Askep Pasien Curiga

40
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah- masalah yang ditemukan, pembahasan mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga” b. Tujuan Penulisan. Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus adalah : · Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar. · Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga · Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .

description

askep pasien curiga

Transcript of Askep Pasien Curiga

Page 1: Askep Pasien Curiga

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan

lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku

tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam

merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan

dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ

sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah

asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan

ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan, pembahasan

mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan

fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan

dalam bentuk seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”

b. Tujuan Penulisan.

Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan

menulis laporan studi kasus adalah :

· Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang

benar.

· Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga

· Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .

c. Proses Penulisan.

Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan

cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada

diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan

masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian

diseminarkan.

Page 2: Askep Pasien Curiga

BAB III

TINJAUAN TEORITIS

A. Proses terjadinya masalah.

Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan

lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku

tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau

lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan

ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat

dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal.

Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia

akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus

untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga

terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan

prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin

menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan

agresifitas, ketergantungan, afek tumpul, denial, menolak terhadap

ketidaknyamanan.

Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa

bayi. Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang

otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi

terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan

demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga

dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.

Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga

adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari

keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan

ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran

adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa

tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak

itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga

klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.

B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.

Page 3: Askep Pasien Curiga

Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan

yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya

diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G).

Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai

proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul

pada klien ).

Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien

menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek

dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran,

kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme

pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.

Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang

diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau

gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini

ada pada diri klien)

Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien

mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik

diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)

Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu

beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam

minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri

klien)

Page 4: Askep Pasien Curiga

BAB IV

PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN

Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada

klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses

keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang,

Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada

pada lampiran.

Diagnosa keperawatan I

Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien

mengungkapkan marah secara konstruktif.

Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah

secara konstruktif.

Intervensi :

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien .

2. Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.

3. Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.

4. Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan

klien marah.

5. Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada

orang yang sedang marah.

6. Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien

marah.

7. Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara

konstruktif.

8. Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah

pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien

cuti.

Evaluasi :

· Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.

· Berespon secara verbal.

· Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.

· Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.

· Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.

· Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.

Page 5: Askep Pasien Curiga

· Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.

Tindak lanjut :

· Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik

relaksasi, tehnik asertif.

Diagnosa keperawatan II

Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.

Intervensi :

1. Membina hubungan saling percaya.

2. Bersikap empati pada klien.

3. Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .

4. Mengadakan kontak sering dan singkat.

5. Meningkat respom klien terhadap realita.

6. Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon

klien.

7. Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.

Evaluasi :

· Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.

· Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.

Tindak lanjut:

· Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi

kecurigaan.

Diagnosa Keperawatan III

Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.

Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan

diri.

Intervensi :

1. Memperhatikan tentang kebersihan klien .

2. Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.

3. Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.

4. Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.

Tindak lanjut :

· Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.

· Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

Page 6: Askep Pasien Curiga

BAB V

PEMBAHASAN

Ibu D ( 20 tahun ), dari data yang diketahui mengalami masalah halusinasi

fase III , dengan masalah lain yaitu menarik diri, penampilan diri tidak adequat, tidak

mampu mengungkapkan marah secara konstruktif. Prioritas pemecahan masalah

yang diatasi secara berurutan adalah; menarik diri, halusinasi dan penampilan diri

tidak adequat.

Menarik diri diutamakan karena setelah terciptanya hubungan saling percaya klien

mau membuka diri pada perawat, selanjutnya barulah dapat diintervensi masalah

selanjutnya secara bersama-sama.

Dibawah ini akan dibahas satu persatu proses pemberian asuhan keperawatan

berdasarkan masalah keperawatan klien ibu D.

1. Menarik diri.

Pada awalnya klien menolak untuk berhubungan. Pada saat itu perawat

menggunakan rencana tindakan yang telah dibuat seperti melakukan teknik-teknik

komunikasi terapeutik, bersikap menerima kondisi klien, dan lain-lain sesuai rencana

tindakan.

Dengan segala kesabaran akhirnya secara bertahap klien mau membuka diri. Klien

bercerita tentang kondisinya, perasaannya, problema rumah tangganya, serta

harapannya. Dengan pendekatan intensif klien lebih dapat mempercayai perawat.

Dengan modal kepercayaan tersebut klien mudah untuk diarahkan. Klien belajar

berhubungan dengan lingkungan sekitar seperti dengan klien yang lain, perawat yang

lain. Klien juga dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi dengan

respon yang sangat baik klien memperkenalkan diri, menyebutkan alamat, hobi dan

lain-lain. Belakangan ini diketahui klien telah mempunyai teman akrap ( klien lain )

dalam satu ruangan. Dengan demikian penyelesaian masalah sampai akhir

mahasiswa praktek dapat dikatakan berhasil.

2. Haluxsinasi.

Halusinasi terkaji sejak pertemuan awal, yang mana klien sering bicara dan tertawa

sendiri dan tampak mendengarkan sesuatu (memasang kupingnya) dengan mata

menatap pada satu arah. Namun saat dikaji lebih jauh dengan menanyakan apakah

klien mendengar sesuatu, kilen mengatakan tidak, dan hal ini tidak dapat terkaji

Page 7: Askep Pasien Curiga

hingga akhir praktek. Dengan adanya tingkah laku klien saat berbicara dan tertawa

sendiri telah menunjukkan adanya halusinasi dengar, dibuatlah rencana tindakan

yang kemudian diimplementasikan sebagai berikut : memutuskan halusinasi klien

dengan cara kontak sering tapi singkat, teknik distraksi, dan lain-lain sesuai dengan

apa yang direncanakan. Kondisi yang sering berubah-ubah (data tentang

halusinasinya) membuat tindakanpun sering tak berurutan namun disesuaikan

dengan masalah klien. Sekitar 5 minggu dilakukan intervensi, klien tidak lagi

menunjukkan tingkah laku halusinasi yang sering, yang mana klien sudah dapat

menceritakan tentang keluarganya, perasaannya dan lain-lain dengan tingkah laku

yang tenang. Hanya kadang-kadang tingkah laku itu muncul jika klien duduk

menyendiri, dan saat ditanya dengan siapa klien berbicara klien mengatakan tidak

tahu. Namun perawat tidak berputus asa untuk terus coba menggali

permasasalahannya ( halusinasinya ) dan sekaligus melakukan intervensi halusinasi

secara berulang. Sejauh ini penyelesaian masalah boleh dikatakan mengalami

kemajuan karena beberapa teknik distraksi halusinasi sudah dapat dilakukan klien

yakni dengan mengadakan kontak dengan klien lain di ruangan dan frekuensi bicara

dan tertawa sendiri menurun. Dengan demikian dapat dikatakan permasalahan

halusinasi telah terselesaikan walaupun belum tuntas dan perlu diwaspadai pula

kemungkinan kambuh.

3. Penampilan diri kurang adequat.

Dari pengamatan perawat, secara umum kegiatan sehari-hari klien adalah tidur,

makan dan jalan-jalan di ruangan. Sehingga untuk kebersihan dirinya tidak

diperhatikan. Dengan timbulnya masalah kebersihan diri yang kurang adequat,

perawat mulai mengitervensi klien. Dari evaluasi didapatkan klien telah dapat mandi

sendiri dengan kualitas mandi yang baik yakni mandi dengan menggunakan sabun

dan mencuci rambut dengan sampo, dan dari penampilan klien, klien tampak bersih

dan rapih. Namun kegiatan untuk kebersihan diri ini dilaksanakan tanpa jadwal yang

telah dibuat bersama perawat, yang mana waktu mandi klien semaunya. Dari

evaluasi yang didapatkan bahwa penyelesaian masalah dapat dikatakan masih

belum optimal.

4. Kurang mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.

Page 8: Askep Pasien Curiga

Berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien cepat sekali tersinggung dengan

menunjukkan tinggkah laku menarik diri bila ada sesuatu tindakan yang dilakukan

oleh sesama klien yang tidak berkenan padanya. Dengan adanya masalah ini

perawat mulai menerapkan intervensi yakni dengan mengkaji faktor pencetus

marah pada klien dan mendiskusikan cara-cara menyalurkan marah secara

konstruktif. Dari hasil evaluasi, klien tampak kurang memberikan tanggapan secara

serius, hal ini dapat terlihat dari ekspresi wajah klien yang datar. Namun pada

minggu keempat klien dapat diajak berdiskusi dalam hal penyaluran marah secara

konstruktif, dalam hal ini klien mulai menceriterakan pada perawat adanya perasaan

tidak senang yang dibuat oleh klien lain .

Dari apa yang di bahas di atas, bahwa kemajuan yang diperoleh dari klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan . walaupun sejauh ini hasil yang didapatkan

belum optimal, namun dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan seperti apa yang

dikatakan dalam teori dapat dibuktikan. Tidak optimalnya hasil, dapat ditinjau

kembali dari berbagai segi seperti waktu interaksi yang sempit yakni 2 hari dalam

seminggu ( kamis & jumat ) , itupun hanya beberapa jam dalam seharinya, dapat

mempengaruhi kontinuitas interaksi. Selain itu ketidakseragaman tindakan/ asuhan

yang diberikan antar sesama perawat atau tim medis membuat ketajaman terapi

sulit diberikan. Hal ini dapat terlihat dari timbul tenggelamnya halusinasi klien.

Fasilitas yang kurang baik, sarana maupun prasarana untuk mendukung tindakan

keperawatan seperti pola aktivitas dan tata ruangan merupakan salah satu kendala

penyelesaian masalah. Juga kurangnya support sistim lingkungan terutama dari

keluarga dapat menghambat pengoptimalan dari hasil.

Page 9: Askep Pasien Curiga

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN.

1. Asuhan keperawatan ibu D ( 20 thn ) diberikan berdasarkan proses keperawatan

yang diawali dengan pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,

implementasi kemudian evaluasi.

2. Dari pengkajian diketahui klien mempunyai masalah antara lain : halusinasi,

menarik diri, penampilan diri yang tidak adequat dan ketidakmampuan

menyalurkan marah secara konstruktif.

3. Setelah dibuat rencana tidakan yang kemudian diimplementasikan, dari evaluasi

terhadap klien diketahui klien mangalami kemajuan. Beberapa masalah dapat

diselesaikan walaupun hasil yang didapat belum optimal., seperti : klien

sudah dapat berinteraksi dengan klien lain dan perawat, halusinasi dapat

terkontrol, penampilan diri cukup adequat dan dapat menyalurkan marah

secara konstruktif.

4. Beberapa kendala yang ditemui dan menghambat pengoptimalan tindakan

keperawatan yang diberikan antatara lain : waktu interaksi yang terbatas,

kurangnya kontuinitas tindakan, ketidakseragaman tindakan yang diberikan

antara sesama perawat maupun tim kesehatan lainnya, fasilitas ( sarana dan

prasarana ) yang kurang mendukung, serta kurangnya support sistem dari

lingkungan terutama keluarganya.

B. SARAN.

Penulisaaan makalah keperawaan ibu D, bukan merupakan akhir dari tugas

keperawatan jiwa, melainkan langkah awal dalam peningkatan asuhan keperawatan,

oleh karena itu disarankan :

1. Pemberian asuhan keperawatan terhadap ibu D dapat dilanjutkan sesuai dengan

apa yang tertera dalam rencana tindakan, atau modifikasi berdasarkan

masalah klien.

2. Perbanyak waktu interaksi dengan klien dan isi hubungan dengan tindakan

(komunikasi dan perilaku ) yang terapeutik.

Page 10: Askep Pasien Curiga

3. Lakukan tindakan keperawatan secara berkesinambungan, sambil senantiasa

dievaluasi respon yang didapat dari klien. Berikan tindakan sesuai dengan

respon klien / masalah klien.

4. Upayakan keseragaman persepsi dan tindakan dalam memberikan asuhan

kepearawatan, baik antar sesama perawat maupun dengan tim kesehatan

lainnya.

5. Memodifikasi fasilitas untuk mendukung tindakan keperawatan yang diberikan

misalnya, memfasilitasi mandi, mencuci baju sendiri dan mengeringkannya,

melakukan terapi aktifitas kelompok, dan lain-lain.

6. Memotivasi terus keluarga serta melibatkannya dalam asuhan keperawatan yang

diberikan.

Page 11: Askep Pasien Curiga

BAB III

Proses Terjadinya Masalah.

Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,

respon sosial yang maladaptitf yang mengganggu fungsi seseorang dalam

melaksanakan hubungan sosial ( Rawlins’ l993 ). Gangguan hubungan sosial

meliputi : curiga, manipulasi , ketergantungan pada orang lain, gangguan komunikasi

dan menarik diri. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa maka didapatkan bahwa

masalah keperawatan yang dijumpai pada klien Ibu D. adalah menarik diri.

Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya

terhadap lingkungan sosial secara langsung ( Dirjen Keswa, l983 ). Seorang yang

cenderung mengembangkan perilaku menarik diri menunjukkan perilaku seperti :

menyendiri, menolak berbicara dengan orang lain, kurang berpartisipasi dalan

aktifitas, perasaan malas, perasaan gagal karena tidak mampu melakukan sesuatu

yang berarti, sulit membuat keputusan, pola tidur memanjang dan mengisolasi diri

( Dirjen Keswa, l983 ).

Dari pengkajian terhadap Ibu D. perilaku menarik diri ditunjukkan dengan perilaku

menyendiri, banyak tiduran di tempat tidur, melamun , kurang inisiatif dan kurang

berpartisipasi dalam pembicaraan, menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja

dengan satu-dua patah kata, kurang berpartisipasi dalam kegiatan ruang perawatan

dan kurangnya perhatian pada penampilan diri atau kebersihan dirinya

.

Cara berpikir klien menarik diri dapat tiba-tiba terhambat atau tidak mampu berpikir.

Tidak adanya rangkaian cara berpikir ini menyebabkan timbulnya inkoherensi dalam

proses berpikir . Gangguan proses pikir ini dapat ditandai dengan adanya halusinasi

dan waham (Dirjen Keswa,l983 ). Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus

ekstrenal tanpa adanya stimulus yang diberikan ( Rawlins , l993 ). Halusinasi dapat

berupa halusinasi dengar, lihat, penciuman, raba dan kecap.Dari hasil pengkajian

pada Ibu D. didapatkan bahwa ibu D.mengalami halusinasi dengar yang ditunjukkan

dengan bicara atau tertawa sendiri, tanpa adanya orang lain yang di ajak

bicara,sambil memasang telinga dan memandang ke satu arah dengan tatapan tajam.

Gangguan proses pikir lain adalah waham yaitu suatu pikiran yang salah karena

bertentangan dengan kenyataan. Namun pada Ibu D. belum dijumpai tanda-tanda ini.

Page 12: Askep Pasien Curiga

Umumnya proses pikir klien menarik diri tidak adekuat, tidak sesuai dan apatis.,

kadang-kadang klien menunjukkan ketegangan yang berlebihan yang tiba-tiba. Pada

saat kecemasan memuncak ( excited ) tingkah lakunya dapat eksploitatif yang secara

tiba-tiba ia dapat menyerang lingkungan atau melukai dirinya. Pada diri Ibu D.

didapatkan perilaku amuk ini di rumah berdasarkan informasi keluarga yaitu saat ia

sedang menonton televisi dengan adegan perkelahian atau kekerasan tiba-tiba klien

mengamuk, memecahkan barang rumah tangga dan menyerang /memukuli ibunya.

Dengan alasan inilah keluarga baru membawa klien untuk dirawat di rumah sakit

jiwa. Tetapi selama di rumah sakit klien tidak menunjukkan perilaku ini. Walaupun

demikian pada klien ini tetap mempunyai potensi untuk terjadinya amuk .

Munculnya perilaku menarik diri tidak lepas dari adanya faktor predisposisi yakni

masa tumbuh kembang teruama pada usia bayi ( 0-1 tahun ) masa pembentukan trust

dan mistrust. Namun pada diri ibu D. masa ini dilalui dengan baik , ia medapat

perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Konflik yang terjadi pada Ibu D

mulai tampak setelah ayahnya meninggal, yakni pada usia klien 9 tahun di tambah

adanya suasana komunikasi dalam keluarga yang kurang terbuka. Pada usia puber

( usia 16 tahun ) klien menikah dengan laki-laki yang sebenarnya tidak dicintainya.

Faktor psikologis lain adalah kebiasaan klien menutup diri, jarang mengungkapkan

perasaan pada orang lain baik pada ibu maupun pada kakaknya.

Faktor pencetus munculnya perilaku menarik diri pada Ibu D. disebabkan oleh

adanya stress yang berat di mana klien mengalami kegagalan dalam berumah

tangga . Ia sering dimarahi dan dipukuli suaminya oleh karena alasan ringan seperti

tidak dapat memasak enak atau terlambat pulang dari pasar. Setelah klien mengalami

gangguan jiwa suaminya kemudian menceraikannnya.

Dalam upaya mengoptimalkan keefektifan proses terapi yang diberikan faktor

keluarga sangat menentukan. Kurangnya support system keluarga, ketidaksiapan

keluarga seperti ketidakmampuan keluarga merawat klien menarik diri serta

lingkungan sosial yang tidak mendukung dapat meningkatkan kondisi menarik diri

dan meningkatkan resiko kambuh bila klien sudah memungkinkan untuk

dipulangkan. Dengan demikian keterlibatan dan keikutsertaan keluarga diperlukan

sejak awal masuk rumah sakit. Pada klien Ibu D, didapatkan adanya support system

tetapi kurang adekuat yakni keluarga menjenguk klien tiap 10 hari sekali , namun

Page 13: Askep Pasien Curiga

keluarga tidak memahami penyebab gangguan jiwa klien dan tidak mampu

merawatnya. Untuk itu selama perencanaan dan intervensi keperawatan klien

keluarga telah dilibatkan . Namun lingkungan sosialnya belum dapat dikaji lebih

lanjut sehingga klien masih tetap mempunyai potensi kambuh. Untuk intervensi ini

perawat belum bisa melakukannya mengingat waktu yang tersedia.

C. PROBLEM TREE ( Pohon Masalah )

Penampilan diri tidak adekuat Potensial Amuk

Kurang minat dlm kebersihan diri Pengungkapan Efek

marah yang tidak

Menarik Diri konstruktif

CURIGA Core

Problem

Harga Diri Rendah Causa

Konflik Sibling

Kehilangan berkepanjangan

Page 14: Askep Pasien Curiga

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

I. Identitas Klien

Nama klien

Umur

Jenis kelamin

Suku

Status

Pekerjaan

Agama

Alamat

MRS

Postur tubuh

Penampilan

Kebiasaan

Informasi

: Nn.G..

: 47 Tahun

: Perempuan.

: Tionghoa.

: Gadis.

: Tidak bekerja

: Budha.

: Gg.Darmawan V. No. 3a Rt 04/Rw 04 Karang Anyar

Jakarta Pusat..

: 1978.

: Klien tampak kurus, TB: 160 cm, BB: 52 kg,

Rambut pendek beruban,tidak pernah sisiran,banyak

ketombe ,gigi kuning sudah banyak yang tanggal.,kuku

panjang dan kotor,tidak pernah pakai sandal.,pakaian

jarang ganti.

:

Sering menyendiri di lantai dekat tempat tidur sambil

merokok,suka bersih-bersih,(kamar

mandi,ruangan),cuci piring.

: Klien, keluarga dan perawat ruangan serta status

klien.

II. Persepsi dan harapan klien / keluarga

a. Persepsi klien tentang masalah

Klien mengatakan bahwa dia merasa kesal dengan saudara-saudaranya,klien

dirumah kerjaannya hanya bersih-bersih got rumahnya,sedangkan saudaranya

enak-enak saja (setiap klien berceritra tentang dirumahnya ),nada suaranya agak

meninggi dan menangis dan langsung nangisnya berhenti juga. Klien sering

mengatakan ingin pulang.

b. Persepsi keluarga tentang masalah

Page 15: Askep Pasien Curiga

Keluarga mengatakan mungkin klien tidak akan sembuh lagi. Dari anggota

keluarga nya tidak ada yang sakit jiwa seperti klien

c. Harapan klien tentang pemecahan masalah

Klien ingin sembuh, ingin sehat jasmani dan rohani. Klien ingin pulang seperti

keluarganya yang lain ,tidak dirumah sakit terus.

d. Harapan keluarga tentang pemecahan masalah

Keluarga menginginkan klien sembuh dari sakitnya,tidak marah-marah terus bila

dirumah,apalagi ngamuk,ingin perilakunya seperti orang sehat pada

umumnya.Keluarga mengatakan kalau memang belum sembuh biar saja di rumah

sakit dulu ,karena keluarga tidak bisa mengatasi dan membuat

keluarga/lingkungannya terganggu.atur minum obat, makanan secara teratur dan

latihan bekerja.

III. Pengkajian Psikologis

a. Status emosi

Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa, menyendiri, melamun,

tiduran di tempat tidur. Jarang berkomunikasi dengan klien lain.

Ekspresi muka tampak datar. Bila klien marah atau tersinggung oleh orang lain, klien

lebih suka diam dan menekan perasaan itu sendiri. Meskipun klien pernah

membanting piring dan gelas saat marah karena disuruh oleh roh halus. Saat

berinteraksi, klien mampu menjawab pertanyaan perawat meskipun dengan

jawaban singkat.

b. Kosep diri

roh halus yang membisik telinganya. Klien juga mengatakan ia juga sering

menyendiri, diam diri di kamar, malas berbicara dengan keluarga. Kemudian

keluarga membawa ke rumah Klien tidak ingin pulang dari RSJ karena merasa

sulit menghindari roh-roh halus atau setan yang selalu mengganggunya. Dari

pada di rumah kambuh, lebih baik di rumah sakit. Klien merasa tidak dapat

bekerja karena ijasahnya hanya SD. dan klien merasa sulit mencari kerja.

Klien mengatakan mungkin saya sampai mati di RSJ saja.

Aspek konsep diri klien S. dimana tentang gambaran diri; klien memandang dirinya

sebagai manusia yang apa adanya, harga diri klien ; klien mengatakan dirinya

Page 16: Askep Pasien Curiga

hanya lulus SD dan tidak mampu melakukan sesuatu pekerjaan; identitas klien

jelas dan klien tahu akan identitasnya; ideal diri klien ingin supaya sembuh dan

sehat kembali; sedangkan peran nya, klien mengatakan tidak mempunyai peran

dalam kehidupan baik pada diri sendiri ataupun keluarganya.

c. Gaya komunikasi

Klien berbicara secara berhati-hati, tidak meloncat-loncat dari satu topik ke topik

yang lain. Klien memberikan informasi dengan jelas jika diberikan pertanyaan

oleh perawat. Jarang balik memberikan pertanyaan. Ekspresi nonverbal saat

berionteraksi yaitu datar, kadang-kadang kontak mata, kadang-kadang melihat ke

depan.

d. Pola interaksi

Klien jarang berinteraksi dengan klien lain dan perawat. Klien lebih suka tiduran

di tempat tidur serta melamun. Didalam berinteraksi klien lebih suka diam,

mendengarkan pembicaraan orang lain atau melamun. Klien lebih mengharapkan

kedatangan keluarganya.

Di rumah klien tidak terbuka kepada anggota keluarga. Bila menghadapi masalah

tidak pernah diungkapkan pada keluarga melainkan disimpan sendiri.

e. Pola pertahanan

Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka berdiam

diri di kamar, melamun, menekan rasa marahnya. Tetapi klien pernah

membanting piring, gelas. Klien mengatakan tidak mengetahui cara-cara untuk

mengatasi masalahnya.

IV. Pengkajian sosial

a. Pendidikan dan pekerjaan :

Pendidikan terakhir sebagai siswa SMP. Klien pernah bekerja di Kosipa selama 3

tahun, kemudian keluar karena bosan. Kemudian pindah ke bengkel bubut di

Ancol selama 1 tahun, karena merasa capek, klien keluar dan saat ini

menganggur.

Klien mengatakan lebih senang tinggal di rumah sakit dari pada di rumah, karena

tidak tahu apa yang dapat dikerjakan di rumah dan kadang-kadang malah

membuat klien S menyendiri di kamar.

Page 17: Askep Pasien Curiga

b. Hubungan sosial

Klien jarang menyampaikan perasaannya kepada teman-temannya. Klien tidak

mempunyai teman dekat. Dirumah klien juga jarang berbicara dengan saudara-

saudaranya. Di rumah sakit klien suka tiduran, bengong, melamun di kamar,

jarang berbicara dengan pasien lain.

c. Faktor sosial budaya

Klien beraghama Islam, sebelum MRS klien rajin menjalankan sholat lima

waktu, mengaji, sedangkan selama MRS klien tidak melakukan sholat lima

waktu ataupun kegiatan rohani lainnya yang diadakan di rumah sakit pada setiap

hari kamis, klien S. selalu dipaksa baru mulai terlibat dan selalu diawasi dalam

mengikuti kegiatan ini.

Sumber keuangan klien dari saudaranya. Penghasilan keluarga setiap bulan kurang

lebih 1,5 juta.

d. Gaya hidup

Sebelum sakit ( 10 tahun) yang lalu klien tinggal bersama ibu dan isterinya di

Pekalongan. Klien menghabiskan waktunya untuk bekerja di sawah.

Page 18: Askep Pasien Curiga

V. Pengkajian Keluarga

Genogram

Klien selama ini tinggal dengan adiknya Ny. S. 37 tahun yang telah bersuami dan

telah memiliki 3 orang anak. Klien paling dekat dengan adiknya (Ny.S.)

sedangkan ibu klien tinggal di Pekalongan. Meskipun klien menikah hanya

berlangsung selama 3 bulan, karena istrinya hanya menginginkan hartanya saja,

lalu meninggalkannya.

VI. Pengkajian Kesehatan Fisik

A. Masalah kesehatan yang lalu dan sekarang

1. Penyakit dan perawatan di rumah sakit yang lalu

Tahun 1988 pernah dirawat di RSU Pekalongan karena mengalami

kecelakaan pada saat mengendarai sepeda motor milik temannya,

kemudian tangannya dioperasi.

2. Penyakit sekarang

Page 19: Askep Pasien Curiga

Tanggal 17 April 1997 klien mengatakan tenggorokan gatal, serak dan

batuk-batuk. Pemeriksaan fisik : Berat Badan: 47 kg; Tinggi Badan: 170

cm; Nadi: 80 x / menit; Suhu : 36,5 ° Celsius; Tekanan Darah : 100 / 70

mmhg; Pernapasan : 20 x / menit.

3. Pengobatan sekarang

Ampicilin 3 x 500 mg

4. Alergi

Klien tidak ada riwayat alergi / gatal-gatal terhadap makanan atau obat-obatan.

B. Kebiasaan sekarang

1. Penampilan diri

Penampilan klien ; kulit kotor, rambut kotor dan tidak disisir, gigi kotor, pakaian

kusut dan tidak rapih, serta kuku panjang dan hitam / kotor. Mandi sehari sekali,

mencuci rambut seminggu sekali, jarang sikat gigi, ganti pakaian dua hari sekali.

Sikap tubuh agak bungkuk (seperti kifosis)

2. Rokok

Klien merokok, kadang-kadang sehari habis 2 batang.

3. Minuman keras

Klien mengatakan tidak pernah meminum minuman keras, seperti yang mengandung

alkohol.

4. Pola tidur

Klien mengatakan sulit tidur karena sering diganggu oleh roh-roh halus serta klien

jarang tidur siang.

5. Pola makan

Klien makan tiga kli sehari menghabiskan porsi yang diberikan, tetapi kadang-

kadang harus sedikit karena perutnya mual. Klien makan bersama-sama

temannya.

6. Pola eliminasi

B.a.b. 1 - 2 hari sekali, b.a.k. 6 - 7 kali sehari

Page 20: Askep Pasien Curiga

Klien tidak menggunakan obat laxansia.

7. Tingkat aktifitas

Peran serta dalam aktifitas jarang karena klien lebih suka melamun, tiduran di dalam

kamar. Selama MRS klien sering diajak untuk mengikuti kegiatan di ruangan

seperti; menyapu, mengepel dan mengelap kaca. Sedangkan selama di rumah

klien jarang diajak atau di libatkan untuk melakukan kegiatan aktifitas sehari-hari

karena dianggap tidak mampu untuk mengerjakannya.

8. Tingkat energi

Klien tampak malas, dan tiduran terus.

VIII Status atau Keadaan Mental

A. Kebenaran data:

Klien tampaknya hati-hati, jujur dalam memberikan informasi.

Semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa yang disampaikan oleh

keluarganya saat melakukan kunjungan rumah.

B. Status sensorik:

Penglihatan

Pendengaran

Penciuman

Pengecapan

Perabaan

: Kadang-kadang berkunag-kunang, secara

umum : : fungsinya baik.

: Klien sering mendengan suara-suara seperti ada:

: rintihan adiknya yang dibunuh orang.

: Tak ada kelainan

: Tak ada kelainan

: Tak ada kelainan

C. Status persepsi

Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya.

Klien sering berbicara sendiri, senyum sendiri karena mendengar sesuatu.

D. Status motorik

Motorik kasar:

Klien berjalan, berpakaian, dan berbicara masih terkontrol

Motorik halus :

Page 21: Askep Pasien Curiga

Klien mampu menulis, menggenggam sesuatu, memasukan kancing ke dalam

lubang kancing tanpa tremor.

E. Afek

Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang diungkapkan.

Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut tertawa.

F. Orientasi

Klien mengenal orang yang ada disekitarnya. Klien mengetahui berada di RSJ

Klien mengetahui tentang waktu.

G. Ingatan

Klien kurang dapat berpikir secara rasional. Contoh: Ketika ditanya sebab

kecekaaan 10 tahun yang lalu, klien mengatakan ada sesuatu yang mendorong

sepeda motornya kemudian tabrak mobil.

H. Daya tilik diri (insigt)

Klien mengetahui penyebab di rawat di RSJ karena klien sering diam, melamun

atau melempar gelas, piring, mendengar suara-suara.

VIII. Diagnosa Medik

Szchizophrinea tak tergolongkan

Program pengobatan medik:

* Trizine 5 mg, 3x sehari

* Artan 2 mg, 3x sehari

* Chlorpromazine 100 mg, 3x sehari

Page 22: Askep Pasien Curiga

ANALISA DATA

KLASIFIKASI DATA MASALAH

Data Subyektif:

Klien mengatakan :

· Sering tiduran diu tempat tidur dan

jarang berbicara dengan klien

lain atau perawat.

· Bila berinteraksi klien lebih suka

diam dan mendengar

pembicaraan.

· Jarang membicarakan masalahnya

dengan orang lain

· Kalau sembuh mau ngapain ijasah

saya hanya SD

Data Obyektif:

· Klien sering tiduran, bengong di

tempat tidur, melamun

· Klien sering tampak putus asa.

Gangguan hubungan sosial : menarik

diri

Data Subyektif :

Klien mengatakan :

· Sering mendengar suara-suara,

terutama kalau sedang

melamun, bengong dan

menjelang tidur.

· Saya dibawa ke rumah sakit karena

saya membanting gelas, piring,

barang-barang lainnya karena

disuruh oleh roh halus.

· Bolehkah berteman dengan roh

halus karena ia yang sering

mengajak saya berbicara.

Data Obyektif:

· Klien tampak mendengarkan

sesuatu bila tiduran di tempat

Potensial melukai diri sendiri dan

orang lain.

Page 23: Askep Pasien Curiga

tidur

· Klien sering tersenyum sendiri,

mulut komat-kamit

Data Subyektif:

Klien mengatakan :

· Dibawah ke rumah sakit karena di

rumah kliem membanting piring,

gelas dan barang lain.

· Jika kesal atau marah suka berdiam

diri dalam kamar

· Klien tidak mengetahui cara

mengatasinya

Potensial marah yang destruktif

Data Subyektif:

Klien mengatakan :

· Klien mandi sekali sehari, kadang-

kadang dua hari sekali, mencuci

rambut seminggu sekali.

· Malas untuk mandi, mencuci

rambut, memotong kuku,

menggosok gigi.

Data Obyektif:

· Kulit agak kotor

· Rambut kotor ,tidak disisir

· Gigi kotor

· Pakaian kusut

· Kuku panjang dan hitam

· Klien banyak tiduran di tempat

tidur

Jarang melakukan aktifitas termasuk

Gangguan kebersihan diri.

Page 24: Askep Pasien Curiga

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejaumana keberhasilan tindakan

keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses

terjadinya halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap

dalam teori halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun,

pemikiran internal menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien

berada pada tingkat listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien

menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi

memberikan kesenangan dan rasa aman sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah

menjadi mengancam.

Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya

adalah tidak menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S

ternyata teori tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa

suara-suara tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak

mendengar. Dalam teori tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang

sering dan singkat dengan tujuan untuk memutuskan stimulus interna, setelah

diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak sering dan singkat setiap 20 menit selama

3-5 menit klien mengeluh merasa capek kemudian kami lakukan modifikasi dengan

melakukan kontak setiap 1 jam selama 10 menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi

internal dapat terputus dan klien tidak merasa kelelahan. Disamping melalui kontak

yang sering dan singkat, didukung juga oleh kegiatan yang dilakukan secara rutin di

ruangan dengan melibatkan klien dalam pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari.

Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula didengar pada pagi, siang, sore

dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam hari ketika menjelang tidur.

Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley)

yang telah dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang

dihadapi klien, terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui

kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan

orang lain dan mampu memutuskan stimulus internal.

Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara

mengungkapkan marah yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara

mengungkapkan marah yang konstruktif yaitu mendorong klien untuk

mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah, cara-cara mengekspresikan

Page 25: Askep Pasien Curiga

marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi dengan klien tentang cara

mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah tika kali pertemuan,

hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara konstruktif.

Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat

mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.

Pada klien dengan halusinasi dengar, muncul masalah gangguan kebersihan

diri. Tetapi dengan tindakan yang selalu mengingatkan klien atau membuat jadwal

kegiatan yang teratur membantu klien untuk memelihara kebersihan dirinya.

Dari lima diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien S. (satu diagnosa

keperawatan pada keluarga) yang dapat terselesaikan ada tiga diagnosa keperawatan,

yaitu masalah tentang menarik diri, tidak tahu cara mengungkapkan marah secara

konstruktif dan gangguan kebersihan diri.

Page 26: Askep Pasien Curiga

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada

klien S dengan halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak

mendukung dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat

membantu memutuskan siklus halusinasi klien dan mempercepat orientasi

klien pada realita.

2. Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi

kelompok yang dapat membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar

dan menarik diri.

3. Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien

halusinasi dengar, khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan

mengancah.

Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai

berikut :

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar,

hendaknya dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan memodifikasi

berdasarkan kemampuan dan kebutuhan klien. Selain itu tidak mendukung

dan tidak menyangkal isi halusinasinya.

2. Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur

karena merupakan sustu terapi yang dapat mempercepat proses

penyembuhan. (dapat memutuskan stimulus internal klien dengan

memberikan stimulus eksternal).

3. Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang

konstruktif, terutama bila isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan

mengancam agar tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.