Aspek Humanoria Pada Transplantasi Ginjal B4

28
MAKALAH BHP TUTORIAL B4 Gastrointestinal System “ASPEK HUMANIORA PADA TRANSPLANTASI GINJAL “ Di Susun Oleh : 1. Dwi Try Gunawan 111 0211 120 2. Nesty Vavirya Kartika Dewi 111 0211 052 3. Saffanah Nur Hidayah 111 0211 152 4. M. Dimas Rizaputra 111 0211 129 5. Danar Pratama Putra 111 0211 155 6. Rizky Takdir Ramadhan 111 0211 089 7. Fajar Arismunandar 111 0211 077 8. Sabrina 111 0211 181 9. Farras Cantika Abiyyah 111 0211 086 10 . Grace Livia Nurul Husna 101 0211 105

Transcript of Aspek Humanoria Pada Transplantasi Ginjal B4

MAKALAH BHP TUTORIAL B4

Gastrointestinal System

“ASPEK HUMANIORA PADA TRANSPLANTASI GINJAL “

Di Susun Oleh :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAKARTA

Tahun Ajaran 2014-2015

1. Dwi Try Gunawan 111 0211 120

2. Nesty Vavirya Kartika Dewi 111 0211 052

3. Saffanah Nur Hidayah 111 0211 152

4. M. Dimas Rizaputra 111 0211 129

5. Danar Pratama Putra 111 0211 155

6. Rizky Takdir Ramadhan 111 0211 089

7. Fajar Arismunandar 111 0211 077

8. Sabrina 111 0211 181

9. Farras Cantika Abiyyah 111 0211 086

10. Grace Livia Nurul Husna 101 0211 105

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah melimpahkan

kepada kami selaku penyusun, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini berdasarkan

analisa penyusun dari berbagai sumber.

Penyusunan makalah ini, kami lakukan untuk pembelajaran dan memenuhi standar penilaian

di bidang BHP. Makalah ini berisikan materi mengenai ASPEK HUMANIORA PADA

TRANSPLANTASI GINJAL.

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami telah memperoleh banyak dorongan dan

bantuan baik berupa bimbingan serta sumbangan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih untuk teman-teman tutorial B4

dan teman-teman lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan

kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Kami berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami

sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan.

Terima kasih.

Jakarta, Mei 2014

Tutorial B4

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB I Pendahuluan 3

BAB II Pembahasan 6

BAB III Penutup 16

Daftar Pustaka 18

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, dunia juga mengalami

perkembangannya di berbagai bidang. Salah satunya adalah kemajuan di bidang kesehatan

yaitu teknik transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis

untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu

yang lain. Sampai sekarang penelitian tentang transplantasi organ masih terus dilakukan.

Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien

gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transplantasi maju dengan pesat.

Permintaan untuk transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi ketersediaan

donor yang ada. Sebagai contoh di Cina, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi

hati, namun tahun 2000 jumlahnya mencapai 78 angka. Sedangkan tahun 2003 angkanya

bertambah 356. Jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun 2004 yaitu 507 kali

transplantasi. Tidak hanya hati, jumlah transplantasi keseluruhan organ di China memang

meningkat drastis. Setidaknya telah terjadi 3 kali lipat melebihi Amerika Serikat.

Ketidakseimbangan antara jumlah pemberi organ dengan penerima organ hampir terjadi di

seluruh dunia.

Sedangkan transplantasi organ yang lazim dikerjakan di Indonesia adalah pemindahan

suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga

menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian

organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh

yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak

berfungsi pada penerima.

Saat ini di Indonesia, transplantasi organ ataupun jaringan diatur dalam UU No. 23 tahun

1992 tentang Kesehatan. Sedangkan peraturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis

serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Hal ini tentu saja menimbulkan

4

suatu pertanyaan tentang relevansi antara Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang

dimana Peraturan Pemerintah diterbitkan jauh sebelum Undang-Undang.

(Binchoutan,2008).

B. Pokok Permasalahan

1. Apa pengertian humaniora ?

2. Bagaimana humaniora dalam Praktik Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan ?

3. Bagaimana humanisme & etika dalam penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran ?

4. Apa pengertian transplantasi organ ?

5. Apa saja klasifikasi transplantasi organ ?

6. Apa penyebab transplantasi organ ?

7. Bagaimana humaniora dalam transplantasi ginjal ?

8. Bagaimana pandangan agama mengenai transplantasi organ ?

9. Bagaimana aturan transplantasi organ dari segi hukum ?

10. Bagaimana transplantasi organ dilihat dari segi norma masyarakat ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui masalah transplantasi organ di Indonesia dilihat dari aspek humaniora.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian humaniora

b. Mengetahui bagaimana humaniora dalam praktik kedokteran dan pelayanan

kesehatan

c. Mengetahui bagaimana humanisme dan etika dalam pengembangan ilmu kedokteran

d. Mengetahui pengertian transplantasi organ

e. Mengetahui Klasifikasi transplantasi organ

f. Mengetahui penyebab transplantasi organ

g. Mengetahui transplantasi organ dari segi humaniora

h. Mengetahui transplantasi organ dari segi agama

i. Mengetahui transplantasi organ dari segi hukum

j. Mengetahui transplantasi organ dari segi norma masyarakat

5

D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis :

a. Makalah ini disusun sebagai syarat mengikuti seminar bhp

b. Sebagai sarana memperluas wawasan mengenai transplantasi ginjal dilihat dari aspek

humaniora.

c. Memahami mengenai aspek humaniora pada transplantasi ginjal dan hal-hal terkait

lainnya.

d. Sebagai bahan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama ini

e. Sebagai bahan latihan untuk menulis karya ilmiah

f. Meningkatkan kerja sama tim

2. Bagi Pembaca, Dokter, dan Instansi Terkait :

a. Mengenal lebih jauh mengenai transplantasi organ

b. Memahami aspek humaniora pada transplantasi ginjal dan hal-hal terkait lainnya

c. Sebagai bahan masukan dalam melakukan tindakan serupa ataupun dalam menyusun

kebijakan mengenai hal yang diapaparkan

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Humaniora

A.1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), humaniora adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang

dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia

lebih berbudaya.

Humaniora merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala hal yang

diciptakan atau menjadi perhatian manusia baik itu ilmu filsafat, hukum, sejarah, bahasa,

teologi, sastra, seni dan lain sebagainya. Atau makna intrinsik nilai-nilai kemanusiaan

(Kamus Umum Bahasa Indonesia). Dalam bahasa Latin, humaniora artinya manusiawi.

Menurut Martiatmodjo, BS dalam “Catatan Kecil tentang Humaniora” dikatakan sebagai

Ilmu Budaya Dasar yang merupakan mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi dan

merupakan juga terjemahan dari istilah Basic Humanities atau pendidikan humaniora.

Humaniora ini menyajikan bahan pendidikan yang mencerminkan keutuhan manusia dan

membantu agar manusia menjadi lebih manusiawi. Martiatmodjo menegaskan bahwa

perlunya humaniora bagi pendidik berarti menempatkan manusia di tengah-tengah proses

pendidikan.

Pengetahuan tentang humaniora sangat luas. Pengetahuan ini harus dapat diterapkan di

segala bidang kehidupan Anda kelak sebagai dokter. Bidang yang dimaksud antara lain:

Praktek kedokteran

Pelayanan kesehatan

Pendidikan kedokteran

Penelitian

Berbicara tentang humaniora, berarti berbicara tentang beberapa aspek yang memiliki

pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme, etika, kebudayaan

7

dan perilaku. Humaniora memberikan wadah bagi lahirnya makna 5 intrinsik nilai-nilai

humanisme. Humanisme sendiri adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa

perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat

humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian manusia dengan menekankan

pada rasa belas kasih serta martabat individu.

A. 2. Manfaat Humaniora bagi Seorang Dokter

Lantas, apa relevansinya mempelajari humaniora bagi seorang dokter? Dokter adalah

salah satu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan

interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan

dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Salah satunya

dengan pengetahuan humaniora ini.

Sebetulnya, pengetahuan ini haruslah terintegrasi ke dalam seluruh kurikulum kedokteran

(demikian juga semua pokok bahasan yang ada dalam blok ini harus diintegrasikan ke

dalam tiap-tiap blok). Karena yang kita harapkan adalah lahirnya dokter-dokter yang

tidak saja kompeten dalam keilmuannya, tapi juga memiliki perilaku yang manusiawi,

memperlakukan pasiennya seperti dirinya ingin diperlakukan. Tentu saja perilaku tersebut

tidak akan muncul tanpa adanya pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebetulnya sifat

yang manusiawi itu.

A.3. Humaniora dalam Praktik Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan

Humanisme adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan/mencita-

citakan pergaulan yang lebih baik. Ada juga yang berpendapat humanisme sebagai

sikap/tingkah laku mengenai perhatian manusia dengan menekankan pada rasa belas

kasih serta martabat individu. Humanisme sangat dibutuhkan oleh pribadi seorang dokter

agar seorang dokter tidak hanya memandang pasien sebagai objek penyakit yang akan

ditangani atau tidak menempatkan diri sebagai penderita atau memperhitungkan cost-

benefit dalam pekerjaannya karena hal itu akan menghapus nilai empati dan berujung

pada hubungan dokter-pasien yang menjadi kurang manusiawi.

8

Aspek humaniora berisi tentang etika, budaya, serta perilaku manusia dalam melakukan

kegiatan sosial yang dimana disini dikaitkan dengan sikap dokter terhadap pasien dalam

melakukan suatu praktik dan pelayanan kesehatan. Etika dalam kedokteran merupakan

prinsip-prinsip mengenai tingkah laku profesional yang tepat berkaitan dengan hak

dirinya sebagai dokter, hak pasiennya, dan hak teman sejawatnya. Bila dikaitkan dengan

budaya, dokter dan pasien adalah sama-sama mahkluk yang berbudaya, keduanya

berhubungan langsung sebagai lawan interaksinya. Karena itu seorang dokter harus

mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia untuk menunjang profesinya

dalam mendapatkan nilai-nilai sosial agar tetap terjaga. Oleh karena itu, pengetahuan

kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas layanan

kesehatan.

Selain itu, prilaku dapat meningkatkan nilai humanisme seorang dokter. Perilaku erat

kaitannya dengan pengetahuan, pola piker, nilai dan norma seseorang. Dengan

pengetahuan dan wawasan luas serta nilai norma yang baik akan melahirkan perilaku

yang baik pula. Kesalahan berpikir dari seorang dokter berarti akan bertentangan dengan

hati nurani manusia yang melekat dalam pribadi sang dokter. Sebaliknya kesuksesan

dokter akan selalu menjunjung tinggi dan mengangkat nama harumnya karena segala

kesuksesan itu tentu dilandasi oleh budi/pikiran manusia secara sadar.

Clauser (1990) berpendapat bahwa mempelajari humaniora – sastra, filsafat, sejarah –

dapat meningkatkan kualitas pikir (qualities of mind) yang diperlukan dalam ilmu

kedokteran. Meskipun ilmu kedokteran tampak seperti ilmu yang berisikan materi baku,

konsep mati, dan hafalan-hafalan yang harus dikuasai mutlak oleh seorang dokter namun

kualitas pikir seorang dokter tak perlu lagi terfokus pada itu melainkan dapat

dikembangkan dengan kemampuan kritik, perspektif yang lentur, tidak terpaku pada

dogma, dan penggalian nilai-nilai yang berlaku didalam ilmu kedokteran.

Humaniora membebaskan kita dari terkunci dalam satu mindset. Kita perlu kelenturan

dalam mengubah perspektif, dan mengubah interpretasi bila diperlukan. Dengan sastra,

seseorang (mahasiswa kedokteran) dapat mengembangkan empati dan toleransi, mencoba

menempatkan diri dalam gaya hidup, imaginasi, keyakinan yang berbeda.

9

Terminologi humanisme adalah sebuah sikap yang berkenaan dengan perhatian manusia

pada sesamanya dengan menekankan pada ‘compassion’ -belas kasihan- dan martabat

individual.

Saat hal tersebut dikaitkan dengan profesi dokter, kita diyakinkan bahwa masalah

sosialnya berakar pada sikap humanisme, belas kasih terhadap penderitaan pasien, dan

keinginan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dokter praktek dan spesialis saat ini

memiliki hubungan dokter-pasien ’one-to-one’ yang unik dan sangat pribadi, melibatkan

kepatuhan, ketergantungan, dan kepercayaan yang utuh dari pasien terhadap otoritas,

pengetahuan dan keterampilan dokternya. Dengan otoritas tersebut terciptalah unsur

kewajiban sosial untuk melayani dengan belas kasih kepada mereka yang percaya dan

bergantung kepada kita.

Pola praktek dokter pada awal abad delapan belas bersifat ‘biaya pelayanan tunggal’ yaitu

seorang dokter memberikan pelayanan medis dan untuk itu dia dibayar, baik berupa uang

maupun berupa hasil-hasil pertanian seperti yang masih terdapat di negara-negara

berkembang di beberapa daerah dan desa yang miskin. Ini adalah masa dokter pedesaan

atau dokter ‘kuno’ atau dokter keluarga yang mengetahui dengan baik keluarga tersebut,

berkeliling ke rumah-rumah, dan bertindak sebagai ‘teman dan penuntun yang dapat

dipercaya’, di samping merawat orang-orang sakit dalam keluarga itu.

Perkembangan kota-kota besar dan rumah-rumah sakit di abad 18 dan 19 membuat

dokter-dokter desa perlahan menghilang dan semakin banyak dokter menetap di daerah

kota untuk berpraktek. Hilangnya dokter pedesaan atau dokter keluarga memulai

timbulnya ‘pelayanan dehumanisasi’ di rumah-rumah sakit.

Dalam dekade terakhir abad 20, pola praktik di negara-negara industri berubah sama

sekali dengan ekonomi berorientasi pasar. Dari praktek mandiri, sekarang kebanyakan

dokter praktek berkelompok di bawah persetujuan formal penggunaan fasilitas dan

peralatan medis bersama-sama dan pendapatan didistrubusikan sesuai perjanjian awal

dengan melibatkan personalia kesehatan.

Kalangan bisnis melihat pasar besar dalam lapangan kesehatan, hasilnya adalah

meningkatnya komersialisasi layanan medis dan bertumbuhnya industri medis yang

10

kompleks. Kedokteran tidak lagi merupakan industri rakyat seperti saat dokter berpraktek

mandiri. Manager di bidang kesehatan ini – ekonom dan CEO (pejabat eksekutif), yang

semakin sering memutuskan jenis praktik pelayanan dan jenis organisasi dibandingkan

para dokter. Harga-harga obat melambung dan penggunaan peralatan medis yang canggih

berkonsekuensi dengan pembayaran yang tinggi. Telah dikatakan, semakin dokter

bergantung pada teknologi semata, semakin mereka kehilangan rasa kemanusiaannya,

yang berujung pada ‘pelayanan dehumanisasi’. Hal tersebut ditambah dengan ketakutan

akan tuntutan malapraktek, dokter membayar asuransi untuk dirinya, yang tentu

berdampak pada pasien sehingga biaya layanan kesehatan semakin tinggi.

Perubahan ini mewarnai sikap dan tingkah laku profesi yang menekankan pada aspek

finansial dan teknologi dalam terapi dan merusak panggilan altruistik dan humanistik

sang dokter.

A.4. Humanisme dan Etika Dalam Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kedokteran

Kesadaran sosial, tanggung jawab sosial dan akuntabilitas sosial telah menjadi ciri profesi

dokter, dan karakteristik ini dapat diterapkan juga kepada para peneliti di bidang

kedokteran. Etika dan humanisme dapat diaplikasikan ke dalam seluruh spektrum

kegiatan penelitian, mulai dari pemilihan topik penelitian, hingga pada cara penelitian

yang dilakukan dan pada aplikasi hasil penelitian dan pengembangan.

Misalnya dalam memilih topik penelitian, harus disadari bahwa peneliti memiliki

tanggung jawab sosial untuk mencoba mencari solusi dari masalah-masalah yang paling

banyak menyebabkan munculnya penyakit dan penderitaan dalam masyarakat.

Dalam melakukan percobaan yang melibatkan manusia sebagai relawan, peneliti haruslah

dibawah kontrol etis yang ketat. Dan seperti halnya seorang dokter harus memiliki

perilaku medis yang baik dengan hubungan manusiawi dengan pasiennya, begitu juga

seharusnya seorang peneliti.

Tanggung jawab dan akuntabilitas sosial dalam penelitian dimaksudkan agar penelitian

tersebut dilakukan bukan hanya untuk kepentingannya saja. Peneliti diwajibkan melihat

11

kegunaan hasil penelitiannya. Jadi hasilnya tidak hanya berakhir di kertas jurnal saja, tapi

harus mencapai ke penentu kebijakan, pembuat keputusan dalam pelayanan kesehatan,

dan para profesi di bidang kesehatan serta para konsumen.

A.5. Humaniora dalam Transplantasi Ginjal

Di Indonesia pengaturan hukum transplantasi organ adalah dalam UU No 23/1992

tentang Kesehatan dan PP No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat

Anatomis, serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia. PP ini merupakan

pelaksanaan dari UU No 9/1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang telah dicabut.

Akan tetapi PP ini masih tetap berlaku karena berdasarkan pasal 87 UU No 23/1992

tentang Kesehatan, semua peraturan pelasksanaan dari UU No 9/1960 masih tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU No.

23/1992.

Sebelum transplantasi organ dilakukan, beberapa aspek yang perlu ditinjau adalah aspek

etik, hukum, dan agama (etikomedikolegal transplantasi).

Menurut segi hukum, tranplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai

tindakan mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini

tindakan ini melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena

adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka

perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan (Hanafiah dan Amir,

1999).

Dari segi agama (Islam), transplantasi organ diperbolehkan, selama tidak membahayakan

donor dan tidak ada tujuan komersialisasi (jual-beli organ). (Anonim, 2009).

Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:

1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatrakan

bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3

UU No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan

dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh

atau tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana

denda paling banyak 300 juta rupiah.

12

2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19

PP No. 18/1981)Menurut segi etik, transplantasi merupakan upaya terakhir untuk

menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Tindakan

ini wajib dilakukan apabila ada indikasi, berdasarkan beberapa pasal dalam KODEKI

yaitu pasal 2, pasal 7D, dan pasal 11 (Hanafiah dan Amir, 1999).

B. Transplatasi Ginjal

B.1. Definisi

Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain

(Baratawidjaja, 2006).

Transplantasi ginjal harus dipertimbangkan untuk semua pasien dengan kronis dan

stadium akhir penyakit ginjal yang sesuai secara medis. Sebuah transplantasi ginjal sukses

menawarkan peningkatan kualitas dan durasi kehidupan dan lebih efektif (medis dan

ekonomis) daripada panjang terapi dialisis jangka.Transplantasi adalah modalitas

pengganti ginjal pilihan untuk pasien dengan nefropati diabetes dan pasien anak.

Sejumlah penyakit yang mampu menghancurkan fungsi ginjal pada semua kelompok

umur. Penyebab paling umum dari penyakit ginjal yang mengarah ke transplantasi ginjal

adalah sebagai berikut :

Diabetes - 31%.

Glomerulonefritis kronis - 28%.

Penyakit ginjal polikistik - 12%.

Nephrosclerosis (hipertensi) - 9%.

Nefritis interstisial - 3%.

B.2. Penyebab transplantasi organ

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:

13

1. Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hiudp atau yang

sudah meninggal.

2. Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian

tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan

transplantasi, yaitu :

1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang

diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan

kekurangan jaringan atau organ. (anonim,2006).

2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ

tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ

tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup

atau dari jenazah orang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan

kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal,

sumsum tulang dan darah (tranfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah

adalah : jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.

B.3. Aspek Humaniora Pada Pasien Transplantasi

Hubungan pasien dan dokter merupakan suatu perjanjian yang objeknya berupa

pelayanan medik atau upaya penyembuhan, yang dikenal sebagai transaksi terapetik.

Perikatan yang timbul dari transaksi terapetik itu disebut inspanningverbintenis, yaitu

suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras (met zorg en

inspanning). Pada dasarnya transaksi terapetik ini bertumpu pada dua macam hak asasi

yang merupakan hak dasar manusia, yaitu:

1) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri (the right to self-determination).

2) Hak atas informasi (the right of information).

Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman menyatakan bahwa kita harus menghormati

martabat manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan

14

pada dirinya. Manusia adalah pusat kemandirian, persona yang memiliki harkat intrinsik

dan karena itu harus dihormati sebagai tujuan pada dirinya.

Kant memperkenalkan suatu golden rule atau kaidah emas sebagai landasan etika, yang

dapat membantu implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

“One of the most popular rules or principles people put forth when asked what they base

their ethics on is the Golden Rule, or what Kant called the reversibility criterion. It can

be stated many ways, but the usual way is, ‘Do unto others as you would have them do

unto you.’.”

Kaidah emas ini menyatakan agar seseorang melakukan suatu tindakan seperti apa yang

diharapkannya dilakukan orang lain bagi dirinya. Kaidah dapat digunakan apabila kita

mengalami kebimbangan dan kebingungan tentang apa yang harus dilakukan dalam

situasi tertentu. Meski demikian, kaidah emas tidak secara nyata memberikan panduan

tentang hal yang harus kita lakukan, namun memberikan bantuan untuk memilih hal

yang terbaik yang dapat kita berikan.

Titik tolak pemikiran Kant adalah kehendak baik. Maksudnya adalah kehendak yang

mau melakukan apa yang menjadi kewajibannya, murni demi kewajiban itu sendiri,

bukan karena mencari nama baik, keuntungan atau sekedar mengikuti perasaannya.

Etika medik mengenal 4 (empat) prinsip dasar. Di Indonesia, dalam Mukadimah Kode

Etik Kedokteran Indonesia disebutkan bahwa etik profesional mengutamakan penderita

dan memuat prinsip-prinsip beneficence, non maleficence, autonomy dan justice, yaitu :

“Respect for the individual autonomy of each patient as a decision maker.” 15

Maksudnya adalah autonomy merupakan suatu bentuk kebebasan bertindak dan

mengambil keputusan, dan dokter wajib melakukan beneficence atau berbuat baik

terhadap keputusan pasien, non-maleficence dokter diwajibkan melakukan yang terbaik

terhabap pasiennya termasuk tidak merugikan, serta memperlakukan pasien sesuai

dengan porsinya sesuai dengan justice atau keadilan.

Pelanggaran etik kedokteran dipergunakan untuk menyebut kelakuan yang tidak sesuai

dengan mutu profesional yang tinggi, kebiasaan dan cara-cara yang lazim digunakan.

Melanggar etik kedokteran berarti juga melanggar prinsip-prinsip moral, nilai-nilai dan

kewajiban yang menuntut diambilnya tindakan-tindakan berupa teguran, skorsing atau

dikeluarkan dari keanggotaan (profesi).

Pada dasarnya etika dan hukum beranjak dari landasan yang sama, yaitu moral.

Pelanggaran terhadap norma dan nilai etik juga dianggap pelanggaran terhadap norma

15

dan nilai hukum. Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama, demi ketertiban umum

dalam masyarakat. Beberapa contoh bidang etik yang menjadi kasus hokum, yaitu over

utilization, under treatment, tidak menerima pasin dalam keadaan terminal, abortus,

penghentian alat bantu napas, bayi tabung dan lain-lain.

16

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah transplantasi organ :

Menurut segi hukum

Tranplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai tindakan mulia dalam upaya

menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun tindakan ini melawan hokum pidana,

yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya alas an pengecualian hukuman, atau

paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,

dan dapat dibenarkan (Hanafiahdan Amir, 1999).

Menurut segi etik

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan

fungsi salahsatu organ tubuhnya. Tindakan ini wajib dilakukan apabila ada indikasi,

berdasarkan beberapa pasal dalam KODEKI yaitu pasal 2, pasal 7D, dan pasal 11

(Hanafiahdan Amir, 1999).

Menurut kaidah bioetika dan humaniora

Bioetik transplantasi organ manusia diatur dalam medical ethic, yang lebih mengarah pada

aturan suatu organisasi profesi, yaitu kode etik kedokteran, yang mengatur hubungan dokter-

pasien-keluarga pasien (Rotgers, 2007).

Pada transplantasi organ akan terlibat dokter, donor dengan keluarganya dan resepien dengan

keluarganya. Ada suatu prosedur yang harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam

transplantasi organ. Boleh dilakukan, asalkan sesuai dengan indikasi, sebagai jalan terakhir,

ada persetujuan, dan agama Islam mensyaratkan bahwa organ tidak boleh diperjual-belikan.

Saran untuk pembahasan ini adalah bila ingin dilakukannya transplantasi organ (ginjal),

selain dilihat dari aspek bioetik / humaniora, aspek hukum dan agama juga harus

diperhatikan.

17

Demikian makalah yang telah kami buat, kami harapkan adanya kritik maupun saran yang

dapat membangun kemampuan kami kedepannya baik dalam segi bahan yang akan

disampaikan, referensi, maupun cara penyampaian.

18

DAFTAR PUSTAKA

Research, dalam The First Myanmar Academy of Medical Science Oration. Myanmar. 2001.

Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohrdjo. Jakarta. 2001.

Susalit, Endang. 2007. Transplantasi Ginjal dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,

Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Tu, U.M. Humanism and Ethics in Medical Practice, Health Service, Medical Education and Medical

Hanafiah, M. Jusuf. Amir, Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.