Asma Bronchial Fix

download Asma Bronchial Fix

of 27

Transcript of Asma Bronchial Fix

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN ...................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII PENDAHULUAN ....................................................................... FACTOR PENCETUS ................................................................ KLASIFIKASI ............................................................................ PATOFISIOLOGI ........................................................................ GEJALA KLINIS ........................................................................ DIAGNOSIS ............................................................................... DIAGNOSIS BANDING ............................................................

i ii 1 2 3 4 7 7 10 11 15 16 17 20 23 26

BAB VIII PENATALAKSANAAN ............................................................ BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XII KOMPLIKASI ............................................................................ PROGNOSIS ............................................................................... KESIMPULAN ........................................................................... FOLLOW UP .............................................................................. RESUME .....................................................................................

BAB XIII REFERENSI ................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan peranan sel-sel radang dan elemen-elemen selulernya. Inflamasi kronis tersebut menyebabkan hipersensitivitas dan penyempitan saluran nafas yang bervariasi, ditandai episode berulang mengi (wheezing), sesak nafas, dada rasa ketat, dan batuk terutama pada malam hari atau pagi dini hari. Penyempitan saluran nafas dan gejala-gejala asma tersebut bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan. (1) Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Sedangkan di negara maju angka penderita asma mencaapai sekitar 15% penderita. Angka kejadian penyakit alergi akhirakhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. (2) Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan (7) Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. (2)

1

BAB II FAKTOR PENCETUS A. Faktor predisposisi Genetik - Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. (3) B. Faktor presipitasi 1. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan) (3) 2. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. (3) 3. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. (3)

2

4a. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. (3) 5. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. (4) BAB III KLASIFIKASI Kriteria Kontrol Tidak ada ( 2 kali / minggu ) Aktifitas terbatas Bangun karena sesak Keperluan untuk reliever Fungsi paru-paru (PEF/FEV1) Tidak ada Tidak ada Tidak ada ( 2 kali / minggu ) Normal 2 kali / minggu Semi Kontrol Tidak Dikontrol Gejala pagi dini > 2 kali / minggu 3 atau lebih kriteria semi kontrol asma

Derajat asma Intermitten Bulanan

Gejala

Gejala malam

Faal paru APE80%

Gejala1x/minggu tetapi2 kali sebulan >2 kali sebulan

nilai terbaik. Variabiliti APE80% VEP180% nilai prediksi APE80% nilai terbaik. Variabiliti APE 20-30%.

APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik. Variabiliti APE>30%. APE 60% VEP160% nilai prediksi APE60% nilai terbaik Variabiliti APE>30%

BAB IV PATOFISIOLOGI Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifiknya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang4

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. (3)

Gambar Mekanisme Asma (dikutip dari pustaka 4)

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (4)

5

Gambar Penyempitan Saluran Nafas (dikutip dari pustaka 4)

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (4)

6

BAB V GEJALA KLINIS Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing). Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru-paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada bahkan seringkali diikuti dengan adanya sekret, baik yang mukoid atau pun purulen. Hal ini dapat memperberat keluhan sesak. (5) Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan pada cuping hidung sesuai dengan irama pernapasan. Bila frekuensi pernapasan makin meningkat, otot-otot bantu respirasi ikut aktif. Pada keadaan yang lebih berat, penderita akan mengalami sianosis dan tampak gelisah. (5)

BAB VI DIAGNOSIS A. Anamnesis Pada anamnesis, diusahakan mendapatkan keterangan yang terperinci mengenai riwayat penyakit. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi, kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau saat kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien atau keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitis atopik membantu diagnosa asma. Adakalanya gejala sering timbul pada musim tertentu. (6) Riwayat batuk yang kambuh menyertai masuk angin atau flu. Flu berulang, radang tenggorokan, sakit akibat perubahan musim atau

pergantian cuaca, sesak saat berolahraga, atau sering terbangun di malam hari karena mendadak sesak napas. (6)

7

Yang perlu diketahui adalah faktor pencetus serangan, dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Yang membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat. (6) B. Pemeriksaan Fisik Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. (6) Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi napas, menentukan tingkat keparahan penyakit. Temperatur di bawah 35C atau di atas 41C atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat darurat. Pulsus Paradoksus pada fase inspirasi, terjadi peningkatan tekanan arterial lebih besar dari 10 mmHg, tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan hambatan ekspirasi pada keadaan asma. Kontraksi otot bantu napas dapat

mengungkapkan adanya tanda obstruksi saluran napas. Otot-otot bantu pernapasan di leher dan otot-otot interkostal akan berkontraksi pada keadaan obstruksi moderat hingga parah. Pada perkusi, keadaan hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru seperti terjadi pada serangan asma akut. Pada auskultasi, khas terdengar bunyi wheezing saat ekspirasi. (7) C. Pemeriksaan Penunjang 1. Spirometri Cara diagnosis yang asma paling adalah tepat dan sederhana respon untuk menegakkan terhadap

melihat

pengobatan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian adrenergik bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan

. Peningkatan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama

(VEP) sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal.

8

Demikian pula respon terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi sakuran napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat memberikan efek yang diharapkan. (7) 2. Pemeriksaan Sputum Pada pemeriksaan sputum dapat ditemui hal-hal berikut : - Kristal-kristal kristal eosinofil - Spiral curshmann yang merupakan cast cell atau sel cetakan dari cabang bronkus - Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus - Neutrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya Charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucous plug. (3) 3. Pemeriksaan Uji Kulit Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Hal ini dapat menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (3) Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan meninggi pada kulit. Syarat tes ini dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan serta 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.(3) 4. Pemeriksaan Kadar IgE Total Dan LgE Spesifik Dalam Sputum Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya. (3)

9

5. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. (7) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi patologis saluran di paru napas atau dan adanya kecurigaan asma seperti terhadap proses

komplikasi

pneumotoraks,

pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. (7) 6. Analisa Gas Darah Pemeriksaan ini dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO < 35 mmHg)

kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik. (3) BAB VII DIAGNOSIS BANDING A. Bronkhitis Kronik Bronkhitis kronik ditandai dengan batuk kronis yang mengeluarkan sputum tiga bulan dalam setahun untuk sedikitnya dua tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkhitis utama batuk atau keganasan sputum harus

disingkirkan

dahulu. Gejala

disertai

biasanya

didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal. (1) B. Emfisema Paru Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma,

10

pada emfisema tidak ada masa remisi dan pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada membesar, pergerakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi. (1) C. Gagal Jantung Kiri Akut Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND). Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung.

Disamping ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru. (1) D. Emboli Paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah

imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan. (1)

BAB VIII PENATALAKSANAAN Terdapat 4 komponen terapi yang dibutuhkan untuk kontrol asma, yaitu: 1. Komponen 1: Hubungan dokter/pasien Dengan bantuan tenaga medis, pasien mampu: Menghindari faktor risiko Konsumsi obat dengan teratur Mengerti perbedaan antara controller dan reliever Monitor keadaan mereka sendiri Mengenal gejala asma memberat dan mengambil tindakan awal11

Mendapatkan konsultasi pengobatan yang betul (2) 2. Komponen 2: Identifikasi dan hindari faktor pencetus Tidak merokok Hindari makanan yang bisa menyebabkan gejala asma Hindari kegiatan yang bisa menyebabkan gejala asma Bersihkan pakaian dan selimut dengan menggunakan air panas Hindari hewan berbulu Pastikan lingkungan bersih (2) 3. Komponen 3: Menilai, terapi dan monitor asma Terapi harus dilanjutkan minimal selama 3 bulan. Pada 1 bulan pertama, pengobatan diawasi. Kalau tidak ada pembaikan maka dosis ditingkatkan. Setelah ada perubahan, dosis dikurangi secara teratur. (2) 4. Komponen 4: Penanganan eksaserbasi Eksaserbasi asma adalah episode sesak yang bertambah secara progresif, batuk atau wheezing, atau kombinasi gejala ini. Terapi yang diberikan adalah: Inhaled rapid-acting 2-agonists (2-4 puff setiap 20min dalam 1 jam pertama; seterusnya dengan eksaserbasi sedang butuh 2-4 puff setiap 3-4 jam, eksaserbasi ringan dengan 6-10 puff setiap1-2 jam) Oral glucocorticosteroids (0.5-1mg prednisolone/kg dalam 24 jam) antiinflamasi dan penyembuhan yang cepat. Oksigen diberikan dalam keadaan hypoxmia (target saturasi O2 adalah 95%) Kombinasi terapi 2-agonists/anticholinergic meningkatkan PEF dan FEV1. (2) -agonists menyebabkan relaksasi otot polos, oleh karena itu ia digunakan dalam terapi asma. -agonists yang pertama digunakan adalah adrenaline dan isoprenaline. Tetapi penggunaan obat tersebut dibataskan karena menyebabkan efek samping kepada jantung. Dengan itu, diperkenalkan albuterol. Seterusnya dikenalkan pula Short Acting -agonists (SABA) dan Long Acting -agonists (LABA), yang digunakan untuk terapi simptomatik

12

asma. Durasi masa aktifnya -agonists tergantung kepada abilitasnya untuk menetap pada receptor-binding site. (8) Reaksi 2-agonists hanya terjadi apabila ia terikat dengan 2Adrenoeceptors. Semakin lama pengikatan antara 2-agonists dengan 2Adrenoeceptors, semakin lama reaksinya. SABA adalah rapid acting yang menyebabkan relaksasi otot polos tapi dalam waktu yang singkat. SABA (albuterol, terbutaline) yang digunakan sebagai reliever menyebabkan dilatasi bronkus dalam beberapa minit setelah dikonsumsi. (8) LABA lebih lipophilic daripada SABA. Oleh karena itu ia lebih lama terikat dengan 2-Adrenoeceptors. Maka reaksi farmakologinya lebih lama. Terdapat 2 jenis LABA yang digunakan sebagai controller untuk terapi asma yaitu salmeterol dan formoterol. (8) Inhaler SABA (fenoterol, salbutamol, prokaterol) merupakan obat

terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani. 2agonists hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada asma episodik. Peran kortikosteroid pada asma akut adalah untuk mencegah perburukan gejala labih lanjut. Teofilin maupun 2-agonists oral diperlukan pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai sediaan hirup. (8) Efek samping daripada penggunaan 2-agonists adalah gangguan jantung dengan peningkatan heart rate. Ini terjadi karena stimulasi 2Adrenoeceptors dan vasodilatasi perifer. Efek lain adalah tremor / efek metabolik dimana bisa terjadi hipokalemia karena K-influx dalam sel atau hiperglikemia yang terjadi karena peningkatan gliconeolisis. Efek samping yang ketiga adalah vasodilatasi pulmonal yang menyebabkan peningkatan aliran darah.

13

Obat Beclomethasone dipropionate CFC Beclomethasone dipropionate HFA Budesonide Ciclesonide Flunisolide Fluticasone propionate Mometasone furoate Triamcinolone acetonide

Dosis Rendah (g) 200 500

Dosis Medium (g) > 500 1000

Dosis Tinggi (g) > 1000 2000

100 -250

> 250 - 500

> 500 - 1000

200 -400 80 160 500 1000 100 250

> 400 - 800 > 160 - 320 > 1000 - 2000 > 250 - 500

> 800 - 1600 > 320 - 1280 > 2000 > 500 -1000

200 400 1000

> 400

> 800

> 1000 - 2000

> 2000

Dosis ICS Perhari untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 5 tahun (dikutip dari pustaka 2)

Parameter

Ringan

Sedang

Berat

Penahanan pernapasan yang cepat

Sesak

-Berjalan -Bisa baring

-Saat bicara -Lebih kalau

-Saat istirahat

enak -Membungkuk ke dalam depan

posisi duduk Bicara Kewaspadaan Pernapasan Retraksi aksesori suprasternal Biasa Kalimat Kata-kata Gelisah > 30/min Ada Pergerakan paradoxical thoracaabdominal Wheezing Sedang Kuat Kuat Tidak ada Pusing

Bias gelisah Gelisah Meningkat Meningkat Ada

otot Tidak dan

14

Nadi/min

< 100

100 200 60 80 %

> 120 > 25mmHg < 60%

Bradicardi Tidak ada

Nadi paradoxus < 10 mmHg 10 25 mmHg PEF setelah > 80%

bronchodilator yang pertama PaO2 (on air) dan/atau PaCO2 SaO2 (on air) < 45 mmHg < 45 mmHg > 95% 91-95% > 45 mmHg < 90% Normal > 60mm Hg < 60mmHg

Serangan Asma (dikutip dari pustaka 2)

BAB IX KOMPLIKASI A. Pneumothoraks Pneumothoraks adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari

penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). Gejalanya sangat bervariasi,

tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa berupa : - Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk - Sesak nafas - Dada terasa sempit - Mudah lelah - Denyut jantung yang cepat - Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. (3) B. Atelektasis Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat

15

pernafasan yang sangat dangkal. Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. (1) Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi. Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.Gejalanya bisa berupa gangguan pernafasan, nyeri dada atau batuk. Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan

peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah). (1) C. Gagal Napas Gagal napas timbul ketika pertukaran oksigen dengan karbondioksida pada paru-paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel tubuh. (2) BAB X PROGNOSIS Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung

meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50% 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. (3)

16

Pada kasus dengan serangan asma yang ringan bisa sembuh tanpa gejala. Pada pasien asma bisa ditemukan penurunan fungsi paru-paru lebih cepat terutamanya pada orang yang merokok dan orang yang produksi mukus berlebihan. Secara umum, 72% laki-laki dan 86% perempuan yang telah didiagnosa dengan asma, gejalanya bisa kambuh setelah 15 tahun. Kematian akibat dari asma adalah jarang karena serangan asma dapat ditangani dan jarang ditemukan pada pasien yang berobat teratur. Walaupun ia tidak menyebabkan kematian tetapi asma bisa menakutkan dan mengganggu kerja sehari-hari.(9) BAB XI KESIMPULAN Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Tujuan pengobatan asma untuk menghentikan serangan secepat

mungkin dan mencegah serangan berikutnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan obat yang bersifat bronkodilator pada waktu serangan dan obat anti inflamasi untuk menurunkan hiperaktivitas bronkus sebagai tindakan pencegahan. Pemberian obat asma bisa dilakukan dengan cara oral dan inhalasi. LAPORAN KASUS 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin No.RM 2. Anamnesis Keluhan Utama : Sesak Napas Anamnesis Terpimpin: Sesak napas dialami sejak 1 hari sebelum masuk RS disertai napas berbunyi. Sesak dialami terus-menerus, tidak berkurang dengan perubahan posisi dan : Nn.W : 16 tahun : perempuan : 525609 perenteral,

17

dipengaruhi oleh cuaca (+) terutama saat dingin. Awalnya pasien flu (+) 3 hari yang lalu.. Riwayat sesak sejak kecil (+) dan berobat di Puskesmas, obat tidak diketahui. Batuk (+) sehari yang lalu, lendir (+) berwarna putih, darah (-). Demam (-), riwayat demam (+) sehari yang lalu, sakit kepala (+), pusing (+), nyeri dada (-), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah. BAB biasa, berwarna coklat. BAK lancar berwarna kuning. RPS Riwayat diopname di RSLB dengan keluhan yang sama (+) seminggi yag lalu. Riwayat alergi (-). Riwayat penyakit asma dari kecil (+). Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (+) pada nenek. riwayat DM (-), Riwayat HT (-), Riwayat penyakit jantung (-). 3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : sakit sedang/gizi kurang/compos mentis BB = 36 kg, TB = 160 cm, IMT = 14,06 kg/m2 Tanda vital : Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu tubuh Leher : 110/80 mmHg : 108 x/menit : 36 x/menit thorakoabdominal : 37 oC axial

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) : MT (-) NT (-) KGB (-) DVS R-2 cmH2O Thoraks : Inspeksi : simetris kiri = kanan (retraksi) supraclavicilaris dan intercostalis. Tidak ada bagian yang tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi Palpasi : fremitus raba : simetris kiri = kanan NT (-) MT (-)

18

Perkusi Paru kiri & kanan: sonor (+) Batas paru-hepar : ICS VI anterior dextra Batas paru belakang kanan : ICS XI Batas paru belakang kiri : ICS X Auskultasi BP : bronchovesicular BT : rh - / - wh +/+ Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : IC tidak nampak : IC tidak terabas : batas kanan jantung linea sternalis dextra batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi : BJ I / II murni, regular BT murmur (-) gallop (-) Abdomen Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal Palpasi Perkusi : MT (-) NT (-) hepar / limpa tidak teraba : timpani (+)

Ekstremitas : edema - / -, sianosis (-). 4. Diagnosa Awal : Asma Bronchial Persistem Ringan Eksaserbasi Akut 5. Pengobatan O2 IVFD RL :2L/m : 20 tpm

Nebulizer Ventolin diberi selama 1 jam Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv 6. Rencana Pemeriksaan AGD Darah Rutin ( ur/cr, GOT,GPT, GDS) Spierometri

19

Foto thoraks 7. Follow Up Tanggal 10/02/2012 TD:110/80 mmHg N : 108 x/m P : 36 x/m S : 37 oC KU : Sesak napas Follow Up Terapi O2 5-6L / m

AT : Sesak napas dialami sejak 1 hari sebelum IVFD RL 20 tpm masuk RS, terus-menerus, tidak berkurang Nebulizer ventolin/ dengan posisi tidur. Tidak berkurang dengan istirahat. Dipengaruhi cuaca (+) 8 jam sesak Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv

bertambah kalau dingin. Sesak berkurang kalau

duduk.Awalnya flu (+) 3hari yang lalu, batuk PCT 3x500 mg (+) sehari yang lalu, riwayat batuk lama (-), lender (+) berwarna putih, berdarah (-),. Demam (-), riwayat demam (+) sehari yang lalu, sakit kepala (+), pusing (+), nyeri dada (), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) 1x berisi sisa makanan. BAB biasa, berwarna coklat. BAK lancar, berwarna kuning. Riwayat keluhan sama (+) seminggu yang lalu, diopname di RSLB, di Asma Bronkial. Riwayat penyakit asma (+) seminggu yang lalu. Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) Leher : MT (-) NT (-), KGB (-) DVS R-2 cmH2O Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) Leher : MT (-) NT (-) KGB (-) DVS R-2 cmH2O

20

Thoraks : Inpeksi : simetris kiri = kanan Tidak ada bagian yang tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi Bentuk : Normochest Palpasi : Fremitus raba : Simetris kiri = kanan NT (-) MT (-) Perkusi : Paru kiri & kanan: sonor (+) Batas paru-hepar : ICS VI anterior dextra Batas paru belakang kanan : ICS XI Batas peru belakang kiri : ICS X Auskultasi : BP : bronchovesicular BT : Rh -/- wh +/+ Jantung Inspeksi : IC tidak nampak Palpasi Perkusi : IC tidak teraba : batas kanan jantung linea

sternalis dextra, batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi : BJ I / II murni, regular BT murmur (-) gallop (-) Abdomen : datar, ikut gerak napas Inspeksi Palpasi tidak teraba

Auskultasi : plastic (+), kesan normal : MT (-) NT (-) hepar / limpa

21

Perkusi

: timpani (+) edema - /-

Ekstremitas :

Foto Thorax : Kesan BronchitisAP:Asma bronchial eksaserbasi akut A:asma bronkhial eksaserbasi akut 11/02/2012 TD:110/80 mmHg N :108 x/m P :36 x/m S : 37 oC KU : Baik AT : sesak (+) berkurang Batuk (-), lendir (-), nyeri ulu hati (-) Demam (-) Mual (-), muntah (-) BAB : baik/lancar BAK : baik/lancar Nafsu makan baik Kepala Leher : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) : MT (-) NT (-), KGB (-) DVS R-2 cmH2O Thoraks : BP : bronchovesicular BT : rh - / - wh +/+ COR : BJ I / II murni, regular Abd : peristaltik (+), kesan normal Ekstremitas : edema - /- sianosis (-) Foto Thorax : Kesan Bronchitis A: asma persistem ringan eksaserbasi akut 13/02/2012 KU : Baik O2 5-6 L / m IVFD RL 20 tpm Nebulizer ventolin / 8 jam Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv O2 5-6 L / m IVFD RL 20 tpm Nebulizer ventolin / 8 jam Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv

TD: 110/80 AT : sesak (+) berkurang nnHg N: 84 x/m P: 24 x/m S: 36,5 oC Batuk (-), lendir (-), nyeri ulu hati (-) Demam (-) Mual (-), muntah (-) BAB : baik/lancar BAK : baik/lancar

22

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-) Leher : MT (-) NT (-), KGB (-) DVS R-2 cmH2O Thoraks : BP : bronchovesicular BT : rh - / - wh +/+ COR : BJ I / II murni, regular Abd : peristaltik (+), kesan normal Ekstremitas : edema - /- sianosis (-) 13/02/2012 8. Resume Nn. W, perempuan, 16 tahun, masuk rumah sakit dengan dispneu yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk RS disertai napas berbunyi, dirasakan terus-menerus, tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi dan dipengaruhi cuaca (+) terutama saat dingin. Diawali dengan flu (+) 3 hari yang lalu Riwayat sesak sekal kecil (+) dan berobat di Puskesmas. Batuk (+) sejak 1 hari yang lalu, disertai lendir warna putih, tidak ada riwayat batuk disertai darah. Demam (-), riwayat demam (+) sehari yang lalu, sakit kepala (+), pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-). BAB biasa, berwarna coklat. BAK lancar berwarna kuning. Riwayat diopname di RSLB dengan keluhan yang sama (+) seminggu yang lalu. Riwayat penyakit asma sejak kecil(+) Dari hasil pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum sakit sedang, gizi kurang, compos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 108 x/menit, pernapasan 36 x/menit, dan suhu tubuh 37oC. Bunyi pernapasan bronchial, dan ditemukan wheezing. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien ini dapat di diagnosis Asma Bronchial Eksaserbasi Akut. Pada pasien diberikan terapi O2 5-6 lpm, IVFD RL 20 tetes / menit, Nebulizer Ventolin selama 1 jam dan Dexamethasone 1 amp/ 8 jam/ iv. Pasien pulang Salbutamol 2-4gram

23

9. Diskusi Pasien masuk dengan keluhan dispneu, yang dimaksud dengan dispneau adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jeringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Berdasarkan etiologi maka dispnea dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni: Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena adanya kelainan pada jantung. Pulmunal dispnea, dispnea yang terjadi pada penyakit paru. Hematogenous dispnea yang disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan dengan exertional (latihan). Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada jaringan otot-otot pernapasan. Pada kasus ini didapatkan wanita umur 16 tahun, masuk RS dengan keluhan sesak napas disertai napas berbunyi yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk RS disertai napas berbunyi, diawali dengan flu (+) 3 hari yang lalu dirasakan terus-menerus, tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi dan dipengaruhi cuaca (+) terutama saat dingin. Riwayat sesak sekal kecil (+). Berdasarkan gejala klinis yang didapatkan maka dapat dikategorikam dispneu yang dialami merupakan pulmonal dispneu dan didiagnosis dengan asma bronkhial eksaserbasi akut. Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut sengan sesak yang memburuk secara progresif biasa disertai batuk dan nyeri dada atau kombinasi gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya frekuensi napas. Faktor pencetus terjadinya serangan asma terbagi atas faktor predisposisi atau genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan. Ada juga faktor presipitasi antara lain; Alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan, dan termasuk juga olahraga/ aktifitas jasmani yang berat. Sebagian besar penderita asma akan

24

mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. (4) Untuk terapi yang diberikan pertama berupa oksigen 5-6 L/mnt, dilanjutkan nebulizer ventolin yang merupakan bronkodilator dan injeksi dexamethasone 1 amp/8jam/iv sebagai anti inflamasl.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Konthen, Effendi. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya, Edisi III: 2008, hal: 50-55. 2. GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention. [citied 2010]. Available from: www.ginasthma.org 3. Massoud Mahmoudi. Allergy & Asthma Practical Diagnosis and Management, 2008: h: 124-132. 4. Asma Bronkial. [citied http://www.doctorology.net 2012 January 7]. Available from:

5. World Health Organization. Facts about Asthma [citied 2012 January 7]. Available from: ttp://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html6. Baratawidjaja, Sundaru. Asma Bronkial:Patofisiologi & Terapi. [citied 2007]

Available www.kalbe.co.id/files/.../07AsmaBronikal021.../07AsmaBronikal021

from:

7. Bronchial Asthma Treatments, Symptoms, Causes and More. [citied 2012 January 7]. Available from: www.webmd.com/asthma/guide/bronchial-asthma 8. Lenfant. Pharmacotherapy of Asthma, New York, 2006. H:29-48. 9. Asthma in Adults. [ citied 2012 January 17]. Available from : http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_asthma_000004_4.htm

26