asidiku

29
BAB I ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI 1.1. Asidimetri 1.1.1. Tujuan Percobaan 1. Membuat larutan standar HCl 0,1 N. 2. Menetapkan konsentrasi larutan standar dengan cara boraks dan Na 2 CO 3 3. Menentukan kadar NH 3 dalam garam ammonium 1.1.2. Tinjauan Pustaka Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan

Transcript of asidiku

Page 1: asidiku

BAB I

ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

1.1. Asidimetri

1.1.1. Tujuan Percobaan

1. Membuat larutan standar HCl 0,1 N.

2. Menetapkan konsentrasi larutan standar dengan cara boraks dan

Na2CO3

3. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium

1.1.2. Tinjauan Pustaka

Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan

larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa

dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga

sebagai titrasi asam-basa.

Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret

yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi

reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang

diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.

Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen pereaksi-

pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya

merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikiometri. Hal ini diatasi dengan

Page 2: asidiku

pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat

diketahui. Titik akhir titrasi merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes

zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di

atas termasuk analisis titrimetri atau volumetri. Selama bertahun-tahun istilah

analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi,

dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran

volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.

Reaksi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-

basa adalah sebagai berikut :

- Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka

reaksinya adalah : HA + OH → A- + H2O

- Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka

reaksinya adalah: BOH + H+ → B+ + H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa

adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH- → H2O dan terdiri dari beberapa

kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat

dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.

Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam

analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis

kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan

bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan

HCl.

(http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081005210744AA4jUQn)

Page 3: asidiku

Indikator yaitu suatu senyawa (organik) yang akan berubah warnanya pada

rentang pH tertentu. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang

memiliki warna cukup tajam, hanya dengan beberapa tetes, indikator dapat

digunakan untuk menetapkan titik ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk

menentukan tingkat keasaman larutan.

(M. Sodiq Ibnu, dkk. Kimia Analitik I. 2005)

Indikator untuk asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau

membentuk flouresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu.

Indikator terletak pada titik ekivalen dan ukuran dan ukuran dari pH. Zat-zat

indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan

warna kuat dan biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh

resonansi isomer elekton.

Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga

golongan:

a. Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein. Indikator ftalein dibuat

dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu fenoftalein. Pada pH

8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah. Anggota-anggota lainnya adalah: o-

cresolftalein, thimolftalein, -naftolftalein. Sedangkan indikator sulfoftalein

dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat. Yang termasuk dalam

kelas ini: thymol blue, m-cresolpurple, chlorofenolred, bromofenolred,

bromofenolblue, bromocresolred, dan sebagainya.

Page 4: asidiku

b. Indikator azo, diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam dizonium,

misal: methylyellow atau p-dimetil amino azo benzena. Indikator azo

menunjukkan kenaikan disosiasi bila temperature naik.

c. Indikator trifenilmetana

Indikator ini masuk kedalam golongan indikator azo yang menunjukkan

kenaikan disosiasi bila temperatur naik.

(Khopkar. Konsep Dasar Kimia Analitik.1990 )

Macam-macam Indikator:

a. Indikator kertas lakmus

Lakmus adalah suatu kertas dari bahan kimia yang akan berubah warna jika

dicelupkan kedalam larutan asam/basa. Warna yang dihasilkan sangat

dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada.

Gambar 1.1.2.1. kertas lakmus

Tabel 1.1.2.1. perubahan warna kertas lakmus pada larutan asam, basa, dan

netral:

Jenis Kertas LakmusDalam larutan yang bersifat

Asam Basa Netral

Lakmus merah Merah Biru Merah

Lakmus biru Merah Biru Biru

Page 5: asidiku

b. Indikator bahan alami

Indikator bahan alami adalah indikator yang didapatkan dari daun mahkota

bunga( bunga mawar, kembang sepatu, bougenvil, dan lain-lain), kunyit dan

bit. Ekstrak bahan tersebut memberi warna yang berbeda dalam larutan asam

dan basa .

c. Indikator pH

Untuk mengetahui nilai pH suatu zat juga bisa digunakan alat yang disebut pH

meter. pH meter mempunyai elektroda yang dicelupkan ke dalam larutan yang

akan diukur pH-nya. Nilai pH dapat langsung diketahui melalui tampilan layar

digital pada alat tersebut.

Gambar 1.1.2.2. pH meter

d. Indikator Universal

Indikator universal adalah gabungan dari beberapa indikator. Larutan indikator

universal yang biasa digunakan dalam laboratorium terdiri dari metil jingga

(trayek : 2,9-4,0), metil merah (trayek : 4,2-6,3), bromtimol biru (trayek : 6,0-

7,6), dan fenolftalein (trayek : 8,3-10,0). Indikator-indikator itu memberi warna

yang berbeda bergantung pada pH larutan.

Page 6: asidiku

Gambar 1.1.2.3. Kertas indikator

Gambar 1.1.2.4. Trayek perubahan warna pada kertas indikator

(http://Lakmus/wikipedia bahasa Indonesia/ensiklopedia bebas.mht/15/06/2010)

(http://asidi/indikator.html)

Page 7: asidiku

Tabel1.1.2.2. Beberapa indikator asam – basa

Indikator Perubahan Warna Dengan Peningkatan pH pH

Asam Pikrat Tak Berwarna – Kuning 0,1 – 0,8

Metil Oranye Merah – Kuning 3,1 – 4,4

Metil merah Merah – kuning 6,8 – 8,0

Litmus Merah – Biru 4,5 – 8,3

Bromtimol Biru Kuning – Biru 6,0 – 7,6

Fenolftalein Tak Berwarna – Merah 8,0 – 9,6

(R.A. Day, Jr. Analisa kimia kuantitaif . Edisi IV. 1993)

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya

secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas)

atau M (molaritas). Larutan baku dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk

membakukan larutan standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan

iodium.

2. Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku

primer, dan kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar,

misalnya larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.

(http://rgmaisyah.wordpress.com/2008/11/22/titrimetri/)Larutan standar yang ideal untuk titrasi :

1. Cukup stabil sehingga penentuan konsentrasi cukup dilakukan sekali.

2. Bereaksi cepat dengan analit sehingga waktu titrasi dapat dipersingkat.

Page 8: asidiku

3. Bereaksi sempurna dengan analit sehingga titik akhir yang memuaskan dapat

dicapai.

4. Melangsungkan reaksi selektif dengan analit.

Keakuratan hasil metode titrasi amat bergantung pada keakuratan penentuan

konsentrasi larutan standar. Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan standar

dapat digunakan 2 cara, yaitu:

1. Dengan cara langsung, menimbang dengan tepat standar primer,

melarutkannya dalam pelarut hingga volume tertentu.

2. Dengan standardisasi, yaitu titran yang akan ditentukan konsentrasinya

digunakan untuk mentitrasi standar primer/sekunder yang telah diketahui

beratnya.

(http://blog.unila.ac.id/widiarto/files/2009/10/volumetri.pdf)

Ada sedikitnya dua sumber kesalahan dalam penentuan titik akhir suatu

titrasi dengan menggunakan indikator visual. Satu terjadi apabila indikator yang

digunakan tidak berubah warna pada pH yang sesuai. Ini merupakan kesalahan

tetap dan dapat dibetulkan dengan penentuan suatu blanko indikator. Ini hanyalah

volume asam atau basa yang diperlukan untuk merubah pH dari pH pada titik

ekivalen ke pH pada saat indikator berubah warna. Blangko indikator biasanya

ditentukan secara eksperimental.

Kesalahan kedua dalam keadaan asam atau basa yang sangat lemah

dengan kelandaian kurva titrasi yang tidak besar dan dengan demikian perubahan

warna pada titik ekivalen tidak tajam. Bahkan kalau indikator yang sesuai

Page 9: asidiku

digunakan, suatu kesalahan tak tetap terjadi dan tercermin dalam tiadanya

ketepatan dalam memutuskan dengan tepat bila perubahan warna terjadi.

(R.A.Day,Jr.AL.Underwood. Kimia Analisis Kuantitatif. Edisi IV.1993 )

Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai volumetri merupakan cara

analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam

setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan

zat pendeteksi yang disebut titran. Reaksi dasar antara komponen analit dengan

titran dinyatakan dengan persamaan umum :

aA + tT produk

“a” adalah jumlah mol analit (A) yang bereaksi secara stoikiometri dengan “t”

mol titran (T) atau “a” dan ”t” menggambarkan koefisien reaksi dalam persamaan

reaksi setaranya. Analit adalah komponen dari larutan sampel yang hendak

ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan standar yang telah diketahui dengan

tepat kosentrasinya.

Titran ditambahkan kedalam larutan analit menggunakan peralatan khusus

yang disebut buret sampai mencapai jumlah tertentu hingga tercapai titik ekivalen.

Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh perubahan zat tertentu yang

sengaja dimasukkan kedalam larutan analit yang dikenal sebagai indikator.

Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah bereaksi dengan titran.

Kelebihan sedikit titran bereaksi dengan indikator, sehingga terjadi perubahan

terhadap indikator, yang biasanya ditunjukkan dengan perubahan warna.

Kelebihan titran harus diupayakan sekecil mungkin melalui penambahan titran

tetes demi tetes agar tercapai kesalahan sekecil mungkin.

(M. Sodiq Ibnu, dkk. Kimia Analitik I. 2005)

Page 10: asidiku

Gambar 1.1.2.5. alat-alat titrasi

Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4

golongan, yaitu:

1.Asidi-alkalimetri

Metode ini didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi. Larutan

analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan

basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk penetapan

kuantitas analit asam atau basa.

2.Kompleksometri

Metode ini didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara

analit dengan titran. Misalnya reaksi Ag+ dan CN- yang mengikuti

persamaan reaksi:

Ag+ + 2CN- [Ag(CN)2]-

Reaksi antara Ag+ dan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan

sianida.

Page 11: asidiku

3. Oksidimetri

Metode ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran.

Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa

larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.

4. Titrasi pengendapan

Metode ini didasarkan pada reaksi pengendapan analit oleh larutan standar

titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit.

(M. Sodiq Ibnu, dkk. Kimia Analitik I. 2005)

1.1.3. Alat dan Bahan

A. Alat yang digunakan:

batang pengaduk

Beakerglass

botol aquades

buret

corong kaca

Erlenmeyer

gelas arloji

gelas ukur

kertas lakmus

kompor listrik

labu ukur

pipet tetes

Page 12: asidiku

pipet volume

statif dan klem

B. Bahan yang digunakan:

Metil merah (C14H14N3NaO2S)

Ammonium Klorida (NH4Cl)

Aquadest (H2O)

Asam Klorida (HCl)

Boraks (Na2B4O7.10H2O)

Metil oranye (C15H15N3O2)

Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium Karbonat (Na2CO3)

1.1.4. Prosedur Percobaan

A. Membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 250 mL

Memipet HCl pekat sebanyak 1,08 mL ke dalam labu ukur 250 mL,

kemudian menambahkan Aquadest sampai tanda batas

Menstandardisasi larutan HCl yang diperoleh.

B. Standardisasi dengan boraks (Na2B4O7. 10H2O) 0,1 N

Menimbang dengan tepat boraks 1,91 gr, melarutkan dengan aquadest

sampai 100 mL.

Memipet 25 mL dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer.

Menambahkan indikator metil merah 3 tetes.

Page 13: asidiku

Menitrasi dengan larutan HCl dari percobaan sebelumnya sehingga

warnanya berubah dari kuning menjadi pink.

Mencatat volume yang diperlukan dan mengulangi percobaan sampai 3

kali.

C. Standardisasi dengan Na2CO3

Menimbang 0,265 gr Na2CO3 dan melarutkan dalam Aquadest sampai

50 mL dalam labu ukur.

Mengocok dengan baik sampai larut semua kemudian memipet 10 mL

dan memasukkan kedalam Erlenmeyer.

Menambahkan indikator metil oranye 3 tetes.

Menitrasi dengan HCl dari percobaan sebelumnya sehingga warnanya

berubah dari oranye menjadi pink.

Mencatat volume yang diperukan dan mengulangi percobaan hingga 3

kali.

D. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium

Menimbang 0,1 gr NH4Cl dan memasukkan kedalam Erlenmeyer.

Menambahkan 75 mL larutan NaOH yang telah distandardisasi

kemudian didihkan dan dinginkan

memanaskannya sampai uap yang keluar tidak merubah warna kertas

lakmus yang telah dibasahi dengan aquadest lalu mendinginkannya

Tambahkan indikator metil merah 3 tetes dan titrasi dengan larutan

standar HCl sampai titik ekivalen.

Catat volume yang diperlukan dan ulangi percobaan sampai 3 kali.

Page 14: asidiku

1.1.5. Data pengamatan untuk praktikum Asidimetri

A. Standardisasi larutan HCl dengan Boraks

Keterangan 1 2 3

Berat teliti bahan baku(gram) 1,91 1,91 1,91

Berat Ekivalen bahan baku (gram) 191 191 191

Volume larutan baku(mL) 100 100 100

Volume larutan yang dititrasi (mL) 25 25 25

Volume larutan peniter (mL) 24,5 24,8 24,31

B. Standardisasi larutan HCl dengan Na2CO3 anhidrat

Keterangan 1 2 3

Berat teliti bahan baku(gram) 0,265 0,265 0,265

Berat Ekivalen bahan baku (gram) 106 106 106

Volume larutan baku(mL) 50 50 50

Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 10 10

Volume larutan peniter (mL) 9,5 9,5 9,6

C. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium secara asidimetri

Keterangan 1 2 3

Berat garam ammonium (gram) 0,1 0,1 0,1

Normalitas Larutan standard (N) 0,1 0,1 0,1

Volume larutan HCl (mL) 36 34,5 32,4

Volume Larutan NaOH (mL) 75 75 75

Page 15: asidiku

1.1.6. Persamaan Reaksi

A. Standardisasi larutan HCl dengan Na2B4O7.10H2O

Na2B4O7.10H2O + 2HCl 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2O (natriumtetraboratdekahidrat) (asamklorida) (natriumklorida) (asamborat) (air)

B. Standardisasi HCl dengan Na2CO3 anhidrat

Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3

(natriumkarbonat)(asamklorida) (natriumklorida) (natriumhidrogenkarbonat)

NaHCO3 + HCl NaCl + CO2 + H2O (natriumhidrogenkarbonat)(asamklorida) (natriumklorida) (karbondioksida) (air)

(Harjadi. Ilmu Kimia Analitik Dasar. 1986)

C. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium secara asidimetri

NH4+ + OH- NH4OH

(ion ammonium) (ion hidroksida) (ammonium hidroksida)

NH4Cl + NaOH NH4OH + NaCl (ammoniumklorida) (natriumhidroksida)(ammoniumhidroksida)(natriumklorida)

(Vogel. Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. 1996)

1.1.7. Perhitungan

A. Membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 250 mL dari HCl 12 N

(V x N)HCl pekat = (V x N)HCl

V HCl pekat x12 = 250 x 0,1

VHCl pekat = 2,083 mL

Jadi, untuk membuat larutan HCl 0,1 N adalah dengan memipet 2,083 mL

HCl pekat dan mengencerkannya dengan aquadest dalam labu ukur 250

mL sampai tanda batas.

B. Membuat larutan Boraks 0,1 N sebanyak 100 mL

Page 16: asidiku

N Na2B4O7. 10H2O = W Na2 B 4 O7 . 10H2 OBE Na 2 B4 O7 . 10H 2O

× 1000V

0,1 = W Na 2 B4 O7 . 10H2 O191

× 1000100

W Na2B4O7. 10H2O = 1,91 gram

Jadi, untuk membuat larutan boraks 0,1 N adalah dengan menimbang 1,91

boraks kemudian melarutkannya dengan aquadest dalam labu ukur 100

mL sampai tanda batas.

C. Standardisasi larutan HCl dengan Boraks (Na2B4O7.10H2O) 0,1 N

VHCl rata-rata = 24,5 + 24,8 + 24,313

= 24,53

(V × N)boraks = (V × N)HCl

25 × 0,1 = 24,53 × NHCl

NHCl = 0,1019 N

Jadi, normalitas HCl yang didapatkan dari standardisasi larutan HCl

dengan boraks adalah 0,1019 N

D. Standardisasi HCl dengan Na2CO3 anhidrous

` VHCl rata-rata = 9,5 + 9,5 + 9,63

= 9,53 mL

(V N)Na2CO3 = (V N)HCl

10 × 0,1 = 9,53 × NHCl

NHCl = 0,1049 N

Jadi, normalitas HCl yang didapatkan dari standardisasi HCl dengan

Na2CO3 adalah 0,1049 N

Page 17: asidiku

N rata-rata = N 1 + N 22

= 0,1 019 + 0,104 92

= 0,1034 N

E. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium secara asidimetri

Kadar NH3 secara praktek :

Diketahui:

NNaOH = 0,097 N

NHCl = 0,1034 N

VNaOH = 75 mL

VHCl = 34,3 mL

% NH3 = [ ( V × N ) NaOH - ( V × N ) HCl ] × BENH 3W

× 100

%

= [ ( 75 × 0,097 ) - ( 34,3 × 0,103 4 ) ] ×17100

× 100 %

NNaOH = 63,382 %

Kadar NH3 secara teoritis :

% NH3 = BM NH 3BM NH 4 C l

× 100%

= 1753,5

× 100%

= 31,8 %

Jadi, didapatkan % NH3 secara praktek sebesar 63,382 % dan persen

NH3 secara teoritis sebesar 31,8 %.

Page 18: asidiku

1.1. 8. Pembahasan

A. Standardisasi larutan HCl dengan Na2B4O7.10H2O

1. Dalam percobaan yang dilakukan, normalitas HCl yang didapatkan

adalah 0,1034N, sedangkan konsentrasi HCl secara teoritis adalah

0,1N. Perbedaan normalitas ini kemungkinan disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu:

Penimbangan boraks (Na2B4O7.10H2O) serta pengambilan HCl

dalam jumlah yang kurang tepat

Penambahan indikator yang kurang tepat sehingga menyebabkan

titik akhir titrasi berlangsung lebih cepat atau lebih lama dari

seharusnya

Kesalahan dalam titrasi seperti kelebihan larutan peniter saat titrasi

2. Karena HCl merupakan asam kuat maka digunakan indikator metil

merah dengan jangkauan pH 4,2-6,2 yang menyebabkan larutan

berubah warna dari kuning ke pink pada titik akhir titrasi.

B. Standardisasi larutan HCl dengan Na2CO3

1. Dalam percobaan yang dilakukan didapatkan normalitas HCl sebesar

0,1049 N sedangkan normalitas HCl secara teoritis adalah 0,1 N.

perbedaan normalitas ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu:

Penimbangan Na2CO3 serta pengambilan HCl dalam jumlah yang

kurang tepat

Page 19: asidiku

Pengocokan larutan Na2CO3 yang kurang keras sehingga garam tidak

larut sempurna

Penambahan indikator yang kurang tepat sehingga menyebabkan

titik akhir titrasi berlangsung lebih cepat atau lebih lama dari

seharusnya

Kesalahan dalam perhitungan waktu pemanasan larutan setelah

penambahan indikator sehingga CO2 tidak benar-benar hilang

Kesalahan dalam titrasi seperti kelebihan larutan peniter saat titrasi

2. Pada percobaan ini pH pada titik ekivalen adalah kira-kira 4 maka

digunakan indikator metil oranye yang akan berubah warna dari

oranye ke pink pada kisaran pH tersebut

C. Menentukan kadar NH3 dalam garam ammonium

1. Dalam penetapan kadar NH3 dalam NH4Cl digunakan indikator metil

merah yang akan mencapai titik akhir titrasi pada jangkauan pH 4,2-

6,2

2. Kadar NH3 secara teoritis adalah sebesar 31,8 % sedangkan dalam

percobaan didapatkan kadar NH3 sebesar 63,382 %. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh:

Penimbangan NH4Cl yang kurang tepat

Larutan NaOH yang tercemar Na2CO3

Kesalahan dalam titrasi, baik dalam pemberian indikator maupun

kesalahan pembacaan titik akhir titrasi

Page 20: asidiku

Waktu pemanasan yang kurang sehingga masih terdapat NH3

dalam larutan

1.1.9. Kesimpulan

1. Normalitas yang didapatkan setelah standardisasi larutan HCl dengan

Boraks adalah 0,1019 N

2. Normalitas yang didapatkan setelah standardisasi larutan HCl dengan

Na2CO3 anhidrat adalah sebesar 0,1049 N

3. Kadar NH3 dalam NH4Cl secara praktek adalah sebesar 63,382 %