asmaa

31
REFLEKSI KASUS Februari 2015 “ASMA BRONKIAL EPISODIK JARANG SERANGAN SEDANG” Nama :Friskiandi No. Stambuk :N 101 10 016 Pembimbing :dr. Kartin Akune, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

description

pediatri

Transcript of asmaa

REFLEKSI KASUS Februari 2015

“ASMA BRONKIAL EPISODIK JARANG SERANGAN

SEDANG”

Nama :Friskiandi

No. Stambuk :N 101 10 016

Pembimbing :dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah suatu penyakit saluran pernapasan bawah sebagai

akibat hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, ditandai dengan

gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada.

Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara maju.

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada

anak). Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan batasan yang praktis

dalam bentuk batasan operasional yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten.1

Karakteristik asma sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung

pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya

aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.2

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma,

antara lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang

mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok dan lain-

lain. 1

Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif

(gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.

Pengobatan asma pada anak dilakukan berdasarkan derajat serangan asma.3

Penanganan asma dapat dapat dilakukan berdasarkan pedoman

tatalaksana serangan asma pada anak oleh Global Initiative for Asthma (2002).

Pada serangan asma sedang jika diberikan nebulasi dua kali pasien hanya

1

menunjukkan respon parsial kemungkinan derajat serangannya sedang. Nebulasi

yang diberikan menggunakan salbutamol dengan dosis 0,1-0,15 mg/kgBB dengan

interval 20 menit. Steroid oral yang diberikan adalah methylprednisolon dosis 1-2

mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari.

2

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

• Nama : An. A

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Usia : 4 tahun 4 bulan

• Alamat : Jl. Garuda

• Tanggal Masuk : 7 Februari 2015

. Anamnesis

- Keluhan Utama : Sesak Nafas

- Riwayat Penyakit Sekarang :

- Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak tadi malam sebelum

pasien masuk RS. Sesak dialami saat pasien kedinginan. Saat sesak pasien

lebih nyaman dalam posisi duduk dan pasien sesak saat berbicara

sehingga pasien bicara dengan penggalan kalimat serta tangisan pasien

terdengar pendek. Aktivitas dan tidur pasien biasanya tidak terganggu.

Batuk berlendir (+) sejak tadi malam, pilek (+) sejak tadi malam,

lendirnya bening. Demam (+), sejak tadi malam, turun dengan pemberian

obat penurun panas lalu naik kembali. kejang (-), menggigil (-),

muntah(-), mual (-). Buang air besar biasa, buang air kecil lancar.

- Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Riwayat alergi telur dan riwayat penyakit asma sejak usia 1 tahun, keluhan

dialami dalam setahun tidak pernah lebih dari 3 kali dan lama serangan

sekitar 2-3 hari.

3

- Riwayat Penyakit Keluarga :

Ayah pasien memiliki riwayat asma

- Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :

Pasien aktif bermain di rumah.

- Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Kunjungan antenatal care rutin. Anak kedua dari dua bersaudara. Pasien

lahir normal di rumah sakit dan langsung menangis. Usia kehamilan cukup

bulan. BBL 2,9 kg.

- Kemampuan dan Kepandaian Bayi :

Pasien mampu tengkurap usia 4 bulan. Mampu bicara sejak usia 1 tahun.

Mampu berjalan tanpa dibantu usia 1 tahun 1 bulan.

- Anamnesis Makanan : ASI diberikan sejak lahir sampai usia 1 tahun. Susu

formula sejak usia 1 tahun sampai sekarang. Bubur saring diberikan sekitar

umur 6 bulan. Makanan padat diberikan sejak usia 1 tahun.

- Riwayat Imunisasi : Imunisasi Dasar Lengkap

III. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Sakit Sedang

- Kesadaran : Composmentis

- BB : 16 kg

- TB/PB : 101 cm

- Status Gizi : Gizi baik

4

Tanda Vital

- Denyut Nadi : 106 kali/menit

- Suhu : 37,9 0C

- Respirasi : 54 kali permenit

- Kulit : Warna sawo matang, turgor <2 detik, ruam (-)

- Kepala

Bentuk : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

Hidung : Rhinorrhea (+/+)

Mulut : Sianosis (-), , lidah kotor (-)

Telinga : Otorrhea (-/-)

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

kelenjar tiroid (-)

- Paru – Paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi

suprasternal (+)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan meningkat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (+/+)

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula

sinistra

5

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular

- Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-),Hepatomegali (-),Spleenomegali (-)

- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

- Punggung : Normal

- Otot : Eutrofi

- Refleks : Fisiologis (+), Patologis (-)

IV. Pemeriksaan Laboratorium

WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan

Hemoglobin 12,4 12,0-14,0 g/dl

Sel darah merah 5,04 3,8-5,2 ribu /ul

Sel darah putih 10,89 3,6-11,0 ribu/ul

Limfosit 48,8 25,00-50,00 %

Monosit 7,9 2,00-9,00 %

Neutrofil 51,9 50,00-70,00 %

Basofil 0,1 0,00-1,00 %

Eosinofil 6,8 2,00-4,00 %

Hematokrit 35,9 35 – 47 %

Trombosit 432 150-440 Ribu/ul

V. Resume

6

Pasien anak laki-laki berumur 4 tahun 4 bulan masuk Rumah Sakit dengan

keluhan sesak napas sejak tadi malam sebelum pasien masuk RS. Sesak dialami

saat pasien kedinginan. Saat sesak pasien lebih nyaman dalam posisi duduk dan

pasien sesak saat berbicara sehingga pasien bicara dengan penggalan kalimat serta

tangisan pasien terdengar pendek. Aktivitas dan tidur pasien biasanya tidak

terganggu. Batuk berlendir (+) sejak tadi malam, pilek (+) sejak tadi malam,

lendirnya bening. Demam (+), sejak tadi malam, turun dengan pemberian obat

penurun panas lalu naik kembali. Ibu pasien memiliki riwayat asma. Pemeriksaan

fisik didapatkan denyut nadi 106 kali/menit, respirasi 54 kali/menit, suhu 37,90C.

Rhinorrea (+/+), Wheezing (+/+), Retraksi suprasternal (+). Pada pemeriksaan

laboratorium semuanya normal.

VI. Diagnosis

Asma bronkial episodik jarang serangan sedang

VII. Terapi

Medikamentosa :

• IVFD RL 14 tpm

• Oksigen 1-2 liter/menit

• Ambroxol 8 mg

• Salbutamol 1,6 mg 1 pulv ( 3 x 1)

• Methylprednisolon 8 mg

• Nebulisasi (ventolin® / salbutamol 2 x 2,5 ml)

• Paracetamol syrup 3 x 1,5 cth

Non-medikamentosa :

7

- Hindari faktor pencetus

VIII. Anjuran

- Spirometri

- Kadar IgE

- Foto toraks

IX. Follow Up

Tanggal 8 Februari 2015

S : Batuk mulai berkurang, pilek (+/+), sesak berkurang, demam (-)

O : Denyut Nadi : 112 kali/menit

Respirasi : 38 kali/menit

Suhu : 36,60C

Paru – Paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi suprasternal (+)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan meningkat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (+/+)

A : Asma bronkial episodic jarang serangan sedang

P :Medikamentosa :

IVFD RL 14 tpm

Oksigen 1-2 liter/menit

ambroxol 8 mg

8

Salbutamol 1,6 mg 1 pulv ( 3 x 1)

Methylprednisolon 8 mg

Non-medikamentosa : Menghindari faktor pencetus

Tanggal 9 februari 2015

S : Batuk berkurang,pilek berkurang, sesak (-)

O : Denyut Nadi : 108 kali/menit

Respirasi : 32 kali/menit

Suhu : 36,50C

A : Asma bronkial episodik jarang serangan sedang

P : Medikamentosa : IVFD RL 14 tpm

Ambroxol 8 mg

Salbutamol 1,6 mg 1 pulv ( 3 x 1)

Methylprednisolon 8 mg

Non-medikamentosa :

- Menghindari faktor pencetus

Pasien diperbolehkan rawat jalan

DISKUSI

9

Asma merupakan suatu gangguan inflamasi kronik saluran napas

dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T.

Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak

nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam hari atau dini hari.

Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas

namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara

spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan

hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.2

Batasan di atas memang sangat lengkap, namun dalam penerapan klinis

untuk anak tidak praktis. Agaknya karena itu para perumus Konsensus

Internasional dalam pernyataan ketiganya tetap menggunakan definisi lama yaitu :

Mengi berulang/dan atau batuk persisten dalam asma adalah yang paling

mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Pedoman

Nasional Asma Anak juga menggunakan batasan yang praktis dalam bentuk

batasan operasional yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan

karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini

hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan

bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan serta adanya

riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya. Persentase terjadinya resiko

alergi pada keluarga yang memiliki riwayat alergi adalah sebagai berikut :2

10

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu

(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi

genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,

alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Predisposisi genetik

untuk berkembangnya asma memberikan bakat/ kecenderungan untuk terjadinya

asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif

(gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.

Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari

dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif

seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak

khusus untuk asma.3

11

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara

lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang

mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok dan lain-

lain. Selain itu, berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi

asma di suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi dan faktor

lingkungan.5

Faktor pencetus yang terdapat pada kasus ini adalah perubahan suhu udara

yang mendadak. Hal ini dikarenakan anak mengeluhkan sesak terutama jika pada

keadaan dingin.

Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma

dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Di

dalam populasi, faktor atopi diperkirakan memberi kontribusi pada 40% pasien

asma anak dan dewasa. 6

Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada

awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel

plasma. IgE melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila

ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat

(immediate asthmareaction).Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-

mediator : histamin, leukotrien C4(LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan

A2, tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus,

hipersekresi kelenjar, oedema, peningkatan permeabilitaskapiler, disusul dengan

akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut.

12

Keadaan ini akan segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan

pengobatan.7

Berdasarkan Konsensus Nasional Asma Anak (2001) dijabarkan mengenai

alur diagnosis Asma pada anak.2

13

Paparan Alergen

Terbentuk IgE spesifik oleh Sel plasma

IgE spesifik melekat pada Fc reseptor

pada sel mast & basofil

Degranulasi sel mast

Pelepasan Mediator

Inflamasi

Histamin, leukotrien

prostaglandin tromboksan A2, tryptase

Spasme otot bronkus,

hipersekresi kelenjar, oedema,

peningkatan permeabilitas

kapiler

ASMA

Pada kasus ini pasien mengalami sesak dan batuk terutama pada keadaan

dingin. Ayah pasien memiliki riwayat asma. Setelah diberikan bronkodilator,

pasien mengalami perbaikan sehingga dapat ditegakkan diagnosis asma. Setelah

itu ditentukan derajat serangan asma pada anak.

14

Tabel.1 Klasifikasi Asma Pada Anak

Parameter

Klinis,

Kebutuhan Obat,

Dan Faal Paru

Asma

Episodik

Jarang

Asma Episodik

SeringAsma Persisten

Frekuensi

serangan<1x/bulan >1x/bulan Sering

Lama serangan <1minggu ≥1minggu

Hampir sepanjang

tahun, tidak ada

remisi

Tidur dan aktivitasTidak

tergangguSering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaaan

fisik diluar

serangan

normalMungkin ada

kelainanTidak pernah normal

Obat pengendali Tidak perluNonsteroid/steroid

inhalerSteroid inhaler/ oral

Uji faal paruPEF/FEV1

>80%

PEF/FEV1

60-80%

PEF/FEV1 <60%,

variabilitas 20-30%

Variabilitas faal

paru

Variabilitas

>15%Variabilitas >30% Variabilitas >50%

Pada kasus ini frekuensi serangan asma pada pasien dialami tidak lebih dari 3

kali setahun, lama serangan 2-3 hari, derajat serangan sedang, tidak mengganggu

aktivitas dan tidur pasien. Sehingga pada kasus ini merupakan asma episodik

jarang.

15

Table 2.Penilaian Derajat Serangan Asma(2)

Parameter Klinis,

Fungsi Paru,

Laboratorium

Ringan Sedang Berat

Tanpa

ancaman

henti napas

Ancaman

henti napas

Sesak Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Bisa

berbaring

Lebih suka duduk Duduk

bertopang

lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran Mungkin

irrtable

Biasanya irritable Biasanya

irritable

Kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang,

sering hanya

pada akhir

ekspirasi

Nyaring,

sepanjang

ekspiras ±

inspirasi

Sangat

nyaring,

terdengar

tanpa

stetoskop

sepanjang

ekspirasi dan

inspirasi

Sulit/tidak

terdengar

Penggunaan otot

bantu respiratorik

Biasanya

tidak

Biasanya ya Ya Gerakan

paradoks

torakoabdomin

al

16

Retraksi Dangkal,

retraksi

interkostal

Sedang, ditambah

retraksi

suprasternal

Dalam,

ditambah

napas cuping

hidung

Dangkal/hilang

Frekuensi napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pulsus Paradoksus Tidak ada

< 10 mmHg

Ada

10-20 mmHg

Ada

> 20 mmHg

Tidak ada,

tanda

kelelahan otot

napas

PEFR atau FEV1

Pra-bronkodilator

Pasca-bronkodilator> 60%

> 80%

40-60%

60-80%

< 40%

< 60%

Respon < 2

jam

SaO2 % > 95% 91-95% ≤ 90%

PaO2 Normal > 60 mHg < 60 mHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Pada pasien ini didapatkan sesak timbul saat pasien berbicara, dapat berbicara

hanya dengan penggal kalimat, posisi yang nyaman saat serangan adalah posisi

duduk, saat menangis tangisan terdenganr pendek, napas berbunyi saat menarik

dan menghembuskan napas dan disertai retraksi, takipnea dan takirkardia.

17

Berdasarkan gejala klinis ini maka dapat ditegakkan pasien adalah asma dengan

serangan sedang.

Penanganan asma dapat dapat dilakukan berdasarkan pedoman tatalaksana

serangan asma pada anak oleh Global Initiative for Asthma (2002)

18

Pada serangan asma sedang jika diberikan nebulasi dua kali pasien hanya

menunjukkan respon parsial kemungkinan derajat serangannya sedang. Nebulasi

yang diberikan menggunakan salbutamol dengan dosis 0,1-0,15 mg/kgBB dengan

interval 20 menit. Steroid oral yang diberikan adalah methylprednisolon dosis 1-2

mg/kgBB/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari.

Pada kasus ini setelah dilakukan perawatan selama 2 hari maka pasien

diperbolehkan pulang dan melakukan rawat jalan.

Diagnosis banding asma bronkial yaitu bronkiolitis, pneumonia dan

benda asing.(3)

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita asma bila serangan sering

terjadi dan berlangsung lama maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan

perubahan bentuk toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Bila sekret

19

banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga terjadi atelektasis

bila atelektasis berlangsung lama maka dapat terjadi bronkiektasi.(3)

Pencegahan untuk kasus asma bronkial dapat dilakukan dalam 2 cara,

yaitu :(2)

1. Pada anak yang asmanya belum manifestasi :

Mencegah terjadinya sensitasi dengan menunda pemberian makanan

padat yang mempunyai tingkat alergenitas tinggi (telur, susu sapi)

Orang tua dianjurkan tidak merokok

Mencegah terjadinya infeksi saluran napas

Pememberian ASI eksklusif pada bayi

2. Pada anak yang gejala asmanya sudah manifestasi :

Menghindari factor pencetus berupa allergen makanan, allergen hirup,

bahan iritan, tertular infeksi, latihan fisik yang erat, perubahan cuaca dan

factor emosi.

Pemberian obat pengendali

Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian

besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Informasi

mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan

pada 50-80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada

masa kanak-kanak.(3)

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Woolcock AJ, Konthen PG. Lung function and asthma in Balinese and Australian children. Joint International Congress, 2nd Asian Pacific of Respirology and 5th Indonesia Association of Pulmonologists. Bali July 1- 4 2002.p.72 (abstract).

2. IDAI. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

3. Mangunnegoro H, Syafiuddin T, Yunus F, Wiyono WH. Upaya menurunkan hipereaktivitas bronkus pada penderita asma; Perbandingan efek budesonid dan ketotifen. Paru 2004; 12:10-8.

4. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. NIH Publication, 2005

5. Busse WW, Coffman RL, Gelfand EW, Kay AB, Rosenwasser LJ. Mechanism of Persisten Airway Inflammation in Asthma. Am J Respir Crit Care Med 2005; 152:388-93.

21

6. Davis DE, Wicks J, Powell RM, Puddicombe SM, Holgate ST. Airway remodeling in asthma. New Insights. J Allergy Clin Imunol 2003.;111(2). Available from http//www.mosby.com/jaci.

7. Holgate ST. The celluler and mediator basis of asthma in relation to natural history. Lancet 350 2011; (suppl II) : 5-9.

22