Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

7
Pengeluaran Setelah Perolehan Setelah asset tetap diperoleh dan digunakan,maka sewaktu-wakatu akan timbul biaya seiring dengan penggunaan suatu asset tetap baik yang jumlah nominalnya kecil maupun yang jumlahnya signifikan.permasalahan pokok yan muncul terkait timbulnya biaya selama masa kepemilikan asset adalah apakah biaya yang timbul diberlakukan sebagai beban atau dikapitalisasi dan pembebananay dilakukan secara alokasi melalui depresiasi. Untuk mengetahui perlakuan pada sector public nampaknya perlu terlebih dahulu mengetahui perlakuan pada sektor komersil. Akuntansi sektor komersil pada umumnya memperlakukan biaya yang akan menambah masa manfaat masa depan untuk dikapitalisasi, sedangkan biaya yang timbul hanya untuk memelihara kemampuam asset agar dapat beroperasi normal agar segera dibebankan. Lebih spesifik lagi Donald E. Kiesso menyebutkan persyaratan dimana jika salah satunya terpenuhi maka biaya dapat dikapitalisasi dapat dikapitalisasi, persyaratan tersbut sebgai berikut : 1. Masa manfaat asset harus bertambah 2. Kuantitas unit yang dihasilkan oleh asset tersebut harus bertambah 3. Kualitas unit yang dihasilkan oleh asset tersebut harus bertambah JIka melihat persyaratan-persyaratan tersebut maka pada intinya jika biaya yang dikeluarkan menambah potensi manfaat asset di masa yang akan datang maka biaya tersebut harus di kapitalisasi. Oleh karenanya kapitalisasi biaya selama masa kepemilikan sebenarnya kembali kepada pemaknaan terminology asset , dalam hal ini digunakan deinisi FASB karena sangat diterima umum, yaitu “ Probable future economic benefits obtained or controlled by aparticular entity as a result of past transactions or events.”.Ketika probable future economic benefit bertambah maka biaya dikapitalisasi, ketika probable future economic benefit tidak bertambah maka biaya tidak dikapitalisasi dan langsung dibebankan. Alur pemikiran akuntansi komersil dalam rangka kapitalisasi biaya selama kepemilika asset nampaknya cukup sesuai dengan yang diterapkan pada sektor public. Menurut IPSAS “Assets are resources controlled by an entity as a

Transcript of Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

Page 1: Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

Pengeluaran Setelah Perolehan

Setelah asset tetap diperoleh dan digunakan,maka sewaktu-wakatu akan timbul biaya seiring dengan penggunaan suatu asset tetap baik yang jumlah nominalnya kecil maupun yang jumlahnya signifikan.permasalahan pokok yan muncul terkait timbulnya biaya selama masa kepemilikan asset adalah apakah biaya yang timbul diberlakukan sebagai beban atau dikapitalisasi dan pembebananay dilakukan secara alokasi melalui depresiasi. Untuk mengetahui perlakuan pada sector public nampaknya perlu terlebih dahulu mengetahui perlakuan pada sektor komersil. Akuntansi sektor komersil pada umumnya memperlakukan biaya yang akan menambah masa manfaat masa depan untuk dikapitalisasi, sedangkan biaya yang timbul hanya untuk memelihara kemampuam asset agar dapat beroperasi normal agar segera dibebankan. Lebih spesifik lagi Donald E. Kiesso menyebutkan persyaratan dimana jika salah satunya terpenuhi maka biaya dapat dikapitalisasi dapat dikapitalisasi, persyaratan tersbut sebgai berikut :

1. Masa manfaat asset harus bertambah2. Kuantitas unit yang dihasilkan oleh asset tersebut harus bertambah3. Kualitas unit yang dihasilkan oleh asset tersebut harus bertambah

JIka melihat persyaratan-persyaratan tersebut maka pada intinya jika biaya yang dikeluarkan menambah potensi manfaat asset di masa yang akan datang maka biaya tersebut harus di kapitalisasi. Oleh karenanya kapitalisasi biaya selama masa kepemilikan sebenarnya kembali kepada pemaknaan terminology asset , dalam hal ini digunakan deinisi FASB karena sangat diterima umum, yaitu “ Probable future economic benefits obtained or controlled by aparticular entity as a result of past transactions or events.”.Ketika probable future economic benefit bertambah maka biaya dikapitalisasi, ketika probable future economic benefit tidak bertambah maka biaya tidak dikapitalisasi dan langsung dibebankan.

Alur pemikiran akuntansi komersil dalam rangka kapitalisasi biaya selama kepemilika asset nampaknya cukup sesuai dengan yang diterapkan pada sektor public. Menurut IPSAS “Assets are resources controlled by an entity as a result of past events and from which future economic benefits or service potential are expected to flow to the entity.” Terdapat penekanan future economic benefit di masa yang akan datang yang akan dinikmati pemerintah pada definisi tersebut. Maka by definition setiap biaya yang dapat diidentifikasikan akan member tambahan manfaat ekonomis di masa yang akan datang akan diakui sebagai asset (dikapitalisasi) Lebih lanjut untuk pada IPSAS 17 yang mengatur akuntansi asset tetap pada paragraph 14 disebutkan sebagai berikut :

“The cost of an item of property, plant and equipment shall be recognized as an asset if, and only if:1) It is probable that future economic benefits or service potential associated with the item will

flow to the entity; and2) The cost or fair value of the item can be measured reliably.”

Prinsip tersebut tentunya semakin menegaskan biaya-biaya yang sifatnya harian (day to day servicing cost) tidak dikapitalisasi. Adapun IPSAS menyebutkan contoh-contoh day to day servicing cost yang harus dibebankan seperti :

1) Penambalan permukaan berlubang pada jalan raya2) Penggantian kursi penumpang pada pesawat yang dimiliki pemerintah

Page 2: Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

3) Pengecetan gedung pemerintah

Hal yang serupa juga diterapkan oleh PP 71 Tahun 2010. SAP ini memiliki kesamaan dengan akuntansi komersil dan IPSAS dalam memperlakukan biaya-biaya yang terjadi selama masa kepemilikan asset. Definisi asset menurut SAP berbunyi ” Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.” Karena itu sama halnya pada akuntansi komersil maupun IPSAS, bahwa by definition secara umum biaya selama masa pemanfaatan asset tetap yang menambah manfaat ekonomis yang akan dirasakan suatu entitas pada periode-periode mendatang akan dikapitalisasi

Kapitalisasi biaya selama masa pemanfaatan aset tetap semakin dipertegas pada pernyataan paragraf 49 akuntansi asset tetap PP 71 tahun 2010 yang menyebutkan “Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan.” Pada buletin teknis nomor 09 tentang akuntansi asset tetap disebutkan bahwa Pengeluaran yang dapat memberikan anfaat lebih dari satu tahun (memperpanjang manfaat aset tersebut dari yang direncanakan semula atau peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan kinerja disebut dengan pengeluaran modal (capital expenditure) sedangkan pengeluaran yang memberikan manfaat kurang dari satu tahun (termasuk pengeluaran untuk mempertahankan kondisi aset tetap) disebut dengan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure).

Pada SAP akrual biaya yang timbul selama masa pemanfaatan asset tetap selain memenuhi pejelasan sebagaimana paragraph 49, juga disebutkan bahwa kriteria jumlah biaya yang akan menjadi batas biaya tersebut dapat dikapitalisasi atau tidak harus dituangkan dalam sutu kebijakan akuntasi yang berlaku pada suatu entitas, Ini berarti sebelum dapat melakukan kaitalisasi terhadap biaya yang menambah kapasitas, kuliatas, masa manfaat asset tetap maka setia entitas harus menyusun kebijakan akuntansi yang khususnya mengatur batasan jumlah (tresshold) yang mesti dipenuhi ketika akan mengkapitalisasi biaya. Dan pada PP 71 tahun 2010 dijelaskan lebih lanjut bahwa dikarenakan organisasi pemerintah sangat beragam dalam jumlah penggunaan asset tetap maka suatu batasan jumlah kapitalisasi tidak dapat diseragamkan untu seluruh entitas. Itu berarti keputusan batasan ada pada masing-masing entitas untuk menetapkannya sesuai dengan kondisi keuangan, kondisi operasional, dan jumlah asset tetapnya. Namun standar ini mengharusakan bahwa sekali batasan ditetapkan maka harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan pada Catatan Atas Laporan Keuangan.

Untuk lebih jelasnya maka dijelaskan contoh pencatatan atas transaksi timbulnya cost yang menambah manfaat ekonomis asset tetap. Misalkan pada tahun 2011, Kementerian S melakukan pemeliharaan gedung dan bangunan sebagai berikut:

Tanggal 10 Agustus 2011 dilakukan kegiatan pemasangan keramik yang semula hanya berupa lantai tanah sejumlah Rp600.000.000 dengan pembebanan pada akun belanja modal gedung dan bangunan.

Tanggal 10 September 2011 dilakukan pengecatan taman gedung sejumlah Rp300.000.000 dengan pembebanan pada akun belanja pemeliharaan.

Atas transaksi tersebut biaya pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi hanyalah biaya pemasangan keramik. Biaya pengecatan taman diakui sebagai beban tahun berjalan dan tidak perlu dikapitalisasi

Page 3: Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

karena merupakan kegiatan pemeliharaan rutin yang tidak menunjukkan adanya suatu peningkatan mutu/kualitas/kapasitas atas aset yang bersangkutan.

Jurnal yang dibuat oleh Kementerian S adalah sebagai berikut.

Untuk belanja modalTanggal Uraian Debet Kredit

10/08/2011 Aset Tetap-Gedung Piutang dari Kas Umum Negara(untuk mencatat kapotalisasi aset tetap)

Rp600.000.000 Rp600.000.000

Belanja Modal(untuk mencatat realisasi belanja modal yang dimasukkan dalam Laporan Realisasi Anggaran)

Rp600.000.000

Untuk belanja pemeliharaan

Tanggal Uraian Debet Kredit10/09/2011 Beban Pemeliharaan

Piutang dari Kas Umum Negara(untuk mencatat kapotalisasi aset tetap)

Rp300.000.000 Rp300.000.000

Belanja Pemeliharaan(untuk mencatat realisasi belanja modal yang dimasukkan dalam Laporan Realisasi Anggaran)

Rp300.000.000

Pencatatan di Bendahara Umum Negara

Tanggal Uraian Debet Kredit10/08/2011 Belanja Modal

Kas Umum Negara(untuk mencatat realisasi belanja modal yang dimasukkan dalam Laporan Realisasi Anggaran)

Rp600.000.000 Rp600.000.000

Tanggal Uraian Debet Kredit10/09/2011 Belanja Pemeliharaan

Kas Umum Negara(untuk mencatat realisasi belanja pemeliharaan l yang dimasukkan dalam Laporan Realisasi Anggaran)

Rp300.000.000 Rp300.000.000

Revaluasi Asset Tetap

Page 4: Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

Akuntansi sektor komersil yang fokus pada pengukuran laba memiliki konsep penambahan modal (capital) atau yang lebih dikenal sebagai capital maintanance. Konsep capital maintenance menjelaskan bahwa laba akan nyata dirasakan oleh perusahaan ketika modal awal perusahaan dapat di recover terlebih dahulu, kemudian setelah menghasilkan nilai lebih maka kelebihannya itulah yang disebut sebagai laba. Sederhananya bahwa ketika net asset saat ini melebihi net asset periode sebelumnya maka laba (tambahan ekonomis) sudah dihasilkan oleh perusahaan. Ketika menghadapi situasi dimana asset perusahaan mengalami kenaikan nilai berdasarkan harga pasar dibandingkan dengan nilai bukunya, maka perlu dilakukan penilaian ulang pada asset tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tercermin nilai yang sesungguhnya dari asset tersebut dan kemudian juga mencerminkan net asset sesungguhnya pada neraca perusahaan sehingga pemilik perusahaan dapat menggunakan informasi yang dianggap sangat relevan untuk mengambil keputusan.

Pada sector public revalusi tetap dilakukan. Hal ini tampak pada pernyataan paragraph IPSAS. IPSAS yang dikenal mengadopsi IFRS dengan berbagai penyesuaian agar sesuai untuk diterapkan pada sector publik, mengadopsi pula kemungkinan dilakukannya revaluasi Asset. Hal ini terlihat dari pernyataan paragraf 44 IPSAS no 17 yang berbunyi “ setelah mengakui sebuah asset yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal, harus (shall be) di nyatakan pada jumlah yang direvaluasi menjadi nila wajarnya pada tanggal revaluasi dikurang akumulasi depresiasi atau akumulasi impairment sebeumnya. Revaluasi sebaiknya dilakukan secara regular dan memadai untuk meyakinkan bahwa nilai buku tidak berbeda secara material dari nilai wajar asset pada tanggal pelaporan.”

Melalui paragraf pernyataan tentang revaluasi tersebut dapat diketahui bahwa motivasi dilakukannya revaluasi asset adalah untuk meyakinkan pengguna laporan keuangan bahwa nilai yang disajikan mencerminkan atau tidak berbeda secara material dengan nilai wajarnya, jika kemudian akan berpengaruh pada penambahan net asset maka hal tersebut bukan menjadi motivasi utama. Untuk menjamin validitas nilai wajar asset yang akan direvaluasi, IPSAS mengharuskan revaluasi dilakukan oleh jasa appraisal.

Lebih lanjut terdapat 2 hal yang menarik terkait dengan revaluasi asset menurut IPSAS yang dijelaskan sebagai berikut :

1. IPSAS menyatakan bahwa revaluasi asset dapat dilakukan setiap kali terdapat perubahan nilai wajar yang signifikan atas suatu asset. Ketika terjadi maka harus sedapat mungkin direvaluasi agar tujuan nilai buku tidak berbeda jauh dengan nilai wajar dapat dicapai. Hal ini tentu saja membuat kebijakan penilain kembali atau revaluasi asset dapat dilakukan sesering mungkin ketika terjadi perubahan. Namun tentunya realita dilapangan nampaknya akuntan pemerintah tentu saja harus mempertimbangkan hal terkait pertimbangan biaya dan manfaat ketika dilakukan revaluasi.

2. Selisih lebih atau selisih kurang nilai buku terhadap nlai wajar asset yang direvaluasi akan dimasukkan sebagai surplus atau defisit pada Statement of Financial Performance. Hal ini menjadi menarik adalah bahkan pada akuntansi sektor komersil, selisih lebih tidak akan langsung diakui sebagai gain or loss, pada laporan laba rugi karena belum terealisasi tetapi diakui sebagai comprehensive income. Tetapi pada IPSAS justru selisih tersebut langsung diakui karena langsung mempengaruhi surplus or defisit pada Statement of Financial Performance.

Praktik yang diterapkan di Indonesia ternyata cukup berbeda. Padahal jika mengingat-ingat sejarah penyusunan SAP, SAP menggunakan IPSAS sebagai salah satu sumbernya. Pada paragraph 59

Page 5: Aset Selama Masa Kepemilikan + Revaluasi Aset Tetap

akuntansi asset tetap PP 71 tahun 20120 yang mengatur tentang revaluasi asset menyebutkan “Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.”

Jika pernyataan tersebut dimaknai maka sepertinya SAP membatasi penerapan dilakukannya revaluasi aktiva tetap dimana pada IPSAS revaluasi dapat dilakukan sesering mungkin ketika harga wajar sudah berbeda material dengan nilai buku asset. Kalaupun diberlakukan maka harus terlebih dahulu diterbitkan ketentuan pemerintah yang mendasari revaluasi dan ketika diterapkan maka akan berlaku secara nasional. Hal ini tentunya memakan waktu sehingga revaluasi asset pada pemerintahan Indonesia masih mungkin dilakukan namun dengan intensitas yang jarang sekali.

Ketika misalkan pemerintah memutuskan untuk melakukan revaluasi asset secara nasional dan mengeluarkan ketentuan yang mendasarinya maka perlakuaan akuntansi SAP mungkin akan sama dengan perlakuan akuntansi IPSAS. Seperti yang kita tahu revaluasi asset tetap pastinya akan menimbulkan nilai wajar sebagai nilai baru bagi asset yang kemudian dibandingkan dengan nilai bukunya akan menghasilkan selisih lebih ataupun selisih kurang. Selisih lebih ataupun selisih kurang sebagaimana diaparkan pada paragraph 60 akuntansi asset tetap SAP 71 2010 disebutkan bahwa selisih antara nilai revaluasi dengan nilai asset tetap dibukukan dalam akun ekuitas. Namun demikian yang masih menyisakan pertanyaan adalah apakah selisih tersebut langsung disesuaikan pada akun ekuitas tanpa terlebih dahulu melakukan pencatatan akun surplus deficit pada laporan operasional atau selisih tersebut diakui terlebih dahulu pada laporan operasional yang pada akhirnya akan mempengaruhi akun ekuitas. Nampaknya untuk mengetahui jawabannya harus menunggu KSAP mengeluarkan buletin teknis terkait revaluasi aktiva tetap ketika pemerintah memutuskan melakukan revaluasi asset.