Askep Sirosis Hepatis DTD

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Salah satu peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar penyakit dari sirosis hepatis? 1

description

Askep sirosis hepatis

Transcript of Askep Sirosis Hepatis DTD

Page 1: Askep Sirosis Hepatis DTD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis

didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Diseluruh

dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang

meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering

ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam.

Salah satu peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar

masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan

penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien

mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat

pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan

yang komprehensif.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar penyakit dari sirosis hepatis?

2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan dari sirosis hepatis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit dari sirosis hepatis.

2. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan dari sirosis hepatis.

1

Page 2: Askep Sirosis Hepatis DTD

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan

menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan, regenerasi

sel-sel hati, sehjngga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, dkk,

1999 : 508).

Menurut Doengoes,dkk (2000 : 544) Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis hati

yang di karakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi gangguan

fungsi seluler dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi,

inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (contoh : alkohol, karbon tetraklorida,

asetaminofen).

Penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati oleh lembar-lembar

jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi hati yang tidak berkaitan dengan vascular

normal (Price & Wilson, 2002).

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses

peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi

nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro

menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.

Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

2. Etiologi

Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan

pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati

kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono Hadi, 2002). Namun, adapun faktor

predisposisinya antara lain ialah sebagai berikut :

2

Page 3: Askep Sirosis Hepatis DTD

a. Alkohol

Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.

Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-

sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada

perlemakan hati sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi

pembentukan lipoprotein yang berdampak pada terjadinya penimbunan lemak dalam

hati.

b. Faktor keturunan dan malnutrisi

Malnutrisi dapat mengurangi kekebalan tubuh, dan dapat mengurangi daya

pertahanan sel-sel liver terhadap zat toksik dan virus. Kekurangan nutrisi terutama

protein hewani dapat menyebabkan Sirosis hepatis. Protein hewani yang memegang

peranan penting ialah kholin dan methionin, demikian pula kekurangan vitamin B

komplek, tocoferol, cystine dan alfa 1-antitripsin dapat terjadi Sirosis hati.

c. Hepatitis virus

Hepatitis virus yang telah menginfeksi sel hati, semakin lama dapat berkembang

menjadi sirosis hati. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak

mempunyai kecenderungan untuk menetap dan memberi gejala sisa serta

menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

Penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak

terjadi kerusakan hati yang kronis serta terbentuknya jaringan parut dan nodul yang

semakin meluas.

d. Obat-obatan hepatotoksik

Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan

hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi

kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat

terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus

diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti obat yang tidak

menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati.

3

Page 4: Askep Sirosis Hepatis DTD

e. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan

Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada

kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang

abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).

f. Kolestasis

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana

empedu membantu mencerna lemak. Saluran empedu yang mengalami obstruktif

menyebabkan penumpukkan empedu didalam massa hati dengan kerusakan sel-sel

hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula

halus dan berwarna kehijauan.

3. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, sirosis hepatis dibedakan menjadi 3 tipe yaitu :

a. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas

mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.

b. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat

lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran

empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Bagian

hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris

dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.

Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri

atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan

parut.

Secara morfologi sirosis hepatis dibagi menjadi 3 jenis antara lain :

a. Mikronodular (portal).

1) Septa tebal teratur

2) Besar nodul sampai dengan 3 mm

3) Mengandung nodul kecil dan halus diseluruh lobulus

b. Makronodular (pasca nekrotik)

1) Septa tebal bervariasi

4

Page 5: Askep Sirosis Hepatis DTD

2) Mengandung nodul yg besarnya bervariasi (> 3mm)

c. Campuran (bilier).

4. Patofisiologi

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat

terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang

terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati

merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung

kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses

pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali

ekstraselular matriks ini dimana akan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya

septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.

Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk

menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang

menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah

ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar

akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala

klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang

merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi

ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma renin sehingga aldosteron juga

meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium .

Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya

menyebabkan retensi cairan dan lama-kelamaan menyebabkan asites dan juga edema.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati

menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi

pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal

dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson dan juga ada

yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi

sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas

yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.

5

Page 6: Askep Sirosis Hepatis DTD

6

Page 7: Askep Sirosis Hepatis DTD

5. Gejala Klinis

a. Pembesaran hati

Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh

lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui

melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati

yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung

fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran

hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.

Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).

b. Obstruksi Portal dan Asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan

sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif

praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang

sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut

akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa

organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua

organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja

dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia

kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan

asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau

gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau

dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering

dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.

c. Varises Gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga

mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan

pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan

tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering

memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada

inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus

7

Page 8: Askep Sirosis Hepatis DTD

gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah

yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh

darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena

fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat

sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan

perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui

perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih

25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi

masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.

d. Edema

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.

Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya

edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta

air dan ekskresi kalium.

e. Defisiensi Vitamin dan Anemia

Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak

memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin

tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan

dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal

bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut

menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status

nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang

mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom

mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan

leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai

prognosis yang kurang baik.

8

Page 9: Askep Sirosis Hepatis DTD

2) Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk

berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum

akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma

GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga

globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan

menghadapi stress.

4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun,

kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan

prognasis jelek.

5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam

diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah

terjadi sindrom hepatorenal.

6) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.

Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises

esophagus, gusi maupun epistaksis.

7) Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus

meninggi prognosis jelek.

8) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV

DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa

feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah

keganasan.

b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya :

1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk

konfirmasi hepertensi portal.

2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis

hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber

perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan

terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan

perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain

9

Page 10: Askep Sirosis Hepatis DTD

tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi

perdarahan yang lebih besar.

3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat

pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis

karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan,

homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran

saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin

lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium

dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran

empedu, dll.

4) Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh

parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa,

kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim

terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.

5) Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis

kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan

homogenitas hati.

6) E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

7) Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama

pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna

untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr

atau kista.

8) Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan

melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial

spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis,

kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

7. Penatalaksanaan Medis

a. Istirahat yang cukup.

b. Makanan tinggi kalori dan protein.

c. Vitamin yang cukup.

10

Page 11: Askep Sirosis Hepatis DTD

d. Pengobatan terhadap penyulit.

Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan

hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan

keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya

komplikasi.

a. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur,

istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak secukupnya. Bila timbul ensefalopati,

protein dikurangi.

b. Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti :

Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan

mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian

preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi

2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.

Pada penyakit wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan D-penicilamine 20

mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui

urin. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.

Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul yaitu:

a. Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan 1,5 l/hr. Spirolakton

dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari,bila

perlu dikombinasi dengan furosemid.

b. Perdarahan varises esofagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran

cerna. Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping melakukan aspirasi cairan

lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/mnt atau Hb ,9 g% dilakukan

pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.

Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian

selama 4 jam dapat dulang 3 kali. Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan

perdarahan varises. Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau

ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Operasi pintas dilakukan pada Child

AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners). Bila tersedia fasilitas dapat

dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas,

untuk mencegah rebleeding dapatdiberikan propanolol.

11

Page 12: Askep Sirosis Hepatis DTD

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Data dasar focus pengkajian menurut Doenges (2000: 544-545) adalah:

1) Aktivitas/ istirahat.

Gejala    : Kelemahan, kelelahan.

Tanda    :  Letargi, penurunan massa otot/ tonus.

2) Sirkulasi

Gejala   : Riwayat gagal jantung kongestif  kronis, perikarditis, penyakit jantung

rematik, kanker.

Tanda    :  Disritmia, bunyi jantung ekstra (S3, S4), distensi vena abdomen.

3) Eliminasi

Gejala    :  Flatus.

Tanda    :  Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tidak

adanya bising usus, faeces warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.

4) Makanan/ cairan

Gejala    :  Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tidak dapat mencerna, mual,

muntah.

Tanda    : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan

jaringan,edema umum, kulit kering, turgor buruk, ikterik, angioma spider, napas

berbau/ fetor hsepatikus, perdarahan gusi.

5) Neurosensoris

Gejala    : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan

mental.

Tanda    : Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/ tidak

jelas, asterik (encephalophati hepatic).

6) Nyeri dan kenyamanan

Gejala    : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis perifer.

Tanda    : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.

7) Pernapasan

Gejala    :  Dispnea.

12

Page 13: Askep Sirosis Hepatis DTD

Tanda    :  Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru

terbatas (asites), hipoksia.

8) Keamanan

Gejala    :  Pruritus.

Tanda    : Demam (lebih umum pada Sirosis alkoholik), ekimosis, ikterik,petekie,

anggioma spider/ teleangiektasis, eritema palmar.

9) Seksualitas

Gejala    : Gangguan menstruasi, impoten.

Tanda    :  Atropi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,

pubis).

10) Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala    : Riwayat penggunaan alkhohol, riwayat penyakit empedu, hepatitis,

terpajan pada toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode

perdarahan varices esofageal, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.

b. Pemeriksaan diagnostic

1) Bilirubun serum

Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk meng-konjugasi,

atau obstruksi bilier.

2) SGOT, SGPT, dan LDH

Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.

3) Albumin serum

Menurun karena penekanan sintesis.

4) Globulin (IgA dan Ig G)  

Peningkatan sintesis

5) Darah lengkap      

Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan, leukemia mungkin ada

sebagai akibat hipersplenisme.

6) Fibrinogen             

Menurun.

13

Page 14: Askep Sirosis Hepatis DTD

7) Blood Ureum Nitrogen   

Meningkat menunjukkan kerusakan darah/ protein.

8) Amonia serum

Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah amoniak menjadi urea.

9) Glukosa serum        

Hipoklikemi diduga mengganggu glikogenesis.

10) Urobilinogen fekal          

Menurunkan ekskresi

11) Urobilinogen urine        

Ada / tidak ada bertindak sebagai petunjuk untuk membedakan penyakit hati,

penyakit hemolitik, dan obstruksi bilier        

12) HbSAg                            

Dapat positif (tipe B)

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia diet

tidak adekuat; ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mudah

kenyang (asites)

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit,

adanya edema.

c. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen

(asites)

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

e. Gangguan harga diri / citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

f. Resiko tinggi cedera terhadap perdarahan berhubungan dengan perubahan mekanisme

pembekuan

14

Page 15: Askep Sirosis Hepatis DTD

C. Intervensi (Tindakan dan Rasionalisasi)

1. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia diet tidak adekuat;

ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mudah

kenyang (asites)

KH : Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai

laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

Intervensi Rasional

1. Observasi masukan diet harian dengan

jumlah kalori.

1. Memberikan informasi tentang

kebutuhan pemasukan atau defisiensi

2. Bantu dan dorong pasien untuk makan,

jelaskan alasan tipe diet.

Pertimbangkan pilihan makanan yang

disukai.

2. Diet yang tepat penting untuk

penyembuhan. Pasien mungkin makan

lebih baik bila keluarga terlibat dan

makanan yang disukai sebanyak

mungkin.

3. Dorong pasien untuk makan semua

makanan/makanan tambahan.

3. Pasien mungkin hanya makan sedikit

gigitan karena kehilangan minat pada

makaanan dan mengalami mual,

kelemahan umum, malaise.

4. Pertahankan kebersihan mulut. 4. Akumulasi partikel makanan di mulut

dapat menambah bau dan rasa tak sedap

yang menurunkan nafsu makan.

5. Batasi makanan dan cairan yang tinggi

lemak.

5. Kerusakan aliran empedu

mengakibatkan malabsorbsi lemak.

6. Anjurkan makan sedikit tapi sering. 6. Peningkatan tekanan intra abdominal

akibat asites menekan saluran GI dan

menurunkan kapasitasnya.

7. Kolaborasi pemberian obat sesuai

indikasi, contoh : pemberian vitamin,

tiamin, besi, asam folat.

7. Pasien biasanya kekurangan vitamin

karena diet yang buruk sebelumnya.

15

Page 16: Askep Sirosis Hepatis DTD

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada

kulit , pembentukan edema.

KH : Mampu mempertahankan integritas kulit dan menunjukkan perilaku/teknik untuk

mencegah kerusakan kulit.

Intervensi Rasional

1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan

secara rutin. Pijat penonjolan tulang

atau area yang tertekan terus- menerus.

Gunakan lotion minyak, batasi

penggunaan sabun untuk mandi.

1. Edema jaringan lebih cenderung untuk

mengalami kerusakan dan terbentuk

dekubitus. Asites dapat meregangkan

kulit sampai pada titik robekan pada

sirosis berat.

2. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di

kursi/tempat tidur, bantu dengan latihan

rentang gerak aktif/pasif

2. Pengubah posisi menurunkan tekanan

pada jaringan edema untuk

memperbaiki sirkulasi.

3. Tinggikan ekstremitas bawah 3. Meningkatkan aliran balik vena dan

menurunkan edema pada ekstremitas

4. Pertahankan spei kering dan bebas

lipatan

4. Kelembaban meningkatkan pruritus

dan neningkatkan risiko kerusakan

kulit

5. Berikan lotion kalamin, berikan mandi

soda kue. Berikan kolesteramin

(questran) bila diindikasikan

5. Mungkin menghentikan gatal

sehubungan dengan ikterik, garam

empedu pada kulit

16

Page 17: Askep Sirosis Hepatis DTD

3. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

abdomen (asites)

KH : Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai

GDA dan kapasitas vital dalam batas normal.

Intervensi Rasional

1. Observasi frekuensi, kedalaman dan

upaya pernafasan

1. Pernafasan dangkal cepat/dispnea

mungkin ada sehubungan dengan

hipoksia akumulasi cairan dlama

abdomen

2. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi.

Posisi miring

2. Memudahkan pernafasan dengan

menurunkan tekanan pada diafragma dan

meminimalkan ukuran aspirasi secret

3. Ubah posisi dengan sering, dorong

nafas dalam, latihan dan batuk

3. Membantu ekspansi paru dan

memobilisasi secret

4. Kolaborasi Siapkan bantu untuk

prosedur, missal : parasentesis

4. Kadang dilakukan untuk membuang

cairan asites bila keadaan pernafasan

tidak membaik dengan tindakan lain

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

KH : Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan

tanda-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas, kelemahan berkurang.

Intervensi Rasional

1. Catat perubahan mental tingkat kesadaran 1. Perubahan dapat menunjukkan penurunan

perfusi jaringan serebral sekunder terhadap

hipovolemia, hipoksemi.

2. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein

(TKTP).

2. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein

bagi proses penyembuhan

17

Page 18: Askep Sirosis Hepatis DTD

3. Motivasi pasien untuk melakukan latihan

yang diselingi istirahat

3. Menghemat tenaga pasien sambil

mendorong pasien untuk melakukan latihan

dalam batas toleransi pasien

4. Kolaborasi dalam pemberian suplemen

vitamin (A, B kompleks, C dan K)

4. Memberikan nutrien tambahan.

5. Gangguan harga diri / citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

KH : Menyatakan pemahaman dan penerimaan diri pada situasi yang ada.

Intervensi Rasional

1. Diskusikan situasi / dorong pernyataan

takut/masalah.

1. Pasien sangat sensitive terhadap perubahan

tubuh dan juga mengalami perasaan

bersalah bila penyebab berhubungan

dengan alcohol.

2. Dukung dan dorong pasien : berikan

perawatan dengan positif ; perilaku

bersahabat.

2. Pemberi perawatan kadang-kadang

memungkinkan penilaian perasaan untuk

mempengaruhi perawatan pasien.

3. Dorong keluarga atau orang terdekat untuk

menyatakan perasaan, berkunjung atau

berpartisipasi pada perawatan.

3. Anggota keluarga dapat merasa bersalah

tentang kondisi pasien dan takut terhadap

kematian.

4. Kolaborasi :

Rujuk ke pelayanan pendukung, contoh :

konselor, sumber psikiatrik, pelayanan

social, pendeta, atau program pengobatan

alcohol.

4. Peningkatan kerentanan / masalah

sehubungan dengan penyakit ini

memerlukan sumber professional pelayanan

tambahan.

18

Page 19: Askep Sirosis Hepatis DTD

6. Resiko tinggi cedera terhadap perdarahan berhubungan dengan perubahan

mekanisme pembekuan.

KH : Menunjukan perilaku penurunan risiko pendarahan.

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya tanda dan gejala pendarahan

GI, contoh periksa semua sekresi untuk

adanya darah warna coklat atau samar.

1. Traktus GI (esophagus dan rektum) paling

biasa untuk sumber pendarahan sehubungan

dengan mukosa yang mudah rusak dan

gangguan dalam hemostasis karena sirosis.

3. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada 4. Peningkatan nadi dengan penurunan TD

dan CVP dapat menunjukkan kehilangan

volume darah sirkulasi, memerlukan

evaluasi lanjut

4. Gunakan jarum kecil untuk injeksi. tekan

lebih lama pada bagian suntikan

4. Meminimalkan kerusakan jaringan,

menurunkan resiko pendarahan/hematoma

5. Berikan obat sesuai indikasi

Misal : Vitamin tambahan (contoh vitamin

K, D dan C)

5. Meningkat sintesis protombin dan

koagulasi bila hati berfungsi. Kekurangan

vitamin C meningkatkan kerentanan

terhadap system GI untuk terjadi iritasi /

pendarahan

D. Implementasi

Implementasi sesuai dengan intervensi

E. Evaluasi

1. Dx 1: Pemasukan nutrisi adekuat

2. Dx 2: Terjadi perbaikan integritas kulit

3. Dx 3: Pola nafas pasien kembali efektif

4. Dx 4: Peningkatan toleransi terhadap aktivitas, kelemahan berkurang

5. Dx 5: Penerimaan diri pada situasi yang ada

6. Dx 6: Terjadi perilaku penurunan risiko pendarahan

19

Page 20: Askep Sirosis Hepatis DTD

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2.

Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan

Pasien. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi ).

Jakarta: EGC

Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung

Tjokronegoro dan Hendra Utama. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI.

20