asma kronis eksaserbasi akut.docx

52
MAKALAH ASMA KRONIS EKSASERBASI AKUT LABORATORIUM ILMU FARMASI RS. DR. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Dyah Ayu Yulia Wulandari, S.Ked ( 210.121.0042) Sari Nurmalia, S.Ked (210.121.0022) KEPANITERAAN KLINIK MADYA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

description

asma kronis

Transcript of asma kronis eksaserbasi akut.docx

Page 1: asma kronis eksaserbasi akut.docx

MAKALAH

ASMA KRONIS EKSASERBASI AKUTLABORATORIUM ILMU FARMASI

RS. DR. MOEWARDI SURAKARTA

Oleh:

Dyah Ayu Yulia Wulandari, S.Ked (210.121.0042)

Sari Nurmalia, S.Ked (210.121.0022)

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2015

Page 2: asma kronis eksaserbasi akut.docx

2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran

sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan

buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam

penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Makalah ini membahas tentang ASMA, yaitu terkait status pasien,

etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan manajemen

penatalaksanaannya.

Kami menyadari dalam makalah ini belum sempurna secara keseluruhan

oleh karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang

membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan

penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi

semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Solo, Oktober 2015

Penyusun

Page 3: asma kronis eksaserbasi akut.docx

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... 1

Kata Pengantar .................................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................................. 3

Bab I : Pendahuluan......................................................................................... 41.1.Latar Belakang.............................................................................. 51.2.Rumusan Masalah......................................................................... 51.3.Tujuan........................................................................................... 51.4.Manfaat......................................................................................... 5

Bab II : Tinjauan Pustaka ................................................................................. 62.1. Definisi....................................................................................... 62.2. Epidemiologi.............................................................................. 72.3. Patofisiologi............................................................................... 72.4. Faktor resiko.............................................................................. 92.5. Gejala......................................................................................... 102.6. Diagnosis.................................................................................... 102.7. Klasifikasi ................................................................................. 122.8. Diagnosis.................................................................................... 132.9. Penatalaksanaan......................................................................... 14

Bab III : Ilustrasi Kasus .................................................................................... 233.1. Identitas Pasien......................................................................... 233.2. Anamnesa.................................................................................. 233.3. Pemeriksaan Fisik..................................................................... 243.4. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 273.5. Diagnosis................................................................................... 273.6. Penatalaksanaan ....................................................................... 27

Bab IV: Pembahasan ........................................................................................... 294.1. Penatalaksanaan Farmakologi .................................................. 29

Bab V: Penutup ................................................................................................... 345.1. Kesimpulan ............................................................................... 345.2. Saran ......................................................................................... 34

Daftar Pustaka...................................................................................................... 35

Page 4: asma kronis eksaserbasi akut.docx

4

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di

Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus

asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,

baik di negara berkembang maupun di negara maju.1 Beban global untuk penyakit

ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,

produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.2 Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-

4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh

Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi

paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan

kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),

didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %

yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.

Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh

inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan

saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.

Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas

karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.

Page 5: asma kronis eksaserbasi akut.docx

5

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa diagnosis kasus pasien ny. S?

2. Bagaimana penatalaksanaan yang dapat diberikan pada Ny. S?

1.3 TUJUAN

Laporan kasus ini disusun untuk membantu penulis dalam mengetahui dan

memahami tentang:

1. Penegakan diagnosis kasus

2. Penatalaksanaan asma

1.3 MANFAAT

1.4.1 Manfaat untuk Penelaah

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang asma

2. Khususnya dapat memahami tentang asma baik itu etiologi,

klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,

penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.

1.4.2 Manfaat untuk Pembaca

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang asma

2. Memahami tentang asma baik itu etiologi, klasifikasi, patofisiologi,

manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaannya,

komplikasi, maupun prognosisnya.

3. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK

Unisma dalam prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai dengan

kompetensi dokter umum.

1.4.3 Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan

1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan tentang kedokteran, khususnya Tetanus.

2. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat

mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran

Page 6: asma kronis eksaserbasi akut.docx

6

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Asma

Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan

global saat ini. Kekerapannya meningkat dimana-mana.1 Penyakit ini merupakan

beban yang berat bagi pelayanan kesehatan dan juga mengurangi produktifitas.

Ciba Foundation Guest Symposium menyarankan sebagai definisi asma:

Asma adalah keadaaan dimana terdapat penyempitan yang merata dari saluran

nafas yang mengalami perUbahan dalam derajatnya dalam waktu yang singkat

baik secara spontan ataupun karena pengobatan, dan tidak disebabkan oleh

penyakit kardiovaskuler.

Gambar 3.1 Asma

Menurut The Committee on Diagnostic Standards of The American

Thoracic Society: “Asma adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

kepekaan trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang manifestasinya

berupa penyempitan menyeluruh dari saluran nafas yang mengalami perobahan

dalam derajatnya baik secara spontan ataupun karena pengobatan………….”

Menurut Global Strategy for Asthma Management and Prevention

NHLBI/WHO Workshop Report: Asma adalah penyakit yang ditandai oleh

inflamasi kronik dari saluran nafas dimana banyak sel berperan, terutama sel mast,

eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi ini menyebabkan

episode berulang dari mengi, sesak nafas, berat di dada dan batuk terutama pada

Page 7: asma kronis eksaserbasi akut.docx

7

malam hari dan/atau dini hari. Keluhan-keluhan ini biasanya disertai penyempitan

saluran nafas yang merata tapi bervariasi, sebagian bersifat reversibel baik secara

spontan maupun karena pengobatan. Inflamasi ini juga meningkatkan kepekaan

saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.

3.2 Epidemiologi

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.2 Survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian

(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di

seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan

obstruksi paru 2/ 1000.

3.3 Etiologi dan Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi

berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit t, makrofag, netrofil dan sel

epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau

pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada

berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.

Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas)

jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak

napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari.3

Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi

dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

Page 8: asma kronis eksaserbasi akut.docx

8

Gambar 3.2 Mekanisme Asma

Patofisiologi asma terbagi kedalam ketiga fase. Pertama, munculnya asma

ditandai adanya peningkatan respon dinding bronkial. Kedua, reaksi asma fase ini,

berupa bronkokonstriksi, dimana terjadi :

(1) rangsangan antigen terhadap dinding bronkial; (2) terjadinya proses

degranulasi sel mest yang melepaskan histamin, kemotaktik, proteolik serta

heparin; dan (3) bronkokonstriksi otot polos.

Ketiga, reaksi asma fase lanjut, berupa inflamasi bronkial dimana terjadi : (1) sel-

sel inflamasi melibatkan neutrofil, eosinofil; (2) pelepasan sitokin, bahan-bahan

vasoaktif dan asam arakhidonat; (3) inflamasi sel-sel epitelial dan endotelial; (4)

pelepasan interleukin 3 (IL-3) dan IL-6, tumor necrotic factor (TNF),

Interferongamma.

Gambar 3.3 Pengaruh Sel Mast pada Asma

Page 9: asma kronis eksaserbasi akut.docx

9

3.4 Faktor Risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu

(host) dan faktor lingkungan.4 Faktor pejamu tersebut adalah:

1. Predisposisi genetik asma

2. Alergi

3. Hipereaktifitas bronkus

4. Jenis kelamin

5. Ras/etnik

Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :

1. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi

asma untuk berkembang menjadi asma

2. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan

gejala asma menetap.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk

berkembang menjadi asma adalah :

1. Alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen

binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga

2. Sensitisasi (bahan) lingkungan kerja

3. Asap rokok

4. Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan

5. Infeksi pernapasan (virus)

6. Diet

7. Status sosioekonomi

8. Besarnya keluarga

9. Obesitas

Sedangkan faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau

menyebabkan gejala asma menetap adalah :

1. Alergen di dalam maupun di luar ruangan

2. Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan

3. Infeksi pernapasan

Page 10: asma kronis eksaserbasi akut.docx

10

4. Olah raga dan hiperventilasi

5. Perubahan cuaca

6. Makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)

7. Obat-obatan, seperti asetil salisilat

8. Ekspresi emosi yang berlebihan

9. Asap rokok

10. Iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang

3.5 Gejala

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa

pengobatan. Gejala awal berupa :

1. Batuk terutama pada malam atau dini hari

2. Sesak napas

3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan

napasnya

4. Rasa berat di dada

5. Dahak sulit keluar.

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang

termasuk gejala yang berat adalah:

1. Serangan batuk yang hebat

2. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal

3. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)

4. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk

5. Kesadaran menurun

3.6 Diagnosis

Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik,

pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar

bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak

lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas).5 Dan yang cukup

Page 11: asma kronis eksaserbasi akut.docx

11

penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri

atau peak expiratory flow meter.

Spirometri

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (kvp)

dan volume ekspirasi paksa detik pertama (vep1). Pemeriksaan ini sangat

tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator

yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil

nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.6 Sumbatan jalan napas diketahui dari

nilai vep1 < 80% nilai prediksi atau rasio vep1/kvp < 75%. Selain itu, dengan

spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan vep1 > 15

% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau

setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

Gambar 3.4 Cara Mengukur Arus Puncak Ekspirasi dengan Per Meter

Ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan

diagnosis asma :

- Apakah penderita mendapat serangan atau serangan mengi yang berulang?

- Apakah penderita mengalami batuk yang sangat mengganggu pada malam

hari ?

- Apakah penderita mengalami batuk atau mengi setelah melakukan

aktivitas ?

- Apakah penderita mengalami batuk, mengi atau berat di dada setelah

menghirup alergen atau polutan ?

Page 12: asma kronis eksaserbasi akut.docx

12

- Apakah flu yang dialami penderita berlanjut menjadi sesak atau berulang

lebih dari 10 hari ?

Jika penderita memberikan jawaban “ya” terhadap salah satu dari pertanyaan di

atas maka diagnosis asma sangat mungkin

3.7 Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara.7 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat

asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

Page 13: asma kronis eksaserbasi akut.docx

13

Gambar 3.5 Derajat Asma

3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding asma antara lain sebagai berikut: 8

Dewasa

- Penyakit Paru Obstruksi Kronik

- Bronkitis kronik

- Gagal Jantung Kongestif

- Batuk kronik akibat lain-lain

- Disfungsi larings

- Obstruksi mekanis (misal tumor)

- Emboli Paru

Anak

- Benda asing di saluran napas

- Laringotrakeomalasia

- Pembesaran kelenjar limfe

- Tumor

- Stenosis trakea

Page 14: asma kronis eksaserbasi akut.docx

14

- Bronkiolitis

3.9 Penatalaksanaan Asma

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)

ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

4. Variasi harian ape kurang dari 20 %

5. Nilai ape normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Untuk mencapai tujuan pengobatan ini diperlukan obat-obat pengontrol (controller)

dan obat-obat pelega (reliever).9

Page 15: asma kronis eksaserbasi akut.docx

15

Obat-obat pengontrol : Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang

diberikan tiap hari untuk jangka lama untuk mengontrol asma persisten. Termasuk

kedalam golongan ini adalah :

- Kortikosteroid inhalasi

- Kortikosteroid sistemik

- Natrium kromolin

- Natrium nedokromil

- Teofilin lepas lambat

- Agonis beta-2 inhalasi aksi lama

- Agonis beta-2 oral aksi lama

- Ketotifen (mungkin)

Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi.

Obat-obat pelega: Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk

menghilangkan konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya.

Termasuk kedalam golongan ini adalah :

- Agonis beta-2 inhalasi

- Kortikosteroid sistemik

- Antikolinergik inhalasi

- Teofilin kerja singkat

- Agonis beta-2 oral kerja singkat

Agonis beta-2 inhalasi merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma

3.9.1Terapi non farmakologi 10

1) Edukasi pasien

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam

penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan

untuk :

- Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara

umum dan pola penyakit asma sendiri)

- Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan

asma sendiri/asma mandiri)

Page 16: asma kronis eksaserbasi akut.docx

16

- Meningkatkan kepuasan

- Meningkatkan rasa percaya diri

- Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

- Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma

Bentuk pemberian edukasi

a. Komunikasi/nasehat saat berobat

b. Ceramah

c. Latihan/training

d. Supervisi

e. Diskusi

f. Tukar menukar informasi (sharing of information group)

g. Film/video presentasi

h. Leaflet, brosur, buku bacaan

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya

meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :

1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap

tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya

kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien

2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang

penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien

melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang

dialami pasien (gejala dan faal paru).

3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.

4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.

5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan

pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan

asma secara konkret.

Page 17: asma kronis eksaserbasi akut.docx

17

6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui

bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.

7. Mengajak keterlibatan keluarga.

8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan

status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan

asma

2) Pengukuran peak flow meter

Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat.

Pengukuran arus puncak ekspirasi (ape) dengan peak flow meter ini

dianjurkan pada :

a) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek

dokter dan oleh pasien di rumah.

b) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

c) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada

asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien

setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak

mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi

untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.

Pada asma mandiri pengukuran ape dapat digunakan untuk membantu

pengobatan seperti :

a. Mengetahui apa yang membuat asma memburuk

b. Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan

berjalan baik

c. Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan

penambahan atau penghentian obat

d. Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/igd

3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4) Pemberian oksigen

5) Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada

anak-anak

6) Kontrol secara teratur

Page 18: asma kronis eksaserbasi akut.docx

18

7) Pola hidup sehat

Dapat dilakukan dengan :

- Penghentian merokok

- Menghindari kegemukan

- Kegiatan fisik misalnya senam asma

3.9.2 Terapi Famakologi 11,12

Tahap 1 : Intermiten

Pengontrol : tidak diperlukan.

Pelega :

Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi

bila perlu tapi kurang dari sekali seminggu. Intensitas

pengobatan tergantung kepada beratnya serangan. Inhalasi

agonis beta-2 atau kromolin atau nedokromil sebelum exercise

atau paparan terhadap alergen.

Tahap 2 : Persisten Ringan

Pengontrol :

Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 200 – 500 mcg,

atau kromolin, atau nedokromil, atau teofilin lepas lambat. Jika

perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid inhalasi. Kalau dosis yang

sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau

tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan

asma malam) : agonis beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin

lepas lambat, atau agonis beta-2 oral.

Pelega :

Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila

perlu, tidak lebih dari 3 – 4 kali sehari.

Tahap 3 : Persisten Sedang :

Pengontrol :

Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 – 2000 mcg

dan Bronkodilator aksi lama, terutama untuk asma malam :

Page 19: asma kronis eksaserbasi akut.docx

19

agonis beta-2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat atau

agonis beta-2 aksi lama oral.

Pelega :

Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila

perlu, tidak lebih dari 3 – 4 kali sehari.

Tahap 4 : Persisten Berat :

Pengontrol :

Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 – 2000 mcg

atau lebih dan Bronkodilator aksi lama : Agonis beta-2 aksi

lama atau teofilin lepas lambat, dan/atau agonis beta-2 aksi lama

oral dan Kortikosteroid oral jangka lama.

Pelega :

Bronkodilator aksi singkat : agonis beta-2 inhalasi bila perlu.

Penanganan Asma Di Rumah Sakit 13

Page 20: asma kronis eksaserbasi akut.docx

20

Page 21: asma kronis eksaserbasi akut.docx

21

Penatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah 14,15

Page 22: asma kronis eksaserbasi akut.docx

22

Page 23: asma kronis eksaserbasi akut.docx

23

BAB IIIILUSTRASI KASUS

3.1 IDENTITAS PENDERITA

1. Nama : Ny. D

2. Umur : 44 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Alamat : Jl. Siak 2 gg. Satria

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Status perkawinan : Menikah

8. Pendidikan : SMA

9. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

10. Tanggal masuk : 22 Juni 2012

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak pagi hari ini. Sesak

nafas disertai bunyi “ngik”. Sesak nafas dirasakan sejak 18 tahun yll, hilang

timbul, pasien mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih berat pada dini

hari sehingga mengganggu aktivitas dan tidur. Sesak nafas timbul saat cuaca

dingin dan hujan serta saat pasien banyak melakukan aktivitas. Pasien

terakhir kali mengeluhkan sesak tiga bulan yang lalu. Pasien pernah

beberapa kali berobat jalan di rumah sakit dan didiagnosis asma. Pasien

diberi obat ventolin dan metilprednisolon ada perbaikan setelah minum obat

tersebut. Jika pasien tidak minum obat atau lupa dalam sehari, pasien mulai

merasakan sesak. Saat tidur pasien masih menggunakan 2 bantal. Tidak ada

keluhan demam, nyeri dada, mual, muntah dan jantung berdebar. Batuk

lama dan keringat malam disangkal. Saat dianamnesis pasien berbicara

dengan kalimat terputus-putus. BAK dan BAB normal.

Page 24: asma kronis eksaserbasi akut.docx

24

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat sakit serupa : asma sejak 18 tahun yang lalu

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : disangkal

Riwayat alergi : alergi cuaca dingin, hujan dan aktivitas

berlebihan.

Riwayat Penyakit Keluarga: Nenek menderita asma.

Riwayat Kebiasaan

a. Konsumsi kopi (-)

b. Konsumsi alkohol (-)

c. Merokok (-)

d. Jarang olahraga

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak sakit sedang, status gizi baik. Kesadaran compos mentis GCS

456

2. Tanda Vital

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Pernafasan : 29 x /menit

Suhu : 36,3oC

3. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),

atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-).

4. Mata

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter

3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)

5. Hidung

Nafas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-).

Page 25: asma kronis eksaserbasi akut.docx

25

6. Mulut

Trismus (-), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah

tifoid (-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-).

7. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).

8. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)

9. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-), leher kaku (-).

10. Thoraks

Barrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi

infrasternalis (-), sela iga melebar (-).

Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi : batas kiri atas : SIC II Para Sternalis Line Sinistra

batas kanan atas : SIC II Para Sternalis Line Dextra

batas kiri bawah : SIC V Para Sternalis Line Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Media Clavicularis Dextra

Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular

Pulmo:

Inspeksi : normochest, simetris, retraksi dinding dada (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus menurun sinistra

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : prolong expirasi (+),

Page 26: asma kronis eksaserbasi akut.docx

26

Ronkhi

Wheezing

11. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, bekas luka

operasi (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput

medusae (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising

epigastrium (-)

Perkusi : timpani (+), pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi

(-).

Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran hepar/ lien (-)

12. Ektremitas :

Superior dekstra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-) petechie

(-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-),

hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Superior sinistra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),

petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing

finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Inferior dekstra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

dingin (-),deformitas (-), ikterik (-), petechie (-),

Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-),

hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

Inferior Sinistra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral

- -

- -

- -

+ +

+ +

+ +

Page 27: asma kronis eksaserbasi akut.docx

27

dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),

petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing

finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan darah lengkap

- Hemoglobin : 11,6 gr %

- Leukosit : 13.400/mm3

- Trombosit : 171.000/mm3

- Hematokrit : 32.7 gr %

- LED : 45 mm/jam

- Diffcount : eosinofilia

3.5 DIAGNOSIS

Asma Kronis Eksaserbasi Akut

3.6 Penatalaksanaan

Tata laksana medikamentosa :

- Nebulizer combivent setiap 60 menit

- Methylprednisolon tablet 3x1

Tata laksana nonmedikamentosa :

- O2 nasal 2 lpm

- Posisi semifowlar

- Hindari faktor pencetus

Penulisan resep :

R/ Farbivent amp No. I

Aquabides No.I

Cum disposable syringe 3cc No. I

S imm

R/ Methylprednisolon tab mg 4 No. X

S 3 dd tab 1

Page 28: asma kronis eksaserbasi akut.docx

28

R/ Nasal Canul No. I

S imm

Pro: Ny. D (44 th)

Page 29: asma kronis eksaserbasi akut.docx

29

BAB IVPEMBAHASAN

Kriteria untuk perawatan dirumah sakit:

1. Respon terhadap pengobatan dalam 1-2 jam tidak adekuat.

2. Penyempitan berat saluran nafas menetap ( APE < 40% perkiraan /

nilai terbaik pribadi ).

3. Riwayat asma berat, apalagi bila membutuhkan perawatan dirumah

sakit. Penderita dengan resiko tinggi. Keluhan sudah berlansung

lama sebelum datang ke rumah sakit.

4. Tempat tinggal jauh/ jelek kondisinya.

Ipratropium Bromida

Mekanisme Kerja: Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik

(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara

mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada

tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot

hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat

sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.

Indikasi: Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator

lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan

bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik,

termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.

Efek Samping: Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru

obstruksi kronik yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering,

dispepsia, dipsnea, epistaksis, gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala,

gejala seperti influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran

pernapasan atas dan infeksi saluran urin.

Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan

turunannya.

Page 30: asma kronis eksaserbasi akut.docx

30

Salbutamol

Indikasi: Kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis dan

emphysema.

Komposisi: Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 2

mg. Tiap tablet mengandung salbutamol sulfat setara dengan salbutamol 4 mg,

Tiap sendok takar (5ml) mengandung salbutamol sulfat 2,41 mg setara dengan

salbutamol 2 mg

Cara Kerja : Salbutamol merupakan suatu senyawa yang selektif merangsang

reseptor B2 adrenergik terutama pada otot bronkus. Golongan B2 agonis ini

merangsang produksi AMP siklik dengan cara mengaktifkan kerja enzim adenil

siklase. Efek utama setelah pemberian peroral adalah efek bronkodilatasi yang

disebabkan terjadinya relaksasi otot bronkus. Dibandingkan dengan isoprenalin,

salbutamol bekerja lebih lama dan lebih aman karena efek stimulasi terhadap

jantung lebih kecil maka bisa digunakan untuk pengobatan kejang bronkus pada

pasien dengan penyakit jantung atau tekanan darah tinggi.

Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini

Dosis

Tablet:

Dewasa (>12 tahun) : 2-4 mg, 3-4 kali sehari.

Dosis dapat dinaikan secara berangsur.

Untuk lansia diberikan dosis awal yang lebih rendah.

Anak-anak:

2-6 tahun : 1-2 mg, 3-4 kali sehari

6-12 tahun: 2 mg, 3-4 kali sehari.

Sirup:

Dewasa (>12 tahun): 1-2 sendok (5-10 ml), 3-4 kali sehari.

Anak-anak:

2-6 tahun: 1/2-1 sendok (0,25-5ml), 3-4 kali sehari

6-12 tahun: 1 sendok (5ml), 3-4 kali sehari.

Page 31: asma kronis eksaserbasi akut.docx

31

Efek Samping

Pada dosis yang dianjurkan tidak ditemukan adanya efek samping yang

serius. Pada pemakaian dosis besar dapat menyebabkan tremor halus pada otot

skelet (biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala dan

ketegangan. efek ini terjadi pada semua perangsangan adrenoreseptor beta.

Vasodilator perifer, gugup, hiperaktif, epitaksis (mimisan), susah tidur.

Peringatan dan perhatian

a) Hati-hati bila diberikan pada penderita thyrotoxicosis, hipertensi,

gangguan kardiovaskuler, hipertiroid dan diabetes melitus.

b) Meskipun tidak terdapat bukti teratogenitas sebaiknya penggunaaan

salbutamol selama kehamilan trimester pertama, hanya jika benar-benar

diperlukan.

c) Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui karena kemungkinan

diekskresi melalui air susu.

d) Hati-hati penggunaan pada anak kurang dari 2 tahun karena keamanannya

belum diketahui dengan pasti.

e) Pemberian intravena pada pasien diabetik, perlu dimonitor kadar gula

darah.

Interaksi Obat

a) Efek salbutamol dihambat oleh B2-antagonis.

b) Pemberian bersamaan dengan monoamin oksidase dapat menimbulkan

hipertensi berat.

c) Salbutamol dan obat-obatan beta-blocker non-selektif seperti propranolol,

tidak bisa diberikan bersamaan.

Over dosis

a) Tanda-tanda over dosis adalah tremor dan tachycardia. Pemberian suatu

alpha-adrenergik bloker melalui injeksi intravena dan suatu beta-blocking

agen peroral pada kasus asmaticus karena resiko konstriksi bronkus.

b) Hypokalemia.

Page 32: asma kronis eksaserbasi akut.docx

32

Methylprednisolone

Farmakologi

Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang

mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya.

Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti

glukokortikosteroid yang lain.

Indikasi

Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan

peradangan pada kulit dan saluran pernafaan tertentu, penyakit hematologik,

hiperkalsemia sehubungan denga kanker.

Kontraindikasi

Infeksi jamur sistemik pada pasien hipersensitif. Pemberian kortikosteroid

yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum,

osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes. Pasien sedang

diimunisasi.

Dosis

Dewasa

Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam – macam dari 4 mg – 48

mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit.

Dalam sklerosis multipel: Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg

setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan.

Anak – anak

Insufisiensi adrenokortikal: Oral 0,117 mg/kg BB atau 3,33 mg per m2 luas

permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.

Indikasi lain

Oral 0,417 mg – 1,67 mg /kg BB atau 12,5 mg – 50 mg per m2 luas

permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.

Peringatan dan perhatian

Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang

benar – benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil

menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala

Page 33: asma kronis eksaserbasi akut.docx

33

hipoadrenalism. Pasien yang menerima terapikortikosteroid ini dianjurkan tidak

divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis

tinggi, untuk mencegah kumungkinan bahaya neurologi. Tidak dianjurkan untuk

bayi dan anak – anak, karena penggunaan jangka panjang dapat menghambat

pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kortikosteroid digunakan pada pasien

TBC laten atau Tuberculin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti

sebagai pengaktifan kembali penyakit yang terjadi.

Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroid dan

sirosis. Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex,

karena kemungkinan terjadi perforasi kornea. Pemakaian obat – obat ini dapat

menekan gejala – gejala klinis dari suatu penyakit infeksi. Pemakaian jangka

panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit.

Efek Samping

Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau

pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh,

kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka,

meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak – anak,

insufisiensi adrenal, Cushing’s Syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Interaksi Obat

Berikan makanan untuk meminimumkan iritasi gastrointestinal.

Penggunaan bersama – sama antiinflamasi non-steroid atau antireumatik lain

dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal.

Penggunaan bersama – sama dengan antidibetes harus dilakukan penyesuaian

dosis. Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain

terutama yang mendapat dosis tinggi

Page 34: asma kronis eksaserbasi akut.docx

34

BAB VPENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Asma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan inflamasi kronik dari

saluran nafas, yang memberikan gejala yang bervariasi dari ringan sampai berat

yang diselingi dengan eksaserbasi akut atau serangan akut. Penatalaksanaan asma

kronik selain memakai obat-obat bronkodilator, yang lebih utama adalah

pemberian obat-obat anti inflamasi. Obat anti inflamasi yang paling efektif

dewasa ini adalah kortikosteroid inhalasi.Pada eksaserbasi (serangan) akut sangat

diperlukan ketelitian dalam penilaian beratnya serangan dan penilaian respon

pengobatan, sehingga dengan demikian dapat ditentukan tindakan serta

pengobatan yang tepat.

5.2 Saran

Pengobatan asma merupakan long term medication, oleh karena itu

kepatuhan pasien dalam menggunakan obat sangat diharapkan.

Page 35: asma kronis eksaserbasi akut.docx

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of Health, 2007.

2. Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins, USA, 2003,73-102.

3. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In: Shaikh WA.editor. Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers; 2006.707-36.

4. Holgate ST, The bronchial epithelial origins of asthma in immunological mechanisms in asthma and allergic disease. Robinson DS (ed), S. Karger AG, Basel, Switzerland, 2000.62-71.

5. Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: systematic review in European Journal of Allergy and Chronic Urticaria.volume 63,646.

6. Eapen SS, Busse WW. Asthma in inflammatory mechanisms in allergic diseases. In: Zweiman B, Schwartz LB.editors.USA: Marcel Dekker; 2002.p.325-54.

7. Augusto A. Asthma and obesity: Common early-life influences in the inception of disease JACI.2008 Mei; 121.(5):1075.

8. Brisbon N, Plumb J, Brawer R, Paxman D, The asthma and obesity epidemics: The role played by the built environment-a public health perspective. JACI.2005;115 (5):1024-8.

9. Devereux G, Seaton A, Diet as a risk factor for atopy and asthma.JACI.2005.115 (6):1109-17.

10. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective in Allergy. European Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2007;62 (3).213-5.

11. Corrigan C, Rak S, Asthma in allergy. China: Elsevier Mosby; 2004.26-38.

12. Bacharier LB, Louis S.”Step-down” therapy for asthma: Why, When, and How? JACI.2002; 109 (6):916.

13. Bochner BS, Busse WW. Allergy and Asthma.JACI.2005;115 (5):953-9.

Page 36: asma kronis eksaserbasi akut.docx

36

14. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic allergic inflammation and asthma in 2007. JACI.2008.122 (3): 475-80.

15. Cabana MD, Le TT, Arbor A. Challenges in asthma patient education.JACI.2005;115 (6):1225-7.