askep Meningitis

download askep Meningitis

of 36

description

meningitis adalah peradangan pada meningen

Transcript of askep Meningitis

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah diberikan sehingga dapat menyelesaikan makalah Neurobehavior tentang Asuhan Keperawatan pada pasien meningitis .

Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moral maupun materil. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya di sampaikan kepada :

1. Ibu Sukma Randani Ismono M.kep.,Ns. selaku fasilitator mata ajar Keperawatan Neurobehaviour2. Tema-teman satu kelompok 5 yang bekerjasama dalam membantu menyelesaikan makalah ini.

Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk penyusunan makalah selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.

Surabaya, Mei 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

1KATA PENGANTAR

4BAB 1

4PENDAHULUAN

41.1Latar Belakang

51.2Tujuan

51.2.1Tujuan Umum.

51.2.2Tujuan Khusus

61.3Manfaat

61.3.1Bagi mahasiswa/mahasiswi

61.3.2Bagi penulis

7BAB 2

7TINJAUAN PUSTAKA

72.1Anatomi & Fisiologi

82.2Definisi

92.3Etiologi

102.4Faktor Predisposisi

102.5Klasifikasi

122.6Manifestasi Klinik

132.7Patofisiologi

142.8Pemeriksaan Penunjang

152.9Penatalaksanaan

162.10Komplikasi

172.11Pencegahan

172.12WOC

182.13Asuhan Keperawatan

182.13.1Pengkajian

222.13.2Pengkajian Pada Anak

242.14Diagnosa Keperawatan

242.15Intervensi

33BAB 4

33KESIMPULAN DAN SARAN

334.1Kesimpulan

334.2Saran

334.2.1Bagi Penulis

344.2.2Bagi Pembaca

344.2.3Bagi Institusi

35DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis ( Fransisca B. Batticaca, 2008 ). Penyakit ini termasuk penyakit infeksi, yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Salah satunya adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan purulen pada cairan otak, sehingga dinamakan meningitis puruleta. Disamping angka kematiannya yang masih tinggi. Banyak penderita yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis puruleta merupakan keadaan gawat darurat, terapi yang diberikan bertujuan memberantas penyakit infeksi disertai perawatan intensif. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, tetapi jarang dibawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease Control and Prevention). Penelitian terbaru dalam jurnal Pediatrics yang berjudul Utility of Lumbar Puncture for Firt Simple Febrile Seizure Among 6 to 18 Months of Age yang dipublikasikan pada tahun 2009 melakukan penelitian retrospektif pada 260 pasien usia 6 18 bulan yang dirawat di sebuah pediatrik emergency departement childrens hospital Boston antara bulan oktober 1995 sampai oktober 2006 didapatkan bahwa meningitis menimbulkan morbiditas dan kematian yang tinggi, tetapi vaksinasi yang efektif dinilai cukup signifikan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya meningitis pada anak usia 6 18 bulan dan resiko terjadinya meningitis bakteri pada anak usia 6 18 bulan dengan kejang demam pertama kali sangat rendah, maka kebijakan tindakan dilakukan lumbal pungsi dipertimbangkan dan dilakukan pada anak anak yang jelas menunjukan gejala dan tanda yang mengarah ke meningitis bakterial, misalnya kejang fokal atau kejang berulang, petechial rash, dan nuchal rigidity.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat menunjang perkembangan dan terciptanya alat alat kedokteran yang waktu demi waktu selalu mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Dengan begitu penanganan dan perawatan suatu penyakit semakin memuaskan. Diagnosis yang mendekati kebenaran akan menunjang pengobatan yang mendekati kesempurnaan. Untuk mendiagnosis suatu penyakit ditentukan beberapa aspek, demikian pula terhadap meningitis. Masing masing aspek saling menunjang dan memperkuat diagnosis.Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar meningkatnya prevalensi meningitis pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007). Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK dengan meningitis merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007).

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan Umum.Setelah proses perkuliahan ini di harapkan mahasiswa mengetahui dan memahami konsep penyakit meningitis, serta mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada penderita dengan meningitis.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa diharapkan mampu :1) Menjelaskan definisi dari meningitis.2) Menyebutkan etiologi terjadinya meningitis.3) Menyebutkan tanda dan gejala meningitis . 4) Menjelaskan mekanisme terjadinya meningitis.

5) Menjelaskan penatalaksanaan meningitis .6) Menyebutkan komplikasi meningitis .

7) Menjelaskan prognosis klien dengan meningitis

8) Menjelaskan WOC klien dengan meningitis .

9) Memberikan asuhan keperawatan (pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa data, menyusun diagnosa, tujuan, serta intervensi) pada klien dengan meningitis .1.3 Manfaat1.3.1 Bagi mahasiswa/mahasiswi

Makalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa / mahasiswi mengenai pentingnya memahami penyakit meningitis secara menyeluruh.

1.3.2 Bagi penulis

Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih tentang penyakit meningitis.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi & Fisiologi

Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga ( 3 ) lapisan dari luar ke dalam yaitu durameter, arakhnoid, dan pia meter. Durameter terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat pada sinus venosus. Lapisan duramater menutup otak dan medulla spinalis, sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah duramater yaitu falx serebri yang memisahkan hemisfer dibagian longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring-jaring membran yang kuat. Jaringan ini memdukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). Jika tekanan di dalam rongga otak meningkat, jaringan otak tertekan ke arah tentorium atau berpindah ke bawah.

Arakhnoid merupakan membrane bagian tengah lembut yang bersatu ditempatnya dengan pia meter, membran ini bersifat tipis dan lembut menyerupai sarang laba-laba oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus coroid ang bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Membran yang mempunyai bentuk seperti jari tangan ini disebut arakhnoid villi. Villi mengabsorbsi CSS juga pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisma, stroke dan lain-lain).Bila villi arakhnoid tersumbat (peningkatan pengukuran ventrikel) dapat menyebabkan hidrocepalus. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroids ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari di dalam lapisan subarachnoid.

Organisme ( bakteri / virus ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan ( dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piameter, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke cranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.( Brunner & Suddarth, 2002)

2.2 Definisi

Meningitis adalah merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur ( Sholeh S. Naga, 2012 ).Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Smeltzer dan Bare, 2002).Meningitis adalah radang selaput otak yang ditandai dengan adanya peningkatan leucosit dalam cairan serebrospinalis ( Taufan Nugroho, 2011 ).Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran ( selaput ) yang mengelilingi otak dan medula spinalis ( Arif Muttaqin, 2008 ).Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis ( Fransisca B. Batticaca, 2008 ).2.3 EtiologiAdapun etiologi dari meningitis menurut Brunner dan Suddath (2002) dan Sholeh S.Naga (2012) yaitu :

1. Meningitis bakteri/ puruletaMeningitis purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan piameter yang meliputi neisseria meningitides, streptococcus baemoliticus, stapbylococcus aureus, haemobylus influenza, escbericiacoli, klebsiella pneumoniae,dan pseodomonas aeruginosa. Tubuh akan berespons terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespons dengan terjadinya peradangan, yaitu dengan adanya neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin, dan leukosit dan terbentuk di ruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak, sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan, pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intracranial. Hal inilah yang akan menyebabkan jaringan otak mengalami infark.2. Meningitis serosa/ TuberculosaMeningitis serosa adalah radang selaput otak arachnoid dan piameter yang disertai adanya cairan otak yang jernih. Penyebab tersering dari meningitis serosa adalah mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya adalah virus toksoplasma gondhii. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri, tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Mekanisme atau respons jaringan otak terhadap virus bervariasi, tergantung pada jenis sel yang terlibat.3. Meningitis virusMengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, atau darah diruang sub arakhnoid.2.4 Faktor Predisposisi

Menurut Fransisca B.Batticaca (2008), adapun faktor predisposisi dari meningitis adalah:

1) Trauma kepala dan tindakan tertentu (fraktur basis krani, pungsi / anestesi lumbal, operasi / tindakan bedah saraf).

2) Infeksi sistemik maupun fokal (septicemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid, tuberculosis paru-paru) yang disebabkan oleh beberapa bakteri yang secara umum dapat menyebabkan meningitis adalah Haemophillus Influenzae (tipe B), Nesseria Meningitis (Meningococcal), Diplococcus Pneumoniae (Pneumococcal), Streptococcus grup A, Staphylococcus Aureus, Escherichia Coli, Klebsiella Pneumoniae, Proteus, Pseudomonas Aeruginosa. Penyebab lainnya antara lain Virus, Toxoplasma Gondhii dan Riketsia.

3) Penyakit darah, penyakit hati.

4) Faktor imunologi seperti Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi (antibodi response), defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

5) Kelainan yang berhubungan dengan immunosupression misalnya alkoholisme, diabetes melitus.

6) Gangguan / kelainan obstetrik dan ginekologi seperti ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.

7) Kelainan anatomisTerjadi pada pasien post operasi tulang mastoid, saluran telinga tengah dan operasi cranium.2.5 Klasifikasi

1. Meningitis Bakteri / Purulenta

1) Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari penyakit lain.

2) Kriteria Diagnosa :

(1) Gejala infeksi akut : lesu, mudah teransang, suhu badan selalu naik, muntah, anoreksia, sakit kepala.(2) Gejala TIK : muntah, nyeri kepala, morning cry/merintih, perese/paralis, strabismus, cheine stokes.

(3) Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk, kekakuan umum, kernig +, brudzinsky +.

3) Bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus.

4) CSF : warna opalescent sampai dengan keruh, pada stadium dini jernih, none pandi +, sebagian besar sel PMN, protein meningkat, glukosa turun, glukosa darah menurun.

5) Gejala neurologis dibagi dalam 4 tahap :

(1) Fase I: sub febris, lesu, mudah terangsang, anoreksia, mual, sakit kepala ringan.

(2) Fase II: tanda rangsang meningen, kelainan N III &IV, kadang hemiparese dan arteritis.

(3) Fase III : tanda neurologi fokal, konvulsi, kesadaran menurun.

(4) Fase IV : tanda fase III disertai koma dan shock.

2. Meningitis tuberkulosa

1) Merupakan komplikasi infeksi TBC primer .

2) CSF : warna jernih, opalescent, santocrom, TIK meningkat, jumlah sel 150 / mm3 terutama terdiri dari limfosit, kadar protein meningkat, kadar glukosa dan CL menurun, glukosa darah bisa naik atau turun.

3) Terdiri dari 3 stadium :

(1) Stadium I : tanpa demam / kelainan, apatis, tidur terganggu, anoreksia, nyeri kepala, mual, muntah.

(2) Stadium II : kejang, rangsang meningeal, reflek tendon meningkat, TIK, kelumpuhan syaraf III dan IV, kelumpuhan syaraf lainnya.

(3) Stadium III : kelumpuhan, koma, pupil midriasis, reaksi pupil, nadi dan RR tidak teratur, kadang cheyne stokes, hiperpireksia.

3. Meningitis Virus

1) Disebabkan oleh virus.

2) CSF : terdapat pleositosa terutama dari sel monoclear, cairan bebas kuman, protein sedikit meningkat, jumlah sel sekitar 100-800 / mm3 / >, glukosa dalam batas normal.

3) Gejala klinis biasanya ringan, jika berat biasanya ditemukan nyeri kepala / kuduk.

4. Meningitis Serosa

1) Stadium prodromal : iritasi selaput otak

(1) Tanpa panas atau kenaikan suhu ringan.

(2) Mudah terangsang.

(3) Apatis.

(4) Tidur terganggu.

(5) Nyeri kepala, anoreksia, obstipasi, muntah.

2) Stadium transisi : mulai tampak gejala rangsang meningeal

(1) Gejala diatas lebih berat

(2) Gejala rangsang miningeal : kaku kuduk, kaku seluruh tubuh, opistotonus.

(3) Reflek tendon tinggi, ubun-ubun menonjol, nistagmus/strabismus.

(4) Suhu lebih tinggi

(5) Kesadaran lebih turun hingga strupor

3) Stadium terminal

(1) Kelumpuhan

(2) Koma(3) Pupil melebar dan reaksi (-)

(4) Nadi dan nafas tidak teratur

(5) Cheyne stokes

(6) Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih

2.6 Manifestasi Klinik

Adapun tanda dan gejala dari meningitis dari Sholeh S.Naga (2012) ialah:1. Aktivitas / istirahat

Malaise, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia.

2. Sirkulasi

TD meningkat, nadi menurun ( hipotensi ), takikardi dan disritmia

3. Nyeri/ kenyamananSakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan involunter,nyeri tenggorokan, mengeluh/ mengaduh, gelisah.4. Eliminasi

Adanya inkontinensia urin atau retensi urin, konstipasi atau diare.

5. Makanan atau cairan

Mual, muntah, kesulitan menelan, nafsu makan berkurang, minum sangat kurang, tugor kuliot jelek, mukosa kering.

6. Higeine

Tidak mampu merawat diri

7. IntegumenAdanya ruam merupakan cirimencolok pada meningitis meningokokal8. Neurosensori

Sakit kepala hebat, kehilangan sensasi, hiperalgesia , kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, afasia, hemiparase, hemiplegia, tanda Brudzinski positif, refleks Babinski positif, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosentitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, refleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki laki. Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargik, tidak beresponsif, dan koma.

9. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikemia, yaitu: demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, shock, dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.10. Pernafasan

Gangguan pernafasan bagian atas seperti infeksi sinus, nafas meningkat.2.7 Patofisiologi

Kuman-kuman masuk kedalam susunan syaraf pusat secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), jantung (endokarditis), dan dari peradangan organ atau otak jaringan dekat selaput otak misaknya abses otak, otitis media, mastioditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi kuman (bakteri, virus) kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS, dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, infeksi menyebar secara limfogen (melalui kelenjar limfa ke medula spinalis berasal dari retrofaringeal atau retroperitoneal). Kemudian terbantuk eksudat yang dapat menyebar diseluruh saraf kranial dan saraf spinal sehingga menyebabkan kerusakan neurologis. Dan cacat bawaan khususnya meilomeningokel memungkinkan terjadinya infeksi.(Fransisca B.Batticaca, 2008)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Lumbal Pungsi

Biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein. Cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.NOMENINGITIS BAKTERIALMENINGITIS VIRUS

1.

2.

3.

4.

5.Tekanan meningkat

Cairan keruh / berkabut

Leukosit dan protein meningkat

Glukosa menurun

Kultur positif terhadap beberapa jenis bakteriTekanan bervariasi

CSF jernih

Leukositosis

Glukosa dan protein normal

Kultur biasanya negatif

2. Laboratorium1) Hitung darah lengkap dengan perbedaannya menunjukkan adanya peningkatan sel darah putih (leukosit).2) Neutrofil meningkat3) LDH meningkat4) Glukosa serum meningkat5) Kultur darah/ hidung/ tenggorokan dapat mengidentifikasikan daerah pusat infeksi atau mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi dengan adanya organisme tertentu3. Pemeriksaan EEGPada EEG dapat dijumpai gelombang lambat yang difus dikedua hemisfer, penurunan voltase karena efusi subdural atau aktivitas delta vokal bila terdapat bersamaan dengan abses otak.

4. CT scan dan MRI

Pemeriksaan ini dapat diketahui adanya kelainan seperti: edema otak, ventrikulitis, hidrosefalus, dan massa tumor, melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.5. Rontgen kepala, untuk mengindikasikan adanya infeksi intrakranial2.9 PenatalaksanaanMeningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap dirumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif.

1. Perawatan Umum

Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu dirawat diruang isolasi. Penderita yang dalam keadaan rejatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila terjadi respiratory distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi. Adapun tatalaksana dalam perawatan umum secara garis besar menurut Sholeh S. Naga (2012) adalah:1) Penderita dirawat di rumah sakit.2) Cairan dberikan secara infus dalm jumlah yang cukup dan tidak berlebihan.3) Bila pasien gelisah dapat diberikan sedatif.4) Nyeri kepala dapat diberikan analgetika.5) Panas dapat diberikan antipiretika atau dengan kompres.6) Bila kejang dapat diberikan diazepam 10-20 mg intravena, fenobarbital 6-120 mg perhari secara oral, atau divenilhidantoin 300 mg secara oral.7) Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta dapat diberantas dengan obat obatan atau operasi.8) Bila terjadi kenaikan TIK dapat diatasi dengan :(1) Manitol 1-1,5 mg/kg BB secara intravena dalam waktu 30-60 menit dan dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam.(2) Kortikosteroid, deksametason 10 mg secara intravena diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.(3) Mengatur pernapasan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan napas.(4) Bila ada hidrosefalus obstruktif dapat dilakukan pemasangan shunting(5) Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.

2. Pemberian Antibiotik

Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat, sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas. Antibiotik diberikan selama 10 14 hari atau sekurang kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotik sebaiknya secara parenteral.Pemberian antibiotika sesuai dengan pemeriksaan kultur dan hal lain yang perlu diperhatikan :(1) Bila masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa , dapat diberikan obat obatan sbb : kombinasi ampisilin 12-18 g dan klorampenikol 4 g, dengan dosis dibagi 4 kali perhari, campuran trimetoprim 80 mg dan sulfametoksasol 400 mg, seftriakson 4-6 g.(2) Bila etiologi tidak diketahui dapat diberikan ampisilin 12-18 g dengan dosis di bagi 4dan dikombinasikan dengan kloramphenikol 4 g per hari.2.10 Komplikasi

1. Ventrikulitis atau abses intraserebral.

Ventrikulitis dan absesintraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS dan mengalir ke foramen antara ventrikel dan cairan serebral sehingga menyebabkan hidrosefalus.

2. Thrombosis septik darivena sinus dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan TIK yang dihubungkan dengan hidrosefalus.

3. Kelumpuhan saraf kranial merupakan komplikasi umum pada meningitis bacterial.

4. Subdural empyema akibat infeksi.

5. Stroke dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan hemisfer pada batang otak.

6. Komplikasi lanjutan yang dapat dialami oleh klien adalah menjadi tuli akibat kerusakan saraf kranial VIII.

7. Kerusakan serebral pada anak anak akibat meningitis, khususnya dengan infeksi H. influenza dapat mengakibatkan retardasi mental.2.11 Pencegahan

Meningitis yang disebabkan oleh meningokokus dan hemofilus influenza tipe B bisa menular pada anak dan orang dewasa yang berhubungan erat dengan penderita, yaitu yang tinggal dan makan dalam 1gedung yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan, antara lain :(1) Penderita diisolasi,(2) Pemberian vaksinasi, dan (3) Pemberian obat-obatan2.12 WOC

2.13 Asuhan Keperawatan

2.13.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan meningitis meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial ( pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi ).

1) Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk mendapatkan pertolongan kesehatan seperti panas badan meninggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

2) Riwayat penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, hemoglobinopatis lain, tindakan bedah syaraf, riwayat truma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya, riwayat penyakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengindentifikasi meningitis tuberkolusa. Pengkajian terhadap pemakaian obat obatan yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis - jenis antibiotik dan reaksinya ( untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik ) dapat menambah komprehensifnya pengkajian.

4) Pengkajian Psiko sosial spiritual

Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa demensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien.5) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem ( B1 B6 ) dengan fokus pemeriksaan pada B3 ( brain ) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.

(1) B1 ( Breathing )

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekwensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

(2) B2 ( Blood )

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan ( syok )

(3) B3 ( Brain )

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Adapun hal-hal yang harus dikaji adalah sebagai berikut:

A. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.

B. Fungsi Serebri

Status mental, observasi penampilqn klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

C. Pemeriksaan Saraf Kranial.

a. Saraf I.

Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelaianan.

b. Saraf II.

Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.c. Saraf III, IV, dan VI.

Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.

d. Saraf V.

Pada klien meningitis umumnya tidak didapat paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

e. Saraf VII.

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

f. Saraf VIII.

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g. Saraf IX dan X.

Kemampuan menelan baik.

h. Saraf XI.

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.i. Saraf XII.

Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indera pengecap normal.

D. Sistem MotorikKekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

E. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma, adanya refleks Babinski (+).

F. Gerakan Involunter.

Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan syaraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.

G. Sistem Sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Pemeriksaan tanda tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardia), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski.

(4) B4 ( Bladder )

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

(5) B5 ( Bowel )

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi sendi besar ( khususnya lutut dan pergelangan kaki ). Petekia dan lesi purpura yang didahului ruam.(6) B6 ( Bone )

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam, pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu ADL.

2.13.2 Pengkajian Pada Anak

Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya penyebaran infeksi di meningen.

Pada anak, manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tiba tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah dan kejang kejang. Anak menjadi cepat rewel dan agitasi serta dapat berkembang menjadi fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk, stupor, dan koma. Gejala atau gangguan pada pernafasan atau gastroentestinal seperti sesak nafas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku leher, tanda kernig dan brudzinski (+).

Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang kejang, dan menangis meraung raung. Tanda khas dikepala hdala fontanel menonjol. Kaku kuduk merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda tanda brudzinski dan kerning dapat terjadi Namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.

Pada neonatus, biasanya masih Sangat sukar untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, Namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih besar, neonatus biasanya menolak makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang kadang ada diare. Tonos otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipotermia / demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang kejang, frekwensi nafas tidak teratur / apnea, sianosis, penurunan berat badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak.2.14 Diagnosa Keperawatan1) Perubahan perfusi jeringan otak/ serebral yang berhubungan dengan proses infeksi dan edema serebral2) Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jeringan otak, dan edema serebri.3) Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi dan edema serebral4) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran.

5) Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi meningen/ selaput otak

6) Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal.7) Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi meningokokus.8) Resiko tinggi dficit cairan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan demam.9) Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.10) Gangguan aktifitas sehari hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum.11) Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.2.15 IntervensiDiagnosa 1: Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.Kriteria hasil :

1. Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar2. Disorentasi negatif3. Konsentrasi baik

4. Perfusi jaringan dan oksigenasi baik5. Tanda tanda vital dalam batas normal

6. Syok dapat dihindari.

Intervensi :

1. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4 6 jam setelah lumbal pungsi.

R/ untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial.

2. Monitor tanda tanda peningkatan TIK selama perjalanan penyakit (nadi lambat, TD meningkat, kesadaran menurun, nafas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan).

R/ untuk mendeteksi tanda tanda syok yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.

3. Monitor tanda tanda vital dan neurologis tiap 5 30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan perubahan tekanan intrakranial kedokter.

R/ perubahan perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi awal.

4. Hindari posisi tungkai di tekuk atau gerakan gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.

R/ untuk mencegah peningkatan TIK

5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati hati, cegah gerakan yang tiba tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.

R/ untuk mengurangi TIK

6. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan gerakan klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.

R/ untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.

7. Hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.

R/ untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.

8. Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien.

R/ untuk mengurangi disorentasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu.

9. Kolaborasi pemberian steroid osmotik.

R/ untuk menurunkan tekanan intrakranial.

Diagnosa 2: Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jeringan otak, dan edema serebri.Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK.Kriteria Hasil:1. Klien tidak gelisah2. klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual mual dan muntah

3. GCS : 4-5-6 4. tidak terdapat papiledema. 5. TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1. Kaji faktor penyebab dari situasi / keadaan individu / penyebab koma / penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/ deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis / tanda tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

2. Monitor TTV tiap 4 jam.

R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah ( diastolik ) maka di ikuti dengan peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

3. Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan reaksi terhadap cahaya.

R/ reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan syaraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf ketiga kranial (okulomorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukkan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dan saraf kranial II dan III.

4. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.

R/ perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jungularis dan menghambat aliran darah otak ( menghambat drainase pada vena serebri ), sehingga dapat meningkatkan TIK.

5. Cegah / hindari terjadinya valsava manuver.

R/ mengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK.6. Bantu klien jika batuk, muntah.

R/ aktifitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan intraabdominal yang dapat meningkatkan tekanan TIK.

7. Palpitasi pada pembesaran / pelebaran kandung kemih, pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor adanya konstipasi

R/ dapat meningkatakan respons automatik yang potensial meningkatkan TIK.

8. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.

R/ perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.

9. Kolaborasi pemberian O sesuai indikasi.

R/ menurunkan hipoksemia dapat meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah, dan menurunkan TIK.

10. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai dengan yang di indikasikan.

R/ pemberian cairan IV dapat menurunkan edema serebri, peningkatan minimum pada pembuluh darah, dapat menurunkan tekanan darah, dan TIK.

Diagnosa 3: Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi dan edema serebralTujuan: suhu tubuh normal 36oC 375oC dalam 3 x 24jamKriteria hasil :

Pasien akan termoregulasi, dibuktikan dengan suhu kulit dalam rentang normal. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan. Perubahan warna kulit tidak ada.Intervensi :

1. Pantau suhu minimal 2 jam sekali.R/: Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yg diharapkan.2. Pantau tekanan darah, nadi, pernapasan.R/: Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.3. Pantau aktifitas kejang dan warna kulitR/: Hal tersebut merupakan tanda berkembangnya komplikasi.4. Anjurkan menggunakan pakaian yang menyerap keringat

R/: mengurangi penguapan yang berlebih

5. Anjurkan keluarga untuk mengompres pasien

R/: membantu menurunkan panas

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antipiretik sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya.R/: menentukan terapi yang tepat.

Diagnosa 4: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran.Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan, jalan nafas kembali efektif.Kriteria Hasil :

Secara subyektif : sesak nafas (-)

Secara obyektif: frekwensi nafas 16 20x/mnt, tidak menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronchi (-/-), mengi (-/-), dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.Intervensi :

1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot otot aksesori, warna, dan kekentalan sputum.

R/ memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.

2. Atur posisi fowler dan semifowler.

R/ peninggian kepala tempat tidur, memudahkan pernafasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif.

3. Ajarkan cara batuk efektif

R/ klien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.

4. Lakukan fisioterapi dada.

R/ terapi fisik dada membantu meningkatakn batuk lebih efektif.

5. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari.

R/ pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

6. Lakukan pengisapan lendir dijalan nafas.

R/ pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.

Diagnosa 5: Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi meningen/ selaput otakTujuan :Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan nyeri berkurang / rasa sakit terkendali.

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat tidur dengan tenang

2. wajah rileks

3. klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit.

Intervensi :

1. Usahakan membuat lingkungan yang tenang dan aman.

R/ menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.

2. Kompres dingin ( es ) pada kepala.

R/ dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

3. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalam.

R/ membantu menurunkan ( memutuskan ) stimulasi sensasi nyeri.

4. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati hati.

R/ dapat membantu relaksasi otot otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri / rasa tidak nyaman.

5. Kolaborasi pemberian analgesik.

R/ mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.

Diagnosa 6: Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal.Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien bebas dari cidera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.Kriteria hasil :Klien tidak mengalami cidera apabila ada kejang berulang

Intervensi :

1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot otot muka lainya.

R/ gambaran iritabilitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

2. Persiapan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.

R/ melindungi klien bila kejang terjadi.

3. Pertahankan bedrest total selama fase akut.

R/ mengurangi resiko jatuh / cidera jika terjadi vertigo dan ataksia.

4. Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, fenobarbital.

R/ untuk mencegah atau mengurangi kejangDiagnosa 7: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan

Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal

Kriteria Hasil:

Klien tidak merasa lemah

Klien mampu memenuhi ADL sendiri

Intervensi:

1. Bantu latihan rentang gerak

R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/ posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis

2. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembabR/ Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan kejadian ekskloriasi kulit

3. Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fungsional

R/ Meneimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan

4. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi

R/ Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Meningitis adalah merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur ( Sholeh S. Naga, 2012 ). Penyakit ini bisa diderita oleh semua umur, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa. Etiologinya meliputi: Infeksi sistemik maupun fokal ( septicemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid, tuberculosis paru paru ), Trauma dan tindakan tertentu ( fraktur basis krani, pungsi / anestesi lumbal, operasi / tindakan bedah saraf ), Penyakit darah, penyakit hati, faktor imunologi seperti Pemakaian bahan bahan yang menghambat pembentukan antibodi ( antibodi response ), defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, Kelainan yang berhubungan dengan immunosupression misalnya alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes melitus.Penyakit meningitis ini sangat berbahaya bila tidak di tangani dengan cepat dan benar, adapun penatalaksannanya ada 2 yaitu secara umum: Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu dirawat diruang isolasi. Penderita yang dalam keadaan rejatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila terjadi respiratory distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi. Yang kedua yaitu pemberian Antibiotik: pemberian antibiotik harus tepat dan cepat, sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas. Antibiotik diberikan selama 10 14 hari atau sekurang kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotik sebaiknya secara parenteral.4.2 Saran

4.2.1 Bagi Penulis

Diharapkan makalah ini yang berisi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis dapat menambah ilmu pengetahuan

4.2.2 Bagi Pembaca

Dihapkan makalah ini mampu menjadi sumber informasi yang layak dan lengkap sebagai bahan untuk membuat makalah selanjutnya

4.2.3 Bagi Institusi

Diharapkan makalah ini mampu menjadi sumber referensi yang cukup baik dan berkompetenDAFTAR PUSTAKABatticaca, Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Salemba Medika, JakartaLynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, JakartaNaga, Sholeh S, 2012, Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Diva Press, Yogyakarta Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Nugroho, Dr.Taufan, 2011, Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam, Nuha Medika, YogyakartaReeves, Charlene J, 2001, Keperawatan Medical Bedah Edisi 1, Salemba Medika, JakartaSmeltzer, Suzanne.C, 2002, Buku Ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth Vol. 3 Edisi 8 Cetakan 1,EGC, JakartaSoetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, JakartaFactor factor predisposisi : infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala, dan pengaruh imunologis

Invasi kuman ke jeringan cerebral via saluran vena nasofaaring posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid.

Reaksi peradangan jaringan serebral

Gangguan metabolisme serebral

Eksudat meningen

Hipoperfusi

Trombus daerah korteks dan aliran darah cerebral

Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel, dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi / septicemia jaringan otak

Iritasi meningen

Sakit kepala dan demam

Perubahan fisiologis intrakranial

Edema cerebral dan PTIK

Peningkatan permeabilitas darah otak

Hipertermi

nyeri

bradikardia

Perubahan sistem pernafasan cheyne stoke

Perubahan tingkat kesadaran. Perubahan perilaku disorentasi fotofobia pe Sekresi ADH

Penekanan area fokal kortikal

Adesi

kelumpuhan syaraf

Perubahan GI

Rigiditas nukal tanda kernig (+), tanda brudzinski

Mual dan muntah

Perubahan perfusi jeringan otak

Resiko gangguan perfusi perifer

Ketidak efektifan pola pernafasan

2.Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Koma

Resiko dficit cairan

Kejang

Kematian

Ansietas

Kecemasan

Prosedur invasif, lumbal pungsi

Resiko Injuri

pe permeabilitas kapiler dan retensi cairan

Kelemahan fisik

Gangguan ADL

Resiko berlebihnya volume cairan

Gangguan perfusi jaringan perifer

Meningitis bakteri/ puruleta

Meningitis serosa/ Tuberculosa

Meningitis virus

Kelumpuhan saraf

15