ASMA.docx
Transcript of ASMA.docx
I. PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam
masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan terus bertambah
hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa
asma sudah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama
20 tahun belakangan ini ini. Saat ini diseluruh dunia terjadi peningkatan kejadian
dan derajat asma terutama pada anak-anak, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Walaupun pengetahuan tentang patologi, fisiologi, dan imunologi
asma berkembang sangat pesat, khususnya pada orang dewasa dan anak besar,
pada anak kecil dan bayi mekanisme dasar perkembangan penyakit ini belum
pasti, lagipula banyak bayi dan balita sering mengalami mengi pada saat terkena
infeksi saluran napas akut dan jarang menjadi asma di kemudian hari.
Akibat ketidakjelasan ini, definisi asma pada anak sulit untuk dirumuskan.
Menegakkan diagnosis dan tatalaksana asma juga sering mengalami kesulitan
sehingga sering terjadi under/over diagnosis atau under/over treatment. Untuk
mengatasi hal itu sudah ada beberapa panduan yang dianut antara lain Global
Initiative for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart and Blood
Institutes yang bekerjasama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma
Education and Prevention Program) pada tahun 1997.
Di Indoesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun menggunakan kuesioner ISAAC
(International Study in Astma and Allergy in Children) pada tahun 1995
prevalensi asma masih 2,1% dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.
Pengamatan di 5 provinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Jawa tengah, Jawa
Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selamatan ) yang dilaksanakan oleh
Subdit Penyakit Kronik dan Degenarative lain pada bulan April tahun 2007,
menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum terlaksana
dengan baik dan masih minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk
1
diagnosis tatalaksana pasien asma di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu penting
bagi kita untuk mengetahui penatalaksanaan asma secara tepat untuk dapat
mengurangi prevalensi penyakit asma pada anak.
II. DEFINISI
Definisi Asma menurut GINA ialah gangguan inflamasi kronis saluran
napas dengan banyak sel yang berperan anatara lain sel mast, eosinofil, dan
limfost T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi
yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khusunya pada waktu
malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan
maupun dengan pengobtan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktifitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinik untuk anak tidak
praktis oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi
batasan. Asma ialah mengi berulang dan/atau batuk persisten dnegan karakteristik
timbul secara episodik cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman,
setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam
keluarga atau penderita sendiri.
III. FAKTOR RESIKO
Secara Umum faktor resiko asma dibagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan
faktor genetik.
1. Fakor genetik
Riwayat Atop
Jenis kelamin
Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
Alergen di dalam ruangan (debu rumah, tungau, bulu kucing dll)
Alergen di luar ruangan ( serbuk sari pada bunga)
2
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan)
Bahan yang mengiritasi (parfun, houshold spary)
Ekspresi emosi berlebih
Asap rokok dair perokok pasif dan aktif
Polusi udara di luar atau di dalam ruangan
Exercised induced asthma, mereka yang kambuh asmanya setelah
melakukan aktivitas tertentu
Perubahan cuaca
IV. PATOFISIOLOGI
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas
secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem
mukosa karena inflamasi saluran napasm dan sumbatan mukus. Sumbatan yang
terjadi tidak seragam/ merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau
subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan
tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan
(hiperinflasi). Perubahan tahanan napas yang tidak merata diseluruh jaringan
bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-
perfusion mismatch).
Hiperventilasi paru menyebabkan penurunan compliance paru sehingga
terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin
mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal
mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang
bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan gas darah. Pada awal serangan,
untuk mengkompensasi hipoksi terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan
turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obtruksi saluran napas
3
yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar yang
berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu dijumpai
kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal
harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu
dapat terkadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat
oleh otot napas.
Hipoksi dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal namun jarang
terjadi komplikasi cor pulmonade. Hipoksi dan vasokonstriksi dapat merusak sel
alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dna meningkatkan
risiko terjadinya atelektasis.Bagan berikut dapat menjelaskan patofisiologi asma.
V. KLASIFIKASI ASMA
Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak dalam pernyataan
ketiganya di tahun 1998 membagi asma berdasarkan keadaan klinis dan keperluan
obat menjadi 3 golongan yaitu :
4
1. Asma episodik jarang (Asma ringan)
Meliputi 75 % populasi asma anak
Serangan asma sekali dalam 4-6 minggu
Mengi ringan seralah aktivitas berat
Diantara serangan, tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
Terapi profolaksis (pengendali tidak diperlukan)
2. Asma episodik sering ( Asma sedang)
Meliputi 20 % populasi asma anak
Serangan lebih sering, seminggu sekali atau kurang
Mengi pada aktivitas sedang yang dapat dicegah dengan obat
Uji fungsi paru mendekati normal
Terapi profilaksis (pengendali) biasanya diperlukan
3. Asma persisten (Asma berat)
Meliputi 5 % populasi asma anak
Serangan sering, lebih dari 3x/ minggu
Uji fungsi paru abnormal
Terapi profilaksis (pengendali) harus ng
Klasifikasi Derajat penyakit Asma
Parameter klinis, kebutuhan
obat dan faal paru
Asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma episodik
persisten
Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan sering
Lama serangan <1 minggu >1minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Intensitas serangan Biasanya sering Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur&aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis diluar
serangan
Normal (tidak
ditemukan
Mungkin
teragnggu
Tidak pernah
normal
5
kelaianan) (ditemukan
kelainan)
Obat pengendali (anti
inflmasi)
Tidakk perlu Tidak perlu Perlu
VI.PENILAIAN DERAJAT SERANGAN ASMA
Selain klasifikasi derajat serangan asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat
yangd igunakan sehari-hari asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat serangan.
Serangan asma ialah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk,
sesak, napas, mengi, rasa dada tertekan disertai kombinasi dari gejala tersebut.
Berikut ini merupakan tabel penilaian derajat serangan asma.
Parameter ringan sedang berat Ancaman
gagal napas
Aktivitas Berjalan
Bayi:
menangis
keras
Berbicara
Bayi:
-tangis pendel
dan lemah
-kesulitas
makan
Istirahat
Bayi: berhenti
makan
Bicara kalimat Penggal
kalimat
Kata-kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
Kesadaran Mungkin
teragitasi
Biasanya
teragitasi
Biasanya
teragitasi
kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada ada nyata
Mengi Sedang,sering
hanya pada
Nyaring,
sepanjang
Sangat
nyaring,
Sulit/ tidak
terdengar
6
akhir ekspirasi ekspirasi dan
insipirasi
terdengar
tanpa
stetoskop
Sesak napas minimal sedang berat
Otot bantu
napas
Biasanya
tidka
Biasanya ya ya Gerakan
paradok
torako-
abdominal
retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedangh,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah
napas cuping
hidung
Dangkal/
hilang
Laju napas meningkat meningkat meningkat menurun
Laju nadi normal takikardi takikardi bradikardi
Pulsus
paradoksus
Tidak ada <10
mmHg
Ada 10-20
mmHg
Ada > 20
mmHg
Tidak ada,
tanpa
kelalahan otot
PEFR atau
FEV1
-pra.b.dilator
-pasca
b.dilator
(%nilai
dugaan)
>60 %
> 80 %
(%nilai
terbaik)
40-60%
60-80 %
<40 %
< 60%, respon
<2 jam
SaO2 % >95 % 91-95% <90%
PaO2 Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
>60% mmHg < 60% mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45mmHg >45mmHg
7
Obat asma dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya
pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua
adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat
profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respitorik kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan
responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan
pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.
Asma Episodik Jarang
Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa
bronkodilator β-agonis hirupan kerja pendek (Short Acting β2-Agonist, SABA)
atau golongan santin kerja cepat bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.
Anjuran memakai hirupan tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal
dan tidak selalu tersedia disemua daerah. Di samping itu pemakaian obat hirupan
(Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler) memerlukan teknik penggunaan
yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak
kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak
ada/tidak dapat digunakan, maka β-agonis diberikan per oral.
Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam
tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di
Indonesia obat β-agonis oralpun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin
dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu
penggunaan β-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan
efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi
dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.
9
Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak
seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya tidak menganjurkan pemberian anti
inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma ringan. Jadi secara tegas PNAA
tidak menganjurkan pemberian pemberian obat controller pada Asma Episodik
Jarang. Hal ini sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat
controller pada Asma Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten
Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah,
atau kromoglikat hirupan. Dalam alur tatalaksana jangka panjang terlihat bahwa
jika tatalaksana Asma Episodik Jarang sudah adekuat namun responsnya tetap
tidak baik dalam 4-6minggu, maka tatalaksananya berpindah ke Asma Episodik
Sering.
Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan tatalaksana
yang lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti-inflamasi pada
Asma Episodik Jarang, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun) pada kelompok
tersebut paling sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak,
Asma Episodik Sering yang mendapat kromoglikat, dan Asma Persisten yang
mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan derajat asma yang lebih besar.
Perbaikan yang dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari Asma
Persisten menjadi Asma Episodik Sering atau Asma Episodik Jarang, bahkan
sampai asmanya asimtomatik.
10
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan β-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa
menghitung penggunaan praaktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi
lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai
pengendali sudah terindikasi. Pada awalnya, anti-inflamasi tahap pertama yang
digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari.
Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma
sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali
perhari. Penelitian terakhir, Tasche dkk, mendapatkan hasil bahwa pemberian
kromolin kurang bermanfaat pada terlaksana asma jangka panjang. Dengan dasar
tersebut PNAA revisi terakhir tidak mencantumkan kromolin (kromoglikat dan
nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan steroid hirupan dosis rendah
sebagai anti-inflamasi.
Tahap pertama obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis
rendah yang biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah sering
digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar.
Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 ug/hari budesonid (50-
100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400
ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12
tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200
ug/hari, atau setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek
samping jangka panjang. Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi
kronik, obat pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu untuk
menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian efek terapi dilakuakn setelah
6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya.
Setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak
respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-
hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan
sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika
tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya
tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang
11
lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka
derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan steroid
hirupan dihentikan penggunaannya.
Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran
pencetus, cara penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian
asma seperti rintis dan sinusitis. Telah dibuktikan bahwa penatalaksanaan rintis
dan sinusitis secara optimal dapat memperbaiki asma yang terjadi secara
bersamaan.
Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah
selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke
tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam
keadaaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk
menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih
optimal.
Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah setara budesonid
400 ug/hari. Di atas dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan
dengan dosis 800 ug/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros HPA
(hipotalamus-hipotesis-adrenal) sehingga dapat berdampak terhadap
pertumbuhan. Efek samping steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan
alat pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang akan mengurangi deposisi di
daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan
deposisi obat di paru. Selain itu untuk mengurangi efek samping steroid hirupan,
bila sudah mampu pasien dianjurkan berkumur dan air kumurannya dibuang
setelah menghirup obat.
Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons
yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu meningkatkan steroid yang
baik, diperlukan terapi alternatif pengganti yaitu meningkatkan steroid menjadi
dosis medium atau terapi steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA
(Long Acting β-2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR)
12
atau ditambahkan Anti-Leukotriene Receptor (ALTR). Yang dimaksud dosis
medium adalah setara dengan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari
flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, 400-600 ug/hari budesonid
(200-300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat
gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan
dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium
ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi
adalah setara dengan >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason) untuk anak
berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari
flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.
Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak dibuktikan
keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala asmanya, dan
memperbaiki kualitas hidupnya. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai
>800 ug/hari namun tetap tidak mempunyai respons, maka baru digunakan steroid
oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller
(pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid hirupan atau
alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari
asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Untuk steroid oral
sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan
sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan
steroid secara sistemik harus berhati-hati karena mempunyai efek samping yang
cukup berat.
Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya
peningkatan enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi.
Mengenai pemantauan uji fungsi hati pada pemberian antileukotrien belum ada
rekomendasi. Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif (misalnya
ketotifen dan setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan
asma tipe rinitis, hanya untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan
13
kototifen sebagai obat pengendali (controller) pada asma anak tidak lagi
digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang berarti.
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang
optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid
dapat dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa
mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan β-agonis sebagai obat pereda
tetap diteruskan.
14
IX. Cara Pemberian Obat
Cara pemberian obat asma disesuaikan dengan umur anak karena perbedaan
kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu
dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan
biasa (metered dose inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang
kali. Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat inhalasi disesuaikan
dengan usianya.
Umur Alat Inhalasi
<2 tahun Nebuliser, Aerchamber, Babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
Alat hirupan dengan alat peregang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (Metered Dose Inhaler)
Alat hirupan bubuk
Autohaler
Pemakaian alat peregang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut
(orofaring) jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi
efek sistemik. Sebaliknya deposisi dengan paru lebih baik sehingga didapatkan
efek teraupetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering ( spinhaler,
diskhaler, rotahaler, turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya
bentuk ini diajurkan unntuk anak sekolah.
17
X. Prognosis
Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi mengi tidak berlanjut
menjadi asma pada anak dan remajanya. Proporsi kelompok tersebut berkisar
antara 45-85% tergantung besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan lamanya
pemantauan. Peningkatan IgE serum dan uji kulit yang positif khususnya terhadap
tungau debu rumah pada bayi, dapat memperkirakan mengi persisten pada anak.
Adanya dermatitis atopik yang sulit diatasi merupakan prediktor terjadinya asma
berat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.2009.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Depkes RI : Jakarta
Raharjoe. 2000.Konsensus Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi IDAI: Bandung
Setiawati,L . Makmuri, M.S. 2004. Tatalaksana Asma Jangka Panjang pada Anak. Divisi Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSU Dr.Soetomo: Surabaya
Pusponegoro, D.H. ,Hardinegoro , S.R., Firmanda , D., et all. 2004.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. IDAI : Jakarta
Litiana, I.G., 2011. ASMA. Tidak diterbitkan. Referat Ilmu Kesehatan Anak : Jember.
19
PR REFERAT
1. Berapa dosis sekali semprotan untuk inhaler?
Dosis sekali semprot untuk inhaler adala 100 ug
2. Apakah yang dimaksud penghindaran dalam tatalaksana asma jangka panjang
pada anak?
Yang dimaksud dengan penghindaran ialah mengindari berbagai macam faktor
pencetus yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi sehingga menimbulkan
serangan asma. Seperti tidak memelihara binatang berbulu seperti kucing, anjing
dll. Selain itu juga mengkondisikan ventilasi di rumah atau lingkungan berjalan
dengan baik sehingga udara tidak terlalu lembab di dalam. Menjaga kebersihan di
rumah sehingga meminimalkan adanya debu dan tungau ketika di rumah.
Mengindari berbagai macam makanan yang dapat memicu munculnya terjadinya
serangan asma. Intinya penghindaran ialah menghindari berbagai macam faktor
pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Apakah efek samping dari Kortikosteroid bagi pertumbuhan ?
Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan pertumbuhan
terhambat. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi somatostatin , yang
menghambat growth hormon. Selain itu kortikosteroid juga menyebabkan
hilangnya Ca melalui ginjal, akibatnya sekresi PTH yang meningkatkan aktvitas
osteoklast mereserobsi tulang. Kortikosteroid juga menghambat hormon-hormon
gonad yang akhirnya menyebabkan gangguan proses penulangan sehingga
menghambat pertumbuhan.
20
4. Macam-macam kortikosteroid yang digunakan untuk penatalaksanaan asma
jangka panjang pada anak?
Nama Dosis
Kortiko steroid dosis
sedang
budesonid < 12 tahun,dosis 100-200
ug/hari
> 12 tahun, dosis 200-
400 ug/hari
Flutikason < 12 tahun,dosis 50-100
ug/hari
> 12 tahun, dosis 100-
200ug/hari
Kortikosteroid dosis
tinggi
Budesonid <12 thn: >400 ug/hari
> 12 thn :>600 ug/hari
flutikason <12 thn: >200ug/hari
>12 thn: >300ug/hari
21
REFERAT
ILMU KESEHATAN ANAK
PENATALAKSAAN ASMA JANGKA
PANJANG PADA ANAK
Disusun oleh:
Bela Mayvani Rachman, S.ked 082011101005
Pembimbing:dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. Gebyar TB, Sp.Adr. Ramzy Syamlan, Sp.A
Disusun Untun Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember
FAKULTAS KEDOKTERAN
22
UNIVERSITAS JEMBER
2012
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 1
II.DEFINISI 2
III. FAKTOR RESIKO 2
IV PATOFISIOLOGI 3
V. KLASIFIKASI ASMA 4
VI. PENILAIAN DERJAT SERANGAN ASMA 6
VII.ALUR DIAGNOSIS ASMA ANAK 8
VII PENATALAKSAAN ASMA JANGKA PANJANG 9
IX. CARA PEMERBERIAN OBAT 17
X. PROGNOSIS 18
23