ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

20
1 Universitas Indonesia ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT (REPO) SEBAGAI ALTERNATIF PENDANAAN BANK UNTUK MEMENUHI LIKUIDITASNYA DENGAN SKEMA MINI MASTER REPURCHASE AGREEMENT (MINI MRA) Aljefri Febrizarli, Aad Rusyad Nurdin, Wenny Setiawati Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424 E-mail: [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai Transaksi Repo Antar Bank seiring dengan diresmikannya Mini Master Repurchase Agreement (Mini MRA) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia sebagai payung hukum bagi para pelaku Transaksi Repo Antar Bank di Indonesia. Bank yang mengalami kesulitan likuiditas wajib mencari pendaan terlebih dahulu di Pasar Uang sebelum Bank Indonesia menajalankan fungsinya sebagai the lender of last resort. Sebelum dikeluarkannya Mini MRA, Pasar Uang Antar Bank (PUAB) merupakan sumber pendanaan yang paling dominan. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan. Dalam tahap pengelohan data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Transaksi PUAB bersifat uncollateralized karena tidak adanya jaminan yang diberikan oleh bank yang membutuhkan uang terhadap bank yang memberikan pinjaman. Transaksi PUAB yang bersifat uncollateralized cenderung rentan terhadap shock yang dapat dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian risiko kredit, sedangkan transaksi Repo bersifat lebih aman karena adanya jaminan berupa surat berharga atau dengan kata lain transaksi Repo ini bersifat collateralized. Transaksi Repo yang bersifat collateralized dapat memitigasi permasalahan default risk & counterparty risk serta memitigasi risiko kredit. LEGAL ASPECTS OF REPURCHASE AGREEMENT TRANSACTIONS (REPO) AS AN ALTERNATIVE FOR BANK FUNDING UNDER MINI MASTER REPURCHASE AGREEMENT (MINI MRA) Abstract This thesis discusses the Interbank Repo Transaction under Mini Master Repurchase Agreement (Mini MRA) facilitated by Bank Indonesia (Indonesian Central Bank) as the legal basis for Interbank Repo Transactions stakeholders in Indonesia. Before Bank Indonesia perform its function as the lender of last resort, banks having liquidity problems is obliged to find fresh money in the money market. Prior to the enactment of Mini MRA scheme, Interbank Money Market (Pasar Uang Antar Bank - PUAB) is the most dominant source of bank funding. This study uses data obtained through the collection of primary data in the form of interviews with sources and secondary data collection form library research. In the data processing stage, the method used is descriptive analysis. From this study it was found that the interbank transaction is an unsecured transaction since no securities are provided by the debtor bank to the lender bank. Given these facts, the unsecured interbank transactions tend to be vulnerable to shocks which are triggered by the increasing of credit risk uncertainty, while the Repo transaction is more secure since it is equipped by securities. The secured Repo transactions may mitigate the problems of default and counterparty risk as well as credit risk. Keywords : Liquidity, Repurchase Agreement, Mini Master Repurchase Agreement Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Transcript of ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

Page 1: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

1

Universitas Indonesia

ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT (REPO)

SEBAGAI ALTERNATIF PENDANAAN BANK UNTUK MEMENUHI

LIKUIDITASNYA DENGAN SKEMA MINI MASTER REPURCHASE

AGREEMENT (MINI MRA)

Aljefri Febrizarli, Aad Rusyad Nurdin, Wenny Setiawati

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424

E-mail: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai Transaksi Repo Antar Bank seiring dengan diresmikannya Mini Master Repurchase

Agreement (Mini MRA) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia sebagai payung hukum bagi para pelaku Transaksi

Repo Antar Bank di Indonesia. Bank yang mengalami kesulitan likuiditas wajib mencari pendaan terlebih dahulu di

Pasar Uang sebelum Bank Indonesia menajalankan fungsinya sebagai the lender of last resort. Sebelum

dikeluarkannya Mini MRA, Pasar Uang Antar Bank (PUAB) merupakan sumber pendanaan yang paling dominan.

Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data primer berupa wawancara dengan

narasumber dan pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan. Dalam tahap pengelohan data, metode

yang digunakan adalah deskriptif analitis. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Transaksi PUAB bersifat

uncollateralized karena tidak adanya jaminan yang diberikan oleh bank yang membutuhkan uang terhadap bank

yang memberikan pinjaman. Transaksi PUAB yang bersifat uncollateralized cenderung rentan terhadap shock yang

dapat dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian risiko kredit, sedangkan transaksi Repo bersifat lebih aman karena

adanya jaminan berupa surat berharga atau dengan kata lain transaksi Repo ini bersifat collateralized. Transaksi

Repo yang bersifat collateralized dapat memitigasi permasalahan default risk & counterparty risk serta memitigasi

risiko kredit.

LEGAL ASPECTS OF REPURCHASE AGREEMENT TRANSACTIONS (REPO) AS AN

ALTERNATIVE FOR BANK FUNDING UNDER MINI MASTER REPURCHASE

AGREEMENT (MINI MRA)

Abstract

This thesis discusses the Interbank Repo Transaction under Mini Master Repurchase Agreement (Mini MRA)

facilitated by Bank Indonesia (Indonesian Central Bank) as the legal basis for Interbank Repo Transactions

stakeholders in Indonesia. Before Bank Indonesia perform its function as the lender of last resort, banks having

liquidity problems is obliged to find fresh money in the money market. Prior to the enactment of Mini MRA scheme,

Interbank Money Market (Pasar Uang Antar Bank - PUAB) is the most dominant source of bank funding. This

study uses data obtained through the collection of primary data in the form of interviews with sources and secondary

data collection form library research. In the data processing stage, the method used is descriptive analysis. From this

study it was found that the interbank transaction is an unsecured transaction since no securities are provided by the

debtor bank to the lender bank. Given these facts, the unsecured interbank transactions tend to be vulnerable to

shocks which are triggered by the increasing of credit risk uncertainty, while the Repo transaction is more secure

since it is equipped by securities. The secured Repo transactions may mitigate the problems of default and

counterparty risk as well as credit risk.

Keywords : Liquidity, Repurchase Agreement, Mini Master Repurchase Agreement

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 2: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

2

Universitas Indonesia

Pendahuluan

Lembaga perbankan merupakan inti sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga

keuangan yang menjadi tempat bagi orang perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan

usaha milik negara, bahkan lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.1

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan bank

sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa bank

berfungsi sebagai “financial intermediary” dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan

dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.2 Dalam hal

ini bank memiliki fungsi strategis dalam perekonomian negara. Kegiatan penghimpun dan

penyaluran dana ini berjalan seiring, artinya apabila dana yang dihimpun kurang maka dana yang

akan disalurkan juga kurang. Jadi, tersedia atau tidak tersedianya dana melalui perbankan akan

mempengaruhi pembangunan, dengan tidak tersedianya dana akan menyebabkan turunnya

produktivitas masyarakat yang tidak memiliki kecukupan modal. Hal ini memperlihatkan

peranan penting perbankan dalam perekonomian suatu negara.3

Dalam pengelolaan dananya, setiap hari bank menghadapi salah satu dari tiga keadaan,

seperti posisi seimbang (square) yatu kebutuhan dana sama dengan dana yang tersedia, posisi

lebih (long) yaitu persedian dana lebih besar dari kebutuhan, atau posisi kekurangan dana (short)

yaitu kebutuhan lebih besar daripada persedian dana. Bagi bank yang mengalami posisi

seimbang, tidak ada masalah yang dihadapi sedangkan bagi bank yang mengalami posisi kurang

atau lebih, bank yang bersangkutan dapat memanfaatkan pasar uang yang menawarkan dananya

bagi yang kelebihan dana dan untuk mendapatkan dana bagi yang kekurangan. 4 Persoalan

1 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Cet-6, Jakarta: Kencana Prenada Media Group),

hlm. 7, 2011. 2 Rachmadi Usman, “Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia”, (Cet-2, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama), hlm. 59, 2003. 3 Santri Satria, “Aspek Hukum Pelepasan Kepemilikan Saham Lembaga Penjamin Simpanan atas PT. Bank

Mutiara, Tbk sebagai Akhir Penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik”, (Depok, Universitas Indonesia, Skripsi

2012), hlm 1.

4 Prayekti Murharjanti, “Tinjauan Yuridis Keberadaan Pasar Uang Antar Bank Di Indonesia”, (Depok:

Universitas Indonesia, Skripsi, 1998), hlm 29.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 3: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

3

Universitas Indonesia

likuiditas bagi bank adalah persoalan yang amat penting dan berkaitan erat dengan kepercayaan

masyarakat, nasabah dan pemerintah. Keteledoran bank dalam menjaga posisi likuiditas atau

kesengajaan membiarkan posisi likuiditas berada dibawah ketentuan minimum, akan

menyulitkan Bank itu sendiri karena secara berangsur-angsur, posisi dana-dana tunai yang harus

dikuasai Bank akan semakin menipis.5

Terhadap bank yang mengalami kesulitan likuiditas, BI akan menjalankan fungsinya

sebagaia lender of last resort. Mengenai fungsi BI sebagai pemberi fasilitas lender of last resort

ini dapat kita temukan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 yang diubah oleh

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang ditetapkan sebagai

Undang-Undang oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UUBI) yang mengatakan bahwa:6

1. Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk

mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.

2. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan

agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau

pembiayaan yang diterimanya.

3. Pelaksanaan ketentuan diatas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

4. Dalam hal suatu Bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan

berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank

Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya

menjadi beban Pemerintah.

5. Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank

yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber

pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dalam

undang-undang tersendiri.

5 Sinungan, “Manajemen Dana Bank”, (Cet-1, Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 75.

6 Indonesia, “Undang-Undang tentang Bank Indonesia”, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, LN No 66

Tahun 1999, TLN No. 3843 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, LN No. 7 Tahun 2004, TLN No. 4357, Jis.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, LN No. 7 tahun 2009, TLN No. 4901. Pasal 11.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 4: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

4

Universitas Indonesia

Fasilitas lender of last resort yang diberikan bank sentral kepada bank, baik untuk situasi

normal maupun untuk penanganan krisis, secara umum dapat dikategorikan kedalam beberapa

jenis yakni:7

a. Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) untuk mengatasi kekurangan likuiditas (liquidity

mismatch) akibat kesenjangan antara arus dana masuk dan arus dana keluar.

Pemberian fasilitas ini kepada Bank ditujukan untuk memperlancar operasi sistem

pembayaran dengan didukung agunan likuid dan bernilai tinggi kepada Bank

Indonesia

Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas

Intrahari Bagi Bank Umum (PBI No 10/29/PBI/2008) mengatakan bahwa Bank dapat

menggunakan FLI jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa SBI

dan/atau SUN;

- tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta BI-RTGS

dan/atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan

- berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS.

b. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) diberikan kepada Bank yang mengalami

kesulitan pendanaan jangka pendek. Pemberian FPJP harus didukung dengan agunan

yang berkualitas tinggi yang nilainya memadai.

Bank yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dapat mengajukan

permohonan untuk memperoleh FPJP apabila memiliki rasio kewajiban penyediaan

modal minimum paling rendah 8% (delapan persen) dan memenuhi modal sesuai

dengan profil risiko Bank. Bank mengajukan plafon FPJP berdasarkan perkiraan

jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan Bank memenuhi GWM sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Pencairan FPJP dilakukan sebesar kebutuhan Bank untuk

memenuhi kewajiban GWM.8 FPJP wajib dijamin oleh Bank dengan agunan yang

7 PBI No. 10/31/PBI/2008, Op.Cit. Penjelasan Umum.

8 Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum”,

PBI No 14/16/PBI/2012, LN No 259 Tahun 2012, TLN No. 5367. Pasal 2.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 5: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

5

Universitas Indonesia

berkualitas tinggi dengan nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia

ini.9 Agunan yang berkualitas tinggi berupa surat berharga dan/atau Aset Kredit.

10

c. Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) kepada Bank yang mengalami kesulitan

likuiditas, tetapi masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan BI, serta

berdampak sistemik yang pemberiannya didasarkan pada keputusan Komite Stabilitas

Sistem Keuangan (KSSK).

FPD diberikan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Bank yang memiliki

DampakSistemik baik dalam rangka Pencegahan Krisis maupun Penanganan Krisis.11

Persyaratan pemberian FPD adalah Bank mengalami Kesulitan Likuiditas yang

memiliki Dampak Sistemik, Bank memiliki rasio kewajiban penyediaan modal

minimum (KPMM) positif dan Bank memiliki aset yang dapat dijadikan agunan.12

Namun sebelum BI melaksanakan fungsi tersebut, untuk menutup kesulitan likuiditas,

pada dasarnya Bank pertama-tama harus mengupayakan dana di pasar uang dengan

menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia. Sebagaimana telah diketahui, pasar

uang adalah pasar yang menyediakan sarana pinjam-meminjam dana jangka pendek. Fungsi

pasar uang adalah mengalokasikan dana secara lebih efisien dari pihak yang kelebihan dana

kepada pihak yang kekuarangan sehingga terjadi keseimbangan antara penawaran dan

permintaan dana.13

Transaksi PUAB dapat dikatakan juga sebagai transaksi yang bersifat

uncollateralized karena tidak adanya jaminan yang diberikan oleh bank yang membutuhkan uang

terhadap bank yang memberikan pinjaman. Padahal transaksi yang bersifat uncollateralized

cenderung rentan terhadap shock yang dapat dipicu oleh meinngkatnya ketidakpastian risiko

kredit. Dalam kondisi demikian, volume transaksi PUAB dapat merosot drastis hingga lebih dari

separuh volume normal dan memerlukan waktu yang lama (2-4 bulan) untuk kembali pulih.14

9Ibid., Pasal 3.

10Ibid., Pasal 4.

11PBI No 10/31/PBI/2008, Pasal 2.

12Ibid., Pasal 5 ayat (2).

13 Prayekti Murharjanti, Op.Cit., hlm. 30-31.

14 Disarikan oleh Penulis berdasarkan wawancara dengan Shintawati Elizabet dan Ryan Rizaldy, Grup

Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter, Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 6: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

6

Universitas Indonesia

Untuk mengatasi kesulitan likuiditas tersebut terdapat alternatif pendaaan yang dapat

dilakukan, yaitu melalui transaksi repurchase agreement (Repo). Bentuk Transaksi Repo yang

dilakukan adalah dengan mengadakan perjanjian Mini Master Repurchase Agreement (Mini

MRA). Perjanjian Mini MRA ini menjadi dasar hukum untuk melakukan transaksi Repo, dalam

rangka mengurangi ketatnya likuiditas rupiah di pasar uang.15

Dengan adanya Mini MRA ini,

bank dapat menggunakan transaksi Repo, yang sifatnya "secured" sebagai alternatif terhadap

PUAB, yang sifatnya "unsecured", untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Dalam transaksi

Repo, bank peminjam akan menyerahkan surat berharga yang dapat berupa Surat Berharga

Negara (SBN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), atau Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI)

kepada bank pemberi pinjaman selama kontrak berlangsung sebagai jaminan (underlying) untuk

dana yang diterima, sehingga membantu bank melakukan mitigasi risiko kredit.16

Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan: (i) Bagaimanakah pengaturan

transaksi Repo Antar Bank di Indonesia? (ii) Bagaimanakah implementasi skema Mini Master

Repurchase Agreement (Mini MRA) dalam transaksi Repo Antar Bank? (iii) Apakah transaksi

Repo dengan skema Mini MRA dapat menjadi alternatif pendanaan bank untuk memenuhi

likuiditasnya?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (i) mengetahui pengaturan transaksi Repo

Antar Bank di Indonesia, (ii) mengetahui implementasi skema Mini Master Repurchase

Agreement (Mini MRA) dalam transaksi Repo Antar Bank, dan (iii) mengetahui apakah

transaksi Repo dengan skema Mini MRA dapat menjadi alternatif pendanaan bank untuk

memenuhi likuiditasnya.

Tinjauan Teoritis

Dalam tulisan ini, penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan

sebagai berikut:

1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang yang berlaku.17

2. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang wesel, saham, obligasi, sekuritias

kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari

15

Ibid. 16

Ibid. 17

UU Perbankan, Pasal 1 angka 20.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 7: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

7

Universitas Indonesia

penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar

uang.18

3. Bank Koresponden adalah bank pemelihara rekening giro, dalam rangka pembayaran

dan/atau penerimaan dana ke atau dari Bank, counterparty dan kustodian.19

4. Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh

Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter.20

5. Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-

SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya,

dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara

peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia–Real Time Gross Settlement.21

6. Sistem Bank Indonesia–Real Time Gross Settlement yang selanjutnyadisebut Sistem

BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS

dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi

secara individual.22

.Metode Penelitian

Penelitian mengenai Aspek Hukum Transaksi Repurchase Agreement (Repo) sebagai

Alternatif Pendanaan bagi Bank untuk Memenuhi Likuiditas Rupiahnya dengan Skema Mini

Master Repurchase Agreement (Mini MRA) ini merupakan penelitian yuridis-normatif, atau

lebih dikenal dengan penelitian hukum kepustakaan23

. Penelitian yuridis-normatif mengacu

kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat, atau yang menyangkut

kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Penelitian ini akan dibahas dengan mengaitkan

pembahasannya dengan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan di bidang hukum

perbankan, dengan juga memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam dunia bisnis.

18

Ibid., Pasal 1 angka 10. 19

Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan terhadap

Surat Berharga Rupiah Bank Kepada Bank Indonesia”, LN No. 61 Tahun 2010, TLN No. 5127. Pasal 1 angka 8. 20

Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter”, PBI No 12/11/PBI/2010, LN No. 84

Tahun 2010. Pasal 1 angka 3. 21

Ibid., Pasal 1 angka 11. 22

Ibid., Pasal 1 angka 12. 23

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Normatif-Suatu Tinjuan Singkat,” (Jakarta: PT. Raha

Grafindo Persada, 1994), hlm 13.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 8: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

8

Universitas Indonesia

Tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan

atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala.24

Dalam penelitian ini, data yang akan digunakan terutama adalah data sekunder yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum terseier. Selain

memperoleh data melalui penelitian kepustakaan yang didapat melalui pengumpulan data

sekunder, penelitian ini juga menggunakan data primer yakni data yang diperoleh langsung dari

masyarakat, berupa wawancara dengan narasumber terkait yang bertujuan untuk menunjang

studi kepustakaan yang telah dilakukan. Data primer yang digunakan penulis didapat dari hasil

wawancara dengan narasumber yang mengerti dan menguasai mengenai permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini.

Bahan hukum primer, terdiri dari bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari

norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang

tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari zaman penjajahan.25

Khusus

untuk penelitian ini, bahan hukum primer yang akan digunakan antara lain:

1. Undang-Undang Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, LN. No.

31 Tahun 1992, TLN. No. 3472. Juncto Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, LN.

No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790.

2. Undang-Undang Tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, LN

No 66 Tahun 1999, TLN No. 3843 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, LN No.

7 Tahun 2004, TLN No. 4357, Jis. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, LN No. 7

tahun 2009, TLN No. 4901.

3. Undang-Undang Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. LN No.

64, Tahun 1995, TLN. No. 3608.

4. Berbagai Peraturan Bank Indonesia yang terkait.

5. Berbagai Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang

terkait.

24

Sri Mamudji, et-al, “Metode Peneleitian dan Penulisan Hukum”, (Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Hukum

Indonesia, 2005), hlm. 4. 25

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, cet-3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2008),

hlm. 52.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 9: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

9

Universitas Indonesia

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari

kalangan hukum dan sebagainya.26

Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan

adalah buku-buku yang membahas mengenai hukum perbankan, hukum pasar modal, dan

sebagainya. Bahan hukum tersier yang digunakan penulis, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

ensiklopedia, dan sebagainya.27

Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang akan digunakan

adalah Black’s Law Dictionary, 9th

Edition dan beberapa abstrak yang berkaitan dengan

penelitian ini. Selain itu penulis juga melakukan wawancara kepada BI untuk melengkapi

penulisan skripsi ini.

Penelitian ini disebut sebagai penelitian yang bersifat deskriptif analitis karena bertujuan

untuk mendeskripsikan Aspek Hukum Transaksi Repurchase Agreement (Repo) sebagai

Alternatif Pendanaan bagi Bank untuk Memenuhi Likuiditas Rupiahnya dengan Skema Mini

Master Repurchase Agreement (Mini MRA).

Adapun analisis dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu analisis data yang dilakukan

berdasarkan kaulitas data untuk memperoleh gambaran permasalahan secara dalam dan

komprehensif.

Dari sifatnya, penelitian yang Penulis lakukan bersifat eksplanatoris (menjelajah), karena

penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala, dan

penelitian ini bersifat mempertegas hipotesa yang ada.28

Dari bentuknya, penelitian yang Penulis

lakukan merupakan penelitian evaluatif, karena Penulis akan memaparkan serta memberikan

penilaian atas kegiatan atau program yang telah dilaksanakan.29

Dari tujuannya, penelitian yang

Penulis lakukan merupakan penelitian problem finding, karena tujuan penelitian ini adalah untuk

menemukan permasalahan sebagai akibat dari suatu kegiatan.30

Dari ilmu yang digunakan,

26

Ibid., hlm. 52. 27

Ibid., hlm. 52. 28

Sri Mamudji, et-all, “Metode Penelitian dan Penulisan Hukum”, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas hukum

Universitas Indonesia, 2005), hlm 4. 29

Ibid. 30

Ibid., hlm 5.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 10: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

10

Universitas Indonesia

penelitian ini merupakan penelitian monodisipliner, karena penelitian ini didasarkan pada satu

disiplin ilmu.31

Pembahasan

Transaksi Repurchase Agreement (Repo) adalah transaksi penjualan instrumen surat

berharga antara dua pihak yang diikuti perjanjian untuk membeli kembali surat berharga tersebut

pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari dengan harga tertentu yang telah

disepakati.32

Di Indonesia jenis transaksi repo dikenal 2 macam yaitu33

:

1. Classic Repo

Dalam transaksi ini, kepemilikan terhadap surat berharga tidak berubah. Sehingga

peminjam tetap menjadi pemilik dari surat berharga yang bersangkutan, sedangkan si

pemberi pinjaman tidak dapat menggunakan surat berharga yang dimaksud selain

daripada menyimpannya sebagai jaminan oleh karena ia bukanlah pemilik daripada surat

berharga tersebut. Apabila dalam masa transaksi Repo ada pembayaran kupon, maka hak

penerimaan kupon tersebut akan diberikan kepada si peminjam selaku pemilik dari surat

berharga yang dimaksud.

2. Sell/Buy Back Repo

Transaksi Repo ini dilakukan dengan dasar perpindahan kepemilikan surat

berharga.dengan demikian dalam hal si peminjam telah menjual surat berharga kepada si

pemberi pinjaman untuk kemudian dibeli kembali olehnya pada suatu waktu tertentu,

maka kepemilikan surat berharga telah beralih kepada pemberi pinjaman pada saat

transaksi penjualan surat berharga. Apabila selama transaksi Repo berlangsung terdapat

pembayaran kupon atas surat berharga maka hak atas penerimaan kupon tersebut

diberikan kepada si pemberi pinjaman selaku pemilik dari surat berharga.

Ada 3 (tiga) macam jatuh tempo Transaksi Repo:34

(i) Overnight Rep, merupakan salah

satu jenis transaksi Repo dimana jatuh tempo dalam satu hari, (ii) Term Repo, merupakan

salah satu jenis transaksi Repo dimana jatuh tempo dalam kurun waktu tertentu, (iii)

31

Ibid. 32

Wills Thomas, “Repurchase Agreement Accounting Update”, http://search.proquest.com

/docview/215047977/A4E50F4A95B843FEPQ/2?accountid=17242, (29 September 2014, 21.00 WIB). 33

Ibid., hlm. 59-60. 34

Dian Purnamasari, Op.Cit., hlm. 80.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 11: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

11

Universitas Indonesia

Open Repo, merupakan salah satu jenis transaksi repo yang tidak ditentukan jatuh

temponya.

Sebelum dikeluarkannya Mini MRA, para pihak yang ingin melakukan transaksi repo

membuat perjanjian secara bilateral (dua pihak) yang nantinya digunakan sebagai payung

hukum. BI hanya mengatur transaksi repo sebagai fasilitas intrahari bagi bank yang mengalami

kesulitan likuiditas. Sedangkan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(Bapepam-LK) sebelum dilebur menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) hanya mengatur

ketentuan transaksi repo yang berlaku bagi emiten di pasar modal. Memang pada tahun 2005

MRA telah resmi keluar namun ketentuan yang diatur dalam MRA tidak sesuai dengan common

practice transaksi repo yang telah berlaku. Apalagi terdapat stigma negative bahwa pihak yang

melakukan transaksi repo adalah pihak yang sudah tidak mendapat akses pinjaman melalui

PUAB hingga mendapat penilaian sebagai counterparty yang berisiko.

Mini MRA merupakan suatu perjanjian strandar yang disusun berdasarkan kesepakatan

para bank di Indonesia untuk menggunakan transaksi Repo secara menyeluruh di Indonesia yang

difasilitasi oleh BI. Bank-bank di Indonesia yang ingin melakukan transaksi Repo dapat secara

sukarela untuk mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Mini MRA. Mini MRA muncul

karena belum adanya kesamaan pengaturan mengenai bagaimana tatacara transaksi repo

dilakukan. Sebagian besar transaksi Repo masih menggunakan perjanjian bilateral yang sangat

bervariasi, sementara GMRA Indonesia Annex yang mencakup transaksi repo secara luas masih

dalam proses penyusunan oleh OJK.35

Disebut Mini MRA karena peserta yang boleh ikut dalam

transaksi repo ini hanya terbatas bagi bank-bank saja dan jenis surat berharga yang boleh

digunakan hanya terbatas terhadap Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Negara

(SBN) dan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI). Mekanisme atau proses transaksi Repo

antar Bank menurut ketentuan Mini MRA adalah:

1. Konfirmasi36

35

Disarikan oleh Penulis berdasarkan wawancara dengan Shintawati Elizabet dan Ryan Rizaldy, Grup

Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter, Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia. 36

Pasal 3 Mini MRA.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 12: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

12

Universitas Indonesia

Para Pihak yang ingin melakukan suatu transaksi Repo dapat disepakati secara lisan

maupun secara tulisan. Selanjutnya kesepakatan tersebut harus dituangkan secara

tertulis dalam suatu Konfirmasi Transaksi Penjualan dan Pembelian Kembali Surat

Berharga.

2. Setelmen Penjualan Surat Berharga (1st Leg)

37

Pembeli membeli Surat Berharga pada Tanggal Setelman Penjualan sebesar Nilai

Transaksi Penjualan Surat Berharga. Pembeli wajib menyediakan dana sebesar Nilai

Transaksi Penjualan Surat Berharga di rekening giro Pembeli yang terdapat di BI.

Penjual kemudian menjual Surat Berharga pada Tanggal Setelmen Penjualan sebesar

nilai Transaksi Penjualan Surat Berharga. Penjual wajib menyediakan Surat Berharga

sesuai dengan nominal, jenis dan seri yang disepakati di rekening Surat Berharga

Penjual yang terdapat di Bank Indonesia.

Setelmen penjualan Surat Berharga (1st leg) dilakukan melalui BI-RTGS dan BI-

SSSS dengan mekanisme delivery versus payment dan menyatakan berhasil apabila

BI-SSSS telah memberikan konfirmasi status transaksi berhasil kepada masing-

masing pihak.

Setelmen Transaksi Repo hanya dapat dilaksanakan pada Hari Kerja. Jika suatu

kewajiban pembayaran atau penyerahan Surat Berharga sebagaimana ditentukan

dlaam Transaksi Repo jatuh pada hari libur, maka pemenuhan kewajiban pembayaran

atau penyerahan Surat Berharga tersebut dilakukan pada Hari Kerja berikutnya tanpa

memperhitungkan tambahan bunga repo untuk hari libur dimaksud.

3. Setelmen Pembelian Kembali Surat Berharga (2nd

Leg)38

Dalam proses ini Pembeli menjual kembali Surat Berharga pada tanggal pada

Tanggal Setelmen Pembelian sebesar Nilai Pembelian Kembali Surat Berharga.

Pembeli wajib menyediakan Surat Berharga sesuai dengan nominal, jenis dan seri

yang disepakati di rekening Surat Berharga Pembeli yang terdapat di BI. Kemudian

Penjual membeli kembali Surat Berharga pada Tanggal Setelmen Pembelian Kembali

sebesar nilai Nilai Transaksi Pembelian Kembali Surat Berharga di rekening giro

Penjual yang terdapat di BI.

37

Ibid., Pasal 4. 38

Ibid., Pasal 5.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 13: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

13

Universitas Indonesia

Setelmen pembelian kembali Surat Berharga (2nd

leg) dilakukan melalui BI-RTGS

dan BI-SSSS dengan mekanisme DVB dan dinyatakan berhasil apabila BI-SSSS telah

memberikan konfirmasi status transaksi berhasil kepada masing-masing pihak.

Mini MRA mengatur beberapa ketentuan yang digunakan untuk melindungi para pihak

yaitu:

1. Kewajiban Top Up

Apabila Harga Pasar Surat Berharga mengalami penurunan harga sebesar lebih dari 10%

(sepuluh persen) dari harga pasar pada Tanggal Transaksi dan tidak menunjukkan

kenaikan harga lagi selama 3 (tiga) hari kerja berturut-turut atau lebih, maka pihak

Pembeli dapat memberitahukan secara resmi kepada pihak Penjual, selanjutnya pihak

Penjual wajib melakukan penyetoran dana atau surat berharga kepada pihak Pembeli

sebesar selisih antara Nilai Pasar Surat Berharga pada saat tanggal setelmen pembelian

(1st leg) dengan Nilai Pasar Surat Berharga saat top up dilakukan setelah pemberitahuan

resmi diterima. Dalam hal Penjual tidak melakukan penambahan dana atau surat berharga

tersebut dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak pemberitahuan penurunan

Harga Surat Berharga, maka transaksi Repo diperlakukan sebagai transaksi jual putus

(outright) terhitung mulai akhir hari kelima setelah pemberitahuan dimaksud.39

2. Kegagalan Transaksi Repo

Dalam hal pada tanggal Setelmen Pembelian Kembali jumlah dana dalam rekening giro

atas nama Penjual atau Surat Berharga dalam BI-SSSS atas nama Pembeli tidak

mencukupi sehingga tidak dapat dilakukan pemindahbukuan dana (setelmen dana) atau

Surat Berharga (setelmen Surat Berharga) di BI, maka Para Pihak setuju menganggap

transaksi Repo sebagai transaksi jual putus (outright), sehingga pihak Pembeli

mempunyai hak milik sepenuhnya atas Surat Berharga tersebut.

Pelaksanaan transaksi outright terhitung pada Tanggal Setelmen Pembelian Kembali

dengan memperhitungkan nilai transaksi outright sebagai berikut:

39

Ibid., Pasal 7.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 14: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

14

Universitas Indonesia

a. Hak dan Kewajiban transaksi Para Pihak tetap diperhitungkan, yakni bunga repo,

kupon, setoran top up dan selisih harga yang disebabkan penurunan/kenaikan

harga Surat Berharga yang direpokan pada hari kegagalan.

b. Pihak yang gagal menyelesaikan setelmen pembelian kembali wajib membayar

sanksi sebesar 0,1 % dari Nilai Transaksi Pembelian Kembali (2nd

leg).

c. Setelmen dana atas kelebihan atau kekurangan atas transaksi outright ditambah

sanksi butir b diatas dilakukan paing lambat pada 1 hari kerja setelah kegagalan

setelmen repo 2nd

leg.

d. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran didalam butir c diatas, maka

dikenakan sanksi keterlambatan membayar sebesar ((nilai kewajiban + sanksi) x

tingkat suku bunga JIBOR overnight)/360 per hari ditambah biaya administrasi

sebesar Rp 500.000,00.

Sanksi tersebut diatas tidak berlaku untuk kondisi keadaan memaksa (force majeur).40

3. Early Termination

Salah satu pihak dapat mengajukan early termination atas transaksi Repo secara tertulis

yang wajib disetujui oleh pihak lainnya, apabila terdapat salah satu di antara kondisi

berikut yang dialami oleh salah satu pihak sebagaimana diumumkan dalam laporan

publikasi di website BI:

a. Rasio Kewajiaban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) kurang dari 8%;

b. Rasio Giro Wajib Minimu (GWM) dalam rupiah kurang dari 5%;

c. Rasio Non Performing Loan (NPL) Net diatas 5 %

sehingga salah satu pihak dianggap berpotensi tidak dapat menyelesaikan setelmen

pembelian kembali.

Dalam hal terjadi early termination, transaksi Repo diperlakukan sebagai transaksi jual

putus (outright) dan pihak yang mengajukan early termination wajib membayar sanksi

sebesar 0,1 % dari Nilai Transaksi Pembelian Kembali (2nd

leg).41

40

Ibid., Pasal 8. 41

Ibid., Pasal 9.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 15: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

15

Universitas Indonesia

4. Pengawasan Transaksi Repo Antar Bank

Sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (2) UU OJK, sejak tanggal 31 Desember 2013,

fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di

sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK. OJK sendiri merupakan lembaga baru yang

dibentuk berdasarkan UU OJK yang merupakan amanat dari pasal 34 ayat (1) dan ayat

(2) Undang-undang No. 6 Tahun 2009 jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 jo. Undang-

undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dikarenakan transaksi repo antar

bank ini berkaitan dengan permasalahan likuiditas perbankan maka pengawasannya

dilakukan oleh OJK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf a UU OJK. BI hanya

bertindak sebagai fasilisator, melakukan monitoring dalam bentuk volume, jumlah dan

rata-rata transaksi Repo yang dilakukan oleh bank peserta transaksi Repo Antar Bank.

Monitoring juga dilakukan dalam bentuk sosialisasi ke bank-bank yang belum mengenal

transaksi Repo Antar Bank.42

Dengan kemampuan transaksi repo menyediakan dana segar dalam jumlah besar di pasar

uang maka transaksi repo antar bank dapat dijadikan alternatif pendanaan bank untuk memenuhi

likuiditasnya. Hal ini karena transaksi Repo bersifat lebih aman karena adanya jaminan berupa

surat berharga atau dengan kata lain transaksi Repo ini bersifat collateralized. Transaksi Repo

yang bersifat collateralized dapat memitigasi permasalahan default risk & counterparty risk serta

memitigasi risiko kredit. Transaksi Repo memberikan manfaat bagi para pelaku transaksi Repo.

Penjual Repo akan mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

likuiditasnya. Sedangkan dari sisi Pembeli Repo akan merasa aman karena adanya jaminan yang

diberikan berupa surat berharga yang ketika Penerima Repo mengalami default dan tidak mampu

untuk membeli kembali surat berharga yang dijaminkan, maka Penjual Repo dapat menjual Surat

Berharga yang dijaminkan karena Transaksi Repo yang terjadi dianggap transaksi jual putus atau

outright.

Jenis perjanjian dalam transaksi Repo adalah perjanjian jual beli dengan janji membeli

kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 1523-1532 KUHPer. Namun dikarenakan objek dari

42

Disarikan oleh Penulis berdasarkan wawancara dengan Shintawati Elizabet dan Ryan Rizaldy, Grup

Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter, Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 16: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

16

Universitas Indonesia

transaksi Repo ini adalah surat berharga yang tergolong ke dalam benda bergerak tak berwujud

maka jual beli surat berharga ini dilakukan dengan cara cessie sebagaimana diatur dalam Pasal

613 KUHPer yang mengatakan bahwa:

“Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh,

dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan

hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya

bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya

secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan

dengan memberikannya penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan

memberikannya bersama endosemen surat itu”.

Dari uraian pasal diatas dikaitkan dengan transaksi Repo Antar Bank, dapat kita ambil

kesimpulan bahwa cara untuk melakukan cessie adalah dengan pertama objeknya adalah benda

bergerak tak bertubuh. Dalam hal ini objek dari transaksi Repo Antar Bank adalah surat berharga

berupa SBI, SDBI dan SBN yang termasuk kedalam benda bergerak tak bertubuh sebagaimana

diatur dalam Pasal 503 KUHPerdata43

. Kedua, penyerahannya dilakukan dengan membuat akta

otentik atau dibawah tangan. Dalam transaksi Repo Antar Bank dilakukan secara lisan maupun

secara tulisan.selanjutnya harus dituangkan secara tertulis melalui sarana BI-SSSS. Ketiga,

penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujui secara tertulis atau diakuinya. Dalam

transaksi Repo Antar Bank, proses transaksi dinyatakan berhasil dan mempunyai akibat hukum

apabila BI-SSSS telah memberikan konfirmasi status transaksi berhasil kepada masing-masing

pihak (1st Leg). Setelah dilakukannya cessie maka selanjutnya pihak yang terlibat dalam

transaksi Repo Antar Bank ini adalah melakukan retro cessie dikarenakan dalam transaksi Repo

ada perjanjian bahwa objek yang diperjuabelikan harus dijual kembali pada waktu yang

ditentukan.44

Retro cessie tidak diatur secara khusus dalam KUHPer. Para pihak yang ingin melakukan

retro cessie merujuk kepada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Retro Cessie pada awalnya

terjadi karena ketakutan dari kreditur baru apabila debitor wanprestasi. Oleh karena itu kreditor

baru dan kreditor lama membuat perjanjian yang apabila debitur wanprestasi maka pembelian

piutang yang dilakukan oleh si kreditur baru dapat dikembalikan kepada kreditur lama (kebalikan

dari cessie). Para pihak yang ingin melaksanakan retro cessie harus menyatakan secara tegas

43

Pasal 503 KUHPer mengatakan bahwa ada barang yang bertubuh, dan ada barang yang tak bertubuh. 44

Berdasarkan konfirmasi dengan bapak Aulia Gulis, Divisi Hukum Bank Nasional Indonesia dikatakan

bahwa dalam Transaksi Repo terdapat proses cessie pada 1st Leg dan retro cessie pada 2

nd Leg.

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 17: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

17

Universitas Indonesia

bahwa para pihak akan melakukan retro cessie apabila debitur wanprestasi.45

Dalam transaksi

Repo yang merupakan penjualan surat berharga dengan janji membeli kembali apada waktu dan

harga tertentu terlihat bahwa adanya retro cessie. Penjual menjual surat berharga kepada pembeli

dengan janji untuk membeli kembali surat berharga yang dijual pada waktu tertentu. Di dalam

Mini MRA peristiwa ini disebut juga dengan 2nd

Leg dimana Penjual membeli kembali surat

berharga yang telah dijual pada waktu yang telah disepakati.

Gambar 1.46

1st Leg

Cessie

2nd

Leg

Retro Cessie

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya

tentang Aspek Hukum Transaksi Repurchase Agreement (Repo) sebagai Alternatif Pendanaan

Bank untuk Memenuhi Likuiditasnya dengan skema Mini Master Repurchase Agreement (Mini

MRA), maka dalam hal ini dapat disimpulkan:

1. Pengaturan Transaksi Repo Antar Bank belum diatur secara khusus ke dalam suatu

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebelum dikeluarkannya Mini MRA,

transaksi Repo dilakukan dengan cara membuat perjanjian bilateral antara para pihak

yang ingin melakukan transaksi Repo. Hal ini menyebabkan tidak adanya kesamaan

pengaturan untuk melakukan transaksi Repo antara suatu bank dengan bank yang lain

sehingga hal ini menghambat berkembangnya transaksi Repo. Walaupun pada tahun

45

Suharnoko dan Endah Hartati, “Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie”, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.

123. 46

Disarikan oleh penulis.

Penjual

Pembeli Penjual

Pembeli

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 18: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

18

Universitas Indonesia

2005 MRA telah ada, namun transaksi Repo tidak juga berkembang karena berbagai

permasalahan yang ada dan MRA sendiri berbeda dengan GMRA yang berlaku dan

diakui secara global sehingga menyebabkan pihak asing enggan untuk melakukan

transaksi Repo. Selain itu MRA juga telah diatur dalam peraturan Bapepam-LK No

VII.G.13 namun hanya terbatas terhadap emiten yang telah listing di bursa efek dan

surat berharga yang dapat digunakan terbatas hanya terhadap SUN. BI sebelum

lahirnya UU OJK yang merupakan otoritas berwenang hanya mengatur bahwa

transaksi Repo merupakan salah satu bentuk fasilitas pendanaan intrahari yang

diberikan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas.

2. Mini MRA dijadikan acuan untuk melaksanakan transaksi Repo Antar Bank.

Implementasi Mini MRA dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan kontrak

standar dalam transaksi repo/reverse repo antarbank. Dengan Mini MRA sebagai

perjanjian standar, pelaksanaan transaksi menjadi lebih praktis karena bank peserta

hanya perlu sekali saja untuk menandatangani perjanjian. Pelaksanaan transaksi repo

selanjutnya dapat mengacu pada MRA sebagai payung hukum dalam melakukan

transaksi Mini MRA memberikan kepastian hukum karena adanya hak-hak dan

kewajiban yang harus dilakukan oleh para peserta transaksi Repo.

3. Transaksi Repo dapat dijadikan sebagai alternatif pendanaan bagi bank untuk

memenuhi likuiditasnya. Hal ini karena transaksi Repo bersifat lebih aman karena

adanya jaminan berupa surat berharga atau dengan kata lain transaksi Repo ini

bersifat collateralized. Transaksi Repo yang bersifat collateralized dapat memitigasi

permasalahan default risk & counterparty risk serta memitigasi risiko kredit. Selain

itu dengan adanya Mini MRA, bank-bank yang termasuk BUKU 1, BUKU 2, BUKU

3 dan BUKU 4 mempunyai alternatif pendanaan apabila mengalami kesulitan

likuiditas dan tidak bertumpu kepada PUAB yang bersifat uncollateralized. Transaksi

yang bersifat uncollateralized cenderung rentan terhadap shock ang dapat dipicu oleh

meningkatnya ketidakpastian risiko kredit.

Saran

Dalam pembahasan mengenai Aspek Hukum Transaksi Repurchase Agreement (Repo)

sebagai Alternatif Pendanaan Bank untuk Memenuhi Likuiditasnya dengan Skema Mini Master

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 19: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

19

Universitas Indonesia

Repurchase Agreement (Mini MRA), penulis memberikan saran bahwa Mini MRA dapat

dikatakan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bank-bank untuk melaksanakan transaksi

Repo, namun Mini MRA hanya berlaku bagi perbankan Indonesia yang secara sukarela mau

tunduk ketentuan-ketentan yang diatur dalam Mini MRA dan melihat kondisi Indonesia yang

akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN, penulis menyarankan agar otoritas yang

berwenang yang dalam hal ini adalah OJK dan BI untuk membuat suatu peraturan khusus

tentang transaksi Repo yang tidak terbatas hanya kepada bank saja dan surat berharga SBI,

SDBI, dan SBN saja. Pengaturan tersebut juga harus sesuai dengan pengaaturan tentang transaksi

Repo yang telah diatur sesuai dengan standar internasional agar bank-bank di Indonesia dan

lembaga keuangan lainnya dapat dengan mudah melakukan transaksi Repo dengan bank-bank

asing lainnya. Hal ini dikarenakan bank-bank asing telah terbiasa melakukan transaksi sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam Global Master Repurchase Agreement (GMRA).

Daftar Referensi

Buku

Hermansyah. “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”. (Cet-6, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2011).

Mamudji, Sri. Et-al. “Metode Peneleitian dan Penulisan Hukum”. (Jakarta:Badan Penerbit

Fakultas Hukum Indonesia, 2005).

Sinungan. “Manajemen Dana Bank”. (Cet-1, Jakarta: Rineka Cipta, 1990).

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. “Penelitian Normatif-Suatu Tinjuan Singkat”. (Jakarta:

PT. Raha Grafindo Persada, 1994).

Soekanto, Soerjono. “Pengantar Penelitian Hukum”, cet-3, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 2008).

Suharnoko dan Endah Hartati. “Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie”. (Jakarta: Kencana,

2006).

Usman, Rachmadi. “Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia”. (Cet-2, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2003).

Peraturan Perundang-Undangan

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014

Page 20: ASPEK HUKUM TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT …

20

Universitas Indonesia

Indonesia. “Undang-Undang tentang Bank Indonesia”, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999,

LN No 66 Tahun 1999, TLN No. 3843 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, LN

No. 7 Tahun 2004, TLN No. 4357, Jis. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, LN No. 7

tahun 2009, TLN No. 4901.

_______. “Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum”.

PBI No. 10/31/PBI/2008, LN No. 178 Tahun 2008, TLN No 4926.

_______. “Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank

Umum”. PBI No 14/16/PBI/2012, LN No 259 Tahun 2012, TLN No. 5367.

_______. “Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Repurchase Agreement Chinese Yuan

terhadap Surat Berharga Rupiah Bank Kepada Bank Indonesia”. LN No. 61 Tahun

2010, TLN No. 5127.

_______. “Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter”. PBI No 12/11/PBI/2010, LN

No. 84 Tahun 2010.

Skripsi

Satria, Santri. “Aspek Hukum Pelepasan Kepemilikan Saham Lembaga Penjamin Simpanan atas

PT. Bank Mutiara, Tbk sebagai Akhir Penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik”.

(Depok, Universitas Indonesia, Skripsi 2012).

Murharjanti, Prayekti. “Tinjauan Yuridis Keberadaan Pasar Uang Antar Bank Di Indonesia”.

(Depok: Universitas Indonesia, Skripsi, 1998).

Internet

Wills Thomas, “Repurchase Agreement Accounting Update”, http://search.proquest.com

/docview/215047977/A4E50F4A95B843FEPQ/2?accountid=17242, (29 September 2014, 21.00

WIB).

Aspek hukum..., Aljefri Febrizarli, FH, 2014