askep_20ikterus
description
Transcript of askep_20ikterus
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi
Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL
berkisar 30%pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.
Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasihepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ikterus?
2. Apa saja klasifikasi dari iketrus?
3. Apa penyebab terjadinya ikterus
4. Bagaimana gejala klinis dari ikterus
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya ikterus?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada ikterus?
7. Apa saja komplikasi yang ada pada ikterus?
8. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada ikterus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada ikterus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah keperawatan Sistem Pencernaan 3 dengan
judul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Ikterus dan
Hiperbilirubinemia”.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi ikterus
2. Untuk mengetahui penyebab dari ikterus
3. Untuk mengetahui gejala klinis yang timbul pada ikterus
4. Untuk mengatahui patofisiologi pada ikterus
5. Untuk mengetahui penatalaksaan pada ikterus
6. Untuk mengetahui komplikasi yang timbul akibat ikterus
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada ikterus
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada ikterus
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mmapu memahami dan menerapkan bagaimana cara penanganan
pasien dengan ikterus.
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang ikterus,
dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang
penyakit-penyakit dan asuhan keperawtan penyakit etrsebut.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti, memahami dan mengetahui tanda gejala sejak
dini tentang penyakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ikterus dan hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus jika tidak ditanggulangi secara baik atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis.
Ikterus (jaundice), yaitu pigmentasi kuing pada kulit dan sclera,
disebabkan oleh penumpukan bilirubin secara berlebihan dalam darah.
Bilirubin yang merupakan produk penguraian sel darah merah akan
menumpuk di dalam darah jika produksi melalpaui metabolisme dan
ekskresinya (Kowalak, 2011).
Ikterus adalah peningakatan konsentrasi dalam darah yang abnormal
pada semua jaringan mencakup sklera dan kulit yang akan berubah warna
menjadi kuning atau kuning kehijauan. Ikterus ak mg/dlan tampak sebagai
gejala klinis nyata bila kadar bilirubin serum melampaui 2 hingga 2,5
(Smeltzer, 2001).
Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan
perubahan warna jaringan menjadi kuning (Price, 2005).
2.2 Klasifikasi
Menurut Smeltzer, 2001 berdasarkan penyebab kuningnya terdapat 3 tipe,
yaitu :
1. Ikterus hemolitik
Ikterus terjadi akibat peningkatan destruksi sel darah merah yang
menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat ke dalam darah
sehingga hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi
mengekskresikan bilirubin secepat proses pembentukannya. Tipe ikterus ini
di jumpai pada pasien-pasien reaksi transfusi hemolitik dan kelainan
henolitik lainnya. Bilirubin dalam darah pasien-pasien ini terutama jenis
unkonjugasi atau “bebas”. Urobilinogen fekal dan urin meningkat,
sebaliknya, bilirubin urin tidak terdapat.
2. Ikterus hepatoseluler
Ikterus yang disebabkan oleh ketidak mampuan sel hati yang rusak untuk
membersihkan bilirubin yang jumlahnya masih normal dari dalam darah.
Kerusakan sel hati dapat terjadi karena infeksi, seperti pada hepatitis virus
(misalnya, Hepatitis A,B,C,D atau E) atau virus lain yang menyerang hati
(misalnya, virus yellow fever, virus Epstain-Barr), karena obat-obatan
(misalnya karbon tetraklorida, kloroform, fosfor, arsen, obat-obat tertentu)
atau intoksikasi zat kimia atau karena alkohol.
Sirosis hepatis merupakan bentuk penyakit hepato seluler yang dapat
menimbulkan ikterus. Biasanya sirosis menyertai konsumsi alkohol yang
berlebihan; walaupun demikian, keadaan ini juga dapat pula merupakan
akibat akhir dari nekrosis sel hati yang disebabkan oleh infeksi virus. Pada
ikterus obstruktif yang lama, kerusakan sel pada akhirnya akan terjadi
sehingga kedua tipe tersebut timbul secara bersamsa-sama.
3. Ikterus obstruktif
Ikterus obstruktif tipe ekstrahepatik dapat terjadi akibat penyumbatan
saluran empedu oleh batu empedu, proses inflamasi, tumor atau oleh
tekanan dari sebuah organ yang membesar. Obstruksi tersebut dapat pula
melibatkan saluran empedu yang kecil di dalam hati (yaitu, obstruksi
intrahepatik) yang terjadi akibat, mislanya, penekanan pada saluran tersebut
oleh pembengkakan hati karena inflamasi; obstruksi saluran empedu yang
kecil dapat pula di sebabkan oleh eksudat akibat inflamasi di dalam saluran
itu sendiri.
Obstruksi intrahepatik yang disebabkan oleh stasis dan penegntalan empedu
di dalam kanalikulus dapat terjadi setelah minum obat-obat tertentu
tergolong sebagai preparat “kolestatik”. Obat-obat ini mencakup golongan
fenotiazin, obat antitiroid, sulfonilurea, antidepresan trisiklik, nitrofurantoin,
androgen, dan estrogen.
2.3 Etiologi
a. Peningkatan produksi Billirubin menyebabkan:
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
4. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5. kterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid).
6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan
darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
2.4 Manifetasi Klinis
1. Ikterus hemolitik
Penderita tipe ikterus hemolitik tidak mengalami gejala atau
komplikasi sebagai akibat dari ikterus itu sendiri, kecuali jika
hiperbilirubinemia yang dideritanya sangat ekstrim. Namun demikian,
ikterus yang berlangsung lama sekalipun ringan merupakan prediposisi
terbentuknya “batu pigmen” dalam kandung empedu, dan ikterus yang
sangat berat (yaitu, pada pasien dengan kadar bilirubin bebas di atas 20-25
mg/dl) akan membawa risiko yang nyata untuk kemungkinan terjadinya
kerusakan batang otak.
2. Ikterus hepatoseluler
Pasien ikterus hepatoseluler bisa menderita sakit yang ringan atau
berat dengan berkurangnya selera makan, mual, perasaan lemah, lesu, dan
mungkin pula penurunan berat badan. Pada beberapa kasus ikterus
hepatoseluler, gejala ikterus mungkin tidak jelas.
Konsentrasi bilirubin serum dan urobilinogen urin dapat meninggi. Di
samping itu, kadar AST (SGOT) dan ALT (SGPT) dapat meningkat yang
menunjukan nekrosis sel hati.
Pasien biasanya mengeluh sakit kepala, menggigil dan panas jika
penyebabnya infeksi. Bergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan
sel hati, ikterus hepatoseluler bisa bersifat reversibel total atau ireversibel
3. Ikterus obstruktif
Baik obstruksi intrahepatik ataukah ekstrahepatik dan apapun yang
menjadi penyebabnya, bila empedu tidak dapat mengalir secara normal ke
dalam usus tetapi mengalir balik ke dalam hati, maka empedu ini akan
diserap kembali ke dalam darah dan di bawa ke seluruh tubuh dengan
menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit, sklera serta membran
mukosa. Empedu tersebut akan diekskresikan ke dalam urin yang
membuat urin berwarna tengguli dan berbih. Karena terjadinya penurunan
jumlah empedu dalam saluran empedu dalam saluran cerna, tinja akan
berwarna cerah atau pekat. Kulit dapat terasa sangat gatal sehingga pasien
harus mandi berkali-kali. Dispepsia dan intoleransi terhadap makanan
yang berlemak dapat terjadi karena gangguan pencernaan AST (SGOT)
dan ALT (SGPT) umumnya mengalami peningkatan yang sedang saja
meskipun terdapat peningkatan kadar bilirubin dan alkali fostase.
2.5 Patofisologi
Empedu yang disekresikan oleh hepar masuk kedalam duktus biliaris
yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan membentuk
dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai
duktus hepatikus kanan dan kiri yang bersatu menjadi duktus hepatikus
komunis.
Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus menjadi
duktus koledekus yang akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk
ampula vateri yang bermuara di duodenum.
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna kuning
sampai kehijaun pada jaringan yang disbeut ikterus dan ini merupakan tanda
penting dari penyakit hati, saluran empedu dan penyakit darah. Terdapat 4
mekanisme terjadinya hiperbilirubinemia dan iketerus, antara lain :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat
faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi
fungsional/mekanik.
Penyebab iketerus kholestatik intrahepatik atau ekstrahepatik.
Penyebab intrahepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital
duktus biliaris. Kerusakan dari sel parenkim hati menyebabkan gangguan
aliran dari garam bilirubin dalam hati menyebabkan gangguan aliran dari
garam bilirubin dalam hati, akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam duktus heaptikus karen a terjadinya retensi dan regurgitasi.
Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonjugasi dan bilirubin tidak
terkonjugasi dalam serum.
Penyumbatan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup
menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai
dengan obstruksi mekanis didaera ekstra hepatal.
Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan
oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini
biasanya tidak terjadi hiperbilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar
yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan
abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat
mengenai vena porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu
dan traktusbiliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasnaya terjadi kombinasi
antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestatis dan
hepatitis).
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu
kedalam usus halus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin
terkonjugasi dalam darah. penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik
kholestatik adalah batu duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus
kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing
kholangitis.
2.6 Pathway
cv
Virus Hepatitis, Toksin
Inflamasi HeparHipertermi Peregangan kapsula hati
Hepatomegali
Glikogen dalam hepar berkurang
Gangguan suplai darah normal pada sel-sel hepar
Perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
Nyeri Anoreksia
Kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktuli empedu intrahepatik
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan metabolisme karbohidrat lemak dan protein
Glikogenesis menurun
Glukogenesis menurun
Obstruksi Kerusakan konjugasi
Cepat lelah
Glukosa dalam darah berkurang
Glikogenelisi menurun
Kerusakan sel ekskresi
Bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus
Retensi BilirubinBilirubin direk meningat
Regurgitasi pada duktuli empedu
Ikterus
Bilirubin indirek meningkat
Peningkatan garam empedu dalam darah
Ikterus Larut dalam air
Pruritus Perubahan kenyamanan Ekskresi kedalam kemih
Bilirubin dan kemih berwarna gelap
Intoleransi Aktifitas
Hiperbilirubinemia
Kerusakan intergritas kulit
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan umum penatalaksaan pada ikterus adalah untuk mencegah kadar
bilirubin indirek dalam darah mencapai kadar yang memungkinkan terjadinya
neurotoksikositas. Mengobati langsung penyebab dari iketerus. Konjugasi
bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dpaat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat
seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat mengambat
metabolisme bilirubin (plasma atau bilirubin), mengurangi sirkulasi
enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau tranfusi hikan,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain : enteritis, hipertermia,
dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan
iritabilitas. Efek samping bersifat sementara diperbaiki
2.8 Komplikasi
Menurut Greenberg, 2014 komplikais dari ikterus adaalah :
1. Ensefalopati dapat disebabkan oleh insufisiensi hepatik
2. Kern ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak
2.9 Pemeriksaan penunjang
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran asupan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protien (CRP)
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Konsep Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : -
Umur : beresiko pada neonatus karena produksi bilirubin 2
sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Suku/ bangsa : -
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama:
Biasaya klien mengeluh sklera dan warna kulit berwarna kuning,
warna urin yang gelap, kulit dapat berwarna kehijauan
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Biasanya klien mengalami gejala peradangan, perubaha selera
makan dan berat badan
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Tanyakan mengenai riwayat pengobatan, riwayat operasi,
kecelakaan serta riwayat alergi obat
2. Tanyakan apakah pernah menderita penyakit kuning sebelumnya,
kontak dengan pasien kuning, mengonsumsi jamu-jamuan jangka
panjang, obat-obatan steroid, anabolik, kontrasepsi oral, obat anti
tuberkulosis
3. Tanyakan apaka pasien pernah dioperasi terutama operasi
kandung empedu (mengarah pada kemungkinan striktur atau batu
yang tertinggal)
4. Tanyakan mengenai operasi kandung empedu dimasa lalu,
mengarahkan pada penyakit batu yang kambuh atau masih
tersisa, stiktur biliaris atau obstruksi berulang akibat tumor yang
membesar.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
1. Tanyakan pada keluarga apakah ada keluarga atau kerabat dekat
yang pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit
keturunan yang lain
2. Pada pasien bayi dan anak-anak, tanyakan riwayat kehamilan dna
kelahiran
3. Tanyakan apakah pasien pernah kontak denngan keluarga yang
sakit kuning atau adakah keluarganya yang sejak lahir memiliki
sakit kuning
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Kesadaran : compos mentis
c. TTV
TD : Normal
Nadi : Meningkat
Suhu : Meningkat
RR : Meningkat
d. Pemeriksaan Fisik head to toe
1. Kepala : bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus
dengan warna rambut hitam, tidka terdapat benjolan, tidak ada
lesi, keadaan sutura sagitalis datar, tidak nyeri tekan, terdapat
lanugo disekitar wajah
2. Mata : bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran,
kuning/pucat pada sklera, wajah dan konjungtiva
3. Telinga : bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak ada
benjolan dan lesi
4. Hidung : bentuk hidung normal
5. Mulut : bentuk bibir simetris, tidak terdapat stomatitis,
mumukosa bibir tampak pucat/kuning, muntah
6. Dada : bentuk datar, dada ikterik dnegan warna kuning terang,
auskultasi bunyi nafas vesikuler
7. Abdomen : ikterik, pembesaran lien dan hepar
8. Punggung : keadaan punggung bersih, tidak terdapat
dekubitus/infeksi
9. Genetalia : urine pekat berwarna gelap, warna tinja pucat
10. Ektremitas : penurunan kekuatan otot (hipotonia), tremor,
ikterus kuku dan kulit
11. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan
melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol dengan
kulit bersih kuning). Dapat dijumpai sianosis karena hipoksia
12. Dada
Selain ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas
13. Status kardilogi menunjukkan adanya takikardi, khususnya
ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
14. Perut
a. Peningkatan dan penurunan bising usus/perilstaltik perlu
dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi
penatalaksanaan photo terapi
b. Gangguan peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.
Perut membuncit, muntah, mencret merupakan akibat
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik
15. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan
sepsis bakterial, tixoplasmosis, rubella
16. Urogenital
Urin berwarna kuning dan pekat, adanya feses yang
pucat/acholis/ seperti dempul atau kapur merupakan akibat
dari ganguan/atresia saluran empedu
17. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
18. Kulit
Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan ptechia, echimosis
19. Pemeriksaan neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain-lain
menunjukkan tanda-tanda kern ikterus
e. Pola Fungsi Gordon
1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Pada pasien yang menderita ikterus pola hidup sehat harus
ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, gaya hidup
sehta. Keluarga juga berkewajiban rutin memeriksakan pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada pasien yang menderita ikterus terjadi gangguan dalam
pemenuhan nutrisi, pasien menjadi malas makan dan minum sehingga
mampu menyebabkan gangguan pola nutrisi dan metabolisme
sehingga sering terlihat lemah (malaise)
3. Pola eliminasi
Pasien akan mengalami gangguan dalam eliminasi. Diare biasanya
juga dialami penderita ikterus, feses menjadi lunak dan sedikit pucat,
sedangkan urin pasien ikterus akan berwarna coklat gelap atau coklat
kehitaman
4. Pola aktivitas dan istirahat
Pasien menjadi malas beraktivitas, dan lemah. Pada anak-anak lebih
sering rewel
5. Pola istirahat dan tidur
Pasien yang mengalami ikterus akan mengalami gangguan saat tidur
biasanya berupa gatal akibat hiperbilirubin
6. Pola kognitif dan persepsi sensori
Pada ikterus parah yang berakibat pada kondisi kern ikterus dapat
merusak sawar otak sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak yang
berakibat keterlambatan dalam proses berpikir, gangguan bicara atau
keterlambatan lain dalam tumbuh kembangnya
7. Pola konsep diri
Kasus ikterus pada bayi tidak berdampak pada konsep diri bayi
namun berdampak pada orang tua, sedangkan ikterus padaanak-anak
dapat menyebabkan anak menjadi minder dan merasa berbeda dengan
teman lainnya
8. Pola hubungan-peran
Terjadi perubahan peran apabila pasien telah menikah dan memiliki
keluarga. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan
mengobati anak dengan ikterus
9. Pola seksual-seksualitas
Pada anak yang menderita iketrus biasanya tidakada gangguan dalam
reproduksi
10. Pola mekanisme koping
Keluarga perlu memberikan dukungan dan semangat sembuh bagi
pasien
11. Pola nilai dan kepercayaan
Keluarga selalu optimis dan berdo’a agar penyakit pada pasien dapat
segera sembuh
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan anoreksia
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubin
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan mudah lelah
4. Resiko Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningakatan
bilirubin
3.3 Rencana Keperawatan
No Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
diharapkan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi px
terpenuhi dengan KH:
1. BB meningkat
2. Px tidak mual
muntah
3. IMT 20-25
4. Px mampu
menghabiskan 1
makan porsi .
1. Kaji intake px
2. Tingkatkan
intake makanan
melalui:
Kurangi
gangguan
dari luar
Jaga privasi
px
Sajikan
makanan
dalam
kondisi
1. Sebagai informasi dasar
untuk perencanaan
awal dan validasi data
2. Cara khusus tingkatkan
nafsu makan
hangat
3. Selingi makan
dengan minum
4. Jaga kebersihan
mulut px
5. Berikan
makanan sedikit
tapi sering
6. Kolaborasi
dengan ahli gizi
3. Memudahkan makanan
masuk
4. Mulut yang bersih
meningkatkan nafsu
makan
5. Meningkatkan intake
mkanan
6. Memberikan asupan diit
yang tepat
2 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
tidak menunjukan
kerusakan integritas
kulit dengan KH
1. Menyatakan
pemahaman
situasi/ factor
resiko dan
program
pengobatan
individu.
2. Menunjukan
jaringan/ kulit
utuh, bebas
1. Gunakan air
mandi dingin
dan soda kue
atau mandi
kanji.
2. Anjurkan
menggunakan
buku-buku jari
untuk
mengaruk bila
tidak
terkontrol.
3. Berikan
1. Mencegah kulit kering
berlebihan dan
memberikan
penghilangan gatal
2. Menurunkan potensial
cedera kulit
3. Bermanfaat dalam
ekskoriasi.
3. Melaporkan tak
ada/ penurunan
pruritus/ lecet.
massase pada
waktu tidur.
4. Kaji warna
kulit tiap 8 jam
5. Pantau
bilirubin direk
dan indirek
6. Kolaborasi
dengan dokter
tentang
pemberian
obat sesuai
indikasi:
antihistamin
contoh
metdiazin
(tacaryl);
difenhidranin
(benadryl)
meningkatkan tidur
dengan menurunkan
iritasi kulit
4. Memantau terjadinya
perubahan warna kulit
5. Memantau kadar
bilirubin
6. Menghilangkan gatal.
3 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam
aktivitas pasien
terpenuhi dengan KH
1. Menyatakan
pemahaman
situasi/ factor
1. Tingkatakan
tirah baring/
duduk. Berikan
lingkungan
tenang; batasi
pengunjung
sesuai
keperluan.
1. Meningkatkan istirahat
dan ketenangan.
resiko dan
program
pengobatan
individu.
2. Menunjukan
teknik/perilaku
yang memampkan
kembali
melakukan
aktivitas.
3. Melaporkan
kemampuan
melakukan
peningkatan
toleransi aktifitas.
2. Ubah posisi
dengan sering.
Berikan
perawatan kulit
yang baik.
3. Tingkatkan
aktivitas sesuai
toleransi, bantu
melakukan
latihan rentang
gerak sendi
pasif/ aktif.
4. Kolaborasi
dengan dokter
tetntang
pemberian
infus
2. Meningkatkan fungsi
pernapasan dan
meminimalkan tekanan
pada area tertentu
untuk menurunkan
resiko kerusakan
jaringan.
3. Tirah baring lama dapat
menurunkan
kemampuan.
4. Mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang.
BAB 4
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Ikterus merupakan suatu keadaan dimana konsnetrasi bilirubin dalam darah
mengalami peningkatan yang abnormal. Ikterus mempunyai beberapa tipe
yaitu tipe hemolitik, hepatoseluler, obstruktif, dan ikterus akibat
hiperbilirubinemia herediter. Ikterus hemolitik terjadi akibat peningkatan
destruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran bilirubin ke dalam
darah yang begitu cepat. Keadaan ini yang menyebabkan hati tidak mampu
lagi mengekskresikan bilirubin secepat proses pembentukannya. ikterus
hepatoseluler disebabkan oleh sel hati yang rusak untuk membersihkan
bilirubin yang jumlahnya masih normal dalam darah. sel hati yang rusak ini
dapat disebabkan oleh infeksi, misal pada hepatitis virus, karena obat-obatan
atau karena alkohol.
Ikterus obstruktif terjadi akibat adanya sumbatan saluran empedu oleh batu
empedu, proses inflamasi, dan tumor. Terdapat mekanisme terjadinya
hiperbilirubinemia dan ikterus, yaitu pembentukan bilirubin berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati, gangguan
konyugasi bilirubin, pengurangan ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam
empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi
fungsional/mekanik.
1.2. Saran
Saran dalam makalah ini adalah :
1. Perawat
Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambha
pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
pada klien dengan ikterus terutama tentang perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya. Penderita ikterus memerlukan perawatan yang
baik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikais.
Keterlibatan keluarga dalam intervensi hendaknya ditingkatkan
sehingga tujuan yang indin dicapai klien juga ikut benar-benar
berperan dan berusaha mencapai tujuan yang direncanakan .
2. Klien dan keluarga
Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian
intervensi yang direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta
bekerjasama mematuhi terapi yang diberikan. Semangat klien untuk
sembuh akan membantu keberhasilan intervensi.