Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

13
Asma merupakan inflamasi kronik di saluran napas. Inflamasi kronik berkaitan dengan hiperresponsif saluran napas yang menyebabkan episode kambuhan seperti mengi (wheezing), sesak napas, dada sesak, dan batuk terutama di malam atau pagi hari. Perburukan gejala asma atau eksaserbasi disebabkan karena kontrol asma yang buruk. Berbagai faktor bisa memicu eksaserbasi, diantaranya faktor lingkungan, infeksi virus di saluran napas, paparan alergen, polusi udara, bakteri, stres, udara dingin atau pajanan di tempat kerja. Infeksi yang kemungkinan menyebabkan eksaserbasi akut bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau pneumonia atipikal Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Mekanisme dasar kelainan asma FAKTOR RISIKO Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk di antaranya predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala- gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi

description

asma, salbutamol,

Transcript of Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Page 1: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Asma merupakan inflamasi kronik di saluran napas.Inflamasi kronik berkaitan dengan hiperresponsifsaluran napas yang menyebabkan episode kambuhanseperti mengi (wheezing), sesak napas, dada sesak, dan batukterutama di malam atau pagi hari.Perburukan gejala asma atau eksaserbasi disebabkan karenakontrol asma yang buruk. Berbagai faktor bisa memicueksaserbasi, diantaranya faktor lingkungan, infeksi virus disaluran napas, paparan alergen, polusi udara, bakteri, stres,udara dingin atau pajanan di tempat kerja.Infeksi yang kemungkinan menyebabkan eksaserbasi akutbisa disebabkan oleh virus, bakteri atau pneumonia atipikal

Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Mekanisme dasar kelainan asma

FAKTOR RISIKO

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk di antaranya predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/pejamu dengan lingkungan yang mungkin terjadi adalah: • pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, • baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Page 2: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma

SMART Dalam Pengendalian AsmaAda tantangan tersendiri dalam manajemen asma. Selainmemang manajemen asma kompleks, pemahamanpasien tentang asma juga masih minim. Kebanyakandokter maupun pasien masih terlalu bergantung pada obat-obatreliever sehingga kontrol terhadap asma kurang optimal. Obatobatyang dimaksudkan untuk pemeliharaan (maintenance)seringkali tidak dipatuhi. Tak hanya itu, bukti klinis tentangmanfaat dosis kortikosteroid inhalasi (ISC) yang diperbesarselama periode serangan pun masih kurang.Pengobatan asma saat ini sudah mengalami evolusi, dimulaitahun 70-an dimana SABA diperkenalkan pertama kali untukmengatasi bronkospasme. Tahun 80-an, mulai digunakanICS untuk mengatasi inflamasi pada asma. Baru pada tahun90-an mulai digunakan kombinasi ICS dan beta-2 agonisaksi panjang (LABA), mengingat efek samping SABA yangkurang baik. Kini kombinasi LABA dan ICS sudah tersediadalam satu turbuler inhalasi.

Page 3: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Setelah itu baru masuk. ke tulisan penjelasan tentang SMART

Untuk studi SMART pake yang dibawah ini. Mohon dibuatkan summary singkat2 saja dari tiap studi dan mohon untuk daftar pustaka dapat di adjust sesuai dengan referensi dibawah ini

Studi Klinis SMART

Budesonide/Formoterol Maintenance and Reliever Therapy: An Effective Asthma Treatment Option? (COSMOS Study)Vogelmeier C, et al. European Respiratory Journal 2005;26:819-828.

Tujuan:Membandingkan efikasi budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan pelega dengan salmeterol/fluticason sebagai terapi rumatan + salbutamol sebagai pelega.

Metodologi: Desain studi:

o Studi bersifat multisenter, acak, label terbuka, paralel dan berlangsung selama 12 bulan.o Selama masa run-in, pasien menggunakan ICS yang biasa mereka gunakan (dan LABA jika

perlu) dan terapi as-needed selama 2 minggu. Setelah itu, pasien secara acak mendapatkan budesonid/formoterol 160/4.5 µg 2 inhalasi b.i.d.+as-needed atau salmeterol/fluticason 50/250 µg b.i.d.+salbutamol as-needed. Setelah 4 minggu pasien dapat mentitrasi dosis rumatan sesuai dengan praktek klinis normal.

Kriteria inklusi:o Pasien yang memenuhi kriteria asma menurut American Thoracic Society selama ≥ 6 bulan.o Berusia ≥ 12 tahun.o Menggunakan ≥ 500 µg/hari budesonid atau fluticason (atau ≥ 1000 µg ICA lainnya) selama

setidaknya 1 bulan sebelum studi.o Memiliki FEV1 pre-terbutalin 40-90% perkiraan normal.o Mengalami setidaknya 1 eksaserbasi > 2 minggu tetapi ≤ 12 bulan sebelum studi.o Pasien yang dirandomisasi adalah pasien yang menggunakan terapi as-needed selama ≥ 4 hari

pada 7 hari terakhir masa run-in. Kriteria eksklusi:

o Penggunaan budesonid/formoterol atau salmeterol/fluticason selama 3 bulan terakhir. Endpoint:

o Primer: waktu hingga terjadinya eksaserbasi berat pertama, yaitu memburuknya asma yang menyebabkan hospitalisasi/perawatan gawat darurat, penggunaan steroid oral ≥ 3 hari atau diperlukannya perubahan terapi.

Page 4: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

o Sekunder: jumlah eksaserbasi berat, jumlah hari eksaserbasi, jumlah hari penggunaan steroid oral akibat eksaserbasi, FEV1, skor ACQ-5 (Asthma Control Questionnaire 5-item version) dan AQLQ (Asthma Quality of Life Questionnaire) serta keamanan.

Hasil: Budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan as-needed mampu memperpanjang waktu

hingga terjadinya eksaserbasi berat dibandingkan salmeterol/fluticason+salbutamol (p=0.0051). Budesonid/formoterol mengurangi resiko eksaserbasi berat sebanyak 25% (p=0.0076) serta

jumlah total eksaserbasi berat sebesar 22% (p=0.0025) dibandingkan salmeterol/fluticason. Secara keseluruhan, kelompok budesonid/formoterol memiliki beban eksaserbasi lebih rendah;

penurunan 36% dalam jumlah hari eksaserbasi berat, penurunan 24% dalam jumlah kunjungan di luar jadwal, penurunan 34% dalam hari penggunaan steroid oral akibat eksaserbasi berat, penurunan 16% dalam kunjungan ke UGD, serta penurunan 37% dalam hari kunjungan ke rumah sakit.

Kedua kelompok menunjukkan perbaikan FEV1 sebelum dan setelah pemberian terbutalin baik selama 4 minggu pengobatan maupun fase titrasi dosis. Namun, kelompok budesonid/formoterol menunjukkan perbedaan bermakna dalam FEV1 setelah pemberian terbutalin.

Pada keseluruhan masa studi, penggunaan terapi as-needed pada kelompok budesonid/formoterol 38% lebih rendah dibandingkan kelompok salmeterol/fluticason+salbutamol (0.58 vs. 0.93 inhalasi/hari; p<0.001).

Kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam perbaikan skor ACQ-5 dan AQLQ.

Keamanan dan tolerabilitas: Kedua terapi dapat ditoleransi dengan baik dan tidak terdapat perbedaan bermakna dalam

jumlah atau tingkat keparahan efek samping.

Page 5: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Walau jumlah pasien yang mengundurkan diri akibat efek samping cukup serupa pada kedua kelompok, terdapat lebih banyak pasien dari kelompok salmeterol/fluticason yang mengundurkan diri akibat asma dibandingkan kelompok budesonid/formoterol (11 vs. 3 pasien).

Key Point Studi:1. Budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan as-needed lebih mampu menurunkan resiko

terjadinya eksaserbasi berat dibandingkan dengan salmeterol/fluticasone+salbutamol.2. Penggunaan budesonid/formoterol dalam bentuk inhaler tunggal sebagai terapi rumatan dan as-

needed menyederhanakan terapi asma sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta perbaikan kontrol asma.

Page 6: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Budesonide/Formoterol for Maintenance and Relief in Uncontrolled Asthma vs. High-Dose Salmeterol/Fluticasone (AHEAD Study)Bousquet J, et al. Respiratory Medicine 2007;101:2437-2446.

Tujuan:Membandingkan efikasi dan keamanan budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan pelega (Symbicort SMART®) 2 x 160/4.5 µg b.i.d. dengan salmeterol/fluticason 50/500 µg b.i.d. + SABA as-needed.

Metodologi: Desain studi:

o Studi bersifat multisenter, acak, tersamar ganda, paralel dan berlangsung selama 6 bulan.o Peserta studi (n=2,309) menggunakan inhalasi kortikosteroid regular+LABA+terbutalin as-

needed selama 2 minggu (masa run-in). Setelah itu, pasien secara acak mendapatkan budesonid/formoterol 2 inhalasi 160/4.5 µg 2 kali sehari+as-needed, atau 1 inhalasi salmeterol/fluticason 50/500 µg 2 kali sehari+terbutalin 0.4 mg/inhalasi as-needed.

Kriteria inklusi:o Berusia ≥ 12 tahun.o Menderita asma persisten.o Menerima pengobatan kortikosteroid inhalasi saja (800-1600 µg/hari) atau kombinasi

kortikosteroid inhalasi (400-1000 µg/hari)+LABA selama setidaknya 3 bulan terakhir.o Forced expiratory volume dalam 1 detik (FEV1) prebronkodilator ≥ 50% dari perkiraan normal,

dengan reversibilitas ≥ 12% setelah pemberian 1 mg terbutalin.o Mengalami ≥ 1 eksaserbasi asma yang bermakna secara klinis dalam 12 bulan terakhir tetapi

tidak pada sebulan terakhir sebelum studi.o Pasien yang menjalani randomisasi harus menggunakan terbutalin as-needed pada ≥ 5 hari

dari 7 hari terakhir, dengan jumlah inhalasi ≤ 8 kali sehari. Kriteria eksklusi:

o Menderita infeksi saluran napas.o Menggunakan kortikosteroid sistemik dalam 30 hari terakhir.o Menggunakan β-bloker (termasuk tetes mata).o Memiliki sejarah merokok ≥ 10 pack-years.

Endpoint:o Primer: waktu hingga terjadinya eksaserbasi pertama, yaitu memburuknya asma yang

menyebabkan hospitalisasi/perawatan gawat darurat dan atau pemberian kortikosteroid oral selama setidaknya 3 hari.

Page 7: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

o Sekunder: jumlah eksaserbasi berat, waktu hingga hospitalisasi/perawatan gawat darurat pertama dan jumlah hospitalisasi/perawatan gawat darurat.

Hasil: Kedua terapi tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam waktu hingga terjadinya

eksaserbasi (risk-ratio 0.82; p=0.12). Namun, plot Kaplan-Meier menunjukkan bahwa budesonid/formoterol cenderung memperpanjang waktu hingga eksaserbasi pertama dan berikutnya (Gambar 2). Hal ini terlihat dari penurunan eksaserbasi sebesar 21% dibandingkan dengan salmeterol/fluticason (25 vs. 31 kejadian/100pasien/tahun; p=0.039) (Tabel 2).

Budesonid/formoterol juga menurunkan resiko (risk ratio 0.64; p=0.031) serta jumlah (9 vs. 13 kejadian/100 pasien/tahun; p=0.046) hospitalisasi/perawatan gawat darurat dibandingkan salmeterol/fluticason dosis tinggi+SABA.

Jumlah hari dengan kontrol asma yang buruk lebih tinggi pada kelompok salmeterol/fluticason+SABA, menunjukkan bahwa budesonid/formoterol mengurangi jumlah inhalasi as-needed dan memberikan proteksi lebih baik terhadap eksaserbasi.

Kedua terapi memberikan perbaikan kontrol asma dan FEV1 tanpa perbedaan bermakna.

Page 8: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Rerata dosis harian inhalasi kortikosteroid serta jumlah penggunaan kortikosteroid oral untuk mengatasi eksaserbasi lebih rendah pada kelompok budesonid/formoterol dibandingkan kelompok salmeterol/fluticason.

Keamanan dan tolerabilitas:Baik kelompok budesonid/formoterol maupun salmeterol/fluticason memberikan jumlah laporan efek samping yang serupa; 39% vs. 40% efek samping dan 3% vs. 3% efek samping serius.

Key Point Studi:1. Budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan pelega (Symbicort SMART®) mampu

mengurangi insiden eksaserbasi asma dan hospitalisasi/perawatan gawat darurat, serta menghasilkan kontrol asma harian yang sama baiknya dengan dosis tinggi salmeterol/fluticason+SABA.

2. Kelebihan lainnya adalah pasien terpapar pada dosis inhalasi kortikosteroid yang lebih rendah.

Page 9: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Effect of Budesonide/Formoterol Maintenance and Reliever Therapy on Asthma Exacerbations (COMPASS Study)Kuna P, et al. International Journal of Clinical Practice 2007;61(5):725-736.

Tujuan:Membandingkan efikasi dari budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan pelega (Symbicort SMART®) dengan salmeterol/fluticason+terbutalin dan Symbicort®+terbutalin.

Metodologi: Desain studi:

o Studi bersifat acak, tersamar ganda, double dummy, paralel dan berlangsung selama 6 bulan.o Selama masa run-in, pasien menggunakan kortikosteroid inhalasi (ICS) yang biasa mereka

gunakan sebagai terapi rumatan serta terbutalin sebagai pelega. Setelah itu, pasien (n=3,335) mendapatkan budesonid/formoterol 160/4.5 µg 1 inhalasi b.i.d+as-needed, atau salmeterol/fluticason 25/125 µg 2 inhalasi b.i.d.+terbutalin as-needed, atau budesonid/formoterol 320/9 µg 1 inhalasi b.i.d.+terbutalin as-needed.

Kriteria inklusi:o Pasien yang memenuhi kriteria asma menurut American Thoracic Society selama ≥ 6 bulan.o Berusia ≥ 12 tahun.o Menggunakan ICS selama ≥ 3 bulan (≥ 500 µg/hari budesonid atau fluticason, atau ≥ 1000

µg/hari ICS lainnya selama ≥ 1 bulan).o FEV1 ≥ 50% perkiraan normal dengan ≥ 12% reversibilitas setelah pemberian 1 mg terbutalin.o Mengalami ≥ 1 eksaserbasi asma dalam 1-12 bulan terakhir.o Pasien yang dirandomisasi adalah pasien yang menggunakan pelega pada ≥ 5 hari dalam 7 hari

terakhir masa run-in. Kriteria eksklusi:

o Pasien yang selama masa run-in membutuhkan > 10 inhalasi as-needed dan mengalami eksaserbasi asma tidak dirandomisasi.

o Pasien yang menggunakan kortikosteroid sistemik atau menderita infeksi saluran napas yang mempengaruhi kontrol asma pada 30 hari pertama studi.

Endpoint:o Primer: waktu hingga terjadinya eksaserbasi berat pertama, yaitu memburuknya asma diikuti

dengan hospitalisasi atau perawatan gawat darurat, atau membutuhkan penggunaan kortikosteroid oral selama ≥ 3 hari.

o Sekunder: jumlah total eksaserbasi asma, inhalasi obat as-needed, perubahan PEF (peak expiratory flow) pagi dan malam, FEV1, skor gejala asma, terbangun malam hari akibat asma,

Page 10: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

hari bebas gejala, hari bebas obat as-needed, hari dengan asma terkontrol, jumlah eksaserbasi ringan dan tolerabilitas.

Hasil: Budesonid/formoterol sebagai terapi rumatan dan pelega (SMART®) memperpanjang waktu

hingga terjadinya eksaserbasi berat pertama dibandingkan dengan salmeterol/fluticason dan Symbicort® (p=0.0034 dan p=0.023).

SMART® menyebabkan penurunan lebih besar dalam resiko terjadinya eksaserbasi berat pertama dibandingkan dengan salmeterol/fluticason (33%; p=0.003) dan Symbicort® (26%; p=0.026).

SMART® menyebabkan penurunan lebih besar dalam jumlah total eksaserbasi berat dibandingkan dengan salmeterol/fluticason (39%; p<0.001) dan Symbicort® (28%; p=0.0048).

Baik SMART® maupun Symbicort® menyebabkan penurunan lebih besar dalam jumlah hospitalisasi/perawatan gawat darurat (39%; p=0.0015 dan 32%; p=0.013) dibandingkan salmeterol/fluticason.

Dibandingkan dengan kedua terapi lainnya, SMART® menurunkan jumlah hari eksaserbasi yang membutuhkan penggunaan steroid oral hingga 41-45% serta yang membutuhkan hospitalisasi/perawatan gawat darurat hingga 38-61%.

Page 11: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Ketiga terapi tidak menunjukkan perbedaan bermakna dalam jumlah hari eksaserbasi ringan, waktu hingga terjadinya eksaserbasi ringan, perbaikan gejala asma, perbaikan skor AQLQ (Asthma Quality of Life Questionnaire) dan ACQ-5 (Asthma Control Questionnaire 5-item version) serta fungsi paru (nilai FEV1 dan PEV).

Penggunaan terapi as-needed pada ketiga kelompok cukup serupa; terdapat penurunan hingga 8-9 inhalasi/minggu dibandingkan dengan baseline.

Secara keseluruhan, terdapat penurunan rerata dosis ICS harian pada kelompok SMART®

dibandingkan kedua kelompok lainnya.

Keamanan dan tolerabilitas: Ketiga terapi dapat ditoleransi dengan baik dan tidak terdapat perbedaan bermakna antar-

kelompok dalam jumlah maupun tingkat keparahan efek samping.

Page 12: Asma Merupakan Inflamasi Kronik Di Saluran Napas

Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah infeksi saluran napas atas, faringitis dan nasofaringitis.

Key Point Studi:1. SMART® lebih baik dari salmeterol/fluticason dan budesonid/formoterol dalam mengurangi resiko

dan insiden eksaserbasi berat pada pasien asma.2. Walau dosis ICS harian pada terapi SMART® 25% lebih rendah dibandingkan kedua terapi lainnya;

SMART® mampu menghasilkan perbaikan kontrol asma yang serupa dengan terapi konvensional.3. SMART® meningkatkan efikasi dan kemudahan penatalaksanaan asma persisten moderat dan

berat.