askep_20ikterus

33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 30%pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasihepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari ikterus?

description

hgkjhjnhkljndlkglxcvmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmkj

Transcript of askep_20ikterus

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi

Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL

berkisar 30%pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.

Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila

terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan

pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z

berkurang atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadan lain yang

memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan

gangguan konjugasihepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi

misalnya sumbatan saluran empedu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari ikterus?

2. Apa saja klasifikasi dari iketrus?

3. Apa penyebab terjadinya ikterus

4. Bagaimana gejala klinis dari ikterus

5. Bagaimana patofisiologi terjadinya ikterus?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada ikterus?

7. Apa saja komplikasi yang ada pada ikterus?

8. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada ikterus?

9. Bagaimana asuhan keperawatan pada ikterus?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

pembuatan makalah mata kuliah keperawatan Sistem Pencernaan 3 dengan

judul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Ikterus dan

Hiperbilirubinemia”.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui definisi ikterus

2. Untuk mengetahui penyebab dari ikterus

3. Untuk mengetahui gejala klinis yang timbul pada ikterus

4. Untuk mengatahui patofisiologi pada ikterus

5. Untuk mengetahui penatalaksaan pada ikterus

6. Untuk mengetahui komplikasi yang timbul akibat ikterus

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada ikterus

8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada ikterus

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Agar mmapu memahami dan menerapkan bagaimana cara penanganan

pasien dengan ikterus.

1.4.2 Bagi Institusi

Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang ikterus,

dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang

penyakit-penyakit dan asuhan keperawtan penyakit etrsebut.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Agar lebih mengerti, memahami dan mengetahui tanda gejala sejak

dini tentang penyakit

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ikterus dan hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam

darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan

kern ikterus jika tidak ditanggulangi secara baik atau mempunyai hubungan

dengan keadaan yang patologis.

Ikterus (jaundice), yaitu pigmentasi kuing pada kulit dan sclera,

disebabkan oleh penumpukan bilirubin secara berlebihan dalam darah.

Bilirubin yang merupakan produk penguraian sel darah merah akan

menumpuk di dalam darah jika produksi melalpaui metabolisme dan

ekskresinya (Kowalak, 2011).

Ikterus adalah peningakatan konsentrasi dalam darah yang abnormal

pada semua jaringan mencakup sklera dan kulit yang akan berubah warna

menjadi kuning atau kuning kehijauan. Ikterus ak mg/dlan tampak sebagai

gejala klinis nyata bila kadar bilirubin serum melampaui 2 hingga 2,5

(Smeltzer, 2001).

Ikterus adalah penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan

perubahan warna jaringan menjadi kuning (Price, 2005).

2.2 Klasifikasi

Menurut Smeltzer, 2001 berdasarkan penyebab kuningnya terdapat 3 tipe,

yaitu :

1. Ikterus hemolitik

Ikterus terjadi akibat peningkatan destruksi sel darah merah yang

menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat ke dalam darah

sehingga hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu lagi

mengekskresikan bilirubin secepat proses pembentukannya. Tipe ikterus ini

di jumpai pada pasien-pasien reaksi transfusi hemolitik dan kelainan

henolitik lainnya. Bilirubin dalam darah pasien-pasien ini terutama jenis

unkonjugasi atau “bebas”. Urobilinogen fekal dan urin meningkat,

sebaliknya, bilirubin urin tidak terdapat.

2. Ikterus hepatoseluler

Ikterus yang disebabkan oleh ketidak mampuan sel hati yang rusak untuk

membersihkan bilirubin yang jumlahnya masih normal dari dalam darah.

Kerusakan sel hati dapat terjadi karena infeksi, seperti pada hepatitis virus

(misalnya, Hepatitis A,B,C,D atau E) atau virus lain yang menyerang hati

(misalnya, virus yellow fever, virus Epstain-Barr), karena obat-obatan

(misalnya karbon tetraklorida, kloroform, fosfor, arsen, obat-obat tertentu)

atau intoksikasi zat kimia atau karena alkohol.

Sirosis hepatis merupakan bentuk penyakit hepato seluler yang dapat

menimbulkan ikterus. Biasanya sirosis menyertai konsumsi alkohol yang

berlebihan; walaupun demikian, keadaan ini juga dapat pula merupakan

akibat akhir dari nekrosis sel hati yang disebabkan oleh infeksi virus. Pada

ikterus obstruktif yang lama, kerusakan sel pada akhirnya akan terjadi

sehingga kedua tipe tersebut timbul secara bersamsa-sama.

3. Ikterus obstruktif

Ikterus obstruktif tipe ekstrahepatik dapat terjadi akibat penyumbatan

saluran empedu oleh batu empedu, proses inflamasi, tumor atau oleh

tekanan dari sebuah organ yang membesar. Obstruksi tersebut dapat pula

melibatkan saluran empedu yang kecil di dalam hati (yaitu, obstruksi

intrahepatik) yang terjadi akibat, mislanya, penekanan pada saluran tersebut

oleh pembengkakan hati karena inflamasi; obstruksi saluran empedu yang

kecil dapat pula di sebabkan oleh eksudat akibat inflamasi di dalam saluran

itu sendiri.

Obstruksi intrahepatik yang disebabkan oleh stasis dan penegntalan empedu

di dalam kanalikulus dapat terjadi setelah minum obat-obat tertentu

tergolong sebagai preparat “kolestatik”. Obat-obat ini mencakup golongan

fenotiazin, obat antitiroid, sulfonilurea, antidepresan trisiklik, nitrofurantoin,

androgen, dan estrogen.

2.3 Etiologi

a.  Peningkatan produksi Billirubin menyebabkan:

1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian  golongan darah ibu dan anak pada penggolongan

Rhesus dan ABO.

2. Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran

3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik

yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis

4.  Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.        

5. kterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta),  diol (steroid).

6. Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga kadar Bilirubin

Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.

7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

b.   Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas

pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh

obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa

mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati  dan

darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.

d.      Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

e.       Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

2.4 Manifetasi Klinis

1. Ikterus hemolitik

Penderita tipe ikterus hemolitik tidak mengalami gejala atau

komplikasi sebagai akibat dari ikterus itu sendiri, kecuali jika

hiperbilirubinemia yang dideritanya sangat ekstrim. Namun demikian,

ikterus yang berlangsung lama sekalipun ringan merupakan prediposisi

terbentuknya “batu pigmen” dalam kandung empedu, dan ikterus yang

sangat berat (yaitu, pada pasien dengan kadar bilirubin bebas di atas 20-25

mg/dl) akan membawa risiko yang nyata untuk kemungkinan terjadinya

kerusakan batang otak.

2. Ikterus hepatoseluler

Pasien ikterus hepatoseluler bisa menderita sakit yang ringan atau

berat dengan berkurangnya selera makan, mual, perasaan lemah, lesu, dan

mungkin pula penurunan berat badan. Pada beberapa kasus ikterus

hepatoseluler, gejala ikterus mungkin tidak jelas.

Konsentrasi bilirubin serum dan urobilinogen urin dapat meninggi. Di

samping itu, kadar AST (SGOT) dan ALT (SGPT) dapat meningkat yang

menunjukan nekrosis sel hati.

Pasien biasanya mengeluh sakit kepala, menggigil dan panas jika

penyebabnya infeksi. Bergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan

sel hati, ikterus hepatoseluler bisa bersifat reversibel total atau ireversibel

3. Ikterus obstruktif

Baik obstruksi intrahepatik ataukah ekstrahepatik dan apapun yang

menjadi penyebabnya, bila empedu tidak dapat mengalir secara normal ke

dalam usus tetapi mengalir balik ke dalam hati, maka empedu ini akan

diserap kembali ke dalam darah dan di bawa ke seluruh tubuh dengan

menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit, sklera serta membran

mukosa. Empedu tersebut akan diekskresikan ke dalam urin yang

membuat urin berwarna tengguli dan berbih. Karena terjadinya penurunan

jumlah empedu dalam saluran empedu dalam saluran cerna, tinja akan

berwarna cerah atau pekat. Kulit dapat terasa sangat gatal sehingga pasien

harus mandi berkali-kali. Dispepsia dan intoleransi terhadap makanan

yang berlemak dapat terjadi karena gangguan pencernaan AST (SGOT)

dan ALT (SGPT) umumnya mengalami peningkatan yang sedang saja

meskipun terdapat peningkatan kadar bilirubin dan alkali fostase.

2.5 Patofisologi

Empedu yang disekresikan oleh hepar masuk kedalam duktus biliaris

yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan membentuk

dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hepar sebagai

duktus hepatikus kanan dan kiri yang bersatu menjadi duktus hepatikus

komunis.

Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus menjadi

duktus koledekus yang akan bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk

ampula vateri yang bermuara di duodenum.

Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan warna kuning

sampai kehijaun pada jaringan yang disbeut ikterus dan ini merupakan tanda

penting dari penyakit hati, saluran empedu dan penyakit darah. Terdapat 4

mekanisme terjadinya hiperbilirubinemia dan iketerus, antara lain :

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati

3. Gangguan konyugasi bilirubin

4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat

faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi

fungsional/mekanik.

Penyebab iketerus kholestatik intrahepatik atau ekstrahepatik.

Penyebab intrahepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital

duktus biliaris. Kerusakan dari sel parenkim hati menyebabkan gangguan

aliran dari garam bilirubin dalam hati menyebabkan gangguan aliran dari

garam bilirubin dalam hati, akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke

dalam duktus heaptikus karen a terjadinya retensi dan regurgitasi.

Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonjugasi dan bilirubin tidak

terkonjugasi dalam serum.

Penyumbatan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup

menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai

dengan obstruksi mekanis didaera ekstra hepatal.

Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan

oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini

biasanya tidak terjadi hiperbilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar

yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan

abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat

mengenai vena porta akan menyebabkan invasi kedinding kandung empedu

dan traktusbiliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasnaya terjadi kombinasi

antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestatis dan

hepatitis).

Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu

kedalam usus halus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin

terkonjugasi dalam darah. penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik

kholestatik adalah batu duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus

kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing

kholangitis.

2.6 Pathway

cv

Virus Hepatitis, Toksin

Inflamasi HeparHipertermi Peregangan kapsula hati

Hepatomegali

Glikogen dalam hepar berkurang

Gangguan suplai darah normal pada sel-sel hepar

Perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas

Nyeri Anoreksia

Kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktuli empedu intrahepatik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan metabolisme karbohidrat lemak dan protein

Glikogenesis menurun

Glukogenesis menurun

Obstruksi Kerusakan konjugasi

Cepat lelah

Glukosa dalam darah berkurang

Glikogenelisi menurun

Kerusakan sel ekskresi

Bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus

Retensi BilirubinBilirubin direk meningat

Regurgitasi pada duktuli empedu

Ikterus

Bilirubin indirek meningkat

Peningkatan garam empedu dalam darah

Ikterus Larut dalam air

Pruritus Perubahan kenyamanan Ekskresi kedalam kemih

Bilirubin dan kemih berwarna gelap

Intoleransi Aktifitas

Hiperbilirubinemia

Kerusakan intergritas kulit

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan umum penatalaksaan pada ikterus adalah untuk mencegah kadar

bilirubin indirek dalam darah mencapai kadar yang memungkinkan terjadinya

neurotoksikositas. Mengobati langsung penyebab dari iketerus. Konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dpaat dilakukan dengan

merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat

seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat mengambat

metabolisme bilirubin (plasma atau bilirubin), mengurangi sirkulasi

enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau tranfusi hikan,

merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila

ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain : enteritis, hipertermia,

dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan

iritabilitas. Efek samping bersifat sementara diperbaiki

2.8 Komplikasi

Menurut Greenberg, 2014 komplikais dari ikterus adaalah :

1. Ensefalopati dapat disebabkan oleh insufisiensi hepatik

2. Kern ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek

pada otak

2.9 Pemeriksaan penunjang

1. Kadar bilirubin serum (total)

2. Darah tepi lengkap dan gambaran asupan darah tepi

3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi

4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD

5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin

terhadap galaktosemia

6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,

IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protien (CRP)

BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : -

Umur : beresiko pada neonatus karena produksi bilirubin 2

sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Suku/ bangsa : -

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama:

Biasaya klien mengeluh sklera dan warna kulit berwarna kuning,

warna urin yang gelap, kulit dapat berwarna kehijauan

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Biasanya klien mengalami gejala peradangan, perubaha selera

makan dan berat badan

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Tanyakan mengenai riwayat pengobatan, riwayat operasi,

kecelakaan serta riwayat alergi obat

2. Tanyakan apakah pernah menderita penyakit kuning sebelumnya,

kontak dengan pasien kuning, mengonsumsi jamu-jamuan jangka

panjang, obat-obatan steroid, anabolik, kontrasepsi oral, obat anti

tuberkulosis

3. Tanyakan apaka pasien pernah dioperasi terutama operasi

kandung empedu (mengarah pada kemungkinan striktur atau batu

yang tertinggal)

4. Tanyakan mengenai operasi kandung empedu dimasa lalu,

mengarahkan pada penyakit batu yang kambuh atau masih

tersisa, stiktur biliaris atau obstruksi berulang akibat tumor yang

membesar.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga:

1. Tanyakan pada keluarga apakah ada keluarga atau kerabat dekat

yang pernah mengalami gangguan yang sama atau penyakit

keturunan yang lain

2. Pada pasien bayi dan anak-anak, tanyakan riwayat kehamilan dna

kelahiran

3. Tanyakan apakah pasien pernah kontak denngan keluarga yang

sakit kuning atau adakah keluarganya yang sejak lahir memiliki

sakit kuning

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : tampak lemah

b. Kesadaran : compos mentis

c. TTV

TD  : Normal

Nadi    : Meningkat

Suhu   : Meningkat

RR       : Meningkat

d. Pemeriksaan Fisik head to toe

1. Kepala : bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus

dengan warna rambut hitam, tidka terdapat benjolan, tidak ada

lesi, keadaan sutura sagitalis datar, tidak nyeri tekan, terdapat

lanugo disekitar wajah

2. Mata : bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran,

kuning/pucat pada sklera, wajah dan konjungtiva

3. Telinga : bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak ada

benjolan dan lesi

4. Hidung : bentuk hidung normal

5. Mulut : bentuk bibir simetris, tidak terdapat stomatitis,

mumukosa bibir tampak pucat/kuning, muntah

6. Dada : bentuk datar, dada ikterik dnegan warna kuning terang,

auskultasi bunyi nafas vesikuler

7. Abdomen : ikterik, pembesaran lien dan hepar

8. Punggung : keadaan punggung bersih, tidak terdapat

dekubitus/infeksi

9. Genetalia : urine pekat berwarna gelap, warna tinja pucat

10. Ektremitas : penurunan kekuatan otot (hipotonia), tremor,

ikterus kuku dan kulit

11. Kepala leher

Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/mukosa

pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan

melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol dengan

kulit bersih kuning). Dapat dijumpai sianosis karena hipoksia

12. Dada

Selain ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda

peningkatan frekuensi nafas

13. Status kardilogi menunjukkan adanya takikardi, khususnya

ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi

14. Perut

a. Peningkatan dan penurunan bising usus/perilstaltik perlu

dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi

penatalaksanaan photo terapi

b. Gangguan peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.

Perut membuncit, muntah, mencret merupakan akibat

gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik

15. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan

sepsis bakterial, tixoplasmosis, rubella

16. Urogenital

Urin berwarna kuning dan pekat, adanya feses yang

pucat/acholis/ seperti dempul atau kapur merupakan akibat

dari ganguan/atresia saluran empedu

17. Ekstremitas

Menunjukkan tonus otot yang lemah

18. Kulit

Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan ptechia, echimosis

19. Pemeriksaan neurologis

Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain-lain

menunjukkan tanda-tanda kern ikterus

e. Pola Fungsi Gordon

1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan

Pada pasien yang menderita ikterus pola hidup sehat harus

ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri, perawatan, gaya hidup

sehta. Keluarga juga berkewajiban rutin memeriksakan pasien.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Pada pasien yang menderita ikterus terjadi gangguan dalam

pemenuhan nutrisi, pasien menjadi malas makan dan minum sehingga

mampu menyebabkan gangguan pola nutrisi dan metabolisme

sehingga sering terlihat lemah (malaise)

3. Pola eliminasi

Pasien akan mengalami gangguan dalam eliminasi. Diare biasanya

juga dialami penderita ikterus, feses menjadi lunak dan sedikit pucat,

sedangkan urin pasien ikterus akan berwarna coklat gelap atau coklat

kehitaman

4. Pola aktivitas dan istirahat

Pasien menjadi malas beraktivitas, dan lemah. Pada anak-anak lebih

sering rewel

5. Pola istirahat dan tidur

Pasien yang mengalami ikterus akan mengalami gangguan saat tidur

biasanya berupa gatal akibat hiperbilirubin

6. Pola kognitif dan persepsi sensori

Pada ikterus parah yang berakibat pada kondisi kern ikterus dapat

merusak sawar otak sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak yang

berakibat keterlambatan dalam proses berpikir, gangguan bicara atau

keterlambatan lain dalam tumbuh kembangnya

7. Pola konsep diri

Kasus ikterus pada bayi tidak berdampak pada konsep diri bayi

namun berdampak pada orang tua, sedangkan ikterus padaanak-anak

dapat menyebabkan anak menjadi minder dan merasa berbeda dengan

teman lainnya

8. Pola hubungan-peran

Terjadi perubahan peran apabila pasien telah menikah dan memiliki

keluarga. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan

mengobati anak dengan ikterus

9. Pola seksual-seksualitas

Pada anak yang menderita iketrus biasanya tidakada gangguan dalam

reproduksi

10. Pola mekanisme koping

Keluarga perlu memberikan dukungan dan semangat sembuh bagi

pasien

11. Pola nilai dan kepercayaan

Keluarga selalu optimis dan berdo’a agar penyakit pada pasien dapat

segera sembuh

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan anoreksia

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubin

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan mudah lelah

4. Resiko Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningakatan

bilirubin

3.3 Rencana Keperawatan

No Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

diharapkan

pemenuhan

kebutuhan nutrisi px

terpenuhi dengan KH:

1. BB meningkat

2. Px tidak mual

muntah

3. IMT 20-25

4. Px mampu

menghabiskan 1

makan porsi .

1. Kaji intake px

2. Tingkatkan

intake makanan

melalui:

Kurangi

gangguan

dari luar

Jaga privasi

px

Sajikan

makanan

dalam

kondisi

1. Sebagai informasi dasar

untuk  perencanaan

awal dan validasi data

2. Cara khusus tingkatkan

nafsu makan

hangat

3. Selingi makan

dengan minum

4. Jaga kebersihan

mulut px

5. Berikan

makanan sedikit

tapi sering

6. Kolaborasi

dengan ahli gizi

3. Memudahkan makanan

masuk

4. Mulut yang bersih

meningkatkan nafsu

makan

5. Meningkatkan intake

mkanan

6. Memberikan asupan diit

yang tepat

2 Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

tidak menunjukan

kerusakan integritas

kulit dengan KH

1. Menyatakan

pemahaman

situasi/ factor

resiko dan

program

pengobatan

individu.

2. Menunjukan

jaringan/ kulit

utuh, bebas

1. Gunakan air

mandi dingin

dan soda kue

atau mandi

kanji.

2. Anjurkan

menggunakan

buku-buku jari

untuk

mengaruk bila

tidak

terkontrol.

3. Berikan

1. Mencegah kulit kering

berlebihan dan

memberikan

penghilangan gatal

2. Menurunkan potensial

cedera kulit

3. Bermanfaat dalam

ekskoriasi.

3. Melaporkan tak

ada/ penurunan

pruritus/ lecet.

massase pada

waktu tidur.

4. Kaji warna

kulit tiap 8 jam

5. Pantau

bilirubin direk

dan indirek

6. Kolaborasi

dengan dokter

tentang

pemberian

obat sesuai

indikasi:

antihistamin

contoh

metdiazin

(tacaryl);

difenhidranin

(benadryl)

meningkatkan tidur

dengan menurunkan

iritasi kulit

4. Memantau terjadinya

perubahan warna kulit

5. Memantau kadar

bilirubin

6. Menghilangkan gatal.

3 Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

aktivitas pasien

terpenuhi dengan KH

1. Menyatakan

pemahaman

situasi/ factor

1. Tingkatakan

tirah baring/

duduk. Berikan

lingkungan

tenang; batasi

pengunjung

sesuai

keperluan.

1. Meningkatkan istirahat

dan ketenangan.

resiko dan

program

pengobatan

individu.

2. Menunjukan

teknik/perilaku

yang memampkan

kembali

melakukan

aktivitas.

3. Melaporkan

kemampuan

melakukan

peningkatan

toleransi aktifitas.

2. Ubah posisi

dengan sering.

Berikan

perawatan kulit

yang baik.

3. Tingkatkan

aktivitas sesuai

toleransi, bantu

melakukan

latihan rentang

gerak sendi

pasif/ aktif.

4. Kolaborasi

dengan dokter

tetntang

pemberian

infus

2. Meningkatkan fungsi

pernapasan dan

meminimalkan tekanan

pada area tertentu

untuk menurunkan

resiko kerusakan

jaringan.

3. Tirah baring lama dapat

menurunkan

kemampuan.

4. Mengganti cairan dan

elektrolit yang hilang.

BAB 4

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Ikterus merupakan suatu keadaan dimana konsnetrasi bilirubin dalam darah

mengalami peningkatan yang abnormal. Ikterus mempunyai beberapa tipe

yaitu tipe hemolitik, hepatoseluler, obstruktif, dan ikterus akibat

hiperbilirubinemia herediter. Ikterus hemolitik terjadi akibat peningkatan

destruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran bilirubin ke dalam

darah yang begitu cepat. Keadaan ini yang menyebabkan hati tidak mampu

lagi mengekskresikan bilirubin secepat proses pembentukannya. ikterus

hepatoseluler disebabkan oleh sel hati yang rusak untuk membersihkan

bilirubin yang jumlahnya masih normal dalam darah. sel hati yang rusak ini

dapat disebabkan oleh infeksi, misal pada hepatitis virus, karena obat-obatan

atau karena alkohol.

Ikterus obstruktif terjadi akibat adanya sumbatan saluran empedu oleh batu

empedu, proses inflamasi, dan tumor. Terdapat mekanisme terjadinya

hiperbilirubinemia dan ikterus, yaitu pembentukan bilirubin berlebihan,

gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati, gangguan

konyugasi bilirubin, pengurangan ekskresi bilirubin terkonyugasi dalam

empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi

fungsional/mekanik.

1.2. Saran

Saran dalam makalah ini adalah :

1. Perawat

Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambha

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya

pada klien dengan ikterus terutama tentang perjalanan penyakit dan

penatalaksanaannya. Penderita ikterus memerlukan perawatan yang

baik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikais.

Keterlibatan keluarga dalam intervensi hendaknya ditingkatkan

sehingga tujuan yang indin dicapai klien juga ikut benar-benar

berperan dan berusaha mencapai tujuan yang direncanakan .

2. Klien dan keluarga

Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian

intervensi yang direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta

bekerjasama mematuhi terapi yang diberikan. Semangat klien untuk

sembuh akan membantu keberhasilan intervensi.