Askep ARDS
-
Upload
nuris-miftakhurrohmah -
Category
Documents
-
view
134 -
download
10
description
Transcript of Askep ARDS
MAKALAH SISTEM ANP I
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Acute Respirator Distress
Syndrome (ARDS)
Dosen Pembimbing :
Ns. Suratmi, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Agustin Tri Lestari 12.02.01.1052
2. Atin Andayani 12.01.01.1056
3. Faizah Eka Fitriana 12.01.01.1067
4. Fatkhur Rohmah 12.02.01.1068
5. Irvan Shaifullah 12.02.01.1072
6. Lilik Fauziyah 12.01.01.1075
7. M.Faried R. 12.01.01.1076
8. Nur Laela 12.01.01.1085
9. Nuris Miftakhurrohmah 12.02.01.1086
10. Ririn Handayani P 12.02.01.1093
11. Satya Widyawati P. 12.01.01.1094
12. Wiwik Indarwati 12.01.01.1101
13. Zuliati Apridio 12.01.01.1105
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah swt yang hanya dengan
rahmat serta petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Acute
Respirator Distress Syndrome (ARDS) ” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Integumen.
Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan
nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat :
1. Drs H.Budi Utomo,Amd.Kep.M.Kes, selaku ketua STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris, S. Kep. Ns, selaku ketua prodi S1 Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Lamongan
3. Ns. Suratmi, S.Kep., M.Kep yang telah memberikan tugas dan
kesempatan untuk membuat dan menyusun makalah ini.
4. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan
serta nasehat hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.
Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis sadar masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik
dan saran yang berkaitan dengan penyusunan makalah ini akan penulis
terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan makalah
tersebut..
Semoga makalah yang berjudul “ Konsep Asuhan Keperawatan
pada Klien Acute Respirator Distress Syndrome (ARDS)” ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Lamongan, Juni 2015
Penyusun
Kelompok 1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
i
KATA PENGANTAR..............................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang......................................................................................
1.2 RumusanMasalah.................................................................................
1.3 TujuanPenulisan..................................................................................
BAB IIKONSEP TEORI
2.1 Pengertian............................................................................................
2.2 Klasifikasi............................................................................................
2.3 Etiologi................................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis................................................................................
2.5 Patofisiologi.........................................................................................
2.6 Pathway ..............................................................................................
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................
2.8 Komplikasi...........................................................................................
2.9 Diagnosis Banding...............................................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian...........................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................
3.3 Perencanaan Keperawatan...................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................
4.2 Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ARDS juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik, adalah sindrom
klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang
terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan
ventilasi mekanis yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat
kisaran yang luas dari factor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS, termasuk
cedera langsung pada paru-paru (seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak
langsung pada tubuh (seperti syok).
ARDS (juga disebut syok paru) merupakan akibat kerusakan /cedera paru
dimana sebelumnya paru seaht. Sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000
sampai 200.000 pasien setiap tahun, dengan laju mortalitas untuk semua pasien
yang mengalami ARDS. Faktor lain termasuk trauma mayor,KID, tranfusi darah,
aspirasi, tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan matabolik toksik,
pancreatitis, eklampsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus
menangani perawatan klinis dengan intubasi dan ventilasi mekanik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari ARDS?
2. Apakah etiologi dari ARDS?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS.
4. Bagaimana patofisiologi dari ARDS.
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
6. Apa saja komplikasi ARDS.
7. Bagaimana penatalaksanaan ARDS.
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang definisi dari ARDS
2. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
3. Menjelaskan tentnag manifestasi klinis dari ARDS.
4. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
6. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.
8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Definisi
ARDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas
alveolus dan/atau membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu
gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.
(Ellizabeth J. Corwin, 1997).
Acute Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal
napas mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudakpaksa / trauma pada paru atau bagian tubuh
lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon (Arif Muttaqin, 2009).
ARDS adalah bentuk khusus dari kegagalan pernapasan yang ditandai
dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan
konvensional. ARDS diawalai dengan berbagai penyakit yang serius yang pada
akhirnya mengakibatkan edema paru-paru difus nonkardiogenik yang khas.
(Sylvia A. price & Lorraine M. Wilson, 1995)
2.2 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung .
1. Faktor Resiko
1) Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri,fungal
b. Contusio Paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2) Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock
c. DIC ( disseminated Intravaskular Coagulation )
d. Pankretitis
e. Uremia
f. Overdosis Obat
g. Idiophatic ( tidak diketahui )
h. Bedah Cardiobypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension )
k. Peningkatan PIH
l. Terapi radiasi.
2.3 Manifestasi Klinis
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan
awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya
diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral
dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis
meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui
ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai
gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya
menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau
rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat
alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung,
namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada
foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang
terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan
fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan
indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit
paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru
pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta
perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan
dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat
dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial
wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta
meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan
yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari
sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT.
Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis
diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
2.4 Patofisiologi
ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.
Sindrom ini merupakan suatu edema paru karena kelainan jantung. Dari segi
histologis. Mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler-alveoli, selanjutnya
terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel aveoli yang
mengakibatkan terjadinya edema alveolidan interstitial.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
Å sehingga terjadi perembesan cairan dan unsure-unsur lain darah kedalam alveoli
dan terjadi edema paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium terlampaui,
alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasis kongesti dan terjadi hubungan
intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivitas
komplemen sebagai akibat trauma, Syok, dan lain lain. Selanjutnya aktivitas
komplemen akan menghasilkan C5a menyebabkan granulosit teraktivasi dan
menempel serta merusak endothelium mikrovaskular paru, sehingga
mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit
neutrofit merusak sel endothelium dengan melepaskan protease yang
menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin, dan
proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti factor Hageman, fibrinogen, dan
komplemen.
Endotoksi bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksigasi oksigen dapat
merusak sel endothelium arteri pulmonalis dan leukosit dan neutrofityang
teraktifasi akan memperbesar kerusakan tersebut. Histamin, serotonin, atau
bradikinin dapat menyebabkan kontraksi sel endothelium dan mengakibatkan
pelebaran porus interselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat menghambat produksi
surfaktan dan fosfolipase A. selain itu,cairan edema terutama fibrinogen akan
menghambat produksi dan aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan
mikroakteletasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran
kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis, toksin bakteri,
dan lain-lain dapat merangsang timbulnya koagulasi intravascular tersebar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan
merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan
atelektasi kongesif yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi
kaku, dan komplian paru menurun. Kapasitas residu fungsional juga menurun.
Hipoksemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia
adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous (aliran
darah mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli-kapiler akibat
penebalan dinding alveoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli-kapiler menimbulkan edema
interstitial dan alveolar serta atelektasi alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada
paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional menurun.
2.5 Pathway
Adanya cairan dalam paru
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Atelektasis kongesti
Peningkatan permeablitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli
Kerusakan membran kapiler-alveoli
Kelebihan volume cairan
Mekanisme regulasi paru terganggu
Edema alveoli dan intersitiel
Trauma tidak langsung :Sepsis, shock, DIC
Trauma langsung :Pneumoni, virus, bakteri, fungal, Aspirasi cairan lambung
Faktor predisposisi
Sesak nafas
Kerja nafas menurun
Hipoksemia
Ketidakseimbangan ventilasi paru
Penurunan oksigen dalam paru (hipoksia)
Penumpukan sekret
Gangguan pertukaran gas
Krisis situasi
Kurang pengetahuanAnxietas
Kurang infromasi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi
oksigen arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah
oksigen yang diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin,
edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.
Sinar x dada: tak terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit
normal, infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihiliar paru. Pada
tahap lanjut, interstisial bilateral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan
dapat melibatkan semua lobus paru. Infiltrate ini sering digambarkan sebagai
kaca-tanah atau whiteouts. Ukuran jantung normal (berbeda dari edema paru
kardiogenik).
GDA: seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2
meskipun konsentrasi oksigen inspirasi meningkat). Hipokabnia (penurunan kadar
CO2) dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan kompensasi hiperventilasi.
Hiperkabnia (PaCO2 lebih besar dari 50) menunjukkan kegagalan ventilasi.
Alkalosis respiratori (pH lebih besar dari 7,45) dapat terjadi pada tahap dini, tetapi
asidosis respiratori terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan area
mati dan penurunan kadar laktat darah, diakibatkan dari metabolic anaerob.
Tes fungsi paru: komplain paru dan volume paru menurun, khususnya FCR.
Peningkatan ruang mati (Vd/Vt) dihasilkan oleh area dimana vasokontriksi dan
mikroemboli telah terjadi.
Pengukuran pirau (Qs/Qt): mengukur aliran darah pulmonal versus aliran
darah sistemik, yang memberikan ukuran klinis pirau intrapulmonal. Pirau kanan
ke kiri meningkat.
Gradien alveolar-arterial (gradien A-a): memberikan perbandingan
tegangan oksigen dalam alveoli dan darah arteri.Gradien A-a meningkat.
Kadar asam laktat: meningkat.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
1. Ketidak seimbangan asam basa
2. Kebocoran udara
(pneumothoraks,neumomediastinum,neumoperkardium,dll)
3. Perdarahan pulmoner
4. Displasia bronkopulmoner
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi / penatalaksanaan ARDS
1. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
2. Memastikan ventilasi yang adekuat
3. Memberikan dukungan sirkulasi
4. Memastikan volume cairan yang adequate
5. Memberikan dukungan nutrisi
Dukungan nutrisi yang adequat sangat penting dalam mengobati ARDS.
Pasien dengan ARDS membutuhkan 35 – 45 kkal/kg sehari untuk memenugi
kebutuhan normal. Pemberian makan enteral adalah pertimbangan pertama,
namun nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan
2.8.2 Terapi :
1. Intubasi untuk pemasangan ETT
2. Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure) untuk
mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
3. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan
ventilator
4. Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
a. Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung &
tekanan darah.
b. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
c. Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon
inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru
5. Pasang jalan nafas yang adekuat ( Pencegahan infeksi)
6. Ventilasi Mekanik ( Dukungan nutrisi)
7. TEAP Monitor system terhadap respon
8. Pemantauan oksigenasi arteri (Perawatan kondisi dasar)
9. Cairan
10. Farmakologi ( O2, Diuretik)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, jenis kelamin (frekuensi sama antara laki-laki dan
perempuan); umur (lebih menyerang orang dewasa di banding anak anak,
namun saat ini ditemukan bahwa seluruh usia dapat terkena ARDS).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien sering mengeluh sesak napas
b. Riwayat penyakit sekarang
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai
dengan napas pendek, takipnea, dan gejala yang berhungan dengan
penyebab utamanya, misalnya syok
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, Syok, Trauma, Cidera system
saraf yang serius dll
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama
dengan penyakit yang dialami klien
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemas
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda-tanda vital
- Suhu : normal (36,5oC – 37,5oC)
- Nadi : normal (60 - 100x/menit)
- RR : (16-24x/menit)
- TD : normal (120/80 mmHg)
d. Pemeriksaan Fisik
Hipoksemia timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan rasio ventilasi
perfusi sekunder terhadap timbulnya kompresi dan kolaps saluran napas kecil.
Peningkatan kerja napas timbul sebagai akibat dari meningkatnya resistensi jalan
udara, menurunya kapasitan fungsional residu (FRC), dan penurunan compliance
paru sekunder terhadap atelektasis serta penekana pada saluran napas. Hipoksemia
dan peningkatan kerja napas akan mengakibatkan kelemahan (fatigue) pada klien
dan berkembang menjadi hipoventilasi alveolar.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan berdasarkan stadium akan di
uraikan melalui penjelasan berikut.
a) Fase eksudatif (exudative phase)
Kelemahan , menurunya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, takipnea,
dan alkalosis respiratori. Hasil inspeksi dada didpatkan penggunaan otot bantu
pernapasan dan adanya peningkatan tekanan darah arteri.
b) Fase fibroprolifelatif (fibroproliverative phase)
Peningkatan tekanan darah arteri, peningkatan workload ventrikel kiri.
Suara nafas crackles/rales, agitasi yang berhubungan dengan hipoksia,
hiperventilasi, hiperkardia, peningkatan kerja napas, asidosis laktat (berhubungan
dengan metabolisme aerob), perubahan dalam perfusi (denyut jantung meningkat,
penurunan tekanan darah, perubahan temperature dan warna kulit, penurunan
capillery refill).
c) Disfungsi pada organ seperti :
- Otak, terjadi perubahan kesadaran, agitasi dan halusinasi;
- Jantung, terjadi penurunan curah jantung, (cardiac output) yang
mengakibatkan angina, CHF (gagal jantung kongestif), disritmia, dan
miokard infark.
- Ginjal, terjadi penurunan produksi urin atau laju filtrasi glomerulus
(LFG)
- Kulit, terdapat bintik bintik dan ditemukan adanya tanda iskemik.
- Hati, didapati adanya peningkatan SGOT, biliriubim, alkalin fosfat, dan
penurunan albumin
e. ADL
a) Aktivitas/istirahat
Gejala:
- Kekurangan energy/kelelahan
- Insomnia
b) Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat adanya trauma pada paru dan syok, fenomena embolik
(darah, udara, lemak)
Tanda :
- TD: dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi
hipoksia): hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau dapat
factor pencetus seperti pada eklampsia.
- Frekuensi jantung : takikardia biasanya ada.
- Bunyi jantung : normal pada tahap dini: S2 (komponen paru)
dapat terjadi.
- Disritmia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal.
- Kulit dan membrane mukosa: pucat, dingin. Sianosis biasanya
terjadi (tahap lanjut).
c) Integritas EGO
Gejala :
- Ketakutan
- Ancaman perasaan takut.
Tanda :
- Gelisah
- Agitasi
- Gemetar
- mudah terangsang
- perubahan mental.
d) Makanan/cairan
Gejala :
- kehilangan selera makan
- mual/muntah
Tanda :
- Edema
- perubahan berat badan.
- Berkurangnya bunyi usus.
e) Neurosensori
Gejala/tanda :
- adanya trauma kepala.
- Mental lamban, disfungsi motor.
f) Pernapasan
Gejala :
- adanya aspirasi, inhalasi asap/gas, infeksi disfus paru.
- Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara.
Tanda :
- pernapasan: cepat, mendengkur, dangkal.
- Peningkatan kerja napas; penggunaan otot aksesori pernapasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat
terjadi bunyi napas bronchial.
- Perkusi dada: bunyi pekak di atas area konsolidasi.
- Ekspansi dada menurun atau tak sama.
- Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan
palpatasi).
- Sputum sedikit, berbusa.
- Pucat atau sianosis.
- Penurunan mental, bingung.
g) Keamanan
Gejala :
- Riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, transfuse darah,
episode anafilaktik.
h) Seksualitas
Gejala/tanda :
- Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal
atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di
tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran
interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan
dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada
jantung.
b. ABGs :hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai
CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi
terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukkan
terjadi pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45) dapat timbul pada
stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan
ventilasi alveola. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan nilai laktat darah, akibat metabolism
anaerob.
c. Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan
volume paru menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space
dihasilkan oleh pada area terjadinya fasokonstriksi dan mikroemboli
timbul.
d. Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Akumulasi protein dan
cairan dalam interstisial/area alveolar
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan Peningkatan
jumlah/viskositas secret paru.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Gangguan mekanisme
regulasi
3.3 Perencanaan
No Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi
kerusakan pada
pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Menunjukkan
perbaikan ventilasi
dan oksigenasi
adekuat dengan
GDA dalam rentang
normal dan bebas
gejala distress
pernapasan.
- Berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam kemampuan /
situasi
1. Kaji status pernapasan
dengan sering, catat
peningkatan frekuensi /
upaya pernapasan atau
perubahan pola napas.
2. Catat adanya/tidak
adanya bunyi napas dan
adanya bunyi tambahan,
contoh krokels, mengi.
1. Takipnea adalah
mekanisme kompensasi
untuk hipoksemia dan
peningkatan upaya
pernapasan dapat
menunjukkan derajat
hipoksemia.
2. Bunyi napas dapat
menurun, tidak sama atau
tak ada pada area yang
sakit. Kreleks adalah bukti
peningkatan cairan dalam
area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti
kronstriksi bronkus
dan/atau penyempitan jalan
napas sehubungan dengan
mukus/edema.
3. Kaji adanya sianosis
4. Observasi kecendrungan
tidur, apatis, tidak
perhatian, gelisah,
bingung, somnolen.
5. Auskultasi frekuensi
jantung dan irama.
6. Berikan periode istirahat
dan lingkungan tenang.
7. Tunjukkan/dorong
penggunaan napas bibir
bila diindikasikan.
8. Berikan oksigen lembab
dengan masker CPAP
sesuai indikasi.
3. Penurunan oksigenasi
bermakna (desaturasi 5g
hemoglobin)terjadi
sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari “organ” hangat,
contoh lidah, bibir, dan
daun telinga adalah paling
indikatif dari hipoksemia
sistemik. Sianosis perifer
kuku/ekstreminitas
sehubungan dengan
vasokontriksi.
4. Dapat menunjukkan
berlanjutnya hipoksemia
dan/atau asidosis.
5. Hipoksemia dapat
menyebabkan mudah
terangsang pada
miokardium, menghasilkan
berbagai disritmia.
6. Menghemat energy pasien,
menurunkan kebutuhan
oksigen.
7. Dapat membantu
khususnya untuk pasien
yang sembuh dari penyakit
lama/berat, mengakibatkan
destruksi parenkim paru.
8. Memaksimalkan sediaan
oksigen untuk pertukaran,
dengan tekanan jalan napas
9. Bantu dengan/berikan
tindakan IPPB.
10. Kaji seri foto dada.
11. Awasi/gambarkan seri
GDA/oksimetri nadi.
12. Berikan obat sesuai
indikasi contoh steroid,
antibiotic, bronkodilator,
ekspektoran.
positif kontinu.
9. Meningkatkan ekspansi
penuh paru untuk
memperbaiki oksigenasi
dan untuk memberikan
obat nebulizer ke dalam
jalan napas. Intubasi dan
dukungan ventilasi
diberikan bila PaO2 kurang
dari 60 mmHg dan tidak
berespons terhadap
peningkatan oksigen murni
(FIP2).
10. Menunjukkan kemajuan
atau kemunduran kongesti
paru.
11. Menunjukkan ventilasi /
oksigenasi dan status
asam/basa. Digunakan
sebagai dasar evaluasi
keefektifan terapi atau
indicator kebutuhan
perubahan terapi.
12. Pengobatan untuk SDPD
sangat mendukung lebih
besar atau dibuat untuk
memperbaiki penyebab
SDPD dan mencegah
berlanjutnya dan potensial
komplikasi fatal
hipoksemia. Steroid
menguntungkan dalam
menurunkan inflamasi dan
meningkatkan produksi
surfaktan.
Bonkodilator/ekspektoran
meningkatkan bersihan
jalan napas. Antibiotic
dapat diberikan pada
adanya infeksi paru/sepsis
untuk mengobati pathogen
penyebab.
2 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan jalan nafas
kembali efektif
Kriteria hasil :
- Menyatakan/
menunjukkan
hilangnya dispnea
- Mempertahankan
jalan napas paten
dengan bunyi napas
bersih/tak ada ronki.
- Mengeluarkan secret
tanpa kesulitan.
- Menunjukkan
perilaku untuk
memperbaiki/memp
ertahankan bersihan
jalan napas.
1. Catat perubahan upaya
dan pola bernapas.
2. Observasi penurunan
ekspansi dinding dada
dan adanya/peningkatan
fremitus.
3. Catat karakteristik bunyi
napas.
1. Penggunaan otot interkosta /
abdominal dan pelebaran
nasal menunjukkan
peningkatan upaya
bernapas.
2. Ekspansi dada terbatas atau
tak sama sehubungan
dengan akumulasi cairan,
edema, dan secret dalam
seksi lobus. Konsolidasi
paru dan pengisian cairan
dapat meningkatkan
fremitus.
3. Bunyi napas menunjukkan
aliran udara melalui pohon
trakeobronkial dan
dipengaruhi oleh adanya
cairan, mucus, atau
obstruksi aliran udara lain.
Mengi dapat merupakan
bukti konstriksi bronkus
atau penyempitan jalan
4. Catat karakteristik batuk
(missal, menetap,
efektif/tak efektif) juga
produksi dan
karakteristik sputum.
5. Pertahankan posisi
tubuh/kepala tepat dan
gunakan alat jalan napas
sesuai kebutuhan
6. Bantu dengan
batuk/napas dalam, ubah
posisi dan penghisapan
sesuai indikasi.
7. Berikan oksigen lembab,
cairan IV: berikan
kelembaban ruangan
yang tepat.
8. Berikan terapi aerosol,
nebulizer ultrasonic.
napas sehubungan dengan
edema. Ronki dapat jelas
tanpa batuk dan
menunjukkan pengumpulan
mukus pada jalan napas.
4. Karakteristik batuk dapat
berubah tergantung pada
penyebab/etiologi gagal
pernapasan. Sputum, bila
ada mungkin banyak,
kental, berdarah, dan atau
purulen.
5. Memudahkan memelihara
jalan napas atau paten bila
jalan napas pasien
dipengaruhi mis., gangguan
tingkat kesadaran, sedasi
dan trauma maksilofasial.
6. Pengumpulan sekresi
mengganggu ventilasi atau
edema paru dan bila pasien
tidak diintubasi,
peningkatan masukan cairan
oral dapat mengencerkan /
meningkatkan pengeluaran.
7. Kelembaban menghilangkan
dan memobilisasi secret dan
meningkatkan transport
oksigen.
8. Pengobatan dibuat untuk
mengirimkan
oksigen/bonkodilatasi/kele
9. Bantu dengan/berikan
fisoterapi dada, contoh
drainase postural: perkusi
dada/vibrasi sesuai
indikasi.
10. Berikan bronkidilator,
contoh aminofilin,
albuterol (proventil):
isoetarin (bronkosol) dan
agen mukolitik, contoh
asetikistein (Mucomyst),
guaifenesin (Robitussin).
11. Awasi untuk efek
samping merugikan dari
obat, contoh takikardia,
hipertensi, tremor,
insomnia.
mbaban dengan kuat pada
alveoli dan untuk
memobilisasi secret.
9. Meningkatkan drainase/
eliminasi secret paru ke
dalam sentral bronkus,
dimana dapat lebih siap
dibatukan atau dihisap
keluar. Meningkatkan
efesiensi penggunaan otot
pernapasan dan membantu
ekspansi alveoli.
10. Obat diberikan untuk
menghilangkan spasme
bronkus, menurunkan
viskositas secret,
memperbaiki ventilsi dan
memudahkan pembuangan
secret.
11. Memerlukan perubahan
dosis/pilihan obat.
3. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan volume ciran
dalam batas normal.
dengan KH:
- Mendemonstrasikan
volume cairan stabil
dengan
keseimbangan
masukan/keluaran,
berat stabil, tanda-
tanda vital dalam
batas normal dan
tidak ada edema.
1. Pantau pemasukan /
pengeluaran. Hitung
keseimbangan cairan,
catat kehilangan kasat
mata. Timabang berat
badan sesuai indikasi.
2. Evaluasi turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa, adanya edema
dependen/umum
3. Pantau tanda vital
(tekanan darah, nadi,
frekuensi pernapasan).
Auskultasi bunyi napas,
catat adanya krekel.
4. Kaji ulang kebutuhan
cairan
5. Hilangkan tanda bahaya
dan ketahui dari
1. Evaluator langsung status
cairan. Perubahan tiba-tiba
pada berat badan dicurigai
kehilanagn/retensi cairan.
2. Indicator langsung satatus
cairan/perbaikan
keseimbangan.
3. Kekurangan cairan mungkin
dimanisfestasikan oleh
hipotensi dan takikardi,
karena jantung mencoba
untuk mempertahankan
curah jantung. Kelebihan
cairan/terjadinya gagal
mungkin dimanifestasikan
oleh hipertensi, takikardi,
takipnea, krekels, distress
pernafasan.
4. Tergantung pasa situasi,
cairan dibatasi atau
diberikan terus. Pemberian
informasi melibatkan pasien
pada pembuatan jadwal
dengan kesukaan individu
dan meningkatkan rasa
terkontrol dan kerjasama
dalam program.
5. Dapat menurunkan
rangsanagan pusat muntah.
lingkungan.
6. Anjurkan pasien untuk
minum dan makan
dengan perlahan sesuai
indikasi
7. Berikan cairan IV
melalui alat control
8. Pemberian anti emetic,
contoh: proklorperazin
meleat (compazine),
trimetobenzamid (tigan),
sesuai indikasi.
9. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi, contoh: Hb/Ht,
BUN/kreatinin, protein
plasma, elektrolit.
6. Dapat menurunkan
terjadinya muntah bila
mual.
7. Cairan dapat dibutuhkan
untuk mencegah dshidrasi,
meskipun pembatasan
cairan mungkin diperlukan
bila pasien GJK
8. Dapat membantu
menurunkan mual/muntah
(berkerja pada sentral, dari
pada dig aster)
meningkatkan pemasukan
cairan/makanan
9. Mengevaluasi satus hidrasi,
fungsi ginjal dan
penyebab/efek ketidak
seimbangan
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Acute Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal napas mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
Adapun etiologi dari ARDS yaitu berupa trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung .
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan
awal pada paru. Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan
dispnea, sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks.
Patofisiologi dari ARDS sendiri dimulai dari terjadi kerusakan membrane
kapiler-alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler
paru dan epitel aveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan
interstitial.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
Ketidak seimbangan asam basa, Kebocoran udara, Perdarahan pulmoner,
Displasia bronkopulmoner, Apnea, Hipotensi sistemik.
Penatalaksanaan dari ARDS bisa dilakukan dengan memberikan nutrisi
yang adekuat, Pemasangan Ventilator mekanik untuk mempertahankan
keadekuatan level O2 darah, Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya.
4.2 SARAN
Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature tentang
pembuatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
baik dan benar.
Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih
baik dalam pebuatan makalah selanjutnya.
Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk
mahasiswa keperawatan agar lebih mengerti tentang proses keperawatan dalam
perkuliahan ANP I.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges,Marilyn.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2009.Buku Ajar Asuhan Keperawata Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan; Salemba Medika
Price, Silvia. A. dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.