ASMA BRONCHIAL.docx

44
1 ASMA BRONCHIAL 1. Definisi Asma Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995). Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab- sebab lain sudah disingkirkan (Nelson 1996). Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada

Transcript of ASMA BRONCHIAL.docx

Page 1: ASMA BRONCHIAL.docx

1

ASMA BRONCHIAL

1. Definisi Asma

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995). Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson 1996).

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan (GINA, 2006).

Page 2: ASMA BRONCHIAL.docx

2

2. Epidemiologi Asma

Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).

Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8% (Naning, 1991).

3. Faktor Resiko Asma Bronchial

Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu (PDPI, 2003):

1. Asap Rokok

Page 3: ASMA BRONCHIAL.docx

3

2. Tungau Debu Rumah3. Jenis Kelamin4. Binatang Piaraan5. Jenis Makanan6. Perabot Rumah Tangga7. Perubahan Cuaca8. Riwayat Penyakit Keluarga9. Lingkungan termasuk lingkungan kerja10. Psikologis

Asap Rokok

Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein (GINA, 2006).

Perokok pasif

Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma (Chilmonczyk, 1993).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41- 5,74) (Danusaputro, 2000).

Page 4: ASMA BRONCHIAL.docx

4

Perokok aktif

Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja37. Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risik berkembangnya asma secara umum.

Tungau Debu Rumah

Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama (Danusaputro, 2000).

Jenis Kelamin

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini (Amu, 2006).

Page 5: ASMA BRONCHIAL.docx

5

Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan (GINA, 2006).

Binatang Peliharaan

Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui (Anonim, 2005).

Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah, jangan biarkan binatang tersebut masuk dalam rumah,

2. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,

Page 6: ASMA BRONCHIAL.docx

6

3. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.

Jenis Makanan

Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma38). Makanan produk industri dengan pewarna buatan misal: (tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor39). Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma (Handayani, 2004).

Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma (GINA, 2006).

Perabot Rumah Tangga.

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde,

Page 7: ASMA BRONCHIAL.docx

7

volatile organic coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru (GINA, 2006).

Perubahan Cuaca

Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan (Anonim, 2006).

Riwayat Penyakit Keluarga

Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi3). Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak

Page 8: ASMA BRONCHIAL.docx

8

dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatik. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48) (Sundaru, 2006).

11. Patofisiologi Asma Bronchial

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar (Sundaru, 2006).

Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran

Page 9: ASMA BRONCHIAL.docx

9

nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar (Sundaru, 2006).

Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006).

Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder mukosa bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas) (Sundaru, 2006).

Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui jalan nafas yang

Page 10: ASMA BRONCHIAL.docx

10

tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko pneumotoraks (Sundaru, 2006).

12. Etiologi Asma Bronchial

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas (Sundaru, 2006).

Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik (Sundaru, 2006).

Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang

Page 11: ASMA BRONCHIAL.docx

11

berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya (Sundaru, 2006).

13. Klasifikasi Asma Bronchial

(Konsensus PDPI, 2003)Derajat Asma

Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermitten Gejala <1x/mingguTanpa gejala diluar seranganSerangan singkat

2x sebulan VEP1 80% nilai prediksiAPE 80% nilai terbaikVariability APE <20%

Persisten Ringan

Gejala >1x/minggu tapi <ix/hari

>2x sebulan VEP1 80% nilai prediksiAPE 80% nilai terbaikVariability APE 20%-30%

Persisten Sedang

Gejala setiap hariSerangan mengganggu aktivitas dan tidurMembutuhkan bronkodilator tiap hari

>1x seminggu VEP1 60-80% nilai prediksiAPE 60-80% nilai terbaikVariability APE >30%

Persisten Berat

Gejala terus menerusSering kambuhAktivitas fisik terbatas

Sering VEP1 <60% nilai prediksiAPE <60% nilai terbaikVariability APE >30%

14. Diagnosis Asma Bronchial

Page 12: ASMA BRONCHIAL.docx

12

Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,

disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan

beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik

sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari

oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi,

rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis

yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan

jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru,

akan lebih meningkatkan nilai diagnostik (PDPI, 2003).

RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan

2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari

4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

5. Respons terhadap pemberian bronkodilator(PDPI, 2003).

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

1. Riwayat keluarga (atopi)

2. Riwayat alergi / atopi

3. Penyakit lain yang memberatkan

4. Perkembangan penyakit dan pengobatan (PDPI, 2003).

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat

normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah

mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar

normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat

penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos

saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka

sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar

untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja

Page 13: ASMA BRONCHIAL.docx

13

pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan

hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu

ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent

chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain

misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan

penggunaan otot bantu napas (PDPI, 2003)..

FAAL PARU

Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi

mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai

dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru

antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter

objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai

(PDPI, 2003):

1. obstruksi jalan napas

2. reversibiliti kelainan faal paru

3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan

napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah

diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan

spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2003).

1. Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti

vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui

prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada

kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas

dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil

nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi

jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <

80% nilai prediksi (PDPI, 2003)..

Page 14: ASMA BRONCHIAL.docx

14

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

1. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%

atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

2. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ³ 15% secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah

pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian

kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat

membantu diagnosis asma

3. Menilai derajat berat asma

1. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow

meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari

plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan

termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter

relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita,

sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau

kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa

membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas (PDPI, 2003).

Manfaat APE dalam diagnosis asma

1. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ³ 15% setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari,

atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

2. Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan

variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat

digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal

paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat

berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya

dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi

Page 15: ASMA BRONCHIAL.docx

15

normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan

(PDPI, 2003).

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari

untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh

melalui 2 cara (PDPI, 2003):

1. Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan

nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari

sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum

bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator

menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20%

dipertimbangkan sebagai asma.

APE malam - APE pagi

Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %

1/2 (APE malam + APE pagi)

2. Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah

APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu,

dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE

malam hari) (PDPI, 2003).

PERAN PEMERIKSAAN LAIN UNTUK DIAGNOSIS

1. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada

penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan

uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai

sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat

menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu

berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada

Page 16: ASMA BRONCHIAL.docx

16

penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan

penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik

(PDPI, 2003).

2. Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji

kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai

kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor

risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam

penatalaksanaan (PDPI, 2003)..

Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi,

umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan

cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan

positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan

alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu

dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak

dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit

pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total

tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi (PDPI, 2003).

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding asma antara lain sbb :

Dewasa (PDPI, 2003).

1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Pada PPOK sesak bersifat irreversibel, terjadi pada usia 40 tahun

keatas dan biasanya dengan riwayat paparan zat alergen dalam watu

yang cukup lama.

2. Bronkitis kronik

Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus

menerus selama 3 bulan dalam 2 tahun berturut turut.

3. Gagal Jantung Kongestif

Page 17: ASMA BRONCHIAL.docx

17

Sesak biasanya hilang timbul dan kumat-kumatan. Keluhan sesak

biasanya terjadi setelah melakukan aktivitas. Selain itu sesak nafas

juga terjadi pada saat tidur telentang sehingga pasien akan merasa

lebih nyaman jika tidur mnggunakan 2-3 buah bantal.

4. Obstruksi mekanis (misal tumor)

Keluhan sesak biasanya bertahan lama. Hal ini disebabkan karena

adanya penyempitan permanen dari saluran pernafasan. Bunyi mengi

juga akan terdengar setiap saat.

Anak (PDPI, 2003).

1. Benda asing di saluran napas

Keluhan sesak disertai dengan riwayat tertelan benda asing. Setelah

benda asing berhasil dikeluarkan maka keluhan sesak akan hilang

secara permanen.

2. Laringotrakeomalasia

Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh

melemahnya struktur supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi

kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama

berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai laringomalasia atau

trakeomalasia saja.

3. Tumor

Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada

dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen

dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.

4. Bronkiolitis

Merupakan infeksi virus pada bronkiolus dan biasanya menyerang

anak dibawah usia 2 tahun

5. Penatalaksanaan Asma Bronchial

Tujuan penatalaksanaan asma:

Page 18: ASMA BRONCHIAL.docx

18

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma (PDPI, 2003).

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya

tidak diperlukan)

4. Variasi harian APE kurang dari 20%

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat(PDPI, 2003).

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma

adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas

yang menimbulkan hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat

episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai

pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable), mempunyai manfaat, aman

dan dari segi harga terjangkau (PDPI, 2003).

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

Page 19: ASMA BRONCHIAL.docx

19

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat (PDPI, 2003).

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma

Asma Intermiten

Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan

alergen, asmanya kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal.

Demikian pula penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila

cuaca buruk, tetapi di luar pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal

paru normal (PDPI, 2003).

Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin

terjadi. Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya

penderita diobati sebagai asma persisten sedang (PDPI, 2003).

Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika

dibutuhkan, atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan

alternatif kromolin atau leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen

dengan alternatif kromolin. Bila terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2

kerja singkat inhalasi, alternatif agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi

teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik

inhalasi. Jika dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama 3

bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

(PDPI, 2003).

Asma Persisten Ringan

Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari

untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah

bera; sehingga terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi

setiap hari dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang

Page 20: ASMA BRONCHIAL.docx

20

dianjurkan 200-400 ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya,

diberikan sekaligus atau terbagi 2 kali sehari (PDPI, 2003).

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika

dibutuhkan sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila

penderita membutuhkan pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari,

pertimbangkan kemungkinan beratnya asma meningkat menjadi tahapan

berikutnya (PDPI, 2003).

Asma Persisten Sedang

Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol setiap

hari untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya

pengontrol adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/

hari atau 250-500 ug FP/ hari atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan

agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Jika penderita hanya mendapatkan

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (£ 400 ug BD atau ekivalennya) dan

belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama inhalasi

atau alternatifnya. Jika masih belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid

inhalasi dapat dinaikkan. Dianjurkan menggunakan alat bantu/ spacer pada

inhalasi bentuk IDT/MDI atau kombinasi dalam satu kemasan (fix

combination) agar lebih mudah (PDPI, 2003).

Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika

dibutuhkan , tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif

agonis beta-2 kerja singkat inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja

singkat oral, atau kombinasi oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja

singkat. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah

menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol (PDPI, 2003).

Asma Persisten Berat

Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin,

gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal

Page 21: ASMA BRONCHIAL.docx

21

paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan

efek samping obat seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut

umumnya membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya satu

pengontrol. Terapi utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis

tinggi (> 800 ug BD/ hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2

kali sehari. Kadangkala kontrol lebih tercapai dengan pemberian

glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4 kali sehari daripada 2 kali sehari (PDPI,

2003).

Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene modifiers

dapat sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya

sebagai kombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat

sebagai tambahan terapi selain kombinasi terapi yang lazim

(glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja lama inhalasi). Jika

sangat dibutuhkan, maka dapat diberikan glukokortikosteroid oral dengan

dosis seminimal mungkin, dianjurkan sekaligus single dose pagi hari untuk

mengurangi efek samping. Pemberian budesonid secara nebulisasi pada

pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis tinggi glukokortikosteroid

inhalasi adalah menghasilkan efek samping sistemik yang sama dengan

pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan menimbulkan efek

samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak dianjurkan untuk

memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar serangan/ stabil

atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang (PDPI, 2003).

Indikator asma tidak terkontrol

1. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma

2. Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau

exercise-induced asthma) (PDPI, 2003).

Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda

(indikator) tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka

Page 22: ASMA BRONCHIAL.docx

22

tetapkan langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak. Alasan /

kemungkinan asma tidak terkontrol :

1. Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita

2. Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita menggunakan

obat-obatan asma

3. Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar

lingkungan penderita atau lingkungan tidak terkontrol

4. Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis,

bronkitis dan lain-lain

Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain (PDPI, 2003).

Pengobatan sesuai berat serangan asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila

dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi Pengontrol

Harian

Alternatif/Pilihan

Lain

Alternatif Lain

Intermitten ------ ------- ------

Persisten Ringan Glukokortikosteroid

inhalasi (200-400 ug

BD/hari atau

ekivalennya)

Teofilin lepas

lambat

Kromolin

Leukotriene

Modifiers

------

Persisten Sedang Kombinasi inhalasi

glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari

atau ekivalennya) dan

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

ug BD atau

ekivalennya)

ditambah Teofilin

Ditambah

agonis beta-2

kerja lama oral,

atau

Page 23: ASMA BRONCHIAL.docx

23

agonis beta-2 kerja

lama

lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

ug BD atau

ekivalennya)

ditambah agonis

beta-2 kerja lama

oral, atau

Glukokortikosteroid

inhalasi dosis tinggi

(>800 ug BD atau

ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid

inhalasi (400-800

ug BD atau

ekivalennya)

ditambah

leukotriene

modifiers

Ditambah

teofilin lepas

lambat

Persisten Berat Kombinasi inhalasi

glukokortikosteroid

(> 800 ug BD atau

ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja

lama, ditambah 1 di

Prednisolon/

metilprednisolon

oral selang sehari

10 mg

ditambah agonis

beta-2 kerja lama

Page 24: ASMA BRONCHIAL.docx

24

bawah ini:

- teofilin lepas lambat

- leukotriene modifiers

- glukokortikosteroid

oral

oral, ditambah

teofilin lepas lambat

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling

tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal

mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).

Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi

Initial AssesmentRiwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,

Saturasi Oksigen

Initial TreatmentOksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi β2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik

glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan

Re-Assesment setelah 1 jamPem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi O2

Kriteria episode moderate (sedang) :1. PEF 60-80% nilai prediksi/terbaik2. Tes Fisik : Gejala moderate,

penggunaan otot bantu nafasTreatment3. O24. Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap

jam5. Oral glukokortikosteroid6. Lanjutkan selama 1-3 jam

Kriteria episode severe (berat)1. PEF <60% nilai prediksi/terbaik2. Gejala berat timbul pada waktu istirahat3. Riwayat faktor resiko yang mendekati

asma lanjutTreatment4. O25. Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap

jam6. Sistemik glukokortikosteroid7. Injeksi IV magnesium

Page 25: ASMA BRONCHIAL.docx

25

(GINA, 2010).

Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan

Asma

1. Dewasa

Obat Dosis Harian Rendah (µg)

Dosis Harian Sedang (µg)

Dosis Harian Tinggi (µg)

Beclomethasone dipropionate - CFC

200-500 >500-1000 >1000-2000

Beclomethasone dipropionate - HFA

100-250 >250-500 >500-1000

Budesonide 200-400 >400-800 >8--0-1680

Ciclesonide 80-160 >160-320 >320-1280

Flunisolide 500-1000 >1000-2000 >2000

Re-Assesment setelah 1 jam

Respon baik :1. PEF >70%2. SO2 >90%3. Tidak ada distress

pernafasan

Respon inkomplit (1-2 jam):1. Gejala ringan-sedang2. PEF<60%3. SO2 tidak ada perubahan

Acute care setting:4. O25. Inhalasi β2-

agonist+antikolinergik6. IV magnesium7. Monitor PEF, SO2, nadi

Respon buruk (1-2 jam):1. PEF<30%2. PCO2>45mmHg3. PO2<60mmHg

Intensive Care (ICU) :4. O25. Inhalasi β2-

agonist+antikolinergik6. Pertimbangkan IV β2-

agonist7. Pertimbangkan IV

teofilin8. Intubasi dan ventilasi

mekanikRe-Assesment

Respon buruk : ICURespon inkomplit dalam 6-12 jam : pertimbangkan ICU

Perbaikan

Perubahan : kriteria pulang1. PEF >60%2. Obat oral/inhalasi3. Lanjutkan β2-

agonist4. Pertimbangkan oral

glukokortikosteroid5. Pertimbangkan

kombinasi inhalasi6. Edukasi

Page 26: ASMA BRONCHIAL.docx

26

Fluticazone propionate

100-250 >250-500 >500-1000

Mumetasone fuoat 200 400 >800

Triamcinolone acetonide

400-1000 >1000-2000 >2000

2. Anak-anak

Obat Dosis Harian Rendah (µg)

Dosis Harian Sedang (µg)

Dosis Harian Tinggi (µg)

Beclomethasone dipropionate

100-200 >200-400 >400

Budesonide 100-200 >200-400 >400

Budesenide neb 250-500 >500-1000 >1000

Ciclesonide 80-160 >160-320 >320

Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250

Fluticazone propionate

100-200 >200-500 >500

Mumetasone fuoat 100 >200 >400

Triamcinolone acetonide

400-800 >800-1200 >1200

(GINA, 2010).

Kriteria rawat inap dan pemulangan pasien asma

Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20% atau

pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40%

merupakan indikasi untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada

pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment antara 40-60% dapat

Page 27: ASMA BRONCHIAL.docx

27

dipulangkan namun dengan syarat harus diawasi secara adekuat. Sedangkan

pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment lebih dari 60% dapat

langsung dipulangkan (GINA, 2010).

Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Tanda

Berat Serangan Asma Keadaan Mengancam jiwaRingan Sedang Berat

Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat -Posisi Dapat tidur

telentangDuduk Duduk

membungkuk-

Cara berbicara

1 kalimat Beberapa kata

Kata demi kata

-

Kesadaran Mungkin gelisah

Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran

menurunRR <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit -Nadi <100x/menit 100-120x

/menit>120x menit Bradikardia

Pulsus paradoksus

-10 mmHg

+/- 10-20 mmHg

+>25 mmHg

-Kelelahan otot

Otot bantu napas dan retraksi suprasternal

- + + Torakoabdominal paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi

paksa

Akhir ekspirasi

Inspirasi dan ekspirasi

Silent chest

APE > 80 % 60-80 % < 60% -PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg -PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg -SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 % -

(PDPI, 2003).

Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan

tempat pengobatan

Serangan Pengobatan Tempat Pengobatan

RINGAN Terbaik : Di rumah

Page 28: ASMA BRONCHIAL.docx

28

Aktivitas normal

Berbicara satu kalimat dalam satu nafas

Nadi < 100x/menit

APE > 80%

Inhalasi agonis β-2

Alternatif :

Kombinasi oral agins β-2 dan teofilin

Di praktek dokter/klinik/puskesmas

SEDANG

Jalan jarak jauh timbulkan gejala

Bicara beberapa kata dalam satu kali nafas

Nadi 100-120 x/ menitAPE 60-80 %

Terbaik:

Nebulisasi agonis β-2 tiap 4 jam

Alternatif :

3. Agonis β-2 subkutan

4. Aminofilin IV

5. Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Oksigen bila mungkin

Kortikosteroid sistemik

UGD/RS

Klinik

Praktek dokter

Puskesmas

BERAT

Sesak saat istirahat

Berbicara kata perkata dalam satu nafas

Nadi >120 x/menit

APE <60 % atau 100 l/detik

Terbaik :

Nebulisasi agonis β-2 tiap 4 jam

Alternnatif :

6. Agonis β-2 SK/IV

7. Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK

Aminofilin bolus dilanjutkan drip

Oksigen

Kortikosteroid IV

UGD/RS

Klinik

Page 29: ASMA BRONCHIAL.docx

29

MENGANCAM JIWA

Kesadaran berubah/menurun

Gelisah

Sianosis

Gagal nafas

Seperti serangan akut berat

Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanis

UGD/RS

ICU

(PDPI, 2003).

8. Prognosis Asma Bronchial

Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai

komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama

observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari

kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa

sekitar 26% - 78% (Suyono, 2006).

Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih

baik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat

dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan

memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai

usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan

sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai

menderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus diobati dan

jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri. Komplikasi pada asma

terutama infeksi dan dapat pula mengakibatkan kematian (Suyono,2006).

Page 30: ASMA BRONCHIAL.docx

30

DAFTAR PUSTAKA

Amu FA, Yunus F. Asma Pra Mentruasi, Departemen Pulmonologi Respirasi, FKUI-RS Persahabatan. Jakarta, Respir Indo Vol:26 No1, 1 Januari 2006 ; 28.

Anonim. Asthma . http//www.pdpersi.co.id/html.2005

Anonim, Asma :www kalbe.co.id. November 28, 2006 19 ; 46;08.

Chilmonczyk BA. Assosiation between exposure to Environmental Tobacco Smoke and Exacerbations of Asthma in Children, N.Eng J.Med 1993; 328;1665-1669.

Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 – 209.

GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2006.

Page 31: ASMA BRONCHIAL.docx

31

GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2010.

Handayani D, Wiyono WH, Faisal Y. Penatalaksanaan Alergi Makanan. J.Respir Indo 2004 ;24(3) 133-44.

Naning R. Prevalensi Asma pada murid Sekolah Dasar di Kotamadya Yogyakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, RSUP Dr. sarjito, Yogyakarta 1991.

Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I: Jakarta. Penerbit EGC. 1996:775.

Konsensus PDPI. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:PDPI

Price AS, Alih Bahasa anugrah PatofisiologiProses-proses Penyakit, EGC, 1995 ; 689.

Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.

Suyono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI