asidi alkalimetri

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asidi-Alkalimetri Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). H + + OH - H 2 O Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H + tertentu atau pada pH tertentu. Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan

description

kimia analisa

Transcript of asidi alkalimetri

Page 1: asidi alkalimetri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asidi-Alkalimetri

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion

hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk

menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi

antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).

H+ + OH- H2O

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-

senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri

adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan

baku basa.

Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator.

Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam

bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam

bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke

bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.

Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH

larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar

titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar

kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.

Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam

dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang

disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil

reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama

dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau

penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa.

Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan

dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk

menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-

basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam

Page 2: asidi alkalimetri

menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil

reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.

Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi

asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan

titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan

volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.

Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-

alkalimetri.

Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena

hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam

standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang

berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri).

Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan

akibat reaksi-reaksi tersebut.

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan

dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. reaksi). Keadaan ini disebut

sebagai “titik ekivalen”.

Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita

mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan

menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa

menghitung kadar titran.

(Valent, dkk., 2011)

2.2 Titrasi Asam-Basa

Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan

untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi asam basa

adalah reaksi penetralan. Jika larutan bakunya asam disebut asidimetri dan jika

larutan bakunya basa disebut alkalimetri (Ratisah, 2009).

Karena asam terbagi menjadi asam kuat dan asam lemah, sebagaimana basa

juga menjadi basa kuat dan basa lemah, sehingga titrasi asam basa dapat dilakukan

terhadap :

Page 3: asidi alkalimetri

1. Asam kuat – basa kuat

2. Asam kuat – basa lemah

3. Asam lemah – basa kuat

4. Asam kuat – garam dari asam lemah

5. Basa kuat – garam dari basa lemah

Perbedaan dari jenis titrasi di atas terletak pada titik akhir titrasi, dimana jika

titrasi dilakukan dengan asam maupun basa kuat yang juga merupakan elektrolit kuat

maka larutan yang dihasikan akan netral dan mempunyai pH 7, kondisi ini terjadi

pada titik ekuivalen.

Jika asam atau basanya adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis

sampai derajat tertentu dan larutan pada titik ekivalen akan sedikit basa atau sedikit

asam. pH akhir dari larutan adalah saat titik ekivalen yang dapat dihitung dari tetapan

ionisasi dari asam lemah atau basa lemah itu dan konsentrasi larutan.

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH.

Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah

dan selama titrasi terus-menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH

meter) pada awal titrasi (yakni sebelum ditambah basa) pada waktu-waktu tertentu

setelah titrasi dimulai, maka jika pH larutan dibuat grafik dengan volume titrant akan

diperoleh grafik yang disebut kurva titrasi. 

(Hamdani, 2012)

2.3 Prinsip Titrasi Asam-Basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.

Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen

(artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya

ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik

ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau

titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang

dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara

melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir

titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik

Page 4: asidi alkalimetri

ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik

ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat

volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan

menggunakan data volume titran, volume dan  konsentrasi titer maka bisa dihitung

konsentrasi titran tersebut.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu

contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida

(NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai berikut :

NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl (aq) + H2O(l)

(Lestari, 2012)

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Asam-Basa

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut,

efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain.

Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :

1. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara

stoikiometri, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan

yang lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-

kurangnya 99,9 % pada titik kesetaraan.

2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.

Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Berdasarkan reaksi :

Titrasi asam basa

Titrasi oksidasi reduksi

Titrasi pengendapan

Titrasi kompleksometri

2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai :

Titrasi asidimetri

3. Campuran penetapan akhir :

Cara visual dengan indikator

Cara elektromagnetik

Page 5: asidi alkalimetri

4. Berdasarkan konsentrasi :

Makro

Semimikro

Mikro

5. Berdasarkan teknik pelaksanaan :

Tidak langsung

Titrasi plank

Titrasi tidak langsung

(Syabatini, 2007)

2.5 Indikator Titrasi

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih

sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih

indiator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna

indiator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana

reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan

visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi

asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini

umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang

mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang

ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga

indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang

diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua

atau tiga tetes larutan indikator 0,1% (b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua

tetes (0,1 ml) indikator (0,1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0,01

ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak

terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator

phenolpthalein (pp) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan

asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam

keadaan terionisasi (dalam larutan basa).

Page 6: asidi alkalimetri

Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator

dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolpthalein karena indikator ini

bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk

titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh

karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil merah

dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah

campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange. Contoh indikator

asam-basa :

Nama Indikator Warna asam Warna basa Trayek pH

Alizarin kuning kuning ungu 10,1-12,0

Fenolftalein tak berwarna merah 8,0-9,6

Timolftalein tak berwarna biru 9,3-10,6

Fenol merah kunig merah 6,8-8,4

Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6

Metil merah merah kuning 4,2-6,2

Metil jingga merah kuning 3,1-4,4

Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0-7,0

Timol blue kuning biru 8,0-9,6

Tropeolin OO merah kuning 1,3-3,0

Tabel 2.1 Indikator asam basa

(Valent, dkk., 2011)

2.6 Aplikasi Asidi - Alkalimetri

Analisis Kuantitatif Formalin Dengan Metode Asidi - Alkalimetri

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.

Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya

ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan

pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari

formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,

Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde,

dan Formalith. Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul

HCOH. Karena kecilnya molekul, ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke

Page 7: asidi alkalimetri

dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi

dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang

mengendap.

Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga

digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan

serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan

peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin

dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum,

bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur

minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis

(playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai

pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat

sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet. Adapun bahaya formalin ialah :

1. Bahaya utama

Formalin sangat berbahaya bila tertelan dan akibat yang ditimbulkan dapat

berupa bahaya kanker pada manusia.

2. Bahaya jangka pendek (akut)

Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit

menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit

perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak

sadar hingga koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak,

limpa, pancreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal.

3. Bahaya jangka panjang (kronik)

Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-

muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu

badan dan rasa gatal di dada.

(Anonim, 2012b)

Page 8: asidi alkalimetri

Gambar 2.1 Flowchart Analisis Kuantitatif Formalin Dengan Metode Asidi -

Alkalimetri

(Anonim, 2012b)

Dipipet 10 ml hasil destilat dan dimasukkan ke erlenmeyer

Ditambahkan campuran 25 ml hidrogen peroksida encer dan 50 ml

NaOH 0,1 N

Selesai

Dimulai

Dipanaskan di atas penangas air hingga pembuihan berhenti

Dititrasi dengan HCl 0,1 N menggunakan indikator larutan

fenolftalein

Dipipet 50 ml NaOH 0,1 N

Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein

Dititrasi dengan HCl 0,1 N