ASKEP HIPERTENSI
-
Upload
vera-destarina -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
Transcript of ASKEP HIPERTENSI
MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI
(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPERTENSI
Disusun Oleh Kelompok I (Program A 2010)
FANNY SATRIANOVIE MERIDA
SITI RAHMAYANISITI ZURAIDA
Dosen pembimbing : Yesi Hasneli N, SKp, MNS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Yesi Hasneli N, SKp,MNS selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Serta kepada pihak
– pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi penugasan Mata Kuliah Keperawatan Klinik VI
(Keperawatan Medikal Bedah) dengan judul Asuhan Keperawatan Pasien Dengan
Hipertensi. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada klien
dengan hipertensi dengan benar dan tepat.
Penulis menyadari masih ada kekurangan baik dari isi materi maupun penyusunan
kalimat dalam makalah ini. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut
sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada pembaca dan teman-teman
sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.
Pekanbaru, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Hipertensi .................................................................................................... 3
B. Etiologi Hipertensi .................................................................................................... 4
C. Manifestasi Klinis Hipertensi .................................................................................... 5
D. Evaluasi Diagnostik Hipertensi.................................................................................. 6
E. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan....................................................................... 6
F. Klasifikasi Hipertensi................................................................................................. 7
G. Fisiologi..................................................................................................................... 11
H. Patofisiologi............................................................................................................... 14
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Uraian Kasus ............................................................................................................. 16
B. Pengkajian ................................................................................................................. 16
C. Analisa Data .............................................................................................................. 18
D. WOC Sesuai Kasus ................................................................................................... 21
E. Asuhan Keperawatan ................................................................................................. 22
F. Penatalakasanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .............................................. 25
G. Health Education (HE), leaflet .................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang terus-
menerus (Valentina, 2008). Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, diperkirakan
sekitar 20% atau satu dari lima orang penduduk mengalami hipertensi.Di Indonesia belum
ada data yang akurat mengenai angka kematian akibat hipertensi, tetapi telah dilakukan
penelitian metodologis oleh para ahli. Dari hasil penelitian diperkirakan bahwa persentasi
penduduk usia 20 tahun yang menderita hipertensi adalah 1,8-2,86 %. Namun sebagian besar
penelitian menyatakan 8,6-10%. Persentase penderita hipertensi di perkotaan lebih besar dari
pedesaan.Penelitian lain menunjukkan angka prevalensi antara pria dan wanita adalah 6,0%
dan 11,6% (Dalimartha, 2008).
Prevalensi penderita hipertensi primer di Riau adalah 8,4% berdasarkan hasil diagnosis
tenaga kesehatan, 8,8% gabungan diagnosis dan minum obat, dan 33,9% berdasarkan hasil
pemeriksaan.Berdasarkan data dari Dinas Kota Pekanbaru (2009), hipertensi primer masuk
ke dalam 10 besar kasus penyakit terbanyak di Pekanbaru dengan angka kejadian lebih
tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki. Kasus terbanyak terjadi di Puskesmas Sidomulyo
dengan jumlah penderita 29,19%, Puskesmas Limapuluh jumlah penderita 21,33%,
Puskesmas Harapan Raya dengan jumlah penderita 17,70%, Puskesmas Sail dengan jumlah
penderita 16,49%, serta Puskesmas Pekanbaru Kota dengan jumlah penderita 15,29%
(Antoni, 2011)
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi primer. Konsumsi garam
yang tinggi, kegemukan, kurangnya olahraga yang rutin, berlebihan asupan kopi atau alcohol,
dan merokok (Antoni, 2011). Munculnya gejala dan ancaman berbagai penyakit seperti
hipertensi, penyumbatan pembuluh darah, dan jantung koroner di era modern ini antara lain
didukung oleh adanya pola dan gaya hidup modernis yang tidak sehat (Dalimartha dkk,
2008). Pengobatan non farmakologis merupakan pengobatan tanpa obat-obatan untuk
mengendalikan tekanan darah yang biasanya dilakukan melalui modifikasi gaya hidup dan
terapi diet. Selain itu, pengobatan non farmakologi dapat dilakukan dengan mengurangi
asupan garam ke dalam tubuh, berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol,
menciptakan keadaan rileks seperti meditasi, yoga, atau hipnotis juga dapat mengontrol
system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Pengontrolan hipertensi
lainnya dapat dilakukan dengan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4x seminggu. Pengobatan hipertensi dengan tanaman herbal sudah terbukti
secara ilmiah untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dapat dilakukan
melalui efek diuretic, anti-adrenergik (menurunkan produksi, sekresi, dan efektifitas hormon
adrenalin), dan vasodilator (zat-zat yang berkhasiat melancarkan peredaran darah dengan cara
meningkatkan volum pembuluh darah dan organ-organ yang diisi darah), serta dapat
menghilangkan sumbatan-sumbatan pada pembuluh darah (Antoni, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita hipertensi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui informasi mengenai penyakit hipertensi mulai dari penyebab hingga
penatalaksanaannya sehingga mampu menjelaskan dan mengaplikasikan saat di lapangan.
BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Atau hipertensi lebih dikenal dengan tekanan darah
tinggi dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas tekanan normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas)
(Setiawan, 2008).
Hipertensi dengan peningkatan systole tanpa disertai peningkatan diastole lebih sering
pada lansia, sedangkan hipertensi dengan peningkatan diastole tanpa disertai peningkatan
systole lebih sering terjadi pada dewasa muda. Hipertensi dapat pula digolongkan sebagai
esensial dan sekunder. Disebut hipertensi esensial bila tanpa memiliki etiologi spesifik,
sedangkan disebut hipertensi sekunder bila memiliki penyebab. Ada lagi hipertensi benigna
dan maligna. Bila timbulnya beransur disebut benigna dan bila tekanannya naik secara
progresif dan cepat disebut maligna (Tambayong, 2002).
2.2 Etiologi
Sekitar 90% kasus hipertensi adalah hipertensi primer atau esensial sedangkan 7%
disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan
hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lainnya. Faktor tertentu yang mungkin
menjadi faktor penyebab lainnya adalah (Muttaqin, 2009):
1. Usia lanjut
Kemungkinan pertambahan usia juga berpengaruh pada penderita hipertensi. Karena
adanya perubahan struktural dan fungsional sistem vaskular perifer. Perubahan ini
meliputi asteroklerosis, dan hilangnya elastisitas jaringan ikat. Dengan pertambahan
usia, jantung penderita menjadi kaku dan kurang berfungsi.
2. Jenis kelamin
Umumnya hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki pada usia pertengahan umur,
sedangkan pada perempuan terjadi setelah usia pertengahan umur. Penyakit ini
banyak menyebabkan komplikasi dan kematian pada pria.
3. Keturunan
Faktor keturunan sangat berpengaruh pada penderita hipertensi. Keluarga tertentu
memiliki kadar natrium intraseluler dan menurunkan rasio potassium natrium. Studi
menunjukkan hubungan antara tekanan darah dan lingkungan untuk anggota keluarga
genetiknya mirip. Dari studi tersebut, peneliti memperkirakan hampir 25-60% kasus
hipertensi disebabkan oleh faktor genetik.
4. Obesitas
Umumnya, lebih besar berat badan orang, semakin tinggi tekanan darahnya. Oleh
karena itu, orang dengan berat badan obesitas disarankan untuk menurunkan berat
badannya secara signifikan agar tekanan darah juga turun sehingga dapat mengurangi
dosis obat antihipertensi. Penumpukan lemak pada tubuh bagian atas khususnya perut
lebih berpotensi menderita hipertensi daripada lemak dibagian pinggul dan paha.
5. Konsumsi tembakau
Meskipun merokok belum tentu menjadi penyebab, namun orang yang berhenti
merokok dapat mengurangi resiko terserang penyakit jantung. Berdasarkan hasil
penelitian, penderita hipertensi yang tidak merokok, tiga sampai lima kali lebih kecil
kemungkinannya untuk menderita infark miokard dibandingkan pasien hipertensi
yang merokok.
6. Diet lemak tinggi
Makanan dengan kandungan lemak tinggi memiliki efek langsung pada tekanan
darah. Diet lemak tinggi memberikan kontribusi untuk obesitas dan hiperlipidemia
yang meningkatkan risiko penderita komplikasi kardiovaskular. Hiperlipidemia
merupakan kelebihan lemak dalam plasma yang dapat meningkatkan risiko
aterosklerosis. Dengan demikian, pasien hipertensi harus dimotivasi untuk makan diet
rendah lemak untuk mengurangi risiko komplikasi cardiovascular.
7. Stress
Tekanan darah pada penderita hipertensi dapat meningkat sebagai respon normal
akibat stresor fisiologis seperti marah, takut, dan rasa sakit fisik. Namun, jika stressor
tersebut tetap berlangsung, vasokonstriksi meningkat, detak jantung meningkat, dan
stimulasi pelepasan renin dapat menyebabkan tekanan darah terus tinggi. Dengan
demikian, pasien yang terkena stres berulang memiliki peningkatan risiko hipertensi.
8. Gaya hidup yang menetap
Risiko hipertensi meningkat sebanyak 25% akibat gaya hidup yang menetap.
Penderita hipertensi harus didorong untuk latihan pola hidup sehat sebagai cara
memperbaiki kesehatan kardiovaskularnya. Latihan yang dilakukan tidak perlu berat,
misalnya aktivitas ringan seperti berjalan cepat 30-45 menit selama tiga sampai lima
kali seminggu. Dengan mempertahankan aktivitas aerobik secara teratur, pasien
hipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistoliknya sekitar 10mmHg.
2.3 Manifestasi Klinik
Hipertensi tidak memberikan tanda-tanda (simptom) pada tingkat awal. Kebanyakan
orang mengira bahwa sakit kepala terutama pada pagi hari, pusing, berdebar-debar, dan
berdengung di telinga merupakan tanda-tanda hipertensi. Tanda-tanda tersebut sesungguhnya
dapat terjadi pada tekanan darah normal bahkan seringkali tekanan darah yang relatif tinggi
tidak memiliki tanda-tanda tersebut. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki
tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanannya. Bila hipertensi sudah mencapai
taraf lanjut yang berarti telah berlangsung beberapa tahun akan menyebabkan sakit kepala,
nafas pendek, pandangan mata kabur, dan mengganggu tidurnya (Soeharto, 2001).
Gejala-gejala hipertensi yang umum di jumpai (Setiawan, 2008):
1. Pusing
2. Mudah marah
3. Telinga berdenging
4. Mimisan (jarang)
5. Sukar tidur
6. Sesak nafas
7. Rasa berat ditekuk
8. Mudah lelah
9. Mata berkunang-kunang
Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan untuk:
1. Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder,
2. Menetapkan keadaan pra pengobatan,
3. Menetapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan atau faktor yang akan
berubah karena pengobatan,
4. Menetapkan kerusakan organ target,
5. Menetapkan faktor resiko penderita jantung koroner lainnya.
2.4 Evaluasi diagnostik
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting.Retina harus diperiksa,
dan juga harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji kemungkinan adanya
kerusakan organ, seperti ginjal atau jantung, yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan
darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi, protein dalam urin
dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan
urin dan peningkatan nitrogen urea darah. Adanya faktor resiko lainnya juga harus dikaji dan
di evaluasi.
Evaluasi diagnostic menurut Baughman, 2002:
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan retina, pemeriksaan
laboratorium untuk organ yang mengalami kerusakan, EKG untuk hipertrofi ventrikel
kiri.
2. Pemeriksaan khusus : renogram, pielogram intravena, arteriogram ginjal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah, dan kadar renin.
3. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal:
- Urinalisis
- Biakan urin
- Kimia Darah (kolesterol, albumin, globulin, asam urat, ureum, kreatinin)
- Klirens kreatinin dan ureum
- Darah lengkap
- Pielografi intravena (bila skanning ginjal dan USG tak tersedia)
Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit endokrin:
- Elektrolit serum
- Aktivitas renin plasma dan aldosteron
- Katekolamin plasma
- Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin
- Aldosteron dan metabolit steroid dalam urin
- (17 ketosteroid dan 17 hidrokortikosteroid)
4. Evaluasi akibat hipertensi terhadap organ target:
EKG, foto thorax dan ekokardiografi
2.5 Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan yang mungkin muncul secara teoritis
(Muttaqin, 2009):
N
o
Diagnosa
keperawatanIntervensi Rasional
1
.
Intoleran Aktivitas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Kaji respon pasien terhadap
aktivitas, perhatikan frekuensi
nadi lebih dari 20 kali per
menit di atas frekuensi
istirahat, peningkatan TD
yang nyata selama/ sesudah
aktivitas, dan nyeri dada
Menyebutkan parameter
membantu dalam
mengkaji respons fisiologi
terhadap stress aktifitas
Instruksikan pasien tentang
teknik penghematan energi
Teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan
energy ,juga membantu
keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen
Berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/
Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah
perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi
peningkatan kerja jantung
tiba-tiba
2
.
Sakit kepala
berhubungan dengan
peningkatan tekanan
vascular serebral
Mempertahankan tirah baring
selama fase akut
Meminimalkan stimulasi/
meningkatkan relaksasi
Berikan tindakan
nonfarmakologi untuk
menghilangkan sakit kepala.
Misalnya teknik relaksasi,
yaitu melakukan tarik napas
dalam saat terasa nyeri.
Tindakan yang
menurunkan tekanan
vascular serebral dan
yang
memperlambat/memblok
respons simpatis efektif
dalam menghilangkan
sakit kepala dan
komplikasinya
Menghilangkan/
meminimalkan aktifitas
vasokontriksi yang dapat
menyebabkan sakit kepala.
Misalnya berfikir terlalu keras
saat ada masalah atau
mengerjakan tugas yang
menguras energi dan pikiran.
Aktivitas yang
meningkatkan
vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala
akibat peningkatan
tekanan vascular serebral
Bantu pasien dalam ambulasi
sesuai kebutuhan
Pusing dan penglihatan
kabur sering berhubungan
dengan sakit
kepala.Pasien juga dapat
mengalami episode
hipotensi postural
Berikan cairan, makanan
lunak, perawatan mulut yang
teratur, bila terjadi perdarahan
Meningkatkan
kenyamanan umum
hidung lakukan kompres
hidung untuk menghentikan
perdarahan
3
.
Nutrisi, perubahan,
lebih dari kebutuhan
hidup berhubungan
dengan masukan
berlebihan
sehubungan dengan
kebutuhan metabolic
Kaji pemahaman pasien
tentang hubungan langsung
antara hipertensi dan
kegemukan
Kegemukan adalah resiko
tambahan pada tekanan
darah tinggi karena
disporsisi antara kapasitas
aorta dan peningkatan
curah jantung
Bicarakan pentingnya
menurunkan masukan kalori
dan batasi masukan lemak,
garam, dan gula sesuai indikasi
Kesalahan kebiasaan
makan menunjang
terjadinya aterosklerosis
dan kegemukan
Tetapkan keinginan pasien
menurunkan berat badan
Motivasi untuk
menurunkan berat badan
adalah internal. Individu
harus berkeinginan
menurunkan berat badan,
bila tidak maka
programnya tidak berhasil
Kaji ulang masukan kalori
harian dan pilihan diet
Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan
dalam program diet
terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan
individu untuk
penyesuaian/penyuluhan
Tetapkan rencana penurunan
berat badan yang realistic
dengan pasien.
Misalnya mengurangi makan
makanan yang mengandung
lemak tinggi seperti daging
Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500
kalori per hari secara teori
dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg/minggu
dan gulai.
Dorong pasien untuk
mempertahankan masukan
makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan
dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan
dimakan.
Memberikan data dasar
tentang keadekuatan
nutrisi yang dimakan, dan
kondisi emosi saat makan.
Instruksikan dan bantu
memilih makanan yang tepat,
seperti sayur, ikan, dan buah
yang berserat tinggi.
Menghindari makanan
tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan
4
.
Koping individual
inefektif
berhubungan dengan
perubahan hidup
beragam
Kaji keefektifan strategi
koping dengan mengobservasi
perilaku
Mekanisme adaptif perlu
untuk mengubah pola
hidup
seseorang,mengatasi
hipertensi kronik
Catat laporan gangguan tidur,
kelelahan, kerusakan
konsentrasi.
Manifestasi mekanisme
koping maladaptif
mungkin merupakan
indicator marah yang
ditekan dan diketahui
telah menjadi penentu
utama TD diastolic
Bantu pasien mengidentifikasi
stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk
mengatasinya
Pengenalan terhadap
stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah
respons seseorang
terhadap stressor
Libatkan pasien dalam
perencanaan perawatan dan
beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana
Keterlibatan memberikan
pasien perasaan kontrol
diri yang berkelanjutan
pengobatan
Dorong pasien untuk
mengevaluasi prioritas/tujuan
hidup
Fokus perhatian pasien
pada realitas situasi yang
ada relatif terhadap
pandangan pasien tentang
apa yang diinginkan
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan mulai
merencanakan perubahan
hidup yang perlu.
Misalnya berfikir positif pada
setiap hal sehingga
mengurangi masalah penyebab
stres.
Perubahan yang perlu
harus diprioritaskan secara
realistik untuk
menghindari rasa tidak
menentu dan tidak
berdaya
5
.
Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar),
mengenai kondisi,
rencana pengobatan
berhubungan dengan
kurang
pengetahuan/daya
ingat
Kaji kesiapan dan hambatan
dalam belajar
Kesalahan konseps dan
menyangkal diagnose
karena perasaan sejahtera
yang sudah lama
dinikmati mempengaruhi
minat pasien
Tetapkan dan nyatakan batas
TD normal
Memberikan dasar untuk
pemahaman tentang
peningkatan TD dam
mengklarifikasi istilah
medis yang sering
digunakan
Hindari mengatakan TD
normal dan gunakan istilah
terkontrrol dengan baik saat
menggambarkan TD pasien
dalam batas yang diinginkan
Karena pengobatan untuk
hipertensi adalah
sepanjang kehidupan
Bantu pasien dalam
mengidentifikasi faktor-faktor
risiko kardiovaskular yang
dapat diubah.
Mengurangi risiko dengan
cara:
- Mengurangi berat badan- Tidak merokok- Stres- Gaya hidup yang menetap
Faktor-faktor risiko ini
telah menunjukkan
hubungan dalam
menunjang hipertensi dan
penyakit kardiovaskular
serta ginjal
Atasi masalah dengan pasien
untuk mengidentifikasi cara
dimana perubahan gaya hidup
yang tepat dapat dibuat untuk
mengurangi factor-faktor di
atas.
Contohnya mengubah gaya
hidup dengan lebih banyak
mengonsumsi makanan
berserat tinggi seperti sayur,
ikan, dan buah untuk
menurunkan berat badan.
Diimbangi juga dengan rajin
olahraga.
Faktor-faktor risiko dapat
meningkatkan proses
penyakit atau
memperburuk gejala
Bahas pentingnya
menghentikan merokok dan
bantu pasien dalam membuat
rencana untuk berhenti
merokok
Nikotin meningkatkan
pelepasan katelokamin,
mengakibatkan
peningkatan frekuensi
jantung, TD, vasokontriksi
Sarankan untuk sering
mengubah posisi, olahraga
kaki saat baring
Menurunkan bendungan
vena perifer yang dapat
ditimbulkan oleh
vasodilator dan
duduk/berdiri terlalu lama
2.6 Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Aru, 2009):
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
Normal < 120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
derajat I
140-159 90-99
Hipertensi
derajat II
≥ 160 ≥ 100
Hipertensi menurut kelompok umur berbeda (Tambayong, 2002):
Kelompok Usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)
Bayi 80/40 90/60
Anak 7-11 tahun 100/60 120/80
Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80
Dewasa 20-45 tahun 120-125/75-80 135/90
45-65 Ahun 135-140/85 140/90-160/95
> 65 tahun 150/85 160/95
2.7 Fisiologi
a. Jantung
Jantung adalah organ berongga yang memiliki empat ruang. Adapun empat ruang
tersebut terdiri dari bilik kanan, bilik kiri,serambi kanan, serambi kiri (Syaifuddin,
2009).
b. Fisiologi Pembuluh Darah
Pembuluh darah memiliki peranan penting pada fisiologi kardiovaskuler karena
berhubungan dengan mekanisme pemeliharaan lingkungan internal dengan sirkulasi
dan sebagai transpor oksigen, karbondioksida, makanan, dan hormon serta obat-obatan
ke seluruh jaringan sesuai dengan metabolisme setiap sel dalam organ tubuh.
Fungsional dari sirkulasi menurut Syaifuddin, 2009:
1. Fungsi arteri adalah untuk mentranspor darah dibawah tekanan tinggi kejaringan.
Karena alasan ini, arteri mempunyai dinding vaskuler yang kuat, dan darah
mengalir dengan cepat di arteri.
2. Arteriol merupakan cabang-cabang kecil terakhir dari sistem arteri, dan berfungsi
sebagai katup kendali di mana darah dikeluarkan kedalam kapiler. Arteriol
memiliki dinding otot yang kuat yang mampu menutup arteriol sama sekali atau
memungkinkannya untuk melakukan dilatasi beberapa kali lipat. Arteriol
mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah ke kapiler sebagai
responnya terhadap kebutuhan jaringan.
3. Fungsi kapiler adalah untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon,
dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstatiel. Untuk peran ini, dinding
kapiler bersifat sangat tipis dan permieabel untuk zat bermolekul kecil.
4. Venula mengumpuli darah dari kapiler, secara bertahap bergabung menjadi vena
yang makin besar.
5. Vena berfungsi sebagai saluran penampung guna pengangkutan darah dari jaringan
kembali kejantung, tetapi sama pentingnya, vena bertindak sebagai penampung
utama darah. Karna tekanan di sistem vena sangat rendah, dinding vena sangat
tipis. Meskipun demikian, dindingnya mempunyai otot dan ini menyebabkan vena
dapat berkontraksi atau meluas dan dengan demikian bertindak sebagai penampung
darah yang dapat dikendalikan, bergantung pada kebutuhan tubuh.
c. Sistem Vaskuler
Sistem pembuluh darah sebagai tempat mengalirnya darah dari jantung, menyebar
ke seluruh jaringan, dan kembali ke jantung.Fungsi utama pembuluh darah arteri untuk
mendistribusikan darah yang kaya oksigen jantung ke seluruh jaringan. Fungsi vena
adalah mengalirkan darah yang membawa sisaa metabolisme dan CO2 dari jaringan
kembali ke jantung. Pada peredaran darah di paru-paru, pembuluh darah arteri yang
masuk paru-paru miskin O2 dan banyak CO2, sedangkan pembuluh darah vena yang
keluar paru-paru banyak mengandung O2.
Secara anatomis sistem vaskular terdiri atas sistem-sistem berikut ini:
1. Sistem distribusi: arteri dan arteriola berfungsi sebagai pentranspor dan penyalur
darah ke semua organ, jaringan, dan sel tubuh, serta mengatur alirannya ke bagian
tubuh yang membutuhkan.
2. Sistem difusi: pembuluh darah kapiler yang ditandai dengan dinding yang tersusun
sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya proses difusi bahan di
dalamnya seperti Karbondioksida, Oksigen, zat gizi, dan sisa metabolisme
sehingga sel darah dapat melaluinya.
3. Sistem pengumpul: berfungsi mengumpulkan darah dari kapiler dan pembuluh
limfe langsung dari sistem vena yang berfungsi mengalirkan darah ke jantung.
Sistem saluran vaskuler merupakan sistem tertutup. Kontraksi dan relaksasi
jantung menimbulkan perubahan tekanan yang mampu memompakan darah dari
janttunng kembali ke jantung. Sistem sirkulasi terdiri dari dua yaitu:
1. Sirkulasi peredaran darah kecil (sirkulasi pulmonar)
Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari jantung ke paru-paru
kembali lagi ke jantung.Pada peristiwa ini terjadi difusi gas di paru-paru, yang
mengubah darah yang banyak mengandung CO2 dari jantung menjadi O2 setelah
keluar dari paru-paru. Mekanisme aliran darah sebagai berikut:
Ventrikel kanan jantung arteri pulmonalis paru-paru
vena pulmonalis atrium kiri jantung
2. Sirkulasi sistemik
Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah bersih (darah yang kaya akan
oksigen yang berasal dari paru), darah di atrium kiri akan dialirkan ke ventrikel
kiri. Sirkulasi sistemik pun dimulai saat darah yang kaya akan oksigen itu dialirkan
ke luar dari ventrikel kiri melalui aorta ke seluruh tubuh, kecuali paru-paru. Darah
kemudian kembali ke jantung melalui serambi kanan.
Homeostatis Tekanan Darah
Pengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sistem syaraf pusat yang kompleks
dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah jantung dan
tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks
beroreseptor dengan mekanisme di bawah ini. Curah jantung ditentukan oleh volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila
diametermya menurun (vasokontriksi), tahanan perifer meningkat. Bila diameternya
meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun.
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada sinus karotikus dan
arkus orta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf simpatis di medula oblongata.
Impuls tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Bila tekanan arteri
meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan teregang dan memberikan respon terhadap
penghambat pusat simpatis, dengan respon terjadinya pusat akselerasi gerak jantung
dihambat. Sebaliknya, hal ini akan menstimulasi pusat penghambat penggerak jantung yang
bermanifestasi pada penurunan curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor
adalah dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan vasodilatasi
dan penurunan curah jantung akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
Sebaliknya, pada saat tekanan darah turun, maka respon teaksi cepat untuk melakukan proses
homeostasis tekanan darah supaya berada dalam kisaran normal.
Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya peningkatan tekanan
darah oleh faktor ginjal. Renin yang dilepaskan oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal
menurun akan mengakibatkan terbentuknya angiotensin I, yang akan berubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi
langsung arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidak
langsung juga merangsang pelepasan aldosteron, sehingga tejadi retensi natrium dan air
dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah pelepasan
eritropoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Manifestasi dari
ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan peningkatan volume darah dan peningkatan
tekanan darah secara simultan (Muttaqin, 2009).
2.8 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2009).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Uraian Kasus
Kasus:
Seorang laki-laki berusia 59 tahun dirawat di ruang Murai 1 RSUD Arifin Achmad
sejak 3 hari yang lalu. Berdasarkan anamnesa didapatkan data : kepala sakit, badan lemah,
sulit tidur, konjunctiva anemis, anoreksia, makan 4-5 sendok. Skala nyeri 6. Tanda-tanda
vital:
BP : 190/120 mmHg
P : 120x/i
RR : 30x/i
T : 38,5o C
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering mengeluh sakit kepala dan
sejak 1 bulan yang lalu hanya mengonsumsi obat warung untuk mengatasi sakitnya.
3.2 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Mr. X
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
Pasien mengatakan kepala sakit dan keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien
sering mengeluh sakit kepala.
b. Keluhan tambahan
Pasien mengatakan badan lemah, sulit tidur, anoreksia, makan 4-5 sendok.
c.Riwayat peyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan kepalanya sakit, badan lemah, sulit tidur, anoreksia,
makan 4-5 sendok, keluarga mengatakan bahwa pasien sering mengeluh sakit
kepala.
3. Pola nutrisi
Selama sakit
Makan: 4-5 sendok
4. Pola perseptual
Penglihatan: konjungtiva anemis
5. Pola persepsi diri
Klien terlihat lemah.
6. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Pernafasan : 30x/i
Nadi : 120x/i
Suhu : 38.5oC
Skala nyeri : 6 (sedang)
3.3 Analisa Data
Data Subjektif:
1. Pasien mengatakan merasakan sakit kepala
2. Pasien mengatakan badannya lemah
3. Pasien mengatakan sulit tidur
4. Pasien mengatakan tidak nafsu makan
5. Pasien mengatakan hanya makan 4-5 sendok
6. Keluarga pasien mengatakan pasien sering mengeluh sakit kepala sejak 1 bulan yang
lalu dan hanya mengkonsumsi obat warung untuk mengatasi sakitnya
Data Objektif:
1. Pasien berusia 59 tahun
2. Konjuctiva terlihat anemis
3. Tekan darah : 190/120 mmHg
4. Nadi : 120 x/i
5. Pernapasan 30x/i
6. Suhu : 38,5 C
7. Skala nyeri sedang
Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah
keperawatan
1 DS:
Pasien mengatakan merasakan
sakit kepala
DO:
Pasien berusia 59 tahun
TD: 190/120 mmHg
Nadi : 120 x/i
Skala nyeri 6
Usia bertambah
Elastisitas sel dan
jaringan ↓
Pompa jantung ↑
Tekanan darah ↑
Sel-sel otak bekerja
lebih keras
Sakit kepala
Nyeri
Nyeri
2 DS:
- Pasien mengatakan badannya
Tekanan darah ↑ Gangguan
Pemenuhan Nutrisi
lemah- Pasien mengatakan tidak nafsu
makanDO:
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Pasien makan 4-5 sendok
Tubuh mengeluarkan
hormon-hormon
↑HCl
Reaksi mual
Tidak nafsu makan
Pemenuhan nutrisi↓
3. DS:
Pasien mengatakan sulit tidur
DO:
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Pernapasan 30x/i
aliran darah arteri
pulmonal ↑
Pembuluh darah paru
tersumbat
Pola napas tidak
efektif
Sesak nafas
Pola napas tidak
efektif
4. DS:
Pasien mengatakan badannya lemah
DO:
TD: 190/120
Gangguan konstriksi
arteriol
Pasokan darah ke
seluruh tubuh
berkurang
Nutrisi+O2 berkurang
Badan lemah
Intoleransi
aktivitas
5 DS :
Pasien mengatakan sulit tidur
DO :
Konjunctiva anemis
TD:190/120
Vasokontriksi organ
perifer
Otak
Resistensi Pembuluh
darah Otak
Gangguan kebutuhan
isirahat tidur
Gangguan
kebutuhan
istirahat tidur
6 DS : -
DO :
Suhu = 38.50 C
TD:190/120
Vasokontriksi
pembuluh darah
Curah jantung
meningkat
Volume aliran darah
hangat meningkat
Peningkatan suhu
tubuh
WOC KASUS
Gangguan konstriksi arteriol
Tekanan darah tinggi terus-menerus
s
Aliran darah ke seluruh tubuh berkurang
Nutrisi+O2 berkurang otot ventrikel kiri hipertrofi
Badan Lemah Dilatasi dan pembesaran jantung
Jantung berdenyut lebih cepatIntoleransi
aktivitas
Otak Vasokontriksi selektif pada organ perifer pemb.darah paru
tersumbat
Resistensi pembuluh Volume sekuncup
darah otak sesak napas
Darah ke jantung
Curah jantung
hipertensi pengeluaran cairan
lambung berlebihan
mual+muntahanoreksia
Nyeri
kepala
Gangguan
kebutuhan
istirahat
Pola napas
tidak
efektif
Peningkatan suhu tubuh
3.5 Asuhan Keperawatan
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan/Kriteria
HasilIntervensi Rasional
1. Gangguan rasa
nyaman nyeri
(sakit kepala)
beruhubungan
dengan
peningkatan
tekanan
pembuluh darah
di otak.
Tj: Tekanan
pembuluh
darah di otak
menurun
KH :Pasien
tidak
merasakan
sakit kepala
1. Berikan posisi tidur yang nyaman
2. Berikan obat analgesik
3. Batasi aktivitas
4. Bantu pasien saat ambulasi
1. Pembuluh darah di otak mengurangi kerjanya sehingga diharapkan tekanan akan berkurang
2. Obat analgesik mengurangi nyeri dan mengurangi rangsangan saraf simpatis
3. Aktivitas yang sedikit mengurangi pengeluaran tenaga yang berlebihan sehingga kerja otak berkurang
4. Sakit kepala disertai dengan penglihatan kabur.
5. Stres dapat meningkatkan adrenalin dan akan menambah kerja pompa jantung
5. Mengurangi pembicaraan yang membuat pasien stress
2. Gangguan
pemenuhan
nutrisi
berhubungan
dengan tidak
nafsu makan
Tj : Nutrisi
pasien
terpenuhi
KH : Pasien
bisa nafsu
makan kembali
1. Kaji penyebab tidak nafsu makan
2. Beri makanan kesukaan pasien
3. Berikan porsi makan sedikit tapi sering
4. Kurangi makanan yang mengandung gas
5. Berikan makanan yang aromanya tidak tajam / menyengat
6. Kurangi makanan yang mengandung garam
1. Memberi solusi sehingga nutrisi terpenuhi
2. Mengembalikan selera makan pasien
3. Asupan nutrisi tetap terpenuhi walau sedikit
4. Makanan yang mengandung gas akan meningkatkan produksi HCl
5. Aroma yang tajam / menyengat menimbulkan mual
6. Konsentrasi garam yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat
3. Pola napas tidak
efektif
berhubungan
dengan sesak
nafas
Tj : Sesak
nafas pasien
teratasi
KH : Pasien
bisa bernafas
normal dan
istirahat tidur
cukup
1. Pemberian oksigen
2. Memberikan posisi tidur yang nyaman
3. Anjurkan pasien mengkonsumsi timun beberapa jam sebelum waktu istirahat pasien
4. Sering pantau keadaan pasien
1. Kebutuhan oksigen terpenuhi
2. Aliran oksigen tidak ada hambatan sehingga tidak sesak nafas
3. Sebelum jam istirahat tekanan daran menurun karena timun sehingga sesak nafas teratasi dan istirahat tidur pasien cukup.
4. Ketika pasien terbangun segera berikan obat untuk meredakan sesak nafas
5. Observasi tanda-tanda vital
5. Deteksi dini adanya kelainan
4. Intoleran
Aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
TJ : Aktivitas
pasien kembali
normal
KH : Pasien
bisa memenuhi
kebutuhan
nutrisinya
sehingga
kelemahannya
teratasi
1. Sarankan pasien tetap melakukan aktivitas
ringan
2. Sarankan kepada pasien ketika melakukan aktivitas yang ringan untuk beristirahat dalam waktu beberapa menit, kemudian setelah itu baru melanjutkan kembali aktivitasnya.
3. Sarankan kepada keluarga untuk membantu aktivitas pasien.
4. Sarankan kepada pasien untuk melakukan aktivitas dalam posisi duduk dikondisikan sesuai kegiatan.
5. Observasi reaksi nyeri saat melakukan aktivitas
1. Aktivitas mencegah peningkatan kerja jantung secara tiba-tiba
2. Memberikan waktu agar jantung tidak terlalu berat kerjanya.
3. Aktivitas pasien tidak terlalu berat namun tetap melakukan aktivitas.
4. Posisi duduk mengurangi tenaga yang berlebihan.
5. Dengan mobilisasi, terjadi penarikan otot, hal ini menimbulkan nyeri.
5 Gangguan
kebutuhan
istirahat tidur b.d
Tujuan:
Kebutuhan
1. Memberikan keadaan tempat tidur yang nyaman
1. Meningkatkan motivasi tidur
peningkatan
pembuluh darah
otak
istirahat
terpenuhi
KH:
1. Klien rileks dan segar
2. TTV normal3. Klien dapat
tidur
dan bersih.2. Berikan suasana
kamar yang tenang, aman, dan terhindar dari keributan. Anjurkan juga keluarga untuk membatasi kunjungan ke kamar pasien.
3. Kurangi aktivitas menjelang tidur
4. Berikan analgesic ½ jam sebelum waktu tidur
5. Lakukan massase di bagian belakang pasien
6. Berikan penkes kepada pasien dan keluarga mengenai durasi tidur yang baik, mengurangi stres, dan latihan relaksasi
2. Mengurangi gangguan tidur
3. Dengan keadaan yang tenang, pembuluh darah otak mengurangi kerjanya
4. Mengurangi nyeri yang menimbulkan gangguan istirahat
5. Massase memberikan keadaan rileks
6. Menambah pengetahuan pasien dan keluarga sehingga dapat mengimplementasikan sendiri
6 Peningkatan
suhu tubuh b.d
curah jantung
meningkat
Tujuan:
Tidak terjadi
peningkatan
suhu tubuh.
KH :
Suhu normal
36-370C
1. Monitor tanda vital
2. Anjurkan klien mempertahankan cairan yang adekuat (2000l/hari)
3. Berikan kompres hangat pada lipatan
1. Indikator untuk mengetahui status hipotermi
2. Pada kondisi demam, terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
3. Menghambat pusat
ketiak dan femur
4. Anjurkan klien memakai pakaian penyerap keringat
simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit
4. Pakaian lembap memicu timbulnya jamur
3.6 Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis
3.6.1 Penatalaksanaan Farmakologis (Sudoyo, 2009)
a) Terapi farmakologis ditujukan untuk pasien yang telah gagal dengan terapi
modifikasi gaya hidup saja, mengalami hipertensi tahap 2 atau 3, mengalami
kerusakan pada organ sasaran, atau memiliki faktor resiko kardiovaskuler lain
yang bermakna.
b) JNC VI tetap merekomendasikan diuretika atau penyekat-β (β-blocker) sebagai
obat di garis pertama untuk penanganan hipertensi dan Hidroklorotiazid.
- β – blocker
Terdapat banyak tipe penghambat beta. Penghambat beta tidak selektif seperti
propanolol (inderal) menghambat reseptor beta (jantung dan 2 bronkial).
Denyut jantung lambat (tekanan darah menurun sekunder terhadap penurunan
denyut jantung) sehingga timbul bronkokonstriksi.Penghambat beta
kardioselektif lebih disukai karena hanya bekerja pada reseptor beta 2.
Akibatnya tidak timbul bronkokonstriksi. Penghambat beta cenderung lebih
efektif untuk menurunkan tekanan darah pada klien yang memiliki peningkatan
kadar rennin serum.
- Hidroklorotiazid
Adalah diuretic yang paling sering diresepkan untuk mengobati hipertensi
ringan.Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada penderita hipertensi
ringan atau penderita yang baru.Banyak obat antihipertensi yang menyebabkan
retensi cairan.Oleh karena itu, seringkali diuretic diberi bersama antihipertensi.
Efek samping dari penggunaan kedua jenis obat ini adalah penurunan denyut
jantung, penurunan tekanan darah yang nyata, dan bronkospasme.Penghambat
beta 2 jangan dihentikan secara mendadak karena dapat menimbulkan angina,
disritmia, dan infark miokard.
c) Simpatolitik
- Simpatolitik yang Bekerja di Pusat
Golongan obat ini memiliki efek minimal terhadap curah jantung dan aliran
darah ke ginjal. Efek sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, pusing, dan
denyut jantung lambat (bradikardia). Obat-obat golongan ini meliputi
metildopa, klinidin, guanabenz, dan guanfasin. Metildopa adalah salah satu dari
obat pertama yang digunakan secara luas untuk mengontrol hipertensi.
Guanebenz dan guanfasin adalah simpatolitik baru yang bekerja di pusat dan
memiliki efek yang mirip dengan klonidin.
- Penghambat Adrenergik-Alfa
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergic alfa 1 sehingga menyebabkan
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Penghambat alfa yang kuat yaitu
fentolamin, fenoksibenzamin, dan tolazolin. Terutama digunakan untuk krisis
hipertensi dan hipertensi berat yang disebabkan oleh tumor medulla adrenal.
Prazosin, terazosin, dan doksazosin (penghambat adrenergic alfa selektif)
terutama digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat-obat ini
diklasifikasikan sebagai terapi tahap II, tetapi jika ditambah diuretic menjadi
tahap III.
Efek sampingnya adalah hipotensi, reflex takikardia karena tekanan darah
menurun drastic, kongesti hidung karena efek vasodilatasi, dan gangguan
gastrointestinal.
- Penghambat Neuron Adrenergik ( Simpatolitik yang bekerja perifer)
Merupakan obat antihipertensi kuat yang menghambat norepinefrin dari ujung
saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan curah jantung ataupun tahanan vascular perifer menurun.
Reserpin dan guanetidin (dua obat yang paling kuat) digunakan untuk
mengendalikan hipertensi berat. Efek sampingnya adalah hipotensi ortostatik.
d) Vasodilator Arterial yang bekerja langsung
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan
merelaksasikan otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga
menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan
turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer. Diuretic
dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk
mengurangi edema.Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan
menurunnya tekanan darah.
Dua dari vasodilator yang bekerja langsung adalah hidralazin dan minoksidil.
Digunakan untuk hipertensi yang sedang dan berat. Nitroprusid yang bekerja
pada arteri dan vena dan diazoksid yang bekerja hanya pada arteri diresepkan
untuk hipertensi akut yang darurat.
Efek sampingnya takikardia, palpitasi, edema, kongesti hidung, sakit kepala,
pusing, perdarahan saluran cerna, dan gejala neurologis seperti kesemutan.
e) Ada kelas obat yang baru dikenal sebagai penyekat reseptor angiotensin II; obat
ini memiliki efek samping yang lebih sedikit dari inhibitor enzim pengonversi
angiotensin (angiotensin converting enzyme, ACE) yang klasik dan efektif
dalam mengontrol tekanan darah pasien tetapi perlindungan jangka panjangnya
terhadap organ sasaran belum diketahui. Obat-obat ini digunakan pada klien
yang mempunyai kadar rennin serum yang tinggi. Efek sampingnya mual,
muntah, diare, sakit kepala, pusing, letih, insomnia, kalium serum yang
berlebihan, dan takikardia.
f) Kombinasi dosis terapi 2 obat dari kelas yang berbeda sering mengandung
dosis yang sangat kecil dari obat, sehingga meminimalkan efek buruk
sementara memberikan efek antihipertensi yang baik (mis. diuretika dosis
rendah + inhibitor ACE)
g) Penghambat Adrenergik Beta dan Alfa
Labetalol menghambat reseptor alfa dan beta.Efeknya pada reseptor alfa lebih
kuat daripada reseptor beta. Oleh karena itu, obat ini menurunkan tekanan
darah dan cukup kuat untuk menurunkan denyut jantung. Efek sampingnya,
gangguan saluran cerna, gugup, mulut kering, dan letih.
Setelah keberhasilan dalam mengontrol tekanan darah selama setahun,
terutama bila terjadi modifikasi gaya hidup yang bermakna, pasien penderita
hipertensi tanpa komplikasi dapat menjalani terapi pengurangan (step down),
meliputi:
A. Pengurangan obat harus dilakukan perlahan dengan tindak lanjut yang ketat.
B. Pasien harus selalu diperiksa secara teratur karena hipertensi dapat kembali
setelah beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah obat dihentikan
Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan risiko terjadinya penyakit
jantung, stroke, dan gagal jantung kongestif. Keberhasilan terapi bergantung pada
pendidikan pasien, pemilihan obat yang tepat, tindak lanjut yang tepat, serta
pembahasan strategi secara berulang dengan pasien.
3.6.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi (Sudoyo, 2009)
1. Pasien disarankan untuk diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan berat badan dapat dapat menurunksn tekanan darah disertakan dengan
penurunan aktivitas rein dalam plasma dan kadar aldosterone dalam plasma.
2. Pasien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda
atau berenang.
3. Menyarankan pasien untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan olesterol dari
makanan. Karena lemak dan kolerterol dapat menumpuk di pembuluh darah dan
bisa menyumbat aliran darah.
3.7 Health Education
Turunkan tekanan darah ke tingkat normal
1. Tingkatkan kepatuhan terhadap terapi dengan cara biaya efektif yaitu obat
antihipertensif, pembatasan diet natrium dan lemak, kontrol berat badan, perubahan
gaya hidup, program latihan, dan perawatan kesehatan tindak lanjut pada interval
yang teratur.
2. Berikan dorongan konseling, penyuluhan dan kelompok swa-bantu untuk keluarga
dan pasien.
Tingkatkan kepatuhan dengan program perawatan diri
1. Berikan dorongan partisipasi aktif pasien dalam program, termasuk pemantauan
mandiri tekanan darah dan diet untuk meningkatkan kepatuhan.
2. Berikan dorongan pada pasien untuk tidak menggunakan alkohol karena alkohol
dapat memberikan efek sinergis dengan obat.
3. Jangan anjurkan penggunaan tembakau dan produk nikotin.
4. Berikan pasien informasi tertulis mengenai efek yang diperkirakan serta efek
samping obat.
5. Ajarkan pasien untuk tekanan darah mandiri (Baughman, 2000).
3.8 Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran:
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui informasi mengenai:
1. Faktor-faktor prediposisi terjadinya hipertensi
2. Proses patofisiologi hipertensi
3. Penatalaksanaan yang seharusnya dilakukan, baik secara farmakologi maupun non
farmakologi
4. Asuhan keperawatan pada pasien hipertensi
Efidence Based
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA
PENDERITA LANJUT USIA
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia;
dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia
hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan
pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh
darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan
sangat bervariasinya TDS.
a. Sasaran tekanan darah
Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran
darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI dimana
pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg) tampaknya terlalu
ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 160
mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg
dari tekanan darah awal.
b. Modifikasi pola hidup
Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut
usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan
tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah : menurunkan berat
badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik
aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat,
mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok,
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang lebih
muda, intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.
Efidence based terkait diagnosa keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Berhubungan
Dengan Peningkatan Tekanan Pembuluh Darah Di Otak.
c. Terapi farmakologis
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme
dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat
antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian
ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan pertama untuk pengobatan pada
penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST,
direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler.
Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat
antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin
sangat bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan
seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita
hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik,
penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan
ptlihan terbaik.
Sumber:
Kuswardhani, Tuty.2006.Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia.Jurnal.FK
UNUD.hal 5-6
Efidence Based
Faktor--Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari Sampai Juni 2008
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik
pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana
natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan
darah secara terus menerus.
Efidence based terkait diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan
dengan tidak nafsu makan
Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung
iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak memasak masyarakat kita
yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
Anggraini, Waren A & Situmorang E.dkk.2009.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Jurnal.FK UNRI.hal 10-11
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Waren A & Situmorang E.dkk.2009.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Jurnal.FK UNRI.hal 10-11
Antoni, Adi.2011.Efektifitas Mengkonsumsi Seduhan Pegagan Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Pasien Dengan Hipertensi Primer. Skripsi. PSIK UR.hal 6-7
Baughman, D. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Brashers, L.Valentina. 2008. Aplikasi klinis patofisiologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer&Bane. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Dalimartha, Setiawan, dkk. 2008. Care Yourself Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus
Kuswardhani, Tuty.2006.Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia.Jurnal.FK
UNUD.hal 5-6
Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S. C. & bare, B.G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Soeharto, I. 2001. Kolesterol & Lemak Jahat, Kolesterol & Baik, Dan Proses Terjadinya
Serangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo, A. W. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Inter Publishing
Syaifuddin.2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
WOC secara Teoritis
Hipertensi Sistemik
Jenis kelaminumur Gaya hidup obesitas
Hipertens
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh darah
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
otak ginjal Pembuluh darah Retina
Nyeri kepala
Gangguan kebutuhan istirahat
Suplai O2 otak menurun
sinkop
Gangguan perfusi
jaringan
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
Blood flow munurun
Respon RAA
Rangsang aldosteron
Retensi Na
edema
sistemik
vasokonstriksi
Afterload meningkat
Penurunan curah jantung
Fatique
Intoleransi aktifitas
koroner
Iskemi miocard
Nyeri dada
Spasme arteriole
diplopia
Resti injuri
Resistensi pembuluh darah otak
Elastisitas , arteriosklerosis
Hipertensi Pulmonal
Kelebihan volume cairan
Sesak nafas bertahap, batuk tidak produktif, kelemahan, pingsan, sinkop, edema perifer, hemoptisis (jarang)
Distensi vena jugularis, impuls vent kanan dominan, komponen katup paru menguat, murmur tricuspid, hepatomegali, edema perifer
Lampiran
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Pembuluh darah paru
rusak/tersumbat
aliran darah pada
arteri pulmonal
tekanan arteri
pulmonal
Pembuluh darah paru
paru rusak/tersumbat
gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun,
sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan,
peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial,
sleep apnea, emfisema
HIPERTENSI PULMONAL
Primer
Sekunder
≠ diket penyebabnya
Kondisi medis lain
Pengerasan pembuluh
darah di paru
Kerja jantung berat
Gagal jantung kanan
Aliran darah ke paru terganggu Edema perifer
MK: kelebihan volume
cairan
Hipoksia ParuCardiak output turun
Kerusakan jaringan
paru
MK: nyeri kronis Sesak saat bernapas
(dispnea)
MK: gangguan
pertukaran gas
Kebutuhan
O2 tidak
adekuat
MK: intoleransi
aktivitas b.d
kelemahan fisik
MK:
penurunan
curah
jantung kelemahan
Renin
Angiotensin I
Angiotensin II
Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal
Urin sedikit pekat & osmolaritas
mengentalkan
Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorbsinya di tubulus ginjal
Menarik cairan intraseluler
ekstraseluler
Volume darah
Tekanan darah
Konsentrasi NaCl di pembuluh darah
Diencerkan dengan volume
ekstraseluler
Volume darah
:
Sumber:
Anggraini, Waren A & Situmorang E.dkk.2009.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Jurnal.FK UNRI.hal 10-11