ASEAN Free Trade Area

22
PENGERTIAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) ASEAN Free Trade Areas Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara anggota maupun negara non- anggota. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative advantage), serta pro dan kontra di bidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang (atau valuta asing) diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999).

Transcript of ASEAN Free Trade Area

Page 1: ASEAN Free Trade Area

PENGERTIAN ASEAN Free Trade Area (AFTA)

ASEAN Free Trade Areas Istilah perdagangan bebas identik dengan adanya

hubungan dagang antar negara anggota maupun negara non-anggota. AFTA dibentuk

pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.

Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari

kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas

perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional

ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam

waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir

dipercepat lagi menjadi tahun 2002.

Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa

aspek yang mempengaruhi yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan,

prinsip sentral dari keuntungan komparatif (comparative advantage), serta pro dan

kontra di bidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang

(atau valuta asing) diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN

dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi

negara-negara anggota ASEAN. Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan

enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan

Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan

masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta

Kamboja (1999).

Sehingga jumlah keseluruhan anggota AFTA menjadi 10 negara. Dengan

perluasan keanggotaan ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya integrasi ekonomi

di kawasan Asia tenggara menjadi suatu pasar produksi tunggal dan menciptakan

pasar regional bagi lebih dari 500 juta orang. Sebab penghapusan tariff bea masuk di

negara-negara anggota ASEAN dianggap sebagai sebuah katalisator bagi efisiensi

produk yang lebih besar dan kompetisi jangka panjang, serta memberikan para

konsumen kesempatan untuk memilih barang-barang berkualitas.

Sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan pemberlakuan AFTA, negara-negara

anggota telah menetapkan suatu regulasi yang dikenal dengan CEPT (Common

Page 2: ASEAN Free Trade Area

Effective Preferential Tariff). melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari

keanggotaan AFTA adalah sebagai berikut : Vietnam menjual sepatu ke Thailand,

Thailand menjual radio ke Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut

dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan

mengkonsumsi lebih banyak dibanding yang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam

konsep perdagang tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun

hambatan non-tarif bagi negara – negara ASEAN melalui skema CEPT-AFTA.

Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan

penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh

negara-negara ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya

operasional mampu ditekan sehingga akan menguntungkan.

Penurunan tarif tersebut dilaksanakan secara bertahap sehingga baru akan

mencapai kondisi perdagangan bebas untuk seluruh komoditas setelah lima belas

tahun. Untuk tahap pertama, mulai tanggal 1 january 1993, penurunan tarif tersebut

akan dilakukan untuk lima belas komoditas meliputi semua produk manufaktur,

termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak

termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan

highly sensitive dikecualikan dari skema CEPT).

yang selanjutnya akan diperluas mencakup komoditas-komoditas lainnya.

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk

menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun

2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia,

Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

Konsep dan Sistem Pelaksanaan ASEAN Free Trade Area

Ide untuk menerapkan kawasan perdagangan bebas di ASEAN (ASEAN Free

Trade Area) sebenarnya sudah ada beberapa tahun yang lalu. Konsep ini pertama kali

diajukan oleh Thailand, tetapi pada saat itu kurang mendapat sambutan yang positif

sesama anggota ASEAN, terutama Indonesia dan Filipina yang kondisi ekonominya

masih lemah untuk penerapan perdagangan bebas. Akan tetapi, seiring berakhirnya

“Perang Dingin” pada tahun 1991, dan ketegangan politik di Asia Tenggara juga

Page 3: ASEAN Free Trade Area

berkurang. Oleh karena itu fokus perhatian dalam pertemuan ASEAN beralih kepada

masalah ekonomi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat Negara-negara anggota ASEAN. Kemudian, keinginan untuk

memperoleh kesepakatan tentang ASEAN Free Trade Area mulai kembali dilakukan.

Usul resmi PM Thailand yang menerangkan konsep ASEAN Free Trade Area

pada KTT ASEAN di singapura telah berhasi menyepakati bersama untuk melakukan

perdagangan bebas yang dilakukan secara bertahap dan baru beroperasi penuh dalam

waktu lima belas tahun.

Tujuan dan Sasaran ASEAN Free Trade Area

Tujuan utama dalam dari penerapan konsep ASEAN Free Trade Area adalah

untuk meningkatkan volume perdagangan diantara sesama Negara-negara anggota.

Keadaan ini dimungkinkan karena melalui daerah perdagangan bebas, bea masuk

(tariff) semua komoditas perdagangan dari seluruh Negara anggota diturunkan sampai

mendekati 0 %.

Di samping itu, hambatan–hambatan yang bukan disebabkan bea masuk, seperti

penerapan kuota impor terhadap komoditi tertentu juga harus dihilangkan. Peningkatan

volume perdagangan tersebut sangat penting artinya untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi masing-masing Negara anggota.

Perluasan kegiatan perdagangan berarti terdapat kemungkinan untuk

memperluas pasar bagi para pengusaha. Hal ini merupakan faktor pendorong untuk

melakukan perluasan kegiatan produksi, sehingga keuntungan skala besar dapat

dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi. Dengan demikian, perluasan kegiatan

perdagangan bukan hanya berperan besar untuk meningkatkan daya saing di pasar

internasional.

Meningkatnya persaingan tersebut akan mendorong pengusaha untuk

meningkatkan kualitas produknya agar tidak kalah dalam bersaing. Selanjutnya, kondisi

persaingan yang tajam ini memaksa pengusaha untuk meningkatkan pelayanan bagi

konsumen. Dengan demikian, penerapan ASEAN Free Trade Area akan mendorong

perekonomian Negara-negara anggota menjadi lebih efisien dan sehat, baik dari segi

produksi maupun perdagangan.

Page 4: ASEAN Free Trade Area

Meskipun demikian, penerapan kawasan perdagangan bebas seharusnya tidak

menimbulkan pergeseran perdagangan dari sau daerah ke daerah lainnya. Bila hal ini

terjadi, tujuan ASEAN Free Trade Area untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional masing-masing Negara anggota tidak akan tercapai.

Kritik yang biasa dilemparkan terhadap konsep perdagangan bebas adalah

bahwa bahwa negara-negara yang kondisi ekonominya belum berkembang tentu

dengan baik cenderung lebih dirugikan. Hal ini terjadi karena daya saing komoditas

yang dihasilkan yang dihasilkan oleh negara yang ekonominya belum berkembang

biasanya relatif lebih lemah.

Akibatnya, Negara tersebut akan cenderung kalah dalam persaingan bebas

dengan Negara yang lebih baik kondisi ekonominya. Bila hal ini terjadi, penerapan

daerah perdagangan bebas akan cenderung merugikan Negara yang relatif lemah

perekonomiannya dan mengutungkan Negara yang kuat.

Oleh karena itu, dalam penerapan ASEAN Free Trade Area, Indonesia yang

perekonomiannya masih lemah dan belum berkembang dengan baik, hendaknya

menolak adanya ASEAN Free Trade Area tersebut karena akan menyebabkan bangsa

Indonesia menjadi bangsa yang konsumtif dan tidak mampu bersaing dengan produk-

produk dari Negara anggota lainnya.

Pengaruh ASEAN Free Trade Area bagi Perkembangan Ekonomi Indonesia

Dengan disepakatinya ASEAN Free Trade Area pada konferensi tingkat tinggi di

Singapura menyebabkan Negara-negara anggota memiliki kesepakatan untuk

melakukan perdagangan bebas sesama anggota ASEAN Free Trade Area. Dan hal ini

dilakukan secara bertahap. Di mulai dengan komoditas-komoditas tertentu hingga

seluruh komoditas selama lima belas tahun.

Indonesia dalam hal ini sebagai sebuah Negara yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah sudah tentu mampu bersaing secara bebas dalam produk-produk

perdagangan dengan Negara-negara anggota lainnya. Namun pada kenyataannya

Indonesia belum mampu bersaing produk-produk perdagangan dengan Negara-negara

anggota lainnya.

Page 5: ASEAN Free Trade Area

Indonesia sebagai Negara yang ekonominya masih lemah dan juga tingkat

pembangunan industrialisasi yang relatif cenderung masih rendah cenderung hanya

sebagai bangsa yang menerima produk-produk dari Negara lain tanpa mampu bersaing

dengan Negara tersebut. Ha ini juga akan mengakibatkan industri-industri kecil yang

ada di Negara Indonesia mengalami kemunduran karena tidak memiliki modal yang

cukup untuk bersaing dengan industri-industri dari Negara-negara anggota.

Negara- Negara yang memiliki tingkat pembangunan industri yang berkembang

kurang baik menerapkan kebijakan proteksi untuk melindungi industri dalam negeri

terhadap barang-barang impor. Indonesia masih menjalankan kebijakan proteksi yang

cukup tinggi. Perbedaan kebijakan pengenaan bea cukai tersebut mencerminkan

perbedaan daya saing komoditas-komoditas yang dihasilkan oleh masing-masing

Negara. Tingkat efisiensi produksi Negara- Negara yang lebih maju di ASEAN Free

Trade Area umumnya sudah lebih tinggi dibandingkan dengan Negara Indonesia.

Sehingga Negara-negara tersebut mampu menerapkan bea masuk yang sangat

rendah yang memberikan dampak positif bagi perdagangannya. Dan bagi Negara

Indonesia yang belum berani menerapkan kebijakan tarif yang rendah hal ini tentu

dilakukan guna mempertahankan produksi dalam negeri untuk menyaingi produksi

impor dan juga untuk melindungi produksi dalam negeri dengan mengenakan biaya

masuk yang cukup tinggi maupun mengenakan kuota untuk barang-barang tertentu.

Dalam situasi kebijakan pengenaaan bea masuk yang masih sangat bervariasi

tersebut, penerapan konsep kawasan perdagangan bebas akan menimbulkan dampak

yang berbeda-beda. Negara- Negara yang tealah mampu menerapkan kebijakan bea

masuk yang cukup rendah, diperkirakan akan dapat menarik keuntungan besar dalam

bentuk peningkatan volume ekspornya ke Negara-negara anggota ASEAN Free Trade

Area lainnya.

Sebaliknya untuk Indonesia, Negara yang masih rendah peningkatan volume

ekspornya, tentu tidak banyak mendapat keuntungan dalam bentuk perdagangan

bebas, karena industr-industri di Indonesia belum mampu bersaing dengan industri-

industri Negara anggota lainnya. Dana hal ini memungkinkan terjadinya ketegangan di

antara sesama Negara anggota lainnya dan bahkan kalau tidak hati-hati, ketegangan

Page 6: ASEAN Free Trade Area

tersebtu dapat pula menjadi alasan untuk merusak kerjasama ASEAN secara

keseluruhan.

Di samping perkembangan regional, perkembangan internasionalpun menjadi

mempengaruhi para pengambil keputusan ASEAN untuk terus berusaha

mengembangkan kerjasama ekonomi yang lebih komprehensif. Perkembangan NAFTA

(North America Free Trade Agreement) dan EU (European Union) mendorong ASEAN

untuk mengembangkan organisasi regional sejenis

Tahun 1992 adalah saat ASEAN merasa bahwa kerjasama ekonomi ASEAN sudah

sedemikian mendesak untuk segera dikembangkan. Beberapa factor menjadi penyebab

mengapa ASEAN terdorong untuk segera membentuk kawasan perdagangan bebas

(ASEAN Free Trade Area) atau disingkat AFTA. Pertama, sejak berakhirnya konflik

kamboja Negara anggota ASEAN membutuhkan motivasi lain untuk mempertahankan

relevansi ASEAN sebagai organisasi regional. Berakhirnya tantangan politik dan militer

yang dihadapi ASEAN paksa perang dingin menjadi isu-isu ekonomi mencuat sebagai

pertimbangan utama, walaupun sesungguhnya pertentangan non ekonomi tidak mutlak

lenyap dari permukaan lanskap ASEAN. Akan tetapi decade 90-an memang merupakan

saat yang tepat dan cukup menantang bagi Negara-negara ASEAN untuk memainkan

kartu ekonomi sebagai ujung tombak yang paling relevan bagi penegakan kerjasama

regional. Kedua, singapura sebagai Negara yang mengandalkan perdagangan sebagai

sumber utama penghidupan, karena tidak memiliki sumberdaya yang cukup, sangat

optimis dan selalu mendorong terbentuknya kerjasama ekonomi yang lebih terbuka dan

liberal. Bagi singapura, kerjasama ini di pandang akan memberinya banyak

keuntungan. Ketiga, kinginan yang kuat untuk menarik sebanyak mungkin investor

asing merupakan alasan lain yang mendorong ASEAN segera melapangkan jalan bagi

pembentuknya AFTA. Keempat, timbulnya beberapa blok ekonomi regional di amerika

dan eropa juga mendorong ASEAN untuk tidak tertinggal dari kawasan lain.

Sekalipun demikian bukan berarti bahwa pelaksanaan AFTA bukan tampa msalah.

Tidak semua Negara siap membuka pintu bagi perdagangan bebas yang seluas-

luasnya. Pertimbangan politik dalam negeri masih sangat kuat melindungi kepentingan

Page 7: ASEAN Free Trade Area

industri dalam negeri. Pertama, Indonesia dan Malaysia sangat memperhatikan peran

pengusaha pribumi yang cenderung membutuhkan payung politik dari pemerintah. Oleh

karena itu, perdagangan bebas relatif akan merugikan para pengusaha pribumi ini. Di

samping itu, beras dan gula merupakan kebutuhan pokok bagi Indonesia, Malaysia,

philipina sehingga masing-masing pemerintah bersangkutan masih campur tangan

dalam urusan tarif bea masuk beras dan gula. Sementara Malaysia juga masih

mengatur tariff bea masuk bagi mobil impor untuk melindungi industri otomotifnya yang

menghasilkan mobil ”Proton” paling tidak hingga 2005.

Sekalian AFTA diharapkan baru akan benar-benar terwujud pada 2015, ASEAN

berusaha mengembangkan berbagai perjanjian ekonomi yang penting walaupun tidak

komprehensif. Pada 1995 ASEAN menandatangani ASEAN Frame Work Agreement on

Service (AFAS). Perjanjian ini diharapkan untuk meningkatkan efisiensi dan kompetensi

perusahaan penyedia jasa antarnegara ASEAN. Perjanjian ini telah ditindaklanjuti

dengan serangkaian perundingan di tahun 1996 dan 2001 yang mencakup sektor

transportasi udara, jasa bisnis, konstruksi, financial, tranportasi laut, telekomunikasi,

dan pariwisata. Sedangkan perundingan putaran ketiga (2002-2004) akan membahas

semua sektor penyedia jasa.

Tahun 1998 ASEAN melangkah lebih jauh dengan menandatangani framework

agreement on the ASEAN investment area(AIA). Melalui perjanjian ini diharapkan pada

tahun 2020 investasi antarnegara ASEAN akan terwujud, termasuk investasi dari

Negara non ASEAN. Sebelum target ideal ini tercapai, ASEAN sepakat untuk

memberlakukan perkecualian pada sektor tertentu seperti pertanian, kehutanan, dan

mineral.

SUMBER : http://www.google.com/

diakses 02 Desember 2012

Page 8: ASEAN Free Trade Area

BAGAIMANAKAH REZIM REGIONAL BERPERAN DALAM ASEAN Free Trade Area

Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) : “Basis produksi dan Pasar Tunggal”

ASEAN sebagai sebuah blok ekonomi telah merespons secara cepat tuntutan

baru tersebut. Menyadari bahwa AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang lama tidak lagi

dapat berakselerasi dengan cepat dengan kebutuhan integrasi ASEAN, maka ASEAN

telah berubah ke arah jenis baru blok perdagangan dan khususnya untuk merespons

sistem rantai pasokan global. Sejak itu ASEAN telah merubah seluruh rancangannya

menjadi blok ekonomi dalam arti yang sebenarnya. Hal tersebut dilakukannya dalam

peringatan 40 tahun ASEAN di tahun 2007, dimana seluruh kepala Negara ASEAN

menandatangani kesepakatan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic

Community/AEC) di Singapura sebagai satu dari tiga pilar Komunitas ASEAN dan

Piagam ASEAN.

AEC merupakan puncak dari visi untuk mentransformasi ASEAN menjadi “single

market and production base” (basis produksi dan pasar tunggal), yang menandakan

ambisi ASEAN untuk menjadi kekuatan ekonomi regional yang sangat kompetitif dan

secara penuh terintegrasi kepada komunitas global pada tahun 2015 nanti. Ambisi AEC

adalah mendirikan pasar tunggal dan basis produksi lewat arus bebas barang-barang,

jasa, investasi, modal dan pekerja trampil pada tahun 2015 yang menuntut adanya

integrasi di bawah satu payung atas berbagai kebijakan yang telah ada maupun

dimasukkannya aturan-aturan tambahan baru.

Guna mencapai hal tersebut, maka para menteri ekonomi ASEAN telah

bersetuju untuk memperluas AFTA menjadi sebuah instrumen legal yang lebih

komprehensif dengan menandatangani sebuah perjanjian baru yang bernama ASEAN

Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada bulan Februari 2009. ATIGA merupakan

sebuah komitmen yang sangat komprehensif atas perdagangan barang-barang serta

mekanismenya bagi pelaksanaannya maupun rancangan kelembagaannya. [3]

Page 9: ASEAN Free Trade Area

Perjanjian kunci lainnya dalam kerangka AEC adalah ASEAN Comprehensive

Investment Agreement (ACIA). Perjanjian ini ditandatangani oleh para menteri ekonomi

ASEAN pada tanggal 26 Februari 2009. ACIA adalah hasil dari pengkonsolidasian dari

dua aturan ivestasi yang pernah dibuat sebelumnya oleh ASEAN, yaitu ASEAN

Agreement for the Promotion and Protection of Investment tahun 1987 (dikenal juga

sebagai ASEAN investment Guarantee Agreement atau ASEAN IGA) dan Framework

Agreement on the ASEAN Investment Area tahun 1998 (dikenal juga sebagai perjanjian

AIA), serta dari protokol-protokol ASEAN lainnya yang terkait.

ACIA merupakan perjanjian investasi yang komprehensif yang mencakup lima

sektor, yaitu industri pengolahan (manufacturing), pertanian, perikanan, pertambangan

dan penggalian, serta sektor jasa-jasa yang terkait dengan sektor-sektor tersebut. [4]

Komponen penting lainnya dari AEC adalah AFAS (ASEAN Framework Agreement on

Trade in Services). ASEAN sampai saat ini telah menyelesaikan The 7 Package of

AFAS Commitment, yang ditandatangani oleh para menteri ekonomi ASEAN pada

Februari 2009. Ini adalah perjanjian sektor jasa yang paling liberal dan paling ambisius

yang pernah dilakukan oleh ASEAN sesuai dengan target yang ditetapkan dalam AEC

Blueprint.

Versi yang terakhir disebut dengan AFAS paket 7, karena berkenaan dengan 7

sektor jasa yang telah dikomitmenkan oleh seluruh Negara ASEAN hingga kini. [5]

Paket paling akhir, yaitu paket ke-8 ditandatangani pada oktober 2010 dan rencananya

akan diselesaikan pada tahun 2011.

Perjanjian Perdagangan bebas dengan Negara-negara Asia lainnya

Komponen terakhir dari reorganisasi ekonomi ASEAN adalah penyelenggaraan

kerangka FTA yang komprehensif dengan para mitra dagang utama ASEAN. ASEAN

kini telah menjalin kolaborasi dengan China, Jepang, Korea Selatan dalam kerangka

ASEAN+3; yang kemudian ditambah dengan bergabungnya Australia, Selandia Baru,

India dalam kerangka ASEAN+6. S

ampai saat ini (2011) telah diselesaikan semua FTA dengan negara-negara

tersebut, yaitu: ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, Kemitraan Ekonomi

Komprehensif ASEAN-Jepang, ASEAN-Australia/New Zealand FTA, dan ASEAN-India

Page 10: ASEAN Free Trade Area

FTA. Disamping itu masing-masing negara di ASEAN juga mulai melakukan pengikatan

bilateral FTA dengan negara-negara lain di luar mitra utama. ASEAN saat ini sedang

melakukan negosiasi pembentukan FTA dengan pemain utama global seperti AS, Uni-

Eropa dan European Free Trade Area (EFTA), yaitu Negara-negara Eropa di luar Uni-

Eropa.

Cetak Biru ASEAN: Melayani Rantai pasokan Global

Sebuah alat yang paling penting bagi integrasi ASEAN adalah Cetakbiru ASEAN

(ASEAN Blueprint), yang menetapkan jalur aksi untuk mencapai tujuan-tujuan diatas. Ini

merupakan cerminan dari sikap baru ASEAN untuk sepenuhnya bergabung kedalam

jaringan produksi global dari rantai pasokan.

Hal ini dapat dilihat dari jalur waktu yang terinci dan terdisiplin di bawah Cetak

biru tersebut yang merujuk integrasi ASEAN kepada sistem rantai pasokan global.

Cetak biru ASEAN menyatakan sebagai berikut:

“A single market for goods (and services) will also facilitate the development of production networks in the

region and enhance ASEAN’s capacity to serve as a global production centre or as a part of the global

supply chain”

(sebuah pasar tunggal bagi barang-barang (dan jasa-jasa) yang juga akan memfasilitasi pengembangan

jaringan produksi di dalam kawasan serta meningkatkan kapasitas ASEAN untuk melayani, baik sebagai

pusat produksi global maupun sebagai bagian dari rantai pasokan global).

Hal ini juga dicantumkan dalam integrasi kepabeanan ASEAN yaitu “with the

view to facilitate integration of production and supply chains” (dengan arah untuk

memfasilitasi terintegrasinya produksi dan rantai pasokan). Dalam hal kaitannya

dengan integrasi kepada ekonomi global, Cetak-biru ASEAN menyatakan bahwa “In

order to enable ASEAN businesses to compete internationally, to make ASEAN a more

dynamic and stronger segment of the global supply chain and to ensure that the internal

market remains attractive for foreign investment” (Agar supaya kelompok bisnis ASEAN

dapat berkompetisi secara internasional, dapat menempatkan ASEAN sebagai segmen

yang kuat dan lebih dinamis dari rantai pasokan global, serta menjamin agar pasar

internal ASEAN dapat tetap atraktif bagi investasi asing); serta bahwa “ASEAN shall

also enhance participation in global supply networks” (ASEAN perlu meningkatkan

Page 11: ASEAN Free Trade Area

partisipasinya di dalam jaringan pasokan global). [6] Dengan demikian integrasi ASEAN

ke dalam rantai pasokan global adalah sebuah kemestian dan bahwa rezim baru AEC

telah mendorong ke arah hal tersebut.

Selain itu, Cetak-biru ASEAN telah menempatkan 11 sektor prioritas bagi integrasi

tersebut. Sektor-sektor tersebut adalah: barang-barang berbasis pertanian, kesehatan,

transportasi udara, produk-produk otomotif, e-ASEAN (termasuk peralatan TIK),

barang-barang elektronik, perikanan, produk-produk berbasis karet, tekstil dan pakaian,

pariwisata, dan produk-produk berbasis kayu. Lalu pada November 2004, kerangka

bagi integrasi sektor-sektor prioritas (disebut framework Agreement) beserta protokol-

protokol pengintegrasian lainnya ditandatangani. Selanjutnya pada tahun 2006,

ditambahkan satu sektor prioritas sehingga menjadi 12 sektor terintegrasi prioritas

(Priority Integration Sectors/PIS) yaitu Logistik. Dengan demikian kini terdapat 5 sektor

prioritas dalam sektor jasa, yaitu transportasi udara, e-ASEAN, kesehatan, pariwisata

dan logistik. [7] Penambahan logistik sebagai sektor prioritas baru adalah karena

semakin pentingnya peran logistik dalam pengertian baru sistem rantai pasokan di

ASEAN.

4. Proyek infrastruktur ASEAN

Perlu dimengerti bahwa di kebanyakan negara ASEAN terdapat infrastruktur yang

buruk dan terbelakang yang sulit untuk bisa terintegrasi dengan baik ke dalam RPG.

Situasi semacam ini dijumpai hampir di semua negara Asia, kecuali Jepang, Australia

dan Singapura. Bila dibandingkan dengan infrastruktur rantai pasokan di AS dan Eropa,

maka sangat jauh tertinggal. Berdasarkan penilaian dari Accenture (sebuah lembaga

konsultan swasta), maka rantai pasokan dari korporasi multinasional di Asia dan juga

perusahaan-perusahaan nasional dan swasta lokal, cenderung terpecah-pecah dan

tidak kompetitif dibandingkan rekan-rekannya sekorporat di AS dan Eropa. Secara

estimasi saja, mereka tiga sampai lima tahun dibelakang Barat. Di dalam Asia sendiri,

terdapat kesenjangan yang membesar antara Negara-negara maju seperti Singapura,

Hongkong, Jepang dan Korea Selatan; dengan Negara-negara berkembang seperti

China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Taiwan; serta dengan ekonomi-

ekonomi yang baru bertumbuh seperti Kamboja, India dan Vietnam. Disparitas

semacam ini menyebabkan pergerakan barang-barang di dalam dan lintas perbatasan

Page 12: ASEAN Free Trade Area

menjadi sangat sulit. Oleh karenanya untuk menanggulangi hal ini, maka ASEAN harus

membereskan empat bidang utama keragaman ini, yaitu: (a) infrastruktur; (b)

Kapabilitas; (c) e-Niaga (e-commerce) dan (d) Organisasi. Secara umum, kendala

kapabilitas merupakan akibat dari kelangkaan orang-orang yang trampil, kelangkaan

dan ketidakmampuan teknologi, dan/atau ketidak-efisienan akses ke penyedia jasa

logistik pihak ketiga (third-party logistics provider). ASEAN juga memperlihatkan

ketidak-konsistenan kualitas dan ketersediaan infrastruktur transportasi yang

menyebabkan terhambatnya arus barang-barang di dalam kawasannya, dan

menambah biaya yang signifikan bagi operasi logistiknya. [8]

5. Pengkoneksian Wilayah untuk melayani Rantai Pasokan

Menyadari kelemahan-kelemahan ini, ASEAN lalu bertindak untuk mengatasinya

dengan mengadopsi apa yang disebut sebagai “Master Plan on ASEAN Connectivity”

(Rencana Induk Konektivitas ASEAN) yang ditetapkan di Hanoi, Vietnam pada bulan

Oktober 2010. Dinyatakan bahwa Rencana Induk tersebut mempunyai rencana aksi

(plan of action) bagi pelaksanaan secepatnya pengkoneksian ASEAN di tahun 2011-

2015 melalui peningkatan pembangunan infrastruktur fisik (konektivitas fisik);

kelembagaan yang efektif serta mekanisme dan prosesnya (konektivitas kelembagaan);

serta pemberdayaan rakyat (konektivitas rakyat-ke-rakyat). Melalui peningkatan

konektivitas ASEAN ini, maka jaringan produksi dan distribusi di kawasan ASEAN akan

semakin diperdalam, diperlebar dan semakin menyebar ke perekonomian Asia Timur

dan global.

Untuk konektivitas fisik, termasuk di dalamnya pembangunan jalan dan jaringan jalan,

jaringan kereta api, infrastruktur pelabuhan dan maritim termasuk pelabuhan kering,

jalan air ke dalam (inland waterways) dan fasilitas penerbangan, infrastruktur digital,

serta sektor kelistrikan. Hal ini memerlukan perbaikan atas infrastruktur yang sudah

ada, pembangunan infrastruktur baru dan fasilitas logistik, harmonisasi kerangka

regulasi, serta penumbuhan budaya inovasi. Dalam hal konektivitas kelembagaan, ini

termasuk halangan lintas perbatasan atas pergerakan kendaraan, barang-barang, jasa-

jasa, serta tenaga trampil. Untuk mencapai ini, maka ASEAN harus terus melanjutkan

upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan non-tarif guna memfasilitasi perdagangan

dan investasi di dalam ASEAN sendiri, harmonisasi standard dan penyesuaian

Page 13: ASEAN Free Trade Area

prosedur-prosedur penilaian, serta mengoperasionalkan kesepakatan fasilitasi

transportasi kunci, termasuk di dalamnya ASEAN Framework Agreement on the

Facilitation of Goods in Transit (AFAFGIT), ASEAN Framework Agreement on the

Facilitation of Inter-State Transport (AFAFIST), dan ASEAN Framework Agreement on

Multimodal Transport (AFAMT), guna mengurangi biaya perpindahan barang lintas

perbatasan.

Tambahan lagi, para anggota Negara ASEAN perlu sepenuhnya melaksanakan

Jendela Tunggal Nasional (National Single Windows) masing-masing negara ke arah

realisasi Jendela Tunggal ASEAN (ASEAN Single Window/ASW) di tahun 2015 untuk

menciptakan kelancaran arus barang-barang, baik diantara maupun didalam

perbatasan nasional. [9] Sebuah Pasar Penerbanganan Tunggal ASEAN (ASEAN

Single Aviation Market) dan sebuah Pasar Pelayaran Tunggal ASEAN (ASEAN Single

Shipping Market) juga akan ditargetkan guna menyumbang bagi arah perwujudan

sebuah Basis Produksi dan Pasar Tunggal. Intinya, ASEAN haruslah terus membuka

investasi secara progresif baik dari dalam ASEAN maupun dari luar kawasan ASEAN.

[10]

6. Pendekatan “Rebalancing Growth” dari OECD

Dalam kenyataannya program baru pembangunan infrastruktur transport dan logistik

ASEAN ini sangat didukung oleh OECD dalam laporan baru mereka berjudul “Tinjauan

Ekonomi Asia Tenggara” (Southeast Asia Economic Outlook) yang muncul pertama

kalinya di tahun 2010. OECD menyebutnya sebagai pendekatan “Menyeimbangkan

kembali Pertumbuhan” (Rebalancing Growth), sebuah pendekatan baru bagi ASEAN

untuk melaksanakan pembaruan kebijakan domestic (domestic policy reforms) yang

dibutuhkan untuk meraih manfaat sepenuhnya dalam menciptakan pasar regional

tunggal lewat realokasi sumber-sumber publik guna mendukung wilayah-wilayah

pertumbuhan baru.

OECD menyatakan bahwa ASEAN memerlukan metode pembiayaan baru yang dapat

dilakukan melalui pemromosian investasi infrastruktur swasta di Asia Tenggara.

Negara-negara Asia Tenggara perlu membiayai investasi infrastruktur dalam jumlah

yang besar, seperti jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan-pelabuhan, dan sistem

transportasi udara. Metode pembiayaan baru yang telah mengalami keberhasilan di

Page 14: ASEAN Free Trade Area

Negara-negara OECD, diantaranya adalah obligasi pendapatan infrastruktur

(infrastructure revenue bonds), yang dapat diterapkan bagi sektor transportasi di

negara-negara Asia Tenggara. Metode pembiayaan ini cocok untuk mendukung

pembangunan dan perawatan infrastruktur transport dalam bentuk Kemitraan Publik-

Swasta (Public-Private Partnerships/PPP), dimana pembangunan dan pengoperasian

jasa transport dapat menghasilkan pemasukan dari operasi sehari-harinya. Meskipun

demikian, infrastruktur lunak seperti kebijakan, regulasi dan prosedur, serta inisiatif dan

perjanjian multilateral perlu melengkapi pendekatan PPP ini. [11]

7. Pembangunan Koridor Ekonomi

Upaya besar lainnya yang telah dilakukan ASEAN adalah mencoba merealisasikan

konektivitas diantara negara-negara, dengan mengembangkan logistik, infrastruktur

fisik dan integrasinya ke dalam pembangunan ekonomi. Upaya ini dinamakan konsep

Pembangunan Koridor (Corridor Development) yang terdiri dari empat tahap

pengembangan:

1. Koridor Transport, yaitu yang secara fisik menghubungkan suatu daerah atau

suatu wilayah tertentu;

2. Koridor Multimodal, yaitu yang mempunyai lebih dari satu moda transportasi yang

dapat secara fisik menghubungkan koridor, misalnya jalan dan jalur kereta api;

3. Koridor Logistik, yaitu yang tidak hanya secara fisik menghubungkan suatu

daerah atau suatu wilayah, tetapi juga mengharmonisasikan kerangka kelembagaan

dari koridor tersebut guna memfasilitasi arus angkutan dan penyimpanannya secara

efisien, serta pergerakan orang dan informasi yang terkait;

4. Koridor ekonomi, yaitu yang dapat menarik investasi dan menghasilkan kegiatan

perekonomian di sepanjang daerah-daerah yang kurang berkembang di dalam koridor;

memerlukan keterhubungan fisik dan juga kerangka kelembagaan. [12]

Koridor ekonomi kini merupakan konsep utama yang menempatkan kesemuanya di

dalam satu atap, karena konsep ini mendukung pula pembangunan ekonomi regional

lewat mekanisme formal semacam FTA, kesatuan pabean (customs union) atau

kerangka pasar bersama (common market). Juga melalui mekanisme informal

semacam segitiga pertumbuhan (growth triangles) dan zona ekonomi khusus (special

economic zones). Koridor-koridor ekonomi telah dikembangkan di bawah Program

Page 15: ASEAN Free Trade Area

Kerjasama Ekonomi Sub-Wilayah Mekong Besar (Greater Mekong Sub-region

Economic Cooperation Program/GMS-ECP), dimana jalan-jalan utama telah

menghubungkan negara-negara ASEAN dengan China, serta menghubungkan ASEAN-

China dengan Asia bagian Selatan (Southern Asia). Sampai saat ini telah ada tiga

koridor ekonomi yang terdiri dari: (1) Koridor Ekonomi Timur-Barat (East-West

Economic Corridor/EWEC); (2) Koridor Ekonomi Utara-Selatan (North-South Economic

Corridor/NSEC); dan (3) Koridor Ekonomi bagian Selatan(Southern Economic

Corridor/SEC), yang kemudian ditambah lagi dengan dua sub-koridor, yaitu: (a) Sub-

Koridor Pantai bagian Selatan (Southern Coastal sub-corridor); dan (b) Sub-Koridor

Bagian Utara (Northern sub-corridor). Pengembangan koridor-koridor ekonomi ini lebih

lanjut akan menghubungkan China dengan Asia bagian Selatan, dan Negara-negara

ASEAN dengan Asia bagian Selatan di masa depan. [13] Sehubungan dengan ini,

China belum lama ini telah meluncurkan dana investasi infrastruktur sebesar US$ 10

milyar guna memperbaiki jalan, jalur kereta api, penerbangan dan hubungan

telekomunikasi informasi antara China dengan ASEAN. China juga menyediakan US$

15 milyar fasilitas kredit untuk mempromosikan integrasi regional dan konektivitas

regional. Dengan adanya strategi investasi global China, maka ini merupakan semacam

lepas landas bagi investasi lebih banyak lagi disepanjang rantai nilai di ASEAN. [14]

Semakin Intensifnya pengembangan model rantai pasokan di ASEAN telah semakin

memperdalam dan memperluas skala ekspansi ke arah daerah-daerah terpencil di

setiap negara ASEAN. Koridor ekonomi telah menciptakan upaya yang sangat luas

untuk membuka daerah-daerah baru di provinsi-provinsi yang jauh. Jasa transportasi

dan logistik semakin diperluas seiring dengan datangnya lebih banyak investasi dari

luar, terutama investasi di sumber-sumber alam dan komoditas pertanian yang

melimpah yang ada di hampir setiap negara-negara ASEAN. Bersamaan dengan itu

adalah kecenderungan ke arah perampasan tanah, karena investasi membutuhkan

sejumlah lahan yang luas yang dengan sendirinya akan mengancam tanah-tanah milik

masyarakat asli. Ekspansi koridor ekonomi akan menyebabkan dampak yang luas

kepada rakyat di pedesaan dan wilayah terpencil.

Page 16: ASEAN Free Trade Area

SUMBER : http://aseansupplychain.blogspot.com/2011/11/rezim-asean-baru-

dalam-rantai-pasokan.html diakses 02 Desember 2012