Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
-
Upload
operator-warnet-vast-raha -
Category
Documents
-
view
698 -
download
5
Transcript of Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
TUGAS : KMB 1
OLEH
NAMA :RAHMATUL ILHAM
NIM : 11.11.927
TINGKAT : 2B
AKPER PEMKAB MUNA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2012/213
KATA PENGATAR
“Syukur Alhamdulillah” ungkapan yang patutu dipanjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat, kasih sayang dan pertolongan – Nya sehingga makalah yang berjudul
“Gangguan Sistem Persyarafan “ Trauma Kapitis Sedang ” ini dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan. Shalawat dan Taslim kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan
pengikutnya hingga hari kiamat.
Adalah penting bagi manasiswa memahami serta menginterprestaikan suatu
asuhan keperawatan sehingga nanti dilapangan dalam hal mempraktekan segala tindakan
yang berhubungan dengna penyakit ini dapat melakukannya dengan baik. Oleh karena itu,
penyusun merasa perlu penyajian makalah yang dapat mendukung salah satu indikator
pembelajaran Etika Keperawatan itu sendiri.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan bahwa makalah ini
masih banyak kekurang sehingga diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna penyempurnaan makalah ini. Namun terlepas dari kekurangan yang ada, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para penggunanya “Mahasiswa AKPER PEMKAB
MUNA”.
Raha, November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…..…………….............................................................................................................................
DAFTAR ISI……………………………………………………………….............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………….……………………………..........................................................
B. Tujuan ……………………………….....…………………….........................................................................
C. Rumusan Masalah.............................................................................................................. ....................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
Pengertian...............................................................................................................................................
Anatomi fisiologi Otak ........................................................................................................................
Klasifikasi.................................................................................................................................................
Etiologi......................................................................................................................................................
Tanda dan gelaja...................................................................................................................................
Pemeriksaan Dignosik.........................................................................................................................
Penatalaksanaan Medis......................................................................................................................
Komplikasi................................................................................................................... ............................
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………...……………….........................................................................
B. Saran……………………………………………………..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma capitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak. (Black, 1997)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi, 2003)
Cedera kepala adalah cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada
kulit kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan. (Lukman, 1993Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam / tembakan. Cedera kepala terbuka memungkinkan
kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
B. Tujuan
Dapat mengetahui pengertian dari strok non hemoragi.
Dapat mengetahui klasifikasi,etilogi,gejala dan tandanya
Dapat mengetahui cara pengobatannya.
Dapat mengaplikasikan ilmunya dengan baik khususnya pada bidang
keperawatan
C. Batasan Masalah
Pengertian darti Trauma Kapitis sedang
Anatomi fisiologi Otak
Klasifikasi cedera kepala
Etiologi darti Trauma Kapitis sedang
Tanda dan gelaja darti Trauma Kapitis sedang
Pemeriksaan Dignosik darti Trauma Kapitis sedang
Penatalaksanaan Medis darti Trauma Kapitis sedang
Komplikasi darti Trauma Kapitis sedang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak,
dan cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
(Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 2210)
Cedera Kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Arief
Mansjoer, 2000 : hal. 3)
Dari pengertian-pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa cedera
kepala adalah traumatik pada daerah kepala yang dapat mengganggu fungsi otak yang
biasanya disebabkan oleh trauma keras sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
2. Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah
merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekunder akibat cedera.
Meninges melindungi otak dan memberikan perlindungan tambahan. Ketiga lapisan
meninges adalah dura meter, araknoid, dan pia meter.
Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan strukturnya berbeda dari struktur
lain. Dura meter adalah membran luar yang liat, semitranslusen, dan tidak elastis.
Fungsinya untuk (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas dura
meter dan lapisan endotelial saja tanpa jaringan vascular), dan (3) membentuk periosteum
tabula interna. Dura meter erat dengan permukaan bagian dalam tengkorak. Bila dura
robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara, akan menimbulkan
berbagai masalah, fungsi terpenting dura kemungkinan adalah sebagai pelindung. Di dekat
dura (tetapi tidak melekat pada dura) terdapat membrane fibrosa halus dan elastis yang
dikenal sebagai araknoid. Membran ini tidak melekat pada dura meter. Perdarahan antara
dura dan araknoid (ruang subdural) dapat menyebar dengan bebas, dan hanya terbatas
oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya
mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali terkena cedera
dan robek pada trauma. Diantara araknoid dan pia meter terdapat ruang subaraknoid.
Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi
cairan serebrospinal (CSS).
3. Klasifikasi Cedera Kepala
Adapun pembagian / pengklasifikasian cedera kepala (Arief Mansjoer, 2000 : hal 3)
adalah
Berdasarkan mekanisme cedera
Berdasarkan adanya penetrasi durameter, cedera kepala dibagi menjadi :
1) Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), dan kecepaan rendah
(terjatuh, dipukul).
2) Trauma tembus : luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
b) Berdasarkan Keparahan cedera
1) Cedera Kepala Ringan (CKR) : GCS 13-15
2) Cedera Kepala Sedang (CKS) : GCS 9-12
3) Cedera Kepala Berat (CKB) : GCS 3-8
c. Berdasarkan Morfologi
1) Fraktur tengkorak :
a) Kranium : linear/stelatum: depresi/non depresi; terbuka/tertutup
b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan/tanpa
kelumpuhan nervus VII (Nervus Facialis)
2) Lesi Intrakranial :
a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral
b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonall difus
4. Etiologi
Etiologi / penyebab dan terjadinya Cedera Kepala adalah kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan di rumah, kecelakaan kerja, peluru yang menembus tulang tengkorak, kejatuhan
atau jatuh dari pohon, akibat kekerasan.
5,Patofisiologi
Derajat kerusakan yang terjadi pada penderita cedera kepala bergantung pada
kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan, makin parah kerusakan.
Kekuatan tersebut terbagi menjadi 2, yaitu pertama cedera setempat yang
disebabkan oleh benda tajam berkecepatan rendah yang dapat merusak fungsi neurologik
pada tempat tertentu karena benda atau fragmen tulang menembus dura. Kedua, cedera
menyeluruh, yang menyebabkan kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan
ke otak.
Karena neurofisiologis pernafasan sangant kompleks, kerusakan neurologist dapat
menimbulkan masalah pada beberapa tingkat. Beberapa lokasi pada hemisfer serebral
mengatur control volunter terhadap otot yang digunakan pada pernafasan, pada
sinkronisasi dan koordinasi serebelum pada upaya otot. Serebrum juga mempunyai
beberapa kontrol terhadap frekuensi dan irama pernafasan. Nucleus pada pons dan area
otak tengah dari batang otak mengatur otomatisasi pernafasan. Sel-sel pada area ini
bertanggunga jawab pada perubahan kecil dari pH dan kandungan oksigen sekitar darah
dan jaringan. Pusat ini dapat dicederai oleh peningkatan TIK dan hipoksia serta oleh trauma
langsung. Trauma serebral yang mengubah tingkat kesadaran biasanya menimbulkan
6. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi
cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, bisanya menunjukkan adanya fraktur.
a. Fraktur Kubah Kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan atas
alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan
dengan sinar-x.
b. Fraktur dasar tengkorak :Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal
atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, dimana dapat menimbulkan tnda
seperti :
1) Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva
2) Ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (battle sign)
c. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.
d. Penurunan kesadaran
e. Nyeri kepala
f. Mual, muntah
g. Brill Hematom
h. Pingsan
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan Kepala
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena
pada iskemik/ infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma.
b. MRI
Sama dengan skan CT dengan/ tanpa menggunakan kontras.
c. Angiografi
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, dan trauma.
d. EEG
Untuk memperlihatkan keberdaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmrn tulang
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
g. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
h. Pungsi Lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subaraknoid
i. GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK
j. Kimia / elektrolit darah
Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK /
perubahan mental
k. Pemeriksaan Toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran
l. Kadar antikonvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk
mengatasi kejang
8. Penatalaksanaan
a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal
1) Menilai jalan nafas
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar
servikal, pasang gudel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2) Menilai Pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontas atau tidak. Jika tidak, beri oksigen
melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi
cedera dada berat seperti penumotorak, pneumotoraks tensif.
3) Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra
abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah, pasang alat pemantau atau EKG. Pasang jalur intravena yang besar,
ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap ureum, elektrolit,
glukosa dan AGD, serta berikan cairan koloid.
4) Obati Kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-
mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi
sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan penitoin
15 mg/kg BB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak
melebihi 50 mg/menit.
5) Menilai tingkat keparahan
a) Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, dan orientif); tidak ada kehilangan
kesadaran; tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang; pasien tidak
mengeluh nyeri kepala dan pusing; pasien tidak menderita abrasi,
laserasi, atau hematoma kulit kepala.
b) Cedara kepala sedang (kelompok resiko sedang)
GCS 9-12 (konfusi, letargi, stupor); konkusi amnesia pasca trauma;
muntah; tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea, atau rinorea cairan serebrospinal).
c) Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
GCS 3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif; tanda
neurologist fokal; cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi
kranium.
9. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematom
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. (Brunner & Suddarth, 2002
: hal. 2215)
a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma.
b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui atau
terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, kerusakan
otak ireversibel, dan kematian.
c. Defisit neurologik dan psikologik
d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)
e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses
otak)
f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat badan)
Menurut Arief Mansjoer (2000), komplikasi dari cedera kepala berat, yaitu:
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen
dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksolftalmus, kemosis, dan
bruit orbita, dapat segera timbul atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dini(minggu pertama)
atau lanjut (setelah satu minggu).
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
dengan cedera kepala sedang adalah tidak ada tanda-tanda peningkatan intra
kranial seperti tekanan darah meningkat, denyut nadi lambat, pernapasan dalam
dan lambat, pupil melebar, reflek terhadap cahaya negatif, kesadaran memburuk.
Yang diharapkan adalah pasien mampu dan pulih setelah pasca akut
dalam mempertahankan fungsi gerak, tidak terjadi dekubitus, mampu
melaksanakan aktivitas sedang, tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti rubor,
dolor, kalor, tumor. Klien tampak tenang dan nyeri hilang, klien dapat
beristirahat dengan tenang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi, 2003)
Cedera kepala adalah cedera yang menimbulkan kerusakan atau perlukaan pada
kulit kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan. (Lukman, 1993Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
velositas, masa dan bentuk dari benturanMenurut Brunner & Suddarth (2000), trauma
capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau
tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai
pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak”
B. Saran
Dari uraian-uraian yang dibahas didepan dapat memahami
pengertian,etilogi,patofiasiologi dan mengerti dalam memberikan Asuhan Keperawatan
khususnya pada penyakit Dengan gangguan sistem persyarafan pada pasien Trauma
Kaptisis Sedang serta dapat mengaplikasikannya dalam pekerjaan yang kita jalani kedepan
sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
http://arasbruder.blogspot.com/2009/08/askep-klien-dengan-cedera-kepala-
sedang.html
Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3,
EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: