ASEAN MARITIME FORUM (AMF DALAM ...digilib.unila.ac.id/58569/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfUPAYA...

106
UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM MENANGGULANGI KASUS PEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA TENGGARA (STUDI KASUS SELAT MALAKA TAHUN 2015-2018) (Skripsi) Oleh RAFIKA PERMATA SARI JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of ASEAN MARITIME FORUM (AMF DALAM ...digilib.unila.ac.id/58569/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfUPAYA...

UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM MENANGGULANGI KASUSPEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA TENGGARA (STUDI KASUS SELAT

MALAKA TAHUN 2015-2018)

(Skripsi)

Oleh

RAFIKA PERMATA SARI

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2019

ABSTRAK

UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALA MENANGGULANGIKASUS PEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA TENGGARA (STUDI

KASUS SELAT MALAKA TAHUN 2015-2018)

Oleh

RAFIKA PERMATA SARI

Permasalahan perompakan di Selat Malaka menjadi permasalahan serius yangmengancam stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara yang berdekatan denganselat. Kasus perompakan di Selat Malaka juga menjadi perhatian globalmengingat perairan tersebut merupakan jalur strategis bagi perdagangan dunia.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kasus perompakan diSelat Malaka khususnya Asia Tenggara dan menganalisis upaya AMF dalammenanggulangi perompakan wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan tipepenelitian kualitatif dekriptif. Penelitian ini menggunakan konsep organisasiinternasional dan maritime security untuk menganalisis upaya AMFmenanggulangi kasus perompakan di Asia Tenggara. Hasil penelitian adalahadanya AMF dalam menanggulangi kasus perompakan di Selat Malaka khususnyaAsia Tenggara memberikan keuntungan bagi kerja sama kawasan ASEAN. Haltersebut dilihat dari upaya AMF dengan mempromosikan langkah-langkah sertamembangun kepercayaan dalam mewujudkan stabilitas keamanan dankeselamatan maritim di kawasan ASEAN melalui sejumlah lokakarya dankonferensi yang dilakukan AMF dalam pertemuan-pertemuannya.

Kata Kunci: ASEAN Maritime Forum (AMF), Perompakan, Asia Tenggara,Selat Malaka

ABSTRACT

EFFORTS OF ASEAN MARITIME FORUM (AMF) IN TACKLING THEPIRACY IN SOUTHEAST ASIAN WATERS (CASE STUDY OF

MALACCA STRAIT 2015-2018)

By

RAFIKA PERMATA SARI

The problem of piracy in the Malacca Strait is a serious problem that threatensregional stability in the Southeast Asian region adjacent to the strait. The case ofpiracy in the Malacca Strait is also a global concern considering that the watersare a strategic route for world trade. The purpose of this study is to describe casesof piracy in the Malacca Strait, especially Southeast Asia and analyze AMFefforts in tackling piracy in the region. This research uses descriptive qualitativeresearch type. This study uses the concept of international organizations andmaritime security to analyze the efforts of AMF to tackle piracy cases inSoutheast Asia. The results of the study are that the AMF in tackling piracy casesin the Malacca Strait, especially Southeast Asia, has benefited ASEANcooperation. This was seen from the efforts of the AMF by promoting measuresand building trust in realizing maritime security and safety stability in the ASEANregion through a number of workshops and conferences conducted by AMF in itsmeetings.

Keywords: ASEAN Maritime Forum (AMF), Piracy, Southeast Asia,Malacca Strait.

UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM

MENANGGULANGI KASUS PEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA

TENGGARA (STUDI KASUS SELAT MALAKA TAHUN 2015-2018)

Oleh

RAFIKA PERMATA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL

Pada

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis Rafika Permata Sari. Lahir di

Tanjung Karang pada tanggal 24 Januari 1997 sebagai

anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak

Turmanto dan Ibu Harmijani. Penulis menempuh

pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Perumnas Way

Kandis Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada

tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA

Al-Kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2015.

Pada tahun 2015, penulis dinyatakan berhasil diterima sebagai mahasiswa Jurusan

Hubungan Internasional Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah

mengikuti program Winter Camp for Overseas Chinese Youth di Beijing-Harbin,

China melalui program yang diselenggarakan Han Yuan pada tahun 2016. Penulis

juga pernah terlibat dalam kegiatan Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa

Hubungan Internasional se-Indonesia (PSNMHII) ke-30 yang diadakan di

Universitas Lampung pada tahun 2018. Pada tahun 2018, penulis juga melakukan

kegiatan magang di Kantor Imigrasi Kelas I, Bandar Lampung.

MOTTO

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telahberbuat baik kepadamu.”

(Qs. Al-Qashas: 77)

“Dibalik setiap harapan selalu diikuti kekecewaan, jadi

berhentilah berharap”

(Bob Sadino)

“Nothing Lasts Forever”

(Sidney Sheldon)

PERSEMBAHAN

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatdan hidayah-Nya serta junjungan tinggi Rasulullah MuhammadSAW, kupersembahkan skripsi ini kepada inspirasi terbesarku :

Kedua orangtuaku Bapak Turmanto dan Ibu Harmijani yangsenantiasa membesarkan, mendidik, membimbing, mendo’akan,dan selalu mendukungku. Terimakasih untuk semua kasih sayangdan pengorbanannya serta setiap doa’nya yang selalu mengiringi

setiap langkahku menuju keberhasilan.

Adikku Maulia Elvionita yang selalu mendukung danmemberikan semangat.

Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semogasuatu saat dapat membalas semua budi baik dan nantinya dapat

menjadi anak yang membanggakan kalian.

Dosen Pembimbingku dan Dosen Pembahasku, terima kasihuntuk bantuan dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.

Almamater Universitas Lampung Jurusan HubunganInternasional, tempat aku menimba ilmu dan mendapatkanpengalaman berharga yang menjadi awal langkahku meraih

kesuksesan

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, kesehatan serta karunia-Nya dan shalawat serta salam selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas cahaya kebenaran yang dibawa

oleh beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

”Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Menanggulangi Kasus

Perompakan di Perairan Asia Tenggara (Studi Kasus Selat Malaka Tahun

2015-2018)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hubungan

Internasional di Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dwi Wahyu Handayani, S.IP, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang

telah meluangkan banyak waktu dan memberikan banyak sekali ilmu,

masukan, dan saran yang membangun serta bimbingan yang sangat

membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terimakasih

banyak Ibu Dwi atas segala motivasi dan masukan yang diberikan agar

penulis dapat menjadi sosok lebih percaya diri lagi untuk masa depan.

4. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S., selaku dosen pembahas yang telah

meluangkan waktu, memberikan kritik dan saran. Terimakasih Prof Yuli

atas segala ilmu, motivasi, arahan, masukan dan saran perbaikan yang

sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bang Hasbi Sidik, S.IP., M.A., selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan banyak waktu dan tenaga untuk membimbing penulis.

Terimakasih Bang Hasbi atas ilmu, pengetahuan, masukan, serta support

yang selalu bang Hasbi berikan setiap kali proses bimbingan skripsi.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada bang Hasbi yang telah

menjadi sosok dosen pembimbing yang sangat mengerti dan memaklumi

kekurangan penulis, terimakasih bang Hasbi atas support yang diberikan,

dan juga masukan yang diberikan agar penulis dapat menjadi pribadi yang

lebih percaya diri dan tangguh dalam menjalani setiap bagian kehidupan.

6. Bapak Turmanto dan Ibu Harmijani selaku kedua orang tua yang sangat

penulis cintai dan banggakan. Terimakasih atas doa yang selalu terpanjat,

perhatian yang tak terhingga, kasih sayang, pengorbanan, dan nasihat-

nasihat yang tiada henti diberikan. Terimakasih telah menjadi orangtua

yang tidak pernah lelah dalam menegur. Ayah dan Ibu merupakan sumber

motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada adikku Maulia Elvionita, yang juga memiliki peranan penting

dalam pengerjaan skripsi ini. Terimakasih telah selalu menjadi tempat

bercerita dan tempat mencurahkan keluh kesah terutama selama proses

mengerjakan skripsi ini. Terimakasih untuk selalu mendukung dan

memberikan pertolongan jika penulis kesulitan dalam melakukan hal

teknis dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Irma Tata Manggala, Ardyta Nabilah, Firstya Rachmadininta Putri, dan

Anita Dwi Gita Rianto, terimakasih atas perjalanan selama empat tahun

berjuang bersama di Jurusan Hubungan Internasional ini. Terimakasih

telah menjadi penyemangat penulis dalam menjalani hari-hari di kampus

selama menjadi mahasiswa. Canda, tawa, dan air mata perjuangan selama

kuliah di Jurusan Hubungan Internasional menjadi sebuah rentetan

kenangan yang takkan terlupakan di masa-masa itu. Akhirnya atas izin

Allah SWT, kita berlima telah menyelesaikan kuliah kita dengan segala

pengorbanan yang tentunya tidak mudah untuk dilewati. Terimakasih

kalian telah hadir, terimakasih atas pertolongan dan canda tawa yang

memberikan warna di hari-hari kuliahku.

9. Hasya, Clara, Hayyu, Sarah, Kent, terimakasih ya sudah mengisi canda

tawa dan keluh kesah dunia perkuliahan penulis. Akan banyak sekali

kenangan-kenangan yang tidak akan terlupakan, see you on top friends!

10. Annisa Atila Thabrani, Intan Nata Sasmita, kalian juga merupakan sosok

yang takkan terlupakan. Terimakasih ya telah menjadi teman baik penulis

selama duduk di bangku perkuliahan.

11. Staff Jurusan, Dekanat, Universitas terima kasih telah berperan dan

membantu penulis dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.

12. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional terima kasih atas seluruh

ilmu yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir dengan lancar dan tepat waktu.

13. Teman-teman Hubungan Internasional angkatan 2015. Terima kasih sudah

menjadi bagian dari perjalanan perkuliahan penulis. Terima kasih sudah

berbagai tawa, cerita dan kesulitan bersama. Maaf jika selama ini penulis

pernah melakukan perbuatan maupun perkataan yang kurang mengenakan,

sungguh penulis tidak bermaksut demikian.

14. Untuk orang-orang yang belum disebutkan dan tidak mungkin untuk

disebutkan. Penulis mengucapkan terima kasih atas semuanya, yang

pernah terjadi dahulu telah membuat penulis menjadi pribadi yang lebih

baik lagi dan memberikan pembelajaran yang sangat bermakna bagi

penulis. Maaf atas kesalahan yang pernah penulis lakukan di masa itu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna

dan bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Agustus 2019

Penulis,

Rafika Permata Sari

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................. i

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii

DAFTAR GRAFIK ............................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................... v

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................ 11.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 61.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 61.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 82.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 82.2 Landasan Konseptual ................................................................. 18

2.2.1 Organisasi Internasional ................................................. 182.2.2 Maritime Security ............................................................ 21

2.3 Kerangka Pikir .......................................................................... 25

III. METODE PENELITIAN.............................................................. 273.1 Tipe Penelitian .......................................................................... 273.2 Fokus Penelitian ........................................................................ 283.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 283.4 Teknik Analisis Data ................................................................. 28

IV. GAMBARAN UMUM ................................................................... 304.1 ASEAN Maritime Forum........................................................... 304.2 Selat Malaka dan Perompakan................................................... 40

4.2.1 Selat Malaka .................................................................... 404.2.2 Perompakan di Asia Tenggara ........................................ 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 755.1 Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Perannya

Menanggulangi Kasus Perompakan di Selat Malaka

ii

Khususnya Asia Tenggara...………………………………….765.1.1 AMF sebagai Forum Dialog dalam5.1.1 Menciptakan Keamanan Maritim ................................. 785.1.2 AMF Sebagai Sarana Menyatukan Ide-ide5.1.2 Bersama Melalui Interaksi Negara Kawasan................. 85

5.2 Komunikasi AMF dalam Pertemuan Bersama5.2 Negara-negara Kawasan ......................................................... 895.3 Analisis Upaya AMF dalam Menanggulangi5.3 Perompakan di Selat Malaka Khususnya5.3 Asia Tenggara......................................................................... 94

VI. PENUTUP .................................................................................... 104

6.1 Kesimpulan .............................................................................. 1046.2 Saran ........................................................................................ 107

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 108

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir .........................................................................26

2. Peta Selat Malaka................................................................................41

3. Peta Asia Tenggara .............................................................................44

4. Lokasi insiden perompakan di Indonesia tahun 2017.........................48

5. Lokasi insiden perompakan di Selat Malakadan Singapura tahun 2017...................................................................55

6. Lokasi insiden perompakan di Filipina tahun 2017 ............................58

7. Lokasi insiden perompakan di Vietnam tahun 2017...........................60

8. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2016...............73

9. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2017...............74

10. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2018...............74

iv

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Total insiden perompakan di dunia kawasanbulan Januari - Desember 2015...........................................................66

2. Insiden pembajakan dan perompakan di Asia TenggaraTahun 2015 berdasarkan bulan ...........................................................67

3. Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2016.........................................68

4. Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2017.........................................69

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Perompakan di Wilayah Asia Tenggara termasuk Selat

Malaka pada Tahun 2011-2015.............................................................4

2. Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu ...............................................17

3. Klasifikasi insiden dalam perspektif ReCAAP ISCterhadap situasi pembajakan dan perampokanbersenjata di Asia ................................................................................45

4. Data Perompakan di Indonesia pada Tahun 2015-2017 .....................49

5. Data Perompakan di Wilayah Selat Malaka

dan Singapura Tahun 2015-2017 ........................................................55

6. Data Perompakan di Filipina pada Tahun 2015-2017.........................58

7. Data Perompakan di Vietnam pada Tahun 2015-2017 .......................61

8. Kerugian terhadap Insiden Perompakan di Asia Tenggarapada Tahun 2015 .................................................................................67

9. Data Perompakan Actual dan Attempted di WilayahAsia Tenggara termasuk Selat Malakapada Tahun 2015-2018........................................................................70

10. Data Perompakan Actual dan Attempted di WilayahAsia Tenggara pada Tahun 2015-2018 ...............................................71

vi

DAFTAR SINGKATAN

ACGF : ASEAN Coast Guard Forum

ADMM : ASEAN Defence Ministers Meeting

ADMM-plus : ASEAN Defence Ministers Meeting-plus

AEC : ASEAN Economic Community

AIS : Automatic Identification System

AMF : ASEAN Maritime Forum

APSC : ASEAN Political Security Community

ARF : ASEAN Regional Forum

ASC PoA : ASEAN Security Community Plan of Action

ASC : ASEAN Security Community

ASCC : ASEAN Socio-Cultural Community

ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations

CBM : Confidence Building Measures

CPKO : Crude Palm Kernel Oil

EAMF : Expanded ASEAN Maritime Forum

EAS : East Asia Summit

ICC : International Chamber of Commerce

IMB : International Maritime Bureau

IMO : International Maritime Organization

ISIS : Islamic State in Iraq and Syria

IUU Fishing : Illegal, Unreported, dan Unregulated Fishing

vii

JI : Jemaah Islamiyah

MMEA : Malaysian Maritime Enforcement Agency

OBP : Oceans Beyond Piracy

PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa

PCG : Philippines Coast Guard

PD : Preventive Diplomacy

RECAAP : The Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and

Armed Robbery against Ships in Asia

SLOC : Sea Line of Communication

UNCLOS : United Nations Conference On The Law Of The Sea

VAP : Vientiane Action Programme

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas perdagangan dunia merupakan salah satu bagian dari sumber daya

energi dunia, dalam hal ini aktivitas perdagangan dunia harus melewati jalur

strategis tertentu di antara area produksi dan tujuan akhir mereka. Salah satu

titik strategis itu adalah perairan sempit di Asia Tenggara yang dikenal

sebagai Selat Malaka, jalur laut yang menghubungkan Laut Cina Selatan

dengan Samudra Hindia dan Selat Malaka dikenal secara global karena

kepentingan ekonomi, politik, lingkungan, dan strategisnya.1

Selat Malaka sebagai jalur perdagangan global ditunjukan dengan sekitar

60.000 hingga 94.000 kapal melewati selat setiap tahunnya membawa sekitar

sepertiga perdagangan global.2 Perdagangan di Asia Tenggara mengandalkan

Selat Malaka dalam hal perdagangannya yang menavigasi laut ke Asia Barat,

serta ke negara-negara Eropa dan Afrika Timur. Ketersediaan bahan bakar

bunker yang sangat baik, fasilitas komunikasi dan perbaikan, khususnya di

Singapura dan Malaysia menjadikannya dua kali lebih menarik bagi kapal

untuk menggunakan rute Selat Malaka. Selat Malaka juga merupakan jalur

1 Freeman, D. B., “The Straits of Malacca: Gateway or Gauntlet?”,(Montreal: McGill-Queen's

University Press, 2003). 2 Sheldon W. Simon, “Safety and Security in the Malacca Straits: The Limits of Collaboration”,

Asian Security Journal Volume 7, 2011, hal. 27.

2

energi bagi pembangkit tenaga ekonomi seperti Cina, Jepang, Korea Selatan,

dan Taiwan, karena lebih dari 80% impor dan ekspor energi mereka

melewati Selat Malaka.3 Sebagai contoh yaitu Jepang yang mengimpor lebih

dari 98% minyak mentah yang dikonsumsinya, dan China yang bergantung

atas 80% impor energinya.4

Namun dibalik kelebihannya, Selat Malaka memiliki berbagai permasalahan

tindak kejahatan yang mengancam kedaulatan negara-negara kawasan Asia

Tenggara, salah satunya ialah tindakan pembajakan atau perompakan

bersenjata. Istilah pembajakan atau perompakan didefinisikan dalam pasal

101 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982

yang mengatur hukum laut internasional sebagai:

a. Segala tindak kekerasan ilegal atau penahanan, atau tindakan penghancuran apapun,

yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang kapal pribadi

atau pesawat udara pribadi yang dilakukan di laut lepas, terhadap kapal lain atau

pesawat terbang, atau terhadap orang atau properti di atas kapal atau pesawat udara

tersebut. b. Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam pengoperasian kapal atau pesawat terbang

dengan mengetahui fakta yang kemudian menjadikannya kapal atau pesawat bajak

laut c. Setiap tindakan menghasut atau dengan sengaja memfasilitasi tindakan yang

dijelaskan dalam sub-ayat (a) atau (b).5

Pada kasus perompakan, perusahaan Thailand pemilik kapal Orapin 4 tercatat

empat kali mengalami serangan perompak yang dilakukan oleh sepuluh orang

bersenjatakan senapan dan parang yang melompat menuju geladak kapal

tanker Orapin 4. Serangan pertama terjadi pada Agustus 2013, disusul dua

serangan pada Oktober 2013 dan terakhir pada Mei 2014 yang menyebabkan

3 Felipe Umaña, “Threat Convergence Transnational Security Threats in the Strait of Malacca”,

(Washington DC: The Fund for Peace, 2012), hlm.5. 4 Ibid., hal. 7.

5 R. Chuck Mason, “Piracy: A Legal Definition”, CRS Report for Congress, 2010, diakses dari

file:///C:/Users/USER/Downloads/12005.pdf pada 19 Oktober 2018 pukul 15:17 WIB

3

para kawanan perompak berhasil mencuri lebih dari 3.700 metrik ton bahan

bakar dengan nilai kerugian minyak menyentuh 1,9 juta dolar.6

Wilayah Laut Sulu dan Sulawesi yang membentang dari wilayah Sulu di

Filipina selatan dan Sabah di Malaysia timur dilintasi lebih dari 13.000 kapal

per tahun juga merupakan wilayah dengan pusat ancaman perompakan laut di

Asia Tenggara yang menghawatirkan, yakni sepanjang 2016 pelaut Indonesia

berulang kali diculik di perairan tersebut oleh kelompok organisasi teroris

Abu Sayyaf yang berbasis di pulau Jolo dan Basilan selatan, Filipina.7 Pada

10 Agustus 2017 sebuah kapal penumpang diserang dua pembajak laut di

daerah Pulau Nipah, Indonesia disusul dengan perompakan sebuah kapal

kontainer milik Jerman yang dilaporkan mendapat serangan di dekat

Filipina.8

Aksi kejahatan perompakan di perairan Selat Malaka khususnya Asia

Tenggara jelas membawa dampak buruk terhadap keamanan laut,

perekonomian dan stabilitas kawasan di Asia Tenggara. Aksi perompakan

rentan menyerang kawasan perairan Selat Malaka yang secara geografis

sangat strategis sebagai rute perdagangan internasional sehingga menciptakan

peluang bagi perompak untuk melakukan serangan yang menguntungkan.9

6 Tony Firman, “Asia Tenggara Surga Bajak Laut”, diakses dari https://tirto.id/asia-tenggara-

surga-bajak-laut-cvXA pada 20 Oktober 2018 pukul 18:50 WIB 7 Ibid.,

8 Ibid.,

9 Zubir Karim, “The Strategic Significance of the Straits of Malacca,” Australian Defense Force

Journal, 172, 2007, hal. 34.

4

Tabel 1.1 Data Perompakan di Wilayah Asia Tenggara termasuk Selat

Malaka pada Tahun 2011-2015

Negara 2011 2012 2013 2014 2015

Indonesia 46 81 106 100 108

Filipina 5 3 3 6 11

Singapura 11 6 9 8 9

Thailand - - - 2 1

Vietnam 8 4 9 7 27

Malaysia 16 12 9 24 13

Myanmar 1 - - - -

Selat Malaka 1 2 1 1 5

Total 88 108 137 148 174

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report, diakses

dari https://www.hellenicshippingnews.com/wp-content/uploads/2016/02/2015-Annual-IMB-

Piracy-Report-ABRIDGED.pdf)

Pada tabel di atas, terlihat bahwa kasus perompakan di Asia Tenggara

termasuk Selat Malaka dalam kurun waktu 2011 hingga 2015 menunjukkan

data yang tertinggi pada tahun 2015 yakni terjadi 174 insiden perompakan,

dan terendah pada tahun 2011 dengan jumlah 88 insiden. Indonesia menjadi

satu-satunya negara dengan perolehan jumlah insiden perompakan tertinggi

dan terus mengalami peningkatan dari tahun 2011-2015 diantara negara-

negara Asia Tenggara lainnya. Myanmar menjadi negara yang paling rendah

mengalami insiden, yakni hanya terjadi 1 insiden pada tahun 2011 saja

berdasarkan laporan IMB.

5

Kawasan laut dianggap memiliki peran penuh dalam melancarkan aksi

kejahatan yang bersifat lintas batas negara. Dalam menanggapi hal tersebut,

negara-negara di kawasan Asia Tenggara bersama-sama mengambil langkah

penuh dalam menangani isu kejahatan maritim yang menyangkut wilayah

kedaulatan teritorial mereka. Pada Deklarasi ASEAN Concord II (Bali

Concord II) yang ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN di Bali, Indonesia, 7

Oktober 2003, memperingatkan kepada para pemimpin ASEAN mengenai

isu-isu kelautan yang menyangkut lintas batas negara yang harus segera

mendapatkan penanganan secara regional, holistik, terpadu serta

komprehensif. Kerjasama maritim di antara negara anggota ASEAN (ASEAN

Members States/AMSs) berpengaruh dalam memberikan sebuah kontribusi

pembentukan komunitas keamanan ASEAN (ASEAN Security

Community/ASC).10

Dengan menindaklanjuti hasil dari Bali Concord II tersebut, KTT ASEAN ke-

10, di Vientiane, 29 November 2004, mengambil rencana aksi komunitas

keamanan ASEAN (ASC PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) yang

meliputi kegiatan kongkrit jangka menengah periode 2004-2010. ASC dari

VAP merupakan promosi kerjasama keamanan maritim ASEAN. Selanjutnya,

program dan langkah-langkah kawasan membentuk ASEAN Maritime Forum

(AMF).11

10

Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum, 2010, diakses melalui

http://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/pada 21 Oktober

2018 pukul 23:20 WIB 11

Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum, Loc.Cit.

6

1.2 Rumusan Masalah

Posisi geografis Selat Malaka berpengaruh terhadap negara-negara Asia

Tenggara yang berbatasan dengan selat, dan perekonomian global yang

bergantung pada perdagangan yang melewati Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia. Oleh karena itu, The Association of Southeast Asian Nations

(ASEAN) telah melakukan upaya berbagai untuk memerangi serangan

perompakan yang menyangkut wilayah kedaulatan teritorial masing-masing

negara serta untuk menciptakan keamanan regional salah satunya dengan

membentuk AMF yang diharapkan mampu menangani lebih serius terhadap

kasus tindak kejahatan perompakan di kawasan Asia Tenggara. Dari latar

belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:

”Bagaimana Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam

Menanggulangi Kasus Perompakan di Perairan Asia Tenggara (Studi

Kasus Selat Malaka Tahun 2015-2018)?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kasus perompakan di Selat Malaka khususnya Asia

Tenggara pada tahun 2015 hingga 2018

2. Menganalisis upaya AMF dalam menanggulangi perompakan di Selat

Malaka khususnya perairan Asia Tenggara dari tahun 2015 hingga 2018.

7

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Akademis:

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan media

informasi mengenai AMF dan juga perannya dalam menanggulangi kasus

perompakan di Selat Malaka khususnya Asia Tenggara pada tahun 2015

hingga 2018.

2. Manfaat Praktis:

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan

mengenai peran organisasi internasional dalam mengamankan kawasan

maritim terhadap tindak kejahatan perompakan.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait upaya pengamanan Selat Malaka mengenai kasus

perompakan sebelumnya telah banyak dilakukan dengan berbagai perspektif

dan bentuk kerjasama yang berbeda-beda serta berbagai studi kasus. Berikut

adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti dalam

memperoleh informasi tambahan.

Pertama, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Threat Convergence,

Transnational Security Threats in the Straits of Malacca” yang ditulis oleh

Felipe Umaña dan dikeluarkan oleh the Fund for Peace Publication.12

Dalam

tulisan ini penulis menjelaskan bahwa isu-isu transnasional seperti serangan

bajak laut, gerakan separatis atau kelompok-kelompok jaringan teroris global

pemicu permasalahan internal dan kestabilan kawasan, serta perdagangan

illegal yang sangat merugikan keamanan kawasan perairan Selat Malaka.

Dalam tulisan ini disebutkan bahwa tiga negara littoral Indonesia, Malaysia,

dan Singapura telah melakukan perjanjian bilateral, trilateral, dan ekstra-

regional maupun program-program lainnya seperti meningkatkan kemitraan

12

Felipe Umaña, “Threat Convergence Transnational Security Threats in the Strait of Malacca”,(

Washington DC: The Fund for Peace, 2012)

9

badan intelijen dan teknologi yang lebih besar serta peran pemerintah yang

lebih serius dalam meningkatkan keamanan bagi tiga negara pantai guna

meminimalisir berbagai permasalahan tersebut. Selain itu Indonesia, Malaysia,

dan Singapura juga melakakuan dialog multinasional dalam menyelesaikan

persengketaan perbatasan guna mempererat kerjasama keamanan kawasan

antar sesama negara anggota ASEAN yang berada di kawasan Selat Malaka

serta memperkenalkan proyek-proyek guna membuka peluang bantuan luar

negeri dalam penanganan yang lebih efektif terkait masalah ini.

Hal tersebut dituliskan dalam penelitian ini serta merta guna melawan efek

ancaman transnasional yang bermasalah ini. Namun yang menjadi prioritas

utama ialah pembangunan ekonomi yang dilakukan ketiga negara tersebut

guna rancangan untuk meminimalisir tindak kejahatan yang terjadi, dengan

kesetaraan ekonomi yang tercipta maka secara tidak langsung juga akan

mempengaruhi terhadap tindak kejahatan karena faktor ekonomi berperan

besar terhadap munculnya aksi-aksi tersebut. Bagaimana peran tiga negara

pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura ini menjadi acuan peneliti dalam

memperoleh data tambahan dalam penulisan penelitian.13

Pada penelitian

terdahulu pertama, kemiripan terlihat pada konsep yang digunakan. Namun,

terdapat juga perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan yakni penelitian

saya lebih memfokuskan kepada seluruh negara di kawasan ASEAN tidak

hanya beberapa negara saja seperti penelitian terdahulu oleh Felix. Sehingga

Felix hanya membahas peran Badan Inteligen dan Peran pemerintah dari tiga

negara littoral state yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.

13

Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 25.

10

Kedua, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Maritime security and the

Strait of Malacca: a strategic analysis” yang ditulis oleh Joel D. Davis.14

Dalam tulisannya, Davis menjelaskan bahwa Selat Malaka di Asia Tenggara

merupakan salah satu jalur perairan paling penting di dunia. Namun, kasus

pembajakan, terorisme, dan ketidakstabilan di kawasan itu telah mendorong

perwakilan perdagangan global untuk mempertimbangkan bahwa selat ini

berbahaya bagi kapal-kapal pengirim barang. Setiap insiden besar dapat

membatasi navigasi di perairan ini dan memiliki dampak negatif pada

perdagangan dan ekonomi global, khususnya ekonomi negara-negara

Pasifik.15

Dalam pembahasan pertama, tulisan ini menjelaskan tentang kaitan negara-

negara yang membentuk Selat Malaka serta isu-isu yang mempengaruhinya

dalam memberikan dasar bagi tindakan AS dalam strategi keamanan yang

terkoordinasi. Pembahasan kedua mengenai pandangan nasional dan

internasional dan isu-isu dari tiga negara pesisir saat berhubungan dengan tiga

negara subjek yakni AS, Cina, dan India. Pembahasan ketiga mengenai

pemeriksaan kemampuan ketiga negara yang harus memenuhi persyaratan

keamanan selat. Pembahasan keempat tentang mengatasi peluang keamanan

regional untuk kawasan Selat Malaka di Asia Tenggara, perjanjian yang

diperlukan, dan alternatif yang ditawarkan oleh negara lain. Pembahasan

kelima akan menganalisis keberhasilan, hambatan, dan pemanfaatan peluang

14

Joel D. Davis, Thesis, ”Maritime security and the Strait of Malacca: a strategic analysis”.

(New York: The University of the State of New York, Albany, 2006) 15

Ibid,. hal. 3.

11

untuk sukses. Dalam hal ini mencakup perjanjian keamanan dimana kerjasama

telah signifikan dan di luar masalah keamanan maritim.16

Meskipun ada banyak negara yang secara geografis signifikan atau sebaliknya

mempengaruhi selat, studi ini akan terbatas pada AS, tiga negara yang

membentuk litoral (Indonesia, Malaysia dan Singapura), dan beberapa diskusi

tentang dampak India dan Cina, dengan tidak mengabaikan pengaruh

Australia di wilayah tersebut. Australia sebagai mitra pendukung dalam

pengembangan 10 wilayah tersebut juga memiliki hubungan kerjasama

dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura dan telah menjadi mitra dialog

dengan negara-negara ASEAN selama lebih dari dua puluh tahun.17

Penelitian

ini dalam pembahasannya akan terbatas pada selat yang paling signifikan yaitu

Selat Malaka. Hal tersebut dikarenakan Selat Malaka memiliki peran yang

signifikan dalam mendukung pengiriman barang perdagangan oleh kapal-

kapal di kawasan Asia-Pasifik serta mempengaruhi ekonomi global.18

Pada

penelitian terdahulu kedua, sama-sama membahas keamanan maritim di Selat

Malaka, namun penelitian yang dilakukan oleh Davis lebih memfokuskan

kepada analisis keefektifitasan perjanjian keamanan yang berada di Selat

Malaka. Perbedaan terlihat pada fokus dan konsep yang digunakan.

Ketiga acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Maritime Security

Cooperation in the Strait of Malacca” yang ditulis oleh Anthony S. Massey.19

Dalam penulisannya, skripsi ini mengkaji kerjasama keamanan maritim antara

16

Joel D. Davis, Op.Cit., hal. 9. 17

Op.Cit., 18

Joel D. Davis, Op.Cit., hal. 10-11. 19

Anthony S. Massey, “Maritime security cooperation in the Strait of Malacca” (United States:

University of Washington, 2002)

12

Singapura, Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka. Anthony melihat bahwa

kerjama di bidang militer yang dilakukan oleh negara-negara Asia sebagai hal

yang tabu karena masih saja terjadi berbagai permasalahan terhadap teritorial

maupun segi politik. Namun dalam tesis ini dituliskan bahwa keraguan

Negara-negara Asia Tenggara untuk menjalin kerjasama militer multilateral

telah berkurang pada periode pasca 9//11. Menurunnya tingkat keraguan

terhadap kerjasama militer tersebut menunjukkan perubahan yang dapat

dikaitkan dengan memudarnya tingkat ketegangan historis negara-negara di

kawasan tersebut, menyadari akan ancaman-ancaman maritim yang terjadi

seperti pembajakan maupun terorisme, perubahan lingkungan strategis secara

global pasca berakhirnya perang dingin. Berdasarkan hal tersebut, tekanan

lingkungan yang merujuk pada permasalahan-permasalahan menyebabkan

negara-negara kawasan Asia Tenggara mau tidak mau harus melakukan

berbagai bentuk kerjasama termasuk bidang militer multilateral.20

Dalam tesis ini peneliti menguji aset maritim tiga negara dan tindakan strategi

yang dirancang ketiga negara dalam usaha nya meningkatkan kemampuan

mereka. Dalam meningkatkan kemampuannya, strategi yang dilakukan ialah

dengan melakakuan patroli terhadap kawasan guna mengamankan serta

mempertahankan wilayah kawasan maritim negara mereka. Dalam tulisannya,

peneliti menyebutkan bahwa upaya yang telah dilakukan ketiga negara dalam

mengkoordinasikan patroli nya terhadap kawasan maritim mereka telah

dilakukan sejak 2004 yang telah meningkat dari periode sebelumnya, hal ini

semakin dipertajam guna meminimalisir terhadap ancaman serangan pelayaran

20

Ibid., hal. 67.

13

di Selat Malaka.21

Pada penelitian terdahulu ketiga, perbedaan terlihat pada

fokus suatu aktor dalam menyelesaikan permasalahan maritim di Selat Malaka

dimana dalam penelitian Anthony, lebih berfokus kepada peran negara bukan

peran organisasi internasional seperti pada penelitian yang saya lakukan.

Kemiripan terlihat pada studi kasus yakni terkait pengamanan di Selat Malaka.

Keempat, tulisan yang berjudul “Transnational Security Challenges in

Southeast Asia: The Need for Multinatioanl Military Cooperation and

Coordination in ASEAN” yang ditulis oleh CPT Tran Duc Huong.22

Tulisan

ini berisi tentang tantangan keamanan transnasional di Asia Tenggara yakni

kebutuhan kerjasama dan koordinasi militer di ASEAN yang ditulis oleh CPT

Tran Duc Huong dengan 116 halaman. Peneliti menyebutkan bahwa asosiasi

pada negara-negara ASEAN telah mempercepat proses dalam mewujudkan

komunitas ASEAN yang semakin erat di tahun 2015 dengan menerapkan

solusi holistic dan sinergis dengan menekankan kerjasama militer mereka.

Progres yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas politik di

kawasan ASEAN diwujudkan dengan memfasilitasi perluasan pertahanan

agenda koperasi yang dalam pelaksanaan nya dibuktikan dengan dimulainya

sesi regular Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) dan

ADMM-plus. Meskipun demikian penulis mengungkapkan bahwa lingkup

21

Anthony S. Massey, Op.Cit., hal. 69. 22

Huong, Tran D, “Transnational Security Challenges in Southeast Asia: The Need for

Multinatioanl Military Cooperation and Coordination in ASEAN” (Vietnam : U.S Army

Command and General Staff College, 2006)

14

kerjasama militer dirasa masih kurang dan dikatakan tertinggal sehingga tetap

menjadi usaha yang terus dilakukan dalam memaksimalkan upaya perbaikan.23

Tesis Huong ini beranggapan bahwa terdapat kebutuhan untuk melakukan

kerjasama dan koordinasi militer yang lebih kuat dan lebih erat yang harus

tetap ditingkatkan di bawah kerangka ASEAN guna mengatasi tantangan

keamanan transnasional di kawasan ASEAN. Hal yang perlu dilakukan yakni

dengan menyoroti akar permasalahan keamanan di ASEAN, perkembangan

utama serta gambaran dominan hubungan militer di kawasan Asia Tenggara.

Kemudian penelitian ini meneliti dari segi strategis diantaranya praktik-

praktik kooperatif militer ASEAN yang dalam pelaksanaan nya juga melihat

secara seksama perihal perbedaan perspektif yang masing-masing dianut

negara-negara Asia Tenggara mengenai kerjasama keamanan.

Dalam penelitian ini, Huong melihat bahwa kondisi strategis serta lokasi

geografis ASEAN dan kemampuan militer yang dimilikinya sangat penting

untuk diamankan disamping berbagai permasalahan keamanan yang terjadi di

wilayah tersebut. Terkait masalah keamanan yang dialami ASEAN, dalam

tulisannya, penulis memberikan analisis terhadap dua studi kasus pencarian

internasional untuk penerbangan Malaysia Airlines 370 yang hilang, dan

Patroli Selat Malaka, analisis ini disajikan sebagai cara untuk mengidentifikasi

manfaat yang dapat diciptakan oleh kerjasama militer multilateral di ASEAN

dan hambatan untuk pendekatan semacam itu. Skripsi yang ditulis oleh Tran

Duc Huong menyimpulkan dengan menegaskan bahwa kerjasama militer

23

Huong, Tran D, Op.Cit., hal. 8.

15

multilateral di bawah kerangka ASEAN diperlukan untuk mengatasi masalah

keamanan transnasional di kawasan tersebut.24

Pada penelitian terdahulu keempat, penelitian Huong lebih memfokuskan

kepada kerjasama militer untuk mengatasi ancaman transnasional di kawasan

ASEAN yang tentunya berbeda fokus dengan penelitian saya yang lebih

menekankan kepada upaya organisasi internasional dalam menanggulangi

permasalahan perompakan di kawasan ASEAN pada Selat Malaka. Kemiripan

terlihat pada konsep dan kawasan yang diteliti.

Kelima, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Peran ASEAN Maritime

Forum (AMF) dalam Menjaga Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan

di Perairan Selat Malaka)” yang ditulis oleh Trialen Lumban Gaol.25

Pada penelitian Trialen, peneliti mengambil studi kasus pada keamanan

regional ASEAN yang menganalisis tentang peran AMF dalam menjaga

keamanan maritim dan penelitian ini memberikan fokus pada kasus

pembajakan di Selat Malaka. Trialen dalam skripsinya juga menyebutkan

bahwa kasus pembajakan di kawasan Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka

telah meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pembajakan menjadi

pelanggaran yang membutuhkan kerja sama negara-negara ASEAN untuk

memberantas kasus ini.26

24

Huong, Tran D, Op.Cit., hal. 82. 25 Trialen Lumban Gaol, Skripsi: ”Peran ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Menjaga

Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan di Perairan Selat Malaka)”, (Riau: Universitas

Riau, 2017), hal. 1. 26

Trialen Lumban Gaol, Loc.Cit.

16

Dalam penelitian ini, Trialen menggunakan konsep peran (International

Organizations) yakni AMF yang diawasi oleh organisasi ASEAN sebagai

organisasi regional dalam mengatasi kasus pembajakan termasuk di Selat

Malaka. Dalam menganalisis peran AMF dalam menjaga keamanan maritim

ASEAN dari kasus perompakan, penelitian yang dilakukan oleh Trialen

menggunakan konsep Organisasi Internasional dan Teori Konstruktivisme,

serta menggunakan metode penelitian kualitatif. Trialen dalam skripsinya juga

menyebutkan beberapa peran yang dilakukan oleh AMF yakni AMF berperan

sebagai forum untuk dialog antara negara-negara ASEAN dalam

menyelesaikan kasus pembajakan, meningkatkan kapasitas serta mendukung

Confidence Building Measures (CBM) dalam menjaga Selat Malaka dan

melakukan pertemuan untuk membahas keamanan maritim di Asia

Tenggara.27

Pada penelitian terdahulu kelima, persamaan terlihat pada fokus penelitian,

yakni sama-sama berfokus pada peran AMF dalam mengamankan perairan

Selat Malaka khususnya Asia Tenggara dari kasus perompakan. Kemiripan

juga terlihat pada strategi AMF sebagai forum di ASEAN yang digunakan

dalam mengamankan kasus perompakan di Selat Malaka khususnya Asia

Tenggara. Pada acuan penelitian kelima, perbedaan terlihat pada perspektif

konstruktivisme yang digunakan Trialen dalam menganalisis peran AMF

dalam mengatasi kasus perompakan yang terjadi, serta perbedaan tahun yang

digunakan.

27

Loc.Cit.

17

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian

terdahulu

Felipe Umaña Joel D. Davis Anthony S. Massey Tran Duc Huong Trialen Lumban

Gaol

Judul “Threat

Convergene

Transnational

Security Threats in

the Straits of

Malacca”

“Maritime security

and the Strait of

Malacca: a

strategic analysis”

“Maritime Security

Cooperation in the

Strait of Malacca”

“Transnational

Security

Challenges in

Southeast Asia:

The Need for

Multinatioanl

Military

Cooperation and

Coordination in

ASEAN”

”Peran ASEAN

Maritime Forum

(AMF)

dalam Menjaga

Keamanan

Maritim

(Studi Kasus

Perompakan di

Perairan Selat

Malaka)”

Metode

penelitian

Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif

Teori/kons

ep

Transnational

Crime,

Cooperative

Security

The Regional

Maritime Security

Initiative (RMSI)

The Regional

Maritime Security

Initiative (RMSI)

Cooperative

Security

Peran Organisasi

Internasional,

Perspektif

Konstruktivisme

Hasil

analisis

Memprioritaskan

pembangunan

ekonomi yang

dilakukan

Indonesia,

Malaysia dan

Singapura guna

meminimalisir

tindak kejahatan

Selat Malaka.

Faktor ekonomi

berperan besar

terhadap

munculnya aksi

kejahatan maritim.

Menganalisis

keefektifitasan

perjanjian

keamanan dan

kerjasama yang

signifikan terhadap

masalah maritim.

Permasalahan-

permasalahan

maritim

menyebabkan

negara-negara

kawasan Asia

Tenggara mau

tidak mau harus

melakukan

berbagai bentuk

kerjasama

khususnya bidang

militer multilateral.

Mengidentifikasi

manfaat yang dapat

diciptakan oleh

kerjasama militer

multilateral di

bawah kerangka

ASEAN untuk

mengatasi masalah

keamanan

transnasional di

kawasan tersebut.

Menganalisis

peran AMF

sebagai forum

dialog antara

negara-negara

ASEAN dalam

menyelesaikan

kasus pembajakan,

dalam menjaga

keamanan maritim

Selat Malaka di

Asia Tenggara.

Yang

Membedak

an dengan

Penelitian

Saya

Penelitian saya

lebih

memfokuskan

kepada seluruh

negara di kawasan

ASEAN tidak

hanya beberapa

negara saja seperti

penelitian

terdahulu oleh

Felix.

Perbedaan terlihat

pada fokus dan

konsep yang

digunakan.

Perbedaan terlihat

pada fokus suatu

aktor dalam

menyelesaikan

permasalahan

maritim di Selat

Malaka dimana

dalam penelitian

ketiga, lebih

berfokus pada

peran negara bukan

peran organisasi

internasional

seperti pada

penelitian saya.

Perbedaan terletak

pada fokus

penelitian.

Pada acuan

penelitian kelima,

perbedaan terlihat

pada perspektif

konstruktivisme

yang digunakan

Trialen dalam

menganalisis

peran AMF dalam

mengatasi kasus

perompakan yang

terjadi, serta

perbedaan tahun

yang digunakan.

18

2.2 Landasan Konseptual

Penulis menggunakan konsep organisasi internasional dan konsep maritime

security dalam menganalisis peran AMF dalam mengatasi kasus perompakan

di perairan Asia Tenggara pada Selat Malaka tahun 2015-2018.

2.2.1 Organisasi Internasional

Organisasi internasional mempunyai peran yang penting dalam

kaitannya mengimplementasikan, memantau, serta berperan sebagai

penengah dari perselisihan yang muncul terhadap ketetapan-ketetapan

yang dilakukan oleh negara-negara.28

Bruce Russett, John. R. Oneal,

dan Davis, D.R. dalam jurnalnya yang berjudul“The Third Leg of the

Kantian Tripod for Peace: International Organizations and

Militarized Disputes” mendefinisikan organisasi internasional sebagai

sebuah institusi yang berlangsung secara formal yang terbentuk atas

dasar kesepakatan pemerintah maupun non pemerintah, bersifat

multilateral dan mengadakan pertemuan regular yang mana organisasi

internasional sendiri terlindungi secara hukum, dan menganut hukum

internasional dalam pelaksanaannya.29

Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr. mendefinisikan

organisasi internasional sebagai pengelompokkan struktur kerjasama

internasional yang membentuk institusi antara negara-negara, yang

28

Paul R.Viotti & Mark V.Kauppi, ”International Relations Theory: Realism, Pluralism,

Globalism, and Beyond”. (New York: Allyn & Bacon, 1993) hal. 228. 29

Russett, B., Oneal, J.R., and Davis, D.R. (1998): “The Third Leg of the Kantian Tripod for

Peace: International Organizations and Militarized Disputes, 1950–85,” International

Organization, 52(2), 441–67. Shanks, C., Jacobson, H.K., and Kaplan, J.H. (1996): “Inertia and

Change in the Constellation of International Governmental Organizations, 1981–92,”

International Organization, 50(4), hal. 445

19

dibentuk atas dasar persetujuan, dan menjalankan fungsi-fungsi yang

memberikan keuntungan timbal balik yang dilaksanakan lewat

pertemuan-pertemuan maupun aktivitas staf secara berkala.30

Hal ini

tentu menyiratkan bahwa negara-negara didunia sejatinya tidak dapat

berdiri sendiri, melainkan akan saling membutuhkan satu sama lain

terutama untuk saling mengejar kepentingan dan tujuan serta

menyelesaikan berbagai permasalahan yang dimiliki.

Sementara Clive Archer mendefinisikan organisasi internasional yaitu:

“can be defined as a formal continuous structure established by

agreement between members (governmental or non-governmental)

from two or more sovereign states with the aim of pursuing the

common interest of the membership”. Menurut Archer, organisasi

internasional merupakan suatu institusi yang terstruktur secara formal

yang lahir melalui bentuk perjanjian yang berasal dari pemerintah

maupun non pemerintah yang beranggotakan negara-negara berdaulat

dengan latar belakang tujuan dan kepentingan yang sama.31

Organisasi internasional harus melaksanakan fungsinya dengan baik

agar terciptanya tujuan yang diinginkan agar sesuai dengan ketetapan

yang telah ditentukan. Dalam mencapai tujuan tersebut peran anggota

juga penting untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Suatu

organisasi internasional harus menjadi sarana kerjasama antarnegara,

30

Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr., “Organizing For Peace : International

Organization in World Affair”, (New York: Houghton Miffin, 1967), hal. 6. 31

Clive Archer, ”International Organization”, (George Allen and Unwin Publisher London,

1983), Hal. 35.

20

yang mana kerjasama tersebut mampu memberikan manfaat bagi

semua anggotannya. Selain itu, organisasi internasional harus mampu

menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah, agar

wilayah akomodasi dapat dieksplorasi dengan mudah, terutama ketika

muncul suatu masalah.32

Fungsi Organisasi Internasional juga diungkapkan oleh A. Le Roy

Bennet, antara lain:33

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang

dilakukan antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang

besar bagi seluruh bangsa.

2. Memperbanyak saluran komunikasi antar pemerintahan, sehingga

ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat bersatu.

Berdasarkan penjabaran mengenai konsep organisasi internasional

yang digunakan oleh penulis terkait kasus perompakan di wilayah

Asia Tenggara, ASEAN sebagai organisasi internasional mempunyai

peran penting dalam mengatasi perselisihan dan permasalahan yang

muncul. Dalam hal ini, ASEAN berusaha mengatasi permasalahan

yang muncul terhadap kejahatan maritim terutama pada Selat Malaka.

ASEAN dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi

internasional yaitu menyediakan sebuah bentuk kerjasama antarnegara

dengan tujuan untuk melakukan pemecahan masalah kemaritiman dan

32

A. LeRoy Bennett, James K. Oliver, “International Organizations: Principles and Issues, 7th

Edition”, (Upper Saddle River, NJ : Prentice Hall, 2002) 33

Adhi Satrio, Thesis “Peran Organisasi Internasional dalam Penyelesaian Konflik Internal

Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBB di Sierra Leone Tahun 1994-2005”,

(Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), hal.13.

21

juga membuat bersatunya antarnegara dengan menyuarakan berbagai

ide dan pendapat untuk membuat kebijakan dalam permasalahan

tersebut.

2.2.2 Maritime Security

Keamanan maritim merupakan konsep yang bermula dari apresiasi

mengenai bagaimana konsep keamanan didefinisikan dan digunakan

dalam hubungan internasional secara umum. Keamanan maritim

sendiri bukan merupakan suatu konsep yang rigid, melainkan konsep

yang pada tataran internasional tengah dikonstruksi.34

Karena

sebagian besar teori tentang keamanan belum terfokus pada maritim,

sehingga penting untuk menempatkan pengembangan terhadap konsep

keamanan maritim dalam konteks keamanan yang lebih luas.35

Keamanan maritim sendiri dapat diartikan dengan makna yang

berbeda oleh individu maupun organisasi, tergantung pada

kepentingan masing-masing aktor.36

Konsep keamanan maritim pertama kali diperkenalkan oleh Geoffrey

Till pada pertengahan 1990-an dalam tulisannya “good order at

sea”.37

Ia memandang bahwa diperlukan tindakan khusus secara jelas

dalam hal keamanan dan kemakmuran laut di masa depan.38

Till

34

Y. Mochamad Yani, M. Ian, Emil Mahyudin, “Pengantar Studi Keamanan”, (Malang : Intrans

Publishing, 2017), hal. 64. 35

Christopher Rahman, ”Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective on Alternative

Visions for Good Order and Security at Sea, with Policy Implications for New Zealand Wellington,

NZ : Centre for Strategic Studies”, (New Zealand: Victoria University of Wellington, 2009). 36

Ibid., hal. 15. 37

Geoffrey Till, ”Seapower: A Guide for the Twenty-first Century”, (London: Frank Cass, 2004),

hal. 10. 38

Christopher Rahman,Op.,Cit, Hal.29.

22

memandang bahwa keamanan maritim saat ini bukan hanya terfokus

pada keamanan tradisional saja, tetapi telah berkembang menjadi isu

yang meluas yakni pada keamanan non-tradisional, sehingga

keamanan maritim harus ditangani secara serius dan nyata dalam

menghadapi tantangan pada isu keamanan yang lebih luas.

Meskipun demikian, konsep keamanan maritim sendiri merujuk pada

tindakan preventif maupun responsif untuk melindungi wilayah

maritim sebuah negara dari gangguan keamanan ataupun tindakan

melanggar hukum.39

Christian Bueger dan Timothy Edmunds,

memandang laut sebagai kawasan geopolitik terhadap kekuasaan,

perang antarnegara atau sengketa militer, sebagai sumber ancaman

khusus seperti pembajakan, atau sebagai penghubung antar negara

yang memungkinkan beragam fenomena dari kolonialisme ke

globalisasi.40

Kemudian terdapat beberapa identifikasi mengenai aktivitas apa saja

yang menjadi ancaman bagi keamanan maritim dalam laporan Oceans

and the Law of the Sea tahun 2008 yang menjelaskan bahwa aktivitas-

aktivitas yang mengancam keamanan maritim meliputi:41

a. Piracy and armed robbery, merupakan bentuk kejahatan yang biasa

terjadi di laut yang dapat membahayakan awak kapal sekaligus

keamanan jalur navigasi maupun komersil.

39

Y. Mochamad Yani, M. Ian, Emil Mahyudin, Loc.Cit. 40

Ibid., 41

Ibid., hal. 18.

23

b. Terrorist acts, merupakan salah satu ancaman bagi keamanan

maritim karena tidak hanya berdampak pada penyerangan fisik

namun juga berdampak pada terganggunya keadaan ekonomi.

c. Illicit trafficking in arms and weapons of mass destruction,

merupakan ancaman terbesar bagi keamanan maritim jika

dilakukan untuk tujuan terorisme.

d. Illicit trafficking in narcotic drugs and psycotropic substance,

merupakan ancaman keamanan maritim yang paling sering ditemui

sejak dulu. Perdagangan obat-obatan terlarang ini biasa dilakukan

selama ataupun setelah pelayaran.

e. Smuggling and trafficking of persons, yakni penyelundupan

maupun perdagangan manusia melalui jalur laut keduanya sama-

sama mengancam keselamatan sekaligus menyalahi hak asasi

manusia.

f. Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, merupakan

ancaman bagi keamanan maritim yang berskala pada keamanan

pangan ekonomi, sosial, politik, maupun lingkungan.

g. Intentional and unlawful damage to the marine environment,

merupakan aktivitas yang merusak ekosistem laut sehingga dapat

mengancam keamanan maritim suatu negara karena dapat

berpengaruh pada ekonomi negara pantai.

Dalam tulisan “Maritimen Security-Perspectives for a Comprehensive

Approach” yang ditulis oleh Lutz Feldt, Dr. Peter Roell, dan Ralph D.

Thiele, keamanan maritim tidak memiliki hukum universal maupun

24

definisi yang disepakati karena keamanan maritim dilihat sebagai

topik yang luas dan melibatkan berbagai sektor kebijakan. Dalam

tulisannya terdapat pengklasifikasian unsur-unsur yang merupakan

bagian dari keamanan maritim meliputi:42

a. Perdamaian dan keamanan internasional dan nasional

b. Kedaulatan, integritas wilayah dan kemerdekaan politik

c. Keamanan jalur laut komunikasi

d. Perlindungan keamanan dari kejahatan di laut

e. Keamanan sumber daya, akses ke sumber daya di laut dan ke dasar

laut

f. Perlindungan lingkungan

g. Keamanan semua pelaut dan nelayan.

Konsep maritime security sebagaimana telah dipaparkan dalam

definisi beragam, penulis melihat bahwa tindak kejahatan yang berada

di kawasan Asia Tenggara pada Selat Malaka yakni perompakan harus

ditangani secara komprehensif dalam menciptakan keamanan maritim

di Asia Tenggara. Konsekuensi paling penting dari pertimbangan ini

adalah kebutuhan untuk strategi yang tepat yang mensinergikan

keamanan maritim agar tercapainya integrasi laut, keamanan laut,

keamanan sumberdaya dan keamanan manusia pesisir.

Segala bentuk kejahatan maritim yang terjadi seperti halnya

perompakan tentu mengancam keamanan wilayah perairan Asia

42

Lutz Feldt, Dr. Peter Roell, Ralph D. Thiele, “Maritime Security-Perspectives for a

Comprehensive Approach”, ISPSW Strategy Series: Focus on Defense and International Security,

Apr 2013, No. 222

25

Tenggara, sehingga negara-negara anggota ASEAN bersama-sama

melalui Asean Maritime Forum (AMF) berupaya menciptakan

keamanan kawasan maritim mereka di perairan Selat Malaka dengan

merujuk pada tindakan preventif maupun responsif untuk melindungi

wilayah maritim ASEAN di Selat Malaka dari tindak kejahatan

perompakan di kawasan maritim.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan konsep organisasi internasional dan konsep maritime security,

yang telah menjadi acuan penulis, disimpulkan bahwa dalam keamanan laut

adalah termasuk suatu kewajiban yang harus diciptakan oleh masing-masing

negara untuk mewujudkan bentuk pertahanan teritorial suatu negara. Dalam

hal ini, kewajiban dalam mewujudkan keamanan tersebut adalah dengan

memberantas segala bentuk kejahatan maritim seperti halnya pembajakan

atau perompakan. Tindakan perompakan yang terjadi tersebut menyebabkan

sebuah ancaman tersendiri bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara

yang memiliki posisi yang berdekatan dengan Selat Malaka, sehingga dengan

hal tersebut, negara-negara ASEAN membentuk suatu komunitas yakni AMF

yang dalam langkahnya yaitu mengadakan pertemuan dan konferensi dalam

merespon kasus perompakan di Asia Tenggara di Selat Malaka

Melalui hal tersebut, AMF diharapkan mampu membantu ASEAN dalam

menciptakan keamanan laut Asia Tenggara di Selat Malaka. Berdasarkan

penjelasan di atas maka penulis menganalisa permasalahan tersebut sebagai

berikut:

26

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

Asean Maritime Forum (AMF)

ASEAN

ASEAN sebagai Organisasi Internasional Membentuk Sebuah

AMF sebagai Forum Dialog terkait Masalah Perompakan di Selat

Malaka Khususnya di Perairan Asia Tenggara guna Menciptakan

Keamanan Maritim dan Stabilitas Regional.

Maritime Security:

Tindakan Preventif Maupun Responsif

yang Dilakukan AMF dalam

Melindungi Wilayah Maritim Kawasan

Asia Tenggara dari Tindakan

Perompakan.

Kasus Perompakan di

Wilayah Asia

Tenggara di Selat

Organisasi Internasional:

1. AMF berkontribusi pada upaya-upaya menuju

Confidence Building Measures (CBM) dan Preventive

Diplomacy (PD) yakni membangun kepercayaan

(CBM) antarnegra-negara ASEAN demi pencapaian

pengembangan diplomasi preventif di kawasan

ASEAN.

2. AMF sebagai sarana menyatukan ide-ide bersama

melalui interaksi negara kawasan dalam upaya

menanggulangi kasus perompakan. Melalui agenda

AMF pada pertemuan-pertemuan secara berkala yang

dilakukan AMF, para partisipan dan negara-negara

anggota dalam pelaksanaannya membahas isu-isu

terkait permasalahan maritim yang dilakukan dengan

cara penyampaian pandangan (exchange of views) dan

diskusi.

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif

deskriptif. Menurut John W. Creswell, Penelitian kualitatif adalah

pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna individu atau

kelompok sebagai masalah sosial atau manusia. Pada penelitian kualitatif

tersebut akan digunakan pertanyaan penelitian dalam merumuskan masalah

untuk mencari data dan menganalisis dari permasalahan khusus ke umum

dan peneliti membuat interpretasi tentang makna data.43

Menurut Strauss

dan Corbin, penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang dapat

digunakan untuk meneliti berbagai permasalahan kehidupan masyarakat

dan fungsionalisasi organisasi maupun gerakan sosial.44

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan mendeskripsikan AMF dalam

menanggulangi kasus perompakan di perairan Asia Tenggara di Selat

Malaka tahun 2015 hingga 2018 dan melakukan intrepretasi data dalam

menjawab permasalahan yang akan diteliti.

43

Creswell, John W. “Research design : qualitative, quantitative, and mixed methods approaches

4th ed.”, (California: SAGE Publications, Inc., 2014), hal.32. 44

Nugrahani Farida, “Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang Pendidikan Bahasa”, (Solo:

Cakra Books, 2014), hal. 4.

28

3.2 Fokus Penelitian

Penulis memfokuskan penelitian ini pada upaya AMF dalam menanggulangi

kasus perompakan di perairan Selat Malaka khususnya Asia Tenggara tahun

2015 hingga 2018.

3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari berbagai

sumber seperti buku, jurnal, artikel, website, berita maupun sumber data

lainnya mengenai isu penelitian penulis.45

Sumber-sumber tersebut

membantu penulis dalam memperoleh berbagai data maupun informasi

dalam penelitian terkait keamanan dan isu perompakan di perairan Asia

Tenggara di wilayah Selat Malaka.Teknik pengumpulan data yang

digunakan penulis untuk menemukan data dengan menggunakan studi

pustaka dengan pengumpulan data berdasarkan kepada buku, jurnal, artikel,

website, berita maupun sumber data lainnya mengenai isu penelitian

penulis.

3.5 Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif berdasarkan pemikiran

Miles dan Huberman yaitu dengan tiga cara yaitu tahap reduksi data, tahap

penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan. Dalam mereduksi data,

penulis akan mencari informasi yang diperoleh melalui sumber-sumber

terkait upaya AMF dalam menanggulangi tindakan kejahatan perompakan

45

Mohtar Masho’eod, “Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi”, (Pusat Antar

Universitas – Studi Sosial Universitas Gajah Mada, LP3ES), hlm.7.

29

yang terjadi di wilayah Asia Tenggara di Selat Malaka dan merangkum

permasalahan yang terjadi. Setelah itu, data akan disajikan dalam bentuk

naratif dan diuraikan serta mengaitkan hubungan permasalahan dengan teori

yang digunakan. Tahap terakhir, penulis akan menganalisis untuk menarik

kesimpulan untuk menemukan hasil penelitian.46

46

Lexy Moleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994),

hal.103.

30

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 ASEAN Maritime Forum

Isu permasalahan keamanan maritim menjadi perhatian khusus bagi negara-

negara ASEAN dan juga dunia internasional yang juga terfokus terhadap Asia

Tenggara setelah publikasi data pembajakan IMB 2013 yang menunjukkan

bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan daerah dengan jumlah insiden

perompakan tertinggi yang dilaporkan yakni 81 kasus.47

Kemudian di tahun

2014, secara total 185 insiden pembajakan laut dan perampokan bersenjata

dilaporkan juga terjadi di Asia Tenggara.48

Tingginya tingkat kejahatan

maritim yang terjadi di wilayah tersebut membuat semakin krusialnya

keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara, hal tersebut pun akhirnya

mendorong Indonesia dalam pembentukan AMF.49

Ajuan Indonesia terhadap pembentukan AMF mendapat respon positif oleh

negara-negara anggota ASEAN lainnya dan ajuan tersebut kemudian

47

ICC IMB, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report”, diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2013_Q3_IMB_Piracy_Report.pdf 14 Febuari

2019 pukul 20:22 WIB 48

RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA 2014 Annual Report” diakses

dari

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202014

.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul 15:10 WIB 49

ASEAN edisi 14 (2016), ”Membangun Kiprah Maritim Indonesia di Kawasan”, diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/ASEAN%20Edisi%2014%202017.pdf pada 15 Febuari 2019

pukul 18:17 WIB

31

dihadirkan sebagai action line dalam Vientiane Action Programme (VAP)

tahun 2004-2010 dan ASEAN Political Security Community Blueprint (APSC)

2015.50

VAP merupakan sebuah instrumen dan proses yang mengarah pada

pembentukan komunitas ASEAN yang terus berkembang guna menyatukan

dan mengaitkan strategi dan tujuan pada tiga pilar Komunitas ASEAN, yaitu

ASEAN Political Security Community (APSC), ASEAN Economic Community

(AEC) and ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC), VAP merupakan

bagian integral dari Rencana Aksi dan Program yang membangun realisasi

tujuan Visi ASEAN 2020.51

Untuk mewujudkan visi ASEAN 2020, para

kepala negara/pemerintah ASEAN mengadopsi Deklarasi ASEAN Concord II

(Bali Concord II) yang telah diselenggrakan di Bali pada 7 Oktober 2003,

yang menegaskan terkait isu-isu maritim bersifat lintas batas yang harus

ditangani secara regional dengan strategi holistik, terintegrasi, dan

komprehensif.52

Sementara Cetak Biru APSC dibangun berdasarkan ASEAN Security

Community Plan of Action (ASC PoA), VAP, serta keputusan yang relevan

oleh berbagai Badan Sektoral ASEAN. ASC PoA adalah dokumen berprinsip,

yang menjabarkan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan APSC

itu sendiri.53

APSC akan mempromosikan pengembangan politik dengan

berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum dan

pemerintahan yang baik, penghormatan dan promosi dan perlindungan

50

ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 51

Vientiane Action Programme, diakses melalui https://www.asean.org/uploads/archive/VAP-

10th%20ASEAN%20Summit.pdf 15 Febuari 2019 pukul 19:05 WIB 52

ASEAN Political-Security Community Blueprint, diakses melalui https://asean.org/wp-

content/uploads/archive/5187-18.pdf 15 Febuari 2019 pukul 22:09 WIB 53

ASEAN Political-Security Community Blueprint, Loc.Cit.

32

negara-negara anggota hak asasi manusia dari komunitas ASEAN,

mengkonsolidasikan dan memperkuat solidaritas, kekompakan, dan harmoni

ASEAN, serta berkontribusi pada pembangunan komunitas yang damai,

demokratis, toleran, partisipatif, dan transparan di Asia Tenggara.54

Hadirnya AMF dipercaya akan berkontribusi pada promosi pemahaman

bersama dan pendekatan dalam menangani masalah lintas sektoral dalam

urusan kelautan secara komprehensif, holistik dan terintegrasi.55

AMF dalam

pelaksanaannya membahas isu-isu terkait permasalahan maritim yang

dilakukan dengan cara penyampaian pandangan (exchange of views) dan

diskusi. Kerja sama pada AMF diharapkan dapat memberikan warna baru

terhadap perkembangan serta penguatan strategi terkait keamanan maritim

dan diharapkan dapat melengkapi dengan tidak mengulang kerja sama yang

telah ada pada masing-masing badan sektoral.56

Sebagai forum dialog, AMF tidak mengeluarkan suatu keputusan maupun

kesepakatan yang mengikat, melainkan dengan mengeluarkan rekomendasi

serta saran kebijakan terkait permasalahan maritim dan kegiatan kerja sama

maritim negara-negara anggota. Negara-negara anggota menggunakan forum

ini hanya untuk membahas dan bertukar pandangan tentang kerja sama

maritim kawasan.57

AMF dimaksudkan untuk mempromosikan dan

54

ASEAN Political-Security Community Blueprint, Op.Cit., hal 1-2. 55

Op.Cit., hal. 45 56

ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 57

ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit.

33

mengembangkan pemahaman bersama dan kerja sama di antara negara-

negara anggota ASEAN tentang masalah-masalah kelautan lintas batas.58

Meskipun AMF sebagai forum bersifat tidak mengikat, beberapa rekomendasi

AMF telah diikuti, diantaranya pembentukan marine protected areas,

penanganan tumpahan minyak (oil spill), stocktaking kerja sama maritim di

ASEAN, peningkatan information sharing, serta peningkatan kerja sama

dalam penanganan tantangan non-tradisional dan lintas batas. Namun tak

dapat dipungkiri juga beberapa rekomendasi lainnya yang diusung AMF

belum dapat ditindaklanjuti. Hal ini mengingat bahwa AMF sebagai forum

dialog tidak memiliki mandat untuk menugaskan badan sektoral maritim yang

telah dilakukan dan dicapai, namun partisipasi perwakilan dari masing-

masing badan sektoral di AMF akan sangat berguna terhadap upaya sinergi

kerja sama maritim di ASEAN.59

AMF sebagai forum diharapkan dapat menopang nilai tambah terhadap

perkembangan kerja sama maritim di ASEAN. Tujuan spesifik AMF yakni

sebagai berikut:60

1. Kerjasama maritim melalui dialog dan konsultasi konstruktif mengenai

isu-isu maritim yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, sejalan

dengan ketentuan Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut UN

58

ASEAN Documents Series 2010, diakses melalui

https://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES

%202010.pdfhttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENT

S%20SERIES%202010.pdf hal. 26. pada 15 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB 59

ASEAN edisi 14 (2016), Op.Cit., hal. 19-20. 60

Tabloid Diplomasi, ”Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum”, diakses melalui

https://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/ pada 15 Mei 2019

pukul 13:21 WIB.

34

Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan perjanjian serta

konvensi internasional yang relevan;

2. Mempromosikan dan mengembangkan pemahaman dan pandangan umum

antara negara-negara anggota ASEAN Member States (AMSs) mengenai

isu-isu maritim regional dan global;

3. Berkontribusi pada upaya-upaya menuju Confidence Building Measures

(CBM) dan Preventive Diplomacy (PD);

4. Meningkatkan kemampuan negara anggota untuk mengelola masalah

maritim melalui konsultasi tanpa mengganggu hak-hak, kedaulatan dan

integritas teritorial;

5. Melakukan penelitian kebijakan yang berorientasi pada masalah-masalah

maritim regional yang spesifik serta mempromosikan pembangunan

kapasitas, meningkatkan pelatihan dan kerjasama teknis keselamatan,

keamanan dan perlindungan lingkungan maritim;

6. Berkontribusi pada pembentukan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN

sebagaimana dimaksud dalam Bali Concord II.

Selain tujuan spesifik, AMF juga memiliki beberapa agenda dalam

pelaksanaan nya, adapun agenda AMF mencakup sebagai berikut :61

1. Pertukaran pandangan dan informasi tentang isu-isu lintas sektoral yang

menjadi perhatian bersama seperti degradasi lingkungan, keselamatan

navigasi, dan keamanan maritim;

2. Mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan

mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai;

61

Tabloid Diplomasi, Loc.Cit.

35

3. Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang berkaitan dengan

kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan,

illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan;

4. Menjajaki kemungkinan pengembangan model hukum yang berkaitan

dengan masalah-masalah maritim dan mengidentifikasi isu-isu regional

untuk tunduk pada referensi UNCLOS 1982 pada masa mendatang;

5. Pembangunan kapasitas seperti pendidikan dan program pelatihan melalui

kerjasama dengan Mitra Dialog ASEAN dan organisasi teknis maritim

yang relevan, seperti Organisasi Maritim Internasional (International

Maritime Organization/IMO) yang memiliki sumber daya teknis dan

keahlian untuk melakukan program peningkatan kapasitas;

6. Mempromosikan kerjasama antar lembaga penegak hukum maritim;

7. Mempromosikan kerjasama pengawasan dan pengendalian maritim;

8. Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional;

9. Mempromosikan pemahaman umum tentang isu-isu internasional yang

muncul terkait dengan kerjasama maritim, seperti keanekaragaman hayati

dan bioprospecting sumber daya hayati;

10. Mengidentifikasi platform pelatihan/pendidikan maritim antara anggota

ASEAN Member States (AMSs).

Terhitung hingga 2018, AMF telah melaksanakan delapan pertemuan yang

mana pertama dilaksanakan di Surabaya, Indonesia pada tahun 2010 pada

pertemuan perdana ini membahas aspek maritim seperti konektivitas, masalah

keamanan maritim dan pencarian serta penyelamatan untuk membantu orang-

orang dan kapal-kapal yang kesulitan di laut. Selain itu pada pertemuan

36

perdana ini juga membahas serta mengindentifikasi kinerja AMF di masa

depan seperti memperbarui makalah konsep AMF, mengidentifikasi topik dan

perencanaan untuk AMF berikutnya serta untuk menjajaki kemungkinan kerja

sama konkret tentang maritim untuk implementasi lebih lanjut.62

Selanjutnya

yakni Thailand menjadi tuan rumah pertemuan AMF ke-2 di Pattaya pada

tahun 2011 yang bertema menuju komunitas ASEAN dalam konteks

peningkatan keamanan, keselamatan dan konektivitas maritim. Tujuannya

adalah untuk mengejar minat ASEAN pada isu-isu kelautan dan untuk

mengeksplorasi apakah pendekatan bersama dapat dikembangkan.63

AMF ke-3 diselenggarakan di Manila pada Oktober 2012. Agendanya

meliputi: keamanan dan kerja sama maritim, menjaga kebebasan dan

keamanan navigasi dan mengatasi pembajakan laut, melindungi lingkungan

laut dan mempromosikan ekowisata dan rezim perikanan di Asia Timur, dan

program kerja AMF di masa depan. Pertemuan itu juga membahas perlunya

AMF menjadi tempat untuk membahas masalah-masalah kelautan yang

mempengaruhi ketiga pilar komunitas ASEAN. Oleh karena itu AMF ke-3

merekomendasikan agar sekretariat ASEAN melakukan penelitian dan

membuat rekomendasi tentang potensi pelembagaan AMF.64

AMF ke-3 ini

juga menyaksikan peresmian pertama Expanded ASEAN Maritime Forum

(EAMF) yang merupakan perluasan dari AMF, dirancang untuk mendorong

62

“1st Meeting Of Asean Maritime Forum (AMF), 2010”, Diakses melalui

https://www.kemlu.go.id/en/berita/siaran-pers/Pages/1st-Meeting-Of-Asean-Maritime-Forum-

AMF.aspx pada 17 Febuari 2019 pukul 22:07 WIB 63

Conference Report, ”The 22nd

ASEAN Maritime Forum, 17-19 August 2011, Pattaya,

Thailand”, Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs (2011) Vol.3(4), hal 140. 64

Carlyle A. Thayer,”Beyond Territoriality: Managing the Maritime Commons in the South China

Sea”, (Canberra, The University of New South Wales at the Australian Defence Force Academy,

2014), hal. 9.

37

dialog tentang isu-isu kelautan yang akan melibatkan peserta KTT Asia

Timur dan dibangun berdasarkan AMF yang telah ada.65

Selanjutnya

pertemuan AMF ke-4 diadakan di Kuala Lumpur pada Oktober 2013.

Pertemuan ini dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri, pejabat senior, dan

pakar maritim. Pertemuan ke-4 ini secara umum membahas tentang langkah-

langkah untuk membangun kepercayaan, memastikan lingkungan

perdamaian, stabilitas dan keamanan dan keselamatan maritim di kawasan ini

serta cara bekerjasama di laut secara lebih efektif.66

Selanjutnya pertemuan AMF ke-5 telah diselenggarakan di Da Nang,

Vietnam pada 26-28 Agustus 2014. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan

dari 10 negara anggota ASEAN dan 8 mitra KTT Asia Timur (EAS) dari

China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru, Rusia, dan AS.

Kelompok Vietnam yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Mr

Pham Quang Vinh, juga turut menghadiri forum. Pada diskusi AMF ke-5 ini,

para peserta mendiskusikan situasi laut dan kerja sama di wilayah tersebut,

mengevaluasi implementasi inisiatif yang dimunculkan dalam forum

sebelumnya, dan menetapkan orientasi masa depan untuk AMF dan EAMF.67

Pada pertemuan AMF ke-5 ini, para anggota juga berbagi pengalaman dalam

penelitian kelautan, respons bencana, konektivitas keamanan maritim,

perlindungan lingkungan laut, kegiatan pencarian dan penyelamatan, serta

65

ASEAN, ”Chairman Statement of the 19th ASEAN Summit: ASEAN Community in a Global

Community of Nations”, diakses melalui http://www.asean.org/archive/documents/19th%20

summit/CS.pdf. pada 17 Febuari 2019 pukul 00:21 WIB 66

ASEAN, Loc.Cit. 67

DA NANG Today, ”ASEAN maritime forums being held in the city”, diakses melalui

https://www.baodanang.vn/english/politics/201408/asean-maritime-forums-being-held-in-the-city-

2354944/ pada 20 Mei 2019 pukul 1:24 WIB

38

pencegahan dan pengelolaan insiden dan krisis di laut.68

Lalu pertemuan ke-6

diselenggarakan pada Oktober 2015 di Manado, Indonesia, pada pertemuan

ini Indonesia mengusung pada pembahasan mengenai isu Illegal, Unreported,

dan Unregulated Fishing (IUU Fishing).69

Selanjutnya Indonesia kembali memimpin pertemuan AMF ke-7 yang

diselenggarakan pada tanggal 6 Desember 2017 di Jakarta dan dihadiri oleh

seluruh negara anggota ASEAN. Pada pertemuan ke-7 ini, para anggota

membahas program pemajuan kerja sama maritim di bidang safety, yakni

berupaya mengurangi kejahatan maritim dan kerja sama SAR dalam bidang

security seperti isu perompakan, IUU fishing, perdagangan manusia dan

kejahatan perikanan. Selain itu, pada pertemuan ke-7 AMF juga

menjadwalkan pembahasan isu-isu terkait perlindungan lingkungan hidup,

seperti penanggulangan sampah plastik di laut, polusi laut dan pengelolaan

kawasan pantai yang mana pada pertemuan ke-7 ini AMF akan mampu dalam

memperkuat komitmen negara-negara anggota ASEAN dalam memperkuat

komitmen dalam mengembangkan kerja sama maritim dan mewujudkan

program kerja yang efektif.70

Lalu pada 18 Desember 2018 telah terlaksana pertemuan AMF ke-8 di

Manila, Filipina sekaligus pertemuan ke-6 EAMF pada 06-07 Desember

2018. AMF diketuai oleh Wakil Menteri Luar Negeri untuk Kebijakan

Enrique A. Manalo, dan dihadiri oleh pejabat dari negara-negara anggota

68

DA NANG Today, Loc. Cit. 69

ASEAN edisi 14 (2016), Op.Cit., hal 19. 70

Agung, ” Penguatan Kerja Sama Maritim di Kawasan ASEAN Dipimpin Indonesia” diakses

melalui https://breakingnews.co.id/read/penguatan-kerja-sama-maritim-di-kawasan-asean-

dipimpin-indonesia pada 17 Febuari 2019 pukul 01:29 WIB

39

ASEAN dan Sekretariat ASEAN. Di Forum tersebut, Wakil Sekretariat

Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional (NSC) Vicente M. Agdamag,

yang mewakili Penasihat Keamanan Nasional Hermogenes C. Esperon Jr.,

menyampaikan pidato utamanya sebagai dorongan bagi para peserta untuk

melanjutkan upaya mereka dalam memperkuat lebih lanjut forum, yang mana

sebagai sarana terpenting dalam mekanisme regional tentang keamanan

maritim.

Concept Paper AMF menyebutkan bahwa agenda pembahasan ditentukan

oleh negara ketua ASEAN, namun pada pelaksanaannya, agenda AMF

diajukan oleh negara tuan rumah dengan meminta pertimbangan dari negara-

negara anggota lainnya. Sehingga terlihat dalam beberapa pertemuan AMF,

tuan rumah terlihat berperan andil dalam merefleksikan agenda pertemuan.

Seperti pada pertemuan AMF ke-6 yang membahas isu Illegal, Unreported,

dan Unregulated Fishing (IUU Fishing) yang diusung Indonesia. Pertemuan

AMF ke-3 dan ke-5 di Manila dan Da Nang secara komprehensif yang

membahas tentang Laut China Selatan yang menjadi perhatian utama Filipina

dan Vietnam. Dalam menghasilkan berbagai rekomendasi penting dalam

upaya memajukan kerja sama maritim di ASEAN, AMF menguji isu-isu atau

permasalahan yang merupakan sebuah perhatian bersama di kawasan dalam

membentuk suatu wacana dan posisi negara-negara anggota ASEAN. Seperti

contohnya pada AMF ke-5 di Vietnam, Filipina mengusulkan pembentukan

ASEAN Coast Guard Forum (ACGF). ACGF disepakati oleh negara-negara

ASEAN sebagai suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan kerja sama

keamanan dan keselamatan laut di ASEAN. Lalu pada AMF ke-6, Indonesia

40

mengusulkan daripada pembentukan instrumen yang mengikat dalam upaya

menangani IUU Fishing di kawasan.71

4.2 Selat Malaka dan Perompakan

4.2.1 Selat Malaka

Selat Malaka hanya memiliki lebar ukuran 1,5 mil (2,8 km) dan panjang

600 mil pada titik tersempitnya, hal tersebut menjadikan rute pada Selat

Malaka signifikan terhadap kemacetan di beberapa lalu lintas dunia.

Selat Malaka merupakan jalur dengan rute terpendek dari Tanduk

Afrika dan Persia Golf ke Asia Timur dan Samudra Pasifik,

menjadikannya sebagai salah satu selat yang paling strategis di dunia.72

Selat Malaka merupakan jalur perdagangan global dan merupakan

koridor utama di antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan yang

mana sekitar 60.000 hingga 94.000 kapal melewati selat setiap

tahunnya membawa sekitar sepertiga perdagangan global.73

Selat malaka juga selat yang signifikan bagi dunia internasional karena

merupakan Sea Line of Communication (SLOC) dan jalur transaksi

internasional terhadap pertukaran sumber daya. Pentingnya Selat

Malaka sebagai jalur perekonomian global terlihat dari user state atau

negara-negara pengguna selat yang menggunakan rute selat sebagai

jalur energi bagi pembangkit tenaga ekonomi bagi sebagian negara

seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, karena lebih dari

71

ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 72

Chia, A. and Lee Yong Leng, “The Strategic Strait with special Reference to the Malacca

Straits”, Singapore Journal of Tropical Geography, No. 8 (1988), p.100. 73

Sheldon W. Simon, Loc.Cit.

41

80% impor dan ekspor energi mereka melewati Selat Malaka.74

Sebagai

contoh yaitu Jepang yang mengimpor lebih dari 98% minyak mentah

yang dikonsumsinya, dan China yang bergantung atas 80% impor

energinya.75

Selat malaka sebagai jalur komunikasi mengintegrasikan provinsi dan

negara di kedua sisi selat, dengan demikian keanekaragaman dan

keragaman budaya selat memberikan peluang besar bagi perkembangan

ekonomi dan sosial di beberapa negara ASEAN seperti Indonesia,

Singapura, Malaysia dan Thailand.

Gambar 4.1 Peta Selat Malaka

(Sumber: https://www.insightsonindia.com/2017/08/26/insights-learning-learning-

test-4-07-20-august-2017/strait-of-malacca/)

Pada gambar 1 di atas menunjukkan bahwa Selat Malaka terletak

berdekatan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yakni

74

Felipe Umaña, Op.Cit., Hal. 5. 75

Dela Pena, Joyce . (2009), "Maritime Crime in the Strait of Malacca: Balancing Regional and

Extra-Regional Concerns."

42

Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Brunei

Darussalam, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan Laos yang mana

Indonesia, Malaysia, dan Singapura sendiri merupakan negara ASEAN

yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Lautan mendominasi

wilayah Asia Tenggara yang mencakup sekitar 80% wilayahnya, dan

Selat Malaka secara geografis merupakan kawasan yang sangat penting

bagi Asia Tenggara yang berbatasan langsung dengan selat, yang mana

Selat Malaka dengan kelebihannya secara geografis penting dan

digunakan sebagai pintu gerbang bagi banyak kapal komersial, swasta,

dan militer yang bergerak di laut.76

Terlepas dari segala kelebihan yang dimiliki Selat Malaka, Pembajakan

di Selat Malaka adalah kegiatan sosial, politik dan ekonomi yang

kompleks, dan kenyataan bahwa pembajakan atau perompakan tidak

pernah sepenuhnya dihilangkan dan telah ada sejak lama hingga saat

ini.77

IMB mulai mengumpulkan statistik tentang pembajakan pada

tahun 1991 dan menemukan bahwa serangan perompakan di Selat

Malaka yang terjadi dan terus meningkat disebabkan oleh beberapa

faktor seperti meningkatnya kemiskinan, adanya aktivitas pemberontak,

dan pelanggaran hukum.78

76

John F. Bradford, “The Growing Prospects for Maritime Security Cooperation in Southeast

Asia,” Naval War College Review 58, no. 3 (Summer 2005): 63. 77

Darin Phaovisaid, ” Where There’s Sugar, The Ants Come: Piracy in the Strait of Malacca”,

International Affairs Review. Volume 14, No. 2. Fall 2005, hal, 88. 78

Ibid.,

43

4.2.2 Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2015-2018

Salah satu ancaman keamanan maritim utama di kawasan Asia

Tenggara adalah perompakan. Pembajakan atau perompakan bukanlah

hal baru di Asia Tenggara, perompak telah lama memangsa kapal-kapal

yang mengarungi perairan sempit dan menggunakan pulau-pulau kecil

yang mendominasi wilayah Asia Tenggara sebagai tempat perlindungan

sejak abad ke-15. Bahkan selama puncak pembajakan Afrika, antara

1995 dan 2013, diperkirakan 136 orang tewas oleh pelaku perompak,

sementara di Asia Tenggara berjumlah dua kali lipat orang yang

terbunuh di Afrika.79

Perompakan sendiri telah menjadi permasalahan yang belum benar-

benar terselesaikan, sehingga isu keamanan maritim telah mendapat

perhatian yang meningkat di wilayah ini.80

Asia Tenggara memperoleh

55% dari 54 insiden perompakan bersenjata di dunia sejak awal 2015.81

Berdasarkan data International Transport Workers Federation Asia

Pasifik menyebutkan bahwa wilayah Selat Malaka yang paling rawan

terhadap perompakan yakni pada daerah yang berbatasan dengan

Malaysia dan Singapura. Berdasarkan hal tersebut, kawasan ASEAN

merupakan sasaran utama perompakan kapal yang mana setidaknya satu

79

TIME.com, ”The Most Dangerous Waters in The World”, diakses melalui

http://time.com/piracy-southeast-asia-malacca-strait/ pada 19 Febuari 2019 pukul 13:35 WIB 80

Ahmad Almaududy Amri, ”Piracy in Southeast Asia: An Overview of International and

Regional Efforts”, Cornell International Law Journal Online Vol. 1, hal. 128. 81

Sri Wiyanti, “Ganas perompak Selat Malaka bikin Malaysia, RI & Singapura bersatu”, diakses

melalui https://www.merdeka.com/peristiwa/ganas-perompak-selat-malaka-bikin-malaysia-ri-

singapura-bersatu.html pada 19 Febuari 2019 pukul 15:07 WIB

44

kapal tanker berukuran kecil dibajak dua minggu sekali di kawasan

Asia Tenggara.

Gambar 4.2 Peta Asia Tenggara

(Sumber: Eric Frécon, ”The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia” dalam

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/ecitydoc.com_the-resurgence-of-sea-piracy-in-

southeast-asia.pdf)

Gambar di atas merupakan peta wilayah Asia Tenggara yang sebagian

wilayahnya didominasi oleh 80% lautan yang dikelilingi ribuan pulau.

Perairan Asia Tenggara berbatasan langsung dengan Selat Malaka,

Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, Teluk

Thailand, Teluk Tonkin, Laut Jawa, Laut Filipina, Laut Sulawesi

45

dengan populasi 593.415 serta area 1.900.000 mil persegi yang

membentang wilayahnya.82

Berikut merupakan pemaparan terkait insiden perompakan yang terjadi

di beberapa negara Asia Tenggara yang dirangkum penulis dengan

mengumpulkan data data yang bersumber antara lain melalui

organisasi-organisasi pusat pelaporan insiden pembajakan dan

perampokan bersenjata terhadap kapal, seperti The International

Chamber of Commerce International Maritime Bureau (IMB), The

Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed

Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), dan Oceans Beyond Piracy

(OBP).

Berdasarkan data terkait insiden perompakan yang penulis peroleh dari

ReCAAP pada beberapa negara di Asia Tenggara, ReCAAP

mengklasifikasikan semua insiden ke dalam empat kategori yang

digunakan ReCAAP dalam memberikan beberapa perspektif situasi

pembajakan dan perampokan bersenjata di Asia. Yakni dengan

indikator sebagai berikut:

Tabel 4.5 Klasifikasi insiden dalam perspektif ReCAAP ISC

terhadap situasi pembajakan dan perampokan bersenjata di Asia.

Kategori Deskripsi

Kategori 1 Melibatkan sejumlah besar pelaku lebih dari 9

orang dari setiap 10 insiden dan 4-9 orang

dalam enam insiden lainnya. Para pelaku

sebagian besar dipersenjatai dengan senjata

dan pisau, dan para kru kemungkinan akan

82

Southeast Asia Geography, diakses melalui

https://www.ducksters.com/geography/southeastasia.php pada 19 Febuari 2019 pukul 17:10 WIB

46

menderitacedera atau kekerasan fisik seperti

diserang atau diikat maupun diancam. Dalam

hal kehilangan, kapal dibajak atau barang yang

ada di kapal dicuri, misalnya menyedot

minyak muatan.

Kategori 2 Melibatkan 4-9 orang pelaku yang

kemungkinan dipersenjatai dengan

pisau/parang dan dalam 1/4 insiden. Awak

cenderung terancam atau disandera sementara

untuk memungkinkan pelaku mencuri uang

tunai dan properti kapal termasuk suku cadang

mesin. Dalam beberapa kasus, para kru

menderita beberapa bentuk cedera atau

kekerasan fisik tetapi sifatnya kurang parah

dibandingkan dengan insiden kategori 1.

Kategori 3 Melibatkan antara 1-6 orang pelaku.

Terkadang pelaku dipersenjatai dengan

pisau/parang atau barang-barang lain seperti

tongkat, dll. Awak tidak terluka, meskipun

masih ada kemungkinan kecil bahwa awak

dapat dikenakan paksaan selama insiden tetapi

tidak dirugikan secara fisik. Di hampir

setengah dari insiden kategori 3, para pelaku

tidak dapat mencuri apa pun dari kapal, tetapi

dalam kasus-kasus di mana kerugian

dilaporkan, toko dan suku cadang mesin

adalah barang yang biasa menjadi sasaran.

Kategori 4 Para pelaku tidak dipersenjatai dan kru tidak

terluka. Lebih dari separuh insiden kategori 4

melibatkan 1-3 orang yang melarikan diri

dengan tangan kosong saat dilihat oleh kru.

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

1. Indonesia

Maraknya kasus perompakan yang terjadi di dalam maupun di luar

perairan Indonesia yang dilakukan oleh bajak laut Indonesia,

menjadikan Indonesia sebagai daerah dengan masalah terbesar terhadap

kasus perompakan. Insiden perompakan di Indonesia menurut IMB

47

tahun 2015 menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling banyak

mendapat serangan perompakan di Asia Tenggara yakni 108 kasus.83

Hal tersebut dipicu dengan permasalahan ekonomi dan lengahnya

pengawasan sehingga menjadikan oknum-oknum tersebut dengan

mudahnya menjalankan aksinya untuk menyerang setiap kapal yang

melintas pada daerah-daerah tertentu. Indonesia dianggap sebagai

daerah dengan kasus perompakan terbesar yang diperkuat dengan

jumlah kasus yang dialami nya, yakni pada 1990-an dan awal 2000-an

Indonesia mendapat serangan sekitar seperempat pembajakan di seluruh

dunia. Kemudian pada tahun 2004 dari 445 kasus perompakan di

seluruh dunia, lebih dari seperempatnya terjadi di perairan Indonesia.

Kemudian dari 259 kasus pada sembilan bulan pertama tahun 2005,

sekitar enam puluh satu kasus terjadi di Indonesia. Para perompak

umumnya berada di dekat Singapura, di Kepulauan Riau Indonesia dan

di perairan antara Sulawesi, Kalimantan, dan Filipina.84

83

Katadata.co.id, "Laut Indonesia Paling Rawan Pembajakan pada 2015", diakses melalui

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/15/laut-indonesia-paling-rawan-pembajakan-

pada-2015 pada 19 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB 84

Jeffrey Hays, ”Piracy in Indonesia” diakses melalui

http://factsanddetails.com/indonesia/Government_Military_Crime/sub6_5b/entry-4065.html pada 19 Febuari 2019 pukul 18:34 WIB

48

Gambar 4.3 Lokasi insiden perompakan di Indonesia tahun 2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,

Annual Reports 2017 dalam

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual

%20Report%2020172.pdf)

Kondisi perairan Indonesia yang sering dilewati banyak kapal

menjadikan para perompak sering menjalankan aksinya di perairan

Indonesia. Selain itu, Indonesia yang memiliki banyak pulau juga

menjadikan perairan Indonesia sebagai tempat persembunyian yang

sempurna bagi perompak. Semakin diperlancar dalam aksi perompakan

karena kapal-kapal yang melintas cenderung melakukan perjalanan

lambat akibat sempit dan potensi bahaya yang dimilikinya.85

85

Jeffrey Hays, Loc.Cit.

49

Tabel 4.1 Data Perompakan di Indonesia pada Tahun 2015-2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017 dalam

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20

Report%2020172.pdf)

Menurut data yang dilaporkan oleh ReCAAP pada tahun 2017 jumlah

insiden perompakan di Indonesia mengalami penambahan insiden

dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2015 dan 2016. Sebanyak 33

insiden dilaporkan di Indonesia pada tahun 2017 dibandingkan dengan

32 insiden pada 2016. Dari jumlah tersebut, 30 insiden terjadi pada

kapal kapal di dermaga sementara tiga insiden lainnya terjadi di atas

kapal saat berlayar. Dari 33 insiden, 30 adalah insiden aktual dan tiga di

antaranya merupakan insiden percobaan. Dari 30 insiden aktual,

2015 2016 2017

Kategori 1 1 1 1

Kategori 2 7 6 0

Kategori 3 5 6 15

Kategori 4 9 19 14

Attempted 1 0 3

Total 23 32 33

50

terdapat satu insiden dalam kategori 1, 15 insiden kategori 3 dan 14

insiden kategori 4.86

Insiden yang terjadi pada kategori 1 melibatkan pembajakan kapal

tongkang bernama Ever Omega pada 22 November 2017 di

Singkawang, Indonesia. Kapal tunda Ever Prosper dan Barge Ever

Omega yang berbendera Malaysia diserang dan dibajak saat melewati

Pulau Airabu, Indonesia. Saat insiden berlangsung, beberapa orang

bersenjatakan pisau menyerang dan berhasil menaiki kapal untuk

menarik sebuah tongkang berisi muatan minyak kelapa sawit. Para

perompak kemudian mengikat keempat anggota kru kapal tersebut dan

mengambil enam anggota kru lainnya untuk disandera dan melarikan

diri. Anggota kru di kapal akhirnya berhasil membebaskan diri dan

berlayar ke lokasi yang aman dan melaporkan kejadian tersebut. Kapal

tongkang tersebut akhirnya berhasil terselamatkan namun kehilangan

muatan yaitu Crude Palm Kernel Oil (CPKO) atau minyak kelapa

sawit.87

Sebanyak 27 insiden perompakan (21 aktual dan 6 percobaan)

dilaporkan di Indonesia pada tahun 2018. ReCAAP juga menyatakan

bahwa terjadi penurunan sebesar 18% dalam total jumlah insiden pada

2018 dibandingkan dengan 2017. Dari 27 insiden yang terjadi di

86

RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2017

Annual Report” diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202017

2.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 18:58 WIB 87

ICC IMB, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report”, diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2017-Annual-IMB-Piracy-Report_7.pdf 20

Febuari 2019 pukul 20:22 WIB

51

Indonesia pada tahun 2018, ReCAAP menyatakan bahwa sekitar 89%

kru tidak menderita cedera akibat insiden. Selain itu, RecAAP juga

melaporkan bahwa tidak ada yang dicuri dalam 10 kasus insiden

perompakan pada tahun 2018.88

2. Malaysia

Kuala Lumpur, ibukota Malaysia merupakan salah satu pusat keuangan

terpenting di Asia Tenggara yang sangat bergantung pada muatan dari

pelabuhan-pelabuhan yang hanya berjarak sekitar 20 km dari Selat

Malaka. Persaingan untuk sumber daya, terutama ikan dan minyak,

mendorong Malaysia untuk meningkatkan keamanannya. Hal ini

tentunya membuat Malaysia sangat khawatir akan insiden perompakan

yang menyerang wilayah perairannya.89

Pada tahun 2015 dalam kurun waktu dari Januari hingga Juni 2015

Malaysia melaporkan setidaknya sudah terjadi tujuh insiden

perompakan di perairannya dan hilangnya kapal tanker Orkim Harmony

miliknya yang dibajak di perairan Vietnam. Pada tanggal 23 Juni 2017,

Kapal Tanker berbendera Thailand C.P.41 dibajak sesaat setelah

melewati perairan di Kuantan, Malaysia. Enam perompak yang

menggunakan kapal cepat menyerang dan naik ke kapal tanker saat

dalam perjalanan menuju Songkhla, Thailand. Para perompak

88

RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2018

Annual Report” diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202018

_2.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 22:20 WIB 89

Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 12.

52

menyandera semua kru, menabrak beberapa kru dengan senjata dan

merusak peralatan navigasi maupun komunikasi. Para perompak

kemudian mengangkut kapal tanker itu ke lokasi berbeda dan mencuri

muatan minyak diesel dan kemudian dipindahkan ke kapal lain.

Sebelum melarikan diri, para perompak menculik kru dan mengirim

properti.90

Pada 06 September 2017, Kapal Tanker berbendera Thailand MT MGT

1 diserang dan dibajak saat sedang melewati Pulau Yu, Malaysia.

Sekitar 10 orang menyerang dan naik ke kapal tanker saat berlangsung

dan mematikan peralatan navigasi Automatic Identification System

(AIS) agar kapal tersebut tidak dapat dilacak. Malaysian Maritime

Enforcement Agency (MMEA) yakni sebagai badan penegakkan

maritim Malaysia terkait insiden tersebut akhirnya mengirim kapal

patroli dan pesawat terbang untuk menemukan kapal tanker tersebut.

Tim tersebut berhasil menemukan kapal tanker tersebut dan menahan

10 pembajak atas insiden tersebut.91

Pada tanggal 31 Mei 2018, sebuah kapal tanker produk berbendera

Mongolia MT Lee Bo dinaiki oleh 14 orang bersenjata saat sedang

berjalan melewati sebelah timur Pulau Tinggi, Mersing, Johor,

Malaysia. Orang-orang bersenjata itu mencuri barang-barang pribadi

awak dan turun. Setelah MMEA menerima informasi tentang insiden

90

ICC IMB, ”ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report” diakses

melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2015-Annual-IMB-Piracy-Report-

ABRIDGED%20(1).pdf 20 Febuari 2019 pukul 20:50 WIB 91

ICC IMB, Annual Report 2017, hal. 24.

53

tersebut dan mengerahkan aset, dan tim pasukan khusus dari MMEA

menaiki kapal tanker yang dicurigai dan menahan 14 orang di

dalamnya, setelah menemukan senjata dan barang curian milik kapal

tanker yang diserang sebelumnya. MMEA juga bekerja sama dengan

otoritas penegakan Indonesia, dan kemudian menangkap dua tersangka

atas insiden tersebut.92

3. Singapura

Dikenal sebagai salah satu macan Asia yang kuat secara ekonomi,

Singapura adalah salah satu pusat perdagangan terpenting di dunia.

Pelabuhan Singapura adalah salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, dan

telah mempertahankan gelar itu selama beberapa dekade.93

Kedekatan

dengan kekuatan ekonomi bersama negara-negara Barat telah

membantu Singapura memperoleh instrumen yang kuat dalam menjaga

pelabuhannya dari serangan di laut. Hal tersebut dilakukan oleh

Singapura karena Singapura memiliki banyak kerugian bagi

pembajakan laut dan dampaknya.94

Pemerintah Singapura telah sangat bersedia untuk bekerja sama baik di

tingkat regional maupun di luar wilayah.95

Pada 2011, Information

Fusion Centre yakni sebuah upaya kolaborasi multinasional yang

diselenggarakan oleh Angkatan Laut Singapura telah mengerahkan

92

ICC IMB, ”ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018 Annual Report” diakses

melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2018-Q2-IMB-Piracy-Report%20(1).pdf

pada 20 Febuari 2019 pukul 21:20 WIB 93

Pillai, Jayarethanam S, ”Historical Assessment of the Port of Singapore Authority and Its

Progression Towards a High-Tech Port”, (Australian National University, Print). 94

Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13. 95

Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13.

54

petugas penghubung internasional dari sepuluh negara yang berbeda,

termasuk Australia, India, Malaysia , Amerika Serikat, dan Vietnam.96

Dalam hal kapasitas negara, Singapura sejauh ini merupakan negara

yang paling terorganisir dan paling maju secara teknologi dari tiga

negara pesisir, pelabuhan Singapura juga memiliki sistem pelacakan

kapal canggih yang dirancang untuk melacak jalur 70.000 kapal secara

bersamaan. Singapura merupakan salah satu dari 20 pelabuhan asing

yang terdaftar di Container Security Initiative, program yang dipimpin

AS yang mendorong berbagi intelijen untuk membantu mitra

mengidentifikasi kargo yang berpotensi berbahaya atau mencurigakan,

meningkatkan metode deteksi, dan meningkatkan keamanan kontainer

secara keseluruhan.97

Terlepas dari hal tersebut, Singapura masih diliputi oleh kejahatan

maritim dan telah berusaha mati-matian untuk mengilhami langkah-

langkah kerja sama baik yang dilakukan dengan tiga negara pesisir

yakni Indonesia dan Malaysia, maupun di tingkat regional bersama

dengan anggota negara-negara ASEAN lainnya termasuk melalui AMF.

96

Singapore Ministry of Defence, "The Information Fusion Centre: Challenges and

Perspectives.", Journal of the Singapore Armed Forces, 2011. 97

Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13.

55

Gambar 4.5 Lokasi insiden perompakan di Selat Malaka dan

Singapura tahun 2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

Tabel 4.2 Data Perompakan di Wilayah Selat Malaka dan

Singapura Tahun 2015-2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,

Annual Reports 2017)

Telah terjadi peningkatan jumlah insiden di Selat Malaka dan Singapura

pada tahun 2017 dibandingkan dengan 2016. Sembilan insiden

dilaporkan di Selat Malaka dan Singapura pada 2017 dibandingkan

2015 2016 2017

Kategori 1 3 0 0

Kategori 2 11 0 2

Kategori 3 22 0 3

Kategori 4 58 1 2

Attempted 10 1 2

Total 104 2 9

56

dengan dua pada 2016. Meskipun jumlah insiden masih lebih rendah

dari masa lalu tahun yaitu 2013 sejumlah 12, 2014 sejumlah 48 dan

2015 sejumlah 104, namun peningkatan yang terjadi dari tahun 2016

hingga 2017 menjadi perhatian. Dari sembilan insiden, dua insiden

masuk ke dalam kategori 2, tiga insiden di kategori 3, dua insiden di

kategori 4 dan dua insiden percobaan. Delapan dari sembilan insiden

yang dilaporkan dalam Selat Malaka dan Singapura pada 2017 terjadi

pada kapal-kapal yang sedang berlangsung di Selat Singapura dan satu

insiden terjadi di kapal saat berlangsung di Selat Malaka. ReCAAP ISC

khawatir dengan peningkatan jumlah insiden di Selat Singapura dan

telah menerbitkan peringatan insiden pada 31 Oktober 2017.98

4. Filipina

Pada negara Filipina, tepatnya di Filipina selatan, dikenal sebagai

wilayah yang menyediakan tempat perlindungan bagi para militan dan

penjahat asing serta penduduk pemberontak pada daerah tersebut.

Sebagai contoh, veteran militan Malaysia dan Indonesia dari kelompok

Jemaah Islamiyah (JI) yang memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan

bersembunyi di sana selama bertahun-tahun sebelum ditangkap oleh

pasukan keamanan Filipina. Al-Qaeda adalah sebuah kelompok yang

didirikan oleh Osama bin Laden pada tahun 1988 dengan tujuan

melancarkan jihad global. Sejak didirikan al-Qaeda telah memainkan

peran dalam serangan teroris yang tak terhitung jumlahnya, dan yang

paling terkenal adalah serangan teror 11 September yang paling

98

RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 20.

57

mematikan di tanah Amerika. Al-Qaeda telah memiliki markas di

Afghanistan, Pakistan, dan tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia

dan telah membentuk lima afiliasi regional utama yang menjanjikan

kesetiaan resmi kepada Al-Qaeda di antaranya Semenanjung Arab,

Afrika Utara, Afrika Timur, Suriah, dan anak benua India. Para buron

ini dilindungi oleh kelompok jihadis kejahatan maritim, faksi Abu

Sayyaf dari pemberontakan Islam di Filipina.99

Faksi Abu Sayyaf telah bergabung dengan kelompok-kelompok kecil

pemberontak lainnya dan bersumpah setia kepada kelompok teroris

Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) yang saat ini sedang berjuang

melawan pemerintah Filipina untuk menguasai kota Marawi, di pulau

Mindanao. Para pengamat telah memperingatkan bahwa pertumbuhan

kelompok pro-ISIS di sana merupakan ancaman bagi keamanan maritim

ASEAN, dan mengutip serangan pada Maret 2017 yang dilakukan oleh

Abu Sayyaf yang menculik seorang kapten lokal dan chief

engineernya.100

99

Neil Thompson, ”Asia's Deadly Pirates”, diakses melalui

https://thediplomat.com/2017/06/asias-deadly-pirates/ pada 21 Febuari 2019 pukul 02:04 WIB 100

Neil Thompson , Loc.Cit.

58

Gambar 4.6 Lokasi insiden perompakan di Filipina tahun 2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

Tabel 4.3 Data Perompakan di Filipina pada Tahun 2015-2017

2015 2016 2017

● Kategori 1 0 6 2

● Kategori 2 1 1 1

● Kategori 3 0 0 3

● Kategori 4 6 2 15

▲ Attempted 1 6 1

Total 8 15 22

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

Situasi di pelabuhan Filipina terus menjadi perhatian, sebanyak 22

insiden dilaporkan pada 2017 dibandingkan dengan 15 insiden pada

59

2016 dan delapan insiden pada 2015. Di antara 22 insiden yang

dilaporkan pada 2017, dua insiden merupakan kategori 1, satu insiden

kategori 2, tiga insiden kategori 3, 15 adalah kategori 3, 15 adalah

kategori 4 dan satu insiden percobaan. Dari jumlah tersebut, 10 insiden

dilaporkan di Manila dan tujuh di pelabuhan dan jangkar Batangas.

Jumlah insiden yang melibatkan penculikan kru untuk tebusan pada

tahun 2017 telah menurun. Tiga insiden dilaporkan pada 2017

dibandingkan dengan enam insiden pada 2016 di perairan Filipina.

ISCA ReCAAP terus menegaskan kepada kapal-kapal yang sedang

berlangsung melewati rute di Laut Sulu-Celebes untuk

mempertimbangkan kembali agar memilih rute lain jika

memungkinkan. Jika tidak, para master dan awak kapal sangat

disarankan untuk melakukan kewaspadaan ekstra saat transit di area

tersebut dan segera melapor kepada pihak berwenang. Pihak berwenang

juga disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan kehadiran serta

kru agar melakukan kewaspadaan ekstra.101

Pada 16 Februari 2018, Filipina yang ditandai Kapal Kargo Umum MV

Kudos 1 diserang oleh orang-orang bersenjata ketika sedang

berlangsung di posisi Lintang 06: 44,21 Utara dan Bujur 122: 23,50

Timur, di lepas Pulau Sibago, Filipina pada malam hari. Alarm

dinaikkan dan sinyal marabahaya diaktifkan. Philippines Coast Guard

(PCG) segera merespons dengan mengirimkan kapal patroli. Ketika

orang-orang bersenjata berusaha untuk naik ke kapal, para kru

101

RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 18.

60

menuangkan air panas pada pelaku yang menembaki kapal, melukai

satu kru sebelum membatalkan serangan. Tim asrama PCG memberikan

bantuan medis kepada awak yang terluka.102

5. Vietnam

Mayoritas perdagangan lintas laut Vietnam melewati selat Singapura

dan Malaka dan Laut Cina Selatan, sehingga pembajakan dan

perampokan bersenjata maritim di perairan ini adalah salah satu

masalah keamanan utama Vietnam. Misalnya, dalam periode empat

bulan dari November 2016 hingga Maret 2017, kapal-kapal pengapalan

komersial Vietnam menghadapi dua serangan bajak laut di wilayah ini,

yang mengakibatkan kematian dua pelaut dan 11 lainnya disandera.103

Gambar 4.7 Lokasi insiden perompakan di Vietnam tahun 2017

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

102

ICC IMB, Annual Report 2018, hal. 24. 103

Commander Anh Duc Ton, ” Vietnam’s Maritime Security Challenges and Regional Defence

and Security Cooperation”. Sea Power Centre – Australia-Soundings paper Issue No. 14, March

2018, hal. 16.

61

Tabel 4.4 Data Perompakan di Vietnam pada Tahun 2015-2017

2015 2016 2017

Kategori 2 1 2 0

Kategori 3 6 1 0

Kategori 4 20 6 2

Attempted 0 0 0

Total 27 9 2

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual

Reports 2017)

Data yang ditunjukan pada situasi di pelabuhan di Vietnam terlihat

membaik dengan dua insiden kategori 4 dilaporkan di Cam Pha. Tidak

ada insiden yang dilaporkan di pelabuhan Vung Tau pada tahun 2017

dibandingkan dengan tujuh dari sembilan insiden yang dilaporkan

terjadi di sana pada tahun 2016 dan lima dari 27 insiden pada tahun

2015.104

Menurut data yang dikutip dari RecAAP, 4 insiden aktual dilaporkan di

Vietnam pada tahun 2018. Ini merupakan peningkatan 50%

dibandingkan dengan 2017 ketika 2 insiden dilaporkan. Dan ini

merupakan peningkatan yang terjadi di Vietnam selama tiga tahun

terakhir (2016-2018). Pada 2018, tiga perempat dari insiden melaporkan

bahwa kru tidak menderita cedera.105

104

RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 21. 105

RecAAP ISC, Annual Report 2018, hal. 40.

62

6. Thailand

Tidak berbeda dengan negara ASEAN lainnya, Thailand juga

dihadapkan dengan permasalahan yang sama yakni perompakan yang

menyerang kawasan maritimnya. Laporan IMB pada tahun 2000 juga

menyatakan telah terjadinya penculikan nelayan Malaysia di perairan

Thailand. Kemudian pada bulan April di tahun yang sama, terjadi juga

kasus serupa yang mana para nelayan ditangkap oleh perompak di

Teluk Thailand yang kemudian dipindahkan ke Pulau Milio, atas

kejadian tersebut, para perompak berhasil merampas barang-barang

berupa 30 ton ikan, peralatan navigasi, sembilan radio, dan barang-

barang pribadi.106

Pada negara Thailand sendiri, Pusat Koordinasi Penegakan Laut bekerja

sama erat dengan Angkatan Laut Nasional dan otoritas pelabuhan.107

Pada tahun 1990, Thailand telah membentuk pasukan khusus untuk

memerangi pembajakan di sungai Chao Phraya. Pasukan tersebut terdiri

dari petugas Bea Cukai, polisi Angkatan Laut, dan Departemen Intelijen

Pusat. Selain itu, latihan militer yang melibatkan Angkatan Udara dan

Angkatan Laut diadakan pada akhir November 1999 untuk memperkuat

106

Eric Frecon, ”Chapter 3. The Various Manifestations of Maritime Piracy in Southeast

Asia In: The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia”, (Bangkok: Institut de recherche sur

l’Asie du Sud-Est contemporaine, 2008), hal. 68. 107

Eric Ellis, “Anti-Piracy Act”, Time, 14th December 1999, On the remuneration of soldiers in

Indonesia see Arnaud Dubus and Nicolas Revise, Armée du people, Armée du roi – Les Militaires

face à la société en Indonésie et en Thaïlande, IRASEC – L’Harmattan, Bangkok – Paris, 2002,

p.211.

63

kewaspadaan terhadap kejahatan maritim dan untuk memfasilitasi

komunikasi antara Angkatan Udara dan Angkatan Laut di Thailand.108

7. Myanmar

Secara geografis ujung selatan Myanmar secara strategis terletak di

pintu masuk barat ke Selat Malaka. Berada pada posisi saluran air yang

menyempit hingga 1,5 mil antara Indonesia dan Malaysia,

menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. Ujung selatan Myanmar

ini menjadi rute strategis bagi jalur perdagangan global, yang mana

lebih dari setengah kapal tanker minyak di dunia menjalani rute ini.109

Menurut F. William Engdahl, penulis dari “A Century of War: Anglo-

American Oil Politics and the New World Order” dalam situs Web

www.engdahl.oilgeopolitics.net, Engdahl mengatakan bahwa lebih dari

12 juta barel supertanker minyak melewati jalur sempit ini setiap

hari.110

Terlepas dari kondisi perairan Myanmar yang juga cukup

diperhitungkan posisi nya di Selat Malaka, namun berdasarkan data

yang telah diperoleh penulis yang bersumber dari IMB, ReCAAP

maupun OBP, tidak menunjukkan adanya insiden perompakan yang

terjadi di Myanmar sepanjang tahun 2015 hingga 2018. Hal ini tentunya

mengagumkan bagi Myanmar sendiri terlepas dari kondisi geografisnya

108

Vu Kim Chung, “13 pirates Sentenced to Death”, diakses melalui www.geocities.com pada 20

Maret 2019 pukul 02:06 WIB 109

Sara Flounders, ”Myanmar: Washington’s geopolitics and the Straits of Malacca”, diakses

melalui https://www.workers.org/2007/world/myanmar-1101/ pada 08 Mei 2019 pukul 03:46 WIB 110

Sara Flounders, Loc.Cit.

64

yang juga menguntungkan bagi jalur perdagangan global dan kapal-

kapal yang melewati rute nya.

8. Kamboja

Seorang Laksamana Thailand menyebutkan bahwa pembajakan dan

penculikan juga merupakan masalah nyata di sepanjang perbatasan

Kamboja. Pada November 1999 setiap kapal yang melintas seringkali

membayar tebusan melebihi 400.000 baht per kapal (€ 9200), dan hal

tersebut dicurigai dengan adanya keterlibatan unsur korup pada

Angkatan Laut Kamboja.111

Pada 21 November 1999, mengutip New Indian Express, Sunday Times

bahkan menyebutkan bahwa Kamboja merupakan negara dengan pusat

perdagangan senjata kala itu, yang mana pada saat itu menyebutkan

bahwa sepuluh bajak laut Pelangi Alondra akan menukar 3.000 ton

aluminium untuk keperluan senjata dan amunisi nya.112

Namun terlepas

dari hal tersebut, Kamboja tercatat sebagai negara Asia Tenggara yang

tidak mengalami insiden perompakan di perairannya sepanjang tahun

2015-2018. Hal tersebut terlihat dengan data yang diperoleh oleh

penulis yang bersumber dari IMB, ReCAAP maupun OBP.

9. Laos

Secara historis, negara yang terkurung daratan dianggap sebagai negara

yang berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Negara-negara

111

Eric Frecon, Op.Cit., hal. 67. 112

Eric Frecon, Op.Cit., hal. 68.

65

yang terkurung daratan terputus dari sumber daya laut seperti

perikanan, dan yang lebih penting, tidak memiliki akses ke perdagangan

lintas laut, yang merupakan persentase besar dari perdagangan

internasional. Dengan demikian, wilayah pesisir cenderung lebih kaya

dan lebih padat daripada daerah pedalaman. Dalam kasus Laos,

kerugian ini sangat jelas, karena Laos adalah satu-satunya negara yang

terkurung daratan di seluruh Asia Tenggara.113

Hal ini tentunya dapat

menjelaskan bahwa Laos merupakan negara di Asia Tenggara yang

tidak memiliki persentase insiden perompakan di Asia Tenggara.

10. Brunei Darussalam

Brunei Darussalam merupakan negara di Asia Tenggara yang juga sama

sekali tidak mengalami insiden perompakan sepanjang tahun 2015-2018

berdasarkan hasil perolehan data yang telah penulis lakukan dari

berbagai sumber resmi. Namun terlepas dari hal tersebut, Brunei

merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang ikut meratifikasi

Konvensi IMO 1988 tentang Penindasan Tindakan Melanggar Hukum

terhadap Keselamatan Navigasi Maritim yang bertujuan untuk memberi

pemerintah penandatangan kekuatan guna menuntut orang-orang yang

ditangkap di perairan teritorial mereka sendiri untuk tindakan

pembajakan yang dilakukan di bawah yurisdiksi negara lain.114

Di Asia

113

Gretchen A. Kunze, V. Bruce J. Tolentino, ”The Asia Foudation: In Laos: Land-linked, not

Land-locked”, diakses melalui https://asiafoundation.org/2008/08/27/in-laos-land-linked-not-land-

locked/ pada 08 Mei 2019 pukul 01:35 WIB 114

Catherine Zara Raymond, ”Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses”,

(Institute of Defence and Strategic Studies: Singapore, 2005), hal. 24.

66

Tenggara sendiri hanya beberapa negara seperti Singapura, Vietnam,

Filipina, Myanmar dan Brunei yang menandatangani konvensi ini.115

Grafik 4.1 Total insiden perompakan di dunia bulan Januari -

Desember 2015

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report)

Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun

2015 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia

yakni sejumlah 246 insiden. Pada grafik juga disebutkan bahwa

kawasan Asia Tenggara menempati jumlah serangan tertinggi yakni 147

insiden. Tingginya insiden yang terjadi di wilayah Asia Tenggara

bahkan jauh melampaui hotspot perompakan yang paling terkenal di

dunia yakni wilayah Tanduk Afrika (meliputi Laut Merah dan Teluk

Aden) yang dilaporkan hanya terjadi 35 insiden pada 2015.

115

Ibid.,

67

Grafik 4.2 Insiden pembajakan dan perompakan di Asia

Tenggara tahun 2015 berdasarkan bulan

Sumber: Ocean Beyond Piracy, The State of Maritime Piracy 2015, diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf

Grafik di atas menunjukkan bahwa pendapat OBP terkait langkah-

langkah regional yang kooperatif di Asia Tenggara menghasilkan

penurunan tajam dalam serangan pembajakan pada paruh kedua grafik

di tahun 2015. Berikut merupakan tabel di bawah ini yang memaparkan

kerugian maupun aksi kejahatan perompakan di Asia Tenggara pada

tahun 2015 menurut laporan yang dimuat OBP:

Tabel 4.6 Kerugian terhadap Insiden Perompakan di Asia

Tenggara pada Tahun 2015

Sumber: Ocean Beyond Piracy, The State of Maritime Piracy 2015, diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf

Economic Cost Human Cost Pirate Activity

$ 1.2 juta biaya

barang curian

3674 pelaut yang mengalami

insiden pembajakan atau

perompakan

199 total insiden pembajakan dan

perompakan yang dilaporkan.

$ 8.1 biaya

kargo curian

38% insiden melibatkan senjata

67% insiden terjadi di dekat Selat

Malaka atau Selat Singapura.

$382 ribu biaya

operasi

pemulihan

kapal harmoni

orkim

23 pelaut terluka akibat insiden

hanya 8% dari insiden terjadi

pada kuartal ke-4 tahun 2015.

68

Grafik 4.3 Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2016

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual Report)

Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun

2016 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia

yakni sejumlah 191 insiden. Pada data grafik tahun 2016 kawasan Asia

Tenggara juga masih menempati serangan tertinggi yakni telah terjadi

68 insiden. Pada tahun 2016 juga Afrika memperoleh jumlah insiden

yang besar yakni berjumlah 62 insiden menempati urutan kedua setelah

Asia Tenggara. Asia Timur mendapat serangan terendah yakni hanya

mengalami 16 insiden.

69

Grafik 4.4 Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2017

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report)

Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun

2017 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia

yakni sejumlah 180 insiden. Terlihat bahwa wilayah Asia Timur

memiliki jumlah insiden perompakan terendah di antara wilayah

lainnya yakni hanya terjadi 4 insiden. Kemudian juga terlihat wilayah

Asia Tenggara dengan wilayah terbesar yang mengalami insiden

perompakan di dunia yakni sejumlah 76 masih berada pada posisi

mengalahkan benua Afrika yang terkenal dengan perompak Somalia.

70

Tabel 4.7 Data Perompakan Actual dan Attempted di Wilayah Asia

Tenggara termasuk Selat Malaka pada Tahun 2015-2018

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Annual Report)

Pada tabel di atas, menurut laporan tahunan IMB tahun 2015-2018

terlihat bahwa kasus perompakan di Indonesia merupakan yang

tertinggi pada tahun 2015 yakni 108 kasus, dan yang terendah di

Thailand yang hanya mengalami 1 serangan perompak di tahun 2015,

pada tabel di atas terlihat bahwa data yang dilaporkan oleh IMB

tersebut menampilkan penurunan insiden pada sebagian negara-negara

kawasan Asia Tenggara. Dapat dilihat bahwa Filipina yang mengalami

peningkatan yakni 22 insiden di tahun 2017 turun menjadi 3 insiden di

tahun 2018.

No. Negara 2015 2016 2017 2018

1 Indonesia 108 49 43 25

2 Filipina 11 10 22 3

3 Singapura 9 2 4 -

4 Thailand 1 - - -

5 Vietnam 27 9 2 2

6 Malaysia 13 7 7 2

7 Selat Malaka 5 - - -

Total 174 77 78 32

71

Tabel 4.8 Data Perompakan Actual dan Attempted di Wilayah

Asia Tenggara pada Tahun 2015-2018

No. Negara 2015 2016 2017 2018

1 Indonesia 23 32 33 27

2 Malaysia 4 5 3 6

3 Filipina 8 15 22 9

4 Singapura - - - -

5 Thailand 1 0 0 0

6 Vietnam 27 9 2 4

Total 63 61 60 46

(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,

Annual Reports)

Pada tabel di atas menurut laporan tahunan ReCAAP tahun 2015-2018

cukup menampilkan data yang sedikit berbeda dengan tabel 4.7 yang

dilaporkan IMB. Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel di

atas, terlihat bahwa beberapa negara seperti Indonesia, Filipina dan

Vietnam adalah negara-negara yang mengalami serangan perompakan

cukup tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Hal ini disebabkan

pada Indonesia sendiri yang merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia dan terdapat banyak pulau yang juga menjadikan perairan

Indonesia sebagai tempat persembunyian yang sempurna bagi

perompak. Selain itu, tingginya tingkat perompakan ikut dipicu oleh

permasalahan ekonomi dan lengahnya pengawasan di negara tersebut.

Sementara

55 insiden dicatat di Filipina, melonjak menjadi 22 insiden pada 2016,

Pada negara Filipina bagian selatan sendiri dikenal sebagai wilayah

72

yang menyediakan tempat perlindungan bagi para militan dan penjahat

asing serta penduduk pemberontak pada daerah tersebut. Sehingga tak

mengherankan jika perairan Filipina sangat rentan terhadap aksi

perompakan, pertumbuhan kelompok teroris seperti ISIS merupakan

ancaman tersendiri bagi keamanan maritim negara Filipina yang juga

mempengaruhi kawasan negara sekitarnya.

Pada tahun 2015 Vietnam mengalami insiden perompakan tertinggi di

Asia Tenggara yakni 27 insiden. Kejahatan perompakan yang marak

terjadi di Vietnam disebabkan oleh kenyataan bahwa luasnya wilayah

perairan yang dimilikinya. Oleh karena itu, merupakan suatu tantangan

bagi negara Vietnam sendiri dalam menyikapi kasus perompakan yang

menyerang perairannya. Bagi negara Vietnam sendiri para perompak

sangat sulit untuk ditangani karena mereka merupakan kelompok yang

terlatih serta dibekali peralatan yang lebih lengkap dibanding aparat

kelautan Vietnam sendiri.116

Selain tingginya aksi perompakan di beberapa negara Asia Tenggara,

hal ini justru berbeda dengan yang dialami Singapura sebagai salah satu

pelabuhan tersibuk di dunia. ReCAAP melaporkan bahwa tidak adanya

sama sekali kasus perompakan disana terhitung sejak tahun 2015-2018.

Hal ini dapat dikaitkan dengan kedekatan kekuatan ekonomi bersama

negara-negara Barat yang telah terjalin, sehingga telah membantu

116

Kompas.com, ”Kabareskrim: Perairan ASEAN Perbatasan Vietnam Marak Perompak”

diakses melalui http://lampung.tribunnews.com/2016/09/09/kabareskrim-perairan-asean-

perbatasan-vietnam-marak-perompak 20 Maret 2019 pukul 00:36 WIB

73

Singapura memperoleh instrumen yang kuat dalam menjaga

pelabuhannya dari serangan di laut.

Gambar 4.8 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara

Tahun 2016

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual

Report)

74

Gambar 4.9 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara

Tahun 2017

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual

Report)

Gambar 4.10 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara

Tahun 2018

(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018

Annual Report)

104

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan analisis pada pembahasan yang telah dipaparkan, maka

penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya yang dilakukan AMF dalam menanggulangi kasus perompakan di

Selat Malaka khususnya Asia Tenggara adalah:

a. AMF sebagai Forum Dialog dalam Menciptakan Keamanan Maritim

Hal ini dilakukan AMF sebagai wadah yang menyediakan kerja sama

maritim ASEAN melalui dialog pada setiap pertemuannya yang

membahas terkait penanganan isu perompakan di Asia Tenggara.

b. Sebagai Sarana Menyatukan Ide-ide Bersama melalui Interaksi Negara

Kawasan

Hal ini dilakukan AMF sebagai wadah atau sarana menyatukan ide-ide

bersama melalui interaksi negara kawasan yang didukung dengan

penyampaian pandangan (exchange of views) dan diskusi oleh negara

anggota dalam membahas isu-isu terkait permasalahan maritim.

105

c. Komunikasi AMF dalam Pertemuan bersama negara-negara ASEAN

Komunikasi yang terjalin antarnegara-negara ASEAN dilakukan AMF

dengan mempromosikan langkah-langkah serta membangun

kepercayaan dalam mewujudkan stabilitas keamanan dan keselamatan

maritim di kawasan ASEAN melalui sejumlah lokakarya dan konferensi

yang dilakukan AMF dalam pertemuan-pertemuannya:

I. Pertemuan ke-6 yang diselenggarakan pada Oktober 2015 di

Manado, Indonesia. Pada pertemuan ini, selain pembahasan

mengenai isu perompakan, AMF juga membahas tentang

Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yakni

merupakan ancaman bagi keamanan maritim yang berskala

pada keamanan pangan ekonomi, sosial, politik, maupun

lingkungan.

II. Pertemuan ke-7 yang diselenggarakan pada tanggal 6

Desember 2017 di Jakarta, Indonesia membahas tentang

program pemajuan kerja sama maritim di bidang safety, yakni

berupaya mengurangi kejahatan maritim dan kerja sama SAR

dalam bidang security seperti isu perompakan, IUU fishing,

perdagangan manusia dan kejahatan perikanan.

III. Pertemuan ke-8 yang diselenggarakan pada tanggal 18

Desember 2018 di Manila, Filipina membahas tentang

penguatan forum yang merupakan sarana terpenting dalam

mekanisme regional tentang keamanan maritim.

106

Penulis melihat bahwa upaya AMF melalui pertemuan-pertemuannya sudah

cukup baik dalam menanggulangi permasalahan kejahatan maritim dalam

kasus perompakan di Asia Tenggara. AMF dapat dipuji sebagai platform

yang cukup tepat bagi kerja sama regional terkait isu-isu kelautan. AMF

dinilai cukup baik karena telah memenuhi fungsi dari konsep organisasi

internasional dalam upaya menanggulangi kasus perompakan di Asia

Tenggara yakni menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang

dilakukan antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang besar

bagi seluruh bangsa dan memperbanyak saluran komunikasi antar

pemerintahan, sehingga ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat

bersatu.

Upaya AMF secara langsung juga telah menerapkan unsur-unsur yang

merupakan bagian dari konsep keamanan maritim salah satunya adalah unsur

dalam konsep keamanan maritim yakni perdamaian dan keamanan

internasional dan nasional, hal ini sejalan dengan agenda AMF yakni

mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan

mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai.

Meskipun demikian, penulis juga menganalisis kegagalan AMF dalam

menerapkan fungsi dari organisasi internasional dalam hal komunikasi antar

pemerintahan. Hal ini dilihat dari pembatalan forum pada pertemuan AMF

ke-7 di Brunei Darussalam pada tahun 2016 dengan tidak adanya pernyataan

dari ASEAN atau Brunei langsung terkait penundaan atau pembatalan forum

107

tersebut. Penulis melihat ini sebagai ketidakpastian forum AMF di masa yang

akan datang.

6.2 Saran

1. Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang mengancam keamanan

maritim, penting bagi AMF untuk terus memperkuat persatuan

antarnegara-negara ASEAN. Dalam hal ini, AMF harus berperan penuh

dalam mewujudkan tatanan keamanan maritim dengan tetap tunduk

terhadap ketentuan hukum internasional yakni UNCLOS 1982 pada

kawasan tersebut. Hal ini harus terus diperkuat AMF guna mencapai

pemahaman bersama tentang keamanan maritim di kawasan serta untuk

mewujudkan stabilitas regional dari ancaman perompakan.

2. AMF harus terus berupaya dalam membangun kepercayaan atau disebut

juga Confidence Building Measures (CBM) antarnegara-negara ASEAN

dalam upaya menanggulangi kasus perompakan di Asia Tenggara guna

mencapi sebuah Preventive Diplomacy (PD). Keberhasilan PD dilihat

dari keberlanjutan forum dalam melaksanakan pertemuan-pertemuan di

masa yang akan datang dalam membahas isu perompakan yang menjadi

perhatian bersama negara-negara ASEAN. Hal ini perlu dilakukan demi

menjaga keamanan jangka panjang regional kawasan Asia Tenggara

terhadap tindak kejahatan maritim yang mengancam.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Aida, Melly., M Farid Al Rianto. 2015. Hukum Laut Internasional dalamPerkembangan: Kerjasama Regional dalam Pengelolaan dan PerlindunganLingkungan Laut di Selat Malaka. Bandar Lampung: Justice Publisher.

Archer, Clive. 1983. International Organization. London: George Allen andUnwin Publisher.

Bennett, A. LeRoy. James K. Oliver. 2002. International Organizations:Principles and Issues, 7th Edition. Upper Saddle River, NJ : Prentice Hall.

Cheever, Daniel. S. dan H. Field Haviland Jr. 1967. Organizing For Peace :International Organization in World Affair. New York: Houghton Miffin.

Rahman, C. 2009. Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective onAlternative Visions for Good Order and Security at Sea, with PolicyImplications for New Zealand Wellington, NZ : Centre for StrategicStudies: New Zealand, Victoria University of Wellington.

Creswell, John W. 2014. Research design : qualitative, quantitative, and mixedmethods approaches 4th ed. California: SAGE Publications Inc.

Ellis, Eric. 2002. Anti-Piracy Act Time, 14th December 1999, On theremuneration of soldiers in Indonesia see Arnaud Dubus and NicolasRevise, Armée du people, Armée du roi – Les Militaires face à la sociétéen Indonésie et en Thaïlande, IRASEC – L’Harmattan, Bangkok – Paris.

Farida, Nugrahani. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang PendidikanBahasa. Solo: Cakra Books.

Feldt, Lutz., Dr. Peter Roell, Ralph D. Thiele, 2013. Maritime Security-Perspectives for a Comprehensive Approach. ISPSW Strategy Series: Focuson Defense and International Security No. 222.

Frecon, Eric. 2008. Chapter 3. The Various Manifestations of Maritime Piracy inSoutheast Asia In: The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia.Bangkok: Institut de recherche sur l’Asie du Sud-Est contemporaine.

Freeman, D. B. 2003. The Straits of Malacca: Gateway or Gauntlet. Montreal:McGill-Queen's University Press.

Klein, Natalie. 2011. Maritime Security and The Law of The Sea. New York:Oxford University Press Inc.

Masho’eod, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.Pusat Antar Universitas – Studi Sosial Universitas Gajah Mada, LP3ES.

Moleong, Lexy .1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Raymond, Catherine. Zara. 2005. Piracy in Southeast Asia New Trends, Issuesand Responses. : Singapore: Institute of Defence and Strategic Studies.

Russett, B., J.R., and Davis, D.R. 1998. The Third Leg of the Kantian Tripod forPeace: International Organizations and Militarized Disputes, 1950–85.International Organization, 52(2), 441–67. Shanks, C., Jacobson, H.K., andKaplan, J.H. 1996. “Inertia and Change in the Constellation ofInternational Governmental Organizations, 1981–92. InternationalOrganization, 50(4).

S, Pillai. Jayarethanam. Historical Assessment of the Port of Singapore Authorityand Its Progression Towards a High-Tech Port. Australian NationalUniversity, Print.

Severino, C. R. 2006. Southeast Asia in search of an ASEAN community: Insightsfrom the former ASEAN secretary-generad. Institute of Southeast AsianStudies.

Son, Nguyen. Hung. 2013. ASEAN-Japan Strategic Partnership in SoutheastAsia: Maritime Security and Cooperation. Tokyo: JCIE.

Till, G. 2004. Seapower: A Guide for the Twenty-first Century. London: FrankCass.

Viotti, Paul. R. & Mark V.Kauppi. 1993. International Relations Theory:Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond. New York: Allyn & Bacon.

Yani, Y. Mochamad., M. Ian, Emil Mahyudin. 2017. Pengantar Studi Keamanan.Malang : Intrans Publishing.

Jurnal dan Skripsi:

Agus, Rahman. R. 2016. Indonesia and Intra-Regional Connectivity. MaharaPublishing.

Amri, Ahmad. 2013. Combating maritime piracy in Southeast Asia frominternational and regional legal perspectives: challenges and prospects.Faculty of Law, Humanities and the Arts – Papers.

Amri, Ahmad. Almaududy. 2014. Piracy in Southeast Asia: An Overview ofInternational and Regional Efforts. Cornell International Law JournalOnline Vol. 1.

Bradford, John. F. 2005. The Growing Prospects for Maritime SecurityCooperation in Southeast Asia. Naval War College Review 58, no. 3.

Chia, A. and Lee Yong Leng. 1988. The Strategic Strait with special Reference tothe Malacca Straits. Singapore Journal of Tropical Geography, No. 8.

Conference Report. 2011. The 22nd ASEAN Maritime Forum, 17-19 August 2011,Pattaya, Thailand. Australian Journal of Maritime and Ocean AffairsVol.3(4).

D, Huong, Tran. 2006. Transnational Security Challenges in Southeast Asia: TheNeed for Multinatioanl Military Cooperation and Coordination in ASEAN.Vietnam: U.S Army Command and General Staff College.

Damayanti, Angel. 2017. Regional Maritime Cooperation in MaintainingMaritime Security and Stability: A Test Case for ASEAN Unity andCentrality. Journal of ASEAN Studies, Vol. 5, No. 2.

Davis, Joel D. Thesis. 2006. Maritime security and the Strait of Malacca: astrategic analysis. New York: The University of the State of New York,Albany.

Dela Pena, Joyce. 2009. Maritime Crime in the Strait of Malacca: BalancingRegional and Extra-Regional Concerns.

Felipe Umaña. 2012. Threat Convergence Transnational Security Threats in theStrait of Malacca. Washington DC: The Fund for Peace.

Gaol, Trialen. Lumban. Skripsi. , 2017. Peran ASEAN Maritime Forum (AMF)dalam Menjaga Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan di PerairanSelat Malaka. Riau: Universitas Riau.

Iryandi, R. 2016. Peranan Hukum Laut Internasional terhadap Tindakan IllegalFishing di Indonesia. Bandung: Universitas Pasundan.

Karim, Zubir. 2007. The Strategic Significance of the Straits of Malacca.Australian Defense Force Journal, 172.

Massey, Anthony. S. 2002. Maritime security cooperation in the Strait ofMalacca. United States: University of Washington.

Parameswaran, Prashanth. 2019. Managing the Rise of Southeast Asia’s CoastGuards. Wilson Center’s Asia Program.

Phaovisaid, Darin. 2005. Where There’s Sugar, The Ants Come: Piracy in theStrait of Malacca. International Affairs Review. Volume 14, No. 2.

Satrio, Adhi. 2008. Thesis: Peran Organisasi Internasional dalam PenyelesaianKonflik Internal Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBBdi Sierra Leone Tahun 1994-2005. Jakarta: Universitas Indonesia.

Simon, Sheldon W. 2011. Safety and Security in the Malacca Straits: The Limitsof Collaboration. Asian Security Journal Volume 7.

Singapore Ministry of Defence. 2011. The Information Fusion Centre: Challengesand Perspectives. Journal of the Singapore Armed Forces.

Thayer, Carlyle. A. 2014. Beyond Territoriality: Managing the MaritimeCommons in the South China Sea. Canberra: The University of NewSouth Wales at the Australian Defence Force Academy.

Ton, Commander. Anh. Duc. 2018. Vietnam’s Maritime Security Challenges andRegional Defence and Security Cooperation. Sea Power Centre –Australia-Soundings paper Issue No. 14.

Report

ICC IMB. 2004. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2004 Annual Report.diakses melaluihttps://www.peacepalacelibrary.nl/ebooks/files/ICC_InternationalMaritimeBoard_Annual_Piracy_Report2004.pdf 15 Mei 2019 pukul 14:29WIB.

ICC IMB. 2015. ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2015-Annual-IMB-Piracy-Report-ABRIDGED%20(1).pdf 20 Febuari 2019 pukul 20:50WIB

ICC IMB. 2016. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual Report.Diakses melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2016-Annual-IMB-Piracy-Report.pdf 14 Febuari 2019 pukul 20:50 WIB

ICC IMB. 2017. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report.Diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2013_Q3_IMB_Piracy_Report.pdf 14 Febuari 2019 pukul 20:22 WIB

ICC IMB. 2018. ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018Annual Report. diakses melalui

file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2018-Q2-IMB-Piracy-Report%20(1).pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 21:20 WIB

Mason, R. Chuck. 2010. Piracy: A Legal Definition. CRS Report for Congress.diakses dari file:///C:/Users/USER/Downloads/12005.pdf pada 19Oktober 2018 pukul 15:17 WIB

RecAAP ISC. 2014. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA 2014Annual Report” diakses darifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202014.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul15:10 WIB

RecAAP ISC. 2015. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2015 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAPISCAnnualReport2015.pdfpada 20 Febuari 2019 pukul 16:07 WIB

RecAAP ISC. 2016. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2016 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20July%202016%20Report.pdfpada 20 Febuari 2019 pukul 18:58WIB

RecAAP ISC. 2017. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2017 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%2020172.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul18:58 WIB

RecAAP ISC. 2018. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2018 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202018_2.pdf pada 20 Febuari 2019pukul 22:20 WIB

Ocean Beyond Piracy. 2015. The State of Maritime Piracy. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf

Website:

1st Meeting Of Asean Maritime Forum (AMF). 2010 diakses melaluihttps://www.kemlu.go.id/en/berita/siaran-pers/Pages/1st-Meeting-Of-Asean-Maritime-Forum-AMF.aspx pada 17 Febuari 2019 pukul 22:07WIB

Agung. 2017. Penguatan Kerja Sama Maritim di Kawasan ASEAN DipimpinIndonesia diakses melalui https://breakingnews.co.id/read/penguatan-kerja-sama-maritim-di-kawasan-asean-dipimpin-indonesia pada 17Febuari 2019 pukul 01:29 WIB.

ASEAN Documents Series. 2010. diakses melaluihttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES%202010.pdfhttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES%202010.pdf hal. 26. pada 15 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB.

ASEAN edisi 14. 2016. Membangun Kiprah Maritim Indonesia di Kawasan.diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/ASEAN%20Edisi%2014%202017.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul 18:17 WIB.

ASEAN Political-Security Community Blueprint. diakses melaluihttps://asean.org/wp-content/uploads/archive/5187-18.pdf 15 Febuari2019 pukul 22:09 WIB

ASEAN. Chairman Statement of the 19th ASEAN Summit: ASEAN Community ina Global Community of Nations. diakses melaluihttp://www.asean.org/archive/documents/19th%20 summit/CS.pdf.pada 17 Febuari 2019 pukul 00:21 WIB.

DA NANG Today. 2014. ASEAN maritime forums being held in the city. diaksesmelalui https://www.baodanang.vn/english/politics/201408/asean-maritime-forums-being-held-in-the-city-2354944/ pada 20 Mei 2019pukul 1:24 WIB

Firman, Tony. 2017. Asia Tenggara Surga Bajak Laut. diakses darihttps://tirto.id/asia-tenggara-surga-bajak-laut-cvXA pada 20 Oktober2018 pukul 18:50 WIB.

Flounders, Sara. 2007. Myanmar: Washington’s geopolitics and the Straits ofMalacca. diakses melaluihttps://www.workers.org/2007/world/myanmar-1101/ pada 08 Mei2019 pukul 03:46 WIB

Hays, Jeffrey. 2015. Piracy in Indonesia. diakses melaluihttp://factsanddetails.com/indonesia/Government_Military_Crime/sub6_5b/entry-4065.html pada 19 Febuari 2019 pukul 18:34 WIB.

Katadata.co.id. 2015. Laut Indonesia Paling Rawan Pembajakan pada 2015.diakses melaluihttps://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/15/laut-indonesia-paling-rawan-pembajakan-pada-2015 pada 19 Febuari 2019 pukul16:50 WIB

Kompas.com. 2016. Kabareskrim: Perairan ASEAN Perbatasan Vietnam MarakPerompak. diakses melaluihttp://lampung.tribunnews.com/2016/09/09/kabareskrim-perairan-asean-perbatasan-vietnam-marak-perompak 20 Maret 2019 pukul 00:36WIB.

Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum. 2010. diakses melaluihttp://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/pada 21 Oktober 2018 pukul 23:20 WIB.

Kunze, Gretchen. A., V. Bruce J. Tolentino. 2008. The Asia Foudation: In Laos:Land-linked, not Land-locked. diakses melaluihttps://asiafoundation.org/2008/08/27/in-laos-land-linked-not-land-locked/ pada 08 Mei 2019 pukul 01:35 WIB.

PH Hosts 8th ASEAN Maritime Forum, 6th Expanded Maritime Forum diaksesmelalui https://dfa.gov.ph/dfa-news/dfa-releasesupdate/18911-ph-hosts-8th-asean-maritime-forum-6th-expanded-maritime-forum 17Febuari 2019 pukul 02: 15 WIB

Southeast Asia Geography diakses melaluihttps://www.ducksters.com/geography/southeastasia.php pada 19Febuari 2019 pukul 17:10 WIB.

Tabloid Diplomasi. 2010. Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum. diaksesmelalui https://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/ pada 15 Mei 2019 pukul 13:21 WIB.

Thompson, Neil. 2017. Asia's Deadly Pirates. diakses melaluihttps://thediplomat.com/2017/06/asias-deadly-pirates/ pada 21Febuari 2019 pukul 02:04 WIB.

TIME.com. 2014. The Most Dangerous Waters in the World. diakses melaluihttp://time.com/piracy-southeast-asia-malacca-strait/ pada 12 Mei2019 pukul 00:32 WIB

Vientiane Action Programme. diakses melaluihttps://www.asean.org/uploads/archive/VAP-10th%20ASEAN%20Summit.pdf 15Febuari 2019 pukul 19:05 WIB

Vu Kim Chung. 13 pirates Sentenced to Death. diakses melaluiwww.geocities.com pada 20 Maret 2019 pukul 02:06 WIB

Wiyanti, Sri. 2015. Ganas perompak Selat Malaka bikin Malaysia, RI &Singapura bersatu. diakses melalui

https://www.merdeka.com/peristiwa/ganas-perompak-selat-malaka-bikin-malaysia-ri-singapura-bersatu.html pada 19 Febuari 2019 pukul15:07 WIB.