Askep Peritonitis
description
Transcript of Askep Peritonitis
TUGAS
GANGGUAN GASTROINTESTINAL
Bagian Atas ; Peritonitis
OLEH :
Kelompok II
NI LUH PUTU RINTHO A.D (C12115705)ANDI NUR RAHMAD (C12115712)DIAN PISPITA SARI (C12115715)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK) JALUR KERJASAMAFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang
berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan Otitis Media” dapat terselesaikan tepat
waktu.
Kelompok menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini sangat jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan mengingat kemampuan kami yang
terbatas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari
Dosen Pengampu mata kuliah sangat kami harapkan dan kami terima dengan
senang hati.
Makassar, Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
halama
Kata Pengantar ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................
1.2 Tujuan................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi...............................................................................................
2.2 Etiologi...............................................................................................
2.3 Patofisiologi.......................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis..............................................................................
2.5 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................
2.6 Penatalaksanaan.................................................................................
2.7 Kpmplikasi.........................................................................................
BAB III ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian..........................................................................................
3.2 Diagnosa............................................................................................
3.3 Implementasi......................................................................................
3.4 Evaluasi..............................................................................................
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan..........................................................................................
B.Saran....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritonium,biasanya akibat dari inflamasi
bakteri ; organisme yang berasal dari penyakit gastrointestinal atau pada
wanita dari organ reproduktif internal. (Smeltzer & Bare, 2002)
Berdasarkan sumber dan terjadinya kontaminasi mikrobial,
peritonitis diklasifikasikan menjadi: primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis
primer disebabkan oleh infeksi monomikrobial. Sumber infeksi umumnya
ekstraperitonial yang menyebar secara hematogen. Ditemukan pada
penderita serosis hepatis yang disertai asites, sindrom nefrotik, metastasis
keganasan, dan pasien dengan peritoneal dialisis. Kejadian peritonitis primer
kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis sekunder merupakan infeksi yang
berasal dari intraabdomen yang umumnya berasal dari perforasi organ
berongga. Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling
umum, lebih dari 90% kasus bedah. Peritonitis tersier terjadi akibat
kegagalan respon inflamasi tubuh atau superinfeksi. Peritonitis tersier dapat
terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah delakukan interfensi
pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang
dari 1% kasus bedah.
Sebagaimana dalam penelitian Tarigan pada tahun 2012, peritonitis
didefenisikan suatu proses inflamasi membran serosa yang membatasi
rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis
dapat bersifat lokal maupun generalisata, bakterial ataupun kimiawi.
Peradangan peritoneum dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, bahan
kimia iritan, dan benda asing. Kemudian disebutkan juga bahwa peritonitis
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah
dengan mortalitas sebesar 10-40%. Peritonitis difus sekunder yang
merupakan 90% penderita peritonitis dalam praktek bedah dan biasanya
disebabkan oleh suatu perforasi gastrointestinal ataupun kebocoran.
(Tarigan, M.H, 2012)
Menurut NMS Surgery5th Edition,2008 dikutip dari penelitian
S.carolina,mahasiswa keperawatan Universitas Sumatra Utara; Suatu
perforasi dapat terjadi akibat trauma dan non trauma. Non trauma misalnya
akibat volvulus, spontan pada bayi baru lahir, ingesti obat-obatan, tukak,
malignansi, dn benda asing. Sedangkan trauma dapat berupa trauma tajam
maupun trauma tumpul, misalnya iatrogenik akibat pemasangan pipa
nasogastrik. Sementara itu beberapa contoh lokasi kebocoran atau perforasi
gastrointestinal yang menyebabkan peritonitis sekunder adalah kebocoran
pada lambung maupun kebocoran pada usus (duodenum, jejenum, ileum,
colon, maupun appendik). Kebocoran lambung dapat disebabkan oleh ulkus
gaster atau yang biasanya disebut tukak lambung. Tukak lambung umumnya
terjadi pada pria, orang tua,dan kelompok dengan tingkat sosioekonomi
rendah. Sementara itu tukak duodenum lebih sering terjadi dua kali dari
pada tukak lambung.
Walaupun tukak duodenum lebih sering terjadi dari pada tukak
lambung, tetapi tukak lambung yang perforasi mempunyai mortalitas lebih
tinggi daripada tukak duodenum yang perforasi. Pada kebanyakan kasus
tingkat kematiannya mencapai 15-20% dan kebanyakan perforasi lambung
tersebut terjadi pada daerah antrum atau prepilorik. (Maingot 11th Edition,
2007) Tukak lambung adalah penyakit yang umum ditemukan,
mempengaruhi sekitar lebih dari 6 juta penduduk di Amerika Serikat,
menjadikannya suatu penyakit yang dipertimbangkan dan menjadi salah satu
penyakit dengan pengeluaran besar. Walaupun jumlah pasien yang dirawat
di rumah sakit berangsur turun pada tahun 1980 dan 1990, laju ini masih
dapat dikatakan tinggi.(Feinstein, L.B., 2010).
Di Amerika Serikat angka kematian tukak lambung adalah sekitar 1
kasus per 1.000.000 orang. Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang
lebih tua, yang dapat disebabkan oleh tingginya tingkat penggunaan NSAID
(non steroid anti inflammation drugs) dalam kelompok usia ini.Kelompok
berisiko tinggi lainnya termasuk orang dengan diabetes. Tukak lambung
juga terkait dengan morbiditas yang cukup berhubungan dengan nyeri
epigastrium kronis, mual, muntah, dan anemia. (Shrestha, 2009)
Di Indonesia tukak lambung ditemukan antara 6-15% pada usia 20-
50 tahun. Terutama pada lesi yang hilang timbul dan paling sering
didiagnosis pada yang terjadi pada orang dewasa usia pertengahan sampai
usia lanjut, tetapi lesi ini mungkin sudah muncul sejak usia muda. (Nasif et
al, 2008)
Studi seroepidemiologik populasi umum di Indonesia menunjukkan
bahwa prevalensi tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori
pada anak-anak berumur 0-14 tahun sekitar 7,2-28%, sedangkan pada umur
diatas 15 tahun antara 36.54,3%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
meningkamur, maka prevalensinya pun semakin tinggi. Sebuah survei di
Jakarta menunjukkan bahwa penderita tukak lambung karena H. pylori lebih
banyak ditemukan pada etnik Batak dan Cina dari pada etnik lainnya.
(Silitonga, 2007)
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya peritonitis serta
asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami
peritonitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anatomi Fisiologi Peritoneum
Peritoneum terdiri dari dua
bagian yaitu peritonium parietal yang
melapisi dinding rongga abdomen
dan peritonium viseral yang melapisi
semua organ yang berada dalam
rongga abdomen.Ruang yang
terdapat diantara dua lapisan ini
disebut ruang peritoneal atau kantong
peritonium.
Pada laki-laki merupakan kantong tertutup dan pada perempuan
merupakan saluran telur yang terbuka masuk kedalam rongga
peritonium,didalam peritonium banyak terdapat lipatan atau kantong.Lipatan
besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat di sebelah
depan lambung.Lipatan kecil ( omentum minor ) meliputi hati, kurvatura
minor dan lambung,berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk
mesenterium usus halus (Syamsuddin, 2006).
Peritonitis adalah Inflamasi
peritoneum (Lapisan merman serosa
rongga abdomen dan meliputi
visera). Biasanya akibat infeksi
bakteri: organisme yang berasal dari
penyakit saluran gastrointestinal atau
jika terjadi pada wanita biasanya dari
organ reproduksi iternal. (Smeltzer
& Bare,2002)
Berdasarkan buku Peritonitis Harrison Textbook 2011 yang dikutip
dari Karya ilmiah S. Caronila Mahasiswa Universitas Sunatra Utara
Peritonitinis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering
bersamaan dengan kondisi bakteremia dan sindroma sepsis.
Klasifikasi peritonitis:
1. Peritonitis primer
Paling sering terjadi pada anak anak dengan sidrom nefritis atau
serosis hati terutama pada anak perempuan. Peritonitis ini biasanya
terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk
ke rongga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan
melalui saluran alat genitalia.
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang terjadi jika ada kuman yang cukup banyak masuk
ke rongga peritoneum, biasanya dari lumen saluran cerna, dan bisa juga
terjadi jika ada trauma yang meyebabkan rupture pada saluran cerna atau
perporasi setelah endoskopi kateterisasi, biopsy atau polipektomi
endoscopic, dan tidak jarang pula setelah perporasi spontan pada tukak
peptic atau keganasan saluran cerna, tertelannya benda asing yang tajam
juga dapat menyebabkan perporasi dan peritonitis.
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing dalam peritoneum
Biasanya prosedur infasi yang bisa menimbulkan peritonitis antara lain
sebagai berikut:
a. Kateter pentrikulo – peritoneal yang dipasang pada pengobataan
hidrosefalus
b. Kateter peritoneal – jugular untuk mengurangi asites
c. Continous ambulatoru peritoneal dialysis (Soeparman S,)
2.2 Etiologi
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Apendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak eptik (lambung / duodenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak dsentri ambula / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Diverkulitis
Kuman yang paling hemolitik adalah stapilokokus aureus dan bakteri
tersering adalah bakteri E.coli,streptokokus enterokokus , yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lyocopodium, sulfonamide
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa,rupture hati.
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing anterobius vermikularis.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, ma stoiditis,
glomerulonefritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
4. Infeksi pada abdomen dan abses abdomen (local infeksi peritonitis
relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya).Penyebab yang paling utama adalah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP).
2.3 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari isi organ abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi infeksi iskemia atau perforasi tumor.
Terjadi poliferasi bacterial terjadi edema jaringan dan dalam waktu singkat
terjadi eksudasi cairan; cairain dalam rongg peritoneal menjadi keruh
dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.
Respon segera dari saluran usus adalah hupermotilitas diikuti oleh ileus
paralitik disetai akumulasi udarah dan cairan didalam usus.
Skema Patofisiologi Peritonitis
Infasi kuman kelapisan peritoneum oleh berbagai kelainan pada system gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ didalam abdomen atau perforasi organ pasca trauma abdomen
Respon peradangan pada peritoneum dan organ
didalamnya
Peritonitis
Penurunan aktifitas fibrinolitik intra abdomen
Respon sistemik
Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses
pada peritonium
Peningkatan Suhu Tubuh
Hipertermi
Infasi Bedah Laparatomi Respon Lokal Saraf Terhadap Inflamasi
Preoperatif Pascaoperatif
Resiko Infeksi
Distensi Abdomen
Nyeri
Kerusakan Jaringan Paska Bedah
Sepsis
Respon Kardiovakuler
Curah Jantung Menurun
Suplai darah ke otak menurun
Resiko ketidak efektifan erfusi jaringan otak
Perubahan Tingkat kesadaran
Penurunan Kemampuan batuk efektif
Ketidakefektifan Bersian Jalan
nafas
Resiko psikologis miss interpretasi perawatan dan penatalasanaan
perawatan
Kecemasan
Gangguan Gastrointestinal
Mual, Muntah, Kembung, Anoreksia
Intake Nutrisi tidak Adekuat
Kehilangan Cairan dan Elektrolit
Resiko Ketidak seimbangan Elektrolit
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Kontraksi otot-otot abdomen
Vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler darah
2.4 Manifestasi Klinis
Gelaja tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Pada awalnya nyeri
menyebar dan sangat terasa nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi,
lebih terasa didekat sisi inflamasi cdan biasanya diperberat oleh pergerakan.
Area yang sakit dari abdoen menjadi sangat nyeri apabila ditekan dan otot
menjadi kaku. Nyeri tekan lepas dan ileus paralitik dapat terjadi.
Selain manifestasi di atas gejala lain yang dapat muncul dari peritonitis
adalah:
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septic)
b. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local , atropi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
e. Bising usus tak terdengar, pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f. Nausea
g. Vomiting
h. Penurunan peristaltic
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. Leukosit meningkat
2. Hb (Hemoglobin) dan hematokrit rendah
3. Elektrolit serum: dapat mnunjukkan kadar kalium natrium dan klorida
4. Foto rongen sinar-X, menunjukkan udara dan kadar cairan serta
lengkung usus yang terdistensi
5. CT abdomen menunjukkan pembentukkan abses
6. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kulturserta sensifitas cairan
teraspirasi dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme
penyebab.
2.6 Penatalaksanaan
1. Penggantian cairan kolid dan elektrolit adalah focus utama dari
penatalasanaan medis
2. Analgesic diberikan untuk mengatasi nyeri
3. Antiemetic dapat diberikan sebagai terapi mual dan muntah
4. Inkubasi usus dan penyisapan membantu dalam menghilangkan distensi
abdomen dalam meningkatkan fungsi usus
5. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkn
oksigenasi secara adekuat tetapi kadang-kadang intubasi jalan nafas dan
bantuan ventilasi juga diperlukan
6. Terapi antibiotic massif biasanya dimulai di awal pegobatan peritonitis
7. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab.
2.7 Komplikasi
Seringkali inflamasi tidak local dan seluruh rongga abdomen
menjadi terkena pada sepsis umum, sepsis adalah peyebab umum kematian
pada kasus peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septic kimia atau
hipolemi, proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus terutama yang
berhubungan dengan terjadinya perlengketan usus. Komplikasi pascaoperatif
paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Luka yang tiba-
tiba mengeluarkan drainase serosainguinosa menunjukkan adanya dehisens
luka.
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, status pekawinan,
pendidikan, pekerjaan, nomor register, tanggal MRS dan diagnosa
medis.
2. Keluhan utama
Kemungkinan yang ditemukan pada klien dengan peritonitis yaitu
nyeri di sekitar lambung,karakteristik nyeri, lokasi nyeri, nyeri tekan
abdomen, riwayat mual dan muntah, anoreksia dan riwayat demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya mengeluh nyeri abdomen.
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
5. Data Ekonomi
Peritonitis bisa dialami oleh klien yang memiliki golongan ekonomi
rendah maupun ekonomi tinggi.
6. Pola aktivitas
Biasanya klien dengan peritonitis akan memiliki resiko untuk
mengalami gangguan aktivitas.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Inspeksi
Kesimetrisan abdomen,apakah ada pembesaran atau tidak
b. Auskultasi
Apakah bising usus dapat didengar, apakah ada peristaltik, jika ada
hitunglah jumlah permenit,apakah ada penurunan atau tidak.
c. Perkusi
Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam rongga abdomen atau
tidak.
d. Palpasi
Untuk mengatahui lokasi nyeri secara pasti.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Kriteria hasil
- Mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri ).
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensip termasuk lokasi,
durasi, karakteristik, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonvernal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien.
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektipan kontrol nyeri masa lampau.
7. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi, non
farmakologi dan inter personal ).
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
13. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan
cairan ke dalam usus
Kriteria hasil ( NOC )
- Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan berat badan,
berat jenis urin normal, HT normal.
- Tekanan darah, nadi dan suhu dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi ( NIC )
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
- Monitor status hidrasi
- Monitor vital sign
- Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
- Kolaborasi pemberian cairan IV, berikan cairan IV sesuai suhu
ruangan.
- Monitor status nutrisi
- Dorong maasukan oral
- Dorong keluarga untuk membantu klien makan.
- Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan transfusi dan persiapan untuk transfusi.
- Monitor tingkat hb dan hematokrit
- Monitor respon klien terhadap penambahan cairan
- Monitor berat badan
- Dorong klien untuk menambah intake oral
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer
Kriteria hasil (NOC)
- Klien bebasi dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan unytuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC
Infection control
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangn saat
berkunjung dan setelah berkunjung
- Cuci tangan sebelum dan setelah membeikan tindakan keperawatan
- Gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Berikan terapi anti biotik bila perlu
Infection protection
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
- Monitor hitung granulosit dan WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Inpeksi kulit terhadap kemerahan, panas dan drainase
- Inspeksi kondisi luka incisi bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instrusikan klien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Kriteria hasil (NOC)
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Nadi dan RR dalam batas normal
NIC
Temperature regulation
- Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
- Monitor tekanan darah nadi dan RR
- Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Selimuti pasien untuk mencegah kehilangan kehanganatan tubuh
- Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
- Beritahukan indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
- Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
- Berikan anti piretik jika perlu
Vital Sign monitor
- Monitor TD, nadi, suhu dan RR
- Catat adanya fluktuasi TD
- monitor vital sign saat berbaring atau duduk
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor suhu, warna da kelembapan kulit
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penurunan kemampuan
batuk efektif
Kriteria hasil ( NOC )
- Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dipnea
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
NIC
Airway suction
- Pastikan kebutuhan oral / trakeal suctioning
- Auskultasi jalan nafas sebelum dan sesudah suctioning
- Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
- Minta klien nafas dalam sebelum suctioning dilakukan
- Berikan O2 dengan menggunakan nasal
- Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
- Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
- Monitor status O2 pasien
- Hentikan suction dan berikan O2 apabila pasien menunjukkan
bradikardi
Airway Management
- Buka jalan nafas
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Jika perlu lakukan fisioterapi dada
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelebab udara kassa basah NaCl lembab
- Monitor respirasi dan status O2
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
mual / peningkatan kebutuhan metabolik
Kriteria Hasil ( NIC )
- Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
NIC
Nutrition Management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kebuutuhan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam bates normal
- Monitor adanya penurunan BB
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
7. Kecemasan b/d kurang pengetahuan tentang penyakit,ancaman
kematian / perubahan status kesehatan
Kriteria Hasil (NOC)
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekpresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap prilaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa
takut
- Dengarkan dengan penuh peerhatian
-
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu paasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan
persepsi
- Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
- Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
3.3 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan,tindakan keperawan mencangkup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.
3.4 Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya,tujuan
adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan.
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Proses keperawatan yang kami sajikan dalam makalah ini adalah
peritonitis. Peritonitis adalah Inflamasi peritoneum (Lapisan merman serosa
rongga abdomen dan meliputi visera). Biasanya akibat infeksi bakteri: organisme
yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau jika terjadi pada wanita
biasanya dari organ reproduksi iternal. (Smeltzer & Bare,2002)
Bersarkan buku Peritonitis Harrison Textbook 2011 yang dikutip dari
Karya ilmiah S. Caronila Mahasiswa Universitas Sunatra Utara Peritonitinis
adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan
kondisi bakteremia dan sindroma sepsis.
Asuhan keperawatan pada penyakit diatas memberikan gambaran untuk
dapat memahami infeksi pada peritoneum sehingga dapat membantu dalam
perawatan pasien untuk proses penyembuhannya.
B.SARAN
Kami dari kelompok mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah proses keperawatan gangguan gastrointestinal bagian
atas ; peritonitis.
Saran untuk dosen pengampu sekiranya dapat memberikan penjelasan
lebih rinci mengenai kasus diatas terutama mengenai hal-hal penting apa yang
perlu dilakukan untuk dapat mengkaji lebih rinci dan akurat sehingga kami dapat
memberikan asuhan keperawatan yang lebih tepat kepada pasien.
-
Daftar Pustaka
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddart edisi 8 vol.2. Jakarta: Egc.
Syamsuddin, D. (2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswakeperawatan edisi 3. Jakarta: EGC.
Carolin, S. (2011). Artikel latar belakang peritonitis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4/Chapter%2011.pdf.