askep_fraktur

100
SUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA TN. S DENGAN FRAKTUR LUMBALIS OLEH

Transcript of askep_fraktur

Page 1: askep_fraktur

SUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA TN. S DENGAN FRAKTUR LUMBALIS

OLEH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAYUNG NEGERIPROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

PEKANBARU2013

Page 2: askep_fraktur

BAB I

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAKTUR PADA LANSIA

A. Konsep Medis

1. Lansia

a. Pengertian Lansia

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu

proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade.

Lebih rinci, penduduk lansia dapat dilihat dari aspek biologi, ekonomi,

sosial, dan batasan umur, yaitu:

1) Aspek Biologi: Lansia merupakan penduduk yang telah menjalani

proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai

dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit.

2) Aspek Ekonomi: Lansia dianggap sebagai warga yang tidak produktif

lagi dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi

penduduk lansia yang masih memiliki pekerjaan, produktivitasnya sudah

menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan usia produktif.

Namun, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur

lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas.

3) Aspek Sosial: Di negara Barat, penduduk lansia memiliki strata sosial di

bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, seperti Indonesia,

penduduk lansia memiliki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati

oleh masyarakat usia muda.

4) Aspek Umur: Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur adalah yang

paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk lansia.

Departemen Kesehatan RI mengelompokkan usia lanjut menjadi

kelompok usia lanjut dini yaitu kelompok yang mulai memasuki usia

lanjut (55-64 tahun); kelompok usia lanjut yaitu kelompok dalam masa

senium (65-70 tahun); dan kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi (> 70

tahun).

Proses penuaan adalah proses alami, akan tetapi sering menimbulkan

masalah karena secara fisiologik akan terjadi kemunduran berbagai organ

Page 3: askep_fraktur

tubuh. Beberapa ahli mengatakan bahwa proses menua adalah penimbunan

semua perubahan yang menyertai bertambahnya usia. Penuaan dapat

menyebabkan berbagai kemunduran fungsional, yang akhirnya dapat

memicu timbulnya penyakit.

b. Lansia di Indonesia

Peningkatan jumlah lansia terjadi baik di negara maju maupun di negara

sedang berkembang. Gejala menuanya struktur penduduk (ageing

population) juga terjadi di Indonesia. Jika pada tahun 1990 jumlah lansia

hanya sekitar 11 juta maka pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan akan

meningkat menjadi sekitar 29 juta, dengan peningkatan dari 6,3% menjadi

11,4% dari total populasi.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Penduduk Lansia di Indonesia (1971-2020)

Tahun

TAHUN Penduduk Lansia (Usia ≥ 60 tahun)

Jumlah (ribuan) Persentase (%)

1971

1980

1985

1990

1995

2000

2005

2010

2015

2020

5.306

7.998

9.440

11.277

13.600

15.882

18.283

17.303

24.446

29.021

4,5

5,4

5,8

6,3

6,9

7,6

8,2

7,4

10,0

11,4

Sumber: BPS, Sensus Penduduk; dan LD-FEUI, Projeksi Penduduk Indonesia 1990-2020

2. Sistem Rangka Manusia

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang

membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Untuk kepentingan ilmu

pengetahuan, rangka kemudian digolongkan menjadi rangka aksial, rangka

apendikular, dan persendian antar tulang.

Page 4: askep_fraktur

a. Rangka Aksial, terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang pada

tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala dan leher. Rangka aksial

terdiri dari kolumna vertebrata (tulang belakang), tengkorak, dan

kerangka toraks (rangka iga). Kolumna vertebrata terdiri dari 26

vertebrata. Tengkorak diseimbangkan pada kolumna vertebrata yang

terdiri dari tulang kranial yang berfungsi menutupi dan melindungi otak

dan organ-organ panca indera, tulang wajah yang memberikan bentuk

pada muka dan berisi gigi, 6 tulang auditori (telinga) yang terlibat dalam

transmisi suara, dan tulang hioid yang menyangga lidah dan laring serta

membantu dalam proses menelan. Kerangka toraks meliputi tulang-tulang

iga dan sternum yang membungkus dan melindungi organ-organ toraks.

b. Rangka Apendikular, terdiri dari 126 tulang yang membentuk lengan,

tungkai, dan tulang pektoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat

melekatnya lengan dan tungkai pada rangka aksial.

c. Persendian adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.

a. Fungsi Tulang

Tulang mempunyai berbagai peranan bagi tubuh antara lain :

1) Memberikan topangan dan bentuk pada tubuh.

2) Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah

persendian dan berfungsi sebagai pengugkit. Jika otot-otot (yang tertanam

pada tulang) berkontraksi, kekuatan yang diberikan pada pengungkit

menghasilkan gerakan.

3) Sistem rangka melindungi organ-organ lunak yang ada dalam tubuh.

4) Pembentukan sel darah. Sumsum tulang merah yang ditemukan pada

orang dewasa dalam tulang sternum, tulang iga, badan vertebrata, tulang

pipih pada kranium, dan pada bagian ujung tulang panjang, merupakan

tempat produksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit darah.

5) Tempat penyimpanan mineral. Kalsium dan fosfor disimpan dalam

tulang agar bisa ditarik kembali dan dipakai untuk fungsi-fungsi tubuh, zat

tersebut kemudian diganti melalui nutrisi yang diterima.

Page 5: askep_fraktur

b. Komposisi Jaringan Tulang

1) Tulang tediri dari matriks ekstraselular. Sel-sel tersebut adalah osteosit,

osteoblas, dan osteoklas.

2) Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang tertanam

pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan

kalsium.

Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan yang tersusun terutama

dari kondroitin sulfat dan sejumlah asam hialuronat yang bersenyawa dengan

protein. Garam-garam tulang berada dalam bentuk kristal kalsium fosfat yang

disebut hidroksiapatit. Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatit

bertanggung jawab atas daya regang dan daya tekan tulang yang besar.

3) Tulang cancellus (berongga) dan tulang kompak. Tulang cancellus

tersusun dari batang-batang halus dan ireguler yang bercabang serta saling

tumpang tindih untuk membentuk jaring-jaring spikula dengan rongga yang

mengandung sumsum. Tulang kompak adalah jaringan yang tersusun rapat,

terutama ditemukan sebagai lapisan di atas tulang cancellus. Jumlah tulang

kompak dan cancellus relatif bervariasi bergantung pada jenis tulang dan

bagian yang berbeda dari tulang yang sama.

c. Pembentukan dan Reabsorbsi Tulang

Sel-sel dalam tulang yang terutama berhubungan dengan pembentukan dan

reasorbsi tulang adalah osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Osteoblast adalah

sel pembentuk tulang yang mengsekresi kolagen, membentuk matriks sekitar

mereka sendiri yang kemudian mengalami kalsifikasi. Osteosit adalah sel-sel

tulang yang dikelilingi oleh matriks yang telah mengalami kalsifikasi. Sel-sel

osteosit mengirimkan tonjolan-tonjolannya ke dalam kanalikuli yang

bercabang-cabang diseluruh tulang. Osteoklas adalah sel multinuklear yang

mengerosi dan mereasorbsi tulang yang sebelumnya terbentuk.

Osteoklas dianggap berasal dari sistem sel hemopoitik melalui monosit.

Mereka memfagositosis tulang dan mencernakannya dalam sitoplasmanya.

Osteoblas sebaliknya, berasal dari sel osteoprogenitor yang berasal dari

mesenkim. Osteoblas membentuk matriks tulang dan bila mereka dikelilingi

tulang baru, menjadi osteosit. Osteosit akan tetap berhubungan satu dengan

Page 6: askep_fraktur

lainnya dan dengan osteoblas melalui tonjolan-tonjolan sitoplasma yang

panjang yang berjalan melalui saluran-saluran pada tulang. Osteoblas,

osteoklas dan osteosit semuanya dipengaruhi oleh hormon-hormon yang

mengatur struktur tulang.

Osteoklas, seperti telah dijelaskan diatas, adalah “giant cell” yang berinti

banyak, dengan ukuran diameter 20 – 100 mikron. Ditemukan pada

permukaan tulang yang menimbulkan proses erosi atau reasorbsi, dimana

osteoklas ini akan membentuk lubang-lubang disebut lakuna. Satu sel

osteoklas dapat menghancurkan 100 – 150 sel osteoblas dari sejumlah tulang.

Sedangkan osteoblas merupakan derivat dari sel mesenkim, ditemukan pada

permukaan tulang yang mengalami proses pertumbuhan dan perubahan

(remodeling).

d. Kepadatan (Densitas Tulang)

Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan

perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan

tulang meningkat selama periode pertumbuhan. Pada wanita usia 35 – 40

tahun dengan menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau

menurun. Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun

untuk tulang-tulang trabekular (antara lain tulang belakang) dan pada usia 35

– 40 tahun untuk tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai,

kehilangan tulang dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85 – 90 tahun.

Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun yaitu

pada tulang belakang sebesar 1 – 8 % pertahun dan pada leher tulang paha

terjadi penurunan tulang kortikal sebesar 0,5 - 5 % pertahun. Seorang wanita

selama kehidupannya akan kehilangan 40 – 50 % jumlah tulang secara

keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20 – 30 %.

Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan

pertambahan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam

darah karena penurunan fungsi dan terhentinya fungsi ovarium. Pada wanita

postmenopause jumlah kehilangan tulang trabekular melebihi tulang kortikal.

Page 7: askep_fraktur

3. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan

menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and

Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya

kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak

terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

(Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang

tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau

tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

4. Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,

kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

5. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan

gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang

lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada

Page 8: askep_fraktur

tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas

tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta

saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus

tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang

segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan

infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan

fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya

tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari

tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

6. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang

praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a.Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan

antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena

adanya perlukaan kulit.

b.Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

Page 9: askep_fraktur

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada

foto.

2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c.Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma

angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d.Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama.

e.Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

Page 10: askep_fraktur

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen

tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

f. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

1. 1/3 proksimal

2. 1/3 medial

3. 1/3 distal

g.Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h.Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses

patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

ddan ancaman sindroma kompartement.

6. Manifestasi Klinik

a. Deformitas

b. Bengkak/edema

c. Echimosis (Memar)

Page 11: askep_fraktur

d. Spasme otot

e. Nyeri

f. Kurang/hilang sensasi

g. Krepitasi

h. Pergerakan abnormal

i. Rontgen abnormal

7. Test Diagnostik

a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya

fraktur/luasnyatrauma, skan tulang, temogram, scan CI:

memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.

d. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multiple, atau cederah hati.

8. Penatalaksanaan Medik

a. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam

(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:

1) Pembersihan luka

2) Exici

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

b. Seluruh Fraktur

1) Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan

tindakan selanjutnya.

Page 12: askep_fraktur

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali

seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi

fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang

pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan

untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih

bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya

tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera

mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.

Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit

bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus

dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin

untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai

ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang

akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk

mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup

dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya

(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan

traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,

sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat

immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan

ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan

untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam

kesejajaran yang benar.

Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi

dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot

yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur

Page 13: askep_fraktur

dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan

terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat

dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi

terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.

Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,

atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen

tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid

terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke

rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan

fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

3) Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimun.

Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang

harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran

yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi

eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan

teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat

digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai

interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala

upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.

Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.

Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,

perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu

segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan,

ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai

pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan

nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot

Page 14: askep_fraktur

diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan

harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula

diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang

memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya

gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan

menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

9. Proses Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.

Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah

dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.

Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium

penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.

Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama

sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow

yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini

terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah

osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua

fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam

setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Page 15: askep_fraktur

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi

oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat

fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat

untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk

ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-

menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang

tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,

rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip

dengan normalnya.

10. Komplikasi

1) Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

Page 16: askep_fraktur

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena

tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena

sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,

tachypnea, demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

Page 17: askep_fraktur

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

b. Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

c. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-

9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang

berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau

pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang

kurang.

d. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang

baik.

B. Konsep Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode

proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada

tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

Page 18: askep_fraktur

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal

MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah

rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung

dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang

lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi

yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan

atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,

berdenyut, atau menusuk.

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,

apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana

rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan

sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat

rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi

terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa

ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

Page 19: askep_fraktur

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang

lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab

fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut

akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker

tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur

patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,

penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko

terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga

diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit

tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya

fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada

beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung

diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat

serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-

harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan

terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani

Page 20: askep_fraktur

penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat

steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga

atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi

melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat

besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien

bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein

dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan

faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama

pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada

pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji

frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji

frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada

kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola

Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan

gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan

kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat

Page 21: askep_fraktur

tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka

semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan

kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal

lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien

terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding

pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan

dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat

inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,

rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara

optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah

(gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama

pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain

tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak

mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri

akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa

melakukan hubungan seksual karena harus menjalani

rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang

dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status

perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Page 22: askep_fraktur

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan

dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan

fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien

bisa tidak efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan

kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan

konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan

keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status

generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat

adalah tanda-tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,

sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan

baik fungsi maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma

meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.

Page 23: askep_fraktur

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,

tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada

penonjolan, reflek menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada

perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,

simetris, tak oedema.

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.

Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping

hidung.

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi

perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada

simetris.

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya

tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba

Page 24: askep_fraktur

sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara

tambahan lainnya.

(4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar

tidak teraba.

(3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

(m)Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada

kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian

distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status

neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,

Page 25: askep_fraktur

Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal

adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun

buatan seperti bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau

hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-

hal yang tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi

penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi

anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang

memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun

klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan

kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3 –

5 “

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi

atau oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak

kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan

yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.

Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila

ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan

Page 26: askep_fraktur

permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar

atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian

diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat

apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.

Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan

sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah

pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam

ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada

gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang

dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah

“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan

tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau

PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi

tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan

pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi

kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai

dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum

atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik

Page 27: askep_fraktur

khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi

struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada

kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks

dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur

lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf

spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae

yang mengalami kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat

yang rusak karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan

potongan secara transversal dari tulang dimana

didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk

tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat

Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase

(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini

sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan

bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

Page 28: askep_fraktur

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau

sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan

adanya infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

Page 29: askep_fraktur

b. Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Trauma

Fraktur

Perubahan status kesehatan

Cedera sel Reaksi peradangan

Luka terbukaDiskontuinitas fragmen tulang

Edema

Penekanan pada jaringan vaskuler

Penurunan aliran darah

Resiko disfungsi neurovaskuler

Port de’ entri kuman

Gg. Integritas kulit

Resiko Infeksi

Lepasnya lipid pada sum-sum

tulang

Terapi restrictif

Terabsorbsi masuk

kealiran darah

Emboli

Oklusi arteri paru

Nekrosis Jaringan paru

Luas permukaan paru menurun

Penurunan laju difusi

Gangguan pertukaran gas

Gg. Mobilitas fisik

Degranulasi sel mast

Pelepasan mediator

kimia

Nociceptor

Medulla spinali

Korteks serebri

Nyeri

Kurang informasi

Kurang pengetahunan

Page 30: askep_fraktur

3. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai

berikut:

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma

jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,

kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

(Doengoes, 2000)

4. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan

santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan

tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas

trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian

yang sakit dengan tirah baring,

Mengurangi nyeri dan mencegah

malformasi.

Page 31: askep_fraktur

gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas

yang terkena.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak

pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan

(masase, perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas

dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama

fase akut (24-48 jam pertama)

sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi.

Evaluasi keluhan nyeri (skala,

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

Meningkatkan aliran balik vena,

mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunakan area tekanan lokal dan

kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap

nyeri, meningkatkan kontrol terhadap

nyeri yang mungkin berlangsung

lama.

Menurunkan edema dan mengurangi

rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui

mekanisme penghambatan rangsang

nyeri baik secara sentral maupun

perifer.

Menilai perkembangan masalah

klien.

Page 32: askep_fraktur

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral

hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin

melakukan latihan

menggerakkan jari/sendi distal

cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi

akibat tekanan bebat/spalk yang

terlalu ketat.

3. Pertahankan letak tinggi

ekstremitas yang cedera kecuali

ada kontraindikasi adanya

sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan

(warfarin) bila diperlukan.

5. Pantau kualitas nadi perifer,

aliran kapiler, warna kulit dan

kehangatan kulit distal cedera,

bandingkan dengan sisi yang

normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan

mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai

petunjuk perlunya penyesuaian

keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan

menurunkan edema kecuali pada

adanya keadaan hambatan aliran

arteri yang menyebabkan penurunan

perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya

profilaktik untuk menurunkan

trombus vena.

Mengevaluasi perkembangan

masalah klien dan perlunya

intervensi sesuai keadaan klien.

Page 33: askep_fraktur

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,

perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria

klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas

dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan

posisi yang aman sesuai keadaan

klien.

3. Kolaborasi pemberian obat

antikoagulan (warvarin, heparin)

dan kortikosteroid sesuai

indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah,

Hb, kalsium, LED, lemak dan

trombosit

5. Evaluasi frekuensi pernapasan

dan upaya bernapas, perhatikan

adanya stridor, penggunaan otot

aksesori pernapasan, retraksi sela

iga dan sianosis sentral.

Meningkatkan ventilasi alveolar dan

perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase

sekret dan menurunkan kongesti

paru.

Mencegah terjadinya pembekuan

darah pada keadaan tromboemboli.

Kortikosteroid telah menunjukkan

keberhasilan untuk

mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan

PCO2 menunjukkan gangguan

pertukaran gas; anemia,

hipokalsemia, peningkatan LED dan

kadar lipase, lemak darah dan

penurunan trombosit sering

berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan

perubahan mental merupakan tanda

dini insufisiensi pernapasan,

mungkin menunjukkan terjadinya

emboli paru tahap awal.

Page 34: askep_fraktur

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling

tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional

meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian

tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas

rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai

keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif

aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai

keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki,

gulungan trokanter/tangan sesuai

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri

(kebersihan/eliminasi) sesuai

keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai

keadaan klien.

Memfokuskan perhatian,

meningkatakan rasa kontrol

diri/harga diri, membantu

menurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah

muskuloskeletal, mempertahankan

tonus otot, mempertahakan gerak

sendi, mencegah kontraktur/atrofi

dan mencegah reabsorbsi kalsium

karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional

ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien

dalam perawatan diri sesuai kondisi

keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit

dan pernapasan (dekubitus,

atelektasis, penumonia)

Page 35: askep_fraktur

6. Dorong/pertahankan asupan

cairan 2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan

fisioterapi sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi

klien dan program imobilisasi.

Mempertahankan hidrasi adekuat,

men-cegah komplikasi urinarius dan

konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup

diperlukan untuk proses

penyembuhan dan mem-pertahankan

fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu

untuk menyusun program aktivitas

fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah

klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik

untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai

indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi

terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering,

bersih, alat tenun kencang,

bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area

distal bebat/gips.

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi

kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan

meningkatkan kelemasan kulit dan

otot terhadap tekanan yang relatif

Page 36: askep_fraktur

3. Lindungi kulit dan gips pada

daerah perianal

4. Observasi keadaan kulit,

penekanan gips/bebat terhadap

kulit, insersi pen/traksi.

konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit

dan jaringan akibat kontaminasi

fekal.

Menilai perkembangan masalah

klien.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen

atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan

perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk

mempertahankan sterilitas insersi

pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika

dan toksoid tetanus sesuai

indikasi.

4. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah

lengkap, LED, Kultur dan

Mencegah infeksi sekunderdan

mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau

spesifik dapat digunakan secara

profilaksis, mencegah atau

mengatasi infeksi. Toksoid tetanus

untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada

proses infeksi, anemia dan

peningkatan LED dapat terjadi pada

Page 37: askep_fraktur

sensitivitas luka/serum/tulang)

5. Observasi tanda-

tanda vital dan tanda-tanda

peradangan lokal pada luka.

osteomielitis. Kultur untuk

mengidentifikasi organisme

penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan

masalah klien.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,

keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji kesiapan klien

mengikuti program

pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas

dan ambulasi sesuai program

terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis

yang memerluka evaluasi medik

(nyeri berat, demam, perubahan

sensasi kulit distal cedera)

4. Persiapkan klien untuk

mengikuti terapi pembedahan

Efektivitas proses pemeblajaran

dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental klien untuk mengikuti

program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan

kemandirian klien dalam

perencanaan dan pelaksanaan

program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien

untuk mengenali tanda/gejala dini

yang memerulukan intervensi lebih

lanjut.

Upaya pembedahan mungkin

diperlukan untuk mengatasi maslaha

sesuai kondisi klien.

Page 38: askep_fraktur

bila diperlukan.

B. Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

Page 39: askep_fraktur

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini berisikan laporan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan gangguan Sistem

Muskuloskeletal; Fraktur Lumbal di ruang Bedah Pria  (C) RSDS Dr.Soedarso Pontianak,

yang dilaksanakan dari tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan tanggal 16 Juni 2012.

A.    Pengkajian

1.   Identitas Klien

Klien bernama Tn. S, umur 65 tahun dan sudah menikah, klien beragama islam,

bersuku melayu, pendidikan terakhir klien hanya tamatan SD saat ini klien bekerja

sebagai seorang penorek karet, klien berasal dari desa Parid Rodi, Kec Bukit Batu

Kab Bengkalis , pada tanggal 06 Juni 2012 klien masuk RSDS dengan no RM 

757759 klien di rawat di ruang Bedah Umum Pria (C) dengan diagnose medis Fraktur

Lumbal. 

2.   Riwayat Kesehatan Klien

a.    Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan ia belum pernah masuk Rumah Sakit, klien hanya menderita sakit

seperti flu dan batuk saja dan hanya membeli obat di warung.

b.   Riwayat Kesehatan Sekarang

1)   Alasan Masuk Rumah Sakit

Dua puluh hari sebelum masuk rumah sakit RSUD Bengkalis klien mengalami

kecelakaan di tempat kerjanya (kebun). Saat bekerja klien tertimpa dahan kayu yang

jatuh dengan posisi  membungkuk saat menoreh karet, dan beberapa saat setelah  itu

pada kedua kakinya terasa dingin dan tidak bisa di gerakkan, kondisinya klien saat itu

lemah sehingga klien langsung dibawa ke puskesmas Sungai Pakning dan mendapat

perawatan, karena fasilitas yang belum memadai di puskesmas Sungai Pakning pada

tanggal 06 Juni 2012 klien dirujuk kerumah  sakit RSUD Bengkalis dalam  keadaan

sadar  penuh, nyeri pada daerah  punggung, tampak jejas pada punggung bagian

lumbalis dan klien mengatakan bagian kaki terasa dingin.

2)   Keluhan Waktu Didata

Pada waktu didata klien mengatakan nyeri pada saat klien: bergerak & diam, dengan

kualitas nyeri terasa ditusuk-tusuk, klien mengatakan bagian belakangnya (lumbalis)

terasa nyeri dengan skala 4-6 (sedang), dan nyeri nya terjadi secara terus menerus

Page 40: askep_fraktur

sehingga membuat klien sulit untuk tidur. Klien juga  mengatakan hanya terbaring,

aktivitasnya dibantu perawat dan keluarga, sudah 2 hari belum mandi dikarenakan

keluarga klien tidak berani untuk  menggerakan klien.

3.    Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan didalam keluarganya tidak terdapat penyakit keturunan seperti

hipertensi, diabetes melitus, atau asma serta tidak ada pula yang menderita penyakit

menular seperti hepatitis, tbc, dan lain-lain.

4.    Struktur Keluarga Dan Genogram

Keterangan :                :  Laki-laki

                                     : Perempuan

                                     : Laki-laki meninggal dunia

                                           : Perempuan meninggal dunia

                                     : Klien

                                     : Tinggal serumah

5.    Data Biologis

a.       Pola Nutrisi

Sebelum sakit : Klien makan 3x/ hari dengan menu bervariasi seperti nasi, sayur

mayor dan lauk pauk. Klien tidak ada pantangan dan alergi terhadap makanan.

Saat sakit : Klien makan 3 kali sehari dengan menu makanan yang disediakan

oleh pihak rumah sakit, klien hanya mampu menghabiskan setengah porsi makanan

yang disajikan.

b.      Pola Minum

Sebelum sakit :Klien minum air putih ± 1000 – 1500 cc / hari. Kadang-kadang klien

minum teh manis atau kopi.

Saat sakit : Klien minum ± 7- 8 gelas /hari Klien minum 1000-1500 cc/hari air

putih.

Page 41: askep_fraktur

c.       Pola Eleminasi

Sebelum sakit : Klien BAK 3-5 kali atau ±1200cc sehari dengan urin kuning jernih

tanpa keluhan.

Klien BAB 1-2 kali sehari dengan konsistensi padat       berwarna kuning dan tanpa

keluhan.

Saat sakit : Klien terpasang kateter, dan dalam 1 hari ada sekitar 1000cc urine

yang keluar.

Klien BAB 1-2x sehari dengan konsistensi padat tetapi klien tidak bisa mengontrol

pola BAB nya sehingga klien tidsak bisa merasakan adanya feses yang keluar,klien

mengatakan klien juga tidak bisa menyadari pada saat BAB dan tidak bisa merasakan

pada saat tinjanya keluar.

d.       Pola istirahat Tidur

Sebelum sakit : Klien tidur + 7-8 jam/hari dengan penerangan yang cukup,

menggunakan bantal, selimut pada malam hari dan jarang tidur pada siang hari.

Saat sakit  : Klien tidak bisa tidur, klien tidur malam hanya 2-3 jam dan tidak

pernah tidur siang.

e. Pola kebersihan

Sebelum sakit  : Klien mengatakan mandi 2-3 kali/hari dengan sabun dan shampo 

serta gosok gigi pada saat mandi, potong kuku jika panjang                   

Saat sakit : Selama di rawat rumah sakit klien tidak pernah mandi, klien juga

tidak pernah diseka oleh keluarganya karena ada cedera pada tulang belakangnya,

kaki tangan dan badan klien tampak kotor.

f. Pola aktifitas

Klien hanya beraktifitas ditempat tidur, karena klien merasakan nyeri pada bagian

belakangnya sehingga klien tidak dapat melakukan pergerakannya

6.    Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Saat dilakukan pemeriksaan fisik, keadaan umum klien tampak lemah, tampak

mengatuk, hanya bisa beraktifitas di tempat tidur dan hanya miring kiri dan miring

kanan. Saat dikaji kesadaran klien dalam keadaan kompos mentis, tekanan darah

100/60 mmHg dengan frekuensi nadi 89x/ menit dan frekuensi pernapasan 23x/menit

sedangkan suhu tubuhnya 36,3C

b. Kepala leher dan axila

Page 42: askep_fraktur

Kepala klien tampak simetris, rambut klien hitam dan agak panjang, leher tidak ada

pembengkakan kelenjar getah bening, tidak adanya lesi, di axilla tidak tampak lesi,

tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba masa.

c. Mata

Mata klien tampak simetris, pupil klien isokor, konjungtiva tidak pucat, terdapat

lingkaran hitam disekitar mata, klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan,

d. Telinga

Telinga klien tampak simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa dan tidak ada

lesi, tidak ada gangguan pada fungsi pendengaran klien

e. Hidung

Hidung tampak simetris, mukosa hidung lembab, tidak tampak sekret, tidak ada

gangguan pada fungsi penciuman klien

f. Mulut dan pharing

Mulut tampak simetris, mukosa bibir lembab, gigi klien masih lengkap, tidak ada

gangguan reflek menelan, tidak ada pembesaran tonsil, ovula terlihat kemerahan.

g. Dada

1) Thorak

Saat dilakukan pengkajian Inspeksi  bentuk thorak klien simetris, tidak terdapat lesi,

tidak terdapat retraksi interkosta, pergerakan dada simetris, irama pergerakan

reguler,dan ketika di raba tidak terdapat masa, tidak terdapat nyeri, ekspansi paru

simetris, kemudian saat di auskultasi  terdengar vesikuler di permukaan paru, tidak

terdengar whezing dan ronchi.

2) Paru paru

Saat di lakukan perkusi  terdengar bunyi rensonan pada lapang paru dan ketika di

auskultasi terdengar vesikuler di permukaan paru, tidak terdengar whezing dan ronchi.

3) Jantung

Saat dilakukan inspeksi pada jantung tidak terlihat adanya iktus kordis pada ics 4 dan

5 dan teraba iktus kordis saat di palpasi, dsan ketika di perkusi  terdengar dullnes pada

daerah jantung, Pada pemeriksaan auskultasi  terdengar bunyi S1 lub dan S2 dup, dan

tidak terdengar bunyi tambahan.

4) Payudara

Bentuk simetris, tidak tampak pembengkakan, tidak ada lesi, aerola berwarna

kecoklatan.  

Page 43: askep_fraktur

h. Abdomen

Saat di inspeksi bentuk abdomen klien  simetris tidak terdapat ascites, tidak terlihat

lesi, terdengar bising usus 6x/menit saat di auskultasi, saat di perkusi  terdengar

dullnes didaerah hati tidak ada hepatomegali dan splenomegali dan saat dipalpasi

tidak teraba ginjal, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas.

i. Punggung.

Saat diinspeksi pada tulang belakang daerah lumbalis tampak bengkok atau terjadi

deformitas kearah luar pada lumbalis 4-5, terdapart pula massa atau benjolan,

kemerahan. Saat di palpasi terdapat nyeri tekan, teraba benjolan kearah luar. Saat di

tekan pada daerah fraktur klien tampak meringis.

j. Genetalia dan rectum

Saat di kaji klien terpasang kateter dengan ukuran 16 G, dengan urine yang 

tertampung di  urine bag sebanyak 200 cc.

k. Ekstremitas

atas : kekuatan otot pada tangan kanan 5, di tandai dengan klien mampu melawan

tahanan yang diberikan, begitu pula untuk tangan kiri klien kekuatan ototnya 5

walaupun pada tangan kiri klien terpasang infuse klien masih mampu melawan

tahanan.

 bawah : kekuatan otot kaki kiri dan kaki kanan,kekuatan ototnya 0 karena kaki kiri

dan kanan klien tak bisa digerakan dan tidak terdapat kontraksi otot, dan kaki kiri

dankanan  klien juga tidak bisa merasakan sensasi nyeri yang diberikan

5     5

0      0

7.    Data Psikologis

a.         status emosi: status emosi klien stabil di tandai dengan klien tampak tenang

dan tabah dalam menghadapi penyakitnya.

b.        konsep diri : klien tidak malu dengan keadaanya sekarang

Ideal diri : klien berharap penyakitnya cepat sembuh

Identitas diri : klien merasa dirinya laki laki dan memiliki istri

Peran diri : klien merasa bertanggung jawab sebagai suami

c.         gaya komunikasi ; gaya komunikasi yg klien gunakan terbuka menggunakan

bahasa melayu namun bercampur logat bahasa kapuas hulu

Page 44: askep_fraktur

d.        pola interaksi : interaksi klien dengan istri dan sahabt baik dibuktikan dengan

adanya keluarga dan sahabatnya yang mengunjungi

e.         pola koping : pola koping klien dan keluarga baik, apabila ada masalah klien

bermusyawarah dengan keluarganya.

8.    Data Sosial

a.         Pendidikan dan pekerjaan

Pendidikan terakhir klien adalah SD sekarang klien bekerja sebagai penambang emas

b.        Hubungan sosial : hubungan sosial klien terhadap keluarga baik

c.         Faktor sosiokultural : didalam keluarga klien tidak ada tindakakn keperawatan

yang betentangan dengan kebudayaannya

d.        Gaya hidup : klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol

9.    Pengetahuan Tentang Penyakit

Klien mengatakan kurang paham dan bingung dengan penyakitnya dan tindakan yang

mengharuskan klien tidur tanpa kasur. Keluarga sempat protes terhadap perlakuan

terhadap klien yang terbaring tanpa kasur.

10.  Data Spiritual

Selama di RS klien tidak beribadah, klien hanya berdoa ditempat tidur.

11.    Data Penunjang

a. Hasil lab tanggal 14 juni 2012:

GDS                      99                        mg/dl               55-150

Ureum                   39,7                     mg/dl               10-50

Kreatinin               0,7                       mg/dl               0,6-1,3

b. Hasil pemeriksaan  Radiologi

Rontgen: dari hasil foto vertebra tampak deformitas pada lumba 4-5.

12.    Pengobatan

infus RL : 20 tpm

Intravena :

a.    Ranitidine 2x 50mga

b.    Ondansentron 3x4 gram

c.    Kalnex 3×250 mg

d.   Ketorolac 3×30mg

e.    Methyi prednisolon 2x1

Page 45: askep_fraktur
Page 46: askep_fraktur
Page 47: askep_fraktur

D.    RENCANA KEPERAWATAN

NO

DX

DIAGNOSA 

KEPERAWATAN

TUJUAN &

KRITERIA

HASIL

RENCANA  INTERVENSI RASIONAL

1 Nyeri akut

berhubungan dengan

Terputusnya

kontinuitas jaringan

tulang.ditandai

dengan

DS   :

           Pada waktu

didata klien

mengatakan nyeri

pada saat

klien:bergerak &

diam dengan kualitas

nyeri terasa ditusuk-

tusuk,klien

mengatakan bagian

Nyeri akut dapat 

berkurang 

setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24 jam

dengan kriteria

shasil:

Ds:

          klien

mengatakan

nyerinya sudah

berkurang

skala      (1-3)

Do:

          klien tidak

1.      Kaji nyeri yang dialami

klien

2.      kaji faktor yang

menurunkan toleransi nyeri

3.      kurangi atau hilangkan

faktor yang meningkatkan

nyeri

1.      perubahan nyeri pada klien akan

menetukan rencana lebih lanjut

2.     

ketakutan,keletihan,ketidaktahuan,

monoton,dan ketidakpercayaan

orang lain sering menyebabkan

penurunan toleransi terhadap

nyeri,sehingga persepsi terhadap

nyeri akan meningkat

3.     

ketakutan,keletihan,ketidaktahuan,

monoton,dan ketidakpercayaan

orang lain merupakan faktor yang

dapat meningkatkan persepsi nyeri

4.      Peningktan tanda-tanda vital

Page 48: askep_fraktur

belakangnya

(lumbalis) terasa

nyeri dengan skala 4-

6 (sedang), dan nyeri

nya terjadi secara

terus menerus

sehingga membuat

klien sulit untuk tidur.

DO  :

-    Klien tampak

meringis saat

bergerak dan diam,

dan saat di tekan

tulang belakangnya,

-     tekanan darah

100/60 mmHg dengan

frekuensi nadi 89x/

menit dan frekuensi

pernapasan 23x/menit

sedangkan suhu

meringis

kesakitan lagi

          TTV dalam

batas normal

TD: 120/ 80

mmHg

N: 80x/ menit

RR: 20x/ menit

S: 36,5 C

4.      Pantau tanda- tanda vital

5.      Ajarkan tekhnik distraksi

dan relaksasi

6.      Berikan obat Analgetik

ketorolac

seperti tekanan darah, nadi

menandakan peningkatan nyeri

5.      relaksasi dan distraksi merupakan

metode nonfarmakologis yang

mengubah proses fikir terhadap

nyeri

6.      Analgetik berfungsi dalam

menghambat impuls nyeri

Page 49: askep_fraktur

tubuhnya 36,3c

-    Ada reaksi

penolakan saat di

tekan pada tulang

belakang

2 Hambatan mobilitas

fisik berhubungan

dengan fraktur

lumbalis di tandai

dengan :

DS :

-  Klien mengatakan

hanya terbaring

-  Klien mengatakan

aktivitasnya dibantu

perawat dan keluarga

DO :

-  Klien terlihat lemah

-  Kaki kanan klien

tidak dapat di

Hambatan

mobilitas fisik

teratasi setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x 24 jam

dengan kriteria

hasil:

DS

          Klien

mengatakan

bertambahnya

kekuatan dan

daya tahan

1.      Kaji pola aktifitas klien

2.     Tingkatkan mobilitas

ekstremitas atau Latih rentang

pergerakan sendi pasif

3.     Posisikan tubuh sejajar untuk

mencegah komplikasi

4.      Anjurkan keluarga untuk

memandikan klien dengan air

hangat.

5.      Awasi seluruh upaya

mobilitas dan bantu pasien

1.      Dengan mengetahui pola aktifitas

klien maka akan mengetahui

seberapa mampu klien untuk

beraktifitas.

2.      Mobilitas rentang gerak yang

optimal Mencegah kekakuan pada

sendi  klien

3.      Mempermudah pasien untuk

memenuhi kebutuhannya secara

mandiri

4.      Air hangat akan memperlancar

sirkulasi sehingga mencegah

iskemi

5.      Mengawasi aktifitas klien agar

klien tidak melakukan aktifitas

Page 50: askep_fraktur

gerakkan

-  Kebutuhan klien di

bantu oleh keluarga

dan perawat

-  Klien hanya

beraktifitas di tempat

tidur dan itu pun

hanya berbaring

-  Kekuatan otot

5     5

          0    0

ekstremitas

DO:

          Klien mampu

melakukan

aktivitas secara

bertahap sesuai

toleransi

jika di perlukan.

6.      Inspeksi kulit terutama yang

bersentuhan dengan tempat

tidur

yang dapat memperparah

keadaannya.

6.      Kemerahan dan teraba panas

pada kulit menandakan area tesebut

mengalami tekanan yang dapat

menjadi dekubitus

3

Inkontinensia

defekasi b/d

Kerusakan saraf

motorik bawah yg

ditandai dengan

Ds:

          Klien mengatakan

tidak bisa mengatur

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24 jam

gangguan pola

eliminasi (BAB)

dapat ditoleransi

Kaji adanya gangguan pola

eliminasi (BAB)

observasi adanya feses di

pampers klien

Anjurkan kepada klien untuk

1.      Gangguan pola eliminasi BAB

biasanya ditandai dengan ketidak

tahuan klien kalau dirinya sedang

BAB

2.      feses yang terlalu lama di

pampers atau pengalas klien akan

meningkatkan resiko lesi

3.      Agar perawat atau keluarga

Page 51: askep_fraktur

BAB nya

          Klien mengatakan

pada saat BAB

tinjanya keluar sendiri

tanpa ada rasa

mengeluarkanya.

          Klien mengatakan

dirinya tidak

menyadari pada saat

BAB.

Do:

          Terlihat klien

BAB dicelana dan

klien tidak

menyadarinya,

          pada tulang

belakang daerah

lumbalis tampak

bengkok atau terjadi

klien dengan

kriteria hasil

Ds:

-      Klien memberi

tahu perawat atau

keluarga kalau

sedang BAB

Do:

Pampers atau

celana klien

diganti apabila

klien BAB

memberi tahu perawat atau

keluarga kalau terasa BAB

Anjurkan kepada keluarga

untuk sering mengawasi klien

Jelaskan kepada klien tentang

adanya gangguan pola

eliminasi

mengetahui dan segera mengganti

pempers atau celana klien

Agar bisa mengontrol adanya peses

yang tidak disadari klien

5.      Agar klien dan keluarga

mengetahui tentang adanya

gangguan pola eliminasi yang

dialami klien

Page 52: askep_fraktur

deformitas kearah

luar pada lumbalis 4-

5, terdapat pula massa

atau benjolan,

kemerahan.

          Klien mengalami

kelumpuhan di bagian

ekstremitas bawah.

          Klien tidak

menyadari bahwa

dirinya BAB

4 Defisit perawatan

diri;mandi di tandai

dengan:

DS :

-  Klien mengatakan

sudah 2 hari belum

mandi

Deficit

perawatan diri

mandi teratasi

setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x30

1.      Kaji keadaan umm klien

2.      Kaji pola kebersihan klien

3.      Lakukan personal hygiene

(mandi) pada klien

1.      Keadaan lemah mempengaruhi

terhadap pemenuhan perawatan diri

2.      Perubahan pola pemenuhan

kebersihan diri sering terjadi saat

hospitalisasi

3.      Agar  klien tampak bersih dan

segar

Page 53: askep_fraktur

-  Klien mengatakan

susah untuk mandi

DO :

-  Badan, kaki, tangan

klien tampak kotor

Klien tampak lemah

menit dengan

kriteria hasil:

DS:

          Klien

mengatakan

sudah mandi

          Klien

mengatakan

badannya terasa

segar

DO:

Klien sudah

tampak bersih

4.      Libatkan keluarga pada saat

memandikan

4.      Agar keluarga juga mengerti cara

memandikan pasien yang benar

5 Defisiensi

pengetahuan

berhubungan dengan

Kurang terpajannya

informasi ditandai

dengan:

Pengetahuan

klien bertambah

setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 1x 30

1.      Kaji tingkat pengetahuan

klien

2.      Kaji latar belakang

1.      Dengan mengetahui tingkat

pengetahuan klien maka akan lebih

mudah untuk menentukan cara

yang tepat untuk penyampaian

informasi

2.      Tingkat pendidikan

Page 54: askep_fraktur

DS :

          Klien mengatakan

kurang faham dengan

tindakan yang

dilakukan terhadap

dirinya yang harus

terbaring tanpa kasur

          Keluarga bertanya,

“mengapa klien harus

terbaring tanpa kasur

           

DO :                 

          Klien & keluarga

tampak bingung

dengan kondisi klien

yang terbaring tanpa

kasur

menit dengan

kriteria hasil:

DS:

          Klien

mengatakan

sudah faham

dengan tindakan

yang dillakukan

terhadap dirinya

DO:

          Klien dan

keluarga sudah

tampak tidak

bingung lagi

pendidikan klien

3.      Berikan penkes kepada

klien dan keluarga tentang

penyakit,proses pengobatan

dan diit makanan yang dapat

mempercepat penyembuhan

4.      Berikan kesempatan klien

untuk bertanya

5.      Evaluasi dari apa yang telah

disampaikan

mempengaruhi mempengaruhi

pengetahuan klien

3.      Meningkatkan pengetahuan klien

tentang pemahaman penyakit yang

di alaminya.

4.      Untuk memperjelas apa yang

belum dimengerti kliean dan

keluarga

5.      Untuk mengetahui tngkat

pemahaman klien tentang apa yang

telah disampaikan

Page 55: askep_fraktur
Page 56: askep_fraktur

 E. CATATAN KEPERAWATAN

No

Dx

Tanggal &

Waktu

Catatan Tindakan TTD

1.

.

14 Juni 2012

07.30

07.45

08.00

08.15

08.30

08.50

15 Juni 2012

07.30

07.45

          Mengkaji  nyeri yang dialami klien

H : skala nyeri klien 4-6 ( sedang)

          Mengkaji  faktor yang menurunkan toleransi nyeri

H: pergerakan klien mempengaruhi tingkat nyeri klien

           Mengurangi atau menghilangkan faktor yang

meningkatkan nyeri

       H:  mengurangi atau meminimalkan pergerakan klien

          Memantau tanda- tanda vital

      H :

         TD : 100/60 mmHg

         N : 89 x/m

         S : 36,3c

         RR : 23 x/m

          Melakukan  pemasangan infus

R: klien menerima tindakan keperawatan

H: klien terpasang infus RL 20 tpm di tangan kirinya.

          Mengkolaborasikan obat Analgetik ketorolac 30mg drip

via infuse RL 500cc

R: klien menerima tindakan keperawatan

H: klien tidak meringis kesakitan lagi

          Mengkaji ulang skala  nyeri yang dialami klien

H : skala nyeri klien 4-6 ( sedang)

          Mengajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi

R: klien mau mengikuti apa yang di ajarkan perawat

 H: klien bisa mempraktekan apa yang di ajarkan perawat

          Memantau tanda- tanda vital

Page 57: askep_fraktur

08.00

08.15

16 Juni 2012

07.30

07.40

08.00

08.15

H :

         TD : 110/60 mmHg

         N : 84 x/m

         S : 36,5 c

         RR : 22 x/m

          Memberikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via

infuse RL 500cc

R: klien menerima tindakan keperawatan

H: klien tidak meringis kesakitan lagi

          Mengkaji ulang skala  nyeri yang dialami klien

H : skala nyeri klien 4-6 ( sedang)

          Menganjurkan klien untuk tidak banyak bergerak

H: nyeri klien sedikit berkurang

          Memantau tanda- tanda vital

H :

         TD : 100/60 mmHg

         N : 84 x/m

         S : 36,6

         RR : 20 x/m

          Memberikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via

infuse RL 500cc

R: klien menerima tindakan keperawatan

H: klien tidak meringis kesakitan lagi

2 14 Juni 2012

08.30

08.40

          Mengkaji pola aktifitas klien

H: klien hanya tampak berbaring

          Tingkatkan mobilitas ekstremitas atau Latih rentang

Page 58: askep_fraktur

15 Juni 2012

08.30

08.45

16 Juni 2012

08.00

09.30

pergerakan sendi pasif

R: klien mau mengikuti anjuran perawat

H: klien mau tangannya digerakkan oleh perawat

          menginspeksi kulit terutama yang bersentuhan dengan

tempat tidur

H: tidak ada tanda- tanda dekubitus

          Posisikan tubuh  sejajar untuk mencegah komplikasi

R: klien menerima tindakan perawat

H: klien baring dalam posisi terlentang

          Menganjurkan keluarga untuk memandikan klien dengan

air hangat.

R: keluarga menerima anjuran perawat

H: klien tampak bersih setelah setelah dimandikan

          Mengawasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika

di perlukan.

H: pemenuhan kebutuhan klien dibantu keluarga dan

perawat

3 14 juni 2012

09.00

09.15

15 juni 2012

09.10

          mengkaji adanya gangguan pola eliminasi (BAB)

H: klien tidak bisa mengontrol BAB nya

          mengobservasi adanya feses di pampers klien

H: terdapat feses di pempers klien

          menganjurkan kepada klien untuk memberi tahu perawat

atau keluarga kalau terasa BAB

R:klien menerima anjuran perawat

Page 59: askep_fraktur

09.20

16 juni 2012

09.00

          Menganjurkan kepada keluarga untuk sering mengawasi

klien

R: klien mau menerima anjuran perawat

H: klien mengerti saran perawat

          Menjelaskan kepada klien tentang adanya gangguan pola

eliminasi.

H: klien tau adanya gangguan eliminasi pada dirinya

4 14 Juni 2012

09.15

09.20

15 Juni 2012

09.30

09.45

16 Juni 2012

09.15

          Mengkaji keadaan umm klien

H: klien tampak lemah

          Mengkaji pola kebersihan klien

H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit

          Mengkaji ulang keadaan umum klien

H: klien tampak lemah

          Mengkaji ulang  pola kebersihan klien

H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit

          Mengkaji ulang keadaan umum klien

H: klien tampak lemah

Page 60: askep_fraktur

09.20

09.30

          Mengkaji ulang  pola kebersihan klien

H: klien belum mandi selama dirawat di rumah sakit

          Melakukan personal hygiene (mandi) pada klien

R: klien mau dimandikan

H: klien tampak bersih

5 14 Juni 2012

10.00

10.15

15 Juni 2012

10.00

10.15

16 Juni 2012

10.30

          Kaji tingkat pengetahuan klien

H: klien tidak mengetahui peyakit yang di deritanya

          Kaji latar belakang pendidikan klien

H: klien hanya tamatan SD

          Kaji ulang tingkat pengetahuan klien

H: klien tidak mengetahui peyakit yng di deritanya

          Kaji ulang latar belakang pendidikan klien

H: klien hanya tamatan SD

          Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang

penyakit dan diit makanan yang dapat mempercepat

penyembuhan

R: klien tampak antusias dalam mendengarkan penkes

H: klie mengerti tentang penyakit yang di deritanya

          Evaluasi dari apa yang telah disampaikan

H: klien mengerti tentang materi yang telah di sampaikan

Page 61: askep_fraktur

F. CATATAN PERKEMBANGAN

No

Dx

Tanggal &

Waktu

Perkembangan ( S O A P) Nama &

TTD

Perawat

1 14 Juni 2012

13.10

15 Juni 2012

13.10

S : Klien mengatakan bagian belakangnya nyeri

O : Klien tampak meringgis saat bergerak dan diam

TTV:

         TD : 100/60 mmHg

         N : 89 x/m

         S : 36,3c

         RR : 23 x/m

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan tindakan keperawatan

          Kaji ulang skala  nyeri yang dialami klien

          Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi

          Berikan obat Analgetik ketorolac 30 mg drip via infuse

RL 500cc

          Pantau tanda- tanda vital

S : Klien mengatakan nyeri bagian belakangnya masih terasa

          Skala nyeri (4-6)

O : Klien masih tampak meringis

TTV:

         TD : 110/60 mmHg

         N : 84 x/m

         S : 36,5 c

         RR : 22 x/m

A : Masalah teratasi sebagian

Page 62: askep_fraktur

16 Juni 2012

13.10

P : Lanjtkan intervensi

          Kaji ulang skala dan karakteristik nyeri klien

          pantau TTV

          Anjurkan klien untuk tidak banyak bergerak

          berikan obat analgetik ketorolac 30mg drip via infuse RL

500cc

S : Klien mengatakan nyeri di bagian belakangnya

O : Klien masih tampak meringis saat bergerak dan diam

          Skala nyeri (4-6)

          TTV:

         TD : 100/60 mmHg

         N : 84 x/m

         S : 36,6

         RR : 20 x/m

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjtkan intervensi

          Kaji skala dan karakteristik nyeri klien

          pantau TTV

          Ajarkan kembali tekhnik relaksasi

          berikan obat analgetik ketorolac 30mg drip via infuse RL

500cc

2 14 Juni 2012

13.40

S : Klien mengatakan hanya beraktifitas di tempat tidur

O : Klien tampak hanya beraktifitas di tempat tidur

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

          menginspeksi kulit terutama yang bersentuhan dengan

tempat tidur

          Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi

Page 63: askep_fraktur

15 Juni 2012

13.40

                  

16 Juni 2012

13.40

S : Klien mengatakan hanya beraktifitas di tempat tidur

O : Klien tampak hanya beraktifitas di tempat tidur

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan tindakan keperawatan

          Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien jika di

perlukan.

          Anjurkan keluarga untuk memandikan klien dengan air

hangat

S : Klien mengatakan hanya beraktifitas di tempat tidur

O : Klien tampak hanya beraktifitas di tempat tidur

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan tindakan keperawatan

          tingkatkan kembali mobilitas dan pergerakan yang

optimal.

3 14 Juni 2012

13.40

15 Juni 2012

13.40

S: klien mengatakan tidak bisa mengontrol BAB nya

O: tampak feses di pempers klien

A: masalah pola eliminasi belum teratasi

P: lanjutkan intevensi

          menganjurkan kepada klien untuk memberi tahu perawat

atau keluarga kalau terasa BAB

          Anjurkan kepada keluarga untuk sering mengawasi klien

S: klien mengatakan masih tidak bisa mengontrol BAB nya

O: tampak feses di pempers klien

A: masalah pola eliminasi belum teratasi

P: lanjutkan intevensi:

          Jelaskan kepada klien tentang adanya gangguan pola

eliminasi

Page 64: askep_fraktur

16 Juni 2012

13.40

S: klien mengatakan masih belum bisa mengontrol pola

BAB nya

O: klien tampak BAB dalam celana

A: masalah pola eliminasi belum teratasi

P: lanjutkan intevensi:

          Anjurkan kepada keluarga untuk sering mengawasi klien

4 14 Juni 2012

13.20

15 Juni 2012

13.20

16 Juni 2012

13.20

S : Klien mengatakan sudah 2 hari belum mandi

O : Badan, kaki dan tangan klien tampak kotor

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

          Kaji ulang keadaan umum klien

          Kaji ulang pola kebersihan klien

          Bantu klien memenuhi kebutuhan personal hygiene

(mandi)

S : Klien mengatakan sudah 3 hari belum mandi

O : Badan , kaki dan tangan klien tampak kotor

A : Masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

           Kaji ulang keadaan umum klien

          Kaji ulang pola kebersihan klien

-       Bantu pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien

(mandi)

S : Klien mengatakan terasa segar setelah mandi

O : Badan klien tampak bersih

A : Masalah teratasi

P : hentikan tindakan

Page 65: askep_fraktur

5 14 Juni 2012

13.30

15 Juni 2012

13.30

16 Juni 2012

13.30

S : Klien mengatakan kurang paham dengan penyakitnya

O : Klien tampak bingung

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

          Berikan  penkes kepada keluarga dan klien tentang

penyakitnya

S : Klien mengatakan kurang paham dengan penyakitnya

O : Klien tampak bingung

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

          Berikan penkes kepada klien dan keluarga

S : Klien mengatakan sudah paham dengan penyakitnya

O : Klien tidak tampak bingung

A : Masalah kurang pengetahuan teratasi

P : Hentikan tindakan keperawatan

Page 66: askep_fraktur

BAB IV

PEMBAHASAN

Penulis dalam bab ini membahas tentang asuhan keperawatan yang telah

diberikan kepada Tn.S dengan gangguan Sistem Muskuloskeletal ; Fraktur lumbal yang

di rawat di ruang Bedah Umum Pria  (C ) Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis.

Pembahasan pada kasus ini adalah berdasarkan proses keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

yang dikaitkan dengan landasan teoritis dan asuhan keperawatan yang nyata.

Pelaksanaan dan  pendekatan  proses keperawatan ini dilaksanakan selama tiga

hari mulai dari tanggal 14 Juni 2012 sampai dengan tanggal 16 Juni 2012, penulis

berperan sebagai perawat pelaksana asuhan keperawatan  tersebut yang bekerja sama

dengan tim kesehatan lain.

Selanjutnya akan diuraikan pembahasan kasus mengenai asuhan keperawatan

yang telah diberikan pada klien.

A.    Pengkajian

Menurut Carpenito & Moyet, (2005) dalam Potter & Perry, (2009) Pengkajian

adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan

status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk

menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya. Pengkajian keperawatan

meliputi dua tahap yaitu pengumpulan data/verifikasi data dan menganalisa data

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan yang mendasari

pengkajian terhadap klien. Klien di pandang sebagai manusia yang utuh dan dari segi 

bio-psiko-sosio – kultural- spritual yang apabila mengalami gangguan akan

menyebabkan kondisi tidak seimbang dan memerlukan suatu adaptasi dalam

melaksanakan pengkajian data di peroleh melalui wawancara langsung dengan klien dan

keluarga, observasi atau mengamati langsung, pemeriksaan fisik, membaca hasil

pemeriksaan penunjang catatan keperawatan dan catatan medis.

Penulis mengumpulkan data berdasarkan dengan teori yang ada, untuk data

dasar sebagian telah di dapat dari catatan keperawatan ataupun catatan medis. Adapun

hal-hal yang perlu dikaji ulang sebelum melakukan wawancara penulis terlebih dahulu

Page 67: askep_fraktur

membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga sehingga klien

mengungkapkan masalah yang dirasakan, memberi jawaban atas pernyataan dan

bertanya bila pertanyaan penulis belum dapat mengerti.

              Adapun hasil pengkajian yang penulis temukan pada Tn.S yang sesuai dengan

konsep teoritis yaitu : klien sudah merasakan tanda dan gejala tejadinya fraktur lumbal

seperti nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di

atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma. Awal mula kejadian nya adalah saat

klien bekerja lalu tertimpa runtuhan tanah dengan posisi  jongkok, dan beberapa saat

setelah  itu pada kedua kakinya terasa dingin dan tidak bisa di gerakkan, kondisinya

klien saat itu lemah dan untuk keluhan di rumah sakit klien mengeluh nyeri pada bagian

belakangnya, klien mengatakan hanya dapat berbaring ditempat tidur dan semua

kebutuhannya dibantu oleh keluarga dan perawat, klien jga mengatakan sudah dua hari

belum  mandi.   .

              Adapun data yang penulis temukan pada Tn.S namun tidak sesuai dengan

sumber utama pada konsep teoritis adalah terjadinya inkontinensia alvi  . Hal ini

mungkin dikarenakan terjepitnya saraf pada lumbal IV dan V, dan masalah kurang

pengetahuan pada klien hal ini dimungkinkan karena klien belum pernah mendapatkan

pendidikan kesehatan dari perawat ruangan.

              Kerjasama yang diberikan oleh klien dan keluarga klien memudahkan penulis

dalam mengumpulkan data-data yang memungkinkan penulis untuk menetapkan asuhan

keperawatan yang sesuai kepada Tn. S Sebelumnya penulis telah membina hubungan

saling percaya dengan klien. Klien mau mengungkapkan masalah-masalah yang klien

rasakan dan memberikan jawaban atas pertanyaan penulis.

              Adapun yang menjadi penghambat didalam melakukan pengkajian terhadap

Tn. S yaitu tidak tersedianya hasil pemeriksaan penunjang radiologi seperti dilakukan

pemeriksaan, C T S c a n , MRI, Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf

Sehingga penulis mengalami kesulitan dalam melakukan penegakan diagnosa kepada

klien.

B.       Diagnosa Keperawatan

Page 68: askep_fraktur

Menurut Carpenito & Moyet, (2005) dalam Potter & Perry, (2009) Diagnosis

keperawatan dan masalah kolaborasi menggambarkan batas kondisi klien yang

memerlukan asuhan keperawatan.

Pada tahap ini penulis menganalisa dan mensintesis data yang telah

dikelompokkan, kemudian penulis melakukan penilaian klinik tentang respon klien dan

keluarga terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan resiko. Pada

tinjauan teoritis terdapat 5 diagnosa keperawatan. Penulis menemukan 3 diagnosa

keperawatan yang muncul pada Tn. S yang sesuai dengan sumber utama dalam

perumusan diagnosa dan rencana keperawatan Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm. 14-

15) diagnosa keperawatan yang muncul pada trauma medulla spinalisadalah sebagai

berikut:

1.      Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan refleks

spasme otot sekunder.

2.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular

3.      Defisit perawatan diri;mandi .

Tetapi di sini Penulis menemukan 2 diagnosa yang muncul dan tidak terdapat

sumber utama dalam perumusan diagnose dan rencana keperawatan untuk sistem

muskuloskeletal secara teoritis, namun penulis berinisiatif untuk mencari perumusan

diagnose tersebut dengan sumber lain sehingga muncul suatu diagnosa seperti berikut

menurut NANDA, (2011):

1.      Inkontinensia defekasi berhubungan dengan Kerusakan saraf motorik bawah

2.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Kurang terpajannya informasi

C.    Perencanaan Keperawatan

Pada tahap perencanaan ini, penulis membuat prioritas urutan diagnosa

keperawatan yang telah dibuat, kemudian penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil

dengan jelas, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan penentuan waktu yang sesuai

dengan tujuan sehingga memungkinkan dicapai oleh klien. Kemudian penulis

mendesain intervensi dengan landasan teoritis yang penulis sesuaikan dengan kondisi

dan penyakit klien.

Page 69: askep_fraktur

Adapun faktor pendukung yang penulis rasakan pada tahap ini adalah adanya

persamaan antara diagnosa yang muncul dengan pedoman teoritis sehingga dalam

penyusunan rencana keperawatan tersebut penulis hanya tinggal menyesuaikan

perencanaan yang telah ada pada rencana keperawatan teoritis dengan kondisi pasien.

Sedangkan untuk hambatan pada tahap ini tidak begitu dirasakan oleh penulis, karena

dalam menyusun intervensi penulis memodifikasi berdasarkan teori lain dan disesuaikan

dengan kondisi klien, serta sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit.

D.    Pelaksanaan Keperawatan

Pada tahap ini penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien

sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat baik tindakan mandiri keperawatan

maupun tindakan kolaboratif. Dalam hal ini penulis sebagai anggota tim keperawatan

mengimplementasikan intervensi keperawatan dengan berlandaskan teori, baik secara

mandiri maupun kolaboratif sesuai dengan penyakit yang diderita pasien dan kondisi

pasien saat itu.

Adapun faktor pendukung pada tahap ini adalah kerjasama yang baik dengan tim

kesehatan lain dan partisipasi dan klien dan keluarga sehingga penulis dapat

melaksanakan rencana yang telah penulis buat dengan baik. Sedangkan untuk faktor

penghambat pada tahap ini tidak ditemukan karena semua perencanaan yang telah

dibuat telah dilaksanakan semuanya.

E.     Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan    intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil di capai.     

Adapun hasil dan pengevaluasian masing-masing diagnosa keperawatan yang

terdapat pada Tn.S yaitu :

1.      Nyeri;akut berhubungan dengan Terputusnya kontinuitas jaringan tulang.

Masalah ini masih belum teratasi,  karena masih belum sesuai dengan kriteria hasil yang

tercantum dalam perencanaan keperawatan salah satunya adalah skala nyeri klien masih

4-6(sedang), dan klien masih tampak meringis kesakitan, saat ditekan tulang

belakangnya jadi untuk menindak lanjuti masalah tersebut penulis mencoba untuk

Page 70: askep_fraktur

berkolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter untuk melanjutkan semua intervensi

yang telah di rencanakan sampai masalah tersebut berkurang bahkan hilang.

2.      Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan Fraktur lumbalis

Masalah ini masih belum teratasi,  karena masih belum sesuai dengan kriteria hasil yang

tercantum dalam perencanaan keperawatan salah satunya adalah klien masih tampak

lemah dan semua kebutuhan klien masih dibantu oleh perawat dan keluarga jadi untuk

menyelesaikan masalah tersebut hendaknya intervensi yang telah penulis rencanakan

bisa dapat dilakukan atau teruskan oleh perawat ruangan.

3.      Inkontinensia defekasi berhubungan dengan Kerusakan saraf motorik bawah

Masalah ini belum teratasi, karena belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil yang

tercantum pada bagian perencanaan keperawatan, klien masih belum bisa untuk

mengontrol pola BAB nya sehingga klien masih harus selalu di observasi untuk pola

BAB nya. Jadi untuk solusinya di harapkan kepada perawat dan keluarga untuk selalu

mengobservasi  keadaan klien dan pola BAB nya.

4.      Defisit perawatan diri;mandi berhubungan dengan Fraktur lumbalis

Masalah ini menjadi masalah yang teratasi. Karena kondisi klien sudah tampak bersih

dari sebelumnya dan sudah sesuai dengan criteria hasil.

5.      Kurang Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya

informasi

Masalah ini menjadi masalah kedua yang berhasil setelah masalah defisit perawatan

diri, karena setelah dilakukan tindakan pembelajaran klien dan keluarga mampu

menjawab pertanyaan yang menjadi indikator pencapaian tingkat pemahaman sesuai

dengan perencanaan yang telah dibuat.

Dari kelima diagnosa diatas, baik yang teratasi sebagian maupun yang belum

teratasi, penulis telah melakukan kolaborasi untuk melanjutkan asuhan keperawatan

yang sesuai dengan permasalahan tersebut, serta melibatkan keluarga dalam perawatan.