asam asetat

32
asam asetat III.4 Proses Pembuatan Asam Asetat III.4.1 Spesifikasi Bahan Baku & Katalis a. Methanol Metanol digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dengan metode karbonilasi methanol. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobic oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap methanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbondioksida dan air. b. Iodida Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodide: MaOH + HI MeI + H 2 O Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO) 2 I 2 ] - sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I 3 ] - c. Rhodium (cis−[Rh(CO) 2 I 2 ] ) Rhodium (cis−[Rh(CO) 2 I 2 ] ) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam asetat dalam skala industri. Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Struktur katalis kompleks Rhodium (cis[Rh(CO) 2 I 2 ] ) dapat dilihat seperti gambar berikut: d. Iridium ([Ir(CO) 2 I 2 ] )

description

gratiss

Transcript of asam asetat

Page 1: asam asetat

asam asetat

III.4 Proses Pembuatan Asam Asetat

III.4.1 Spesifikasi Bahan Baku & Katalis

a. Methanol

Metanol digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat dengan metode

karbonilasi methanol. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobic oleh

bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah

beberapa hari, uap methanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar

matahari menjadi karbondioksida dan air.

b. Iodida

Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil

iodide:

MaOH + HI MeI + H2O

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus

katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga

terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-

c. Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−)

Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam

asetat dalam skala industri. Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan

distribusi produk yang baik. Struktur katalis kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−) dapat

dilihat seperti gambar berikut:

d. Iridium ([Ir(CO)2I2]−)

Iridium ([Ir(CO)2I2]−) berperan sebagai katalis dalam proses pembuatan asam asetat

dalam skala industri.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam

campuran reaksi.Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2]– dapat dilihat seperti gambar berikut

III.4.2 Proses Pembuatan

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah;

karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi

alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan

teknik yang umum digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam

asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri

Page 2: asam asetat

kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui

metode-metode alternatif.

Teknik Karbonilisasi methanol

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini,

metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam

tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O

(2) CH3I + CO → CH3COI

(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dengan metode karbonilisasi

methanol yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis

kompleks Rhodium (cis−[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa menggunakan katalis

iridium ([Ir(CO)2I2]−)yang didukung oleh ruthenium.

a. Proses Monsanto

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas

City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan

dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip

pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO menghasilkan asam asetat

difasilitasi katalis rhodium.

Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,

1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida

CH3OH + HI CH3I + H2O

2. Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus

katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]-

sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-

3. Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks

seperti pada gambar 3 pada diagram reaksi berikut.

4. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi

sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk

ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III)

Page 3: asam asetat

5. Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas.

Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium

yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm.

6. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan

CH3COOH dan HI.

Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI

yang akan masuk dalam proses reaksi.dan melanjutkan siklus. Asam asetat yang dihasilkan

masuk dalam tangki pemurnian untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti

asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi.

b. Proses Cativa

Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari

metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan

katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks

Ir[(CO)2I2]–.

1. Metanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida.

2. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis

kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]-

3. Setelah terbentuk struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I -

akan keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru

[Ir(CO)3I]

4. Struktur ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan

dengan CH3

5. Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I - di sekitar

kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I-

membentuk CH3COI.

6. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH)

dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus

bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan

katalis.

7. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari

pengotor maka dilakukan destilasi.

Page 4: asam asetat

etanolC2H5OH.

Proses Pembuatan Etanol

Pembuatan etanol dari fermentasi umbi kayu dapat dilakukan dengan

beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah :

1. Tahapan pemurnian bahan baku

Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih

dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan

etanol. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap

pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan

(singkong) sebelum memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi

proses liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi

gula. (Hambali, E., dkk. 2008)

2. Tahap Hidrolisa

Kemudian umbi kayu dihidrolisa dengan menggunakan enzin atau asam untuk

mengubah sukrosa menjadi glukosa. Dengan memanfaatkan enzim pengurai pati dari

mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin yang tidak

terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia dari pati adalah

amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari glukosa yang merupakan

rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat dihidrolisis menghasilkan maltose

sedangkan amilopektin hanya akan terhidrolisis sebagian. Pati jagung yang

disakarifikasi akan menghasilkan 80% maltose dari total pati dan sisanya disebut

Page 5: asam asetat

limit dekstrin (Hidayat N., dkk. 2006). Enzim yang digunakan nzim alfa-amilase dan

gluko-amilase lalu dipanaskan selama 4 jam.

Reaksi yang terjadi di reaktor Hidrolisa :

C12H22O11 + H2O 2C6H12O6

Sukrosa Glukosa

3. Tahap Fermentasi

Proses peragian dilakukan di fermentor. Khamir yang digunakan didalam

fermentor adalah Saccharomycess cereviciae dengan lama fermentasi selama 36

jam. Bahan nutrisi yang digunakan pada fermentasi ini adalah H3PO4 dan (NH4)2SO4.

Pada fermentor terjadi konversi glukosa menjadi etanol berdasarkan reaksi :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Konsentrasi etanol yang dihasilkan berkisar antara 7 – 10% (Sumber : Riegel, 1992)

Fermentasi adalah proses pengubahan bahan organik menjadi suatu bentuk

kimia yang lain dengan menggunakan proses yang menghasilkan enzim dengan cara

penambahan mikroorganisme. Secara umum, khamir yang digunakan

Page 6: asam asetat

diklasifikasikan berdasarkan kemampuan khamir untuk menyerap oksigen. Proses

pengrusakan glukosa menjadi etanol dipengaruhi oleh rangkaian yang sangat kompleks

dimana reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

(Sukrosa) (Glukosa) (Fruktosa)

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + Panas/kalor

(Glukosa) (Etanol) (Karbon dioksida)

4. Tahap Pemurnian Produk

Untuk mendapatkan etanol murni, maka Saccharomycess cereviciae yang terikut

harus dipisahkan dengan filter press dan ditampung pada Bak penampung. Saccharomycess

cereviciae yang terpisah dikembangbiakan untuk dipergunakan kembali pada proses peragian

berikutnya.

5.Tahap Pemisahan Etanol Dari Larutan

Karena konsentrasi etanol yang diperoleh dari hasil fermentasi masih sangat rendah (

7 - 10 %), maka etanol tersebut didistilasi (KD-101) untuk memperoleh kadar etanol

yang diinginkan sesuai standar (96 %).(The Gasohol Handbook,1981). Setelah diperoleh

etanol yang sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan, kemudian etanol tersebut

dikondensasi (K-101) untuk mengubah etanol kedalam fasa cair. Etanol yang sudah berada

dalam fasa cair kemudian dialirkan kedalam tangki penyimpanan.

Page 7: asam asetat

polystirene• (C8H8)n

2.1. Reaksi Pembentukan Polistirena

1. Tahap Inisiasi

Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator. (Billmayer, 1970). Reaksi inisiasi dipicu oleh Benzoyl peroxide yang ketika dipanaskan pada suhu 900 akan terpecah menjadi radikal carboxyl yang segera terdekomposisi menjadi radikal phenyl

Sebuah Radikal Phenyl akan masuk pada Styrene yang akan membentuk radikal Benzylic. Reaksi ini memulai pertumbuhan rantai polimer

2. Tahap Propagansi

Page 8: asam asetat

Proses propagasi adalah proses pertumbuhan polimer sebagai akibat dari penggabungan monomer-monomer ke dalam rantai radikal aktif (Billmayer, 1970).

3. Tahap Terminasi

Proses propagasi dilanjutkan dengan proses terminasi yang merupakan proses penghentian propagasi (Billmayer, 1970).

Rantai ini akan terus memanjang dengan adisi ratusan hingga puluhan ribu unit styrene. Reaksi berantai iniakan berhenti ketika monomer habis.

2.2. Produksi Polistirena

1. Polimerisasi bulk (larutan)

Dalam industri umunya, polimerisasi bulk (larutan) disebut polimerisasi massa. Sebagian besar polistirena yang diproduksi sekarang ini menggunakan proses ini. Pada proses ini menggunakan sejumlah solvent yang biasanya adalah monomer stirena itu sendiri dan Etil Benzena. Ada 2 jenis polimerisasi bulk, yaitu :

Polimerisasi bulk batch

Beberapa produsen polistirena masih menggunakan proses ini, dimana

proses ini terdiri dari unit polimerisasi yang didalamnya terdapat tangki

polimerisasi berpengaduk dengan konversi di atas 80%. Larutan polimer

kemudian dipompa ke bagian finishing untuk devolatilisasi ataupun proses

polimerisasi akhir dan grinding. ( U.S. Patent, 1983)

Polimerisasi bulk continuous

Proses ini merupakan proses pembuatan polistirena yang paling banyak

digunakan. Ada beberapa jenis desain dimana beberapa diantaranya sudah

mendapatkan lisensi. Secara umum proses ini terdiri dari satu atau lebih

reaktor tangki berpengaduk (CSTR). CSTR ini biasanya diikuti oleh satu atau

lebih reaktor yang didesain untuk menangani larutan yang kental (viskositas

Page 9: asam asetat

tinggi). Reaktor ini didesain untuk memindahkan panas baik secara langsung

melalui koil maupun pendingin uap. Dengan menggunakan proses ini,

konversi monomer stirena menjadi polistirena dapat mencapai lebih dari 85%

berat. Polimerisasi diikuti terjadinya devolatilisasi yang terus menerus.

Devolatilisasi ini dapat terjadi melalui preheating dan vacuum flash chambers,

devoitizing extruders atau peralatan yang sesuai. Tingkat volatilitas dari 500

ppm stirena atau kurang dapat tercapai dengan peralatan khusus, meskipun

polistirena yang umum dikomersialkan mempunyai tingkat volatilitas sekitar

2000 ppm stirena. ( U.S. Patent, 1983)

2. Polimerisasi Suspensi

Polimerisasi suspensi adalah sistem batch yang sangat popular untuk tahapan

khusus pembuatan polistirena. Proses ini dapat digunakan untuk memproduksi kristal

maupun HIP. Untuk memperoduksi HIP, stirena dan larutan karet diolah dengan bulk

polymerized melalui fase inverse. Kemudian disuspensikan ke dalam air untuk

mendapatkan suspense air dan minyak dengan menggunakan sabun atau zat

pesuspensi. Kemudian butiran suspense ini dipolimerisasi lagi sampai selesai dengan

menggunakan inisiator dan pemanasan bertahap. Fase air digunakan sebagai heat

sink dan media perpindahan panas terhadap jaket yang dikontrol suhunya.

3. Polimerisasi Emulsi

Polimerisasi emulsi biasanya digunakan pada proses kopolimerisasi stirena dengan monomer atau polimer lain. Proses ini merupakan metode komersial yang jarang digunakan untuk memproduksi polistirena kristal atau HIP. Proses ini mempunyai persamaan dengan proses polimerisasi suspense kecuali bahwa butiran monomer yang digunakan dalam polimerisasi emulsi ini dalam ukuran mikroskopis. Air digunakan sebagai carrier dengan agen pengemulsi untuk memberikan partikel yang sangat kecil dan aktalis untuk mempercepat kecepatan reaksi.(Meyer,1984).

Jenis Produksi Kelebihan Kekurangan

1. Polimerisasi bulk

-bulk batch Prosesnya mudah.

Kemurnian Produk.

Alat-alat sederhana.

Produk yang dihasilkan

lebih seragam.

Kemurnian produk tinggi.

Pengontrolan suhu lebih

Sangat eksotermis.

Waktu pengerjaan

lama.

Membutuhkan

pengadukan dan

Page 10: asam asetat

-bulk continous mudah. alat recycle.

2. Polimerisasi

Suspensi

Tidak ada kesulitan dengan

panas polimerisasi.

Ketel untuk proses

polimerisasi sederhana.

Volatilitas dapat dikurangi

sampai pada tingkat yang

rendah dengan pemilihan

katalis dan suhu yang tepat.

Dimungkinkan

adanya kontaminasi

dari air dengan agen

penstabil.

3. Polimerisasi

Emulsi

Prosesnya cepat dan tidak

ada kesulitan dengan panas

polimeriasi.

Beberapa proses

polimerisasi yang tidak

mungkin dilakukan dengan

teknik lain tapi dengan

mudah dilakukan dengan

proses ini.

Dapat diterapkan untuk

polimeriasi secara kontinyu.

Dimungkinkan

terjadinya

kontaminasi polimer

dengan air dan agen

pengemulsi.

Berat molekul

polimer tinggi untuk

proses pembentukan

yang cepat dengan

menggunakan

injeksi.

Berdasarkan hasil pengamatan kelebihan dan kekurangan proses pembuatan High

Impact Polystyrene diatas, maka pada pra rancangan pembuatan High Impact Polystyrene ini

digunakan proses bulk continuous.

Proses pembuatan High Impact Polystyrene secara berkelanjutan dilakukan dengan

beberapa tahap proses, yaitu :

1. Tahap penyiapan bahan baku

a. Stirena

Stirena monomer sebagai bahan baku utama disimpan dalam bentuk cair

dalam tangki penyimpan (T-01) pada suhu 30Oc dan tekanan 1 atm, dialirkan ke

dalam mixer 1 (M-01) untuk dicampur dengan arus recycle dengan menggunakan

pompa sentrifugal P-01 dan selanjutnya dialirkan ke mixer 2 (M-02) yang

sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu oleh pemanas HE-01.

b. Etil Benzena

Etil Benzena sebagai pelarut disimpan dalam bentuk cair dalam tangki

penyimpan (T-02) pada suhu 30Oc dan tekanan 1 atm, dialirkan ke mixer 1(M-01)

Page 11: asam asetat

dengan menggunakan pompa sentrifugal P-02 dan selanjutnya bersama stirena dan

arus recycle dialirkan ke mixer 2 (M-02) yang sebelumnya dipanaskan terlebih

dahulu oleh pemanas HE-01.

c. Cis 1-4 polibutadiena

Cis 1-4 polibutadiena yang disimpan dalam bentuk padat dalam gudang (G-

01) pada suhu 30Oc dan 1 atm, diangkut dengan menggunakan bucket elevator

BE-01 menuju Hammer mill HM-01 untuk direduksi ukurannya dari 2,5 cm

menjadi 10 μm, kemudian polibutadiena yang tidak memenuhi syarat dan yang

melebihi ukuran dipisahkan di screner SC-01. Polibutadiena yang memenuhi

syarat dikirim ke mixer 2 (M-02) dengan menggunakan belt conveyor BC-01,

sedangkan yang melebihi ukuran akan menjadi limbah. Di mixer 2 (M-02) yang

dilengkapi dengan pengaduk, polibutadiena dicampur dengan bahan baku lainnya.

Supaya polibutadiena terlarut sempurna, maka mixer 2 (M-02) dioperasikan pada

suhu 105Oc dan tekanan 1 atm dengan waktu tinggal 4,5 jam. (US Patent,1983)

2. Tahap reaksi

Campuran stirena monomer, Etil Benzena, Polibutadiena dan inisiator Benzoil

Peroksida dimasukkan ke dalam reaktor (R-01) yang berupa tangki berpengaduk.

Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis sehingga diperlukan pendingin dengan

menggunakan jaket pendingin. Sebagai pendingin digunakan air yang masuk pada

suhu 30oC dan keluar pada suhu 45oC. Kondisi operasi dalam reaktor dipertahankan

pada suhu 137oC dan tekanan 1 atm selama 7,6 jam untuk mencapai konversi sebesar

85% (US Patent,1976).

3. Tahap akhir

Produk yang keluar dari reaktor berbentuk slurry dengan menggunakan pompa

sentrifugal P-05 dialirkan ke devolatilizer yang dioperasikan pada suhu 150oC dan

tekanan vacuum 0,5 atm untuk memisahkan sisa pereaktan dengan produk High

Impact Polystyrene berdasarkan titik didihnya. Sisa pereaktan yang berupa Stirena

monomer, Etil Benzena dikondensasikan di kondensor (C-01) dan hasil kondensasi

direcycle kembali sebagai bahan baku.

Produk High Impact Polystyrene yang telah terpisah dari sisa pereaktan

dengan suhu 150oC didinginkan terlebih dahulu di cooler (C-02) sampai suhu 30oC.

Kemudian dimasukkan ke Rotary Dryer (RD) untuk dikeringkan dengan efisiensi

Page 12: asam asetat

72%. Selanjutnya dalam pellet mill (PM) strand dipotong menjadi bentuk pellet,

kemudian HIP akan di teruskan ke screner (SC-02) untuk mendapatkan keseragaman

ukuran dan selanjutnya HIP akan dimasukkan ke dalam unit pengantongan pada

gudang (G–03).

Page 13: asam asetat

polietilenCH2=CH2

6 Proses Pembuatan Polyethylene

Polyethylene dapat dibuat dengan cara polimerisasi gas etilen, yang dapat dilakukan

dengan memberi gas hydrogen petroleum pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau

asetilen. Selain itu juga ada beberapa macam proses pembuatan produk polyethylene,

diantaranya:

a. High Presure Process

Dalam proses high pressure ini dapat digunakan 2 jenis reaktor yaitu autoclave

reaktor atau tubular reaktor (jacketted tube) yang mempunyai kondisi operasi yang

berbeda seperti :

• Autoclave reaktor

- Tekanan operasinya antara 150-200 Mpa (typical)

- Waktu tinggal 30-60 detik (typical)

• Tubular Reaktor

- Tekanan operasi yang digunakan antara 200-250 Mpa (typical)

- Temperatur reaksinya tergantung dari jenis inisiator oksigen maka temperatur

reaksinya 1900oC dan jika menggunakan inisiator peroxycarbonate maka

temperatur reaksinya menjadi 1400oC.

b. Suspension (Slurry) Process

Dalam proses ini polyethylene disuspensikan dalam diluent hidrocarbon untuk

mempermudah proses. Ada 2 macam proses dalam suspension (slurry) proses, yaitu

autoclave process dan loop reaktor process.

• Autoclave Process

- Tekanan operasinya 0.5-1 Mpa (typical)

- Temperatur reaksinya antara 80-900oC (typical)

Page 14: asam asetat

- Diluent yang digunakan adalah hexane

- Katalis yang digunakan dicampur dengan alkyl alumunium

• Loop Reactor Process - Tekanan operasinya 3-4 Mpa (typical)

- Temperatur reaksinya 1000oC (typical)

- Diluent yang digunakan adalah isobutene

- Jika menggunakan Philip type maka katalisnya adalah campuran Ti dan Alkyl

alumunium

c. Gas Phase Process

Union Carbide banyak menggunakan proses ini dengan menggunakan reaktor

fluidized bed. Disebut gas phase process karena hampir semua bahan baku disuplai

dalam bentuk gas.

i. Tekanan operasi yang digunakan antara 0.7-2 Mpa (typical)

ii. Temperatur reaksinya antara 80-100 oC (typical)

iii. Poison catalyst : CO2, CO, H2O

Dalam Pra-rancangan pembuatan Pabrik Linear Low Density Polyethylene

(LLDPE) ini dipilih proses Gas Phase (Unipol). Pemilihan proses dilakukan dengan

memperhatikan :

• Pengoperasiannya mudah karena proses yang sederhana dengan unggun

terfluidisasi menyebabkan proses lebih stabil dan fleksibel

• Dengan menggunakan fase gas dan tidak adanya solvent, kemungkinan

terjadinya aglomerasi lebih kecil

• Kebutuhan Utility Plant sedikit

• Produk yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi

• Konversi reaksi yang diperoleh mencapai 98 % sehingga secara ekonomis

proses ini layak dibuat dalam skala pabrik

Page 15: asam asetat

etil benzenC6H5CH2CH3

3.1. Proses Pembuatan Etil Benzena

a. Proses Pembuatan Ethylbenzene dengan Fase Cair

Proses pembuatan ethylbenzene fase cair telah dikembangkan

oleh perusahaan-perusahaan Badger Company, Dow Chemical,

BASF, Shell Chemical, Monsanto, Societe Chimique Des

Cahrbonnages,Cosden Oil and Gas Company, and Union Carbide.

Union Carbide beroperasi pada tekanan diatas 125 psig dan

temperature 80 sampai 1300C. Tetapi proses Monsanto merupakan

proses yang paling komersial dan paling modern. Katalis yang

digunakan dapat berupa AlCl3, ethylchloride atau HCl. Tetapi yang

paling umum digunakan adalah AlCl3, pada suhu 40 sampai 1000C.

Alkilasi benzene dengan katalis AlCl3 merupakan reaksi eksotermis (

H = -114 kJ/mol ) dan berlangsung sangat cepat. Katalis promoter

yang berupa ethylchloride atau HCl akan dapat mengurangi

konsumsi AlCl3.

Reaksi yang terjadi pada proses fase cair menurut Kirk Othmer

(1981) sebagai berikut :

C6H6 + C2H4C6H5CH2CH3

Pada proses Monsanto yang telah dikembangkan menggunakan

dua reaktor. Pada reaktor pertama terjadi reaksi alkilasi antara

benzene dengan ethylen pada tekanan lebih rendah dibandingkan

pada proses fase gas, yaitu 70-150 psig dan temperature 300-3500F.

Perbandingan mol benzene dan ethylen dalam reaktor adalah 3:1

Page 16: asam asetat

sampai 5:1. Perbandingan AlCl3 dan C2H4 adalah 0,001-0,0025. Pada

reaktor transalkilasi terjadi reaksi antara benzene sisa dan

polyethyllbenzene yang direcycle. Produk keluar reaktor transalkilasi

selanjutnya dikirim ke neutralizer untuk menghilangkan HCl dan

katalis yang terdapat didalam produk reaktor. Setelah produk yang

keluar bebas dari impuritas, produk dipisahkan dengan tiga menara

distilasi. Pada kolom pertama benzene di recycle untuk

dikembalikan ke reaktor alkilasi. Pada kolom kedua menghasilkan

produk ethylbenzene. Produk atas dari kolom ketiga adalah

polyethyllbenzene dan tars, yang dapat digunakan sebagai bahan

bakar. Karena kebutuhan katalis sangat sedikit, maka tidak

dibutuhkan regenerasi katalis. Jadi garam-garam yang dihasilkan

dari neutralizer sistem bisa langsung dibuang dan dikirim ke sistem

pengolahan limbah. Produk keluar kolom distilasi kemurniannya

minimum 99,7% berat.

b. Proses Pembuatan Ethylbenzene dengan Fase Gas

Proses ini menggunakan bahan baku benzene yang dialkilasi

dengan ethylen menggunakan katalis BF3, ZMS-5 atau bisa juga

menggunakan silika alumina. Tekanan dalam rektor sangat tinggi,

yaitu sekitar 6000 kPa (870 psi) dan temperatur lebih dari 3000C.

Dengan menggunakan rasio benzene terhadap ethylen yang cukup

besar dapat meminimumkan terbentuknya polyethylbenzene.

Konversi terhadap ethylen di reaktor alkilasi antara 98-99%.

Page 17: asam asetat

Pembuatan ethylbenzene pada fase gas mulai dikenal sejak

tahun 1940. Sampai saat ini dikenal dua macam proses dalam

alkilasi fase gas, yaitu :

1) Proses Alkar

Proses Alkar merupakan proses yang dikembangkan oleh

Universal Oil Product ( UOP ) pada tahun 1958. Proses ini dapat

menghasilkan ethylbenzene dengan kemurnian tinggi. Katalis

yang digunakan adalah BF3 (boron trifluoride). Katalis ini sangat

sensitif terhadap air, senyawa sulfur dan oksigen. Bahkan dengan

adanya jumlah air kurang dari 1 mg/kg reaktan akan

menghidrolisa BF3. Karena itu, baik ethylen maupun benzene yang

masuk reaktor harus dengan kondisi anhidrous. Reaksi alkylasi

terjadi pada tekanan tinggi (2,5-3,5 MPa : 25-35 bar) dan

temperatur rendah (100-1500C). Umpan masuk reaktor biasanya

menggunakan rasio molar antara ethylen:benzene adalah 0,15 :

0,2. Suhu masuk reaktor dikontrol oleh recycle masuk reaktor.

Produk dari reaktor tersebut dipisahkan dengan separator.Hasil

bawah dimasukkan ke benzenecolumn untuk memisahkan

benzene dan produk ethylbenzene.Hasil atas direcycle dan

dicampur dengan umpan benzene.Hasil bawah diumpankan

kedalam ethylbenzene column.Cairan jenuh dari benzene column

dipisahkan di ethylbenzene column menjadi ethylbenzene sebagai

hasil atas dan diethylbenzene sebagai hasil

bawah.Poliethylbenzene selanjutnya dipurging untuk mengurangi

tumpukan atau impurities. Keuntungan dari proses ini adalah

sedikit menimbulkan korosi dari pada proses fase cair dan

kemurniannya bisa mencapai 99,9%. Proses alkar dapat

dioperasikan dengan konsentrasi ethylen pada umpan sebesar 8-

10% mol ethylen, tetapi karena katalisnya sangat sensitif, maka

perlu dilakukan pemurnian bahan baku terlebih dahulu sebelum

masuk reaktor untuk menghilangkan senyawa sulfur, oksigen dan

air.

Page 18: asam asetat

Reaksi yang terjadi pada proses Alkar menurut Kirk Othmer

(1981) sebagai berikut :

C6H6 + C2H4C6H5C2H5

½ C6H6 + C2H4½ C6H4 ( C2H5)2

 

2) Proses Mobil Badger

Proses ini dikembangkan sejak tahun 1970-an oleh Mobile Oil

Corporation dengan menggunakan katalis zeolit sintetis (ZMS-5).

Sama seperti proses alkar, proses ini terdiri dari dua proses

utama yaitu reaksi dan distilasi. Pada bagian reaksi, fresh dan

recycle benzene dipreheater dan kemudian diuapkan untuk

selanjutnya bersama-sama dengan recycle alkyl aromatis dan

ethylen segar dimasukkan ke dalam reactor fixed bed. Produk

reaktor selanjutnya dikirim ke bagian distilasi. Pada bagian

distilasi prosesnya hampir sama dengan proses fase cair, yaitu

terdiri dari kolom recovery benzene dan kolom pemurnian

ethylbenzene. Benzene yang tidak bereaksi dan diethylbenzene

yang terbentuk dikembalikan lagi ke reaktor. Katalis ZMS-5 berisi

silica-alumina bersifat tidak korosif dan tidak mencemari

lingkungan karena silica-alumina inert di lingkungan.

Page 19: asam asetat

Reaksi yang terjadi pada proses Mobil Badger adalah sebagai

berikut :

C6H6 + C2H4C6H5CH2CH3

C6H5CH2CH3 + C2H4C6H4(C2H5)2

C6H4(C2H5)2 + C6H6 2C6H5CH2CH3

Proses reaksi berjalan pada tekanan 20-30 bar, temperatur

300-5000C dan rasio antara benzene dan ethylen sebesar

8:1.Konversinya bisa mencapai 85-90%.

c. Perkembangan baru

Dow Chemical dan Snamprogetti sedang mengembangkan

proses untuk membuat etilbenzena / stirena dari etana dan benzena.

Proses ini menggabungkan dehidrogenasi etana dan etilbenzena

dalam satu unit dan mengintegrasikan proses penyusunan etilena,

etil benzena, dan styrena. Proses ini diklaim memiliki biaya yang

lebih rendah daripada proses konvensional untuk stirena, sebagian

besar berasal dari biaya rendah dari etana dalam kaitannya dengan

etilen. rancangan  telah beroperasi sejak tahun 2002 dan diprediksi

dapat dikomersialisasi pada akhir dekade.

Page 20: asam asetat

anilinc6h5nh2. Proses Pembuatan Anilin

1. Aminasi Chlorobenzen

Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amoniak cair, dalam

fasa cair dengan katalis Tembaga Oxide dipanaskan akan menghasilkan  85 - 90 % anilin.

Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah Tembaga Khlorid yang terbentuk

dari hasil reaksi samping ammonium khlorid dengan Tembaga Oxide. Mula - mula

amoniak cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan chlorobenzen

dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran

chlorobenzen dengan amoniak dilewatkan ke preheater kemudian masuk ke reaktor

dengan suhu reaksi 235 °C dan tekanan 200 atm.

2. Reduksi Nitrobenzen

Proses pembentukan menggunakan proses hidrogenasi nitrobenzene yang

reaksinya adalah:

C6 H 5 N O2+3 H 2 silikagel→

C6 H 5 N H 2+2 H 2O

Aniline yang dibuat dengan proses ini dibuat dengan nitrobenzene

sebagai bahan baku utama serta menggunakan tembaga sebagai katalis.

Katalis dibuat dari silica hidrogel diatas adsorbed cupproaammonium

sulfate. Katalis yang berbentuk powder ( 10-20 % tembaga ) (20- 150 µm)

diaktifkan didalam tempat sebuah reactor melalui perlakuan dengan

hydrogen pada suhu 250 C.

Campuran antara nitrobenzene dengan uap hydrogen umpan melalui

piringan kedalam dasar fluidizied bed mempertahankan suhu 270 C dengan

tekanan 5 Psi. Kelebihan panas dari reaksi diubah dengan sirkulasi, pada heat

transfer dingin melalui pipa suspense di dalam bed katalis. Gas yang keluar

disaring secara bebas,dari katalis yang masih baik pada pemisah penyaring

stainless steel pada bagian atas reactor. Produk gas yang sudah disaring

dikondensasi sehingga menjadi dingin kemudian dikirimkan kepemisah

cairan / didekanter. Ekses hydrogen dikembalikan pada proses awal untuk

Page 21: asam asetat

digunakan sebagai bahan baku. Lapisan paling bawah pada cairan didalam

separator ( aniline yang kotor mengandung kurang dari 0,5 % nitro benzene

dan 5% air) destilat dipindahakan ke boiler. Air dan uap aniline dilewatkan

diatas pemisah. Lapisan paling atas (cairan aniline) dari separator

dipompakan menuju kolom ekstrasi dimana melalui arah yang berlawanan

supaya nitro benzene dingin untuk mendaur ulang aniline yang terlarut.

Hidrogenasi tersebut bisa dibagi dua proses :

a. Reduksi fasa cair

Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam

( HCl ) serta adanya iron boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara

50 - 500 atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air,

dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :

     4 C6H5NO2  +  11 H2     ===>       4 C6H5NH2 +  8 H2O

( Faith and Keyes, DB, 1957 )

Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang

digunakan tinggi sehingga kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang

dihasilkan adalah 95 % ( John Wiley and Sons. Inc, 1957 ).

    b. Reduksi fasa gas

Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai

pereduksi adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan

katalisator Nikel Oksid, reaksinya sebagai berikut :

C6H5NO2  +  3 H2         ===>          C6H5NH2 + 2H2O

Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C

dan tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena

mengeluarkan panas. Yield yang dihasilkan pada prosese ini adalah 98 % dan

kemurnian dari hasil ( anilin ) yang tinggi ini ( 99 % ) mengakibatkan anilin dari segi

komersial dapat digunakan ( Faith and Keyes, DB, 1957 ).

Dari beberapa uraian diatas, pada pabrik kami dipilih pembuatan anilin dari

nitrobenzen dan gas hidrogen pada reduksi fasa gas adalah dengan pertimbangan

pemilihan proses karena :

·   Tekanan dalam proses relatif rendah

Page 22: asam asetat

·   Anilin yang dihasilkan dapat mencapai kemurnian sampai 99%

Yield yang dihasilkan 98 %

·    Potensi ekonomi lebih besar.asam terepthalatC6H4(COOH)2  

1. Jenis-Jenis Proses PembuatanAsam Terepthalat

1. Proses du Pont

Pada proses ini, udara (O2), p-xylene, dan HNO3 encer (30-40% berat)

dimasukkan ke dalam reactor dan reaksi terjadi pada fase cair. Gas NO yang

dihasilkan akan dioksidasi menjadi NO2 dan digunakan untuk memproduksi HNO3.

Kondisi reaktor dijaga pada suhu 165 oC dan tekanan 140 psig dan akan diperoleh

yield sebesar 80%.

Reaksi yang terjadi:

C6H4(CH3)2 + 3 O2 → (HOOC)C6H4(COOH)

  p-xylene                                           asam terepthalat

Pemakaian HNO3 dalam proses ini memiliki beberapa kelemahan:

Pabrik HNO3 perlu didirikan di dekat lokasi pabrik asam terepthalat

dikarenakan kebutuhannya besar, yaitu 2 lb/lb p-xylene

Proses yang terjadi sangat eksplosif

Produk mengandung impuritas nitrogen

2. Proses Eastman-Kodak

Eastman-Kodak Company memproduksi asam terepthalat secara konvensional

dengan proses oksidasi fase cair. Bahan baku yang digunakan adalah para-xylene,

asam asetat sebagai solvent, Co(II) asetat sebagai katalis, dan asetaldehid. Asetaldehid

digunakan sebagai promoter oksidasi dan akan teroksidasi menjadi asam asetat

sebagai produk samping. Kondisi operasi berlangsung pada suhu 121-177 oC dan

tekanan 100-200 psig. Konversi yang dihasilkan hanya sebesar 82% mol.

3. Proses Henkel

Page 23: asam asetat

Proses ini dimulai dengan reaksi oksidasi naphthalene menjadi pthalic

anhydride, kemudian diubah menjadi monopotassium o-pthalat dan dipotassium o-

pthalat. Dipotassium o-pthalat diisomerisasikan pada suhu 100-130 oC dan tekanan

145-725 psi. Hasil dari proses isomerisasi ini adalah dipotassium terepthalat yang

kemudian dilarutkan ke dalam air dan direcycle ke awal proses. Kristal asam

terepthalat yang terbentuk diambil dengan filtrasi dan dikeringkan.

4. Proses Amoco

Pada proses ini, reaksi oksidasi paraxylene oleh udara terjadi pada fase cair

dengan menggunakan asam asetat sebagai solvent, Co(II) asetat sebagai katalis.

Kondisi operasi reaktor dijaga pada suhu 175-250 oC dan tekanan 220-435 psia. Asam

asetat setelah dipisahkan akan dimanfaatkan kembali sebagai umpan reaktor.

Keuntungan proses ini:

Konversi paraxylene mencapai 98% mol dan yield asam terepthalat yang

dihasilkan minimal 95%.

Menghasilkan kemurnian produk yang lebih dari 99%