ASEAN MARITIME FORUM (AMF DALAM ...digilib.unila.ac.id/58569/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfUPAYA...
Transcript of ASEAN MARITIME FORUM (AMF DALAM ...digilib.unila.ac.id/58569/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfUPAYA...
UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM MENANGGULANGI KASUSPEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA TENGGARA (STUDI KASUS SELAT
MALAKA TAHUN 2015-2018)
(Skripsi)
Oleh
RAFIKA PERMATA SARI
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALA MENANGGULANGIKASUS PEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA TENGGARA (STUDI
KASUS SELAT MALAKA TAHUN 2015-2018)
Oleh
RAFIKA PERMATA SARI
Permasalahan perompakan di Selat Malaka menjadi permasalahan serius yangmengancam stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara yang berdekatan denganselat. Kasus perompakan di Selat Malaka juga menjadi perhatian globalmengingat perairan tersebut merupakan jalur strategis bagi perdagangan dunia.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kasus perompakan diSelat Malaka khususnya Asia Tenggara dan menganalisis upaya AMF dalammenanggulangi perompakan wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan tipepenelitian kualitatif dekriptif. Penelitian ini menggunakan konsep organisasiinternasional dan maritime security untuk menganalisis upaya AMFmenanggulangi kasus perompakan di Asia Tenggara. Hasil penelitian adalahadanya AMF dalam menanggulangi kasus perompakan di Selat Malaka khususnyaAsia Tenggara memberikan keuntungan bagi kerja sama kawasan ASEAN. Haltersebut dilihat dari upaya AMF dengan mempromosikan langkah-langkah sertamembangun kepercayaan dalam mewujudkan stabilitas keamanan dankeselamatan maritim di kawasan ASEAN melalui sejumlah lokakarya dankonferensi yang dilakukan AMF dalam pertemuan-pertemuannya.
Kata Kunci: ASEAN Maritime Forum (AMF), Perompakan, Asia Tenggara,Selat Malaka
ABSTRACT
EFFORTS OF ASEAN MARITIME FORUM (AMF) IN TACKLING THEPIRACY IN SOUTHEAST ASIAN WATERS (CASE STUDY OF
MALACCA STRAIT 2015-2018)
By
RAFIKA PERMATA SARI
The problem of piracy in the Malacca Strait is a serious problem that threatensregional stability in the Southeast Asian region adjacent to the strait. The case ofpiracy in the Malacca Strait is also a global concern considering that the watersare a strategic route for world trade. The purpose of this study is to describe casesof piracy in the Malacca Strait, especially Southeast Asia and analyze AMFefforts in tackling piracy in the region. This research uses descriptive qualitativeresearch type. This study uses the concept of international organizations andmaritime security to analyze the efforts of AMF to tackle piracy cases inSoutheast Asia. The results of the study are that the AMF in tackling piracy casesin the Malacca Strait, especially Southeast Asia, has benefited ASEANcooperation. This was seen from the efforts of the AMF by promoting measuresand building trust in realizing maritime security and safety stability in the ASEANregion through a number of workshops and conferences conducted by AMF in itsmeetings.
Keywords: ASEAN Maritime Forum (AMF), Piracy, Southeast Asia,Malacca Strait.
UPAYA ASEAN MARITIME FORUM (AMF) DALAM
MENANGGULANGI KASUS PEROMPAKAN DI PERAIRAN ASIA
TENGGARA (STUDI KASUS SELAT MALAKA TAHUN 2015-2018)
Oleh
RAFIKA PERMATA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis Rafika Permata Sari. Lahir di
Tanjung Karang pada tanggal 24 Januari 1997 sebagai
anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak
Turmanto dan Ibu Harmijani. Penulis menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Perumnas Way
Kandis Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada
tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA
Al-Kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2015.
Pada tahun 2015, penulis dinyatakan berhasil diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Hubungan Internasional Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
mengikuti program Winter Camp for Overseas Chinese Youth di Beijing-Harbin,
China melalui program yang diselenggarakan Han Yuan pada tahun 2016. Penulis
juga pernah terlibat dalam kegiatan Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa
Hubungan Internasional se-Indonesia (PSNMHII) ke-30 yang diadakan di
Universitas Lampung pada tahun 2018. Pada tahun 2018, penulis juga melakukan
kegiatan magang di Kantor Imigrasi Kelas I, Bandar Lampung.
MOTTO
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telahberbuat baik kepadamu.”
(Qs. Al-Qashas: 77)
“Dibalik setiap harapan selalu diikuti kekecewaan, jadi
berhentilah berharap”
(Bob Sadino)
“Nothing Lasts Forever”
(Sidney Sheldon)
PERSEMBAHAN
Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas rahmatdan hidayah-Nya serta junjungan tinggi Rasulullah MuhammadSAW, kupersembahkan skripsi ini kepada inspirasi terbesarku :
Kedua orangtuaku Bapak Turmanto dan Ibu Harmijani yangsenantiasa membesarkan, mendidik, membimbing, mendo’akan,dan selalu mendukungku. Terimakasih untuk semua kasih sayangdan pengorbanannya serta setiap doa’nya yang selalu mengiringi
setiap langkahku menuju keberhasilan.
Adikku Maulia Elvionita yang selalu mendukung danmemberikan semangat.
Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semogasuatu saat dapat membalas semua budi baik dan nantinya dapat
menjadi anak yang membanggakan kalian.
Dosen Pembimbingku dan Dosen Pembahasku, terima kasihuntuk bantuan dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.
Almamater Universitas Lampung Jurusan HubunganInternasional, tempat aku menimba ilmu dan mendapatkanpengalaman berharga yang menjadi awal langkahku meraih
kesuksesan
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, kesehatan serta karunia-Nya dan shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas cahaya kebenaran yang dibawa
oleh beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
”Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Menanggulangi Kasus
Perompakan di Perairan Asia Tenggara (Studi Kasus Selat Malaka Tahun
2015-2018)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Hubungan
Internasional di Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Ibu Dwi Wahyu Handayani, S.IP, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang
telah meluangkan banyak waktu dan memberikan banyak sekali ilmu,
masukan, dan saran yang membangun serta bimbingan yang sangat
membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terimakasih
banyak Ibu Dwi atas segala motivasi dan masukan yang diberikan agar
penulis dapat menjadi sosok lebih percaya diri lagi untuk masa depan.
4. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S., selaku dosen pembahas yang telah
meluangkan waktu, memberikan kritik dan saran. Terimakasih Prof Yuli
atas segala ilmu, motivasi, arahan, masukan dan saran perbaikan yang
sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bang Hasbi Sidik, S.IP., M.A., selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak waktu dan tenaga untuk membimbing penulis.
Terimakasih Bang Hasbi atas ilmu, pengetahuan, masukan, serta support
yang selalu bang Hasbi berikan setiap kali proses bimbingan skripsi.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada bang Hasbi yang telah
menjadi sosok dosen pembimbing yang sangat mengerti dan memaklumi
kekurangan penulis, terimakasih bang Hasbi atas support yang diberikan,
dan juga masukan yang diberikan agar penulis dapat menjadi pribadi yang
lebih percaya diri dan tangguh dalam menjalani setiap bagian kehidupan.
6. Bapak Turmanto dan Ibu Harmijani selaku kedua orang tua yang sangat
penulis cintai dan banggakan. Terimakasih atas doa yang selalu terpanjat,
perhatian yang tak terhingga, kasih sayang, pengorbanan, dan nasihat-
nasihat yang tiada henti diberikan. Terimakasih telah menjadi orangtua
yang tidak pernah lelah dalam menegur. Ayah dan Ibu merupakan sumber
motivasi terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada adikku Maulia Elvionita, yang juga memiliki peranan penting
dalam pengerjaan skripsi ini. Terimakasih telah selalu menjadi tempat
bercerita dan tempat mencurahkan keluh kesah terutama selama proses
mengerjakan skripsi ini. Terimakasih untuk selalu mendukung dan
memberikan pertolongan jika penulis kesulitan dalam melakukan hal
teknis dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Irma Tata Manggala, Ardyta Nabilah, Firstya Rachmadininta Putri, dan
Anita Dwi Gita Rianto, terimakasih atas perjalanan selama empat tahun
berjuang bersama di Jurusan Hubungan Internasional ini. Terimakasih
telah menjadi penyemangat penulis dalam menjalani hari-hari di kampus
selama menjadi mahasiswa. Canda, tawa, dan air mata perjuangan selama
kuliah di Jurusan Hubungan Internasional menjadi sebuah rentetan
kenangan yang takkan terlupakan di masa-masa itu. Akhirnya atas izin
Allah SWT, kita berlima telah menyelesaikan kuliah kita dengan segala
pengorbanan yang tentunya tidak mudah untuk dilewati. Terimakasih
kalian telah hadir, terimakasih atas pertolongan dan canda tawa yang
memberikan warna di hari-hari kuliahku.
9. Hasya, Clara, Hayyu, Sarah, Kent, terimakasih ya sudah mengisi canda
tawa dan keluh kesah dunia perkuliahan penulis. Akan banyak sekali
kenangan-kenangan yang tidak akan terlupakan, see you on top friends!
10. Annisa Atila Thabrani, Intan Nata Sasmita, kalian juga merupakan sosok
yang takkan terlupakan. Terimakasih ya telah menjadi teman baik penulis
selama duduk di bangku perkuliahan.
11. Staff Jurusan, Dekanat, Universitas terima kasih telah berperan dan
membantu penulis dalam segala urusan administrasi yang diperlukan.
12. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional terima kasih atas seluruh
ilmu yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan lancar dan tepat waktu.
13. Teman-teman Hubungan Internasional angkatan 2015. Terima kasih sudah
menjadi bagian dari perjalanan perkuliahan penulis. Terima kasih sudah
berbagai tawa, cerita dan kesulitan bersama. Maaf jika selama ini penulis
pernah melakukan perbuatan maupun perkataan yang kurang mengenakan,
sungguh penulis tidak bermaksut demikian.
14. Untuk orang-orang yang belum disebutkan dan tidak mungkin untuk
disebutkan. Penulis mengucapkan terima kasih atas semuanya, yang
pernah terjadi dahulu telah membuat penulis menjadi pribadi yang lebih
baik lagi dan memberikan pembelajaran yang sangat bermakna bagi
penulis. Maaf atas kesalahan yang pernah penulis lakukan di masa itu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Agustus 2019
Penulis,
Rafika Permata Sari
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 11.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 61.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 61.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 82.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 82.2 Landasan Konseptual ................................................................. 18
2.2.1 Organisasi Internasional ................................................. 182.2.2 Maritime Security ............................................................ 21
2.3 Kerangka Pikir .......................................................................... 25
III. METODE PENELITIAN.............................................................. 273.1 Tipe Penelitian .......................................................................... 273.2 Fokus Penelitian ........................................................................ 283.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 283.4 Teknik Analisis Data ................................................................. 28
IV. GAMBARAN UMUM ................................................................... 304.1 ASEAN Maritime Forum........................................................... 304.2 Selat Malaka dan Perompakan................................................... 40
4.2.1 Selat Malaka .................................................................... 404.2.2 Perompakan di Asia Tenggara ........................................ 43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 755.1 Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Perannya
Menanggulangi Kasus Perompakan di Selat Malaka
ii
Khususnya Asia Tenggara...………………………………….765.1.1 AMF sebagai Forum Dialog dalam5.1.1 Menciptakan Keamanan Maritim ................................. 785.1.2 AMF Sebagai Sarana Menyatukan Ide-ide5.1.2 Bersama Melalui Interaksi Negara Kawasan................. 85
5.2 Komunikasi AMF dalam Pertemuan Bersama5.2 Negara-negara Kawasan ......................................................... 895.3 Analisis Upaya AMF dalam Menanggulangi5.3 Perompakan di Selat Malaka Khususnya5.3 Asia Tenggara......................................................................... 94
VI. PENUTUP .................................................................................... 104
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 1046.2 Saran ........................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 108
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pikir .........................................................................26
2. Peta Selat Malaka................................................................................41
3. Peta Asia Tenggara .............................................................................44
4. Lokasi insiden perompakan di Indonesia tahun 2017.........................48
5. Lokasi insiden perompakan di Selat Malakadan Singapura tahun 2017...................................................................55
6. Lokasi insiden perompakan di Filipina tahun 2017 ............................58
7. Lokasi insiden perompakan di Vietnam tahun 2017...........................60
8. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2016...............73
9. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2017...............74
10. Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2018...............74
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Total insiden perompakan di dunia kawasanbulan Januari - Desember 2015...........................................................66
2. Insiden pembajakan dan perompakan di Asia TenggaraTahun 2015 berdasarkan bulan ...........................................................67
3. Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2016.........................................68
4. Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2017.........................................69
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Perompakan di Wilayah Asia Tenggara termasuk Selat
Malaka pada Tahun 2011-2015.............................................................4
2. Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu ...............................................17
3. Klasifikasi insiden dalam perspektif ReCAAP ISCterhadap situasi pembajakan dan perampokanbersenjata di Asia ................................................................................45
4. Data Perompakan di Indonesia pada Tahun 2015-2017 .....................49
5. Data Perompakan di Wilayah Selat Malaka
dan Singapura Tahun 2015-2017 ........................................................55
6. Data Perompakan di Filipina pada Tahun 2015-2017.........................58
7. Data Perompakan di Vietnam pada Tahun 2015-2017 .......................61
8. Kerugian terhadap Insiden Perompakan di Asia Tenggarapada Tahun 2015 .................................................................................67
9. Data Perompakan Actual dan Attempted di WilayahAsia Tenggara termasuk Selat Malakapada Tahun 2015-2018........................................................................70
10. Data Perompakan Actual dan Attempted di WilayahAsia Tenggara pada Tahun 2015-2018 ...............................................71
vi
DAFTAR SINGKATAN
ACGF : ASEAN Coast Guard Forum
ADMM : ASEAN Defence Ministers Meeting
ADMM-plus : ASEAN Defence Ministers Meeting-plus
AEC : ASEAN Economic Community
AIS : Automatic Identification System
AMF : ASEAN Maritime Forum
APSC : ASEAN Political Security Community
ARF : ASEAN Regional Forum
ASC PoA : ASEAN Security Community Plan of Action
ASC : ASEAN Security Community
ASCC : ASEAN Socio-Cultural Community
ASEAN : The Association of Southeast Asian Nations
CBM : Confidence Building Measures
CPKO : Crude Palm Kernel Oil
EAMF : Expanded ASEAN Maritime Forum
EAS : East Asia Summit
ICC : International Chamber of Commerce
IMB : International Maritime Bureau
IMO : International Maritime Organization
ISIS : Islamic State in Iraq and Syria
IUU Fishing : Illegal, Unreported, dan Unregulated Fishing
vii
JI : Jemaah Islamiyah
MMEA : Malaysian Maritime Enforcement Agency
OBP : Oceans Beyond Piracy
PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa
PCG : Philippines Coast Guard
PD : Preventive Diplomacy
RECAAP : The Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and
Armed Robbery against Ships in Asia
SLOC : Sea Line of Communication
UNCLOS : United Nations Conference On The Law Of The Sea
VAP : Vientiane Action Programme
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aktivitas perdagangan dunia merupakan salah satu bagian dari sumber daya
energi dunia, dalam hal ini aktivitas perdagangan dunia harus melewati jalur
strategis tertentu di antara area produksi dan tujuan akhir mereka. Salah satu
titik strategis itu adalah perairan sempit di Asia Tenggara yang dikenal
sebagai Selat Malaka, jalur laut yang menghubungkan Laut Cina Selatan
dengan Samudra Hindia dan Selat Malaka dikenal secara global karena
kepentingan ekonomi, politik, lingkungan, dan strategisnya.1
Selat Malaka sebagai jalur perdagangan global ditunjukan dengan sekitar
60.000 hingga 94.000 kapal melewati selat setiap tahunnya membawa sekitar
sepertiga perdagangan global.2 Perdagangan di Asia Tenggara mengandalkan
Selat Malaka dalam hal perdagangannya yang menavigasi laut ke Asia Barat,
serta ke negara-negara Eropa dan Afrika Timur. Ketersediaan bahan bakar
bunker yang sangat baik, fasilitas komunikasi dan perbaikan, khususnya di
Singapura dan Malaysia menjadikannya dua kali lebih menarik bagi kapal
untuk menggunakan rute Selat Malaka. Selat Malaka juga merupakan jalur
1 Freeman, D. B., “The Straits of Malacca: Gateway or Gauntlet?”,(Montreal: McGill-Queen's
University Press, 2003). 2 Sheldon W. Simon, “Safety and Security in the Malacca Straits: The Limits of Collaboration”,
Asian Security Journal Volume 7, 2011, hal. 27.
2
energi bagi pembangkit tenaga ekonomi seperti Cina, Jepang, Korea Selatan,
dan Taiwan, karena lebih dari 80% impor dan ekspor energi mereka
melewati Selat Malaka.3 Sebagai contoh yaitu Jepang yang mengimpor lebih
dari 98% minyak mentah yang dikonsumsinya, dan China yang bergantung
atas 80% impor energinya.4
Namun dibalik kelebihannya, Selat Malaka memiliki berbagai permasalahan
tindak kejahatan yang mengancam kedaulatan negara-negara kawasan Asia
Tenggara, salah satunya ialah tindakan pembajakan atau perompakan
bersenjata. Istilah pembajakan atau perompakan didefinisikan dalam pasal
101 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982
yang mengatur hukum laut internasional sebagai:
a. Segala tindak kekerasan ilegal atau penahanan, atau tindakan penghancuran apapun,
yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang kapal pribadi
atau pesawat udara pribadi yang dilakukan di laut lepas, terhadap kapal lain atau
pesawat terbang, atau terhadap orang atau properti di atas kapal atau pesawat udara
tersebut. b. Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam pengoperasian kapal atau pesawat terbang
dengan mengetahui fakta yang kemudian menjadikannya kapal atau pesawat bajak
laut c. Setiap tindakan menghasut atau dengan sengaja memfasilitasi tindakan yang
dijelaskan dalam sub-ayat (a) atau (b).5
Pada kasus perompakan, perusahaan Thailand pemilik kapal Orapin 4 tercatat
empat kali mengalami serangan perompak yang dilakukan oleh sepuluh orang
bersenjatakan senapan dan parang yang melompat menuju geladak kapal
tanker Orapin 4. Serangan pertama terjadi pada Agustus 2013, disusul dua
serangan pada Oktober 2013 dan terakhir pada Mei 2014 yang menyebabkan
3 Felipe Umaña, “Threat Convergence Transnational Security Threats in the Strait of Malacca”,
(Washington DC: The Fund for Peace, 2012), hlm.5. 4 Ibid., hal. 7.
5 R. Chuck Mason, “Piracy: A Legal Definition”, CRS Report for Congress, 2010, diakses dari
file:///C:/Users/USER/Downloads/12005.pdf pada 19 Oktober 2018 pukul 15:17 WIB
3
para kawanan perompak berhasil mencuri lebih dari 3.700 metrik ton bahan
bakar dengan nilai kerugian minyak menyentuh 1,9 juta dolar.6
Wilayah Laut Sulu dan Sulawesi yang membentang dari wilayah Sulu di
Filipina selatan dan Sabah di Malaysia timur dilintasi lebih dari 13.000 kapal
per tahun juga merupakan wilayah dengan pusat ancaman perompakan laut di
Asia Tenggara yang menghawatirkan, yakni sepanjang 2016 pelaut Indonesia
berulang kali diculik di perairan tersebut oleh kelompok organisasi teroris
Abu Sayyaf yang berbasis di pulau Jolo dan Basilan selatan, Filipina.7 Pada
10 Agustus 2017 sebuah kapal penumpang diserang dua pembajak laut di
daerah Pulau Nipah, Indonesia disusul dengan perompakan sebuah kapal
kontainer milik Jerman yang dilaporkan mendapat serangan di dekat
Filipina.8
Aksi kejahatan perompakan di perairan Selat Malaka khususnya Asia
Tenggara jelas membawa dampak buruk terhadap keamanan laut,
perekonomian dan stabilitas kawasan di Asia Tenggara. Aksi perompakan
rentan menyerang kawasan perairan Selat Malaka yang secara geografis
sangat strategis sebagai rute perdagangan internasional sehingga menciptakan
peluang bagi perompak untuk melakukan serangan yang menguntungkan.9
6 Tony Firman, “Asia Tenggara Surga Bajak Laut”, diakses dari https://tirto.id/asia-tenggara-
surga-bajak-laut-cvXA pada 20 Oktober 2018 pukul 18:50 WIB 7 Ibid.,
8 Ibid.,
9 Zubir Karim, “The Strategic Significance of the Straits of Malacca,” Australian Defense Force
Journal, 172, 2007, hal. 34.
4
Tabel 1.1 Data Perompakan di Wilayah Asia Tenggara termasuk Selat
Malaka pada Tahun 2011-2015
Negara 2011 2012 2013 2014 2015
Indonesia 46 81 106 100 108
Filipina 5 3 3 6 11
Singapura 11 6 9 8 9
Thailand - - - 2 1
Vietnam 8 4 9 7 27
Malaysia 16 12 9 24 13
Myanmar 1 - - - -
Selat Malaka 1 2 1 1 5
Total 88 108 137 148 174
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report, diakses
dari https://www.hellenicshippingnews.com/wp-content/uploads/2016/02/2015-Annual-IMB-
Piracy-Report-ABRIDGED.pdf)
Pada tabel di atas, terlihat bahwa kasus perompakan di Asia Tenggara
termasuk Selat Malaka dalam kurun waktu 2011 hingga 2015 menunjukkan
data yang tertinggi pada tahun 2015 yakni terjadi 174 insiden perompakan,
dan terendah pada tahun 2011 dengan jumlah 88 insiden. Indonesia menjadi
satu-satunya negara dengan perolehan jumlah insiden perompakan tertinggi
dan terus mengalami peningkatan dari tahun 2011-2015 diantara negara-
negara Asia Tenggara lainnya. Myanmar menjadi negara yang paling rendah
mengalami insiden, yakni hanya terjadi 1 insiden pada tahun 2011 saja
berdasarkan laporan IMB.
5
Kawasan laut dianggap memiliki peran penuh dalam melancarkan aksi
kejahatan yang bersifat lintas batas negara. Dalam menanggapi hal tersebut,
negara-negara di kawasan Asia Tenggara bersama-sama mengambil langkah
penuh dalam menangani isu kejahatan maritim yang menyangkut wilayah
kedaulatan teritorial mereka. Pada Deklarasi ASEAN Concord II (Bali
Concord II) yang ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN di Bali, Indonesia, 7
Oktober 2003, memperingatkan kepada para pemimpin ASEAN mengenai
isu-isu kelautan yang menyangkut lintas batas negara yang harus segera
mendapatkan penanganan secara regional, holistik, terpadu serta
komprehensif. Kerjasama maritim di antara negara anggota ASEAN (ASEAN
Members States/AMSs) berpengaruh dalam memberikan sebuah kontribusi
pembentukan komunitas keamanan ASEAN (ASEAN Security
Community/ASC).10
Dengan menindaklanjuti hasil dari Bali Concord II tersebut, KTT ASEAN ke-
10, di Vientiane, 29 November 2004, mengambil rencana aksi komunitas
keamanan ASEAN (ASC PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) yang
meliputi kegiatan kongkrit jangka menengah periode 2004-2010. ASC dari
VAP merupakan promosi kerjasama keamanan maritim ASEAN. Selanjutnya,
program dan langkah-langkah kawasan membentuk ASEAN Maritime Forum
(AMF).11
10
Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum, 2010, diakses melalui
http://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/pada 21 Oktober
2018 pukul 23:20 WIB 11
Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum, Loc.Cit.
6
1.2 Rumusan Masalah
Posisi geografis Selat Malaka berpengaruh terhadap negara-negara Asia
Tenggara yang berbatasan dengan selat, dan perekonomian global yang
bergantung pada perdagangan yang melewati Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia. Oleh karena itu, The Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) telah melakukan upaya berbagai untuk memerangi serangan
perompakan yang menyangkut wilayah kedaulatan teritorial masing-masing
negara serta untuk menciptakan keamanan regional salah satunya dengan
membentuk AMF yang diharapkan mampu menangani lebih serius terhadap
kasus tindak kejahatan perompakan di kawasan Asia Tenggara. Dari latar
belakang di atas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:
”Bagaimana Upaya ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam
Menanggulangi Kasus Perompakan di Perairan Asia Tenggara (Studi
Kasus Selat Malaka Tahun 2015-2018)?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan kasus perompakan di Selat Malaka khususnya Asia
Tenggara pada tahun 2015 hingga 2018
2. Menganalisis upaya AMF dalam menanggulangi perompakan di Selat
Malaka khususnya perairan Asia Tenggara dari tahun 2015 hingga 2018.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Akademis:
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan media
informasi mengenai AMF dan juga perannya dalam menanggulangi kasus
perompakan di Selat Malaka khususnya Asia Tenggara pada tahun 2015
hingga 2018.
2. Manfaat Praktis:
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan
mengenai peran organisasi internasional dalam mengamankan kawasan
maritim terhadap tindak kejahatan perompakan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait upaya pengamanan Selat Malaka mengenai kasus
perompakan sebelumnya telah banyak dilakukan dengan berbagai perspektif
dan bentuk kerjasama yang berbeda-beda serta berbagai studi kasus. Berikut
adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti dalam
memperoleh informasi tambahan.
Pertama, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Threat Convergence,
Transnational Security Threats in the Straits of Malacca” yang ditulis oleh
Felipe Umaña dan dikeluarkan oleh the Fund for Peace Publication.12
Dalam
tulisan ini penulis menjelaskan bahwa isu-isu transnasional seperti serangan
bajak laut, gerakan separatis atau kelompok-kelompok jaringan teroris global
pemicu permasalahan internal dan kestabilan kawasan, serta perdagangan
illegal yang sangat merugikan keamanan kawasan perairan Selat Malaka.
Dalam tulisan ini disebutkan bahwa tiga negara littoral Indonesia, Malaysia,
dan Singapura telah melakukan perjanjian bilateral, trilateral, dan ekstra-
regional maupun program-program lainnya seperti meningkatkan kemitraan
12
Felipe Umaña, “Threat Convergence Transnational Security Threats in the Strait of Malacca”,(
Washington DC: The Fund for Peace, 2012)
9
badan intelijen dan teknologi yang lebih besar serta peran pemerintah yang
lebih serius dalam meningkatkan keamanan bagi tiga negara pantai guna
meminimalisir berbagai permasalahan tersebut. Selain itu Indonesia, Malaysia,
dan Singapura juga melakakuan dialog multinasional dalam menyelesaikan
persengketaan perbatasan guna mempererat kerjasama keamanan kawasan
antar sesama negara anggota ASEAN yang berada di kawasan Selat Malaka
serta memperkenalkan proyek-proyek guna membuka peluang bantuan luar
negeri dalam penanganan yang lebih efektif terkait masalah ini.
Hal tersebut dituliskan dalam penelitian ini serta merta guna melawan efek
ancaman transnasional yang bermasalah ini. Namun yang menjadi prioritas
utama ialah pembangunan ekonomi yang dilakukan ketiga negara tersebut
guna rancangan untuk meminimalisir tindak kejahatan yang terjadi, dengan
kesetaraan ekonomi yang tercipta maka secara tidak langsung juga akan
mempengaruhi terhadap tindak kejahatan karena faktor ekonomi berperan
besar terhadap munculnya aksi-aksi tersebut. Bagaimana peran tiga negara
pantai Indonesia, Malaysia dan Singapura ini menjadi acuan peneliti dalam
memperoleh data tambahan dalam penulisan penelitian.13
Pada penelitian
terdahulu pertama, kemiripan terlihat pada konsep yang digunakan. Namun,
terdapat juga perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan yakni penelitian
saya lebih memfokuskan kepada seluruh negara di kawasan ASEAN tidak
hanya beberapa negara saja seperti penelitian terdahulu oleh Felix. Sehingga
Felix hanya membahas peran Badan Inteligen dan Peran pemerintah dari tiga
negara littoral state yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
13
Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 25.
10
Kedua, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Maritime security and the
Strait of Malacca: a strategic analysis” yang ditulis oleh Joel D. Davis.14
Dalam tulisannya, Davis menjelaskan bahwa Selat Malaka di Asia Tenggara
merupakan salah satu jalur perairan paling penting di dunia. Namun, kasus
pembajakan, terorisme, dan ketidakstabilan di kawasan itu telah mendorong
perwakilan perdagangan global untuk mempertimbangkan bahwa selat ini
berbahaya bagi kapal-kapal pengirim barang. Setiap insiden besar dapat
membatasi navigasi di perairan ini dan memiliki dampak negatif pada
perdagangan dan ekonomi global, khususnya ekonomi negara-negara
Pasifik.15
Dalam pembahasan pertama, tulisan ini menjelaskan tentang kaitan negara-
negara yang membentuk Selat Malaka serta isu-isu yang mempengaruhinya
dalam memberikan dasar bagi tindakan AS dalam strategi keamanan yang
terkoordinasi. Pembahasan kedua mengenai pandangan nasional dan
internasional dan isu-isu dari tiga negara pesisir saat berhubungan dengan tiga
negara subjek yakni AS, Cina, dan India. Pembahasan ketiga mengenai
pemeriksaan kemampuan ketiga negara yang harus memenuhi persyaratan
keamanan selat. Pembahasan keempat tentang mengatasi peluang keamanan
regional untuk kawasan Selat Malaka di Asia Tenggara, perjanjian yang
diperlukan, dan alternatif yang ditawarkan oleh negara lain. Pembahasan
kelima akan menganalisis keberhasilan, hambatan, dan pemanfaatan peluang
14
Joel D. Davis, Thesis, ”Maritime security and the Strait of Malacca: a strategic analysis”.
(New York: The University of the State of New York, Albany, 2006) 15
Ibid,. hal. 3.
11
untuk sukses. Dalam hal ini mencakup perjanjian keamanan dimana kerjasama
telah signifikan dan di luar masalah keamanan maritim.16
Meskipun ada banyak negara yang secara geografis signifikan atau sebaliknya
mempengaruhi selat, studi ini akan terbatas pada AS, tiga negara yang
membentuk litoral (Indonesia, Malaysia dan Singapura), dan beberapa diskusi
tentang dampak India dan Cina, dengan tidak mengabaikan pengaruh
Australia di wilayah tersebut. Australia sebagai mitra pendukung dalam
pengembangan 10 wilayah tersebut juga memiliki hubungan kerjasama
dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura dan telah menjadi mitra dialog
dengan negara-negara ASEAN selama lebih dari dua puluh tahun.17
Penelitian
ini dalam pembahasannya akan terbatas pada selat yang paling signifikan yaitu
Selat Malaka. Hal tersebut dikarenakan Selat Malaka memiliki peran yang
signifikan dalam mendukung pengiriman barang perdagangan oleh kapal-
kapal di kawasan Asia-Pasifik serta mempengaruhi ekonomi global.18
Pada
penelitian terdahulu kedua, sama-sama membahas keamanan maritim di Selat
Malaka, namun penelitian yang dilakukan oleh Davis lebih memfokuskan
kepada analisis keefektifitasan perjanjian keamanan yang berada di Selat
Malaka. Perbedaan terlihat pada fokus dan konsep yang digunakan.
Ketiga acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Maritime Security
Cooperation in the Strait of Malacca” yang ditulis oleh Anthony S. Massey.19
Dalam penulisannya, skripsi ini mengkaji kerjasama keamanan maritim antara
16
Joel D. Davis, Op.Cit., hal. 9. 17
Op.Cit., 18
Joel D. Davis, Op.Cit., hal. 10-11. 19
Anthony S. Massey, “Maritime security cooperation in the Strait of Malacca” (United States:
University of Washington, 2002)
12
Singapura, Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka. Anthony melihat bahwa
kerjama di bidang militer yang dilakukan oleh negara-negara Asia sebagai hal
yang tabu karena masih saja terjadi berbagai permasalahan terhadap teritorial
maupun segi politik. Namun dalam tesis ini dituliskan bahwa keraguan
Negara-negara Asia Tenggara untuk menjalin kerjasama militer multilateral
telah berkurang pada periode pasca 9//11. Menurunnya tingkat keraguan
terhadap kerjasama militer tersebut menunjukkan perubahan yang dapat
dikaitkan dengan memudarnya tingkat ketegangan historis negara-negara di
kawasan tersebut, menyadari akan ancaman-ancaman maritim yang terjadi
seperti pembajakan maupun terorisme, perubahan lingkungan strategis secara
global pasca berakhirnya perang dingin. Berdasarkan hal tersebut, tekanan
lingkungan yang merujuk pada permasalahan-permasalahan menyebabkan
negara-negara kawasan Asia Tenggara mau tidak mau harus melakukan
berbagai bentuk kerjasama termasuk bidang militer multilateral.20
Dalam tesis ini peneliti menguji aset maritim tiga negara dan tindakan strategi
yang dirancang ketiga negara dalam usaha nya meningkatkan kemampuan
mereka. Dalam meningkatkan kemampuannya, strategi yang dilakukan ialah
dengan melakakuan patroli terhadap kawasan guna mengamankan serta
mempertahankan wilayah kawasan maritim negara mereka. Dalam tulisannya,
peneliti menyebutkan bahwa upaya yang telah dilakukan ketiga negara dalam
mengkoordinasikan patroli nya terhadap kawasan maritim mereka telah
dilakukan sejak 2004 yang telah meningkat dari periode sebelumnya, hal ini
semakin dipertajam guna meminimalisir terhadap ancaman serangan pelayaran
20
Ibid., hal. 67.
13
di Selat Malaka.21
Pada penelitian terdahulu ketiga, perbedaan terlihat pada
fokus suatu aktor dalam menyelesaikan permasalahan maritim di Selat Malaka
dimana dalam penelitian Anthony, lebih berfokus kepada peran negara bukan
peran organisasi internasional seperti pada penelitian yang saya lakukan.
Kemiripan terlihat pada studi kasus yakni terkait pengamanan di Selat Malaka.
Keempat, tulisan yang berjudul “Transnational Security Challenges in
Southeast Asia: The Need for Multinatioanl Military Cooperation and
Coordination in ASEAN” yang ditulis oleh CPT Tran Duc Huong.22
Tulisan
ini berisi tentang tantangan keamanan transnasional di Asia Tenggara yakni
kebutuhan kerjasama dan koordinasi militer di ASEAN yang ditulis oleh CPT
Tran Duc Huong dengan 116 halaman. Peneliti menyebutkan bahwa asosiasi
pada negara-negara ASEAN telah mempercepat proses dalam mewujudkan
komunitas ASEAN yang semakin erat di tahun 2015 dengan menerapkan
solusi holistic dan sinergis dengan menekankan kerjasama militer mereka.
Progres yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas politik di
kawasan ASEAN diwujudkan dengan memfasilitasi perluasan pertahanan
agenda koperasi yang dalam pelaksanaan nya dibuktikan dengan dimulainya
sesi regular Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM) dan
ADMM-plus. Meskipun demikian penulis mengungkapkan bahwa lingkup
21
Anthony S. Massey, Op.Cit., hal. 69. 22
Huong, Tran D, “Transnational Security Challenges in Southeast Asia: The Need for
Multinatioanl Military Cooperation and Coordination in ASEAN” (Vietnam : U.S Army
Command and General Staff College, 2006)
14
kerjasama militer dirasa masih kurang dan dikatakan tertinggal sehingga tetap
menjadi usaha yang terus dilakukan dalam memaksimalkan upaya perbaikan.23
Tesis Huong ini beranggapan bahwa terdapat kebutuhan untuk melakukan
kerjasama dan koordinasi militer yang lebih kuat dan lebih erat yang harus
tetap ditingkatkan di bawah kerangka ASEAN guna mengatasi tantangan
keamanan transnasional di kawasan ASEAN. Hal yang perlu dilakukan yakni
dengan menyoroti akar permasalahan keamanan di ASEAN, perkembangan
utama serta gambaran dominan hubungan militer di kawasan Asia Tenggara.
Kemudian penelitian ini meneliti dari segi strategis diantaranya praktik-
praktik kooperatif militer ASEAN yang dalam pelaksanaan nya juga melihat
secara seksama perihal perbedaan perspektif yang masing-masing dianut
negara-negara Asia Tenggara mengenai kerjasama keamanan.
Dalam penelitian ini, Huong melihat bahwa kondisi strategis serta lokasi
geografis ASEAN dan kemampuan militer yang dimilikinya sangat penting
untuk diamankan disamping berbagai permasalahan keamanan yang terjadi di
wilayah tersebut. Terkait masalah keamanan yang dialami ASEAN, dalam
tulisannya, penulis memberikan analisis terhadap dua studi kasus pencarian
internasional untuk penerbangan Malaysia Airlines 370 yang hilang, dan
Patroli Selat Malaka, analisis ini disajikan sebagai cara untuk mengidentifikasi
manfaat yang dapat diciptakan oleh kerjasama militer multilateral di ASEAN
dan hambatan untuk pendekatan semacam itu. Skripsi yang ditulis oleh Tran
Duc Huong menyimpulkan dengan menegaskan bahwa kerjasama militer
23
Huong, Tran D, Op.Cit., hal. 8.
15
multilateral di bawah kerangka ASEAN diperlukan untuk mengatasi masalah
keamanan transnasional di kawasan tersebut.24
Pada penelitian terdahulu keempat, penelitian Huong lebih memfokuskan
kepada kerjasama militer untuk mengatasi ancaman transnasional di kawasan
ASEAN yang tentunya berbeda fokus dengan penelitian saya yang lebih
menekankan kepada upaya organisasi internasional dalam menanggulangi
permasalahan perompakan di kawasan ASEAN pada Selat Malaka. Kemiripan
terlihat pada konsep dan kawasan yang diteliti.
Kelima, acuan penulis yaitu tulisan yang berjudul “Peran ASEAN Maritime
Forum (AMF) dalam Menjaga Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan
di Perairan Selat Malaka)” yang ditulis oleh Trialen Lumban Gaol.25
Pada penelitian Trialen, peneliti mengambil studi kasus pada keamanan
regional ASEAN yang menganalisis tentang peran AMF dalam menjaga
keamanan maritim dan penelitian ini memberikan fokus pada kasus
pembajakan di Selat Malaka. Trialen dalam skripsinya juga menyebutkan
bahwa kasus pembajakan di kawasan Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka
telah meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pembajakan menjadi
pelanggaran yang membutuhkan kerja sama negara-negara ASEAN untuk
memberantas kasus ini.26
24
Huong, Tran D, Op.Cit., hal. 82. 25 Trialen Lumban Gaol, Skripsi: ”Peran ASEAN Maritime Forum (AMF) dalam Menjaga
Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan di Perairan Selat Malaka)”, (Riau: Universitas
Riau, 2017), hal. 1. 26
Trialen Lumban Gaol, Loc.Cit.
16
Dalam penelitian ini, Trialen menggunakan konsep peran (International
Organizations) yakni AMF yang diawasi oleh organisasi ASEAN sebagai
organisasi regional dalam mengatasi kasus pembajakan termasuk di Selat
Malaka. Dalam menganalisis peran AMF dalam menjaga keamanan maritim
ASEAN dari kasus perompakan, penelitian yang dilakukan oleh Trialen
menggunakan konsep Organisasi Internasional dan Teori Konstruktivisme,
serta menggunakan metode penelitian kualitatif. Trialen dalam skripsinya juga
menyebutkan beberapa peran yang dilakukan oleh AMF yakni AMF berperan
sebagai forum untuk dialog antara negara-negara ASEAN dalam
menyelesaikan kasus pembajakan, meningkatkan kapasitas serta mendukung
Confidence Building Measures (CBM) dalam menjaga Selat Malaka dan
melakukan pertemuan untuk membahas keamanan maritim di Asia
Tenggara.27
Pada penelitian terdahulu kelima, persamaan terlihat pada fokus penelitian,
yakni sama-sama berfokus pada peran AMF dalam mengamankan perairan
Selat Malaka khususnya Asia Tenggara dari kasus perompakan. Kemiripan
juga terlihat pada strategi AMF sebagai forum di ASEAN yang digunakan
dalam mengamankan kasus perompakan di Selat Malaka khususnya Asia
Tenggara. Pada acuan penelitian kelima, perbedaan terlihat pada perspektif
konstruktivisme yang digunakan Trialen dalam menganalisis peran AMF
dalam mengatasi kasus perompakan yang terjadi, serta perbedaan tahun yang
digunakan.
27
Loc.Cit.
17
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu
Felipe Umaña Joel D. Davis Anthony S. Massey Tran Duc Huong Trialen Lumban
Gaol
Judul “Threat
Convergene
Transnational
Security Threats in
the Straits of
Malacca”
“Maritime security
and the Strait of
Malacca: a
strategic analysis”
“Maritime Security
Cooperation in the
Strait of Malacca”
“Transnational
Security
Challenges in
Southeast Asia:
The Need for
Multinatioanl
Military
Cooperation and
Coordination in
ASEAN”
”Peran ASEAN
Maritime Forum
(AMF)
dalam Menjaga
Keamanan
Maritim
(Studi Kasus
Perompakan di
Perairan Selat
Malaka)”
Metode
penelitian
Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Teori/kons
ep
Transnational
Crime,
Cooperative
Security
The Regional
Maritime Security
Initiative (RMSI)
The Regional
Maritime Security
Initiative (RMSI)
Cooperative
Security
Peran Organisasi
Internasional,
Perspektif
Konstruktivisme
Hasil
analisis
Memprioritaskan
pembangunan
ekonomi yang
dilakukan
Indonesia,
Malaysia dan
Singapura guna
meminimalisir
tindak kejahatan
Selat Malaka.
Faktor ekonomi
berperan besar
terhadap
munculnya aksi
kejahatan maritim.
Menganalisis
keefektifitasan
perjanjian
keamanan dan
kerjasama yang
signifikan terhadap
masalah maritim.
Permasalahan-
permasalahan
maritim
menyebabkan
negara-negara
kawasan Asia
Tenggara mau
tidak mau harus
melakukan
berbagai bentuk
kerjasama
khususnya bidang
militer multilateral.
Mengidentifikasi
manfaat yang dapat
diciptakan oleh
kerjasama militer
multilateral di
bawah kerangka
ASEAN untuk
mengatasi masalah
keamanan
transnasional di
kawasan tersebut.
Menganalisis
peran AMF
sebagai forum
dialog antara
negara-negara
ASEAN dalam
menyelesaikan
kasus pembajakan,
dalam menjaga
keamanan maritim
Selat Malaka di
Asia Tenggara.
Yang
Membedak
an dengan
Penelitian
Saya
Penelitian saya
lebih
memfokuskan
kepada seluruh
negara di kawasan
ASEAN tidak
hanya beberapa
negara saja seperti
penelitian
terdahulu oleh
Felix.
Perbedaan terlihat
pada fokus dan
konsep yang
digunakan.
Perbedaan terlihat
pada fokus suatu
aktor dalam
menyelesaikan
permasalahan
maritim di Selat
Malaka dimana
dalam penelitian
ketiga, lebih
berfokus pada
peran negara bukan
peran organisasi
internasional
seperti pada
penelitian saya.
Perbedaan terletak
pada fokus
penelitian.
Pada acuan
penelitian kelima,
perbedaan terlihat
pada perspektif
konstruktivisme
yang digunakan
Trialen dalam
menganalisis
peran AMF dalam
mengatasi kasus
perompakan yang
terjadi, serta
perbedaan tahun
yang digunakan.
18
2.2 Landasan Konseptual
Penulis menggunakan konsep organisasi internasional dan konsep maritime
security dalam menganalisis peran AMF dalam mengatasi kasus perompakan
di perairan Asia Tenggara pada Selat Malaka tahun 2015-2018.
2.2.1 Organisasi Internasional
Organisasi internasional mempunyai peran yang penting dalam
kaitannya mengimplementasikan, memantau, serta berperan sebagai
penengah dari perselisihan yang muncul terhadap ketetapan-ketetapan
yang dilakukan oleh negara-negara.28
Bruce Russett, John. R. Oneal,
dan Davis, D.R. dalam jurnalnya yang berjudul“The Third Leg of the
Kantian Tripod for Peace: International Organizations and
Militarized Disputes” mendefinisikan organisasi internasional sebagai
sebuah institusi yang berlangsung secara formal yang terbentuk atas
dasar kesepakatan pemerintah maupun non pemerintah, bersifat
multilateral dan mengadakan pertemuan regular yang mana organisasi
internasional sendiri terlindungi secara hukum, dan menganut hukum
internasional dalam pelaksanaannya.29
Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr. mendefinisikan
organisasi internasional sebagai pengelompokkan struktur kerjasama
internasional yang membentuk institusi antara negara-negara, yang
28
Paul R.Viotti & Mark V.Kauppi, ”International Relations Theory: Realism, Pluralism,
Globalism, and Beyond”. (New York: Allyn & Bacon, 1993) hal. 228. 29
Russett, B., Oneal, J.R., and Davis, D.R. (1998): “The Third Leg of the Kantian Tripod for
Peace: International Organizations and Militarized Disputes, 1950–85,” International
Organization, 52(2), 441–67. Shanks, C., Jacobson, H.K., and Kaplan, J.H. (1996): “Inertia and
Change in the Constellation of International Governmental Organizations, 1981–92,”
International Organization, 50(4), hal. 445
19
dibentuk atas dasar persetujuan, dan menjalankan fungsi-fungsi yang
memberikan keuntungan timbal balik yang dilaksanakan lewat
pertemuan-pertemuan maupun aktivitas staf secara berkala.30
Hal ini
tentu menyiratkan bahwa negara-negara didunia sejatinya tidak dapat
berdiri sendiri, melainkan akan saling membutuhkan satu sama lain
terutama untuk saling mengejar kepentingan dan tujuan serta
menyelesaikan berbagai permasalahan yang dimiliki.
Sementara Clive Archer mendefinisikan organisasi internasional yaitu:
“can be defined as a formal continuous structure established by
agreement between members (governmental or non-governmental)
from two or more sovereign states with the aim of pursuing the
common interest of the membership”. Menurut Archer, organisasi
internasional merupakan suatu institusi yang terstruktur secara formal
yang lahir melalui bentuk perjanjian yang berasal dari pemerintah
maupun non pemerintah yang beranggotakan negara-negara berdaulat
dengan latar belakang tujuan dan kepentingan yang sama.31
Organisasi internasional harus melaksanakan fungsinya dengan baik
agar terciptanya tujuan yang diinginkan agar sesuai dengan ketetapan
yang telah ditentukan. Dalam mencapai tujuan tersebut peran anggota
juga penting untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Suatu
organisasi internasional harus menjadi sarana kerjasama antarnegara,
30
Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr., “Organizing For Peace : International
Organization in World Affair”, (New York: Houghton Miffin, 1967), hal. 6. 31
Clive Archer, ”International Organization”, (George Allen and Unwin Publisher London,
1983), Hal. 35.
20
yang mana kerjasama tersebut mampu memberikan manfaat bagi
semua anggotannya. Selain itu, organisasi internasional harus mampu
menyediakan berbagai saluran komunikasi antar pemerintah, agar
wilayah akomodasi dapat dieksplorasi dengan mudah, terutama ketika
muncul suatu masalah.32
Fungsi Organisasi Internasional juga diungkapkan oleh A. Le Roy
Bennet, antara lain:33
1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang
dilakukan antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang
besar bagi seluruh bangsa.
2. Memperbanyak saluran komunikasi antar pemerintahan, sehingga
ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat bersatu.
Berdasarkan penjabaran mengenai konsep organisasi internasional
yang digunakan oleh penulis terkait kasus perompakan di wilayah
Asia Tenggara, ASEAN sebagai organisasi internasional mempunyai
peran penting dalam mengatasi perselisihan dan permasalahan yang
muncul. Dalam hal ini, ASEAN berusaha mengatasi permasalahan
yang muncul terhadap kejahatan maritim terutama pada Selat Malaka.
ASEAN dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi
internasional yaitu menyediakan sebuah bentuk kerjasama antarnegara
dengan tujuan untuk melakukan pemecahan masalah kemaritiman dan
32
A. LeRoy Bennett, James K. Oliver, “International Organizations: Principles and Issues, 7th
Edition”, (Upper Saddle River, NJ : Prentice Hall, 2002) 33
Adhi Satrio, Thesis “Peran Organisasi Internasional dalam Penyelesaian Konflik Internal
Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBB di Sierra Leone Tahun 1994-2005”,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), hal.13.
21
juga membuat bersatunya antarnegara dengan menyuarakan berbagai
ide dan pendapat untuk membuat kebijakan dalam permasalahan
tersebut.
2.2.2 Maritime Security
Keamanan maritim merupakan konsep yang bermula dari apresiasi
mengenai bagaimana konsep keamanan didefinisikan dan digunakan
dalam hubungan internasional secara umum. Keamanan maritim
sendiri bukan merupakan suatu konsep yang rigid, melainkan konsep
yang pada tataran internasional tengah dikonstruksi.34
Karena
sebagian besar teori tentang keamanan belum terfokus pada maritim,
sehingga penting untuk menempatkan pengembangan terhadap konsep
keamanan maritim dalam konteks keamanan yang lebih luas.35
Keamanan maritim sendiri dapat diartikan dengan makna yang
berbeda oleh individu maupun organisasi, tergantung pada
kepentingan masing-masing aktor.36
Konsep keamanan maritim pertama kali diperkenalkan oleh Geoffrey
Till pada pertengahan 1990-an dalam tulisannya “good order at
sea”.37
Ia memandang bahwa diperlukan tindakan khusus secara jelas
dalam hal keamanan dan kemakmuran laut di masa depan.38
Till
34
Y. Mochamad Yani, M. Ian, Emil Mahyudin, “Pengantar Studi Keamanan”, (Malang : Intrans
Publishing, 2017), hal. 64. 35
Christopher Rahman, ”Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective on Alternative
Visions for Good Order and Security at Sea, with Policy Implications for New Zealand Wellington,
NZ : Centre for Strategic Studies”, (New Zealand: Victoria University of Wellington, 2009). 36
Ibid., hal. 15. 37
Geoffrey Till, ”Seapower: A Guide for the Twenty-first Century”, (London: Frank Cass, 2004),
hal. 10. 38
Christopher Rahman,Op.,Cit, Hal.29.
22
memandang bahwa keamanan maritim saat ini bukan hanya terfokus
pada keamanan tradisional saja, tetapi telah berkembang menjadi isu
yang meluas yakni pada keamanan non-tradisional, sehingga
keamanan maritim harus ditangani secara serius dan nyata dalam
menghadapi tantangan pada isu keamanan yang lebih luas.
Meskipun demikian, konsep keamanan maritim sendiri merujuk pada
tindakan preventif maupun responsif untuk melindungi wilayah
maritim sebuah negara dari gangguan keamanan ataupun tindakan
melanggar hukum.39
Christian Bueger dan Timothy Edmunds,
memandang laut sebagai kawasan geopolitik terhadap kekuasaan,
perang antarnegara atau sengketa militer, sebagai sumber ancaman
khusus seperti pembajakan, atau sebagai penghubung antar negara
yang memungkinkan beragam fenomena dari kolonialisme ke
globalisasi.40
Kemudian terdapat beberapa identifikasi mengenai aktivitas apa saja
yang menjadi ancaman bagi keamanan maritim dalam laporan Oceans
and the Law of the Sea tahun 2008 yang menjelaskan bahwa aktivitas-
aktivitas yang mengancam keamanan maritim meliputi:41
a. Piracy and armed robbery, merupakan bentuk kejahatan yang biasa
terjadi di laut yang dapat membahayakan awak kapal sekaligus
keamanan jalur navigasi maupun komersil.
39
Y. Mochamad Yani, M. Ian, Emil Mahyudin, Loc.Cit. 40
Ibid., 41
Ibid., hal. 18.
23
b. Terrorist acts, merupakan salah satu ancaman bagi keamanan
maritim karena tidak hanya berdampak pada penyerangan fisik
namun juga berdampak pada terganggunya keadaan ekonomi.
c. Illicit trafficking in arms and weapons of mass destruction,
merupakan ancaman terbesar bagi keamanan maritim jika
dilakukan untuk tujuan terorisme.
d. Illicit trafficking in narcotic drugs and psycotropic substance,
merupakan ancaman keamanan maritim yang paling sering ditemui
sejak dulu. Perdagangan obat-obatan terlarang ini biasa dilakukan
selama ataupun setelah pelayaran.
e. Smuggling and trafficking of persons, yakni penyelundupan
maupun perdagangan manusia melalui jalur laut keduanya sama-
sama mengancam keselamatan sekaligus menyalahi hak asasi
manusia.
f. Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, merupakan
ancaman bagi keamanan maritim yang berskala pada keamanan
pangan ekonomi, sosial, politik, maupun lingkungan.
g. Intentional and unlawful damage to the marine environment,
merupakan aktivitas yang merusak ekosistem laut sehingga dapat
mengancam keamanan maritim suatu negara karena dapat
berpengaruh pada ekonomi negara pantai.
Dalam tulisan “Maritimen Security-Perspectives for a Comprehensive
Approach” yang ditulis oleh Lutz Feldt, Dr. Peter Roell, dan Ralph D.
Thiele, keamanan maritim tidak memiliki hukum universal maupun
24
definisi yang disepakati karena keamanan maritim dilihat sebagai
topik yang luas dan melibatkan berbagai sektor kebijakan. Dalam
tulisannya terdapat pengklasifikasian unsur-unsur yang merupakan
bagian dari keamanan maritim meliputi:42
a. Perdamaian dan keamanan internasional dan nasional
b. Kedaulatan, integritas wilayah dan kemerdekaan politik
c. Keamanan jalur laut komunikasi
d. Perlindungan keamanan dari kejahatan di laut
e. Keamanan sumber daya, akses ke sumber daya di laut dan ke dasar
laut
f. Perlindungan lingkungan
g. Keamanan semua pelaut dan nelayan.
Konsep maritime security sebagaimana telah dipaparkan dalam
definisi beragam, penulis melihat bahwa tindak kejahatan yang berada
di kawasan Asia Tenggara pada Selat Malaka yakni perompakan harus
ditangani secara komprehensif dalam menciptakan keamanan maritim
di Asia Tenggara. Konsekuensi paling penting dari pertimbangan ini
adalah kebutuhan untuk strategi yang tepat yang mensinergikan
keamanan maritim agar tercapainya integrasi laut, keamanan laut,
keamanan sumberdaya dan keamanan manusia pesisir.
Segala bentuk kejahatan maritim yang terjadi seperti halnya
perompakan tentu mengancam keamanan wilayah perairan Asia
42
Lutz Feldt, Dr. Peter Roell, Ralph D. Thiele, “Maritime Security-Perspectives for a
Comprehensive Approach”, ISPSW Strategy Series: Focus on Defense and International Security,
Apr 2013, No. 222
25
Tenggara, sehingga negara-negara anggota ASEAN bersama-sama
melalui Asean Maritime Forum (AMF) berupaya menciptakan
keamanan kawasan maritim mereka di perairan Selat Malaka dengan
merujuk pada tindakan preventif maupun responsif untuk melindungi
wilayah maritim ASEAN di Selat Malaka dari tindak kejahatan
perompakan di kawasan maritim.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan konsep organisasi internasional dan konsep maritime security,
yang telah menjadi acuan penulis, disimpulkan bahwa dalam keamanan laut
adalah termasuk suatu kewajiban yang harus diciptakan oleh masing-masing
negara untuk mewujudkan bentuk pertahanan teritorial suatu negara. Dalam
hal ini, kewajiban dalam mewujudkan keamanan tersebut adalah dengan
memberantas segala bentuk kejahatan maritim seperti halnya pembajakan
atau perompakan. Tindakan perompakan yang terjadi tersebut menyebabkan
sebuah ancaman tersendiri bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara
yang memiliki posisi yang berdekatan dengan Selat Malaka, sehingga dengan
hal tersebut, negara-negara ASEAN membentuk suatu komunitas yakni AMF
yang dalam langkahnya yaitu mengadakan pertemuan dan konferensi dalam
merespon kasus perompakan di Asia Tenggara di Selat Malaka
Melalui hal tersebut, AMF diharapkan mampu membantu ASEAN dalam
menciptakan keamanan laut Asia Tenggara di Selat Malaka. Berdasarkan
penjelasan di atas maka penulis menganalisa permasalahan tersebut sebagai
berikut:
26
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Asean Maritime Forum (AMF)
ASEAN
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Membentuk Sebuah
AMF sebagai Forum Dialog terkait Masalah Perompakan di Selat
Malaka Khususnya di Perairan Asia Tenggara guna Menciptakan
Keamanan Maritim dan Stabilitas Regional.
Maritime Security:
Tindakan Preventif Maupun Responsif
yang Dilakukan AMF dalam
Melindungi Wilayah Maritim Kawasan
Asia Tenggara dari Tindakan
Perompakan.
Kasus Perompakan di
Wilayah Asia
Tenggara di Selat
Organisasi Internasional:
1. AMF berkontribusi pada upaya-upaya menuju
Confidence Building Measures (CBM) dan Preventive
Diplomacy (PD) yakni membangun kepercayaan
(CBM) antarnegra-negara ASEAN demi pencapaian
pengembangan diplomasi preventif di kawasan
ASEAN.
2. AMF sebagai sarana menyatukan ide-ide bersama
melalui interaksi negara kawasan dalam upaya
menanggulangi kasus perompakan. Melalui agenda
AMF pada pertemuan-pertemuan secara berkala yang
dilakukan AMF, para partisipan dan negara-negara
anggota dalam pelaksanaannya membahas isu-isu
terkait permasalahan maritim yang dilakukan dengan
cara penyampaian pandangan (exchange of views) dan
diskusi.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif
deskriptif. Menurut John W. Creswell, Penelitian kualitatif adalah
pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna individu atau
kelompok sebagai masalah sosial atau manusia. Pada penelitian kualitatif
tersebut akan digunakan pertanyaan penelitian dalam merumuskan masalah
untuk mencari data dan menganalisis dari permasalahan khusus ke umum
dan peneliti membuat interpretasi tentang makna data.43
Menurut Strauss
dan Corbin, penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang dapat
digunakan untuk meneliti berbagai permasalahan kehidupan masyarakat
dan fungsionalisasi organisasi maupun gerakan sosial.44
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis akan mendeskripsikan AMF dalam
menanggulangi kasus perompakan di perairan Asia Tenggara di Selat
Malaka tahun 2015 hingga 2018 dan melakukan intrepretasi data dalam
menjawab permasalahan yang akan diteliti.
43
Creswell, John W. “Research design : qualitative, quantitative, and mixed methods approaches
4th ed.”, (California: SAGE Publications, Inc., 2014), hal.32. 44
Nugrahani Farida, “Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang Pendidikan Bahasa”, (Solo:
Cakra Books, 2014), hal. 4.
28
3.2 Fokus Penelitian
Penulis memfokuskan penelitian ini pada upaya AMF dalam menanggulangi
kasus perompakan di perairan Selat Malaka khususnya Asia Tenggara tahun
2015 hingga 2018.
3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti buku, jurnal, artikel, website, berita maupun sumber data
lainnya mengenai isu penelitian penulis.45
Sumber-sumber tersebut
membantu penulis dalam memperoleh berbagai data maupun informasi
dalam penelitian terkait keamanan dan isu perompakan di perairan Asia
Tenggara di wilayah Selat Malaka.Teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis untuk menemukan data dengan menggunakan studi
pustaka dengan pengumpulan data berdasarkan kepada buku, jurnal, artikel,
website, berita maupun sumber data lainnya mengenai isu penelitian
penulis.
3.5 Teknik Analisis Data
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif berdasarkan pemikiran
Miles dan Huberman yaitu dengan tiga cara yaitu tahap reduksi data, tahap
penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan. Dalam mereduksi data,
penulis akan mencari informasi yang diperoleh melalui sumber-sumber
terkait upaya AMF dalam menanggulangi tindakan kejahatan perompakan
45
Mohtar Masho’eod, “Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi”, (Pusat Antar
Universitas – Studi Sosial Universitas Gajah Mada, LP3ES), hlm.7.
29
yang terjadi di wilayah Asia Tenggara di Selat Malaka dan merangkum
permasalahan yang terjadi. Setelah itu, data akan disajikan dalam bentuk
naratif dan diuraikan serta mengaitkan hubungan permasalahan dengan teori
yang digunakan. Tahap terakhir, penulis akan menganalisis untuk menarik
kesimpulan untuk menemukan hasil penelitian.46
46
Lexy Moleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994),
hal.103.
30
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 ASEAN Maritime Forum
Isu permasalahan keamanan maritim menjadi perhatian khusus bagi negara-
negara ASEAN dan juga dunia internasional yang juga terfokus terhadap Asia
Tenggara setelah publikasi data pembajakan IMB 2013 yang menunjukkan
bahwa kawasan Asia Tenggara merupakan daerah dengan jumlah insiden
perompakan tertinggi yang dilaporkan yakni 81 kasus.47
Kemudian di tahun
2014, secara total 185 insiden pembajakan laut dan perampokan bersenjata
dilaporkan juga terjadi di Asia Tenggara.48
Tingginya tingkat kejahatan
maritim yang terjadi di wilayah tersebut membuat semakin krusialnya
keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara, hal tersebut pun akhirnya
mendorong Indonesia dalam pembentukan AMF.49
Ajuan Indonesia terhadap pembentukan AMF mendapat respon positif oleh
negara-negara anggota ASEAN lainnya dan ajuan tersebut kemudian
47
ICC IMB, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report”, diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2013_Q3_IMB_Piracy_Report.pdf 14 Febuari
2019 pukul 20:22 WIB 48
RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA 2014 Annual Report” diakses
dari
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202014
.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul 15:10 WIB 49
ASEAN edisi 14 (2016), ”Membangun Kiprah Maritim Indonesia di Kawasan”, diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/ASEAN%20Edisi%2014%202017.pdf pada 15 Febuari 2019
pukul 18:17 WIB
31
dihadirkan sebagai action line dalam Vientiane Action Programme (VAP)
tahun 2004-2010 dan ASEAN Political Security Community Blueprint (APSC)
2015.50
VAP merupakan sebuah instrumen dan proses yang mengarah pada
pembentukan komunitas ASEAN yang terus berkembang guna menyatukan
dan mengaitkan strategi dan tujuan pada tiga pilar Komunitas ASEAN, yaitu
ASEAN Political Security Community (APSC), ASEAN Economic Community
(AEC) and ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC), VAP merupakan
bagian integral dari Rencana Aksi dan Program yang membangun realisasi
tujuan Visi ASEAN 2020.51
Untuk mewujudkan visi ASEAN 2020, para
kepala negara/pemerintah ASEAN mengadopsi Deklarasi ASEAN Concord II
(Bali Concord II) yang telah diselenggrakan di Bali pada 7 Oktober 2003,
yang menegaskan terkait isu-isu maritim bersifat lintas batas yang harus
ditangani secara regional dengan strategi holistik, terintegrasi, dan
komprehensif.52
Sementara Cetak Biru APSC dibangun berdasarkan ASEAN Security
Community Plan of Action (ASC PoA), VAP, serta keputusan yang relevan
oleh berbagai Badan Sektoral ASEAN. ASC PoA adalah dokumen berprinsip,
yang menjabarkan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan APSC
itu sendiri.53
APSC akan mempromosikan pengembangan politik dengan
berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum dan
pemerintahan yang baik, penghormatan dan promosi dan perlindungan
50
ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 51
Vientiane Action Programme, diakses melalui https://www.asean.org/uploads/archive/VAP-
10th%20ASEAN%20Summit.pdf 15 Febuari 2019 pukul 19:05 WIB 52
ASEAN Political-Security Community Blueprint, diakses melalui https://asean.org/wp-
content/uploads/archive/5187-18.pdf 15 Febuari 2019 pukul 22:09 WIB 53
ASEAN Political-Security Community Blueprint, Loc.Cit.
32
negara-negara anggota hak asasi manusia dari komunitas ASEAN,
mengkonsolidasikan dan memperkuat solidaritas, kekompakan, dan harmoni
ASEAN, serta berkontribusi pada pembangunan komunitas yang damai,
demokratis, toleran, partisipatif, dan transparan di Asia Tenggara.54
Hadirnya AMF dipercaya akan berkontribusi pada promosi pemahaman
bersama dan pendekatan dalam menangani masalah lintas sektoral dalam
urusan kelautan secara komprehensif, holistik dan terintegrasi.55
AMF dalam
pelaksanaannya membahas isu-isu terkait permasalahan maritim yang
dilakukan dengan cara penyampaian pandangan (exchange of views) dan
diskusi. Kerja sama pada AMF diharapkan dapat memberikan warna baru
terhadap perkembangan serta penguatan strategi terkait keamanan maritim
dan diharapkan dapat melengkapi dengan tidak mengulang kerja sama yang
telah ada pada masing-masing badan sektoral.56
Sebagai forum dialog, AMF tidak mengeluarkan suatu keputusan maupun
kesepakatan yang mengikat, melainkan dengan mengeluarkan rekomendasi
serta saran kebijakan terkait permasalahan maritim dan kegiatan kerja sama
maritim negara-negara anggota. Negara-negara anggota menggunakan forum
ini hanya untuk membahas dan bertukar pandangan tentang kerja sama
maritim kawasan.57
AMF dimaksudkan untuk mempromosikan dan
54
ASEAN Political-Security Community Blueprint, Op.Cit., hal 1-2. 55
Op.Cit., hal. 45 56
ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 57
ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit.
33
mengembangkan pemahaman bersama dan kerja sama di antara negara-
negara anggota ASEAN tentang masalah-masalah kelautan lintas batas.58
Meskipun AMF sebagai forum bersifat tidak mengikat, beberapa rekomendasi
AMF telah diikuti, diantaranya pembentukan marine protected areas,
penanganan tumpahan minyak (oil spill), stocktaking kerja sama maritim di
ASEAN, peningkatan information sharing, serta peningkatan kerja sama
dalam penanganan tantangan non-tradisional dan lintas batas. Namun tak
dapat dipungkiri juga beberapa rekomendasi lainnya yang diusung AMF
belum dapat ditindaklanjuti. Hal ini mengingat bahwa AMF sebagai forum
dialog tidak memiliki mandat untuk menugaskan badan sektoral maritim yang
telah dilakukan dan dicapai, namun partisipasi perwakilan dari masing-
masing badan sektoral di AMF akan sangat berguna terhadap upaya sinergi
kerja sama maritim di ASEAN.59
AMF sebagai forum diharapkan dapat menopang nilai tambah terhadap
perkembangan kerja sama maritim di ASEAN. Tujuan spesifik AMF yakni
sebagai berikut:60
1. Kerjasama maritim melalui dialog dan konsultasi konstruktif mengenai
isu-isu maritim yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, sejalan
dengan ketentuan Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut UN
58
ASEAN Documents Series 2010, diakses melalui
https://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES
%202010.pdfhttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENT
S%20SERIES%202010.pdf hal. 26. pada 15 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB 59
ASEAN edisi 14 (2016), Op.Cit., hal. 19-20. 60
Tabloid Diplomasi, ”Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum”, diakses melalui
https://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/ pada 15 Mei 2019
pukul 13:21 WIB.
34
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan perjanjian serta
konvensi internasional yang relevan;
2. Mempromosikan dan mengembangkan pemahaman dan pandangan umum
antara negara-negara anggota ASEAN Member States (AMSs) mengenai
isu-isu maritim regional dan global;
3. Berkontribusi pada upaya-upaya menuju Confidence Building Measures
(CBM) dan Preventive Diplomacy (PD);
4. Meningkatkan kemampuan negara anggota untuk mengelola masalah
maritim melalui konsultasi tanpa mengganggu hak-hak, kedaulatan dan
integritas teritorial;
5. Melakukan penelitian kebijakan yang berorientasi pada masalah-masalah
maritim regional yang spesifik serta mempromosikan pembangunan
kapasitas, meningkatkan pelatihan dan kerjasama teknis keselamatan,
keamanan dan perlindungan lingkungan maritim;
6. Berkontribusi pada pembentukan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN
sebagaimana dimaksud dalam Bali Concord II.
Selain tujuan spesifik, AMF juga memiliki beberapa agenda dalam
pelaksanaan nya, adapun agenda AMF mencakup sebagai berikut :61
1. Pertukaran pandangan dan informasi tentang isu-isu lintas sektoral yang
menjadi perhatian bersama seperti degradasi lingkungan, keselamatan
navigasi, dan keamanan maritim;
2. Mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan
mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai;
61
Tabloid Diplomasi, Loc.Cit.
35
3. Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang berkaitan dengan
kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan,
illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan;
4. Menjajaki kemungkinan pengembangan model hukum yang berkaitan
dengan masalah-masalah maritim dan mengidentifikasi isu-isu regional
untuk tunduk pada referensi UNCLOS 1982 pada masa mendatang;
5. Pembangunan kapasitas seperti pendidikan dan program pelatihan melalui
kerjasama dengan Mitra Dialog ASEAN dan organisasi teknis maritim
yang relevan, seperti Organisasi Maritim Internasional (International
Maritime Organization/IMO) yang memiliki sumber daya teknis dan
keahlian untuk melakukan program peningkatan kapasitas;
6. Mempromosikan kerjasama antar lembaga penegak hukum maritim;
7. Mempromosikan kerjasama pengawasan dan pengendalian maritim;
8. Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional;
9. Mempromosikan pemahaman umum tentang isu-isu internasional yang
muncul terkait dengan kerjasama maritim, seperti keanekaragaman hayati
dan bioprospecting sumber daya hayati;
10. Mengidentifikasi platform pelatihan/pendidikan maritim antara anggota
ASEAN Member States (AMSs).
Terhitung hingga 2018, AMF telah melaksanakan delapan pertemuan yang
mana pertama dilaksanakan di Surabaya, Indonesia pada tahun 2010 pada
pertemuan perdana ini membahas aspek maritim seperti konektivitas, masalah
keamanan maritim dan pencarian serta penyelamatan untuk membantu orang-
orang dan kapal-kapal yang kesulitan di laut. Selain itu pada pertemuan
36
perdana ini juga membahas serta mengindentifikasi kinerja AMF di masa
depan seperti memperbarui makalah konsep AMF, mengidentifikasi topik dan
perencanaan untuk AMF berikutnya serta untuk menjajaki kemungkinan kerja
sama konkret tentang maritim untuk implementasi lebih lanjut.62
Selanjutnya
yakni Thailand menjadi tuan rumah pertemuan AMF ke-2 di Pattaya pada
tahun 2011 yang bertema menuju komunitas ASEAN dalam konteks
peningkatan keamanan, keselamatan dan konektivitas maritim. Tujuannya
adalah untuk mengejar minat ASEAN pada isu-isu kelautan dan untuk
mengeksplorasi apakah pendekatan bersama dapat dikembangkan.63
AMF ke-3 diselenggarakan di Manila pada Oktober 2012. Agendanya
meliputi: keamanan dan kerja sama maritim, menjaga kebebasan dan
keamanan navigasi dan mengatasi pembajakan laut, melindungi lingkungan
laut dan mempromosikan ekowisata dan rezim perikanan di Asia Timur, dan
program kerja AMF di masa depan. Pertemuan itu juga membahas perlunya
AMF menjadi tempat untuk membahas masalah-masalah kelautan yang
mempengaruhi ketiga pilar komunitas ASEAN. Oleh karena itu AMF ke-3
merekomendasikan agar sekretariat ASEAN melakukan penelitian dan
membuat rekomendasi tentang potensi pelembagaan AMF.64
AMF ke-3 ini
juga menyaksikan peresmian pertama Expanded ASEAN Maritime Forum
(EAMF) yang merupakan perluasan dari AMF, dirancang untuk mendorong
62
“1st Meeting Of Asean Maritime Forum (AMF), 2010”, Diakses melalui
https://www.kemlu.go.id/en/berita/siaran-pers/Pages/1st-Meeting-Of-Asean-Maritime-Forum-
AMF.aspx pada 17 Febuari 2019 pukul 22:07 WIB 63
Conference Report, ”The 22nd
ASEAN Maritime Forum, 17-19 August 2011, Pattaya,
Thailand”, Australian Journal of Maritime and Ocean Affairs (2011) Vol.3(4), hal 140. 64
Carlyle A. Thayer,”Beyond Territoriality: Managing the Maritime Commons in the South China
Sea”, (Canberra, The University of New South Wales at the Australian Defence Force Academy,
2014), hal. 9.
37
dialog tentang isu-isu kelautan yang akan melibatkan peserta KTT Asia
Timur dan dibangun berdasarkan AMF yang telah ada.65
Selanjutnya
pertemuan AMF ke-4 diadakan di Kuala Lumpur pada Oktober 2013.
Pertemuan ini dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri, pejabat senior, dan
pakar maritim. Pertemuan ke-4 ini secara umum membahas tentang langkah-
langkah untuk membangun kepercayaan, memastikan lingkungan
perdamaian, stabilitas dan keamanan dan keselamatan maritim di kawasan ini
serta cara bekerjasama di laut secara lebih efektif.66
Selanjutnya pertemuan AMF ke-5 telah diselenggarakan di Da Nang,
Vietnam pada 26-28 Agustus 2014. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan
dari 10 negara anggota ASEAN dan 8 mitra KTT Asia Timur (EAS) dari
China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru, Rusia, dan AS.
Kelompok Vietnam yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Mr
Pham Quang Vinh, juga turut menghadiri forum. Pada diskusi AMF ke-5 ini,
para peserta mendiskusikan situasi laut dan kerja sama di wilayah tersebut,
mengevaluasi implementasi inisiatif yang dimunculkan dalam forum
sebelumnya, dan menetapkan orientasi masa depan untuk AMF dan EAMF.67
Pada pertemuan AMF ke-5 ini, para anggota juga berbagi pengalaman dalam
penelitian kelautan, respons bencana, konektivitas keamanan maritim,
perlindungan lingkungan laut, kegiatan pencarian dan penyelamatan, serta
65
ASEAN, ”Chairman Statement of the 19th ASEAN Summit: ASEAN Community in a Global
Community of Nations”, diakses melalui http://www.asean.org/archive/documents/19th%20
summit/CS.pdf. pada 17 Febuari 2019 pukul 00:21 WIB 66
ASEAN, Loc.Cit. 67
DA NANG Today, ”ASEAN maritime forums being held in the city”, diakses melalui
https://www.baodanang.vn/english/politics/201408/asean-maritime-forums-being-held-in-the-city-
2354944/ pada 20 Mei 2019 pukul 1:24 WIB
38
pencegahan dan pengelolaan insiden dan krisis di laut.68
Lalu pertemuan ke-6
diselenggarakan pada Oktober 2015 di Manado, Indonesia, pada pertemuan
ini Indonesia mengusung pada pembahasan mengenai isu Illegal, Unreported,
dan Unregulated Fishing (IUU Fishing).69
Selanjutnya Indonesia kembali memimpin pertemuan AMF ke-7 yang
diselenggarakan pada tanggal 6 Desember 2017 di Jakarta dan dihadiri oleh
seluruh negara anggota ASEAN. Pada pertemuan ke-7 ini, para anggota
membahas program pemajuan kerja sama maritim di bidang safety, yakni
berupaya mengurangi kejahatan maritim dan kerja sama SAR dalam bidang
security seperti isu perompakan, IUU fishing, perdagangan manusia dan
kejahatan perikanan. Selain itu, pada pertemuan ke-7 AMF juga
menjadwalkan pembahasan isu-isu terkait perlindungan lingkungan hidup,
seperti penanggulangan sampah plastik di laut, polusi laut dan pengelolaan
kawasan pantai yang mana pada pertemuan ke-7 ini AMF akan mampu dalam
memperkuat komitmen negara-negara anggota ASEAN dalam memperkuat
komitmen dalam mengembangkan kerja sama maritim dan mewujudkan
program kerja yang efektif.70
Lalu pada 18 Desember 2018 telah terlaksana pertemuan AMF ke-8 di
Manila, Filipina sekaligus pertemuan ke-6 EAMF pada 06-07 Desember
2018. AMF diketuai oleh Wakil Menteri Luar Negeri untuk Kebijakan
Enrique A. Manalo, dan dihadiri oleh pejabat dari negara-negara anggota
68
DA NANG Today, Loc. Cit. 69
ASEAN edisi 14 (2016), Op.Cit., hal 19. 70
Agung, ” Penguatan Kerja Sama Maritim di Kawasan ASEAN Dipimpin Indonesia” diakses
melalui https://breakingnews.co.id/read/penguatan-kerja-sama-maritim-di-kawasan-asean-
dipimpin-indonesia pada 17 Febuari 2019 pukul 01:29 WIB
39
ASEAN dan Sekretariat ASEAN. Di Forum tersebut, Wakil Sekretariat
Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional (NSC) Vicente M. Agdamag,
yang mewakili Penasihat Keamanan Nasional Hermogenes C. Esperon Jr.,
menyampaikan pidato utamanya sebagai dorongan bagi para peserta untuk
melanjutkan upaya mereka dalam memperkuat lebih lanjut forum, yang mana
sebagai sarana terpenting dalam mekanisme regional tentang keamanan
maritim.
Concept Paper AMF menyebutkan bahwa agenda pembahasan ditentukan
oleh negara ketua ASEAN, namun pada pelaksanaannya, agenda AMF
diajukan oleh negara tuan rumah dengan meminta pertimbangan dari negara-
negara anggota lainnya. Sehingga terlihat dalam beberapa pertemuan AMF,
tuan rumah terlihat berperan andil dalam merefleksikan agenda pertemuan.
Seperti pada pertemuan AMF ke-6 yang membahas isu Illegal, Unreported,
dan Unregulated Fishing (IUU Fishing) yang diusung Indonesia. Pertemuan
AMF ke-3 dan ke-5 di Manila dan Da Nang secara komprehensif yang
membahas tentang Laut China Selatan yang menjadi perhatian utama Filipina
dan Vietnam. Dalam menghasilkan berbagai rekomendasi penting dalam
upaya memajukan kerja sama maritim di ASEAN, AMF menguji isu-isu atau
permasalahan yang merupakan sebuah perhatian bersama di kawasan dalam
membentuk suatu wacana dan posisi negara-negara anggota ASEAN. Seperti
contohnya pada AMF ke-5 di Vietnam, Filipina mengusulkan pembentukan
ASEAN Coast Guard Forum (ACGF). ACGF disepakati oleh negara-negara
ASEAN sebagai suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan kerja sama
keamanan dan keselamatan laut di ASEAN. Lalu pada AMF ke-6, Indonesia
40
mengusulkan daripada pembentukan instrumen yang mengikat dalam upaya
menangani IUU Fishing di kawasan.71
4.2 Selat Malaka dan Perompakan
4.2.1 Selat Malaka
Selat Malaka hanya memiliki lebar ukuran 1,5 mil (2,8 km) dan panjang
600 mil pada titik tersempitnya, hal tersebut menjadikan rute pada Selat
Malaka signifikan terhadap kemacetan di beberapa lalu lintas dunia.
Selat Malaka merupakan jalur dengan rute terpendek dari Tanduk
Afrika dan Persia Golf ke Asia Timur dan Samudra Pasifik,
menjadikannya sebagai salah satu selat yang paling strategis di dunia.72
Selat Malaka merupakan jalur perdagangan global dan merupakan
koridor utama di antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan yang
mana sekitar 60.000 hingga 94.000 kapal melewati selat setiap
tahunnya membawa sekitar sepertiga perdagangan global.73
Selat malaka juga selat yang signifikan bagi dunia internasional karena
merupakan Sea Line of Communication (SLOC) dan jalur transaksi
internasional terhadap pertukaran sumber daya. Pentingnya Selat
Malaka sebagai jalur perekonomian global terlihat dari user state atau
negara-negara pengguna selat yang menggunakan rute selat sebagai
jalur energi bagi pembangkit tenaga ekonomi bagi sebagian negara
seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, karena lebih dari
71
ASEAN edisi 14 (2016), Loc.Cit. 72
Chia, A. and Lee Yong Leng, “The Strategic Strait with special Reference to the Malacca
Straits”, Singapore Journal of Tropical Geography, No. 8 (1988), p.100. 73
Sheldon W. Simon, Loc.Cit.
41
80% impor dan ekspor energi mereka melewati Selat Malaka.74
Sebagai
contoh yaitu Jepang yang mengimpor lebih dari 98% minyak mentah
yang dikonsumsinya, dan China yang bergantung atas 80% impor
energinya.75
Selat malaka sebagai jalur komunikasi mengintegrasikan provinsi dan
negara di kedua sisi selat, dengan demikian keanekaragaman dan
keragaman budaya selat memberikan peluang besar bagi perkembangan
ekonomi dan sosial di beberapa negara ASEAN seperti Indonesia,
Singapura, Malaysia dan Thailand.
Gambar 4.1 Peta Selat Malaka
(Sumber: https://www.insightsonindia.com/2017/08/26/insights-learning-learning-
test-4-07-20-august-2017/strait-of-malacca/)
Pada gambar 1 di atas menunjukkan bahwa Selat Malaka terletak
berdekatan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yakni
74
Felipe Umaña, Op.Cit., Hal. 5. 75
Dela Pena, Joyce . (2009), "Maritime Crime in the Strait of Malacca: Balancing Regional and
Extra-Regional Concerns."
42
Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Brunei
Darussalam, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan Laos yang mana
Indonesia, Malaysia, dan Singapura sendiri merupakan negara ASEAN
yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Lautan mendominasi
wilayah Asia Tenggara yang mencakup sekitar 80% wilayahnya, dan
Selat Malaka secara geografis merupakan kawasan yang sangat penting
bagi Asia Tenggara yang berbatasan langsung dengan selat, yang mana
Selat Malaka dengan kelebihannya secara geografis penting dan
digunakan sebagai pintu gerbang bagi banyak kapal komersial, swasta,
dan militer yang bergerak di laut.76
Terlepas dari segala kelebihan yang dimiliki Selat Malaka, Pembajakan
di Selat Malaka adalah kegiatan sosial, politik dan ekonomi yang
kompleks, dan kenyataan bahwa pembajakan atau perompakan tidak
pernah sepenuhnya dihilangkan dan telah ada sejak lama hingga saat
ini.77
IMB mulai mengumpulkan statistik tentang pembajakan pada
tahun 1991 dan menemukan bahwa serangan perompakan di Selat
Malaka yang terjadi dan terus meningkat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti meningkatnya kemiskinan, adanya aktivitas pemberontak,
dan pelanggaran hukum.78
76
John F. Bradford, “The Growing Prospects for Maritime Security Cooperation in Southeast
Asia,” Naval War College Review 58, no. 3 (Summer 2005): 63. 77
Darin Phaovisaid, ” Where There’s Sugar, The Ants Come: Piracy in the Strait of Malacca”,
International Affairs Review. Volume 14, No. 2. Fall 2005, hal, 88. 78
Ibid.,
43
4.2.2 Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2015-2018
Salah satu ancaman keamanan maritim utama di kawasan Asia
Tenggara adalah perompakan. Pembajakan atau perompakan bukanlah
hal baru di Asia Tenggara, perompak telah lama memangsa kapal-kapal
yang mengarungi perairan sempit dan menggunakan pulau-pulau kecil
yang mendominasi wilayah Asia Tenggara sebagai tempat perlindungan
sejak abad ke-15. Bahkan selama puncak pembajakan Afrika, antara
1995 dan 2013, diperkirakan 136 orang tewas oleh pelaku perompak,
sementara di Asia Tenggara berjumlah dua kali lipat orang yang
terbunuh di Afrika.79
Perompakan sendiri telah menjadi permasalahan yang belum benar-
benar terselesaikan, sehingga isu keamanan maritim telah mendapat
perhatian yang meningkat di wilayah ini.80
Asia Tenggara memperoleh
55% dari 54 insiden perompakan bersenjata di dunia sejak awal 2015.81
Berdasarkan data International Transport Workers Federation Asia
Pasifik menyebutkan bahwa wilayah Selat Malaka yang paling rawan
terhadap perompakan yakni pada daerah yang berbatasan dengan
Malaysia dan Singapura. Berdasarkan hal tersebut, kawasan ASEAN
merupakan sasaran utama perompakan kapal yang mana setidaknya satu
79
TIME.com, ”The Most Dangerous Waters in The World”, diakses melalui
http://time.com/piracy-southeast-asia-malacca-strait/ pada 19 Febuari 2019 pukul 13:35 WIB 80
Ahmad Almaududy Amri, ”Piracy in Southeast Asia: An Overview of International and
Regional Efforts”, Cornell International Law Journal Online Vol. 1, hal. 128. 81
Sri Wiyanti, “Ganas perompak Selat Malaka bikin Malaysia, RI & Singapura bersatu”, diakses
melalui https://www.merdeka.com/peristiwa/ganas-perompak-selat-malaka-bikin-malaysia-ri-
singapura-bersatu.html pada 19 Febuari 2019 pukul 15:07 WIB
44
kapal tanker berukuran kecil dibajak dua minggu sekali di kawasan
Asia Tenggara.
Gambar 4.2 Peta Asia Tenggara
(Sumber: Eric Frécon, ”The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia” dalam
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/ecitydoc.com_the-resurgence-of-sea-piracy-in-
southeast-asia.pdf)
Gambar di atas merupakan peta wilayah Asia Tenggara yang sebagian
wilayahnya didominasi oleh 80% lautan yang dikelilingi ribuan pulau.
Perairan Asia Tenggara berbatasan langsung dengan Selat Malaka,
Samudera Pasifik, Samudera Hindia, Laut Cina Selatan, Teluk
Thailand, Teluk Tonkin, Laut Jawa, Laut Filipina, Laut Sulawesi
45
dengan populasi 593.415 serta area 1.900.000 mil persegi yang
membentang wilayahnya.82
Berikut merupakan pemaparan terkait insiden perompakan yang terjadi
di beberapa negara Asia Tenggara yang dirangkum penulis dengan
mengumpulkan data data yang bersumber antara lain melalui
organisasi-organisasi pusat pelaporan insiden pembajakan dan
perampokan bersenjata terhadap kapal, seperti The International
Chamber of Commerce International Maritime Bureau (IMB), The
Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed
Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), dan Oceans Beyond Piracy
(OBP).
Berdasarkan data terkait insiden perompakan yang penulis peroleh dari
ReCAAP pada beberapa negara di Asia Tenggara, ReCAAP
mengklasifikasikan semua insiden ke dalam empat kategori yang
digunakan ReCAAP dalam memberikan beberapa perspektif situasi
pembajakan dan perampokan bersenjata di Asia. Yakni dengan
indikator sebagai berikut:
Tabel 4.5 Klasifikasi insiden dalam perspektif ReCAAP ISC
terhadap situasi pembajakan dan perampokan bersenjata di Asia.
Kategori Deskripsi
Kategori 1 Melibatkan sejumlah besar pelaku lebih dari 9
orang dari setiap 10 insiden dan 4-9 orang
dalam enam insiden lainnya. Para pelaku
sebagian besar dipersenjatai dengan senjata
dan pisau, dan para kru kemungkinan akan
82
Southeast Asia Geography, diakses melalui
https://www.ducksters.com/geography/southeastasia.php pada 19 Febuari 2019 pukul 17:10 WIB
46
menderitacedera atau kekerasan fisik seperti
diserang atau diikat maupun diancam. Dalam
hal kehilangan, kapal dibajak atau barang yang
ada di kapal dicuri, misalnya menyedot
minyak muatan.
Kategori 2 Melibatkan 4-9 orang pelaku yang
kemungkinan dipersenjatai dengan
pisau/parang dan dalam 1/4 insiden. Awak
cenderung terancam atau disandera sementara
untuk memungkinkan pelaku mencuri uang
tunai dan properti kapal termasuk suku cadang
mesin. Dalam beberapa kasus, para kru
menderita beberapa bentuk cedera atau
kekerasan fisik tetapi sifatnya kurang parah
dibandingkan dengan insiden kategori 1.
Kategori 3 Melibatkan antara 1-6 orang pelaku.
Terkadang pelaku dipersenjatai dengan
pisau/parang atau barang-barang lain seperti
tongkat, dll. Awak tidak terluka, meskipun
masih ada kemungkinan kecil bahwa awak
dapat dikenakan paksaan selama insiden tetapi
tidak dirugikan secara fisik. Di hampir
setengah dari insiden kategori 3, para pelaku
tidak dapat mencuri apa pun dari kapal, tetapi
dalam kasus-kasus di mana kerugian
dilaporkan, toko dan suku cadang mesin
adalah barang yang biasa menjadi sasaran.
Kategori 4 Para pelaku tidak dipersenjatai dan kru tidak
terluka. Lebih dari separuh insiden kategori 4
melibatkan 1-3 orang yang melarikan diri
dengan tangan kosong saat dilihat oleh kru.
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
1. Indonesia
Maraknya kasus perompakan yang terjadi di dalam maupun di luar
perairan Indonesia yang dilakukan oleh bajak laut Indonesia,
menjadikan Indonesia sebagai daerah dengan masalah terbesar terhadap
kasus perompakan. Insiden perompakan di Indonesia menurut IMB
47
tahun 2015 menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling banyak
mendapat serangan perompakan di Asia Tenggara yakni 108 kasus.83
Hal tersebut dipicu dengan permasalahan ekonomi dan lengahnya
pengawasan sehingga menjadikan oknum-oknum tersebut dengan
mudahnya menjalankan aksinya untuk menyerang setiap kapal yang
melintas pada daerah-daerah tertentu. Indonesia dianggap sebagai
daerah dengan kasus perompakan terbesar yang diperkuat dengan
jumlah kasus yang dialami nya, yakni pada 1990-an dan awal 2000-an
Indonesia mendapat serangan sekitar seperempat pembajakan di seluruh
dunia. Kemudian pada tahun 2004 dari 445 kasus perompakan di
seluruh dunia, lebih dari seperempatnya terjadi di perairan Indonesia.
Kemudian dari 259 kasus pada sembilan bulan pertama tahun 2005,
sekitar enam puluh satu kasus terjadi di Indonesia. Para perompak
umumnya berada di dekat Singapura, di Kepulauan Riau Indonesia dan
di perairan antara Sulawesi, Kalimantan, dan Filipina.84
83
Katadata.co.id, "Laut Indonesia Paling Rawan Pembajakan pada 2015", diakses melalui
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/15/laut-indonesia-paling-rawan-pembajakan-
pada-2015 pada 19 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB 84
Jeffrey Hays, ”Piracy in Indonesia” diakses melalui
http://factsanddetails.com/indonesia/Government_Military_Crime/sub6_5b/entry-4065.html pada 19 Febuari 2019 pukul 18:34 WIB
48
Gambar 4.3 Lokasi insiden perompakan di Indonesia tahun 2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,
Annual Reports 2017 dalam
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual
%20Report%2020172.pdf)
Kondisi perairan Indonesia yang sering dilewati banyak kapal
menjadikan para perompak sering menjalankan aksinya di perairan
Indonesia. Selain itu, Indonesia yang memiliki banyak pulau juga
menjadikan perairan Indonesia sebagai tempat persembunyian yang
sempurna bagi perompak. Semakin diperlancar dalam aksi perompakan
karena kapal-kapal yang melintas cenderung melakukan perjalanan
lambat akibat sempit dan potensi bahaya yang dimilikinya.85
85
Jeffrey Hays, Loc.Cit.
49
Tabel 4.1 Data Perompakan di Indonesia pada Tahun 2015-2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017 dalam
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20
Report%2020172.pdf)
Menurut data yang dilaporkan oleh ReCAAP pada tahun 2017 jumlah
insiden perompakan di Indonesia mengalami penambahan insiden
dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2015 dan 2016. Sebanyak 33
insiden dilaporkan di Indonesia pada tahun 2017 dibandingkan dengan
32 insiden pada 2016. Dari jumlah tersebut, 30 insiden terjadi pada
kapal kapal di dermaga sementara tiga insiden lainnya terjadi di atas
kapal saat berlayar. Dari 33 insiden, 30 adalah insiden aktual dan tiga di
antaranya merupakan insiden percobaan. Dari 30 insiden aktual,
2015 2016 2017
Kategori 1 1 1 1
Kategori 2 7 6 0
Kategori 3 5 6 15
Kategori 4 9 19 14
Attempted 1 0 3
Total 23 32 33
50
terdapat satu insiden dalam kategori 1, 15 insiden kategori 3 dan 14
insiden kategori 4.86
Insiden yang terjadi pada kategori 1 melibatkan pembajakan kapal
tongkang bernama Ever Omega pada 22 November 2017 di
Singkawang, Indonesia. Kapal tunda Ever Prosper dan Barge Ever
Omega yang berbendera Malaysia diserang dan dibajak saat melewati
Pulau Airabu, Indonesia. Saat insiden berlangsung, beberapa orang
bersenjatakan pisau menyerang dan berhasil menaiki kapal untuk
menarik sebuah tongkang berisi muatan minyak kelapa sawit. Para
perompak kemudian mengikat keempat anggota kru kapal tersebut dan
mengambil enam anggota kru lainnya untuk disandera dan melarikan
diri. Anggota kru di kapal akhirnya berhasil membebaskan diri dan
berlayar ke lokasi yang aman dan melaporkan kejadian tersebut. Kapal
tongkang tersebut akhirnya berhasil terselamatkan namun kehilangan
muatan yaitu Crude Palm Kernel Oil (CPKO) atau minyak kelapa
sawit.87
Sebanyak 27 insiden perompakan (21 aktual dan 6 percobaan)
dilaporkan di Indonesia pada tahun 2018. ReCAAP juga menyatakan
bahwa terjadi penurunan sebesar 18% dalam total jumlah insiden pada
2018 dibandingkan dengan 2017. Dari 27 insiden yang terjadi di
86
RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2017
Annual Report” diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202017
2.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 18:58 WIB 87
ICC IMB, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report”, diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2017-Annual-IMB-Piracy-Report_7.pdf 20
Febuari 2019 pukul 20:22 WIB
51
Indonesia pada tahun 2018, ReCAAP menyatakan bahwa sekitar 89%
kru tidak menderita cedera akibat insiden. Selain itu, RecAAP juga
melaporkan bahwa tidak ada yang dicuri dalam 10 kasus insiden
perompakan pada tahun 2018.88
2. Malaysia
Kuala Lumpur, ibukota Malaysia merupakan salah satu pusat keuangan
terpenting di Asia Tenggara yang sangat bergantung pada muatan dari
pelabuhan-pelabuhan yang hanya berjarak sekitar 20 km dari Selat
Malaka. Persaingan untuk sumber daya, terutama ikan dan minyak,
mendorong Malaysia untuk meningkatkan keamanannya. Hal ini
tentunya membuat Malaysia sangat khawatir akan insiden perompakan
yang menyerang wilayah perairannya.89
Pada tahun 2015 dalam kurun waktu dari Januari hingga Juni 2015
Malaysia melaporkan setidaknya sudah terjadi tujuh insiden
perompakan di perairannya dan hilangnya kapal tanker Orkim Harmony
miliknya yang dibajak di perairan Vietnam. Pada tanggal 23 Juni 2017,
Kapal Tanker berbendera Thailand C.P.41 dibajak sesaat setelah
melewati perairan di Kuantan, Malaysia. Enam perompak yang
menggunakan kapal cepat menyerang dan naik ke kapal tanker saat
dalam perjalanan menuju Songkhla, Thailand. Para perompak
88
RecAAP ISC, ”Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2018
Annual Report” diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202018
_2.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 22:20 WIB 89
Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 12.
52
menyandera semua kru, menabrak beberapa kru dengan senjata dan
merusak peralatan navigasi maupun komunikasi. Para perompak
kemudian mengangkut kapal tanker itu ke lokasi berbeda dan mencuri
muatan minyak diesel dan kemudian dipindahkan ke kapal lain.
Sebelum melarikan diri, para perompak menculik kru dan mengirim
properti.90
Pada 06 September 2017, Kapal Tanker berbendera Thailand MT MGT
1 diserang dan dibajak saat sedang melewati Pulau Yu, Malaysia.
Sekitar 10 orang menyerang dan naik ke kapal tanker saat berlangsung
dan mematikan peralatan navigasi Automatic Identification System
(AIS) agar kapal tersebut tidak dapat dilacak. Malaysian Maritime
Enforcement Agency (MMEA) yakni sebagai badan penegakkan
maritim Malaysia terkait insiden tersebut akhirnya mengirim kapal
patroli dan pesawat terbang untuk menemukan kapal tanker tersebut.
Tim tersebut berhasil menemukan kapal tanker tersebut dan menahan
10 pembajak atas insiden tersebut.91
Pada tanggal 31 Mei 2018, sebuah kapal tanker produk berbendera
Mongolia MT Lee Bo dinaiki oleh 14 orang bersenjata saat sedang
berjalan melewati sebelah timur Pulau Tinggi, Mersing, Johor,
Malaysia. Orang-orang bersenjata itu mencuri barang-barang pribadi
awak dan turun. Setelah MMEA menerima informasi tentang insiden
90
ICC IMB, ”ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report” diakses
melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2015-Annual-IMB-Piracy-Report-
ABRIDGED%20(1).pdf 20 Febuari 2019 pukul 20:50 WIB 91
ICC IMB, Annual Report 2017, hal. 24.
53
tersebut dan mengerahkan aset, dan tim pasukan khusus dari MMEA
menaiki kapal tanker yang dicurigai dan menahan 14 orang di
dalamnya, setelah menemukan senjata dan barang curian milik kapal
tanker yang diserang sebelumnya. MMEA juga bekerja sama dengan
otoritas penegakan Indonesia, dan kemudian menangkap dua tersangka
atas insiden tersebut.92
3. Singapura
Dikenal sebagai salah satu macan Asia yang kuat secara ekonomi,
Singapura adalah salah satu pusat perdagangan terpenting di dunia.
Pelabuhan Singapura adalah salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, dan
telah mempertahankan gelar itu selama beberapa dekade.93
Kedekatan
dengan kekuatan ekonomi bersama negara-negara Barat telah
membantu Singapura memperoleh instrumen yang kuat dalam menjaga
pelabuhannya dari serangan di laut. Hal tersebut dilakukan oleh
Singapura karena Singapura memiliki banyak kerugian bagi
pembajakan laut dan dampaknya.94
Pemerintah Singapura telah sangat bersedia untuk bekerja sama baik di
tingkat regional maupun di luar wilayah.95
Pada 2011, Information
Fusion Centre yakni sebuah upaya kolaborasi multinasional yang
diselenggarakan oleh Angkatan Laut Singapura telah mengerahkan
92
ICC IMB, ”ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018 Annual Report” diakses
melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2018-Q2-IMB-Piracy-Report%20(1).pdf
pada 20 Febuari 2019 pukul 21:20 WIB 93
Pillai, Jayarethanam S, ”Historical Assessment of the Port of Singapore Authority and Its
Progression Towards a High-Tech Port”, (Australian National University, Print). 94
Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13. 95
Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13.
54
petugas penghubung internasional dari sepuluh negara yang berbeda,
termasuk Australia, India, Malaysia , Amerika Serikat, dan Vietnam.96
Dalam hal kapasitas negara, Singapura sejauh ini merupakan negara
yang paling terorganisir dan paling maju secara teknologi dari tiga
negara pesisir, pelabuhan Singapura juga memiliki sistem pelacakan
kapal canggih yang dirancang untuk melacak jalur 70.000 kapal secara
bersamaan. Singapura merupakan salah satu dari 20 pelabuhan asing
yang terdaftar di Container Security Initiative, program yang dipimpin
AS yang mendorong berbagi intelijen untuk membantu mitra
mengidentifikasi kargo yang berpotensi berbahaya atau mencurigakan,
meningkatkan metode deteksi, dan meningkatkan keamanan kontainer
secara keseluruhan.97
Terlepas dari hal tersebut, Singapura masih diliputi oleh kejahatan
maritim dan telah berusaha mati-matian untuk mengilhami langkah-
langkah kerja sama baik yang dilakukan dengan tiga negara pesisir
yakni Indonesia dan Malaysia, maupun di tingkat regional bersama
dengan anggota negara-negara ASEAN lainnya termasuk melalui AMF.
96
Singapore Ministry of Defence, "The Information Fusion Centre: Challenges and
Perspectives.", Journal of the Singapore Armed Forces, 2011. 97
Felipe Umaña, Op.Cit., hal. 13.
55
Gambar 4.5 Lokasi insiden perompakan di Selat Malaka dan
Singapura tahun 2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
Tabel 4.2 Data Perompakan di Wilayah Selat Malaka dan
Singapura Tahun 2015-2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,
Annual Reports 2017)
Telah terjadi peningkatan jumlah insiden di Selat Malaka dan Singapura
pada tahun 2017 dibandingkan dengan 2016. Sembilan insiden
dilaporkan di Selat Malaka dan Singapura pada 2017 dibandingkan
2015 2016 2017
Kategori 1 3 0 0
Kategori 2 11 0 2
Kategori 3 22 0 3
Kategori 4 58 1 2
Attempted 10 1 2
Total 104 2 9
56
dengan dua pada 2016. Meskipun jumlah insiden masih lebih rendah
dari masa lalu tahun yaitu 2013 sejumlah 12, 2014 sejumlah 48 dan
2015 sejumlah 104, namun peningkatan yang terjadi dari tahun 2016
hingga 2017 menjadi perhatian. Dari sembilan insiden, dua insiden
masuk ke dalam kategori 2, tiga insiden di kategori 3, dua insiden di
kategori 4 dan dua insiden percobaan. Delapan dari sembilan insiden
yang dilaporkan dalam Selat Malaka dan Singapura pada 2017 terjadi
pada kapal-kapal yang sedang berlangsung di Selat Singapura dan satu
insiden terjadi di kapal saat berlangsung di Selat Malaka. ReCAAP ISC
khawatir dengan peningkatan jumlah insiden di Selat Singapura dan
telah menerbitkan peringatan insiden pada 31 Oktober 2017.98
4. Filipina
Pada negara Filipina, tepatnya di Filipina selatan, dikenal sebagai
wilayah yang menyediakan tempat perlindungan bagi para militan dan
penjahat asing serta penduduk pemberontak pada daerah tersebut.
Sebagai contoh, veteran militan Malaysia dan Indonesia dari kelompok
Jemaah Islamiyah (JI) yang memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan
bersembunyi di sana selama bertahun-tahun sebelum ditangkap oleh
pasukan keamanan Filipina. Al-Qaeda adalah sebuah kelompok yang
didirikan oleh Osama bin Laden pada tahun 1988 dengan tujuan
melancarkan jihad global. Sejak didirikan al-Qaeda telah memainkan
peran dalam serangan teroris yang tak terhitung jumlahnya, dan yang
paling terkenal adalah serangan teror 11 September yang paling
98
RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 20.
57
mematikan di tanah Amerika. Al-Qaeda telah memiliki markas di
Afghanistan, Pakistan, dan tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia
dan telah membentuk lima afiliasi regional utama yang menjanjikan
kesetiaan resmi kepada Al-Qaeda di antaranya Semenanjung Arab,
Afrika Utara, Afrika Timur, Suriah, dan anak benua India. Para buron
ini dilindungi oleh kelompok jihadis kejahatan maritim, faksi Abu
Sayyaf dari pemberontakan Islam di Filipina.99
Faksi Abu Sayyaf telah bergabung dengan kelompok-kelompok kecil
pemberontak lainnya dan bersumpah setia kepada kelompok teroris
Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) yang saat ini sedang berjuang
melawan pemerintah Filipina untuk menguasai kota Marawi, di pulau
Mindanao. Para pengamat telah memperingatkan bahwa pertumbuhan
kelompok pro-ISIS di sana merupakan ancaman bagi keamanan maritim
ASEAN, dan mengutip serangan pada Maret 2017 yang dilakukan oleh
Abu Sayyaf yang menculik seorang kapten lokal dan chief
engineernya.100
99
Neil Thompson, ”Asia's Deadly Pirates”, diakses melalui
https://thediplomat.com/2017/06/asias-deadly-pirates/ pada 21 Febuari 2019 pukul 02:04 WIB 100
Neil Thompson , Loc.Cit.
58
Gambar 4.6 Lokasi insiden perompakan di Filipina tahun 2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
Tabel 4.3 Data Perompakan di Filipina pada Tahun 2015-2017
2015 2016 2017
● Kategori 1 0 6 2
● Kategori 2 1 1 1
● Kategori 3 0 0 3
● Kategori 4 6 2 15
▲ Attempted 1 6 1
Total 8 15 22
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
Situasi di pelabuhan Filipina terus menjadi perhatian, sebanyak 22
insiden dilaporkan pada 2017 dibandingkan dengan 15 insiden pada
59
2016 dan delapan insiden pada 2015. Di antara 22 insiden yang
dilaporkan pada 2017, dua insiden merupakan kategori 1, satu insiden
kategori 2, tiga insiden kategori 3, 15 adalah kategori 3, 15 adalah
kategori 4 dan satu insiden percobaan. Dari jumlah tersebut, 10 insiden
dilaporkan di Manila dan tujuh di pelabuhan dan jangkar Batangas.
Jumlah insiden yang melibatkan penculikan kru untuk tebusan pada
tahun 2017 telah menurun. Tiga insiden dilaporkan pada 2017
dibandingkan dengan enam insiden pada 2016 di perairan Filipina.
ISCA ReCAAP terus menegaskan kepada kapal-kapal yang sedang
berlangsung melewati rute di Laut Sulu-Celebes untuk
mempertimbangkan kembali agar memilih rute lain jika
memungkinkan. Jika tidak, para master dan awak kapal sangat
disarankan untuk melakukan kewaspadaan ekstra saat transit di area
tersebut dan segera melapor kepada pihak berwenang. Pihak berwenang
juga disarankan untuk meningkatkan pengawasan dan kehadiran serta
kru agar melakukan kewaspadaan ekstra.101
Pada 16 Februari 2018, Filipina yang ditandai Kapal Kargo Umum MV
Kudos 1 diserang oleh orang-orang bersenjata ketika sedang
berlangsung di posisi Lintang 06: 44,21 Utara dan Bujur 122: 23,50
Timur, di lepas Pulau Sibago, Filipina pada malam hari. Alarm
dinaikkan dan sinyal marabahaya diaktifkan. Philippines Coast Guard
(PCG) segera merespons dengan mengirimkan kapal patroli. Ketika
orang-orang bersenjata berusaha untuk naik ke kapal, para kru
101
RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 18.
60
menuangkan air panas pada pelaku yang menembaki kapal, melukai
satu kru sebelum membatalkan serangan. Tim asrama PCG memberikan
bantuan medis kepada awak yang terluka.102
5. Vietnam
Mayoritas perdagangan lintas laut Vietnam melewati selat Singapura
dan Malaka dan Laut Cina Selatan, sehingga pembajakan dan
perampokan bersenjata maritim di perairan ini adalah salah satu
masalah keamanan utama Vietnam. Misalnya, dalam periode empat
bulan dari November 2016 hingga Maret 2017, kapal-kapal pengapalan
komersial Vietnam menghadapi dua serangan bajak laut di wilayah ini,
yang mengakibatkan kematian dua pelaut dan 11 lainnya disandera.103
Gambar 4.7 Lokasi insiden perompakan di Vietnam tahun 2017
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
102
ICC IMB, Annual Report 2018, hal. 24. 103
Commander Anh Duc Ton, ” Vietnam’s Maritime Security Challenges and Regional Defence
and Security Cooperation”. Sea Power Centre – Australia-Soundings paper Issue No. 14, March
2018, hal. 16.
61
Tabel 4.4 Data Perompakan di Vietnam pada Tahun 2015-2017
2015 2016 2017
Kategori 2 1 2 0
Kategori 3 6 1 0
Kategori 4 20 6 2
Attempted 0 0 0
Total 27 9 2
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia, Annual
Reports 2017)
Data yang ditunjukan pada situasi di pelabuhan di Vietnam terlihat
membaik dengan dua insiden kategori 4 dilaporkan di Cam Pha. Tidak
ada insiden yang dilaporkan di pelabuhan Vung Tau pada tahun 2017
dibandingkan dengan tujuh dari sembilan insiden yang dilaporkan
terjadi di sana pada tahun 2016 dan lima dari 27 insiden pada tahun
2015.104
Menurut data yang dikutip dari RecAAP, 4 insiden aktual dilaporkan di
Vietnam pada tahun 2018. Ini merupakan peningkatan 50%
dibandingkan dengan 2017 ketika 2 insiden dilaporkan. Dan ini
merupakan peningkatan yang terjadi di Vietnam selama tiga tahun
terakhir (2016-2018). Pada 2018, tiga perempat dari insiden melaporkan
bahwa kru tidak menderita cedera.105
104
RecAAP ISC, Annual Report 2017, hal. 21. 105
RecAAP ISC, Annual Report 2018, hal. 40.
62
6. Thailand
Tidak berbeda dengan negara ASEAN lainnya, Thailand juga
dihadapkan dengan permasalahan yang sama yakni perompakan yang
menyerang kawasan maritimnya. Laporan IMB pada tahun 2000 juga
menyatakan telah terjadinya penculikan nelayan Malaysia di perairan
Thailand. Kemudian pada bulan April di tahun yang sama, terjadi juga
kasus serupa yang mana para nelayan ditangkap oleh perompak di
Teluk Thailand yang kemudian dipindahkan ke Pulau Milio, atas
kejadian tersebut, para perompak berhasil merampas barang-barang
berupa 30 ton ikan, peralatan navigasi, sembilan radio, dan barang-
barang pribadi.106
Pada negara Thailand sendiri, Pusat Koordinasi Penegakan Laut bekerja
sama erat dengan Angkatan Laut Nasional dan otoritas pelabuhan.107
Pada tahun 1990, Thailand telah membentuk pasukan khusus untuk
memerangi pembajakan di sungai Chao Phraya. Pasukan tersebut terdiri
dari petugas Bea Cukai, polisi Angkatan Laut, dan Departemen Intelijen
Pusat. Selain itu, latihan militer yang melibatkan Angkatan Udara dan
Angkatan Laut diadakan pada akhir November 1999 untuk memperkuat
106
Eric Frecon, ”Chapter 3. The Various Manifestations of Maritime Piracy in Southeast
Asia In: The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia”, (Bangkok: Institut de recherche sur
l’Asie du Sud-Est contemporaine, 2008), hal. 68. 107
Eric Ellis, “Anti-Piracy Act”, Time, 14th December 1999, On the remuneration of soldiers in
Indonesia see Arnaud Dubus and Nicolas Revise, Armée du people, Armée du roi – Les Militaires
face à la société en Indonésie et en Thaïlande, IRASEC – L’Harmattan, Bangkok – Paris, 2002,
p.211.
63
kewaspadaan terhadap kejahatan maritim dan untuk memfasilitasi
komunikasi antara Angkatan Udara dan Angkatan Laut di Thailand.108
7. Myanmar
Secara geografis ujung selatan Myanmar secara strategis terletak di
pintu masuk barat ke Selat Malaka. Berada pada posisi saluran air yang
menyempit hingga 1,5 mil antara Indonesia dan Malaysia,
menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. Ujung selatan Myanmar
ini menjadi rute strategis bagi jalur perdagangan global, yang mana
lebih dari setengah kapal tanker minyak di dunia menjalani rute ini.109
Menurut F. William Engdahl, penulis dari “A Century of War: Anglo-
American Oil Politics and the New World Order” dalam situs Web
www.engdahl.oilgeopolitics.net, Engdahl mengatakan bahwa lebih dari
12 juta barel supertanker minyak melewati jalur sempit ini setiap
hari.110
Terlepas dari kondisi perairan Myanmar yang juga cukup
diperhitungkan posisi nya di Selat Malaka, namun berdasarkan data
yang telah diperoleh penulis yang bersumber dari IMB, ReCAAP
maupun OBP, tidak menunjukkan adanya insiden perompakan yang
terjadi di Myanmar sepanjang tahun 2015 hingga 2018. Hal ini tentunya
mengagumkan bagi Myanmar sendiri terlepas dari kondisi geografisnya
108
Vu Kim Chung, “13 pirates Sentenced to Death”, diakses melalui www.geocities.com pada 20
Maret 2019 pukul 02:06 WIB 109
Sara Flounders, ”Myanmar: Washington’s geopolitics and the Straits of Malacca”, diakses
melalui https://www.workers.org/2007/world/myanmar-1101/ pada 08 Mei 2019 pukul 03:46 WIB 110
Sara Flounders, Loc.Cit.
64
yang juga menguntungkan bagi jalur perdagangan global dan kapal-
kapal yang melewati rute nya.
8. Kamboja
Seorang Laksamana Thailand menyebutkan bahwa pembajakan dan
penculikan juga merupakan masalah nyata di sepanjang perbatasan
Kamboja. Pada November 1999 setiap kapal yang melintas seringkali
membayar tebusan melebihi 400.000 baht per kapal (€ 9200), dan hal
tersebut dicurigai dengan adanya keterlibatan unsur korup pada
Angkatan Laut Kamboja.111
Pada 21 November 1999, mengutip New Indian Express, Sunday Times
bahkan menyebutkan bahwa Kamboja merupakan negara dengan pusat
perdagangan senjata kala itu, yang mana pada saat itu menyebutkan
bahwa sepuluh bajak laut Pelangi Alondra akan menukar 3.000 ton
aluminium untuk keperluan senjata dan amunisi nya.112
Namun terlepas
dari hal tersebut, Kamboja tercatat sebagai negara Asia Tenggara yang
tidak mengalami insiden perompakan di perairannya sepanjang tahun
2015-2018. Hal tersebut terlihat dengan data yang diperoleh oleh
penulis yang bersumber dari IMB, ReCAAP maupun OBP.
9. Laos
Secara historis, negara yang terkurung daratan dianggap sebagai negara
yang berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Negara-negara
111
Eric Frecon, Op.Cit., hal. 67. 112
Eric Frecon, Op.Cit., hal. 68.
65
yang terkurung daratan terputus dari sumber daya laut seperti
perikanan, dan yang lebih penting, tidak memiliki akses ke perdagangan
lintas laut, yang merupakan persentase besar dari perdagangan
internasional. Dengan demikian, wilayah pesisir cenderung lebih kaya
dan lebih padat daripada daerah pedalaman. Dalam kasus Laos,
kerugian ini sangat jelas, karena Laos adalah satu-satunya negara yang
terkurung daratan di seluruh Asia Tenggara.113
Hal ini tentunya dapat
menjelaskan bahwa Laos merupakan negara di Asia Tenggara yang
tidak memiliki persentase insiden perompakan di Asia Tenggara.
10. Brunei Darussalam
Brunei Darussalam merupakan negara di Asia Tenggara yang juga sama
sekali tidak mengalami insiden perompakan sepanjang tahun 2015-2018
berdasarkan hasil perolehan data yang telah penulis lakukan dari
berbagai sumber resmi. Namun terlepas dari hal tersebut, Brunei
merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang ikut meratifikasi
Konvensi IMO 1988 tentang Penindasan Tindakan Melanggar Hukum
terhadap Keselamatan Navigasi Maritim yang bertujuan untuk memberi
pemerintah penandatangan kekuatan guna menuntut orang-orang yang
ditangkap di perairan teritorial mereka sendiri untuk tindakan
pembajakan yang dilakukan di bawah yurisdiksi negara lain.114
Di Asia
113
Gretchen A. Kunze, V. Bruce J. Tolentino, ”The Asia Foudation: In Laos: Land-linked, not
Land-locked”, diakses melalui https://asiafoundation.org/2008/08/27/in-laos-land-linked-not-land-
locked/ pada 08 Mei 2019 pukul 01:35 WIB 114
Catherine Zara Raymond, ”Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses”,
(Institute of Defence and Strategic Studies: Singapore, 2005), hal. 24.
66
Tenggara sendiri hanya beberapa negara seperti Singapura, Vietnam,
Filipina, Myanmar dan Brunei yang menandatangani konvensi ini.115
Grafik 4.1 Total insiden perompakan di dunia bulan Januari -
Desember 2015
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015 Annual Report)
Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun
2015 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia
yakni sejumlah 246 insiden. Pada grafik juga disebutkan bahwa
kawasan Asia Tenggara menempati jumlah serangan tertinggi yakni 147
insiden. Tingginya insiden yang terjadi di wilayah Asia Tenggara
bahkan jauh melampaui hotspot perompakan yang paling terkenal di
dunia yakni wilayah Tanduk Afrika (meliputi Laut Merah dan Teluk
Aden) yang dilaporkan hanya terjadi 35 insiden pada 2015.
115
Ibid.,
67
Grafik 4.2 Insiden pembajakan dan perompakan di Asia
Tenggara tahun 2015 berdasarkan bulan
Sumber: Ocean Beyond Piracy, The State of Maritime Piracy 2015, diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf
Grafik di atas menunjukkan bahwa pendapat OBP terkait langkah-
langkah regional yang kooperatif di Asia Tenggara menghasilkan
penurunan tajam dalam serangan pembajakan pada paruh kedua grafik
di tahun 2015. Berikut merupakan tabel di bawah ini yang memaparkan
kerugian maupun aksi kejahatan perompakan di Asia Tenggara pada
tahun 2015 menurut laporan yang dimuat OBP:
Tabel 4.6 Kerugian terhadap Insiden Perompakan di Asia
Tenggara pada Tahun 2015
Sumber: Ocean Beyond Piracy, The State of Maritime Piracy 2015, diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf
Economic Cost Human Cost Pirate Activity
$ 1.2 juta biaya
barang curian
3674 pelaut yang mengalami
insiden pembajakan atau
perompakan
199 total insiden pembajakan dan
perompakan yang dilaporkan.
$ 8.1 biaya
kargo curian
38% insiden melibatkan senjata
67% insiden terjadi di dekat Selat
Malaka atau Selat Singapura.
$382 ribu biaya
operasi
pemulihan
kapal harmoni
orkim
23 pelaut terluka akibat insiden
hanya 8% dari insiden terjadi
pada kuartal ke-4 tahun 2015.
68
Grafik 4.3 Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2016
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual Report)
Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun
2016 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia
yakni sejumlah 191 insiden. Pada data grafik tahun 2016 kawasan Asia
Tenggara juga masih menempati serangan tertinggi yakni telah terjadi
68 insiden. Pada tahun 2016 juga Afrika memperoleh jumlah insiden
yang besar yakni berjumlah 62 insiden menempati urutan kedua setelah
Asia Tenggara. Asia Timur mendapat serangan terendah yakni hanya
mengalami 16 insiden.
69
Grafik 4.4 Insiden Perompakan di Dunia Tahun 2017
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report)
Berdasarkan grafik di atas, menurut laporan tahunan ICC IMB tahun
2017 jumlah total perompakan yang terjadi di berbagai wilayah di dunia
yakni sejumlah 180 insiden. Terlihat bahwa wilayah Asia Timur
memiliki jumlah insiden perompakan terendah di antara wilayah
lainnya yakni hanya terjadi 4 insiden. Kemudian juga terlihat wilayah
Asia Tenggara dengan wilayah terbesar yang mengalami insiden
perompakan di dunia yakni sejumlah 76 masih berada pada posisi
mengalahkan benua Afrika yang terkenal dengan perompak Somalia.
70
Tabel 4.7 Data Perompakan Actual dan Attempted di Wilayah Asia
Tenggara termasuk Selat Malaka pada Tahun 2015-2018
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Annual Report)
Pada tabel di atas, menurut laporan tahunan IMB tahun 2015-2018
terlihat bahwa kasus perompakan di Indonesia merupakan yang
tertinggi pada tahun 2015 yakni 108 kasus, dan yang terendah di
Thailand yang hanya mengalami 1 serangan perompak di tahun 2015,
pada tabel di atas terlihat bahwa data yang dilaporkan oleh IMB
tersebut menampilkan penurunan insiden pada sebagian negara-negara
kawasan Asia Tenggara. Dapat dilihat bahwa Filipina yang mengalami
peningkatan yakni 22 insiden di tahun 2017 turun menjadi 3 insiden di
tahun 2018.
No. Negara 2015 2016 2017 2018
1 Indonesia 108 49 43 25
2 Filipina 11 10 22 3
3 Singapura 9 2 4 -
4 Thailand 1 - - -
5 Vietnam 27 9 2 2
6 Malaysia 13 7 7 2
7 Selat Malaka 5 - - -
Total 174 77 78 32
71
Tabel 4.8 Data Perompakan Actual dan Attempted di Wilayah
Asia Tenggara pada Tahun 2015-2018
No. Negara 2015 2016 2017 2018
1 Indonesia 23 32 33 27
2 Malaysia 4 5 3 6
3 Filipina 8 15 22 9
4 Singapura - - - -
5 Thailand 1 0 0 0
6 Vietnam 27 9 2 4
Total 63 61 60 46
(Sumber: ReCAAP ISC, Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia,
Annual Reports)
Pada tabel di atas menurut laporan tahunan ReCAAP tahun 2015-2018
cukup menampilkan data yang sedikit berbeda dengan tabel 4.7 yang
dilaporkan IMB. Berdasarkan data yang telah disajikan pada tabel di
atas, terlihat bahwa beberapa negara seperti Indonesia, Filipina dan
Vietnam adalah negara-negara yang mengalami serangan perompakan
cukup tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Hal ini disebabkan
pada Indonesia sendiri yang merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia dan terdapat banyak pulau yang juga menjadikan perairan
Indonesia sebagai tempat persembunyian yang sempurna bagi
perompak. Selain itu, tingginya tingkat perompakan ikut dipicu oleh
permasalahan ekonomi dan lengahnya pengawasan di negara tersebut.
Sementara
55 insiden dicatat di Filipina, melonjak menjadi 22 insiden pada 2016,
Pada negara Filipina bagian selatan sendiri dikenal sebagai wilayah
72
yang menyediakan tempat perlindungan bagi para militan dan penjahat
asing serta penduduk pemberontak pada daerah tersebut. Sehingga tak
mengherankan jika perairan Filipina sangat rentan terhadap aksi
perompakan, pertumbuhan kelompok teroris seperti ISIS merupakan
ancaman tersendiri bagi keamanan maritim negara Filipina yang juga
mempengaruhi kawasan negara sekitarnya.
Pada tahun 2015 Vietnam mengalami insiden perompakan tertinggi di
Asia Tenggara yakni 27 insiden. Kejahatan perompakan yang marak
terjadi di Vietnam disebabkan oleh kenyataan bahwa luasnya wilayah
perairan yang dimilikinya. Oleh karena itu, merupakan suatu tantangan
bagi negara Vietnam sendiri dalam menyikapi kasus perompakan yang
menyerang perairannya. Bagi negara Vietnam sendiri para perompak
sangat sulit untuk ditangani karena mereka merupakan kelompok yang
terlatih serta dibekali peralatan yang lebih lengkap dibanding aparat
kelautan Vietnam sendiri.116
Selain tingginya aksi perompakan di beberapa negara Asia Tenggara,
hal ini justru berbeda dengan yang dialami Singapura sebagai salah satu
pelabuhan tersibuk di dunia. ReCAAP melaporkan bahwa tidak adanya
sama sekali kasus perompakan disana terhitung sejak tahun 2015-2018.
Hal ini dapat dikaitkan dengan kedekatan kekuatan ekonomi bersama
negara-negara Barat yang telah terjalin, sehingga telah membantu
116
Kompas.com, ”Kabareskrim: Perairan ASEAN Perbatasan Vietnam Marak Perompak”
diakses melalui http://lampung.tribunnews.com/2016/09/09/kabareskrim-perairan-asean-
perbatasan-vietnam-marak-perompak 20 Maret 2019 pukul 00:36 WIB
73
Singapura memperoleh instrumen yang kuat dalam menjaga
pelabuhannya dari serangan di laut.
Gambar 4.8 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara
Tahun 2016
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual
Report)
74
Gambar 4.9 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara
Tahun 2017
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual
Report)
Gambar 4.10 Total Serangan Perompakan di Asia Tenggara
Tahun 2018
(Sumber: ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018
Annual Report)
104
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis pada pembahasan yang telah dipaparkan, maka
penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya yang dilakukan AMF dalam menanggulangi kasus perompakan di
Selat Malaka khususnya Asia Tenggara adalah:
a. AMF sebagai Forum Dialog dalam Menciptakan Keamanan Maritim
Hal ini dilakukan AMF sebagai wadah yang menyediakan kerja sama
maritim ASEAN melalui dialog pada setiap pertemuannya yang
membahas terkait penanganan isu perompakan di Asia Tenggara.
b. Sebagai Sarana Menyatukan Ide-ide Bersama melalui Interaksi Negara
Kawasan
Hal ini dilakukan AMF sebagai wadah atau sarana menyatukan ide-ide
bersama melalui interaksi negara kawasan yang didukung dengan
penyampaian pandangan (exchange of views) dan diskusi oleh negara
anggota dalam membahas isu-isu terkait permasalahan maritim.
105
c. Komunikasi AMF dalam Pertemuan bersama negara-negara ASEAN
Komunikasi yang terjalin antarnegara-negara ASEAN dilakukan AMF
dengan mempromosikan langkah-langkah serta membangun
kepercayaan dalam mewujudkan stabilitas keamanan dan keselamatan
maritim di kawasan ASEAN melalui sejumlah lokakarya dan konferensi
yang dilakukan AMF dalam pertemuan-pertemuannya:
I. Pertemuan ke-6 yang diselenggarakan pada Oktober 2015 di
Manado, Indonesia. Pada pertemuan ini, selain pembahasan
mengenai isu perompakan, AMF juga membahas tentang
Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yakni
merupakan ancaman bagi keamanan maritim yang berskala
pada keamanan pangan ekonomi, sosial, politik, maupun
lingkungan.
II. Pertemuan ke-7 yang diselenggarakan pada tanggal 6
Desember 2017 di Jakarta, Indonesia membahas tentang
program pemajuan kerja sama maritim di bidang safety, yakni
berupaya mengurangi kejahatan maritim dan kerja sama SAR
dalam bidang security seperti isu perompakan, IUU fishing,
perdagangan manusia dan kejahatan perikanan.
III. Pertemuan ke-8 yang diselenggarakan pada tanggal 18
Desember 2018 di Manila, Filipina membahas tentang
penguatan forum yang merupakan sarana terpenting dalam
mekanisme regional tentang keamanan maritim.
106
Penulis melihat bahwa upaya AMF melalui pertemuan-pertemuannya sudah
cukup baik dalam menanggulangi permasalahan kejahatan maritim dalam
kasus perompakan di Asia Tenggara. AMF dapat dipuji sebagai platform
yang cukup tepat bagi kerja sama regional terkait isu-isu kelautan. AMF
dinilai cukup baik karena telah memenuhi fungsi dari konsep organisasi
internasional dalam upaya menanggulangi kasus perompakan di Asia
Tenggara yakni menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang
dilakukan antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang besar
bagi seluruh bangsa dan memperbanyak saluran komunikasi antar
pemerintahan, sehingga ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat
bersatu.
Upaya AMF secara langsung juga telah menerapkan unsur-unsur yang
merupakan bagian dari konsep keamanan maritim salah satunya adalah unsur
dalam konsep keamanan maritim yakni perdamaian dan keamanan
internasional dan nasional, hal ini sejalan dengan agenda AMF yakni
mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan
mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai.
Meskipun demikian, penulis juga menganalisis kegagalan AMF dalam
menerapkan fungsi dari organisasi internasional dalam hal komunikasi antar
pemerintahan. Hal ini dilihat dari pembatalan forum pada pertemuan AMF
ke-7 di Brunei Darussalam pada tahun 2016 dengan tidak adanya pernyataan
dari ASEAN atau Brunei langsung terkait penundaan atau pembatalan forum
107
tersebut. Penulis melihat ini sebagai ketidakpastian forum AMF di masa yang
akan datang.
6.2 Saran
1. Dalam menghadapi tantangan-tantangan yang mengancam keamanan
maritim, penting bagi AMF untuk terus memperkuat persatuan
antarnegara-negara ASEAN. Dalam hal ini, AMF harus berperan penuh
dalam mewujudkan tatanan keamanan maritim dengan tetap tunduk
terhadap ketentuan hukum internasional yakni UNCLOS 1982 pada
kawasan tersebut. Hal ini harus terus diperkuat AMF guna mencapai
pemahaman bersama tentang keamanan maritim di kawasan serta untuk
mewujudkan stabilitas regional dari ancaman perompakan.
2. AMF harus terus berupaya dalam membangun kepercayaan atau disebut
juga Confidence Building Measures (CBM) antarnegara-negara ASEAN
dalam upaya menanggulangi kasus perompakan di Asia Tenggara guna
mencapi sebuah Preventive Diplomacy (PD). Keberhasilan PD dilihat
dari keberlanjutan forum dalam melaksanakan pertemuan-pertemuan di
masa yang akan datang dalam membahas isu perompakan yang menjadi
perhatian bersama negara-negara ASEAN. Hal ini perlu dilakukan demi
menjaga keamanan jangka panjang regional kawasan Asia Tenggara
terhadap tindak kejahatan maritim yang mengancam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Aida, Melly., M Farid Al Rianto. 2015. Hukum Laut Internasional dalamPerkembangan: Kerjasama Regional dalam Pengelolaan dan PerlindunganLingkungan Laut di Selat Malaka. Bandar Lampung: Justice Publisher.
Archer, Clive. 1983. International Organization. London: George Allen andUnwin Publisher.
Bennett, A. LeRoy. James K. Oliver. 2002. International Organizations:Principles and Issues, 7th Edition. Upper Saddle River, NJ : Prentice Hall.
Cheever, Daniel. S. dan H. Field Haviland Jr. 1967. Organizing For Peace :International Organization in World Affair. New York: Houghton Miffin.
Rahman, C. 2009. Concepts of Maritime Security: A Strategic Perspective onAlternative Visions for Good Order and Security at Sea, with PolicyImplications for New Zealand Wellington, NZ : Centre for StrategicStudies: New Zealand, Victoria University of Wellington.
Creswell, John W. 2014. Research design : qualitative, quantitative, and mixedmethods approaches 4th ed. California: SAGE Publications Inc.
Ellis, Eric. 2002. Anti-Piracy Act Time, 14th December 1999, On theremuneration of soldiers in Indonesia see Arnaud Dubus and NicolasRevise, Armée du people, Armée du roi – Les Militaires face à la sociétéen Indonésie et en Thaïlande, IRASEC – L’Harmattan, Bangkok – Paris.
Farida, Nugrahani. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang PendidikanBahasa. Solo: Cakra Books.
Feldt, Lutz., Dr. Peter Roell, Ralph D. Thiele, 2013. Maritime Security-Perspectives for a Comprehensive Approach. ISPSW Strategy Series: Focuson Defense and International Security No. 222.
Frecon, Eric. 2008. Chapter 3. The Various Manifestations of Maritime Piracy inSoutheast Asia In: The Resurgence of Sea Piracy in Southeast Asia.Bangkok: Institut de recherche sur l’Asie du Sud-Est contemporaine.
Freeman, D. B. 2003. The Straits of Malacca: Gateway or Gauntlet. Montreal:McGill-Queen's University Press.
Klein, Natalie. 2011. Maritime Security and The Law of The Sea. New York:Oxford University Press Inc.
Masho’eod, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.Pusat Antar Universitas – Studi Sosial Universitas Gajah Mada, LP3ES.
Moleong, Lexy .1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Raymond, Catherine. Zara. 2005. Piracy in Southeast Asia New Trends, Issuesand Responses. : Singapore: Institute of Defence and Strategic Studies.
Russett, B., J.R., and Davis, D.R. 1998. The Third Leg of the Kantian Tripod forPeace: International Organizations and Militarized Disputes, 1950–85.International Organization, 52(2), 441–67. Shanks, C., Jacobson, H.K., andKaplan, J.H. 1996. “Inertia and Change in the Constellation ofInternational Governmental Organizations, 1981–92. InternationalOrganization, 50(4).
S, Pillai. Jayarethanam. Historical Assessment of the Port of Singapore Authorityand Its Progression Towards a High-Tech Port. Australian NationalUniversity, Print.
Severino, C. R. 2006. Southeast Asia in search of an ASEAN community: Insightsfrom the former ASEAN secretary-generad. Institute of Southeast AsianStudies.
Son, Nguyen. Hung. 2013. ASEAN-Japan Strategic Partnership in SoutheastAsia: Maritime Security and Cooperation. Tokyo: JCIE.
Till, G. 2004. Seapower: A Guide for the Twenty-first Century. London: FrankCass.
Viotti, Paul. R. & Mark V.Kauppi. 1993. International Relations Theory:Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond. New York: Allyn & Bacon.
Yani, Y. Mochamad., M. Ian, Emil Mahyudin. 2017. Pengantar Studi Keamanan.Malang : Intrans Publishing.
Jurnal dan Skripsi:
Agus, Rahman. R. 2016. Indonesia and Intra-Regional Connectivity. MaharaPublishing.
Amri, Ahmad. 2013. Combating maritime piracy in Southeast Asia frominternational and regional legal perspectives: challenges and prospects.Faculty of Law, Humanities and the Arts – Papers.
Amri, Ahmad. Almaududy. 2014. Piracy in Southeast Asia: An Overview ofInternational and Regional Efforts. Cornell International Law JournalOnline Vol. 1.
Bradford, John. F. 2005. The Growing Prospects for Maritime SecurityCooperation in Southeast Asia. Naval War College Review 58, no. 3.
Chia, A. and Lee Yong Leng. 1988. The Strategic Strait with special Reference tothe Malacca Straits. Singapore Journal of Tropical Geography, No. 8.
Conference Report. 2011. The 22nd ASEAN Maritime Forum, 17-19 August 2011,Pattaya, Thailand. Australian Journal of Maritime and Ocean AffairsVol.3(4).
D, Huong, Tran. 2006. Transnational Security Challenges in Southeast Asia: TheNeed for Multinatioanl Military Cooperation and Coordination in ASEAN.Vietnam: U.S Army Command and General Staff College.
Damayanti, Angel. 2017. Regional Maritime Cooperation in MaintainingMaritime Security and Stability: A Test Case for ASEAN Unity andCentrality. Journal of ASEAN Studies, Vol. 5, No. 2.
Davis, Joel D. Thesis. 2006. Maritime security and the Strait of Malacca: astrategic analysis. New York: The University of the State of New York,Albany.
Dela Pena, Joyce. 2009. Maritime Crime in the Strait of Malacca: BalancingRegional and Extra-Regional Concerns.
Felipe Umaña. 2012. Threat Convergence Transnational Security Threats in theStrait of Malacca. Washington DC: The Fund for Peace.
Gaol, Trialen. Lumban. Skripsi. , 2017. Peran ASEAN Maritime Forum (AMF)dalam Menjaga Keamanan Maritim (Studi Kasus Perompakan di PerairanSelat Malaka. Riau: Universitas Riau.
Iryandi, R. 2016. Peranan Hukum Laut Internasional terhadap Tindakan IllegalFishing di Indonesia. Bandung: Universitas Pasundan.
Karim, Zubir. 2007. The Strategic Significance of the Straits of Malacca.Australian Defense Force Journal, 172.
Massey, Anthony. S. 2002. Maritime security cooperation in the Strait ofMalacca. United States: University of Washington.
Parameswaran, Prashanth. 2019. Managing the Rise of Southeast Asia’s CoastGuards. Wilson Center’s Asia Program.
Phaovisaid, Darin. 2005. Where There’s Sugar, The Ants Come: Piracy in theStrait of Malacca. International Affairs Review. Volume 14, No. 2.
Satrio, Adhi. 2008. Thesis: Peran Organisasi Internasional dalam PenyelesaianKonflik Internal Negara: Studi Kasus Peran Pasukan Perdamaian PBBdi Sierra Leone Tahun 1994-2005. Jakarta: Universitas Indonesia.
Simon, Sheldon W. 2011. Safety and Security in the Malacca Straits: The Limitsof Collaboration. Asian Security Journal Volume 7.
Singapore Ministry of Defence. 2011. The Information Fusion Centre: Challengesand Perspectives. Journal of the Singapore Armed Forces.
Thayer, Carlyle. A. 2014. Beyond Territoriality: Managing the MaritimeCommons in the South China Sea. Canberra: The University of NewSouth Wales at the Australian Defence Force Academy.
Ton, Commander. Anh. Duc. 2018. Vietnam’s Maritime Security Challenges andRegional Defence and Security Cooperation. Sea Power Centre –Australia-Soundings paper Issue No. 14.
Report
ICC IMB. 2004. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2004 Annual Report.diakses melaluihttps://www.peacepalacelibrary.nl/ebooks/files/ICC_InternationalMaritimeBoard_Annual_Piracy_Report2004.pdf 15 Mei 2019 pukul 14:29WIB.
ICC IMB. 2015. ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2015Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2015-Annual-IMB-Piracy-Report-ABRIDGED%20(1).pdf 20 Febuari 2019 pukul 20:50WIB
ICC IMB. 2016. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2016 Annual Report.Diakses melalui file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2016-Annual-IMB-Piracy-Report.pdf 14 Febuari 2019 pukul 20:50 WIB
ICC IMB. 2017. Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2017 Annual Report.Diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2013_Q3_IMB_Piracy_Report.pdf 14 Febuari 2019 pukul 20:22 WIB
ICC IMB. 2018. ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2018Annual Report. diakses melalui
file:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/2018-Q2-IMB-Piracy-Report%20(1).pdf pada 20 Febuari 2019 pukul 21:20 WIB
Mason, R. Chuck. 2010. Piracy: A Legal Definition. CRS Report for Congress.diakses dari file:///C:/Users/USER/Downloads/12005.pdf pada 19Oktober 2018 pukul 15:17 WIB
RecAAP ISC. 2014. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA 2014Annual Report” diakses darifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202014.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul15:10 WIB
RecAAP ISC. 2015. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2015 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAPISCAnnualReport2015.pdfpada 20 Febuari 2019 pukul 16:07 WIB
RecAAP ISC. 2016. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2016 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20July%202016%20Report.pdfpada 20 Febuari 2019 pukul 18:58WIB
RecAAP ISC. 2017. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2017 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%2020172.pdf pada 20 Febuari 2019 pukul18:58 WIB
RecAAP ISC. 2018. Piracy and Armed Robbery Against Ships in ASIA-Januari-December 2018 Annual Report. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/ReCAAP%20ISC%20Annual%20Report%202018_2.pdf pada 20 Febuari 2019pukul 22:20 WIB
Ocean Beyond Piracy. 2015. The State of Maritime Piracy. diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/Documents/State_of_Maritime_Piracy_2015.pdf
Website:
1st Meeting Of Asean Maritime Forum (AMF). 2010 diakses melaluihttps://www.kemlu.go.id/en/berita/siaran-pers/Pages/1st-Meeting-Of-Asean-Maritime-Forum-AMF.aspx pada 17 Febuari 2019 pukul 22:07WIB
Agung. 2017. Penguatan Kerja Sama Maritim di Kawasan ASEAN DipimpinIndonesia diakses melalui https://breakingnews.co.id/read/penguatan-kerja-sama-maritim-di-kawasan-asean-dipimpin-indonesia pada 17Febuari 2019 pukul 01:29 WIB.
ASEAN Documents Series. 2010. diakses melaluihttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES%202010.pdfhttps://www.asean.org/storage/images/2012/publications/ASEAN%20DOCUMENTS%20SERIES%202010.pdf hal. 26. pada 15 Febuari 2019 pukul 16:50 WIB.
ASEAN edisi 14. 2016. Membangun Kiprah Maritim Indonesia di Kawasan.diakses melaluifile:///C:/Users/EnRico/Downloads/ASEAN%20Edisi%2014%202017.pdf pada 15 Febuari 2019 pukul 18:17 WIB.
ASEAN Political-Security Community Blueprint. diakses melaluihttps://asean.org/wp-content/uploads/archive/5187-18.pdf 15 Febuari2019 pukul 22:09 WIB
ASEAN. Chairman Statement of the 19th ASEAN Summit: ASEAN Community ina Global Community of Nations. diakses melaluihttp://www.asean.org/archive/documents/19th%20 summit/CS.pdf.pada 17 Febuari 2019 pukul 00:21 WIB.
DA NANG Today. 2014. ASEAN maritime forums being held in the city. diaksesmelalui https://www.baodanang.vn/english/politics/201408/asean-maritime-forums-being-held-in-the-city-2354944/ pada 20 Mei 2019pukul 1:24 WIB
Firman, Tony. 2017. Asia Tenggara Surga Bajak Laut. diakses darihttps://tirto.id/asia-tenggara-surga-bajak-laut-cvXA pada 20 Oktober2018 pukul 18:50 WIB.
Flounders, Sara. 2007. Myanmar: Washington’s geopolitics and the Straits ofMalacca. diakses melaluihttps://www.workers.org/2007/world/myanmar-1101/ pada 08 Mei2019 pukul 03:46 WIB
Hays, Jeffrey. 2015. Piracy in Indonesia. diakses melaluihttp://factsanddetails.com/indonesia/Government_Military_Crime/sub6_5b/entry-4065.html pada 19 Febuari 2019 pukul 18:34 WIB.
Katadata.co.id. 2015. Laut Indonesia Paling Rawan Pembajakan pada 2015.diakses melaluihttps://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/09/15/laut-indonesia-paling-rawan-pembajakan-pada-2015 pada 19 Febuari 2019 pukul16:50 WIB
Kompas.com. 2016. Kabareskrim: Perairan ASEAN Perbatasan Vietnam MarakPerompak. diakses melaluihttp://lampung.tribunnews.com/2016/09/09/kabareskrim-perairan-asean-perbatasan-vietnam-marak-perompak 20 Maret 2019 pukul 00:36WIB.
Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum. 2010. diakses melaluihttp://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/pada 21 Oktober 2018 pukul 23:20 WIB.
Kunze, Gretchen. A., V. Bruce J. Tolentino. 2008. The Asia Foudation: In Laos:Land-linked, not Land-locked. diakses melaluihttps://asiafoundation.org/2008/08/27/in-laos-land-linked-not-land-locked/ pada 08 Mei 2019 pukul 01:35 WIB.
PH Hosts 8th ASEAN Maritime Forum, 6th Expanded Maritime Forum diaksesmelalui https://dfa.gov.ph/dfa-news/dfa-releasesupdate/18911-ph-hosts-8th-asean-maritime-forum-6th-expanded-maritime-forum 17Febuari 2019 pukul 02: 15 WIB
Southeast Asia Geography diakses melaluihttps://www.ducksters.com/geography/southeastasia.php pada 19Febuari 2019 pukul 17:10 WIB.
Tabloid Diplomasi. 2010. Konsep Pembentukan ASEAN Maritime Forum. diaksesmelalui https://www.tabloiddiplomasi.org/konsep-pembentukan-asean-maritime-forum/ pada 15 Mei 2019 pukul 13:21 WIB.
Thompson, Neil. 2017. Asia's Deadly Pirates. diakses melaluihttps://thediplomat.com/2017/06/asias-deadly-pirates/ pada 21Febuari 2019 pukul 02:04 WIB.
TIME.com. 2014. The Most Dangerous Waters in the World. diakses melaluihttp://time.com/piracy-southeast-asia-malacca-strait/ pada 12 Mei2019 pukul 00:32 WIB
Vientiane Action Programme. diakses melaluihttps://www.asean.org/uploads/archive/VAP-10th%20ASEAN%20Summit.pdf 15Febuari 2019 pukul 19:05 WIB
Vu Kim Chung. 13 pirates Sentenced to Death. diakses melaluiwww.geocities.com pada 20 Maret 2019 pukul 02:06 WIB
Wiyanti, Sri. 2015. Ganas perompak Selat Malaka bikin Malaysia, RI &Singapura bersatu. diakses melalui