Asma Refrat.ika

49
BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup. Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti “sengal-sengal”. Dalam pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang dengan atau tanpa disertai mengi. Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita kenal sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai asma jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari bahasa Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai asma yang penyebabnya berkaitan dengan bronkus. 1

description

asma

Transcript of Asma Refrat.ika

Page 1: Asma Refrat.ika

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat

bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan

mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja

atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan

produktivitas serta menurunkan kualitas hidup.

Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti “sengal-sengal”.

Dalam pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang disertai sesak napas

berulang dengan atau tanpa disertai mengi.

Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita

kenal sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai

asma jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari

bahasa Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai

asma yang penyebabnya berkaitan dengan bronkus.

Pada penderita asma bronkial terjadi penyempitan bronkus secara berulang-ulang.

Di antara masa serangan tersebut, terdapat fungsi dimana fungsi ventilasi paru mendekati

keadaan normal.

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal,

berulang-ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi

atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang

berlebihan.

1

Page 2: Asma Refrat.ika

Asma merupakan penyakit familiar yang diturunkan secara poligenik dan

multifaktorial. Telah ditemukan hubungan antara asma dan lokus histokompatibiltas

(HLA) dan tanda genetik pada molekul imunoglobulin G (IgG).

2

Page 3: Asma Refrat.ika

BAB II

ISI

Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan

napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada

terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut

berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit

hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang total.

Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan

derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode

yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama

berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status

asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat

berakhir dengan kematian.

Etiologi

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma

dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang

berkaitan dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua

kategori timbal balik dapat dipisahkan :

1. Asma ekstrinsik imunologik

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak,

umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik.

3

Page 4: Asma Refrat.ika

Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari

semua bentuk alergi dan mungkin asma bronkial.

2. Asma intrinsik imunologik

Dapat terjadi pada segala usia dan ada kecenderungan untuk lebih sering kambuh dan

berat. Lebih sering berkembang ke status asmatikus.

Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk ditekankan

bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap

subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu jenis

rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua kelompok besar, yaitu alergi

dan idiosinkrasi.

Asma alergik seringkali disertai dengan riwayat pribadi dan atau keluarga

mengenai penyakit alergi, seperti rinitis, urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and

flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara,

peningkatan kadar IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang

meliputi inhalasi antigen spesifik

Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan

memperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negative, uji kulit negatif, dan kadar

IgE serum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme

imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks

gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran napas bagian atas. Gejala awal

mungkin hanya berupa gejala flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai

mengalami mengi paroksismal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari

samapai berbulan-bulan.

Faktor risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor

lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui

kemungkinan :

4

Page 5: Asma Refrat.ika

Pajanan limgkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik

asma

Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing

meningkatkan risiko asma

Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi untuk

berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas bronkus, jenis

kelamin dan ras. Fenotip yang berkaitan dengan asma dikaitkan dengan ukuran subjektif

(gejala) dan objektif (hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan atau

predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi

dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan

yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan

(virus), diet, status ekonomi dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan

lingkungan kerja dipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian

faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan

kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan

menetapnya gejala.

Epidemiologi

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan

diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini.

Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar

separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum

usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1

yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu

tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi

5

Page 6: Asma Refrat.ika

di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab

kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,

bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar

5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk,

dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000

penduduk.

Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada

penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun

diperkirakan berkisar antara 5–10%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma

meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik Subbagian Paru

Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma.

Jumlah kunjungan di poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12.000–13.000 atau

rata-rata 12.324 kunjungan pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan

karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak di antaranya adalah pasien poliklinik

paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak

dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma yang berat.

Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma

pada anak dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus serta

gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan

menggunakan kuisioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuisioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 ±

0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma),

6,2% dari 64% diantaranya mempunyai gejala klasik. Bagian anak FKUI-RSCM

melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta pusat pada 1995–1996

dengan mengunakan kuisioner modifikasi dari ATS, ISAAC dan Robertson, serta

melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1.296 siswa dengan usia 11

tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8%

dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada

siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2.234 anak usia 13–14 tahun melalui kuisioner

6

Page 7: Asma Refrat.ika

ISAAC, pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang

dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma) 8,9%

dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo Surabaya melakukan penelitian di

lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuisioner modifikasi

ATS, yaitu proyek pneumobile Indonesia dan Respiratory Sympton questioner of Institute

of Respiratory Medicine, New South Wales dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)

menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden

usia 13 – 70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7 %

dengan rincian laki-laki 9,2 % dan perempuan 6,6 %.

Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,

terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel. Faktor lingkungan

dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas

pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma

intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma

seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

1. Inflamasi akut

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus,

iritan, alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.

Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik

Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 10–

15 menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan performed

mediator seperti histamin protease dan newly generated mediator seperti

leukotrien, prostaglandin dan platelet activating factor yang menyebabkan

kontraksi otot polos, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang

segera, baik secara spontan maupun dengan bronkodilator seperti

7

Page 8: Asma Refrat.ika

simpatomimetik. Perubahan ini dapat dicegah dengan pemberian kromoglikat atau

antagonis H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian

kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid untuk

beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini.

Reaksi fase lambat dan lama

Reaksi ini timbul antara 6–9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan

pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis

reaksi yang tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan

netrofil 4–8 jam setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga

berhubungan dengan reaktivasi sel mast. Leukotrien, prostaglandin dan

tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada reaksi lambat karena

mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema

submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat oleh pemberian kromiglikat,

kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.

2. Inflamasi kronik

Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan

inflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti

limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus.

Pada otopsi ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering

ditemukan sumbatan bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus

oleh mukus ini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel

mononuklear terjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4.

Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan makrofag yang dapat

menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan mukosa bronkus serta

menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan

hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini.

Airway remodeling

Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.

Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya

seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic

8

Page 9: Asma Refrat.ika

growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.

Perubahan struktur yang terjadi :

1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.

2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

3. Penebalan membran retikular basal

4. Pembuluh darah meningkat

5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat

6. Perubahan struktur parenkim

7. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis

Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan

akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah

peningkatan gejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah

distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman

airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan

pengobatan dari proses tersebut.

Patologi Anatomi

Gambaran makroskopik yang penting dari asma yang lanjut adalah : (1) Mukus

penyumbat dalam bronki, (2) Inflasi paru yang berlebihan, tetapi bukan emfisema yang

nyata, dan (3) Kadang-kadang terdapat daerah bronkiektasis terutama dalam kasus yang

berhubungan dengan aspergilosis. Jalan udara seringkali tersumbat oleh mukus, yang

terdiri dari sel yang mengalami deskuamasi. Musin sering mengandung komponen

seroprotein yang timbul dari reaksi peradangan hebat dalam submukosa. Dinding bronki

tampak lebih tebal dari biasa. Apabila eksudat supuratif terdapat dalam lumen, maka

superinfeksi dan bronkitis harus diwaspadai.

Secara mikroskopik terdapat hiperplasia dari kelenjar mucus, bertambah tebalnya

otot polos bronkus dan hipertofi serta hiperplasia dari sel goblet mukosa. Daerah-daerah

yang tidak mengandung epitel respirasi sering ditemukan, ditambah dengan edema

subepitel. Pertambahan jumlah limfosit peradangan yang agak banyak, terutama eosinofil

9

Page 10: Asma Refrat.ika

terdapat pada mukosa yang edema. Sumbatan di dalam jalan napas mengandung : (1)

Gulungan sel epitel yang lepas dan sekret protein yang membentuk spiral Curschmann,

(2) Eosinofil yang padat dengan kristal Charcot-Leyden, (3) kristal Charcot-Leyden

bebas yang dilepaskan oleh eosinofil, dan (4) Debris seluler. Superinfeksi bakteri dapat

membentuk perubahan anatomi kea rah bronkitis.

Patofisiologi

Tanda patofisiologik asma adalah penurunan diameter jalan napas yang

disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus

dan sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas,

penurunan ekspirasi paksa (forced expiratory volume) dan kecepatan aliran udara,

hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja bernapas, perubahan fungsi otot-otot

pernapasan, perubahan rekoil elastik (elastic recoil), penyebaran abnormal aliran darah

ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri.

Pada dasarnya asma diperkirakan sebagai penyakit saluran napas, sesungguhnya semua

aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan akut. Pada pasien yang sangat

simtomatik seringkali ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertensi paru pada

elektrokardiografi. Seorang pasien yang dirawat, kapasitas vital paksa (forced vital

capasity) cenderung kurang dari atau sama dengan 50% dari nilai normal. Volume

ekspirasi 1 detik rata-rata 30% atau kurang dari yang diperkirakan, sementara rata-rata

aliran mid ekspiratori maksimum dan minimum berkurang sampai 20% atau kurang dari

yang diharapkan. Untuk mengimbangi perubahan mekanik, udara yang terperangkap (air

trapping) ditemukan dalam jumlah besar.

Gambaran klinik

Gejala asma terdiri dari trias dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling

khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat

timbul bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang

menghasilkan lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat dan kerapkali

10

Page 11: Asma Refrat.ika

berbentuk silinder dari saluran napas bagian distal (Spiral Churschmann) serta

memperlihatkan sel eosinofil serta kristal Charcot-leyden jika dilihat dengan mikroskop.

Berbagai pembagian asma pada anak telah banyak dikemukakan. Pembagian asma

menurut Phelan dkk (1983) adalah sebagai berikut :

1. Asma episodik jarang

Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat

pada anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran

napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling

lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-

gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar

3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari. Waktu remisinya bermingu-

minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang

didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan

kelainan lain.

2. Asma episodik sering

Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga

golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan,

serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6 tahun

dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua

menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan

stress. Banyaknya serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa

hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada umur 8−13

tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma

kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan

batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.

Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika

waktu serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay

fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang

ditemukan gangguan pertumbuhan.

3. Asma kronik atau persisten

11

Page 12: Asma Refrat.ika

Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum

umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan

pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih jelas terjadinya

obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari.

Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan di

rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8–14 tahun.

Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten

atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda. Pada

pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada burung (pigeon

chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada golongan ini dapat

terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisiknya

sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan kegiatan olahraga dan kegiatan biasa

lainnya. Sebagian kecil ada juga yang mengalami gangguan psikososial.

Varian bentuk Asma

Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak dapat

begitu saja dimasukkan ke dalamnya.

1. Asma episodik berat atau berulang

Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur prasekolah.

Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit.

Biasanya berhubungan dengan infeksi saluran napas. Di luar serangan biasanya

normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Serangan biasanya hilang pada

umur 5−6 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang persisten.

2. Asma persisten

Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa minggu.

Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan dengan

kecilnya saluran napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada beberapa anak

umur 3−12 bulan. Mengi biasanya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan

umum anak dan tumbuh kembang biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak

menjadi gemuk sehingga ada istilah “fat happy wheezer”. Gambaran rontgen paru

12

Page 13: Asma Refrat.ika

biasanya normal. Gejala obstruksi saluran napas disebabkan oleh edema mukosa

dan hipersekresi daripada spasme otot bronkusnya.

3. Asma hipersekresi

Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran utama

serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan ronkhi basah kasar dab ronkhi kering..

4. Asma karena beban fisik

Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma

episodik sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat golongan

asma yang manifestasi klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik yang

bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil baliq.

5. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik

Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat

mencetuskan serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru timbul

segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna

tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung zat

pengawet..

6. Batuk malam

Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi

mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak

jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur 2−6

tahun dengan gejala utama serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk

biasanya terjadi pada jam 1−4 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan tanda

adanya alergi pada anak dan keluarganya.

7. Asma yang memburuk pada pagi hari

Golongan yang gejalanya paling buruk jam 1−4 pagi. Keadaan demikian dapat

terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan

irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.

Gejala klinis

Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara

klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu :

13

Page 14: Asma Refrat.ika

1. Stadium I

Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk

kering. Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang

merangsang batuk.

2. Stadium II

Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa.

Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi

memanjang dan terdengar mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja.

Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga. Anak lebih

senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau

kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke

depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang

lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan

interkostal.

3. Stadium III

Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga

suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering

disangka ada perbaikan. Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur

dan frekuensi napas yang mendadak meninggi

Diagnosis

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia,

disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya

penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita

tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat

episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas

yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis,

ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas

kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostic

14

Page 15: Asma Refrat.ika

Riwayat penyakit atau gejala :

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit

1. Riwayat keluarga (atopi).

2. Riwayat alergi/atopi.

3. Penyakit lain yang memberatkan.

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila

ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma

anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak

tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada

anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus)

sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma.

Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat

batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat

mungkin merupakan bentuk asma.

Pemeriksaan fisik

o Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang

tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.

o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk

paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat

retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma

kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter

anteroposterior toraks bertambah.

15

Page 16: Asma Refrat.ika

o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah

posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas

melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar

juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus

banyak.

o Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi

dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala

sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu

napas.

o Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya

dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang

dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya

terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat

badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai

dari perbaikan pertumbuhannya.

Uji faal paru

Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran

faal paru digunakan untuk menilai :

1. Derajat obstruksi bronkus

2. Menilai hasil provokasi bronkus

3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.

Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC,

FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap

kunjungan. “peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan

spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC),

aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai

normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR

dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat

secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi

kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut

16

Page 17: Asma Refrat.ika

umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus

dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya

hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :

1. Histamin

2. Metakolin

3. Beban lari

4. Udara dingin

5. Uap air

6. Alergen

Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila

PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi

bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan

setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif

dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.

Foto rontgen toraks

Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan.

Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus

paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin

Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang

diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral

Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi

1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit

atau pengukuran IgE spesifik serum.

2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya

dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak

didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk

diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative

palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan

hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal

17

Page 18: Asma Refrat.ika

itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus

dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan

pemberian antihistamin

3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak

dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada

lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak

mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

Diagnosis banding asma pada anak :

Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus

yang menekan trakea.

Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.

Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus.

Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial

Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila

sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.

Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di

bawah umur 6 bulan dan jarang berulang.

Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari

dan biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika, wheezy

cold, bronkitis dengan mengi, bronkiolitis berulang dan lain-lainnya.

Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan

dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi

tingkat pengobatan.

18

Page 19: Asma Refrat.ika

Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat

asma

Gejala Gejala

malam

Faal paru

Intermitten Bulanan

Gejala < 1x/minggu

Tanpa gejala diluar serangan

Serangan singkat

≤ 2x/bulan APE ≥ 80%

VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabilitas APE <

20%

Persisten

ringan

Mingguan

Gejala > 1x/minggu tetapi <

1x/hari

Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2x/bulan APE > 80%

VEP1 ≥ 80%

nilai prediksi APE ≥

80% nilai terbaik

Variabilitas APE

20-30%

Persisten

sedang

Harian

Gejala setiap hari

Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

membutuhkan bronkodilator

setiap hari

>

1x/minggu

APE 60-80%

VEP1 60-80% nilai

prediksi APE 60-80%

nilai terbaik

Variabilitas APE >

30%

Persisten

berat

Kontinua

Gejala terus menerus

Sering kambuh

Aktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤ 60%

VEp1 ≤ 60% nilai

prediksi ≤ 60% nilai

terbaik

Variabilitas APE >

30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah

berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis

19

Page 20: Asma Refrat.ika

bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan

juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.

Tabel klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian

Gejala dan faal paru dalam pengobatan Tahap I

intermiten

Tahap 2

persisten

sedang

Tahap 3

persisten

sedang

Tahap I : intermitten

Gejala < 1x/minggu

Serangan singkat

Gejala malam < 2x/bulan

Faal paru normal di luar serangan

Intermiten Persisten

ringan

Persisten

sedang

Tahap II : persisten ringan

Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari,

gejala malam > 2x/bulan, tetapi <

1x/minggu

Faal paru normal diluar serangan

Persisten

ringan

Persisten

sedang

Persisten

berat

Tahap III : persisten sedang

Gejala setiap hari, serangan

mempengaruhi aktivitas dan tidur

Gejala malam > 1x/minggu

60% < VEP1 < 80% nilai prediksi

60% < APE < 80% nilai terbaik

Persisten

sedang

Persisten

berat

Persisten

berat

Tahap IV : persisten berat

Gejala terus menerus, serangan sering,

gejala malam sering

VEP1 ≤ 60% nilai prediksi atau

APE ≤ 60% nilai terbaik

Persisten

berat

Persisten

berat

Persisten

berat

Pengobatan

20

Page 21: Asma Refrat.ika

Pasien asma dapat berada dalam keadaan tenang, tetapi dapat juga dalam keadaan

serangan. Serangan asma dapat ringan, sedang dan berat. Bahkan dapat jatuh dalam

keadaan status asmatikus, yakni serangan asma yang berat dan tidak dapat diatasi dengan

obat-obat biasa yang dapat mengatasi serangan tersebut.

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri dari pengontrol dan pelega.

1. Pengontrol (controller)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikas

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten. Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifier

Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1)

2. Pelega (reliever)

Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala

akut, seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan

napas. Termasuk pelega adalah :

Agonis beta-2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

21

Page 22: Asma Refrat.ika

Aminofilin

Adrenalin

Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan

parenteral (subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi

langsung ke jalan napas adalah :

1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan

3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi pada

pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat

bila diberikan secara inhalasi daripada oral.

Serangan asma dan penanggulangannya

o Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat

bronkodilator oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak

memerlukan pengobatan.

o Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang

kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan

seperti adrenalin.

o Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada

serangan ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan

kortikosteroid dan bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu

diberikan 1–2 liter/menit.

o Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol

atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi

keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal

atau diduga akan gagal, keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak

tersebut sudah masuk dalam keadaan status asmatikus.

Penanggulangan status asmatikus

1. Pemberian oksigen dilanjutkan 4–6 liter/menit.

22

Page 23: Asma Refrat.ika

2. Periksa gas darah dan pasang IVFD cairan 3:1 (glukosa 10% : NaCl 0,9%

ditambah KCl 5 Meq/kolf. Koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan

elektrolit.

3. Pemberian teofilin dilanjutkan, dengan :

memonitor kadar teofilin darah

Pantau tanda-tanda keracunan teofilin

Bila tidak ada tanda-tanda keracunan teofilin dan keadaan serangan asmanya

belum membaik, mungkin perlu tambahan dosis teofilin.

4. Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus

diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk

mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap

bronkodilator.

5. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena

biasanya pada keadaan seperti ini terdapat banyak lender dan lengket di seluruh

cabang-cabang bronkus.

6. Periksa EKG dan roentgen foto toraks.

Pantau tanda-tanda vital, bila terdapat tanda-tanda gagal napas yang mengancam

perlu bantuan pernapasan, bila perlu dirawat di unit perawatan intensif.

Apabila serangan asma baru pada stadium prodromal, maka penggunaan

bronkodilator secepat-cepatnya dan dengan cara yang tepat dengan dosis yang cukup

memadai dapat menggagalkan serangan asma akut (lewis dan farrel, 1985).

Bronkodilator simpatomimetik seperti juga bronkodilator lainnya, disamping

dipakai untuk mengobati serangan asma juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi

serangan asma. Dianjurkan memakai beta-2 selektif. Bentuk aerosol (inhalasi)

merupakan cara pencegah dan penggagal serangan asma yang baik dan cepat kerjanya.

Simpatomimetik sering dikombinasikan dengan dengan teofilin peroral. Dengan dosis

tengah, efek bronkodilatasinya bersifat aditif sedangkan efek sampingnya lebih sedikit.

Pada penggunaan jangka panjang, misalnya asma kronik atau persisten, teofilin obat

tunggal atau kombinasi dengan simpatomimetik merupakan obat yang harus dipakai lebih

23

Page 24: Asma Refrat.ika

dahulu sebelum ditambah dengan obat lain dalam rangka mencegah kambuhnya serangan

asma.

Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya

dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis

prednison 1–2 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian

kortikosteroid jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang

lebih gawat dan perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat

terapi kortikosteroid lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis

kortikosteroid perlu ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian

kortikosteroid mungkin diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka

panjang harus diberikan secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma

mungkin lebih banyak disebabkan oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada

bronkospasme. Pemberian kortikosteroid mungkin sangat berguna.

Disodium kromogikat (DSCG) inhalasi, salah satu kerjanya adalah mencegah

degranulasi sel mast merupakan onat untuk mencegah serangan asma, terutama bila

diberikan secara teratur (Bernstein, 1981). Bila diberikan sebelum kegiatan jasmani dapat

mencegah asma yang diinduksi aktivitas fisik Pada asma ringan dan sedang efektifitas

pencegahannya sama dengan teofilin, efek samping lebih sedikit (Hambleton dkk 1977,

Furukawa dkk 1984).

Obat pencegahan yang ideal untuk anak adalah obat yang diberikan secara oral 1–

2 kali/hari. Ketotifen yang salah satu kerjanya memperkuat dinding sel mast sehingga

mencegah keluarnya mediator dilaporkan dapat merupakan obat pencegahan peroral yang

dapat diberikan 2 kali/hari.

Terapi imnulogik tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin (Lichtenstein 1978).

Tetapi tindakan ini yang salah satu tugasnya membentuk antibodi penghalang perlu

dipertimbangkan bila tindakan-tindakan lainnya telah dusahakan semaksimal mungkin

dan tidak memberikan hasil.

24

Page 25: Asma Refrat.ika

Penatalaksanaan dan pencegahan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan

kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa

asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang

menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga

penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan,

mempunyai manfaat, aman dan terjangkau.

Tujuan penatalaksanaan asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan fisik

5. Menghindari efek samping obat.

6. Mencegah terjadinya keterbatasan alran udara irreversible

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya ridak ada), termasuk gejala malam.

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan).

4. Variasi harian APE < 20%

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat

.

25

Page 26: Asma Refrat.ika

Integrasi dari pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program

penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :

1. Edukasi

2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat

Ke 7 hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang

mudah dan dikenal (dalam istilah) dengan “7 langkah mengatasi asma”, yaitu :

1. Mengenal seluk beluk asma

2. Menentukan klasifikasi

3. Mengenali dan meghindari pencetus

4. Merencanakan pengobatan jangka panjang

5. Mengatasi serangan asma dengan tepat

6. Memeriksakan diri secara teratur

7. Menjaga kebugaran dan berolahraga

Penanggulangan serangan asma pada anak sekarang yang lebih penting ditujukan

untuk mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan

serangan asma terdiri atas :

Menghindari faktor-faktor pencetus

Obat-obatan dan terapi imunologi

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-

reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.

26

Page 27: Asma Refrat.ika

Macam-macam pencetus asma :

1. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan

asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas

juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas

hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada

bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan

bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan

biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.

2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya

respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat

disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.

3. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez

dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.

4. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan

polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung

dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara

kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss

dkk 1978, Zebailos dkk 1978).

5. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma

(Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus.

Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.

6. Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat

mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi

dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.

7. Refluks gastroesofagitis

27

Page 28: Asma Refrat.ika

Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan

orang dewasa (Dess 1974).

8. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan

asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan

usaha-usaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma

atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma.

Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam,

terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma,

pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi

anak asma dan keluarganya.

Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus. Dengan anak

pencetus alergen sering disertai pencetus non alergen yang dapat mempercepat dan

memperburuk serangan asma. Pada 38% kasus William dkk (1958) Faktor pencetusnya

adalah alergen dan infeksi. Diduga infeksi virus memperkuat reaksi terhadap pencetus

alergenik maupun nonalergenik.

Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu diketahui dan

diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur di dalamnya merupakan

pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di

poliklinik Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM

Jakarta, debu rumah diduga sebagai pencetusnya.

Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat terjadi tidak

lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu setelahnya.

Anggota keluarga yang sedang menderita “flu” tidak boleh mendekati anak yang

asma atau kalau dekat anak yang asma lebih-lebih bila bicara, batuk atau bersin perlu

menutup mulut dan hidungnya. Hindarkan anak dari perubahan cuaca atau udara yang

mendadak, lebih-lebih perubahan ke arah dingin.

28

Page 29: Asma Refrat.ika

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat

ditempuh supaya anakdapat tetap beraktivitas adalah :

1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang

mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda,

berenang.

2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila

batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali.

3. Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol

dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.

Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi

emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke

depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah,

gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik

dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat

terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama

dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia.

Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi

dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat

menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

Prognosis dan perjalanan klinis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang

29

Page 30: Asma Refrat.ika

jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di

pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik

ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul

pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah

diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi

persentase anak yang menderita penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara

keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21

tahun asmanya sudah menghilang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi asma anak :

7. Umur ketika serangan pertama timbul, seringnya serangan asma, berat ringannya

serangan asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapat serangan asma.

8. Banyak sedikitnya faktor atopi pada anak dan keluarga.

9. Pernah menderita atau menderita ekzema infantil yang sulit diatasi.

10. Lamanya minum air susu ibu.

11. Usaha pengobatan dan penggulangannya.

12. Apakah orang tua atau orang serumah/sekamar merokok. Polusi udara di dalam atau

di luar rumah.

13. Penghindaran alergen yang dimakan sejak hamil dan sewaktu menyusui.

14. Jenis kelamin, kelainan hormonal dan lain-lain.

30

Page 31: Asma Refrat.ika

BAB III

KESIMPULAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma dapat

bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan

mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat bolos kerja

atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan sehingga menambah penurunan

produktivitas serta menurunkan kualitas hidup.

Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang kita

kenal sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal sebagai

asma jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut berasal dari

bahasa Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat dipahami sebagai

asma yang penyebabnya berkaitan dengan bronkus.

Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang paroksismal,

berulang-ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan oleh konstriksi

atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi lendir kental yang

berlebihan.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan

napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada

terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut

berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

31

Page 32: Asma Refrat.ika

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan

di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku

Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.

3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3.

Editor Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC :

Jakarta, 2000.

4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar

Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.

5. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/resp/asma.html

32