Askep Refluks Gastro

30
Askep GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) BAB I A. Latar Belakang GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002). GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001). Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di

description

vvv

Transcript of Askep Refluks Gastro

Page 1: Askep Refluks Gastro

Askep GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)

BAB I

  A.       Latar Belakang

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis

oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat seperti refluks

esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung

ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel,

2002).

GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara Barat. Berbagai

survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar

di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak

banyak ditemukan. Hanya sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada

umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan

demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan berbagai macam

komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata, 2001).

Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka tertinggi terjadi di

Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di Hongkong meningkat dari 29,8%

(2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan berdasarkan data salah satu rumah sakit di Indonesi,

RSCM menunjukkan peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam kurun waktu 5 tahun.

Asian Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa pemahaman tentang GERD pada

populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar 1%, sedangkan di

Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.

Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang begitu jelas,

kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-erosive reflux disease lebih

terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis kelamin bukan menjadi faktor utama dalam

perkembangan PRG, namun Barrett’s esophagus lebih sering terjadi pada laki-laki.

Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan yang terkait,

termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait, esofagitis erosif, striktur

Page 2: Askep Refluks Gastro

peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan

hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas

pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.

B.  Tujuan

1.      Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan

penunjang, terapi, dan komplikasi dari GERD.

2.      Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien GERD.

BAB II

A.      DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan

sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus

yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra

esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena

sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang

mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak

mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan

refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang

menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah

esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan

ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).

B.       ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :

1.         Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)

2.         Bersihan asam dari lumen esofagus menurun

3.         Ketahanan epitel esofagus menurun

4.         Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL.

Page 3: Askep Refluks Gastro

5.         Kelainan pada lambung

6.         Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis

7.         Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas

8.         Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks

9.         Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol,

merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah

termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran

kalsium, progesteron, dan nitrat.

10.     Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

C.      PATOFISIOLOGI

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang

dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan

dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau

aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke

esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3

mmHg) (Aru, 2009).

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan motilitas /

pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter)

disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah

dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut

atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau

asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).

Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari

esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,

adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial

esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.

a.       Pemisah antirefluks

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat

menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan

intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.

Page 4: Askep Refluks Gastro

Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES

(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta

adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat

menurunkan tonus LES.

b.      Bersihan asam dari lumen esophagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik,

eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksat akan

kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.

c.       Ketahanan epithelial esophagus

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang

melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :

1.      Membran sel

2.      Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+  ke jaringan esophagus

3.      Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta mengeluarkan

ion H+ dan CO2

4.      Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .

Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya

dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam keadaan relaksasi

atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga terbentuk rongga diantara

esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi

lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi

lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam

lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi

lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2002).

D.  TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal

(ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :

1.    Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala

tersering.

Page 5: Askep Refluks Gastro

2.    Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut terasa

asam dan pahit.

3.    Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)

Gejala Atipikal :

1.      Batuk kronik dan kadang wheezing

2.      Suara serak

3.      Pneumonia

4.      Fibrosis paru

5.      Bronkiektasis

6.      Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).

Gejala lain :

1.      Penurunan berat badan

2.      Anemia

3.      Hematemesis atau melena

4.      Odinofagia (Bestari, 2011).

E.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Endoskopi

Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien dengan

dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang

dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi

menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi

endoskopi).

                                 

2.    Radiologi

Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus

esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks barium

secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi

dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.

 

3.    Tes Provokatif

Page 6: Askep Refluks Gastro

a.       Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.

Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein

yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus.

Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara

80-90%.

b.      Tes Edrofonium

Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis

80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari

rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal

esofagus.

                 

4.    Pengukuran pH dan tekanan esofagus

Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH dibawah

4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan

hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus

selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien

dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara

serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai

gold standar untuk memastikan adanya PRGE.

                       

5.    Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan sifatnya non

invasif (Djajapranata, 2001).

6.    Pemeriksaaan Esofagogram

Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi,

dan striktur.

           

7.    Tes PPI

Page 7: Askep Refluks Gastro

Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang diduga

menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini mempunyai

sensitivitas 75%.

8.    Manometri esofagus

Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien NERD.

Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.

                       

9.    Histopatologi

Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi bukan untuk

memastikan NERD (Yusuf, 2009).

           

F.   TERAPI

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,

mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat

penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi

diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi

faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.

1.      Modifikasi Gaya Hidup

a.    Tidak merokok

b.    Tempat tidur bagian kepala ditinggikan

c.    Tidak minum alkohol

d.   Diet rendah lemak

e.    Hindari mengangkat barang berat

f.     Penurunan berat badan pada pasien gemuk

g.    Jangan makan terlalu kenyang

h.    Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang

2.      Terapi Endoskopik.

Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic suturing,

dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal

Page 8: Askep Refluks Gastro

junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan

kualitas hidup, dan mengurangi reflux.

3.      Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah

supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi

medika mentosa:

a.       Step up

Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam seperti

antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan

prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat supresi asam yang

lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).

b.      Step down

Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam

yang lebih lemah untuk pemeliharaan.

4.      Terapi terhadap Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan asam

lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi

kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi

karsinoma barret’s esophagus

a.       Striktur esophagus

Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat

dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.

b.      Barret’s esophagus

Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah

(fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan

energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara

ini masih dalam penelitian.

     (Djajapranata, 2001).

G.      KOMPLIKASI

Komplikasi GERD antara lain :

1.      Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.

Page 9: Askep Refluks Gastro

2.      Esofagitis ulseratif

3.      Perdarahan

4.      Striktur esofagus

5.      Aspirasi

(Asroel, 2002).

H.  PENGKAJIAN

a.       Keadaan umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan

respon verbal klien.

b.      Tanda-tanda vital

Meliputi pemeriksaan :

1.      Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi

patologis.

2.      Pulse rate

3.      Respiratory rate

4.      Suhu

c.       Keluhan utama

Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor pencetus,

manifestasi yang berhubungan :

Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.

Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis paru,

bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.

Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.

d.      Riwayat kesehatan dahulu

1)      Penyakit gastrointestinal lain

2)      Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung

3)      Alergi/reaksi respon imun

e.       Riwayat penyakit keluarga

f.       Pola Fungsi Keperawatan

Page 10: Askep Refluks Gastro

1.      Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium, seperti terbakar.

Data obyektif :

Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.

Tidak terjadi perubahan tonus otot.

2.      Sirkulasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.

Data Obyektif:

Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

Kadar WBC meningkat.

3.      Eliminasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.

Data obyektif:

Bising usus menurun (<12x/menit)

4.      Makan/ minum

Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami mual muntah.

Klien mengatakan tidak nafsu makan.

Klien mengatakan susah menelan.

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data Obyektif:

Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.

5.      Sensori neural

Data Subyektif:

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data obyektif:

Status mental baik.

6.      Nyeri / kenyamanan

Page 11: Askep Refluks Gastro

Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.

P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh

cairan refluks.

Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar

R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.

S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.

T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan

      makanan. Nyeri pada dada menetap.

Data Obyektif:

Klien tampak meringis kesakitan.

Klien tampak memegang bagian yang nyeri.

Tekanan darah klien meningkat

Klien tampak gelisah

7.      Respirasi

Data Subyektif :

Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.

Klien mengatakan mengalami batuk

Data obyektif:

Terlihat ada sesak napas.

Terdapat penggunaan otot bantu napas.

Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada anak-anak >

20-26 x/menit.

Klien terlihat batuk.

8.      Keamanan

Data Subyektif :

Klien mengatakan merasa cemas

Data obyektif:

Klien tampak gelisah

9.      Interaksi sosial

Data Subyektif:

Page 12: Askep Refluks Gastro

Klien mengatakan suaranya serak

Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak jelas terdengar.

Data obyektif:

Suara klien terdengar serak

Suara klien tidak terdengar jelas.

g.      Pemeriksaan Fisik

1.    Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi

wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos

mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.

2.    Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan

(frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.

3.    Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi,

sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.

Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah

bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah

servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.

4.    Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan

kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata

dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga

dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman

pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi,

ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher,

dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan

5.    Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung.

Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya,

pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat

perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru

atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain

serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi,

basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri

Page 13: Askep Refluks Gastro

bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis

dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain

6.    Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau

bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri

tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan

ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus,

rektum serta genetalianya.

7.    Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan

gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

J.   DIAGNOSA

1.      Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis

terhadap cairan refluks.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah /

pengeluaran yang berlebihan.

3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah.

4.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

5.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan.

6.      Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat

gastroesofageal reflux disease.

7.      Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

K.      INTERVENSI

DiagnosaPerencanaan

RasionalKriteria Hasil Intervensi

Risiko aspirasi berhubungan

dengan hambatan menelan,

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ...x 24

1.    Monitor tingkat kesadaran,

reflek batuk dan kemampuan

1.    Meningkatkan ekspansi paru

maksimal dan alat pembersihan jalan

Page 14: Askep Refluks Gastro

penurunan refleks laring dan

glotis terhadap cairan refluks.

jam masalah aspirasi pada

klien dapat diatasi dengan

kriteria hasil:

Status hasil:

Klien dapat bernafas

dengan mudah, tidak

irama, frekuensi pernafasan

normal skala 4

Pasien mampu menelan,

mengunyah tanpa terjadi

aspirasi, dan mampu

melakukan oral hygiene

skala 4

Jalan nafas paten, mudah

bernafas, tidak merasa

tercekik dan tidak ada

suara nafas abnormal skala

4

menelan.

2.    Naikkan kepala 30-45 derajat

setelah makan.

3.    Potong makanan kecil kecil.

4.    Hindari makan kalau residu

masih banyak

napas.

2.    Meningkatkan pengisian udara seluruh

segmen paru, memobilisasi dan

mengeluarkan sekret.

3.    Menghindari terjadinya risiko aspirasi

yang terlalu tinggi.

4.    Dapat membatasi ekspansi

gastroesofagus

Defisit volume cairan

berhubungan dengan pemasukan

yang kurang, mual dan muntah /

pengeluaran yang berlebihan.

Definisi: penurunan cairan

intravaskuler, interstisial dan atau

interseluler. Mengarah ke dehidrasi

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama .....x

24 jam,  defisit volume

cairan pada klien  dapat

diatasi  dengan kriteria

hasil:

Mempertahankan urine

1.    Monitor status hidrasi.

2.    Kaji tanda vital, catat perubahan

1.      Perubahan pada kapasitas gaster dan

mual sangat mempengaruhi masukan

dan kebutuahan cairan, peningkatan

risiko dehidrasi.

2.      Indikator dehidrasi/hipovolemia,

keadekuatan penggantian cairan.

Page 15: Askep Refluks Gastro

kehilangan cairan dengan

pengeluaran sodium.

output sesuai dengan usia

BB, BJ urine normal skala

4

Tidak ada tanda-tanda

dehidrasi, elastisitas turgor

kulit baik dan tidak ada

rasa haus yang berlebihan

skala 4

Berat badan stabil skala 4

Hematokrit menurun skala

4

Tidak ada ascites skala 4

TD, takikardi, turgor kulit dan

kelembaban membran mukosa.

3.    Berikan cairan tambahan IV

sesuai indikasi.

4.    Dorong masukan oral bila

mampu

3.      Menggantikan kehilangan cairan dan

memperbaiki keseimbangan cairan

dalam fase segera dan pasien mampu

memenuhi cairan per oral.

4.      Memungkinkan penghentian tindakan

dukungan cairan infasif dan kembali

ke normal.

Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake

kurang akibat mual dan muntah.

Definisi: intake nutrisi tidak

cukup untuk keperluan

metabolisme tubuh

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama .....x

24 jam,  nutrisi pada klien

dapat diatasi dengan

kriteria hasil:

Status hasil:

Peningkatan berat badan

sesuai dengan tujuan skala

4

1.    Diskusikan  pada pasien

makanan yang disukainya dan

makanan yang tidak disukainya.

2.    Buat jadwal masukan tiap jam.

Anjurkan mengukur

cairan/makanan dan minum

sedikit demi sedikit atau makan

1.      Dengan memilih makanan yang

disukai pasien maka selera makan si

pasien akan bertambah dan dapat

mengurangi rasa mual dan muntah.

2.      Setelah tindakan pembagian, kapasitas

gaster menurun kurang dari 50 ml,

sehingga perlu makan sedikit/sering.

Page 16: Askep Refluks Gastro

Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi skala 4

Tidak ada penurunan berat

badan yang berarti skala 4

Mengidentifikasi skala

nutrisi skala 4

Stamina dan energi ada

skala 4

secara perlahan.

3.    Beritahu pasien untuk duduk

saat makan/minum.

4.    Tekankan pentingnya menyadari

kenyang dan menghentikan

masukan.

5.    Timbang berat badan tiap hari.

Buat jadwal teratur setelah

pulang.

6.    Kolaborasi dengan ahli gizi

3.      Menurunkan kemungkinan aspirasi.

4.      Makan berlebihan dapat

mengakibatkan mual dan muntah

5.      Pengawasan kehilangan

pengkajian kebutuhan nutrisi

6.      Perlu bantuan dalam perencanaan diet

yang memenuhi kebutuhan nutrisi

Nyeri akut berhubungan dengan

inflamasi lapisan esofagus

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ......x

24 jam, pasien tidak

mengalami nyeri, dengan

kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri

1.    Kurangi faktor presipitasi nyeri

2.    Tingkatkan istirahat

3.    Berikan informasi tentang nyeri

seperti penyebab nyeri, berapa

lama nyeri akan berkurang, dan

antisipasi ketidaknyamanan

prosedur.

1.    Dengan berkurangnya faktor pencetus

nyeri maka pasien tidak terlalu

merasakan intensitas nyeri.

2.    Menurunkan tegangan abdomen dan

meningkatkan rasa kontrol.

3.    Pemberian informasi yang berulang

dapat mengurangi rasa kecemasan

pasien terhadap rasa nyerinya.

4.    Meningkatkan relaksasi,

Page 17: Askep Refluks Gastro

berkurang dengan

menggunakan manajemen

nyeri

Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi

dan tanda

Tanda vital dalam rentang

normal

4.    Ajarkan tentang teknik

nonfarmakologi seperti teknik

relaksasi nafas dalam, distraksi

dan kompres hangat/dingin.

5.    Berikan analgesik untuk

mengurangi nyeri

memfokuskan kembali perhatian dan

meningkatkan kemampuan koping.

5.    Perlu penanganan obat untuk

memudahkan istirahat adekuat dan

penyembuhan

Bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan

refluks cairan ke laring dan

tenggorokan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ......x

24 jam klien dapat

menunjukkan kriteria hasil:

Status hasil:

jalan nafas yang paten

(tidak tercekik, irama nafas

dan pola nafas dalam

rentang normal) skala 4

1.    Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

2.    Lakukan fisioterapi dada jika

perlu

3.    Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan.

1.    Peninggian kepala tempat tidur

mempermudah fungsi pernapasan

dengan menggunakan gravitasi.

2.    Fisioterapi dada dapat mengeluarkan

sisa sekret yang masih tertinggal.

3.    Keseimbangan akan stabil apabila

antara pemasukan dan pengeluaran

diatur

Gangguan Menelan

berhubungan dengan

penyempitan/strikture pada

esophagus akibat

gastroesophegal reflux disease

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama .....x

24 jam maka gangguan

menelan pada klien dapat

diatasi dengan kriteria

hasil:

Status hasil:

Klien dapat menelan

1.    Bantu pasien dengan mengontrol

kepala

2.    Letakkan pasien pada posisi

duduk/tegak selama dan setelah

1.    Menetralkan hiperekstensi , membantu

mencegah aspirasi dan meningkatkan

kemampuan untuk menelan.

2.    Menggunakan gravitasi untuk

memudahkan proses menelan.

Page 18: Askep Refluks Gastro

makanan dengan sempurna

skala 4

makan.

3.    Berikan makan perlahan pada

lingkungan yang tenang

3.    Pasien dapat berkonsentrasi pada

mekanisme makan tanpa adnya

gangguan distraksi dari luar

Ansietas berhubungan dengan

proses penyakit

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama .....x

24 jam,  ansietas pada klien

dapat diatasi  dengan

kriteria hasil:

Menyingkirkan tanda

kecemasan skala 4

Merencanakan strategi

koping skala 4

Intensitas kecemasan

skala4

Mencari informasi untuk

menurunkan cemas skala 4

1.        Dorong pasien untuk

mengungkapkan pikiran dan

perasaan.

2.        Berikan informasi yang dapat

dipercaya dan konsisten dan

dukungan untuk orang terdekat.

3.        Tingkatkan rasa tenang dan

lingkungan tenang.

4.        Pertahankan kontak sering

dengan pasien, bicara dengan

menyentuh bila tepat.

1.      Memberikan kesempatan untuk

memeriksa rasa takut realistis serta

kesalahan konsep tentang diagnosis.

2.      Memungkinkan untuk interaksi

interpersonal lebih baik dan

menurunkan rasa ansietas dan rasa

takut.

3.      Memudahkan istirahat, menghemat

energi dan meningkatkan kemampuan

koping.

4.      Memberikan keyakinan bahwa pasien

tidak sendiri atau ditolak,

mengembangkan kepercayaan.

L.  Evaluasi

a.    Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi

Page 19: Askep Refluks Gastro

b.    Defisit volume cairan dapat diatasi.

c.    Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani.

d.   Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.

e.    Bersihan jalan nafas efektif.

f.     Gangguan menelan pada klien dapat diatasi

g.    Ansietas pada pasien dapat diatasi.

BAB III

A.      KESIMPULAN

1.    Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung mengalami

refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada,

regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi gejala tipikal (esofagus) dan

atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu mekanisme

antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel

epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan analisa

gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran pH, tes perfusi Berstein, tes gastro-esophageal

scintigraphy.

Komplikasi penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis ulseratif, perdarahan,

striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan

jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan pada klien GERD meliputi modifikasi gaya

hidup, terapi endoskopi, terapi medikamentosa, dan terapi komplikasi.

2.    Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD yaitu :

a.       Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis

terhadap cairan refluks.

b.      Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah /

pengeluaran yang berlebihan.

c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,

muntah

Page 20: Askep Refluks Gastro

d.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

e.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan.

f.       Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat

gastroesofageal reflux disease.

g.      Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

B.       SARAN

1.      Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari pengobatan

sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.

2.      Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih penelitian

maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) mengingat

sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit ini.

3.      Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika praktik di klinik

dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV . Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus . Universitas Sumatera Utara :

Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease

(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 /

November 2011.

Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

Sujono, Hadi.  2002. Gastroenterologi Edisi VII . Bandung: Penerbit PT Alumni.

Page 21: Askep Refluks Gastro

Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks

Gastroesofagus . Jakarta : FKUI.

Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS Ilmu

Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009.