapi komplementer?

1.2.2 Apa tujuan terapi komplementer dan kegunaan dari terapi komplementer?

1.2.3 Apa jenis-jenis dari terapi komplementer dan hal-hal yang dipehatikan dalam menjalankan

terapi komplementer?

1.2.4 Apa yang dimaksud dengan legalisasi keperawatan?

1.2.5 Apa fungsi legislasi keperawatan?

1.2.6 Bagaimana aspek legal terapi komplementer?

1.3.   Tujuan

1.3.1 Untuk dapat mengerti dan memahami pengertia dari terapi komplementer

1.3.2 Untuk dapat mengerti dan memahami tujuan terapi komplementer dan kegunaan dari terapi

komplementer

1.3.3 Untuk dapat mengerti dan memahami jenis-jenis dari terapi komplementer dan hal-hal yang

dipehatikan dalam menjalankan terapi komplementer

1.3.4 Untuk dapat mengerti dan memahami pengertian legalisasi keperawatan

1.3.5 Untuk dapat mengerti dan memahami fungsi legislasi keperawatan

1.3.6 Untuk dapat mengerti dan memahami aspek legal terapi komplementer

2

Page 3: Aspek Legal

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komplementer

Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai

pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar

pengobatan medis yang konvensional.

Terapi komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan berasal dari negara

yang bersangkutan. Misalnya, jamu bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan

pengobatan tradisional (WHO).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk memulihkan

kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan penyakit. Komplementer

adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan.

Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah

pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga 

untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan

pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah

dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tetapi

di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.

Terapi Komplementer  adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai

pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar

pengobatan medis yang Konvensional.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan Komplementer

tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv,preventive,kuratif, dan rehabilitatif yang

diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan evektivitas yang tinggi

berandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Dalam penyelenggaraannya harus sinergis dan terintregrasi dengan pelayanan pengobatan

konvensional dengan tenaga pelaksanaanya dokter,dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya

yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional-alternatif. Jenis

3

Page 4: Aspek Legal

pengobatan komplementer tradisional-alternatif yang daoat diselenggarakan secara sinergis dan

terintergrasi harus di tetapkan oleh menteri kesehatan setelah memalui pengkajian.

Untuk mendukung penyelenggaran pengobatan tersebut Kementrian Kesehatan telah

menerbitkan keputusan menteri kesehatan No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan

tradisional dan peraturan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/PER/X/2007 tentang

penyelenggaraan pengobatan komplementer –alternatif difasilitas kesehatan pelayanan

kesehatan, jenis pengobatan tenaga pelaksana termasuk tenaga asing.

2.2 Tujuan Terapi Komplementer dan Kegunaan dari Terapi Komplementer

2.2.1 Tujuan Terapi Komplementer

Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh,

terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya

sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk

menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon

dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat.

2.2.2 Kegunaan dari Terapi Komplementer

Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), dengan pemenuhan nutrisi dan

ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan hidup mereka. Terapi alternatif

komplementer, seperti; akupunktur, akupressur, meditasi, dan mengomsumsi tanaman obat dapat

menambah daya tahan tubuh dan pertumbuhan sel-sel imun. Pernyataan ini pernah dikemukakan

oleh Putu Oka Sukanta, akupunturis sekaligus pembicara dalam talk show yang diadakan

Indonesia HIV Prevention and Care Project (IHPCP) di Indonesia Sehat Expo 2007, Jakarta

Convention Center, Rabu (24/10). Menurut Putu Oka Sukanta, ketenangan spiritual dan nutrisi

peningkat daya tahan membuat virus lebih jinak dan memperlambat perkembangannya dalam

tubuh manusia, sehingga memberi kesempatan CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan tubuh  untuk

berkembang dan memperbanyak diri.

Akupunktur dan akupressur diberikan untuk memperkuat organ-organ vital, seperti; paru-

paru, ginjal, lambung, dan limpa, pada masa awal infeksi HIV. Sebelum daya tahan tubuh dan

sel- sel CD4 turun karena infeksi HIV, organ penting tersebut harus kuat,” kata Putu Oka. Untuk

penderita HIV, keempat organ vital tersebut harus dijaga daya tahannya karena memiliki fungsi

4

Page 5: Aspek Legal

penting, seperti paru-paru yang berfungsi mengikat oksigen, lambung untuk mengolah makanan

yang masuk, dan limpa yang berguna untuk menyerap sari-sari makanan. Dengan akupressur,

tambah Putu Oka, titik-titik tubuh yang berhubungan dengan organ vital tersebut dipijat untuk

menguatkan fungsi organ.

Selain dengan teknik akupressur dan akupunktur, konsumsi tanaman obat juga membantu

penguatan fungsi organ vital. Pegagan misalnya, digunakan untuk regenerasi sel pembentuk

daya tahan tubuh dan juga untuk menguatkan fungsi ginjal. Untuk mempertahankan ketenangan

batin pengidap HIV, diperlukan suatu metode, seperti meditasi dan oleh napas untuk membantu

penderita menenangkan diri. Teknik olah napas saat meditasi membantu paru-paru mengikat

oksigen. Idong salah satu pasien pengidap HIV yang telah mengikuti terapi komplementer,

mengaku sangat merasakan manfaat positifnya.

2.3 Jenis-jenis dari Terapi Komplementer dan Hal-Hal yang dipehatikan dalam

Menjalankan Terapi Komplementer

2.3.1 Jenis-jenis dari Terapi Komplementer

1.         Nutrisi (Nutritional Therapy);

2.         Terapi herbal (Herbal Therapy);

3.         Terapi psiko – somatik (Mind – Body Therapy);

4.         Terapi spiritual berbasis doa (Spiritual Therapy Based On Prayer).

2.3.2 Hal-Hal yang dipehatikan dalam Menjalankan Terapi Komplementer

a)      Terapi komplementer termasuk  dari CV (Comanditaire Venootschap)

CV atau Comanditaire Venootschap adalah bentuk usaha yang merupakan salah satu

alternatif yang dapat dipilih oleh para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan usaha dengan

modal yang terbatas. Karena, berbeda dengan PT yang mensyaratkan minimal modal dasar

sebesar Rp50.000,- dan harus di setor ke kas perseroan minimal 25%nya,  sedangkan untuk CV

tidak ditentukan jumlah modal minimal. Jadi, misalnya seorang pengusaha ingin berusaha di

industri rumah tangga, percetakan, biro jasa, perdagangan, catering, serta terapi komplementer

dengan modal awal yang tidak terlalu besar, dapat memilih CV sebagai alternatif badan usaha

yang memadai.

5

Page 6: Aspek Legal

Perbedaan yang mendasar antara PT dan CV adalah, PT merupakan badan hukum yang

dipersamakan kedudukannya dengan orang dan mempunyai kekayaan yang terpisah dengan

kekayaan para pendirinya. Jadi, PT dapat bertindak keluar, di dalam maupun di muka

pengadilan, sebagaimana halnya yang memiliki harta kekayaan sendiri. Sedangkan CV, dia

merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan kekayaan para pendirinya tidak

terpisahkan dari kekayaan CV.

Karakteristik CV yang tidak dimiliki badan usaha lainnya adalah: CV didirikan minimal

oleh dua orang, dimana salah satunya akan bertindak selaku Persero Aktif (persero pengurus)

yang nantinya akan bergelar Direktur, sedangkan yang lain akan bertindak selaku Persero

Komanditer (Persero diam). Seorang persero aktif akan bertindak melakukan segala tindakan

pengurusan atas Perseroan; dengan demikian, dalam hal terjadi kerugian maka Persero Aktif

akan bertanggung jawab secara penuh dengan seluruh harta pribadinya untuk mengganti

kerugian yang dituntut oleh pihak ketiga. Sedangkan untuk Persero Komanditer, karena dia

hanya bertindak selaku sleeping partner, maka dia hanya bertanggung jawab sebesar modal yang

disetorkannya ke dalam perseroan.

Perbedaan lain yang cukup penting antara PT dengan CV adalah, dalam melakukan

penyetoran modal pendirian CV, di dalam anggaran dasar tidak disebutkan pembagiannya seperti

halnya PT. Jadi, para persero harus membuat kesepakatan tersendiri mengenai hal tersebut, atau

membuat catatan yang terpisah. Semua itu karena memang tidak ada pemisahan kekayaan antara

CV dengan kekayaan para perseronya.

b)      Cara mendirikan CV

CV dapat didirikan dengan syarat dan prosedur yang lebih mudah daripada PT, yaitu

hanya mensyaratkan pendirian oleh 2 orang, dengan menggunakan akta Notaris yang berbahasa

Indonesia. Walaupun dewasa ini pendirian CV mengharuskan adanya akta notaris, namun dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dinyatakan bahwa pendirian CV tidak mutlak harus

dengan akta Notaris. Pada saat para pihak sudah sepakat untuk mendirikan CV, maka dapat

datang ke kantor Notaris dengan membawa KTP. Untuk pendirian CV, tidak diperukan adanya

pengecekan nama CV terlebih dahulu. Oleh karena itu proses nya akan lebih cepat dan mudah

dibandingkan dengan pendirian PT. Namun demikian, dengan tidak didahuluinya dengan

pengecekan nama CV, menyebabkan nama CV sering sama antara satu dengan yang lainnya.

6

Page 7: Aspek Legal

Pada waktu pendirian CV, yang harus dipersiapkan sebelum datang ke Notaris adalah adanya

persiapan mengenai:

1.      Calon nama yang akan digunakan oleh CV tersebut

2.      tempat kedudukan dari CV

3.      Siapa yang akan bertindak selaku Persero aktif, dan siapa yang akan bertindak selaku

persero diam.

4.      Maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut (walaupun tentu saja dapat

mencantumkan maksud dan tujuan yang seluas-luasnya). Untuk menyatakan telah berdirinya

suatu CV, sebenarnya cukup hanya dengan akta Notaris tersebut, namun untuk memperkokoh

posisi CV tersebut, sebaiknya CV tersebut di daftarkan pada Pengadilan Negeri setempat dengan

membawa kelengkapan berupa Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) dan NPWP atas

nama CV yang bersangkutan.

Sebenarnya semua itu tergantung pada kebutuhannya. Dalam menjalankan suatu usaha

yang tidak memerlukan tender pada instansi pemerintahan, dan hanya digunakan sebagai wadah

berusaha, maka dengan surat-surat tersebut saja sudah cukup untuk pendirian suatu CV. Namun,

apabila menginginkan ijin yang lebih lengkap dan akan digunakan untuk keperluan tender,

biasanya dilengkapi dengan surat-surat lainnya yaitu:

1.      Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2.      Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)

3.      Tanda Daftar Perseroan (khusus CV)

4.      Keanggotaan pada KADIN Jakarta.

Pengurusan ijin-ijin tersebut dapat dilakukan bersamaan sebagai satu rangkaian dengan

pendirian CV dimaksud, dengan melampirkan berkas tambahan berupa:

1.      Copy kartu keluarga Persero Pengurus (Direktur) CV

2.      Copy NPWP Persero Pengurus (Direktur) CV

3.      Copy bukti pemilikan atau penggunaan tempat usaha, dimana

a.       apabila milik sendiri, harus dibuktikan dengan copy sertifikat dan copy bukti

b.      pelunasan PBB th terakhir

c.       apabila sewa kepada orang lain, maka harus dibuktikan dengan adanya

d.      perjanjian sewa menyewa, yang dilengkapi dengan pembayaran pajak sewa oleh

pemilik tempat. sebagai catatan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta, untuk wilayah

7

Page 8: Aspek Legal

Jakarta, yang dapat digunakan sebagai tempat usaha hanyalah Rumah toko, pasar atau

perkantoran. Namun ada daerah-daerah tertentu yang dapat digunakan sebagai tempat

usaha yang tidak membayakan lingkungan, asalkan mendapat persetujuan dari RT/RW

setempat.

4.         Pas photo ukuran 3X4 sebanyak 4 lembar dengan latar belakang warna merah.

Jangka waktu pengurusan semua ijin-ijin tersebut dari pendirian sampai dengan selesai

lebih kurang selama 2 bulan. Sebagai penutup saya sarankan agar dalam mendirikan suatu

bidang usaha, alangkah baiknya untuk dipertimbangkan dari segala segi, tidak hanya dari segi

kepraktisannya, namun juga dari segi pembagian resiko di antara para persero, agar tidak terjadi

pertentangan di kemudian hari.

Pelengkap terapi komplementer sering diberikan dalam konteks terapi lain. Hal ini

membuat kita sulit untuk membedakan efek dari terapi komplementer dari orang-orang terhadap

terapi lain yang diberikan secara bersamaan, sedangkan bedah termasuk efek dari penyakit

lainnya secara proses dan perawatannya. Terapi komplementer mungkin memiliki efek langsung

dan efek tidak langsung serta efek bermanfaat dan merugikan. Dan ini harus ditentukan melalui

pengamatan sistematis dan penelitian.Walaupun mekanisme tindakan sudah banyak dilakukan,

namun terapi komplemnter masih tetap sulit dipahami. Sulit untuk dimengerti efeknya tanpa

melakukan framing terapi, baik di dalam budaya ataupun praktek tradisi penyembuhan. Begitu

juga dengan syarat serta hasil yang mampu dicapai di seluruh budaya mungkin tidak sama,

sehingga hambatan untuk transglobalkomunikasi dan  belajar dari pengalaman dan didukung

bukti dasar. Sekedar mengetahui bahwa terapi bermanfaat, tidak cukup.

Kebutuhan studi pada efektivitas-biaya terapi komplementer  dan untuk penelitian yang

membandingkan secara kontras tentang terapi komplementer dengan terapi konvensional lainnya

(IOM, 2002). Pertimbangan Budaya Studi terapi relevan dengan penuaan populasi, populasi

bervariasi tahap perkembangan, dan mereka yang memiliki latar belakang budaya yang beragam

juga diperlukan. Populasi ini memberikan tantangan untuk desain, perekrutan, dan pelaksanaan

studi. Subyek Lansia sering memiliki berbagai komorbiditas dan dapat mengambil beberapa

obat. Bahasa dan kurangnya pemahaman budaya dapat menimbulkan hambatan bagi masuknya

imigran baru. Akses ke anak-anak, remaja, orang dewasa yang rentan, dan isu-isu etis yang unik

seputar perekrutan dan partisipasi mereka juga dapat dianggap sebagai hambatan bagi masuknya

8

Page 9: Aspek Legal

kelompok ini. Ada hasil lain yang ingin dicapai oleh konsumen perawatan kesehatan yaitu terapi

ditampilkan memiliki efek kesehatan yang menguntungkan serta bukanlah satu-satunya alasan

yang sah untuk penggunaannya. Imigran cenderung menggunakan terapi komplementer yang

pertama saja dan kemudian mencari bantuan medis konvensional jika ini tidak efektif (Garce's,

Scarinici, & Harrison, 2006).

Terapi komplementer mungkin memiliki signifikansi budaya atau kondisi terikat dengan tradisi

penyembuhan; terapi dapat menyebabkan perdamaian pikiran pasien. Jika mereka dari negara-

negara lain datang ke Amerika Serikat, budaya kepercayaan dalam pengobatan terapi 

komplementer tidak berubah. Dalam mempertimbangkan penggunaan terapi komplementer,

biaya, risiko, dan nilai untuk penerimaanya merupakan permasalahan esensial yang harus

diperhatikan terlebih dahulu.

2.4 Definisi Legalisasi Keperawatan

Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan

perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan

(Sand,Robbles)

Aspek Legal Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,

termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja

membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan

tentu harus juga bisa diandalkan. Untuk mewujudkan keperawatan sebagai profesi yang utuh, ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setiap perawat harus mempunyai ”body of knowledge”

yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang

didasari motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi. Para praktisi

dipersiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang pendidikan tinggi.

International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi

perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice,

bidang Care Provision and Management dan bidang Professional Development

9

Page 10: Aspek Legal

Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh

melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan

tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat. (Budi Sampurna, Pakar

Hukum Kesehatan UI 2006).

Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang memiliki etika dan

bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik

masyarakat profesi maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan

ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan

waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya dan khusus untuk

profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Kemampuan atau kompetensi,

diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan

diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.

Aspek legal profesi Keperawatan meliputi Kewenangan berkaitan dengan izin

melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan

kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan

kemudian teregistrasi (registered nurse) yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.

2.5 Fungsi Legislasi Keperawatan

1.      Memberi perlindungan  kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang

diberikan.

2.      Memelihara  kualitas layanan keperawatan yang diberikan

3.      Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.

4.      Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.

5.      Memotivasi pengembangan profesi.

6.      Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.

2.6 Aspek Legal Terapi Komplementer

1.         Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan

10

Page 11: Aspek Legal

a.          Pasal 1 butir 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan

dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara

empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat;

b.         Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional;

c.          Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang pelayanan kesehatan tradisonal.

2.         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan

tradisional;

3.         Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan

hiperbarik;

4.         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan

pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan;

5.         Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 tentang

pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer – alternatif yang dapat

diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan.

11

Page 12: Aspek Legal

BAB III

PENUTUP

3.1.   Kesimpulan

Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan akan digunakan untuk

mendorong berbagai pihak untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik

keperawatan.Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat

secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.

Konsil keperawatan bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang

boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan

dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme

pendisiplinan).RUU Praktik Perawat, selain mengatur kualifikasi dan kompetensi serta

pengakuan profesi perawat, kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin

perlindungan kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.

3.2.   Saran

Dalam prakteknya perawat dituntut untuk tanggap dalam memberikan asuhan

keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah

kesehatan dan kompleks, memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat,

konseling, dalam rangka penyelesaian masalah keperawatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar

manusia dalam upaya memandirikan sistem klien, memberikan pelayanan keperawatan disarana

kesehatan dan tatanan lainnya, memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan

KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat, melaksanakan

program pengobatan secara tertulis dari dokter. Untuk menunjang kegiatan tersebut seorang

perawat diharapkan terdaftar pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. 

12

Page 13: Aspek Legal

DAFTAR PUSTAKA

Rahajo J.Setiajadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC

http://www.sukabumikota.go.id/perizinan/Izin_Praktek_Perawat.asp

http://my.opera.com/ramzkesrawan/blog/show.dml/3792983

http://my.opera.com/ramzkesrawan/blog/show.dml/3792781

http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/04/12/prn,20040412-06,id.html

13