ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing...

15
BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing dan Dasar Hukum Leasing Berdasarkan KEPMENKEU No. 1169/ 1991 tentang kegiatan usaha leasing, yang dimaksud leasing atau sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa opsi ( operating lease) untuk digunakan oleh leasing selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala ( Pasal 1 huruf a KEPMENKEU Nomor 1169 / 1991). 4 Berdasarkan pada Pasal 1 surat keputusan bersama Tiga Menteri; Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian No KEP.122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 dan No. 30/Kpb/1974 tanggal 7 Februari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah : “ Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan Hak Plih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk memberi barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama “. Equipment Leasing Association di London yang merupakan Asosiasi perusahaan-perusahaan leasing di Inggris memberikan definisi sebagai berikut : 4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169 tahun 1991 Universitas Sumatera Utara

Transcript of ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing...

Page 1: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

BAB II

ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING

A. Pengertian Leasing dan Dasar Hukum Leasing

Berdasarkan KEPMENKEU No. 1169/ 1991 tentang kegiatan usaha

leasing, yang dimaksud leasing atau sewa guna usaha adalah kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha

dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa opsi ( operating lease)

untuk digunakan oleh leasing selama jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran secara berkala ( Pasal 1 huruf a KEPMENKEU Nomor 1169 /

1991).4

Berdasarkan pada Pasal 1 surat keputusan bersama Tiga Menteri; Menteri

Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian No

KEP.122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 dan No. 30/Kpb/1974 tanggal 7

Februari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah : “ Setiap kegiatan

pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk

digunakan oleh suatu perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran

secara berkala disertai dengan Hak Plih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk

memberi barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka

waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama “.

Equipment Leasing Association di London yang merupakan Asosiasi

perusahaan-perusahaan leasing di Inggris memberikan definisi sebagai berikut :

4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169 tahun 1991

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

”Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa suatu jenis

barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak kepemilikan atas

barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lesse hanya menggunakan

barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan

dalam suatu jangka waktu tertentu”.5

Didalam perjanjian leasing pada dasarnya ada tiga pihak yaitu Lessor

(perusahaan leasing), Lesse (perusahaan/nasabah) dan supplier (penjual

barang).

Selanjutnya didefinisikan oleh Frank Tiara Supit sebagai: “Company

financing in the form of providding Capital Goods wish the user making

periodical payments. User would have options to buy the Capital Goods or to

prolog the leasing period of the remainding value”.

Dapat diartikan bahwa leasing adalah:

“Pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal

dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang menggunakan barang-

barang modal tersebut dan dapat dinilai atau memperpanjang jangka waktu

berdasarkan nilai sisa”.6

Selanjutnya menurut keputusan Menteri Keuangan RI Nomor.1169/KMK

01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing), yang dimaksud dengan

leasing adalah:

5 Herwastoeti, Aspek Yuridis Dalam Perjanjian Leasing dan Akibat Hukumnya Dalam

Hal Terjadinya Wanprestasi, Malang: Laporan Penelitian Universitas Muhammadiyah Maklang. Hal 5

6 Amin Widjaja Tunggal & Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Leasing, Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta. Hal 7-8

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

“Suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik

dengan cara sewa guna usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease) maupun sewa

guna usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease) untuk dipergunakan Lesse selama

jangka waktu tertentu berdasarkan pembiayaan secara berkala.7

Menurut Financial Accounting Standard Board ( FASB 13) leasing adalah

suatu perjanjian penyediaan barang modal yang digunakan untuk jangka waktu

tertentu.

8

Dasar Hukum Leasing

Seperti yang kita ketahui pengaturan leasing dalam hal ini masih sangat

sederhana,dan pelaksanaan sehari-hari didasarkan kepada kebijaksanaan yang

tidak bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri yang ada.

Surat Keputusan Tiga Menteri Tahun 1974 mengenai leasing. Adalah

peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk itu. Surat Keputusan itu dan

lain-lain peraturan yang dikeluarkan belakangan untuk mengatur perihal

perjanjian-perjanjian dan kegiatan leasing di Indonesia, terutama bersifat

administratif dan obligatory atau bersifat memaksa. Sumber hukum yang lebih

luas dan mendalam yang melandasi dan mendasari kegiatan leasing dewasa ini di

Indonesia antara lain :

7 Munir Fuadi Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, (Bandung:penerbit

PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal 9 8 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan

Lainnya (Jakarta: Penerbit Salemba empat,1999) hal 129

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

1. Umum (General)

a. Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-

Undang Dasar 1945 pasca amandemen atas hukum perdata yang berlaku

bagi penduduk eropa

b. Pasal 1338 KUHPerdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas-

asas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I Buku

III KUHPerdata. Pasal ini memberikan kebebasan kepada semua pihak

untuk memilih isi pokok perjanjian mereka sepanjang hal ini tidak

betentangan dengan Undang-Undang,kepentingan atau kebijaksanaan

umum.

c. Pasal 1548 sampai 1580 KUHPerdata(Buku III sampai dengan Buku IV),

yang berisikan ketentuan mengenai sewa-menyewa sepanjang tidak ada

dilakukan penyimpangan oleh para pihak. Pasal ini membahas hak dan

kewajiban lessee.

2. Khusus

a. Surat Keputusan Bersama(SKB) Menteri Keuangan, Menteri

Perindustrian dan Menteri Perdagangan RI No.

KEP.122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No.30/KPB/1974

tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang perizinan usaha leasing.

b. Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI

No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei 1974 tentang perizinan

usaha leasing

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

c. Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI

No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan

ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materi terhadap usaha

leasing.

d. Surat Edaran Direktorat Jendral Moneter No. PENG-307/DJM/IIL

7/7/1974 tertanggal 8 Juli 1974, tentang:

1. Tata cara perizinan

2. Pembatasan usaha

3. Pembukaan

4. Tingkat suku bunga

5. Perpajakan

6. Pengawasan dan Pembinaan

e. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.34/KP/II/B1980 tertanggal

1 Februari 1980, mengenai lisensi/perizinan untuk kegiatan usaha

sewa-beli (hire purchase), jual-beli dengan angsuran atau cicilan dan

sewa-menyewa

f. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal

31 Agustus 1983 tentang ketentuan perpanjangan izin usaha

perusahaan leasing dan perpanjangan penggunaan tenaga warga negara

asing pada perusahaan leasing.

g. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 1

September 1983 tentang tata cara dan prosedur pendirian kantor

cabang dan kantor perwakilan perusahaan leasing

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

h. Surat Keputusan SK Menteri Keuangan RI No.S.742/MK.011/1984

tanggal 12 Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial

leasing.

i. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No.SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26

Juli 1984 mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial leasing.

j. Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang

kegiatan sewa guna usaha

Dengan demikian maka untuk pembuatan perjanjian leasing yang harus

mengatur hak kewajiban dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang

bersangkutan, selain dari peraturan-peraturan dan pedoman -pedoman tersebut

diatas, kita harus berpegang pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan hukum yang

terdapat dalam Undang-Undang negara kita, dalam hal ini Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata , yurisprudensi- yurisprudensi yang ada dan atau yang dituruti di

Indonesia serta praktek-praktek bisnis yang telah berkembang dan lazim menjadi

kebiasaan di negeri ini.

B. Ketentuan Mengenai Penyelesaian Hutang / Tunggakan dalam Perjanjian

Fidusia

Dalam pengertian eksekusi menurut pendapat M. Yahya Harahap dalam

bukunya “Ruang Lingkup permasalahan Eksekusi Bidang Perdata”, memberikan

pengertian sebagai berikut : “Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan

oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

dan tata lanjutan dalam proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi

tiada berkesinambungan dari seluruh proses hukum acara perdata”.

Secara umum eksekusi merupakan pelaksanaan atau keputusan pengadilan

atau akta, maka pengambilan pelunasan kewajiban kreditur melalui hasil

penjualan benda-benda tertentu milik debitur.

Sedangkan yang dimaksud perjanjian fidusia adalah perjanjian utang

piutang kreditur kepada debitur yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut

kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.

Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka dibuat akta

yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Nanti

kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, memiliki kekuatan

hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian

fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), sesuai UU No. 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia.9

Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai

pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau

di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan

pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya

harus diotentikkan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah,

misalnya di Pengadilan. Pertanyaannya adalah apakah sah dan memiliki kekuatan

bukti hukum suatu akta di bawah tangan. Menurut pendapat penulis, adalah syah

9 Undang-undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

asalkan para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut. Dalam prakteknya,

di desa-desa atau karena kondisi tertentu menyebabkan hubungan hukum

dikuatkan lewat akta di bawah tangan seperti dalam proses jual beli dan utang

piutang. Namun, agar akta tersebut kuat, tetap harus dilegalisir para pihak kepada

pejabat yang berwenang.

Jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia

menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditur bisa

melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan

kesewenang-wenangan dari kreditur. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas

barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur

sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga

dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur

dan sebagian milik kreditur. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan

penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat

dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti

kerugian.10

Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia

sebenarnya dapat merugikan lembaga itu sendiri, karena tidak punya hak

eksekutorial yang legal. Problem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan

customer service yang prima selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada.

Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat

10 Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

perkembangan zaman. Bayangkan, jaminan fidusia harus dibuat di hadapan

notaris sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian dan transaksi

fidusia di lapangan dalam waktu yang relatif cepat.

Saat ini banyak lembaga pembiayaan melakukan eksekusi pada objek

barang yang dibebani jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bisa bernama

remedial, rof coll, atau remove. Selama ini perusahaan pembiayaan merasa

tindakan mereka aman dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi karena

masih lemahnya daya tawar nasabah terhadap kreditur sebagai pemilik dana.

Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah. Kelemahan ini

termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya sektor lembaga

pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di

bawah tangan.

Dalam proses eksekusi kita mengetahui bahwa asas perjanjian “pacta sun

servanda” yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang

bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya (diatur dalam Pasal 1338

KUHPerdata), tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian.

Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah

tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan

cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum

acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang

memenuhi prosedur hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan

terhadap hukum materil yang dikandungnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak

menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan

pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin

besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak. Masyarakat yang

umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan

transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum

adalah penting.

C. Pengertian Debt collector dan Ketentuan Hukumnya Sesuai Hukum di

Indonesia

Korporasi paling dominan yang menggunakan jasa debt collector adalah

perusahaan leasing. Saat ini sangat mudah untuk membeli benda bergerak,

misalnya, mobil dan sepeda motor baik dengan cara kredit maupun secara cash/

tunai. Tetapi pada saat ini semua leasing pasti akan menggiring konsumennya

untuk membeli kendaraan secara kredit. Di samping keuntungan akan bertambah,

tentu dengan strategi ini leasing tidak akan menemui banyak masalah.

Hukum fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda yang

dapat difidusiakan tersebut berdasarkan kepercayaan yang penguasaannya tetap

dilakukan oleh si pemilik benda tersebut. Biasanya hal itu terjadi karena pemilik

benda tersebut (debitur) membutuhkan sejumlah uang dan sebagai jaminan atas

pelunasan utangnya tersebut si debitur menyerahkan secara kepercayaan hak

kepemilikannya atas suatu benda bergerak atau benda yang tidak termasuk dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

lingkup Undang-undang No 4 tahun 1996 kepada krediturnya, dan hak tersebut

juga dapat dialihkan kepada pihak lain.

Pemberian jaminan fidusia ini merupakan perjanjian yang bersifat accesoir

dari suatu peminjaman pokok sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 6-

huruf B UU No 42 tahun 1999 dan harus dibuat dengan suatu akta notaris yang

disebut sebagai akta Jaminan Fidusia.

Secara umum definisi Debt collector adalah pihak ketiga yang

menghubungkan antara kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit,

Penagihan tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu kredit

dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet

berdasarkan kolektibilitas yang digunakan oleh industri kartu kredit di Indonesia.

Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP Tahun 2005

Bab IV angka 1 dan 2 yang isinya berbunyi sebagai berikut :

1. Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan penyaluran kredit Penerbit

dan/atau Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar

Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam

kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit

dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara,

mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain

tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila

kegiatan tersebut dilakukan oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu

sendiri. Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara

kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit, Penagihan tersebut hanya

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah termasuk

dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kolektibilitas

yang digunakan oleh industri kartu kredit di Indonesia.

2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan

transaksi Kartu Kredit, maka

a. Penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas

tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori

kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas yang

digunakan oleh industri Kartu Kredit di Indonesia, dan

b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain

wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1, juga

wajib dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.”

Jika penunggak ini tetap tidak mampu melunasi tagihan kartunya, debt

collector yang diperintah oleh bank penerbit kartu kredit akan mengambil

sejumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak sebagai jaminan. Jika

penunggak telah melunasinya, maka jaminan itu akan dikembalikan. Jika tidak,

tentu saja barang itu lenyap nilai barang yang diambil setara dengan jumlah

tunggakan.

1. Mengarah ke Pidana

Perilaku debt collector saat ini masih menjadi masalah serius yang belum

ada penanganannya. Di satu sisi konsumen merasa terganggu dengan ulah penagih

utang tersebut. Di sisi lain debt collector sebagai utusan bank dan lembaga-

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

lembaga pembiayaan bertanggung jawab atas tunggakan-tunggakan hutang yang

bisa merugikan bank dan lembaga-lembaga pembiayaan lain.

Masalahnya, belum ada batasan dan aturan yang jelas tentang tata cara

penagihan oleh seorang debt collector . Saat ini yang ada hanya sebatas pada

aturan bank dan lembaga-lembaga pembiayaan masing-masing.

Yang terjadi di lapangan, debt collector melakukan hal-hal di luar

kesepakatan antara bank dan agen. Perlakuan debt collector sudah pada tahap

yang memperihatinkan. Beberapa tindakan debt collector bahkan sudah mengarah

pada tindakan pidana. Misalnya, membuat onar, meneror baik secara langsung

maupun telepon, bahkan sampai mengancam akan membunuh si nasabah. Secara

hukum, cara penagihan oleh debt collector yang disertai dengan ancaman, cacian,

serta teror tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut bertentangan dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal

4E, yang menyebutkan bahwa: "konsumen berhak mendapatkan advokasi,

perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara

patut".

Ancaman, cacian, serta teror bukan merupakan upaya penyelesaian

sengketa yang patut. Yang lebih ironis, ketika konsumen meminta penyelesaian

langsung lewat manajemen bank dan lembaga-lembaga pembiayaan yang

bersangkutan, justru ditolak dengan alasan persoalan tersebut telah dilimpahkan

kepada pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah debt collector.11

11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

2. Penyelesaian secara patut

Filosofi yang menyatakan bahwa "utang akan dibawa mati" tetap berlaku

dalam penyelesaian kredit macet, yang berarti tanggung jawab debitur untuk

menyelesaikan pembayaran tunggakan harus tetap dipenuhi.

Penyelesaian kredit macet seharusnya lebih terfokus pada pihak bank dan

lembaga pembiayaan seperti leasing beserta konsumen yang bersangkutan secara

langsung karena pada waktu aplikasi kedua pihak tersebut yang bertindak sebagai

subyek hukum.

Terkait dengan hal tersebut, Peraturan Bank Indonesia Nomor

7/7/PBI/2005 12

Bentuk penyelesaian yang dapat ditawarkan misalnya penjadwalan ulang

pembayaran sesuai dengan batas kemampuan bank dan konsumen. Selama proses

pembayaran, hendaknya praktek bunga berbunga dihentikan. Sebab, kalau bunga

dipaksakan tetap berlaku, beban konsumen justru semakin berat dan kemampuan

membayar pun semakin rendah, sehingga pokok permasalahan tidak akan

terjawab.

tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah menyatakan bahwa

bank berkewajiban menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis

mengenai penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, serta

pemantauan penyelesaian pengaduan. Bank juga berkewajiban melaporkan

penanganan dan penyelesaian pengaduan secara triwulan kepada Bank Indonesia.

Apabila penyelesaian secara mufakat di antara kedua belah pihak tidak

tercapai, perlu dipikirkan gagasan tentang perlu adanya lembaga atau biro

12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ASPEK HUKUM MENGENAI LEASING A. Pengertian Leasing …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34529/3/Chapter II.pdf · dan hak opsi (finance lease) atau hak guna usaha tanpa operating

penyelesaian sengketa perbankan. Lembaga ini dimaksudkan sebagai alternatif

penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan yang punya keputusan

mengikat, mengingat penyelesaian lewat pengadilan sering terasa tidak efektif.

Selain itu, dari sisi konsumen, terkadang konsumen merasa tidak berdaya ketika

harus menghadapi ancaman dari debt collector dan tak jarang pula berakibat pula

kepada kematian seperti kasus kematian Irjen Okta di Jakarta baru-baru ini.

Bank Indonesia selaku regulator tentunya punya kendali yang cukup untuk

merealisasi gagasan tentang pembentukan biro penyelesaian sengketa perbankan

tersebut. Dari sisi upaya preventif, amanat Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia

Nomor 6/30/PBI/2005, yang mengatur soal kewajiban penerapan manajemen

risiko kredit yang mencakup beberapa hal yang wajib diterapkan sebelum

persetujuan aplikasi kartu kredit, seharusnya dilakukan secara konsisten oleh bank

penyelenggara. Harapan yang muncul adalah agar persetujuan permohonan

aplikasi tidak mudah terjual.13

Peraturan dari Bank Indonesia ini diharapkan juga dapat diberlakukan

secara konsisten kepada lembaga-lembaga pembiayaan lain, dalam hal ini juga

termasuk tidak mudah mengeluarkan perjanjian leasing tanpa melakukan

peninjauan (survey) yang mendalam terhadap calon debitur.

13 Ibid

Universitas Sumatera Utara