ARUS LISTRIK STASIONER

download ARUS LISTRIK STASIONER

of 18

Transcript of ARUS LISTRIK STASIONER

ARUS LISTRIK STASIONER 7-1. Arus Konduksi Dan Konveksi Dalam bab yang terdahulu kita telah membicarakan muatan- muatan dalam keadaan diam atau berhenti. Dalam bab ini kita akan membicarakan muatan- muatan dalam keadaan bergerak. Dengan demikian kita akan membicarakan juga konduktorkonduktor listrik, karena berdasarkan keterangan dalam Bab I, konduktor adalah bahan yang membawa muatan- muatan bebas untuk bergerak. Berdasarkan ini, apa yang dinamakan konduktor tidak terbatas pada konduktor- konduktor konvensional, misalnya logam dan alloys melainkan juga semikonduktor, elektrolit, gas terionisir, dielektrik tak sempurna, bahkanruangan vakum didekat suatu termionik emitting katode. Kebanyakan konduktor membawa muatan electron, dalam hal yang lain muatan dapat dibawa oleh muatan positif maupun negative. Muatan yang bergerak merupakan arus dan proses perpindahan muatan disebut konduksi. Mari kita pelajari proses perpindahan muatan dalam berbagai konduktor pertamatama kita selidiki prosesnya pada logam. Dalam logam, arus keseluruhan dibawa oleh electron, sedangkan ion- ion positif berat berada pada posisi- posisi tertentu dan teratur dalam struktur Kristal. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 7-1. Hanya electronelectron valensi(yang berada di kulit terluar) yang bebas mengambil bagian dalam proses konduksi: electron- electron yang lain terikat dengan erat pada ion- ionnya.

Gambar 7-1 Dalam elektrolit, arus dibawa oleh ion-ion positif dan ion- ion negatif, tetapi terkadang karena satu macam ion- ion tertentu bergarak lebaih cepat daripada ion yang lain maka konduksi dari ion macam pertama biasanya yang lebih menonjol. Perlu diperhatikan bahwa ion- ion positif dan negatif yang bererak dengan arah yang berlawanan itu (lihat gambar 7-2) menimbulkan arus dengan arah yang sama.

Gambar 7-2 Dasar dari kenyataan ini adalah karena muatan netto yang dipindahkan melalui suatu titik tertentu bergantung pada tanda dari pembawa muatan dan arah garakanya. Jadi, dalam gambar 7-2 baik pembawa- pembawa muatan positif maupun negative menghasilkan arus yang arahnya kekanan. Berdasarkan konvensi, arah gerak dari pembawa muatan muatan positif diambil sebagai arah dari arus. Pada umumnya,Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

1

arus listrik timbul diakibatkan oleh suatu kuat medan listrik. Jika suatu kuat medan listrik bekerja pada sebuah konduktor, medan itu akan mengakibatkan pembawa muatan positif bergerak searah dengan arah medan dan pembawa muatan negative bergerak dengan arah yang berlawanan dengan arah medan. Jadi arus yang dihasilkan dalam proses tersebut mempunyai arah yang sama denga arah medan. Dalam gas discharge, arus dibawa oleh electron dan ion positif, tetapi karena electron jauh lebih bebas jika dibandingkan dengan ion- ion yang berat itu, praktis seluruh arus dibawa oleh electron. Konduksi gas adalah proses yang sangat mustahil, karena banyaknya electron dan ion sangat bergantung pada kondisi- kondisi percobaan. Hal- hal yang sangat menentukan terutama dan tekanan gas dan beda potensial. Dalam kondisi tertentu dapat terjadi proses kaskade, dimana ion- ion tertentu bergerak dengan cepat dan mengadakan tabrakan- tabrakan yang tak elastic dengan atom- atom netral, sehingga menghasilkan ion- ion dan electron- electron baru. Ion-ion baru ini dapat juga mengalami tabrakan yang serupa, sehingga hasilnya adalah adanya kenaikan pembawa muatan yang sangat pesat sekali. Arus yang kita bicarakan saat ini adalah arus- arus konduksi. Arus- arus ini merupakan drift motion dari pembawa muatan melalui medium, sedangkan medium itu sendiri ada dalam keadaan diam. Cairan dan gas dapat mengalami gerak hidrodinamik, dan jika medium memiliki suatu kerapatan muatan, maka gerak hidrodinamik itu akan menghasilkan arus. Arus semacam itu timbul akibat perpindahan massa, dinamakan arus konveksi. Arus konveksi merupakan suatu masalah yang penting dalam listrik udara. Gerak partikel bermuatan dalam vakum(seperti msalnya elekton dalam suatu diode vakum) juga merupakan arus konveksi. Dalam pembicaraan selanjutnya pada bab ini, kita hanya membahas arus konduksi saja, disamping itu akan dibahas juga hubungan- hubungan yang penting tentang sifat- sifat arus listrik stasioner, disini diartikan arus listrik searah yang konstan terhadap waktu. Medan-medan yang menimbulkannya juga konstan terhadap waktu, jadi merupakan medan- medan statis. 7-2. Kerapatan Arus, Persamaan Kontinuitas Dan Hukum Kirchhoff I Salah satu dari besaran yang terpenting tentang arus listrik, terutama jika arus itu melalui saluran yang penampangnya kecil, adalah kekuatan arus listrik(selanjutnya akan disebut arus listrik saja), yang biasanya ditulis dengan simbol ini. Muatan total yang melalui suatu penampang per-detik sama dengan arus listrik dalam konduktor itu. Misalkan konduktor itu adalah seutas kawat yang luas penampangnya sama dengan A, dan dq adalah muatan yang melalui penampang tersebut dalam waktu dt. Jadi : dq i= (7-1) dt dimana q = q (t) adalah muatan netto yang dipindakan dalam waktu t. satuan dari arus dalam sistim MKS adalah ampere, untuk menghormati Andre Marie Ampere, seorang ahli fisika berkebangsaan prancis. Jadi: 1 ampere = 1 coulomb/detik Banyaknya muatan listrik yang lewat per satuan waktu per satuan luas serta tegak lurus pada arah aliran titk manapun juga didefinisikan sebagai kerapatan arus pada

titik itu. Besaran itu adalah besaran vektor dan dinyatakan dengan simbol J . Satuan dari J dalam sistem satuan MKS adalah ampere/ m2. Jelaslah bahwa banyaknyaKelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

2

muatan yang mengalir per satuan waktu melalui suatu luas dA yang garis normalnya

membentuk sudut dengan J adalah J dA cos atau J . dA . Arus yang melelui permukaan S dinyatakan oleh persamaan: i=

s

J . dA

(7-2)

Jika kita meninjau permukaan manapun juga, integral luas dari aliran keluar yang arahnya tegak lurus permukaan itu harus sama dengan penurangan banyaknya muatan persatuan waktu di dalam permukaan tertutup itu. Hal ini dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: dq (7-3) i = J . dA = dt s Kerapatan J dan kerapatan muatan bukanlah besaran- besaran yang bebas, tetapi dihubungkan pada tiap titik oleh suatu persamaan diferensial, yang terkenal dengan nama persamaan kontinuitas. Persamaan itu itu didapat berdasarkan kenyataan bahwa muatan itu tidak dapat diciptkan maupun dihancurkan. Persamaan kontinuitas itu dengan mudah dapat diturunkan dari persamaan 7-2 untuk suatu permukaan tertutup S. penggabungan persamaan 7-1 dengan persamaan 7-3 untuk permukaan tertutup menghasilkan: dq i= = - J . dA = - div J dv (7-4) dt s v dimana integral yang terakhir itu dieroleh berdasarkan teorema divergensi. Marilah kita buktikan teorema divergensi dengan pembuktian dibawah ini. Gambar 7-3 menggambarkan suatu volume elementer

Gambar 7-3 v yang ditempatkan dalam suatu medium konduksi. Kerapatan arus J adalah suatu vector yang arahnya sama dengan arus. Pada umunya, terdapat komponen-komponen tegak lurus yang berbeda- beda tergantung pada posisi. Hasil kali kerapatan arus dan luas dari suatu sisi dari suatu elemen voleume itu menghasilkan arus yang mengalir melalui sisi. Arus yang mengalir keluar dari volume itu ditandai dengan tanda positif dan arus yang mengalir masuk ditandai dengan tanda negatif.

Integral dari komponen normal dari J pada permukaan volume tersebut sama dengan jumlah arus yang keluar untuk keenam sisi dari elemen volume itu, atau

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

3

s

J . dA = (

Jx Jy Jz + + ) x y z x z y

(7-5)

Dalam hal ini x y z = v, dengan membagi integral tersebut dengan v dan mengambil limitnya dengan v mendekati nol, maka kita dapatkan:

Karenanya untuk volume sembarang V yang dibatasi oleh bidang tertutup S berlakulah rumus 7-4 yang diperoleh berdasarkan teorema divergensi yang baru saja kita buktikan. Jelas dari persamaan 7-1 bahwa : dq d = i= dv (7-7) dt dt s Karena volume V adalah tertentu, maka diferensiasi terhadap waktu hanya bekerja terhadap fungsi . Tetapi, merupakan fungsi dari posisi dan juga dari waktu, sehingga turunan waktu merupakan turunan parsial terhadap waktu jika operator itu kita geserkan kedalam integral. Jadi dv (7-8) i= t v Persamaan- persamaan itu , 7-4 dan 7-8 dapat kita gabungkan dan akan menghasilkan: ( (7-9) + div J ) dv = 0 t v Tetapi V adalah sama sekali sembarang, dan salah satunya jalan behwa persamaan 7-9 dapat berlaku untuk suatu segmen volume sembarang dari medium itu adalah jika integrannya sama dengan nol pada tiap titik. Jadi dapat kita tuliskan : + div J = 0 (7-10) t Persamaan 7-10 ini terkenal dengan nama persamaan kontinuitas dalam bentuk diferensial pada suatu titik. Dalam keadaan stasioner yang dengan tepat dicapai untuk konduksi metalis, misalnya dq / dt = 0 atau / dt= 0, karena kalau tidak demikian akan terjadi penambahan atau pengurangan muatan setara tetap pada titik titik tertentu. Karena itu, persamaan dasar untuk arus stasioner adalah :

s

J . dA = 0

(7-11)

Persamaan ini menyatakan bahwa: dalam keadaan stasioner tidak terdapat aliran netto melalui permukaan tertutup manapun juga. Akibat langsung dari pernyataan ini adalah banwa garis- garis aliran listrik selalu tertutup. Perlu diperhatikan perbedaan antara keadaan ini dengan apa yang sudah dipelajari dalam elektrostatika dimana garis- garis perbedaan listrik berasal dari muatan positif dan berakhir pada muatan

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

4

negatif dan untuk yang terakhir berlaku teorema Gauss

D . dA = q. Disamping itu

persamaan 7-11 itu berlaku untuk volume apapun juga. Misalnya, volume itu dapat keseluruhannya berada di dalam suatu medium konduksi, atau dapat juga hanya sebagiannya diisi dengan konduktor. Konduktor itu dapat berbentuk suatu jala kerja (network) di dalam volume tersebut atau dapat bertemu pada suatu titik. Persamaan yang lain yang dapat kita tuliskan dari persamaan 7-10 adalah

div J = 0 (7-12) Persamaan 7-12 itu adalah suatu hubungan titik. Misalnya, persamaan itu berlaku untuk tiap titik dalam suatu konduktor dimana terdapat aliran arus listrik. Persamaan itu menyatakan arus-arus stasioner tidak memiliki sources atau sinks. Suatu fungsi vektor difergensinya sama dengan nol, seperti dalam persamaaan 7-21 dinyatakan solenoidal. Persamaan 7-11 dan 7-12 merupakan bentuk integral dan diferensial dari hukum kirchhoff 1 (hukum arus kirchhoff) dalam bentuk yang paling umum. Dalam keadaan khusus, dimana gerak muatan listrik melalui salauran-saluran konduktor (misalnya, kawat-kawat logam), seperti nampak dalam gambar 7-4

Gambar 7-4 hukum kirchhoff 1 dapat dituliskan sebagai berikut : n k 1 i k = 0

(7-13)

Dimana ik adalah besarnya arus dalam saluran yang menembus bidang batas dari volume yang kita tinjau dan arah positif dari arus adalah dari volume tersebut keluar. Jika diuraikan dengan kata-kata, maka persamaan 7-13 akan berbunyi sbb : jumlah aljabar dari arus-arus pada suatu sambungan adalah sama dengan nol. Sebelum menggunakan hukum kirchhoff 1 dan 2, pada sesuatu persoalan khusus perlu terlebih dahulu ditentukan arah-arah arus dalam setiap cabang dari rangkaian yang kita bahas. Arah-arah itu ditunjukkan dalam diagram rangkaian. Kedua persamaan/ hukum kirchhoff itu kemudian dipergunakan berdasarkan arah-arah yang sudah ditentukan itu. Jika dijawab numerik dari persamaan-persamaan itu menghasilkan suatu harga negatif untuk sesuatu arus tertentu, maka arah yang benar dari arus itu adalah berlawanan dengan arah yang ditentukan sebelumnya. 7-3. Konduktivitas dan Hukum Ohm Untuk membahas masalah konduktivitas dan hukum ohm ini, pertama-tama akan kita bicarakan mengenai karakteristik fisis dari konduktor. Didalam ini tidak terdapat bahan dielektrik (isolator) sempurna, yaitu bahan yang mempunyai tahanan yang nilainya tak terhingga bagi aliran muatan listrik. Juga terdapat bahan konduktor sempurna, yaitu bahan yang mempunyai tahanan yang nilainya sama dengan nol bagi aliran muatan listrik. Diantara berbagai bahan yang ada logam adalah bahan konduktor paling baik. Dengan medan listrik yang paling kecil saja akan terjadiKelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

5

perpindahan yang cepat dari muatan melalui sesuatu logam dengan dibarengi suatu perubahan yang irreversible dari energi listrik ke energi panas. Efek pemanasan joule ini merupakan suatu ukuran dari tahanan yang diberikan pda aliran arus itu. Untuk memahami dasar fisis dari tahanan suatu logam pada aliran arus listrik, kita perlu menyelidiki struktur materinya. Seperti kita ketahui logam itu terdiri atas ragangan-ragangan atom (atomic lattices) atau struktur-struktur kristalin dengan electron-elektron bebas yang tak terikat pada satu atom manapun juga. Electronelekton ini akan bergerak dengan arah yang berlawanan dengan gradient potensial. Gerakan ini dihambat oleh medan-medan interatomis dari ragangan itu. Meskipun ragangan Kristal umumnya tidak bersifat isotropis (contoh, gaya-gaya penghambat pada suatu electron konduksi lebih besar dalam arah-arah tertentu jika dibandingkan dengan arah-arah yang lain), konduktor-konduktor logam yang biasanya kita jumpai dalam praktek mempunyai struktur-struktur mikroskristal yang mozais dan tahanan terhadap aliran arus adalah sama dalam arah manapun juga. Selanjutnya akan kita lakukan anggapan bahwa antara medan listrik yang bekerja pada suatu logam dan besarnya arus yang diakibatkan terhadap hubungan linier. Konduktor semacam itu dinamakan konduktor linier atau ohmis. Kebanyakan logam mempunyai sifat linier, jika nilai arus yang melaluinya terletak disuatu daerah tertentu ( daerah arus ini cukup lebar). Karena itu kita dapat membayangkan suatu electron konduksi sebagai suatu partikel yang bergerak melalui suatu medium viskus dimana gaya perlambatan berbanding lurus dengan kecepatan. Jika e dan m adalah muatan dan masa dari sebuah electron dan k adalah gaya perlambatan efektif per-satuan kecepatan, maka persamaan gerak satu dimensional dari electron itu adalah : =e (7-14) Dalam keadaan stasioner dimana percepatan sama denagn nol, maka kercepatan electron tersebut sama dengan (e/k)Ex. Jika terdapat n electron persatuan volume dengan kecepatan sebesar itu, maka kecepatan perpindahan muatan melalui satu satuan luas yang tegak lurus pada medan, yaitu apa yang disebut kerapatan arus, sama denga ( perbandingan antara medan listrik dalam konduktor dengan kerapatan arus dinamakan resistivitas. Besaran ini biasa ditulis dengan simbul , dan besarnya sama dengan : (7-15) Kebalikan dari resistivitas adalah konduktivitas, dan biasa ditulis dengan simbul g. Satuan dan dalam satuan system satuan MKS adalah volt-meter / 1 ampere atau ohm- meter, dimana ohm didefinisikan sebagai : 1 ohm = 1 volt / 1 ampere. Satuan dari konduktivitas g adalah , atau mho/meter. Konsep tentang gerakan awan electron-elektron konduksi yang bergerak melalui rangka Kristal logam atas pengaruh medan listrik dan adanya gaya-gaya penghantar adalah suatu konsep yang sangat penting. Misalnya konsep tersebut dapat menjelaskan mengapa resistivitas dari suatu logam membesar dengan kenaikan temperatur. Hal ini disebabkan jika sesuatu logam dipanaskan, maka atom-atom yang membentuk/menyusun ragangan-ragangan itu akan mengalami gerak termis yang cenderung untuk merintangi aliran electron-elektron itu. Untuk temperatur-temperatur sekitar temperatur ruangan, resistivitas merupakan fungsi linier dari temperatur yang hubungannya dinyatakan oleh persamaan berikut :

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

6

(7-16) dimana : = koefisien temperatur dari tahanan. Resistivitas dari sejumlah bahan dapat dilihat dalam Tabel 7-1. Hanya logamlogam dan alloys dari logam-logam merupakan bahan-bahan ohmis. Beda nilai resistivitas antara konduktor dan isolator adalah besar sekali, seperti, seperti nampak dalam Tabel 7-1. Tabel 7-1 Resistivitas dan Koefisien Temperatur Bahan Resistivitas (pada 18C) Ohm-cm 2,94x 11,9x 3,5x 4,9x 4,4x sampai sampai sampai 1,78x 2,42x 13,9x 74,4x 15,9x 45,7x 20,8x 95,6 x 11,0 x 1,66 x 11,3 x 6,1 x 6,6 x 33 x Koefisien temperature per derajat C 38 x 42 x -5 x 2x

Alumunium Bismuth Karbon Konstantin (Cu 60%,Ni 40%) Manganin (Cu 84%,Mn 12%,Ni 4%) Gelas Karet keras Irradiated polyethylene Tembaga (drawn) Emas Besi (tempa) Besi (tuang) Baja (lunak) Baja (glass hard) Timbale Air raksa Platina Perak Timah Seng Kuningan German silver

38,8 x 36,5 x 62 x .. 42,3 x 16,1 x 43 x 7,2 x 37 x 38 x 36,5 x 36,5 x 10 x (2,3-6) x

Dari Tabel 7-1 jelas bahwa resistivitas dari berbagi bahan berbeda-beda satu dengan yang lain. Disamping bergantung pada macamnya bahan, resistivitas juga bergantung pada hal-hal sebagai berikut : a) medan maknit. Sebagai contoh dari bahan yang resistivitasnya bergantung pada medan maknit adalah bismuth. Karena sifat ini, maka sering kali bismuth digunakan untuk

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

7

mengukur besarnya medan maknit. Dan untuk ini bismuth dipasangkan pada sebuah jembatan Wheastone.

b) tekanan udara. Sebagai contoh bismuth lagi. Berdasarkan sifat ini, maka sering kali bismuth dipergunakan dalam manometer tekanan tinggi. c) cahaya. Sebagai contoh selenium. Sel-sel selenium mempunyai sifat bahwa, bila padanya dikenakan cahaya resistivitasnya akan berubah. Makin besar intensitas cahaya yang mengenai makin besar besar perubahan resistivitasnya. Sifat ini dipergunakan orang dalam sel-sel foto-elektrik dengan merangkai sel-sel itu berubah maka dalam rangkaian tadi intensitas arus listriknya juga akan berubah maka dalam rangkaian tadi intensitas arus listriknya juga akan berubah. Dan perubahan arus listrik ini dapat di pergunakan misalnya untuk membunyikan bel, menggerakkan sesuatu dan bermacam keperluan lainnya. d) temperatur. Mengenai hal ini telah dibahas dalam pembicaraan tadi yang menghasilkan persamaan 7-16 dan nilai-nilai koefisien temperatur untuk berbagai bahan telah dicantumkan dalam tabel 7-1. e) hubungan antara konduktivitas listrik dan konduktivitas panas. Seperti diketahui logam-logam yang mengkonduksikan listrik dengan baik mengkonduksikan panas dengan baik juga. Ternyata terdapat hubungan tertentu antara konduktivitas listrik dan konduktivitas panas. Hubungan itu di kenaldengan hukum Wiedemann-Franz, yang berbunyi: pada logam-logam yang murni, konduktivitas listrik adalah sebanding dengan konduktivitas panas. Jika k adalah konduktivitas panas logam itu, dan g adalah konduktivitas listriknya, maka hukum Wiedemann-Franz dapat dituliskan sebagai berikut : K k2 = 3 ( )T (7-17) e g dimana : k = konstanta Boltzmann e = muatan electron T = temperature Kelvin. f) kemurnian zat Makin kotor sesuatu bahan makin besar tahanannya, jadi : kotor > murni (7-18) Kekotoron itu dapat bersifat kimiawi, misalnya disebabkan oleh adanya bahan lain didalam bahan tadi atau bersifat fisis (karena adanya letak kristal-kristal yang tak teratur). Sebagai contoh dari masalah kekotoran (impurity) itu dalam gambar 7-5 digambarkan resistivitas dari alloy nikel sebagai fungsi dari komposisi pada temperature

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

8

Gambar 7-5 Kita lakukan anggapan bahwa konduktor yang kita selidiki mempunyai sifat isotropis dan linier, sehingga arus listriknya searah dengan medan listrik dan berbanding lurus dengannya. Berdasarkan hasil percobaan, jika konduktornya linier dan temperaturnya konstan dapat kita tuliskan hubungan sebagai berikut :

J = g E atau E = J (7-19) Kedua persamaan terakhir ini dikenal sebagai hukum ohm dan medium dalam mana hubungan-hubungan itu berlaku dinamakan medium ohmis. Kita tinjau suatu konduktor ohmis, dalam bentuk seutas kawat panjang yang penampanganya uniform yang ujung-ujungnya dipertahankan pada suatu beda potensial yang konstan V. kawat tersebut dianggap homogin dan mempunyai konduktivitas yang konstan. Dalam keadaan semacam itu, dalam kawat tersebut tersebut akan terdapat medan listrik yang hubungannya dengan beda potensia itu adalah sebagai berikut :

V=

E . dl

(7-20)

Jelas bahwa tidak akan terdapat komponen kuat medan listrik yang tegak lurus pada sumbu kawat , karena kalau ter dapat komponen semacam itu, berdasarkan persammaan 7-19, hal akan mengakibatkan pemuatan dari permukaan kawat. Hal ini tidak akan terjadi. Jadi kuat medan listrik adalah longitudinal. Selanjutnya berdasarkan pandangan geometris, kuat medan liistrik harus sama disemua titik sepanjang kawat tersebut. Jadi persamaan 7-20 dapat ditulis : V = EI (7-21)

dimana I adalah panjang kawat. Tetapi suatu medan listrik akan menimbulkan arus yang kerapatannya sama dengan J = g E. Arus melalui suatu penampang dari kawat itu adalah: i=

s

J . dA = JA

(7-22)

dimana A adalah luas penampang lintang dari kawat tersebut. Menggabungkan persamaan 7-12 dengan 7-19 dan 7-21, akan kita dapatkan : gA V (7-23) i= I dimana terdapat hubungan linier antara i dan V. Berdasarkan I/gA = 1/A dinamakan tahanan dari kawat itu. Selanjutnya tahanan akan kita tuliskan dengan simbul R. Jadi :Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

9

R= Dengan menggunakan simbul R, persamaan 7-23 dapat kita tulis menjadi : V =R.i

(7-24)

(7-25)

Persamaan 7-25 ini adalah suatu alternatif lain dan pernyataan yang lebih umum dari hukum ohm. Satuan dari tahanan adalah ohm, i.e, jika arus yang besarnya 1 coulomb/ detik = 1 ampere, mengalir diantara dua titik yang mempunyai beda potensial sebesar 1V, maka tahanan diatara kedua titik itu sama dengan 1 ohm, umumnya besarnya R bergantung besarnya arus. Tetapi seperti telah kita uraikan dimuka, bahwa terutama kita berkepentingan dengan bahan-bahan linier dan disini R tidak bergantung kepada besarnya arus. 7-4. Hukum Joule Kita telah membicarakan masalah arus dalam konduktor, dan seolah-olah kita bayangkan bahwa semua electron-elektron konduksi itu bergerak dengan kecepatan yang sama. Apa yang sebenarnya terjadi adalah tidak demikian.gerak electron itu merupakan rentetan gerak-gerak dipercepat yang masing-masing diakhiri oleh suatu tabrakan itu, dan kemudian menyerahkan energi kepada partikel-partikel diam, dalam setiap tabrakan sejumlah energi yang kita peroleh dalam lintasan-lintasan bebas. Energi yang diperoleh oleh partikel-partikel diam (posisi rata-ratanya tidak berubah ) akan menaikkan amplitudo getarannya. Dengan perkataan lain energi itu diubah menjadi energi termis atau panas. Untuk menurunkan rumus kecepatan pengubahan energy panas itu suatu konduktor, pertama-tama kita bahas rumus umum untuk input daya pada suatu bagian dari suatu rangkaian listrik. Gambar 7-6 menunjukkan suatu bagian dari suatu rangkaian dalam mana terdapat suatu arus konvensional

Gambar 7-6 dari kiri kekanan. Va dan Vb adalah potensial pada ujung-ujung a dan b. Macam apakah rangkaian yang terletak diantara a dan b tidak menjadi soal, ia dapat berubah konduktor, motor, generator, baterai, atau kombinasi-kombinasi dari itu. Input daya seperti akan kita buktikan hanya bergantung kepada besar dan arah relative dari arus dan besar potensial diantara ujung-ujungnya. Dalam waktu dt, sejumlah muatan dq = I dt memasuki bagian dari rangkaian yang kita tinjau pada ujung a, dan dalam waktu yang sama sejumlah muatan yang sama meninggalkan ujung b. Jadi terdapat suatu perpindahan muatan dq dari potensial Va ke potensial Vb. Energi dW yang diberikan oleh muatan itu adalah : dW = dq (Va-Vb) = i dt Vab dan kecepatan pada mana enegi itu diberikan atau input daya P, adalah :Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

(7-26)

10

P=

(7-27)

Jadi, daya sama dengan hasil kali arus dan beda potensial. Jika arusnya dalam ampere, atau coloum/detik, dan beda potensial dalam volt, atau joule/coloumb, maka dayanya dalam joule/detik atau watt, karena :

Persamaan 7-27 adalah suatu rumus umum yang berlaku, tak peduli macam apakah elemen rangkaian yang terletak diantara titik a dan b. Dalam hal khusus dimana elemen rangkaian diantara a dan b adalah suatu tahanan murni R, seluruh energi yang diberikan oleh muatan itu akan diubah menjadi panas, dan dalam hal ini : Vab = iR Jadi P= i.Vab = i x i.R atau P= i2R (7-28)

Karena dalam hal khusus ini energinya terubah dalam bentuk panas, maka dapat kita tuliskan P=dH/dt, dimana dH adalah panas yang timbul dalam waktu dt, karena itu persamaan 7-28 dapat kita tuliskan menjadi : dh = i2 R (7-29) dt Jika konduktornya linier, i.e., jika R besarnya konstan tidak bergantung pada i, persamaan 7-29 menyatakan bahwa kecepatan timbulnya panas berbanding lurus dengan kuadrat arus yang melaluinya. Kenyataan ini diketemukan secara eksprimentil oleh Joule ketika dia mengukur besarnya ekuivalen mekanis dari panas dan diekenal dengan nama hukum joule. Tentu saja, hukum ini seperti halnya hukum ohm, hanya berlaku untuk bahan-bahan tertentu, dan tidak merupakan hukum umum untuk seluruh bahan. Sesuatu bahan yang menuruti hukum ohm akan juga menuruti hukum joule, dan keduanya merupakan hubungan-hubungan yang tidak bebas satu dengan yang lain. Perlu diperhatikan bahwa kecepatan timbulnya panas dalam suatu konduktor tidak serupa dengan kecepatan kenaikan temperature dari konduktor itu. Kecepatan kenaikan temperature bergantung pada kapasitas panas dari konduktor itu dan kecepatan pada mna panas itu dapat terbebas dari konduktor dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi. Kecepatan kehilangan panas meningkat jika temperatur dari konduktor itu meningkat, dan temperatur dari konduktor yang dilalui arus itu akan naik sampai kecepatan kehilangan panas sama dengan kecepatan timbulnya panas, sesudah mana temperaturnya akan konstan. Misalkan dalam suatu rangkaian terdapat suatu lampu incandescent. Jika saklar dari rangkaian itu ditutup, maka temperatur dari filamen yang naik secara cepat sampai kecepatan kehilangan panas (terutama dengan cara radiasi) sama dengan kecepatan timbulnya panas i2R. Sebaliknya suatu sekring (fuze) dikonstruksikan sedemikian rupa jika arus yang melaluinya melebihi suatu harga tertentu, sekring itu akan meleleh sebelum temperatur keseimbangan akhirnya dapat dicapai.

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

11

7-5. Gaya Elektromotif dan Hukum Kirchhoff I Dalam membicarakan aliran arus listrik dalam rangkaian-rangkaian jala2 kerja, kita akan mempergunakan konvensi yang bisa diikuti, yang dibuat sebelum elektron diketemukan, yang menyatakan bahwa arus mengalir dari titik-titik dengan potensial tinggi ke titik-titik dengan potensial yang lebih rendah. Dengan perkataan lain dapat kita katakan bahwa arus mengalir searah dengan medan listrik, meskipun electronelektron yang benar-benar merupakan arus sesungguhnya bergerak dengan arah yang sebaliknya. Hal ini ternyata tidak mengacaukan persoalan, kecuali mungkin dalam hal tabung-tabung. Elektron dimana arah gerak dari elektron dalam tabung itu perlu untuk diketahui. Dalam hal ini harus selalu diingat bahwa arah aliran arus konvensionil ke atau dari elektroda-elektroda pada tabung adalah berlawanan dengan arah gerak arus elektron dalam tabung. Selanjutnya, marilah kita bicarakan tentang gaya elektromotif (electromotive force) yang biasa disingkatkan dengan emf. Terdapat dua arti daripada gaya elektromotif itu. Pertama, suatu gaya elektromotif adalah sifat dari suatu alat fisis yang mampu menghasilkan arus listrik dalam suatu rangkaian, jika terdapat suatu gaya elektromotif sepanjang suatu lintasan (i.e. terdapat beda potensial diantara titik2 ujung dari lintasan itu) maka akan mengalir arus listrik, kecuali jika tahanan dan lintasan itu tak terhingga besarny. Perlu diperhatikan bahwa emf bukanlah gaya dalam arti fisis, seperti yang kita mengerti dari ilmu mekanika misalnya. Suatu beda potensial dihasilkan oleh sumber emf. Arti yang kedua dari emf adalah beda potensial yang terdapat diantara ujung2 sumber emf, jika tidak terdapat arus yang mengalir melaluinya-beda potensial rangkaian terbuka. Ini dapat diukur dengan mempergunakan voltmeter elektrostatis yang tidak menarik arus atau dengan suatu potensiometer. Suatu emf juga merupakan sumber daya karena arus i yang dihasilkan dalam suatu rangkaian yang mempunyai tahanan R akan menghasilkan panas Joule sebesar i2R perdetik dan ini adalah energi per satuan waktu yang diambil dari sumber emf. Mesin listrik yang berputar seperti misalnya motor-generator adalah sumber emf yang mampu mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Berbagai macam sel2 voltais (sel voltais adalah sel listrik yang terdiri atas dua elektroda logam yang berlainan dalam suatu larutan yang proses kimianya menghasilkan emf). Mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Termokoppel menghasilkan emf disebabkan oleh adanya perbedaan2 temperatur atau energi termis, sedangkan sel2 fotoelektris menghasilkan emf dari energi radiasi atau energi elektromagnetik. Dalam rangkaian luar,energi listrik ini diubah menjadi panas Joule, energi mekanis dengan mempergunakan sebuah motor, atau energi kimia seperti halnya yang terjadi dalam pengisian baterai. Proses2 ini tidak pernah 100% efsien dan sejumlah energi tertentu dalam proses konversi itu selalu hilang dalam bentuk energi panas. Saat ini kita hanya akan membahas rangkaian diluar emf . Misalkan kita memiliki suatu rangkaian sederhana seperti yang digambarkan dalam gambar 7-7 :

Gambar 7-7Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

12

Rangkaian itu terdiri atas suatu tahanan R dan sebuah baterai, arusnya sama dengan i disemua titik dalam rangkaian. Pada tiap titik dalam bahan konduksi dari rangkaian itu berlaku hukum ohm pada suatu titik, yaitu persamaan 7-19 J = E (7-30) g

Dimana E = kuat medan listrik total dititik itu.

Pada umumnya E tidak hanya disebabkan oleh muatan-muatan statis, tetapi juga oleh sebab-sebab lain seperti misalnya reaksi kimia dalam suatu baterai. Untuk menunjukkanya secara eksplisit, dapat kita tuliskan: =

+

(7-31)

dimana Ec = kuat medan listrik statis yang disebabkan oleh muatan2;subscript c adalah untuk menunjukkan bahwa kuat medan tersebut disebabkan oleh muatan2 (charges).

Ee = kuat medan listrik yang ditimbulkan oleh sebab2 lain seperti misalnya baterai; subscript e adalah untuk menunjukkan bahwa kuat medan tersebut adalah emf-producing.

Ee sama dengan minus gradien dari suatu potensial skalar yang disebabkan oleh

muatan-muatan ( Ec = - V ) sedangkan Ee adalah tidak demikian. Dengan

mensubstitusikan persamaan 7-31 kedalam persamaan 7-30, dengan menuliskan J =

i /A, dimana A sama dengan luas penampang lintang dari konduktor, dengan memperhatikan bahwa R = i/gA, maka dapat kita tuliskan : R J = i = Ec + Ee (7-32) g I

Dimana R/I = tahanan/satuan panjang (ohm/meter), persamaan 7-32 berlaku disetiap titik dalam rangkaian. Mengintegrasikan persamaan 7-32 sekeliling rangkaian akan menghasilkan : (7-33) Berdasarkan persamaan 4-13, maka suku pertama disisi sebelah kiri, yaitu integral

garis dari Ee kuat medan yang disebabkan oleh muatan2 sama dengan nol sekeliling suatu rangkaian tertutup. Tetapi, suku kedua dari persamaan 7-33 itu, yaitu integral garis dari sekeliling rangkaian tersebut, besarnya tidak sama dengan nol tetapi sama dengan suatu beda potensial, yaitu gaya elektromotof total atau emf total, dari

rangkaian itu. Kuat medan Ee dihasilkan, dalam contoh ini, oleh reaksi kimia dalam baterai. Jika tidak terdapat baterai dalam rangkaian itu, maka dalam rangkaian itu

tidak akan mengalir arus listrik, karena Ee yang disebabkan oleh muatan-muatan tidak mampu mempertahankan suatu arus stasioner. Sisi kanan dari persamaan 7-33 sama dengan penurun iR total sekeliling rangkaian itu. Katena itu persamaan 7-33 dapat kita tuliskan :Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

13

(7-34) Dimana RT = tahanan total dari rangkaian (dalam contoh ini sama dengan R ditambah dengan tahanan dalam dari baterai). Secara umum, untuk suatu rangkaian yang memuat banyak tahanan dan sumbersumber emf, dapat kita tuliskan : (7-35) Ini adalah hukum kirchoff kedua atu hukum beda potensial kirchoff. Jika kita uraikan dengan kata-kata, hukum itu akan berbunyi sebagai berikut : jumlah aljabar dari emf sekeliling suatu rangkaian tertutup sama dengan jumlah aljabar dari penuruna iR sekeliling rangkaian itu. Dalam suatu rangkaian, emf dapat dipandang sebagai suatu kenaikan potensial atau penurunan potensial negatif. Dengan pengertian ini, hukum Kirchoff II dapat dinyatakan sbb : jumlah aljabar dari penurunan potensial dalam suatu rangkaian tertutup adalah sama dengan nol. Hukum Kirchoff II berlaku tidak hanya pada suatu rangkaian listrik terisolir seperti gambar 7-7, tetapi berlaku untuk setiap lintasan tertutup dari suatu jala kerja. Perlu dicatat bahwa potensial skalar V sama dengan integral garis dari kuat medan statis Ee ,sedangkan emf sama dengan integral garis dari Ee . Jadi antara 2 titik a dan b, . (7-36)

dan . (7-37) Dalam persamaan 7-36 Vab tidak bergantung pada lintasan integrasi antara a dan b, tetapi ab, dalam persamaan 7-37, tidak demikian, untuk lintasan-lintasan tertutup : . =0 (7-38) (7-39)

. = dan dimana T = emf total sekeliling rangkaian.

Karena Ec. dl = 0, maka integral garis dari kuat medan total E sekeliling suatu

rangkaian tertutup yang sama, dan integral garis dari Ee sama dengan emf total dari rangkaian. Jadi :

E . dl =

Ee . dl =

T

(7-40)

7-6. Rangkaian-Rangkaian Seri dan Paralel Sepasang komponen rangkaian 2-terminal dikatakan seri jika diantara komponenkomponen itu dibuat suatu hubungan tunggal & tak terdapat komponen lain dari rangkaian itu yang dihubungkan dengan 2 terminal yang dihubungkan itu. Hal ini dapat dilihat dalam gambar 7-8.

Gambar 7-8kedua anak panah dalam gambar dinyatakan hubungan-hubungan kesisa dari rangkaian itu. Berdasarkan prinsip kontinuitas, dalam hubungan seri antara 2 komponen, arus yang melalui kedua komponen sama. Karena beda potensial adalahKelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

14

besaran skalar aljabar, maka beda potensial diantara ujung dari pasangan komponen itu sama dengan jumlah aljabar dari masing-masing beda potensial dari komponen itu. Definisi dari hubungan seri dapat dapat diperluas untuk sejumlah komponenkomponen 2 terminal. Hal yang penting untuk diingat bahwa arus yang melalui masing-masing komponen adalah sama & beda potensial total sama dengan jumlah aldjabar beda potensial pada masing-masing komponen. Salah satu contoh dari hubungan seri adalah : hubungan seri dari tahanan jika tahanan-tahanan itu besarnya R1 R2 Rn dan penurunan potensial pada masingmasing tahanan sama dengan V1, V2 , Vn, maka penurunan potensial total akan sama dengan : V = V1 + V2 ...., + Vn Hubungan untuk arus dapat dituliskan : i = i1 = i2 ... = in Maka, V1 = iR1, V2 = iR2, ..., Vn = iRn (7-41)

(7-42) (7-43)

Menggabungkan persamaan 7-43 dengan 7-41 kita dapatkan : V = i(R1 + ... + Rn) = iR

(7-44)

Dimana R adalah tahanan efektif dari hubungan seri itu. Jadi : R = R1 + R2 + .... + Rn (SERI) (7-45) Hubungan Paralel atau shunt dari sepasang komponen 2-terminal digambarkan dalam gambar 7-9. Anak-anak panah dalam gambar itu menunjukkan kemana hubungan itu disambungkan kesisi dari jala kerja. Sejumlah komponen 2-terminal dikatakan terhubung paralel jika satu terminal dari setiap komponen dihubugkan dengan suatu sambungan, sedangkan terminal yang lain dari setiap komponen dihubungkan dengan sambungan yang lain. Gabungan dari komponen-komponen yang terhubung paralel, dalam suatu jala kerja, berfungsi sebagai suatu elemen tunggal yang memiliki 2 terminal, dan kedua terminal tersebut adalah sambungansambungan yang telah disebutkan diatas. Dalam hubungan paralel ini perlu diingat bahwa beda potensial melalui masing-masing komponen dari hubungan itu adalah sama dan berdasarkan prinsip kontinuitas, arus total yang mengalir ke dan dari gabungan paralel sama dengan jumlah aljabar dari arus-arus yang melalui masingmasing komponen. Kita tinjau keadaan, jika komponen-komponen yang dihubungkan paralel itu adalah tahanan-tahanan R1, R2,...Rn. Misalkan arus-arus yang mengalir melalui tahanan iyu adalah i1, i2,...,in, dan arus total yang mengalir ke dan dari gabungan itu adalah i. Jadi jika V adalah beda potensial melalui tahanan-tahanan itu, maka untuk hubungan paralel dapat kita tuliskan persamaan-persamaan berikut : i = i1+i2+ ... + in (7-46) V= V1=V2= ... = Vn i1 =V V V , i2 = , , in = R1 R2 Rn

(7-47)(7-48)

Dengan menggabungkan persamaan-persamaan 7-46 dan 7-48, kita dapatkan :

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

15

i=V (

1 1 1 V + + . + ) = R1 R2 Rn R

(7-49)

dimana R adalah tahanan efektif dari hubungan paralel itu. Jadi : 1 1 1 1 = + + . + R R1 R2 Rn (PARALEL) (7-50)

Dalam mempelajari rangkaian-rangkaian parallel, sering lebih menguntungkan jika kita meninjau suatu besaran yang disebut konduktansi G. Yang didefinisikan sebagai kebalikan dari tahanan. Dengan demikian kita mempunyai hubungan penjumlahan yang sederhana :

G = G1 + G2 + . + Gn

(PARALEL)

(7-51)

7-7. Jembatan Wheatstone dari Potensiometer Tiap rangkaian yang terdiri atas sejumlah loop dapat dipecahkan, i.e., arus-arus dalam cabang-cabang didapat dengan mempergunakan hukum-hukum kirchoff setara sistematis, walaupun biasanya perhitungan-perhitungannya menjadi sangat menjemukan. Suatu jala kerja adalah jembatan wheatstone (lihat gambar 7-10). Alat ini dipergunakan untuk mencari harga dari tahanan yang tidak diketahui. Misalkan Rx adalah tahanan yang tidak diketahui. Suatu galvanometer ditempatkan dalam cabang CS dan suatu baterai dipasang diantara A dan B. Untuk membandingkan Rx dengan R1, maka saklar K1 dan K2 ditutup, dan kemudian R2 diatur sedemikian rupa sehingga galvanometer G tidak

Gambar 7-9

Gambar 7-10lagi menunjukkan suatu defleksi. Dalam keadaan ini i1 = i2 dan i3 = i4. Juga beda potensial AC = AS dan CB = SB, i.e., Rx.ix = R3.i3 (7-52)

R2.i2 = R4.i3Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

(7-53)

16

R3 (7-54) R4 Jika perbandingan R3/R4diketahui dan R2 diubah-ubah dengan mempergunakan kontak luncur sepanjang kawat tahanan yang tahanan dan panjangnya diketahui, maka harga R2 dapat ditentukan dengan pengukuran panjang dan karena itu Rx dapat dihitung. Suatu rangkaian penting yang laian adalah potensiometer yang pada prinsipnya digunakan untuk membandingkan beda potensial, tetapi dipakai juga untuk pengukuran tahanan dan arus. Prinsip bekerja digambarkan dalam gambar 7-11. Suatu baterai dihubungkan seri dengan suatu tahanan variabel r dan tahanan potesiometer yang panjangnya antara titik-titik A dan B. Beda

Jadi Rx= R2

Gambar 7-11 potensial antara A dan B adalah iR, dimana i adalah arus anu yang dapat diatur. Jika Rs adalah tahanan rangkaian dari A ke Cs dan Rx adalah tahanan rangkaian dari A ke Cx dan jika Vs dan Vx menyatakan beda-beda potensial ACs ACx, maka : Vx Rx = Vs Rs Rx atau Vx = Vs (7-55) Rs Sekarang jika galvanometer yang terdapat dalam rangkaian bawah dengan s menunjukkan defleksi no;, maka berarti bahwa tidak terdapat arus yang mengalir melalui sel s dan galvanometer, maka beda potensial rangkaian terbuka dari sel (i.e.emf s) adalah sama dengan Vs. Jika juga tak terdapat arus yang mengalir melalui rangkaian bawah yang memuat emf anu x , maka Vx = x . Karena itu, jika tahanan dari A ke B dikalibrasi, maka perbandingan dari Rx / Rs diketahui, kemudian kita dapat mengukur emf anu x yang dinyatakan dalam emf s yang diketahui. Umumnya emf s standard adalah suatu sel standard Weston. Sel standard Weston adalah suatu sel volta yang dibuat dengan sangat khusus dan emf-nya boleh dikatakan konstan untuk waktu yang sangat lama. Emf dari sel itu kira-kira sama dengan 1.0187 V pada temperature 20oC. Arus yang dihasilkan oleh sel itu tidak pernah lebih daripada 1 mikroampere. 7-8. Teorema Perpindahan Daya Marilah kita tinjau suatu rangkaian seperti yang digambarkan dalam 7-12. dalam hal ini akan kita selidiki masalah perpindahan daya dari suatu jala kerja 2-terminal yang memuat suatu emf dengan tahanan dalam

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

17

= 2 ds + 2x =1

= (2 + 2 + 3

Gambar 7-12 R yang kita namakan generator, kesuatu jala kerja penerima 2-terminal dengan suatu tahanan input R1 tetapi tidak terdapat emf , yang akan kita namakan beban. Arus yang mengalir diantara jala-jala kerja adalah :R + R1 Daya yang diberikan pada beban itu adalah : 2 .R1 2 P1 = i . R1 = ( R + R1 ) 2

i=

(7-56)

(7-57)

Jadi daya yang diserahkan pada beban adalah berbanding lurus dengan 2. sekarang jika R saja yang variabel, maka daya yang diberikab membesar jika, R mengecil dan menjadi maksimum jika R = 0. Sebaliknya jika R1 saja yang variabel, maka daya yang diserahkan akan mendekati nol jika R1 menjadi amat kecil atau amat besar. Harga R1 yang membuat P1 maksimum didapat dengan mengambil diferensiasi P1 terhadap R1 sama dengan nol. Jadi : dP1 2 R1 1 =2 (7-58) =0 2 dR1 ( R + R1 ) ( R + R1 ) 3

atau

R1 = R

(7-59)

Jadi suatu sumber daya tertentu dapat menyerahkan daya yang maksimum ke suatu beban jika tahanan beban itu sama dengan tahanan dalam dari sumber daya. Jika persamaan 7-59 itu berlaku, maka dikatakan bahwa beban itu di masuk ke sumber daya itu. Daya maksimum yang dapat diberikan oleh sumber adalah:

Daya total yang dihasilkan dalam rangkaian adalah 2 / (R + R1) = 2 / 2R , sehingga untuk kondisi daya maksimum, separuh dari daya itu diberikan kepada beban tersebut. Dan yang separuh lagi hilang dalam sumber. Karena itu, efisiensi dari sistem sama dengan 50%. Secara umum, efisiensi dinyatakan oleh hubungan berikut : 2 R1 R1 Eff = = (7-61) i R + R1 Effiensi mendekati satu jika R mendekati nol atau jika R1 sangat besar, Tetapi dalam keadaan terakhir, daya yang diberikan kepada beban juga mendekati nol.

2 P 1 max = 4 R

(7-60)

Kelompok 5 (PE 3B) Arus Listrik Stasioner (Bab VII)

18