Askep disritmia junctional

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam mediastinum di antara kedua paru-paru. Dengan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh, jantung merupakan salah satu organ y pernahberistirahat. Hal ini dikarenakan, jantungmempunyai suatu sistem pembentukan rangsang tersendiri. Dalam keadaan fisiologis, pembentukan ran irama denyut jantung berawal dari nodus sinoatrial (nodus S! dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga menimbulkan kontraksi jantung. Jika rangsang iram mengalami gangguan dalam pembentukannya dan penghantarannya, maka dapa terjadi gangguan irama jantung. Sulit menemukan tulisan yang menyebutkan angka insidensi maupun prevalensi disritmia juntional. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan "#$, yang diperoleh dari gambaran sadapan panjang. %eranan pemeriksaan labolatorium adalah untuk men&ari etiologi seperti pemeriksaan kadar obat yang men&etuskan disritmia juntional, kadar elektrolit darah. %engobatan dapat dibagi dua, dengan obat-obatan (medikament dan intervensi pemasangan pa&u jantung. %emasangan pa&u jantung baik yang temporer maupun (sementara! maupun permanen (menetap! dikelompokan dalam tndakan intervensi kardiologi. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat dengan obat-obatan. Jika penyebab gangguan irama diketahui, maka penyebab in harus ditangani. 1.2 Rumusan Masalah '

description

askep disrit

Transcript of Askep disritmia junctional

Tugas Keperawatan Kardiovaskuler

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangJantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam mediastinum di antara kedua paru-paru. Dengan fungsinya untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh, jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat. Hal ini dikarenakan, jantung mempunyai suatu sistem pembentukan rangsang tersendiri. Dalam keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari nodus sinoatrial (nodus SA) dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga menimbulkan kontraksi jantung. Jika rangsang irama ini mengalami gangguan dalam pembentukannya dan penghantarannya, maka dapat terjadi gangguan irama jantung.Sulit menemukan tulisan yang menyebutkan angka insidensi maupun prevalensi disritmia juntional.Diagnosis biasanya ditegakkan dengan EKG, yang diperoleh dari gambaran sadapan panjang. Peranan pemeriksaan labolatorium adalah untuk mencari etiologi seperti pemeriksaan kadar obat yang mencetuskandisritmia juntional, kadar elektrolit darah. Pengobatan dapat dibagi dua, dengan obat-obatan (medikamentosa) dan intervensi pemasangan pacu jantung. Pemasangan pacu jantung baik yang temporer maupun (sementara) maupun permanen (menetap) dikelompokan dalam tndakan intervensi kardiologi. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika penyebab gangguan irama diketahui, maka penyebab ini harus ditangani. 1.2 Rumusan Masalaha. Apa definisi disritmia junctional?b. Apa etiologi/ faktor pencetus disritmia junctional?c. Apa saja manifestasi klinis disritmia junctional?d. Bagaimana patofisiologi aritmia junctional?e. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk klien dengan disritmia junctional?

f. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan disritmia junctional?g. Apa komplikasi dari disritmia junctional?h. Bagaimana prognosis untuk disritmia junctional?i. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan disritmia junctional?1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan disritmia junctional.Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi disritmia junctional.b. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus disritmia junctional.c. Menyebutkan manifestasi klinis disritmia junctional.d. Menyebutkan patofisiologi disritmia junctional.e. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada disritmia junctional.f. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan disritmia junctional.g. Mengetahui komplikasi dari disritmia junctional.h. Mengetahui prognosis dari disritmia junctional.i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan disritmia junctional.1.4 Manfaat

a. Mendapatkan pengetahuan tentang disritmia junctional.b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan disritmia junctional.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Disritmia junctional adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel myocard (perubahan bentuk aksi potensial) yang timbul di saluran penghubung atau junctional yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, rate (frekuensi) dan konduksi. Disritmia junctional dapat berupa Premature Junctional Contraction, Passive Junctional Rhythm atau escape beats, Paroxymal Junctional Tachycardia, dan Non paroxysmal Junctional Tachycardia. Disritmia junctional dapat terjadi pada nodus AV ataupun dibawahnya. Etiologi Disritmia junctional dapat terjadi karena kelainan kongenital ataupun dapatan. Kelainan dapat di jumpai pada iskemik dan infark mokard.

Beberapa sifat sistem konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman gangguan irama jantung :

Periode Refrakter

Dari awal depolarisasai hingga awal repolarisasi sel sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak. Fase selanjutnya hingga hampir akhir repolarisasi, sel sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refraktor relatif. Blok

Adalah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls. Pemacu ektopik atau facus ektopik

Adalah suatu pemacu atau ataufacus diluar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari facus ektopik disebut fase kompleks ektopik, biasanya berupa kompleks atrial, kompleks penghubung AV atau kompleks ventricular.

Konduksi Tersembunyi

Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan perubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.

Re-entri

Suatu keadaan dimana suatu impuls yang sudah keluar dari jakur konduksi, mealui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.

Mekanisme Lolos

Suatu kompleks lolos adalah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul didaerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanismepenyelamatan sistem konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

2.2 Jenis-jenis disritmia junctional. Premature junctional komplek

PJC bukanlah suatu ritme tetapi sedikit merupakan sebuah penyebab komplek yang membuat pacemaker junctional yang menginterupsi ritme dibawahnya.

PJC adalah bagian dari jantung abnormal. Kondisi ini terjadi ketika sebuah tempat kecil di jantung menjadi lebih eksitabel dari normal. Penyebab ini sebuah impuls abnormal yang kadang-kadang menjadi hasil antara impuls normal. Impuls abnormal adalah hasil dari suatu tempat di jantung yang disebut focus ectopik. Sebuah gelombang depolarisasi menyebar keluar dari fokus ectopik dan penyebab sebuah kontraksi prematur. Keteraturan tergantung dari teraturnya ritme dibawahnya, dan kecepatan bergantung di atas kecepatan ritme di bawahnya. Apa yang terjadi jika AV node menerima fungsi pembuat pacemaker. Perawatan sama seperti untuk kontraksi prematur atrial. Jika pacemaker lebih tinggi, sebuah pacemaker escape juntional dapat mengontrol jantung. Kemudian ritme akan disebut sebuah ritme escape juntional. Kecepatan mengikuti :atria 75 denyut/menit; AV Node 60 denyut/menit; ventrikel 40-60 denyut/menit; dan kecepatan normal jantung 60-100 denyut/menit.

Gambar: Sinus rhythm dengan PJCKeterangan gambar :

Kecepatan : 40-60 /bpm

Gelombang P : terbalik dan bisa jatuh sebelum, selama, dan sesudah QRS komplek. Interval PR bisa hanya menjadi ukuran jika gelombang P mendahului QRS komplek. Gelombang P biasanya negativ di lead II, III, dan aVF.

QRS : normal. Interval kadang-kadang melebar, biasanya mengindikasi blok cabang bundle kanan

Konduksi : P-R interval 100/bpm

QRS : normal

Ritme : regular Percepatan ritme junctional

Kadang-kadang, sebuah pacemaker ectopic di AV Junction akan memiliki kecepatan terlalu tinggi untuk mempertimbangkan penghilangan junctional tapi terlalu pelan menjadi pertimbangan takhikardi junctional. Kita bisa menyebutnya sebuah percepatan ritme junctional.

Gambar : Accelerated junctional rhythm

Keterangan gambar :

Kecepatan : 61-99 /bpm2.3 EtiologiPenyebab dari gangguan irama jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung adalah sebagai berikut : a. Peradangan JantungMisalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi. Adanya peradangan pada jantung akan berakibat terlepasnya mediator-mediator radang dan hal ini menyebabkan gangguan pada penghantaran impuls. b. Gangguan sirkulasi koroner Seperti aterosklerosis koroner, spasme arteri koroner, iskemi miokard, infark miokard. Arteri koroner merupakan pembuluh darah yang menyuplai oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi gangguan sirkulasi koroner, akan berakibat pada iskemi bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan penghantaran impuls.c. Intoksikasi obat Misalnya digitalis, obat-obat anti aritmia. Obat-obat anti aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses repolarisasi sel otot jantung. Dosis yang berlebih akan mengubah repolarisasi sel otot jantung sehingga terjadi gangguan irama jantung.d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion kalium menentukan potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrolit, maka akan terjadi peningkatan atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium. Akibatnya potensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan memicu terjadinya gangguan irama jantung.e. Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meninggikan konduktansi ion kalium.f. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan. g. Gangguan endokrin (hipertiroidisme dan hipotirodisme). Hormon tiroid mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh melalui perangsangan sistem saraf autonom yang juga berpengaruh pada jantung.h. Akibat gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan di mana jantung tidak dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Pada gagal jantung, fokus-fokus ektopik (pemicu jantung selain nodus SA) dapat muncul dan terangsang sehingga menimbulkan impuls tersendiri.i. Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai dengan dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang fokus-fokus ektopik dan menimbulkan gangguan irama jantung.j. Karena penyakit degenerasi Misalnya fibrosis sistem konduksi jantung. Sel otot jantung akan digantikan oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun terganggu.2.4Manifestasi Klinis

1.Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit

nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit

pucat, sianosis, berkeringat, edema; keluaran urin menurun bila curah jantung

menurun berat.

2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,

perubahan pupil.

3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat

antiangina, gelisah.

4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas

tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi

pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena

tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis

siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

2.5 Patofisiologi1. Premature junctional contraction.

Kondisi ini timbul ketika daerah kecil di jantung menjadi lebih eksitabel dibanding normalnya. Hal ini dapat menimbulkan impuls yang tidak normal diantara impuls yang normal. Impuls abnormal yang terjadi dari suatu daerah ini disebut focus ektopik. Pada jenis ini, gelombang depolarisasi menjalar ke luar ektopik dan menimbulkan kontraksi permanen.

2. Atrioventricular junctional tachycardia.

Timbul ketika terjadi tiga atau lebih premature junctional contraction. Jenis ini timbul pada respon impuls yang berasal dari AV junction khususnya pada ektopik. Kecepatan impuls dari ektopik pada AV junction melebihi sinus akibat adanya masalah pada AV junction. Jika kecepatan ektopik ini melebihi 100 maka disebut junctional tachycardia.

3. Atrioventricular junctional escape beat.

Terjadi ketika kecepatan depolarisasi SA node jatuh dibawah kecepatan depolarisasi AV node. Jenis ini dapat juga terjadi karena impuls dari SA node gagal untuk mencapai AV node karena SA blok atau AV blok. Hal ini mengakibatkan tidak terhubungnya SA node dan AV junction. Akhirnya AV junction mengeluarkan impuls primer dari focus ektopik ketika SA node gagal.

2.6 Pemeriksaan Penunjanga. EKG

Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber gangguan irama jantung dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

b. Monitor Holter

Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana gangguan irama jantung timbul. Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.c. Rontgen dada

Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.d. Scan pencitraan miokard

Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.e. Tes stress latihan

Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan gangguan irama jantung.

f. Elektrolit

Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

g. Pemeriksaan obatDapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.h. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya gangguan irama jantung.i. Laju Sedimentasi

Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk gangguan irama jantung.2.7 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya, terapi bertujuan untuk :a. Mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control).

b. Menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control).

c. Mencegah terbentuknya bekuan darah.Terapi sangat tergantung pada jenis gangguan irama. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika penyebab gangguan irama diketahui, maka penyebab ini harus ditangani. a. Medikamentosa

Beberapa jenis obat dapat mengendalikan gangguan irama jantung. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena efek sampingnya. Beberapa di antaranya justru menyebabkan gangguan irama jantung bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).b.Kardioversi

Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan gangguan irama jantung yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.

c. Defibrilasi

Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker. d. Terapi Pacemaker

Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.e. Defibrilator kardoverter implantabel

Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takhikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

f. Pembedahan hantaran jantung

Takikardi atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60C (-76F), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.

Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.

Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.g. Terapi Oksigen

Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat untuk mengurangi hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermiten atau kontinue. Bila terjadi gagal napas meski penatalaksanaan telah maksimal, perlu diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan positif akhir ekspirasi sangat efektif untuk mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler paru, dan memperbaiki oksigenasi.

h.Terapi Diuretik

Diuretik diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis, dan diit rendah natrium.

i.Diet Nutrisi

Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan pasien.

Pembatasan natrium ditujukan untuk mengatur, mencegah, dan mengurangi edema. Dalam menentukan aturan, sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam miligram. Hindari kata-kata rendah garam atau bebas garam. Kesalahan yang terjadi biasanay diakibatkan penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus diingat bahwa garam tidak 100% natrium. Terdapat 393 mg, atau sekitar 400 mgnatrium dalam 1 g garam.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul akibat adanya gangguan irama jantung adalah sinkop (pingsan), hipo atau hipertensi, sesak napas, dan lain-lain. Namun komplikasi yang paling buruk adalah mati mendadak dan terbentuknya trombo-emboli yang dapat menyebabkan stroke dan gangguan pada pembuluh darah lainnya. BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. ( Carpenito, 2000, 2 ).

1.PENGKAJIAN

Anamnesa

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas pasienb. Keluhan Utama

Pasien dengan disritmia junctional didapatkan keluhan seperti pusing, mudah lelah, nyeri dada, dan berdebar-debar.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien disritmia junctional, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sakit kepala, bradikardi, vertigo, dispnea, dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.

d. Riwayat penyakit terdahuluPerlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti angina, hipertensi, hematuria, nokturia dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi. e. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab disritmia junctional.f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola Pernafasan

Gejala :

1) Penyakit paru kronis.2) Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.

3) Napas pendek.

4)Batuk dengan /tanpa produksi sputum).

Tanda :

1) Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.

2) Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.2. Pola Sirkulasi

Gejala : Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.

Tanda :

1) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.

2) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).

3) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).

4) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.

5) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).

6) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).

7) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

3. Pola Neurosensori

Gejala :

1) Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.

2) Stressor sehubungan dengan masalah medik. 3) Pusing, berdenyut, sakit kepala.

Tanda : 1) Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.

2) Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.

3) Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).

4) Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).5) Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.4. Pola Eliminasi

Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat diuretic juga perlu dikaji.

5. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Gejala : 1) Hilang nafsu makan, anoreksia.2) Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).3) Mual/muntah.4) Perubahan berat badan.

Tanda : 1) Perubahan berat badan.

2) Edema

3) Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.

4) Pernapasan krekels.

6. Pola Aktivitas dan Latihan

Gejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja

Tanda : Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahragaPengkajian sistem tubuh (ROS)

B1 (Breathing) : Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.

B2 (Blood) : Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi atau hipotensi, penyakit jantung coroner, episode palpitasi, kenaikan tekanan darah, takhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar , S3 dan S4, kenaikan TD, nadi denyutan tidak teratur, pucat, sianosis dan edema. B3 (Brain) :Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah, otot muka tegang, gelisah, bingung, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, sakit kepala sub oksipital berat, berdenyut , sakit kepala, kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral, stressor, letargi, halusinasi, perubahan pupil, takikardi ventrikel, bradikardi berat.B4 (Bladder) : Riwayat penyakit ginjal dan diabetes mellitus, riwayat penggunaan obat diuretic juga perlu dikaji.

B5 (Bowel) :Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan, adanya edema, hilang nafsu makan, anoreksia, perubahan kelembaban turgor kulit .B6 (Bone) :Nyeri/ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen, nyeri dada. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi postural. 2. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

b. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

c. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vaskonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventriculard. Kurangnya pengetahuan klien berhubungan dengan tentang penyakitnya dan faktor yang menyebabkan penyakit tersebut.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.f.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan anorexia.3. INTERVENSI

1.Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.

Tujuan :

Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.

Kriteria Hasil :

Klien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan dalam kondisi tenang.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring ( lingkungan yang tenang dan sedikit penerangan

b. Minimalkan gannguan lingkungan dan rangsangan

c. Batasi aktifitas

d. Hindari merokok atau menggunakan produk nikotin

e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai indikasi

f. Berikan tindakan yang menyenangkan sesuai dengan indikasi, seperti kompres es, yakinkan kembali dan beri penjelasan sederhana, posisi nyaman ( bantu dengan membalikkan secara pelan-pelan, teknik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari valsava manuver seperti mengedan, hindari konstipasi.

2. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

Tujuan :

Sirkulasi tubuh tidak terganggu.

Kriteria Hasil:

Klien menunjukkan /mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik ditandai dengan:

Tekanan darah dalam batas dapat diterima

Tidak ada keluhan sakit kepala atau pusing

Nilai-nilai laboratorium dalam batas-batas normal

Output urine 30 ml/mnt

Tanda-tanda vital stabil.

Intervensi:

Bersifat segera :

a. Pertahankan tirah baring ( tinggikan kepala tempat tidur

b. Observasi tekanan darah darah saat masuk pada kedua lengan saat posisi tidur, duduk dengan pemantuan tekanan darah arteri jika tersedia

c. Observasi tekanan darah, pernafasan, nadi apikal, dan tanda-tanda neurologis setiap 5-10 menit

d. Pantau tekanan darah sesuai indikasi

e. Pertahankan cairan parenteral dengan obat-obatan sesuai indikasi

f. Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi, seperti antihipertensi dan observasi efek samping atau efek toksik setiap obat

g. Amati adanya hipotensi mendadak

h. Pasang pemantau jantung: catat setiap irama EKG

i. Ukur intake dan output

j. Pantau pemeriksaan BUN, elektrolit dan kreatinin sesuai dengan indikasi

k. Lakukan urinalisa sesuai dengan indikasi

l. Pertahankan puasa jika klien mual atau muntah dan batasi cairan sesuai dengan pesanan

m. Jangan izinkan klien merokok atau menggunakan nikotin.

Bersifat terus-menerus :

a. Lanjutkan perawatan segera dan turunkan frekuensi fungsi keperawatan jika kondisi klien membaik

b. Pertahankan ambulasi progresif, amati setiap waktu terhadap hipotensi ortostatik ( tinggikan kepala tempat tidur perlahan-lahan pada permulaan, kemudian dapatkan tekanan darah, lanjutkan menjuntai kaki sesuai pesanan jika tekanan darah stabil. Ukur tekanan darah klien saat duduk, dan bila memungkinkan ukur tekanan darah klien saat berdiri di samping tempat tidur dan bila masih dapat ditoleransi oleh klien, anjurkan untuk berjalan-jalan di sekitar tempat tidur secara bertahap.

c. Ambulasi secara bertahap dan hindari klien kelelahan

d. Mulai dengan pendekatan perawatan bertahap untuk pengobatan tekanan darah tinggi sesuai terapi.

c) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload

Tujuan :

Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi

Kriteria Hasil :

Klien berpartisipasi dalam aktifitas yang menurunka tekanan darah/beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1) Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.

2) Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.

3) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.

4) Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).

Takikardia

Bradikardia

Disritmia atrial

Disritmia ventrikel

Blok jantung

5) Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.

6) Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.

7) Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.

8) Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.

9) Kolaborasi

10) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.

11) Kadar obat.

12) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

13) Berikan obat sesuai indikasi.

Kalium,

Antidisritmia :

Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).

Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.

Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.

Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.

Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.

Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.

Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.

14) Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.

15) Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.

16) Masukan/pertahankan masukan IV

17) Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.

18) Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan.

d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri

Tujuan :

Klien memiliki pengetahuan untuk menjaga kesehatannya

Kriteria Hasil :

Klien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan diri

Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai dengan pesanan.

Intervensi :

Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.

1) Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.

2) Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.

3) Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.

4) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.

5) Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.

6) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.

7) Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.

8) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.

9) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.

e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan

Aktivitas pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil:

Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi a. Observasi toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter frekuensi nadi 20 permenit di atas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dispnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan (parameter menunjukkan respokwensi istirahat fisiologis pasien terhadap stres, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung)

b. Observasi kesiapan untuk meningkatkan aktivitas. Contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri (stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individu)

c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri (konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba kerja jantung)

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya

e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas (seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).

f). Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan intake

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan intake = output

Kriteria hasil :

A:Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan Berat badan tidak turun (stabil)

B: Biokimia:

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)

Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)

C: Clinis:

Tidak tampak kurus

Rambut tebal dan hitam

Terdapat lipatan lemak subkutan

D: Diet:

Makan habis satu porsi

Pola makan 3X/hari

Intervensi :a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya, makanan kecil itu menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendorong anak untuk makan dan meningkatkan intake

b.Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna karena makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna

c.Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi hal ini dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive.

d.Timbang berat badan

e.Kolaborasi pemeriksaan laboratorium.

f.Observasi tanda klinis

g.health education

4. EVALUASI

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang ( US. Midar H, dkk, 1989 )

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi jantung secara normal

b. Tidak terjadi gangguan pola tidur, aktivitas, serta kebutuhan istirahat terpenuhi

c. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya

d. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan kardiovaskuler sehingga dapat segera melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya

e. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan

f. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi yang terjadi.

BAB IV

PENUTUPKESIMPULAN

Disritmia junctional adalah gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel myocard (perubahan bentuk aksi potensial) yang timbul di saluran penghubung atau junctional yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, rate (frekuensi) dan konduksi. Disritmia junctional dapat berupa Premature Junctional Contraction, Passive Junctional Rhythm atau escape beats, Paroxymal Junctional Tachycardia, dan Non paroxysmal Junctional Tachycardia. Disritmia junctional dapat terjadi pada nodus AV ataupun dibawahnya. Etiologi Disritmia junctional dapat terjadi karena kelainan kongenital ataupun dapatan. Kelainan dapat di jumpai pada iskemik dan infark mokard.

Pemeriksaan pada disritmia junctional dapat dilihat melalui beberapa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setelah dilakukan pemeriksaan dan diketahui hasilnya, maka dilakukan pengobatan pada pasien disritmia junctional untuk mengembalikan fungsi jantung secara normal dan meminimalkan sakit.

SARAN

Untuk menjaga kesehatan serta mencegah segala penyakit, hal yang penting untuk dilakukan adalah menghindari aktivitas merokok yang sangat beresiko sekali menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya disritmia junctional. Seseorang dengan gangguan kardiovaskuler mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. DAFTAR PUSTAKA1. Carleton P.F.. Anatomi Sistem Kardiovaskular. Dalam : Price S.A. dan Wilson L.M.. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003 ; p. 468.2. Abdurrahman N. Dan Trisnohadi H.B.. Klasifikasi, Etiologi, dan Genesis Aritmia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ke-3. Jakarta : Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2004 ; p.1001 1014.3. Evy. Gangguan Irama Jantung Picu Stroke. In : Kompas Cyber Media [online]. 2007. Available from : http://www.64.203.71.11/ver1/Kesehatan/0707/27/095136.htm4. Huikuri H.V., Castellanos A., and Myerbug R.J.. Sudden Death Due to Cardiac Arrhythmias. In : The New England Journal of Medicine [online]. 2007. Available from : http://www.content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.htm5. Rosenthal L.. Atrial Fibrillation. In : E - Medicine [online]. 2007. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic184.htm6. Zevitz M.E.. Ventricular Fibrillation. In : E Medicine [online]. 2006. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic2363.htm7. Lucas M.M.. Sudden Cardiac Death pada Atlet. In : Kalbe Medical Portal [online]. 2007. Available from : http://www.kalbe.co.id/mn/news&tipe/detail&detail-18787.htm8. Yuniadi Y.. Kematian Mendadak (Tidak) Hanya dialami Pria. In : Yayasan Jantung Indonesia [online]. 2008. Available from : http://www.id.inaheart.or.id-p40.htm9. Sipatuhar M.A.. Aritmia/Disritmia [online]. 2007. Available from : http://www.keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep/aritmiadisritmia.html10. Fass A.E.. Diagnostic Criteria. In : Zimmerman F.H.. Clinical Electrocardiography Review and Study Guide 2nd Edition. New York : McGraw Hill. 2004 ; p.1-8.11. Stead L.G., Stead S.M., and Kaufman M.S.. Emergency Medicine Clerkship. Singapore : McGraw Hill. 2003 ; p.12-17. 12. Muchtar A. dan Suyatna F.D.. Obat Antiaritmia. Dalam : Ganiswarna S.G.. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004 ; p. 290-292, 296.13. Boster B.. Aritmia / Palpitasi [online]. 2008. Available from : http://www.totalkesehatananda.com/aritmia1.html14. Hampton J.R.. ECG Made Easy. New York : Churchill Livingstone. 2004 ; p. 29-30.15. Kabo P.. Gangguan Jantung dan Penatalaksanaannya. Ujung Pandang : Media Utama Press. 2003 ; p. 113 117.DAFTAR PUSTAKA

1. Carleton P.F.. Anatomi Sistem Kardiovaskular. Dalam : Price S.A. dan Wilson L.M.. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003 ; p. 468.2. Abdurrahman N. Dan Trisnohadi H.B.. Klasifikasi, Etiologi, dan Genesis Aritmia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ke-3. Jakarta : Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2004 ; p.1001 1014.3. Evy. Gangguan Irama Jantung Picu Stroke. In : Kompas Cyber Media [online]. 2007. Available from : http://www.64.203.71.11/ver1/Kesehatan/0707/27/095136.htm4. Huikuri H.V., Castellanos A., and Myerbug R.J.. Sudden Death Due to Cardiac Arrhythmias. In : The New England Journal of Medicine [online]. 2007. Available from : http://www.content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.htm5. Rosenthal L.. Atrial Fibrillation. In : E - Medicine [online]. 2007. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic184.htm6. Zevitz M.E.. Ventricular Fibrillation. In : E Medicine [online]. 2006. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic2363.htm7. Lucas M.M.. Sudden Cardiac Death pada Atlet. In : Kalbe Medical Portal [online]. 2007. Available from : http://www.kalbe.co.id/mn/news&tipe/detail&detail-18787.htm8. Yuniadi Y.. Kematian Mendadak (Tidak) Hanya dialami Pria. In : Yayasan Jantung Indonesia [online]. 2008. Available from : http://www.id.inaheart.or.id-p40.htm9. Sipatuhar M.A.. Aritmia/Disritmia [online]. 2007. Available from : http://www.keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep/aritmiadisritmia.html10. Fass A.E.. Diagnostic Criteria. In : Zimmerman F.H.. Clinical Electrocardiography Review and Study Guide 2nd Edition. New York : McGraw Hill. 2004 ; p.1-8.11. Stead L.G., Stead S.M., and Kaufman M.S.. Emergency Medicine Clerkship. Singapore : McGraw Hill. 2003 ; p.12-17. 12. Muchtar A. dan Suyatna F.D.. Obat Antiaritmia. Dalam : Ganiswarna S.G.. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004 ; p. 290-292, 296.13. Boster B.. Aritmia / Palpitasi [online]. 2008. Available from : http://www.totalkesehatananda.com/aritmia1.html14. Hampton J.R.. ECG Made Easy. New York : Churchill Livingstone. 2004 ; p. 29-30.15. Kabo P.. Gangguan Jantung dan Penatalaksanaannya. Ujung Pandang : Media Utama Press. 2003 ; p. 113 117.2