ASMA.docx

34
I. PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa asma sudah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini ini. Saat ini diseluruh dunia terjadi peningkatan kejadian dan derajat asma terutama pada anak-anak, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Walaupun pengetahuan tentang patologi, fisiologi, dan imunologi asma berkembang sangat pesat, khususnya pada orang dewasa dan anak besar, pada anak kecil dan bayi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum pasti, lagipula banyak bayi dan balita sering mengalami mengi pada saat terkena infeksi saluran napas akut dan jarang menjadi asma di kemudian hari. Akibat ketidakjelasan ini, definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan. Menegakkan diagnosis dan tatalaksana asma juga sering mengalami kesulitan sehingga sering terjadi under/over diagnosis atau under/over treatment. Untuk mengatasi hal itu sudah ada beberapa panduan yang dianut antara lain Global Initiative for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart and Blood Institutes 1

Transcript of ASMA.docx

I. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam

masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta

penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan terus bertambah

hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa

asma sudah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama

20 tahun belakangan ini ini. Saat ini diseluruh dunia terjadi peningkatan kejadian

dan derajat asma terutama pada anak-anak, baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Walaupun pengetahuan tentang patologi, fisiologi, dan imunologi

asma berkembang sangat pesat, khususnya pada orang dewasa dan anak besar,

pada anak kecil dan bayi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum

pasti, lagipula banyak bayi dan balita sering mengalami mengi pada saat terkena

infeksi saluran napas akut dan jarang menjadi asma di kemudian hari.

Akibat ketidakjelasan ini, definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan.

Menegakkan diagnosis dan tatalaksana asma juga sering mengalami kesulitan

sehingga sering terjadi under/over diagnosis atau under/over treatment. Untuk

mengatasi hal itu sudah ada beberapa panduan yang dianut antara lain Global

Initiative for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart and Blood

Institutes yang bekerjasama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma

Education and Prevention Program) pada tahun 1997.

Di Indoesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti namun hasil

penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun menggunakan kuesioner ISAAC

(International Study in Astma and Allergy in Children) pada tahun 1995

prevalensi asma masih 2,1% dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.

Pengamatan di 5 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Jawa tengah, Jawa

Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selamatan ) yang dilaksanakan oleh

Subdit Penyakit Kronik dan Degenarative lain pada bulan April tahun 2007,

menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana

dengan baik dan masih minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk

1

diagnosis tatalaksana pasien asma di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu penting

bagi kita untuk mengetahui penatalaksanaan asma secara tepat untuk dapat

mengurangi prevalensi penyakit asma pada anak.

II. DEFINISI

Definisi Asma menurut GINA ialah gangguan inflamasi kronis saluran

napas dengan banyak sel yang berperan anatara lain sel mast, eosinofil, dan

limfost T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi

yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khusunya pada waktu

malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan

napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan

maupun dengan pengobtan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan

hiperreaktifitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinik untuk anak tidak

praktis oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi

batasan. Asma ialah mengi berulang dan/atau batuk persisten dnegan karakteristik

timbul secara episodik cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman,

setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam

keluarga atau penderita sendiri.

III. FAKTOR RESIKO

Secara Umum faktor resiko asma dibagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan

faktor genetik.

1. Fakor genetik

Riwayat Atop

Jenis kelamin

Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

Alergen di dalam ruangan (debu rumah, tungau, bulu kucing dll)

Alergen di luar ruangan ( serbuk sari pada bunga)

2

Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan)

Bahan yang mengiritasi (parfun, houshold spary)

Ekspresi emosi berlebih

Asap rokok dair perokok pasif dan aktif

Polusi udara di luar atau di dalam ruangan

Exercised induced asthma, mereka yang kambuh asmanya setelah

melakukan aktivitas tertentu

Perubahan cuaca

IV. PATOFISIOLOGI

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas

secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem

mukosa karena inflamasi saluran napasm dan sumbatan mukus. Sumbatan yang

terjadi tidak seragam/ merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau

subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan

tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan

(hiperinflasi). Perubahan tahanan napas yang tidak merata diseluruh jaringan

bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-

perfusion mismatch).

Hiperventilasi paru menyebabkan penurunan compliance paru sehingga

terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang

diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin

mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga

meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal

mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang

bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan

peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan gas darah. Pada awal serangan,

untuk mengkompensasi hipoksi terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan

turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obtruksi saluran napas

3

yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar yang

berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu dijumpai

kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal

harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu

dapat terkadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat

oleh otot napas.

Hipoksi dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal namun jarang

terjadi komplikasi cor pulmonade. Hipoksi dan vasokonstriksi dapat merusak sel

alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dna meningkatkan

risiko terjadinya atelektasis.Bagan berikut dapat menjelaskan patofisiologi asma.

V. KLASIFIKASI ASMA

Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak dalam pernyataan

ketiganya di tahun 1998 membagi asma berdasarkan keadaan klinis dan keperluan

obat menjadi 3 golongan yaitu :

4

1. Asma episodik jarang (Asma ringan)

Meliputi 75 % populasi asma anak

Serangan asma sekali dalam 4-6 minggu

Mengi ringan seralah aktivitas berat

Diantara serangan, tanpa gejala dan uji fungsi paru normal

Terapi profolaksis (pengendali tidak diperlukan)

2. Asma episodik sering ( Asma sedang)

Meliputi 20 % populasi asma anak

Serangan lebih sering, seminggu sekali atau kurang

Mengi pada aktivitas sedang yang dapat dicegah dengan obat

Uji fungsi paru mendekati normal

Terapi profilaksis (pengendali) biasanya diperlukan

3. Asma persisten (Asma berat)

Meliputi 5 % populasi asma anak

Serangan sering, lebih dari 3x/ minggu

Uji fungsi paru abnormal

Terapi profilaksis (pengendali) harus ng

Klasifikasi Derajat penyakit Asma

Parameter klinis, kebutuhan

obat dan faal paru

Asma episodik

jarang

Asma episodik

sering

Asma episodik

persisten

Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan sering

Lama serangan <1 minggu >1minggu Hampir sepanjang

tahun, tidak ada

remisi

Intensitas serangan Biasanya sering Biasanya sedang Biasanya berat

Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam

Tidur&aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisis diluar

serangan

Normal (tidak

ditemukan

Mungkin

teragnggu

Tidak pernah

normal

5

kelaianan) (ditemukan

kelainan)

Obat pengendali (anti

inflmasi)

Tidakk perlu Tidak perlu Perlu

VI.PENILAIAN DERAJAT SERANGAN ASMA

Selain klasifikasi derajat serangan asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat

yangd igunakan sehari-hari asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat serangan.

Serangan asma ialah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk,

sesak, napas, mengi, rasa dada tertekan disertai kombinasi dari gejala tersebut.

Berikut ini merupakan tabel penilaian derajat serangan asma.

Parameter ringan sedang berat Ancaman

gagal napas

Aktivitas Berjalan

Bayi:

menangis

keras

Berbicara

Bayi:

-tangis pendel

dan lemah

-kesulitas

makan

Istirahat

Bayi: berhenti

makan

Bicara kalimat Penggal

kalimat

Kata-kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka

duduk

Duduk

bertopang

lengan

Kesadaran Mungkin

teragitasi

Biasanya

teragitasi

Biasanya

teragitasi

kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada ada nyata

Mengi Sedang,sering

hanya pada

Nyaring,

sepanjang

Sangat

nyaring,

Sulit/ tidak

terdengar

6

akhir ekspirasi ekspirasi dan

insipirasi

terdengar

tanpa

stetoskop

Sesak napas minimal sedang berat

Otot bantu

napas

Biasanya

tidka

Biasanya ya ya Gerakan

paradok

torako-

abdominal

retraksi Dangkal,

retraksi

interkostal

Sedangh,

ditambah

retraksi

suprasternal

Dalam,

ditambah

napas cuping

hidung

Dangkal/

hilang

Laju napas meningkat meningkat meningkat menurun

Laju nadi normal takikardi takikardi bradikardi

Pulsus

paradoksus

Tidak ada <10

mmHg

Ada 10-20

mmHg

Ada > 20

mmHg

Tidak ada,

tanpa

kelalahan otot

PEFR atau

FEV1

-pra.b.dilator

-pasca

b.dilator

(%nilai

dugaan)

>60 %

> 80 %

(%nilai

terbaik)

40-60%

60-80 %

<40 %

< 60%, respon

<2 jam

SaO2 % >95 % 91-95% <90%

PaO2 Normal

(biasanya

tidak perlu

diperiksa)

>60% mmHg < 60% mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45mmHg >45mmHg

7

VII. ALUR DIAGNOSIS ASMA ANAK

VIII. PENATALAKSAAN ASMA JANGKA PANJANG

8

Obat asma dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu obat pereda

(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya

pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan

serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan

sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua

adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat

profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu

inflamasi respitorik kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus

dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan

responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan

pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.

Asma Episodik Jarang

Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa

bronkodilator β-agonis hirupan kerja pendek (Short Acting β2-Agonist, SABA)

atau golongan santin kerja cepat bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.

Anjuran memakai hirupan tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal

dan tidak selalu tersedia disemua daerah. Di samping itu pemakaian obat hirupan

(Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler) memerlukan teknik penggunaan

yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak

kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak

ada/tidak dapat digunakan, maka β-agonis diberikan per oral.

Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam

tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di

Indonesia obat β-agonis oralpun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin

dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu

penggunaan β-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan

efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi

dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.

9

Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak

seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak menganjurkan pemberian anti

inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma ringan. Jadi secara tegas PNAA

tidak menganjurkan pemberian pemberian obat controller pada Asma Episodik

Jarang. Hal ini sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat

controller pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten

Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah,

atau kromoglikat hirupan. Dalam alur tatalaksana jangka panjang terlihat bahwa

jika tatalaksana Asma Episodik Jarang sudah adekuat namun responsnya tetap

tidak baik dalam 4-6minggu, maka tatalaksananya berpindah ke Asma Episodik

Sering.

Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan tatalaksana

yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-inflamasi pada

Asma Episodik Jarang, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun) pada kelompok

tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak,

Asma Episodik Sering yang mendapat kromoglikat, dan Asma Persisten yang

mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar.

Perbaikan yang dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari Asma

Persisten menjadi Asma Episodik Sering atau Asma Episodik Jarang, bahkan

sampai asmanya asimtomatik.

10

Asma Episodik Sering

Jika penggunaan β-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa

menghitung penggunaan praaktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi

lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai

pengendali sudah terindikasi. Pada awalnya, anti-inflamasi tahap pertama yang

digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari.

Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma

sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali

perhari. Penelitian terakhir, Tasche dkk, mendapatkan hasil bahwa pemberian

kromolin kurang bermanfaat pada terlaksana asma jangka panjang. Dengan dasar

tersebut PNAA revisi terakhir tidak mencantumkan kromolin (kromoglikat dan

nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan steroid hirupan dosis rendah

sebagai anti-inflamasi.

Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis

rendah yang biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah sering

digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar.

Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 ug/hari budesonid (50-

100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400

ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12

tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200

ug/hari, atau setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek

samping jangka panjang. Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi

kronik, obat pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu untuk

menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian efek terapi dilakuakn setelah

6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya.

Setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak

respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-

hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan

sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika

tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya

tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang

11

lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka

derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan steroid

hirupan dihentikan penggunaannya.

Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran

pencetus, cara penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian

asma seperti rintis dan sinusitis. Telah dibuktikan bahwa penatalaksanaan rintis

dan sinusitis secara optimal dapat memperbaiki asma yang terjadi secara

bersamaan.

Asma Persisten

Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah

selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke

tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam

keadaaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk

menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).

Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih

optimal.

Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah setara budesonid

400 ug/hari. Di atas dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan

dengan dosis 800 ug/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros HPA

(hipotalamus-hipotesis-adrenal) sehingga dapat berdampak terhadap

pertumbuhan. Efek samping steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan

alat pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang akan mengurangi deposisi di

daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan

deposisi obat di paru. Selain itu untuk mengurangi efek samping steroid hirupan,

bila sudah mampu pasien dianjurkan berkumur dan air kumurannya dibuang

setelah menghirup obat.

Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons

yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu meningkatkan steroid yang

baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu meningkatkan steroid menjadi

dosis medium atau terapi steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA

(Long Acting β-2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR)

12

atau ditambahkan Anti-Leukotriene Receptor (ALTR). Yang dimaksud dosis

medium adalah setara dengan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari

flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, 400-600 ug/hari budesonid

(200-300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat

gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan

dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium

ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi

adalah setara dengan >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason) untuk anak

berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari

flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak dibuktikan

keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala asmanya, dan

memperbaiki kualitas hidupnya. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai

>800 ug/hari namun tetap tidak mempunyai respons, maka baru digunakan steroid

oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller

(pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid hirupan atau

alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari

asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Untuk steroid oral

sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan

sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan

steroid secara sistemik harus berhati-hati karena mempunyai efek samping yang

cukup berat.

Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya

peningkatan enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi.

Mengenai pemantauan uji fungsi hati pada pemberian antileukotrien belum ada

rekomendasi. Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif (misalnya

ketotifen dan setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan

asma tipe rinitis, hanya untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan

13

kototifen sebagai obat pengendali (controller) pada asma anak tidak lagi

digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang berarti.

Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang

optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid

dapat dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa

mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan β-agonis sebagai obat pereda

tetap diteruskan.

14

15

Daftar obat asma jangka panjang yang ada di Indonesia

16

IX. Cara Pemberian Obat

Cara pemberian obat asma disesuaikan dengan umur anak karena perbedaan

kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu

dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan

biasa (metered dose inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang

kali. Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan

dengan usianya.

Umur Alat Inhalasi

<2 tahun Nebuliser, Aerchamber, Babyhaler

2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler

Alat hirupan dengan alat peregang (spacer)

5-8 tahun Nebuliser

MDI dengan spacer

Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,

Turbuhaler)

>8 tahun Nebuliser

MDI (Metered Dose Inhaler)

Alat hirupan bubuk

Autohaler

Pemakaian alat peregang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut

(orofaring) jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi

efek sistemik. Sebaliknya deposisi dengan paru lebih baik sehingga didapatkan

efek teraupetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering ( spinhaler,

diskhaler, rotahaler, turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya

bentuk ini diajurkan unntuk anak sekolah.

17

X. Prognosis

Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi mengi tidak berlanjut

menjadi asma pada anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut berkisar

antara 45-85% tergantung besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan lamanya

pemantauan. Peningkatan IgE serum dan uji kulit yang positif khususnya terhadap

tungau debu rumah pada bayi, dapat memperkirakan mengi persisten pada anak.

Adanya dermatitis atopik yang sulit diatasi merupakan prediktor terjadinya asma

berat.

18

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2009.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Depkes RI : Jakarta

Raharjoe. 2000.Konsensus Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi IDAI: Bandung

Setiawati,L . Makmuri, M.S. 2004. Tatalaksana Asma Jangka Panjang pada Anak. Divisi Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSU Dr.Soetomo: Surabaya

Pusponegoro, D.H. ,Hardinegoro , S.R., Firmanda , D., et all. 2004.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. IDAI : Jakarta

Litiana, I.G., 2011. ASMA. Tidak diterbitkan. Referat Ilmu Kesehatan Anak : Jember.

19

PR REFERAT

1. Berapa dosis sekali semprotan untuk inhaler?

Dosis sekali semprot untuk inhaler adala 100 ug

2. Apakah yang dimaksud penghindaran dalam tatalaksana asma jangka panjang

pada anak?

Yang dimaksud dengan penghindaran ialah mengindari berbagai macam faktor

pencetus yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi sehingga menimbulkan

serangan asma. Seperti tidak memelihara binatang berbulu seperti kucing, anjing

dll. Selain itu juga mengkondisikan ventilasi di rumah atau lingkungan berjalan

dengan baik sehingga udara tidak terlalu lembab di dalam. Menjaga kebersihan di

rumah sehingga meminimalkan adanya debu dan tungau ketika di rumah.

Mengindari berbagai macam makanan yang dapat memicu munculnya terjadinya

serangan asma. Intinya penghindaran ialah menghindari berbagai macam faktor

pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma.

3. Apakah efek samping dari Kortikosteroid bagi pertumbuhan ?

Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan pertumbuhan

terhambat. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi somatostatin , yang

menghambat growth hormon. Selain itu kortikosteroid juga menyebabkan

hilangnya Ca melalui ginjal, akibatnya sekresi PTH yang meningkatkan aktvitas

osteoklast mereserobsi tulang. Kortikosteroid juga menghambat hormon-hormon

gonad yang akhirnya menyebabkan gangguan proses penulangan sehingga

menghambat pertumbuhan.

20

4. Macam-macam kortikosteroid yang digunakan untuk penatalaksanaan asma

jangka panjang pada anak?

Nama Dosis

Kortiko steroid dosis

sedang

budesonid < 12 tahun,dosis 100-200

ug/hari

> 12 tahun, dosis 200-

400 ug/hari

Flutikason < 12 tahun,dosis 50-100

ug/hari

> 12 tahun, dosis 100-

200ug/hari

Kortikosteroid dosis

tinggi

Budesonid <12 thn: >400 ug/hari

> 12 thn :>600 ug/hari

flutikason <12 thn: >200ug/hari

>12 thn: >300ug/hari

21

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK

PENATALAKSAAN ASMA JANGKA

PANJANG PADA ANAK

Disusun oleh:

Bela Mayvani Rachman, S.ked 082011101005

Pembimbing:dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A

dr. Gebyar TB, Sp.Adr. Ramzy Syamlan, Sp.A

Disusun Untun Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN

22

UNIVERSITAS JEMBER

2012

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 1

II.DEFINISI 2

III. FAKTOR RESIKO 2

IV PATOFISIOLOGI 3

V. KLASIFIKASI ASMA 4

VI. PENILAIAN DERJAT SERANGAN ASMA 6

VII.ALUR DIAGNOSIS ASMA ANAK 8

VII PENATALAKSAAN ASMA JANGKA PANJANG 9

IX. CARA PEMERBERIAN OBAT 17

X. PROGNOSIS 18

23

24