Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah penderita laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita wanita.(maulana,mirza. 2008.Anak Autis.). Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia. Survei menunjukkan, anak- anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas. Ketika dikandung asupan gizi ke ibunya tidak seimbang ( Kompas, 2 maret 2005 ). gejala- gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam kehidupan mereka. Hal ini tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. (maulana,mirza. 2008.Anak Autis.). sebagian besar penderita autism mengalami gejala-gejala negative skizoprenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta, serta lemah dalam berpikirketika menginjak dewasa. Sebagian besar penderita 1

Transcript of Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Page 1: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah penderita

laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita wanita.(maulana,mirza.

2008.Anak Autis.). Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang

sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para

ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari

keseluruhan populasi anak di seluruh dunia. Survei menunjukkan, anak-anak

autisme lahir dari ibu-ibu kalangan ekonomi menengah keatas. Ketika dikandung

asupan gizi ke ibunya tidak seimbang ( Kompas, 2 maret 2005 ).

gejala- gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling awal dalam kehidupan

mereka. Hal ini tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak

merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya

yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. (maulana,mirza.

2008.Anak Autis.). sebagian besar penderita autism mengalami gejala-gejala

negative skizoprenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta, serta lemah

dalam berpikirketika menginjak dewasa. Sebagian besar penderita autis, yakni

sekitar 75% termasuk dalam kategori keterlambatan mental. Tetapi sejumlah

10% dari mereka malah dapat di golongkan sebagai orang jenius.

Sejak autisme mulai dapat dijabarkan dan dikenal mendunia, berbagai jenis

penyembuhan telah dilakuan. Beberapa implementasi penyembuhan tersebut

bukan hanya bersifat psikis, tetapi juga fisik, mental, emosional hingga fisiologis.

Tetapi penyembuhan yang diterapkanpun dilakukan dengan berbagai varian

teknik, diantaranya teknik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara

verbal maupun non verbal.

Dari beberapa jenis terapi yang telah diimplementasikan secara meluas, ada

yang melibatkan peran serta orang tua dan ada juga yang tidak. Ada yang dapat

1

Page 2: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

dilakukan sendiri oleh orang tua dirumah dan ada juga terapi yang memerlukan

bantuan sejumlah ahli atau terapis. Inti dari sejumlah terapi tersebut

dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai symptom yang diperlihatkan oleh

seorang anak autisme yang tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan

tingkatan sindrom yang disandang anak.

Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya

tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang

tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka

dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan

perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut

menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian,

akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan

anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan

emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya. (internet :

Purwati,H,Nyimas.(2009))

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yang berjudul ”Asuhan Keperawatan

Anak Dengan Masalah Autisme”. Merupakan tugas kelompok terhadap mata

kuliah keperawatan anak yang diberikan oleh dosen pembimbing

Sri Rahayu, SKep Ns.

2

Page 3: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Autisme

Autisma/Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang

Autisma/Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisma/Autisme

baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini

sudah ada sejak berabad-abad lampau ( Handojo, 2003 ).

Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah gejala menutup diri

sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar

keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.

Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu

penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya

dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’,

diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap

lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau

mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka

dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ),

senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan

aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit

menangkap.

Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah cara berpikir yang

dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia

berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena

itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri,

baik cara berpikir maupun berperilaku.

Autisma/Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi

yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama,

ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang

3

Page 4: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).

Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisma/Autisme adalah gangguan

perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat

kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan

orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang

diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisma/Autisme berlanjut sampai

dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah

terlihat sebelum usia tiga tahun.

Yuniar (2002) mengatakan bahwa Autisma/Autisme tidak pandang bulu,

penyandangnya tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,

tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang Autisma/Autisme

ialah 4 : 1.

Definisi Pemerintah Pusat

Ketika autisma ditambahkan ke dalam IDEA pada tahun 1990, hal itu diartikan

Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap

mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada usia

dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada anak.

Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan

aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas

harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku

jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami

gangguan emosional

Seorang anak yang memperlihatkan gejala “autis” pada usia di atas 3 tahun

dapat didiagnosa mengalami “autisma” jika kriteria pada paragraf di atas

terpenuhi.

Definisi ini mengikuti pedoman IDEA, menspesifikasikan beberapa karakter

yang esensial dari siswa dengan gangguan tersebut, di luar kecacatan lain,

dan ketetapan dampak dan perolehan pendidikan. Bagaimanapun, hal itu

4

Page 5: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

tidak menyediakan banyak detil dalam istilah-istilah dari pemahaman

banyaknya jenis siswa yang mungkin mengalami gangguan-gangguan ini.

Definisi Asosiasi Psikiater Amerika

Karena Gangguan Spektrum Autis umumnya didiagnosa oleh komunitas

medis menggunakan ukuran-ukuran permanen di dalam Diagnostik and

Statistikal Manual of Mental Disorder, edisi ke-4. Perbaikan teks (Asosiasi

Psikiater Amerika, 2000), adalah penting bahwa anda memahami definisi ini

sebagaimana yang disediaka IDEA. Seperti yang dicatat diawal APA

menggolongkan autisma sebagai jenis Gangguan Perkembangan Peruasif

(GPP) yang ditandai oleh perusakan-perusakan pelemahan di beberapa area

perkembangan; kemampuan interaksi sosial, keterampilan komunikasi atau

pengulangan perilaku, minat dan aktivitas.

Sub kategori dari gangguan perkembangan peruasif dalam diskusi ini

meliputi gangguan autistik, sindrom asperger, dan gangguan perkembangan

peruasif tidak termasuk yang ditetapkan.

Hasil diagnosa dari gangguan autis disediaka bagi individu yang

menunjukkan penurunan interaksi sosial dan komunikasi, seperti halnya,

perulangan, membeo dan diiringi oleh keterlambatan mental/retardasi

mental.

Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Autisma/Autisme

adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan

lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek,

mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi,

hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari

ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat

tinggal, maupun jenis makanan.

5

Page 6: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

B. karakteristik

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang :

1. Komunikasi:

Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi

kemudian sirna,

Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat

dimengerti orang lain

Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

Senang meniru atau membeo (echolalia)

Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut

tanpa mengerti artinya

Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara

(kurang verbal) sampai usia dewasa

Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu

2. Interaksi sosial:

Penyandang autistik lebih suka menyendiri

Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

tidak tertarik untuk bermain bersama teman

Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan sensoris:

sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk

bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda

tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola bermain:

6

Page 7: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,

Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,

tidak kreatif, tidak imajinatif

tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya

di putar-putar

senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda

sepeda,

dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan

dibawa kemana-mana

5. Perilaku:

dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan(hipoaktif)

Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-

goyang,mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar,

mendekatkan mata kepesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan

gerakan yang diulang-ulang

tidak suka pada perubahan

dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

6. Emosi:

sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis

tanpa alasan

temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak

diberikan keinginannya

kadang suka menyerang dan merusak

Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

(sumber : http://puterakembara.org / archives/00000097.shtml )

C. Etilogi

Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak autisme dijumpai suatu

kelainan pada otaknya. Ada tiga lokasi diotak yang ternyata mengalami kalainan

neuro– anatomis. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut memang belum

7

Page 8: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi

dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa

ganguan tersebut terjadi pada fase pembenukan organ – organ (organogenesis)

yaitu pada usia kehamilan antara 0 – 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk

pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan

beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus patietalis, cerebellum

dan sistem limbiknya. 43 % penyandang autisme mempunyai kelainan pada

lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.

Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI

dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir,

belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel

Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan

keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau

kekacauan lalu – lalang impuls di otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas didaerah sistem limbik yang disebut

hippocampus dan amygdale. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol

terahadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya,

seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggung jawab

terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan,

penciuman, perabaan, rasa dan rasa takut. Hippocampus bertanggung jawab

terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan

informasi baru. Perilaku yang diulang – ulang yang aneh dan hiperaktif juga

disebabkan gangguan hippocampus.

Faktor genetika diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,

walaupun bukti – bukti yang konkrit masih sulit ditemukan. Memang ditengarai

adanya kelainan kromosom pada anak autisme, namun kelainan itu tidak berada

pada kromosom yang selalu sama. Penelitian masih terus dilakukan sampai saat

ini. Disamping faktor genetika ini, diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang

berperan dalam timbulnya gejala autisme. Pada kehamilan trimester pertama,

yaitu 0 – 4 bulan, factor pemicu ini bias terdiri dari : infeksi ( toksoplasmosis,

8

Page 9: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

rubella, candida, dsb) logam berat (Pb, Al, Hg dan Cd), zat adiif (MSG, pasawat,

pewarna, dsb), alergi berat, obat – obatan, jamu peluntur, muntah – muntah

hebat (hiperemesis) perdarahan berat, dll. Pada proses kelahiran yang lama

(partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin,

pemakaian forsep, dll dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir

(post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya :

infeksi ringan – berat pada bayi, imunisasi MMR dan hepatitis B (mengenai 2

jenis imunisasi ini masih controversial), logam berat, MSG, zat pewarna, zat

pengawet, protein susu sapi (kasein) dan protein tepung terigu (gluten).

Tumbuhnya jamur yang berlebihan di susu anak sebagai akibat dari pemakaian

antibiotika yang berlebihan, dapat menyebabkan terjadinya ‘kebocoran’ usus

(leaky – get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten.

Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul

dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan

‘efek morfin’ pada otak anak.

Masih ada sesuatu kelainan yang disebut sebagai Sensory Interpretation Errors

yang juga menyebabkan terjadinya gejala autisme. Rangsangan sensoris yang

berasal dari reseptor visual, auditori dan taktil, mengalami proses yang kacau di

otak anak, sebagai timbul persepsi yang semrawut, kacau atau berlebihan, yang

pada akhirnya menyebabkan kebingungan dan ketakutan pada anak. Akibatnya

anak menarik diri dari lingkungan yang “menakutkan” tersebut. (internet :

Purwati,H,Nyimas.(2009)).

Pengelompokan Autisme :

Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Autisme Persepsi

Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal

karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.

2. Autisme Reaksi

Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7

tahun) sebelum anak memasuki memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa

juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif

9

Page 10: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang –

kadang disertai kejang – kejang.

3. Autisme yang Timbul Kemudian

D. Gejala Autisme

Gejala dapat dibagi atas atas gejala gangguan perilaku dan gangguan

intelektual, dan dapat disertai oleh gangguan fisik.

1. Gangguan perilaku

yang mencolok ialah interaksi dan hubungan yang abnormal terhadap

lingkungan atau social.

Anak mungkin telah abnormal sejak lahir ; kurang menunjukan respon,

tidak menikmati sentuhan fisik dan menghindari kontak mata (pandangan).

Pada usia 2 – 3 tahun anak tidak mancari orang tuanya untuk bermanja –

manja, kolokan. Dengan bertambahnya usia, abnormalitas lainnya muncul,

misalnya tidak bermain dengan anak lain. Pada usia remaja individu ini

mempunya hubungan yang kurang pas, kurang sadar pada opini orang

lain atau perasaan orang lain.

Komunikasi verbal (bahasa) non verbal ialah abnormal. Bila kemampuan

bicara berkembang terdapat abnormalisasi, seperti echolalia (mengulangi

kata seperti burung beo) dan neologisme (“kata baru”). Komprehensi dan

ekspresi terlambat dan keterlambatan ini sangan bermakna pada separo

individu yang autistic.Komunikasi non – verbal juga terlibat, misalnya

isyarat melalui gerak – gerik tubuh (gesture) kurang.

Bermain imajinatif (menggandai, misalnya ia sebagai pengemudi mobil

balap) atau pikiran imajinatif berkurang atau sedikit, hal ini mungkin

karena kurang berkembang pikiran simbolik pada individu yang autistic.

Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah anak yang suka berputar –

putar, jalan jinjit, atau berteput tangan.

Anak yang autis sering mempunyai ritual yang stereotip dan bila digangu

menyebabkan distress dan kadang ia menentang. Mereka sering terikat

pada objek – objek yang “sepele” misalnya kaleng. Letupan emosional

sering terjadi, misalnya marah, gelisah atau cemas, dan hal ini dapat

10

Page 11: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

dicetuskan oleh masalah yang kecil. Anak autis dapat pula mempunyai

masalah dengan tidur, buang air besar dan buang air kecil.

2. Gangguan Intelektual :

Kecerdasan sering diukur (eses) melalui perkembangan non – verbal,

karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 pada 70 %

penderita, dan dibawah 50 pada 50 %. Namun sekitar 5 % mempunyai IQ

diatas 100.

Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau

empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di satu

bidang, misalnya matematik atau kemampuan memori. Sekitar seperlima

anak autis berdeteriorasi bidang kognitifnya pada usia remaja.

3. Gangguan Fisik.

Epilepsi didapatkan pada sekitar 15 % pederita remaja, dan biasanya ringan.

Kadang dijumpai gangguan pada fungsi motorik kasar dan halus dan

gangguan ini lebih berat pada mereka dengan IQ yang lebih rendah.

E. Ciri khas pada anak autistik:

1. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain

2. Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang lain atas

perbuatannya.

3. Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar

dipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang

menggunakan kalimat

4. Anak kadang mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian,

kalender, dan lagu-lagu

5. Anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners)

6. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya,seperti sukar

bekerjasama dalam kelompok, bermain peran dsb.

11

Page 12: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

7. Anak sukar mengekspresikan perasaannya, seperti mudah frustasi bila tidak

dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum Kesulitan-kesulitan anak pada

bulan-bulan pertama antara lain:

a. Kesulitan berkonsentrasi

b. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru

c. Perilaku anak masih sulit diatur

d. Anak berbicara/mengoceh atau tertawa sendiri pada saat belajar

e. Timbul tantrum bila tidak mampu mengerjakan tugas

f. Komunikasi belum lancar dan tidak runtut dalam bercerita

g. Pemahaman akan materi sangat kurang

h. Belum mau bermain dan berkerjasama dengan teman-temannya Pada

bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang

terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK).

F. Pola Penanganan Anak Autis

1. IDENTIFIKASI

Diagnosa Autisme Waktu adalah bagian terpenting. Jika anak

memperlihatkan beberapa gejala diatas segera hubungi psikolog klinis,

dokter ahli perkembangan, anak, psikiater anak atau neurologis khusus

autistik dan gangguan perkembangan yang akan membuat suatu

assestment/pengkajian yang diikuti dengan penegakan diagnosa. Jika

terdiagnosa dini, maka anak autistik dapat ditangani segera melalui terapi-

terapi terstruktur dan terpadu. Dengan demikian lebih terbuka peluang

perubahan ke arah perilaku normal. Pelaksanaan Indentifikasi anak Autistik

harus mengacu pada :

1) Rujukan untuk Terapi

Rujukan diperoleh dari:

a) Guru TK/Playgroup/TPA

b) .Orang tua

c) Tenaga Ahli

12

Page 13: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

2) Asesment

Asesment dilakukan oleh satu team yang terdiri dari berbagai disiplin

ilmu seperti :

a) Dokter

b) Psikolog

c) Speech patologis

d) Terapis

e) Guru

f) Orang tua

g) Relawan

Asesment didasari oleh :

− Pedoman Kurikulum TK dan SD tahun 1994

− Pedoman Observasi untuk anak autistik

− Behavioral intervention manual dari Chatherine Maurice

− Observasi klinis

− Masukan dari orang tua

− Rujukan dari guru, orang tua, dan tenaga ahli

Hal-hal yang dikaji :

− Kognitif

− Motorik kasar

− Motorik halus

− Bahasa dan komunikasi

− Interaksi sosial

− Bantu diri (self help)

− Penglihatan

− Pendengaran

− Nutrisi

− Otot-otot mulut

3) IEP/Individual Educational Plan and Program IEP didasari oleh

kebutuhan dan kemampuan anak untuk mengejar ketertinggalannya dan

mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki.

13

Page 14: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

4) Persetujuan Orang Tua Orang tua harus memiliki komitmen terhadap

IEP ikut serta dalam kelompok kerja (Team work) yang terlibat dalam

pendidikan anak

5) Evaluasi

Evaluasi pendidikan untuk anak autistik meliputi :

a. Evaluasi proses : untuk penilaian guru terhadap anak dalam setiap

hari,

b. Evaluasi bulanan : laporan dari orang tua kepada guru, atau

sebaliknya,

c. Evaluasi catur wulan : laporan untuk orang tua berbentuk deskripsi

kemampuan anak dengan penilaian kualitatif.

2. BAGAIMANA PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKANNYA

a. Layanan Pendidikan Awal:

− Program Intervensi Dini:

1) Discrete Trial Training dari Lovaas: Merupakan produk dari Lovaas dkk

pada Young Autistikm Project di UCLA USA, walaupun kontroversial,

namun mempunyai peran dalam pembelajaran dan hasil yang optimal pada

anak-anak penyandang autistik. Program Lovaas (Program DTT) didasari

oleh model perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) yang

merupakan faktor utama dari program intensive DTT. Pengertian dari

Applied Behavioral Analysis (ABA), implementasi dan evaluasi dari

berbagai prinsip dan tehnik yang membentuk teori pembelajaran perilaku

(behavioral learning), adalah suatu hal yang penting dalam memahami teori

perilaku Lovaas ini. Teori pembelajaran perilaku (behavioral learning)

didasari oleh 3 hal:

a) Perilaku secara konseptual meliputi 3 term penting yaitu:

antecedents/perilaku yang lalu, perilaku, dan konsekwensi.

b) Stimulus antecendent dan konsekwensi sebelumnya akan berefek pada

reaksi perilaku yang muncul.

14

Page 15: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

c) Efektifitas pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecendent

dan konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif

sebagai kunci dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik

dapat terus dilakukan, sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui

time out, hukuman, atau dengan kata 'tidak').

Dalam teknisnya, DTT terdiri dari 4 bagian yaitu:

− stimuli dari guru agar anak berespons

− respon anak

− konsekwensi

− berhenti sejenak,dilanjutkan dengan perintah selanjutnya

2) Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for

preschooler and parents) Intervensi LEAP menggabungkan

Developmentally Appropriate Practice (DAP) dan tehnik ABA dalam sebuah

program inklusi dimana beberapa teori pembelajaran yang berbeda

digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun

metoda Ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak

penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi praktis

yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak.

Oleh sebab itu, dalam penerapan ini teori autistik memusatkan diri pada

central social deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoritis yang

diperolehnya, model LEAP menggunakan teknik pengajaran reinforcement

dan kontrol stimulus. Prinsip yang mendasarinya adalah :

a) Semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu

Anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung

konsisten baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Keberhasilan

semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama Anak

penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya mereka

b) Intervensi haruslah terancang, sistematis, individual Anak-anak yang

memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan

dari kegiatan yang mencerminkan DAP.Kerangka konsep DAP

berdasarkan teori perilaku, prinsip DAP dan inklusi.

15

Page 16: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

c) Floor Time: Pendekatan Floor Time berdasarkan pada teori

perkembangan interaktif yang mengatakan bahwa perkembangan

ketrampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun pertama kehidupan didasarkan

pada emosi dan relationship (Greenspan & Wieder 1997a). Jadi

hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam

teori dan praktek model ini. Greenspan dkk mengembangkan suatu

pendekatan perkembangan terintegrasi untuk intervensi anak yang

mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan (relationship)

dan berkomunikasi, dan tehnik intervensi interaktif yang sistematik inilah

yang disebut Floor Time. Kerangka konsep program ini diantaranya:

− pentingnya relationship

− enam acuan (milestone) sosial yang spesifik

− teori hipotetikal tentang autistik

3) TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related

Communication Handicapped Children). Divisi TEACCH merupakan

program nasional di North Carolina USA, yang melayani anak penyandang

autistik, dan diakui secara internasional sebagai sistem pelayanan yang

tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga program yang telah

dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang

berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk

anak penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk

diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat

sekitar, tunjangan hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya

untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam

program TEACCH harus memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang

termasuk, speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini,

pendidikan luar biasa dan psikologi. Konsep pembelajaran dari model

TEACCh berdasarkan tingkah laku, perkembangan dan dari sudut pandang

teori ekologi, yang berhubungan erat dengan teori dasar autisme.

16

Page 17: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

b. Program Terapi Penunjang:

Beberapa jenis terapi bagi anak autistik, antara lain:

1) Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga

membantu anak berbicara lebih baik

2) Terapi Okupasi: untuk melatih motorik halus anak

Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain

3) Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy): dengan pemberian

obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

4) Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah

alergi makanan tertentu

5) Sensory Integration Therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan

pada sensorinya

6) Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna

Biomedical treatment/therapy: penanganan biomedis yang paling mutakhir,

melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang

merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin,

alergen, dsb)

c. Layanan Pendidikan Lanjutan

Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan

keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan "sembuh"

dari gejala autistiknya. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat

mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal,

berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik

yang cukup sesuai anak seusianya.

17

Page 18: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk kedalam

kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam

meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru

tingkah laku anak normal seusianya.

1) Kelas Terpadu sebagai kelas transisi:

Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu

dan terrstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan

pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara

pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru

besar,dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan

konsisten,dsb).

Tujuan kelas terpadu adalah:

Membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler2.

Belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga

dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya Prasyarat:

− Diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan

keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi

dsb)

− Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu

team dari berbagai bidang ilmu ( psikolog, pedagogi, speech patologist,

terapis, guru dan orang tua/relawan) Kelas ini berada dalam satu

lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi

dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada

saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb)

2) Program inklusi (mainstreaming) Program ini dapat berhasil bila ada:

− Keterbukaan dari sekolah umum

− Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal

− Peningkatan SDM/guru terkait Proses shadowing/dapat dilaksanakan

− Guru Pembimbing Khusus (GPK) Idealnya anak berhak memilih

pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan

Individu sesuai dengan kemampuannya)

18

Page 19: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

− Anak dapat "tamat" (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai

melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman

sekelasnya/peers.

− Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi

1:1 di sekolah umum

− Anak autistik mempunyai cara berpikir yang berbeda dan kemampuan

yang tidak merata disemua bidang, misalnya pintar matematika tapi tidak

suka menulis dsb.

Tugas seorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah:

a) Menjembatani instruksi antara guru dan anak

b) Mengendalikan perilaku anak dikelas

c) Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi

d) Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya

e) Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak

f) mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.

Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas

dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga

proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap

mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas

terlaksananya peraturan yang berlaku.

3) Sekolah Khusus:

Pada kenyataannya dari kelas Terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak

autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat

berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak

memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah

raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan dsb. Anak-anak ini

sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat

dikembangkan secara maksimal.

Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan

olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha

kecil, Sekolah komputer, dlsb.

19

Page 20: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

4) Program sekolah dirumah (Homeschooling Program):

Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus

karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah

motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta

dalam Program Sekolah Dirumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan

para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang

disekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan

orangtua ini merupakan cara terbaik untuk men-generalisasi program dan

membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila

memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan

terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat

persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/SLB untuk bidang

yang ia kuasai. Dilain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan

masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang

autistik.

G. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AUTISTIK

1. Pengembangan Kurikulum.

Anak autistik memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses

perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu

dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi dan

dikembangkan oleh guru/ pelatih/ terapis/pembimbing, dengan bertitik tolak pada

kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi. Pemilihan dan

modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan

kemampuan anak, dan ketidakmampuannya, usia anak, serta memperhatikan

sumber daya/lingkungan yang ada. Pelayanan pendidikan bagi anak autistik

akan lebih baik apabila dimulai sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk

mengembangkan kurikulum mengacu pada :

a. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)

b. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5- tahun)

c. Kurikulum Sekolah Dasar

20

Page 21: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

d. Kurikulum SLB Tuna Rungu

e. Kurikulum SLB Tunarungu dan Tunagrahita

Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari kurikulum

tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan

(kebutuhan) anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak autistik dititik

beratkan pada pengembangan kemampuan dasar, yaitu :

a. Kemampuan dasar kognitif

b. Kemampuan dasar bahasa/Komunikasi

c. Kemampuan dasar sensomotorik

d. Kemampuan dasar bina diri, dan

e. Sosialisasi.

Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan mengacu

pada kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/ kalendernya, maka

kurikulum dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan kemampuan

akademik, meliputi kemampuan : membaca, menulis, dan matematika

(berhitung).

2. Ketenagaan

Ketenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan autistik meliputi beberapa

komponen yang sangat terkait satu dengan yang lain. Yang akan kita jelaskan di

bawah ini :

a. Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan yang dimaksud disini, bisa guru atau terapis. Tenaga

kependidikan untuk anak autistik ini idealnya dari disiplin ilmu yang sesuai

seperti PGTK, PGSD dan Sarjana PLB atau Sarjana Psikolog. Bukan berarti

dari disiplin ilmu yang lain tidak mampu dalam menangani anak autistik.

Tetapi harus ada pelatihan dan bimbingan. Karena yang paling diperlukan

dalam diri seorang pendidik terutama dalam penanganan terhadap anak

autistik adalah:

− Mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan

sepenuh hati dan disertai rasa kasih sayang.

21

Page 22: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

− Mau banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan.

Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

terhadap anak diperlukan kreativitas yang tinggi. Karena perlu diketahui

bahwa penanganan anak autistik tidak bisa disamakan antara anak yang

satu dengan anak yang lain.

b. Tenaga Non kependidikan para akademisi/profesional terkait.

Selain tenaga kependidikan dalam penanganan terhadap anak autistik yang

sangat berperan adalah :

1) Tenaga Terapi Perilaku.

Perilaku menjadi dasar bagi terapi selanjutnya

2) Tenaga terapi wicara :

Karena seperti kita ketahui banyak anak autistik yang juga mengalami

gangguan dalam berbahasa atau berkomunikasi.

3) Tenaga Terapi Sensori Motorik Integrasi

4) Tenaga administrasi

Tanaga administrasi juga sangat diperlukan untuk membantu

penyelenggaraan pendidikan anak autistik. Adapun tujuannya untuk

membantu memperlancar tugas-tugas dari penyelenggara pendidikan

anak autistik.

5) Tenaga Penyelenggara (Pengurus Yayasan)

Pengurus yayasan atau tenaga penyelenggara adalah orang yang

mendirikan pendidikan bagi anak autistik. Sekaligus bertugas sebagai

fasilitator bagi setiap keperluan pendidikan yang didirikan dan

bertanggung jawab terhadap perkembangan sekolah maupun tenaga

pengelola yang ada sekolah tersebut.

6) Tenaga Pengelola (Pemimpin Sekolah)

Tenaga pengelola merupakan jembatan antara orang tua, lingkungan dan

pihak penyelenggara serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru

atau terapisnya.

22

Page 23: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

3. Sarana Dan Prasarana

Sarana dan prasarana ini disesuaikan dengan tahapan usia sekolah sebagai

berikut :

a. Usia Pendidikan Prasekolah

− Alat Peraga : pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka, benda-benda

sekitar, buah, binatang, kendaraan.

− Alat bantu komunikasi : berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan

komunikasi dari anak.

− Alat bantu pengembangan motorik halus : cara memegang pensil,

menggunting, mewarna, dan sebagainya

− Alat bantu pengembangan motorik kasar : bola, tali, dlsb.

− Kurikulum Tanan Kanak-kanak

− Terapi wicara (terapi dan alatnya) baik manual atau elektronik

− Terapi sensori motorik integrasi (ayunan, lorong, balok titian dan

sebagainya)

b. Usia Pendidikan Sekolah Dasar

− Segala sarana belajar yang ada pada sekolah dasar pada umumnya

− Alat peraga konkrit sebagai penunjang sarana belajar

− Guru pendamping

− Sarana untuk bersosialisasi

c. Usia Pendidikan Menengah

Pada usia ini jika dimungkinkan anak mengikuti kurikulum sekolah menengah

maka sarana belajar bisa mengikuti sarana yang diperlukan untuk sekolah

menengah akan tetapi jika anak harus berada pada sekolah khusus, maka

sarana yang dibutuhkan harus mengacu pada pengembangan kemampuan

fungsional yang ada pada setiap anak autistik.

23

Page 24: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

4. Pendanaan

Pendidikan bagi anak autistik memang memerlukan biaya yang mahal, karena

pola pengajaran yang individual (satu anak, satu guru). Oleh karena itu

diperlukan peranan masyarakat dan orang tua siswa yang lebih besar.

5. Manajemen

Pelayanan pendidikan bagi anak autistik merupakan suatu kegiatan yang

terpadu dan juga melibatkan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Orang tua, merupakan pemegang peran utama dalam penanganan anak

autistik karena interaksi anak dengan orang tua lebih besar porsinya

dibandingkan dengan di sekolah.

b. Tenaga pendidik, dimana yang berhubungan langsung dengan anak didik

sehingga dalam memberikan evaluasi yang lebih akurat dan mengoptimalkan

pembelajaran.

c. Penyelenggara pendidikan, sebagai penanggung jawab kurikulum dan

penyedia sarana dan prasarana pendidikan bagi anak autistik maka peran

serta mereka mutlak diperlukan guna memberikan tempat pelayanan

pendidikan yang memadai.

d. Tenaga profesional (dokter, terapis, psikolog) yang berfungsi untuk

mendeteksi dan menangani, anak autistik secara berkesinambungan dan

integral.

e. Lembaga pemerintah sebagai fasilitator, dan juga sekaligus mengawasi

program pelayanan pendidikan anak autistik

Dari masing-masing unsur tersebut harus berbentuk suatu jaringan kerja

sehingga dapat mengembangkan program-program yang bersifat inovatif

secara berkelanjutan dan mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi

anak autistik.

24

Page 25: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

6. Lingkungan

Lingkungan bagi anak yang manapun, tidak hanya dilaksanakan didalam

gedung, tetapi juga diluar gedung. Khusus untuk pendidikan di luar gedung,

maka sebaiknya lingkungan difahamkan dulu tentang anak autistik, seperti

lingkungan bisa bersikap yang tepat pada anak autistik. Lingkungan yang

dimaksud adalah :

a. Keluarga tempat dimana anak autistik berada, yaitu Bapak, Ibu, Kakak, Adik,

Kakek, Nenek, Pembantu, dlsb.

b. Masyarakat sekitar tempat pendidikan

c. Masyarakat pemilik sarana integrasi dan sosialisasi bagi anak autistik.

d. Masyarakat secara luas sehingga perlu informasi melalui media cetak,

elektronik, penyuluhan, seminar, dlsb.

7. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik) yang

belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan anak

autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik harus

memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada umumnya

mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru

pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak autistik.

Komponen-komponen yang harus ada dalam kegiatan belajar mengajar adalah :

a. Anak didik

Yakni anak autistik dan anak-anak yang masuk dalam spektrum autistik.

b. Guru pembimbing

Seorang guru pembimbing anak autistik harus memiliki dedikasi, ketelatenan,

keuletan dan kreativitas di dalam membelajarkan anak didiknya. Sehingga

guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan

pengajaran untuk anak autistik.

25

Page 26: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

c. Prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran

Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan

berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Terstruktur

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur,

artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan

ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah

kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat

diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi

sebelumnya.

Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari

instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan

kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah".

Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya

adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan

kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi : Struktur

waktu, Struktur ruang, dan Struktur kegiatan.

2) Terpola

Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan

terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun

tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus

dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur. Namun, bagi anak

dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan

memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya,

supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi

lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima

perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat

berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).

3) Terprogram

Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin

dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat

26

Page 27: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan

harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak,

sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program

yang kedua, demikian pula selanjutnya.

4) Konsisten

Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip

konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi

respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing

harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila

anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam

ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam

arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.

Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup

tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing

berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai

dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak

autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam

mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang

muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten

dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan

perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah

disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari

generalisasi pembelajarandi sekolah dan dirumah.

5) Kontinyu

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda

dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran

yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik.Kontinyu disini

meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan

dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di

sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan

sekitar anak. Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik

27

Page 28: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral

(menyeluruh dan terpadu).

6) Kurikulum

Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya

harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada

kemampuan dan ketidak mampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi

masing-masing individu.

7) Pendekatan dan Metode

Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan

program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan

perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi

dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.

Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan

gambaran kongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan,

informasi dan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.

8) Sarana Belajar Mengajar

Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses

pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit

bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir

kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit.

Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih

dengan sarana belajar yang kongkrit.

9) Evaluasi

Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu

dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi

anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:

a) Evaluasi Proses

Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses

kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku

menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga.

Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau

28

Page 29: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

demonstrasi secara visual dan kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui

sejauh mana progres yang dicapai anak dapat diketahui dengan cara adanya

catatan khusus/buku penghubung.

b) Evaluasi Bulan

Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau

permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.

Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan

perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna

mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara

lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta

pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik

yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua

dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.

c) Evaluasi Catur Wulan

Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai

tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program

pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka

kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan

bertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila

program belum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan

program (remedial) atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak

berhasilan pencapaian program.

10) Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak

Autistik.Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran

anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a) Berat - ringannya kelainan/gejala

b) Usia pada saat diagnosis

c) Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa

d) Tingkat kelebihan (strengths) dan kekurangan (weaknesses) yang dimiliki

anak

e) Kecerdasan/IQ

29

Page 30: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

f) Kesehatan dan kestabilan emosi anak

g) Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana

pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).Hambatan Proses

Belajar Mengajar dan Solusinya.

11) Masalah prilaku

Masalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri dan stereotip. Bila

perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :

a) Memberikan Reinforcement.

− Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri

− Siapkan kegiatan yang menarik dan positif

− Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.

b) Masalah Emosi :

Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya; menangis,

berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,

destruktif, tantrum dlsb.

Cara mengatasinya :

− Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya

− Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang.

− Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.

c) Masalah Perhatian. (Konsentrasi)

Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang

lama dan masih berpindah pada obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi

anak. Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:

− Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.

− Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.

− Istirahat sebentar kemudian kegiatan dilanjutkan kembali, dimaksudkan

untuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal : dengan menyanyi,

bermain, bercanda, dlsb.

d) Masalah Kesehatan.

Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajar mengajar

tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatan belajar tetap

30

Page 31: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

dapat dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannyadisesuaikan dengan

kondisi anak.

e) Orang Tua

Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan

Orang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama

seperti informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin

tatap muka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik

atau anak dengan kebutuhan khusus.

f) Masalah Sarana Belajar

Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk

kepentingan terapi anak-anaknya misalnya :

− Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,

− Buku-buku pelajaran siswa,

− Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,

− Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.

− Source: Dikdasmen Depdiknas

31

Page 32: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Bab III

Tinjauan Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Autis

A. Pengkajian

Pengkajian pada anak dengan masalah tumbuh kembang antara lain :

di temukan adanya ketidak mampuan atau kesulitan untuk melakukan tugas

perkembangan sesuai dengan kelmpok usia dalam tahap pencapaian tumbuh

kembang di atas, adanya perubahan pertumbuhan fisik, seperti berat badan,

tinggi badan tidak sesuai dengan standar pencapaian, perubahan perkembangan

saraf seperti gangguan motrik, bahasa dan adaptasi sosial, perubahan

perkembangan mental seperti adanya retardasi mental, perubahan

perkembangan perilaku seperti hiperaktif, gangguan belajar, dan lain-lain.

Adanya ketidak mauan melakukan perawatan diri atau kontrol diri dalam

beraktivitas sesuai dengan usianya, pada bayi adanya gangguan tidur dan

kurang memeperhatikan.

B. Diagnosa keperawatan

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan :

1. Penurunan kemampuan fisik atau ketergantungan disebabkan adanya

kerusakan pada sistem tubuh/ penyakit tertentu.

2. Perpisahan orang terdekat atau tidak adequatnya stimulasi sensori.

3. Perubahan lingkungan (konflik atau stresor)

4. Keterbatasan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sosialisasi

C. Perencanaan dan intervensi keperawatan

1. Apabila anak dengan masalah khusus seperti:

1) Masalah gagal tumbuh dapat dilakukan adalah dengan cara memberikan

stimulasi lingkungan pada anak, memberikan makanan tambahan untuk

mengurangi defisiensi protein, vitamin dan lain-lain, memberikan psikoterapi

pada keluarga dan memberikan alternatif orang tua asuh.

32

Page 33: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

2) Gangguan makan dapat dilakukan antara lain dengan memberikan terapi

simtomatis apabila terjadi gangguan malnutrisi, melakukan psikoterapi pada

keluarga, dan memberikan terapi kombinasi dalam makanan.

3) Gangguan tidur dapat dilakukan antara lain dengan cara melindungi anak

dari kecelakaan (cedera), memberikan kenyamanan dan bantu anak

sewaktu tidur dan melakukan kalaborasi dengan dokter bila terjadi

gangguan berkepanjangan.

4) Enuresis fungsional dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut

antara lain membatasi pemasukan cairan sebelum tidur, melatih

mengendalikan retensi, latihan menahan kencing, positif reinforcement,

toileting training yang benar dan melakukan kalaborasi dengan dokter

dalam pemberian: obat golongan amfetaminuntuk mengurangi kedalaman

tidur anak, golonganantikolinergikuntuk mengurangi kontraksi otot detrusor

sehingga di harapkan terjadi retensi urine dan lain-lain.

5) Enkopresis fungsional dapat dilakukan adalah berikut melatih anak untuk

toileting dalam buang air besar, memberikan psikoterapi pada keluarga dan

melakukan kolabrasi dengan dokter apabila terjadi lebih lanjut.

6) Gagap dapat dilakukan antara lain dengan cara terapi psikologi membantu

mengatasi masalah anak, psikoterapi pada orang tua dan melakukan

kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi patologis.

7) Mutisme efektif dapat dilakukan dengan cara memberikan terapi

suportifpada anak agar mau berbicara, dapat dilakukan reinforcement yang

positif dan psikoterapi pada keluarga anak.

2. Ajarilah orang tua terhadap tugas perkembangan anak sesuai dengan

kelompok

3. Berikan kesempatan anak untuk melaksanakan tugas perkembangan anak.

4. Lakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kelompok usia tumbuh

kembang seperti di bawah ini :

1) 0-1 tahun

33

Page 34: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

− Berikan stimulasi dengan menggunakan bermacam mainan yang

berwarna di tempat tidur seperti mobil, mainan dengan musik, dan lain-

lain.

− Pangku atau gendong anak saat mau makan dalam lingkungan yang

tenang.

− Berikan waktu istirahat dan lakukan observasi kepada orang tua selama

interaksi dan makan.

− Berikan perawatan secara penuh (pengasuhan)

− Biarkan tangan dan kaki bebas jika memungkinkan.

2) 1-31/2 tahun

− Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti makan sendiri, pakai

baju sendiri, mandi, dan lain-lain.

− Berikan stimulasi atau dorong untuk mengemukakan kata atau bahasa.

− Beri kesempatan bermain dengan kelompok sebayanya seperti teka-teki,

buku dengan gambar-gambar, mobil mobilan, balok mainan dan lain-lain.

− Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan.

3) 31/2-5 tahun

− Anjurkan melakukan perawatan diri sendiri seperti pakai baju sendiri,

mandi, merawat mulut, rambut dan lain-lain

− Berikan kesempatan bermain dengan kelompok seperti model mainan

musik, boneka, buku-buku, kendaraan sepeda roda tiga, dan lain-lain.

− Berikan buku cerita

− Anjurkan orang tua untuk aktif dalam perawatan anak.

4) 5-11 tahun

− Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan

mintakan masukan dari anak.

− Berikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak

lainnya

− Hargai perilaku yang positif

− Berikan buku cerita dan mainan seperti buku teka-teki, video

games,melukis atau lainnya.

34

Page 35: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

− Orientasikan dengan lingkungan sekitar.

5) 11-15 tahun

− Bicarakan dengan anak tentang perawatan yang akan dilakukan dan

mintakan masukan dari anak.

− Berikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan anak-anak

lainnya.

− Libatkan dalam segala tindakan keperawatan

− Anjurkan orang tua, saudaranya untuk berkunjungan atau berinteraksi

dengan anak

− Lakukan identifikasi minat dan hobi anak.

D. Evaluasi keperawatan

Anak menunjukan perubahan dan perkembangan yang lebih baik dan terjadi

pencapaian dalam tugas perkembangan sesuai dengan kelompok usia dan

ukuran fisik sesuai dengan batasan ideal anak.

35

Page 36: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Bab IV

Penutup

A. Kesimpulan

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya

sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka

menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku. Misalnya,

pada usia 2-3 tahun, dimasa anak balita lain mulai belajar bicara, anak autis

tidak menampakan tanda-tanda perkembangan bahasa. Kadang ia

mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sekali-kali ia bisa menirukan

kalimat atau nyanyian yang sering didengar.tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada

maknanya.banyak kalangan yang harus dilibatkan mulai dari orang tua, dokter,

paraprofesional,perawat anakautisdan juga faktr lingkungan. Karena itu,

pemahaman dari berbagai pihak terhadap kondisi sang anak menjadi sangat

penting, juga pengetahuan tentang penyakit itu sendiri.

Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya

tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang

tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai anak autisma mereka

dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak hanya memasrahkan

perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga turut

menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian,

akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan

anak autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan

emosional dan mental si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.

36

Page 37: Askep Keperawatan Anak Dengan Autisme

Daftar Pustaka

Maulana, mirza.(2008). Anak Autis / Mendidik Anak Autis Dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Sehat. Jogjakarta. Penerbit : Kata Hati.

Purwati, H, Nyimas.(2009). Tehnik Bermain Kreatif Verbal & Non Verbal Pada Anak Autisme (internet), staf pengajar dari PSIK FKK UMY. Available from : http://www.innappni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=129 [accessed 19 oktober 2009]

Definisi autisme. http://indonetasia.com/definisionline/?p=111 . [accessed 19 oktober 2009]

http://www.indonesiaindonesia.com/f/52817-pengertian-autisma-autisme. [accessed 19 oktober 2009]

http://www.duniapsikologi.dagdigdug.com [accessed 19 oktober 2009]

http://www.lekompress.web.id/2009/04/definisi-autisme.html [accessed 19 oktober 2009] http://puterakembara.org/archives/00000097.shtml [accessed 19 oktober 2009]

KEBIJAKAN PELAYANAN Pendidikan Bagi Anak Autis. http://www.unj.ac.id/fip/plb.html. [accessed 19 oktober 2009]

Hidayat,A,A,(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta. Penerbit : Salemba Medika.

.

37