Artritis Gout
-
Upload
ferroputra90 -
Category
Documents
-
view
413 -
download
2
description
Transcript of Artritis Gout
TUGAS AKHIR
ARTRITIS GOUT
Periode 23 September 2013 – 02 Desember 2013
Oleh :
Fahrizal Dwiano Putra, S.ked
04114705091
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir dengan Judul :
ARTRITIS GOUT
Disusun Oleh :
Fahrizal Dwiano Putra, S.Ked
04114705091
Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Keluarga
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Mengetahui,
Kepala Klinik Universitas Sriwijaya
Pembimbing,
Dr. Hj. Nyayu Fauziah Zen, M.Kes
NIP
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan judul ”Artritis Gout”. Tugas akhir ini ini merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesahatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. Hj. Nyayu Fauziah Zen,M.Kes selaku pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan saran yang mendukung sehingga tugas akhir
ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan Tugas Akhir ini, semoga bermanfaat, amin.
Palembang, Oktober 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II KASUS
2.1. Anamnesis....................................................................................................... 3
2.2. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................... 4
2.3. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 6
2.4. Daftar Masalah................................................................................................ 6
2.5. Diagnosa Kerja ............................................................................................... 6
2.6. Diagnosa Banding ........................................................................................... 7
2.7. Rencana Terapi ............................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi ........................................................................................................... 8
3.2. Epidemiologi................................................................................................... 8
3.3. Etiologi ........................................................................................................... 8
3.4. Klasifikasi Hiperurisemia dan Artritis Gout ................................................... 9
3.5. Patogenesis ................................................................................................... 10
3.6. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 12
3.7. Diagnosis ...................................................................................................... 13
3.8. Diagnosis Banding ........................................................................................ 14
3.9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 15
3.10. Penatalaksanaan ............................................................................................ 18
3.11. Komplikasi .................................................................................................... 19
v
BAB IV ANALISIS KASUS
4.1. Penegakkan Diagnosa ................................................................................... 20
4.2. Penatalaksananaan Serangan Akut ............................................................... 20
4.3. Pencegahan Serangan Akut Berikutnya........................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode artritis
akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya endapan
kristal monosodium urat dalam sendi. Keadaan yang mendasarinya adalah
tingginya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia).1
Insidensi dan prevalensi artritis gout sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik.2 Artritis gout merupakan penyebab
tersering dari inflamasi sendi pada laki-laki. Prevalensi penderita laki-laki lebih
banyak dibandingkan penderita perempuan dengan proporsi puncaknya pada usia
lima puluhan. Artritis gout jarang terjadi pada laki-laki muda atau wanita yang
belum menopause. Dalam populasi umum, insidensi athritis gout adalah 0,2-0,35
per 1000 jiwa, dan prevalensi keseluruhan adalah 2,6-13,5 per 1000 jiwa. Di
Amerika Serikat prevalensi artritis gout keseluruhan adalah 13,6 per 1000 jiwa
untuk laki-laki dan 6,4 per 1000 jiwa untuk wanita. Secara keseluruhan artritis
gout diderita oleh 1% dari seluruh populasi di Amerika Serikat. Di Indonesia
terbanyak di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Penelitian di Bandungan Jawa
Tengah pada 4683 pria berusia di atas 18 tahun memperlihatkan 0,8% di
antaranya menderita athritis gout. Dan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah
2-7 : 1. Serangan athritis gout umumnya terjadi pada laki-laki usia 40-50 tahun
serta pada wanita pascamenopause.3
Gejala pada artritis gout disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Tidak semua individu yang
mengalami hiperurisemia bermanifestasi sebagai athritis gout, akan tetapi resiko
terbentuknya kristal urat bertambah seiring dengan naiknya kadar asam urat darah.
Serangan artritis gout akut berlangsung sangat cepat dan mencapai peak of
severity dalam 24 jam.4
2
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menambah pemahaman
klinis mengenai artritis gout khususnya dari segi diagnosis, pengenalan etiologi,
faktor risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.
3
BAB II
KASUS
2.1. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 25 Oktober 2013)
IDENTIFIKASI
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 40 tahun
Alamat : Jl. Tamyis, Kel. Timbangan, Inderalaya, Ogan Ilir
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
KELUHAN UTAMA
Nyeri sendi sendi pada lutut dan pergelangan kaki kanan sejak 1 hari
yang lalu.
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Kurang lebih 1 hari yang lalu penderita mengeluh bengkak pada lutut
dan pergelangan kaki kanannya yang disertai nyeri dan kemerahan. Tidak
dikeluhkan adanya bengkak dan nyeri pada kaki sebelah kiri (asimetris) dan
tidak ada keluhan kaku sendi pada pagi hari. Pasien tidak mengeluh adanya
demam namun mengeluh mual serta nafsu makan turun. Riwayat BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien lalu berobat ke Klinik Universitas Sriwijaya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat nyeri sendi sebelumnya disangkal
- Riwayat minum obat penghilang nyeri disangkal
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
4
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat asam urat dalam keluarga ada (ayah penderita)
2.2. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 25 Oktober 2013)
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 kali/menit
Temperatur : 37,3 ºC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 60 kg
BMI : 24,97 (overweight)
KEADAAN SPESIFIK
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-),
keringat umum (-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki
(-), pertumbuhan rambut normal, sianosis (-).
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher,
submandibula dan supraklavikula.
Kepala
Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit
sedang.
5
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-).
Hidung
Epistaksis (-)
Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-),
rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.
Thorax : Penggunaan otot bantu pernafasan (-)
Paru
Inspeksi : statis: simetris kanan = kiri; dinamis: simetris kanan =
kiri, retraksi dinding dada (+).
Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas kanan : linea sternalis dekstra.
Batas kiri : linea midclavicularis sinistra ICS V.
Batas atas : ICS II.
Auskultasi : HR= 88 kali/menit, murmur (-), gallop (-).
6
Abdomen
Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, undulasi (-)
Genital
Tidak ada kelainan.
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Palmar eritem (-) kiri dan kanan, nyeri sendi (-),
eutoni, eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas,
clubbing finger (-), sianosis (-).
Ekstremitas bawah : Lutut pergelangan kaki kanan sedikit udem,
kemerahan, hangat dan nyeri saat digerakkan. Osteofit
(-). Krepitasi (-).
2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia darah
Asam urat : 7.8 mg/dl (normal 2,6 - 6 mg/dl pada perempuan)
Total Kolesterol : 204 mg/dl (normal < 200 mg/dl)
2.4. DAFTAR MASALAH
1. Nyeri sendi
2. Hiperurisemia
3. Hiperkolesterolemia
2.5. DIAGNOSIS KERJA
Serangan akut artritis gout dengan dislipidemia
7
2.6. DIAGNOSIS BANDING
- Serangan akut artritis gout
- Osteoartritis
2.7. RENCANA TERAPI
Non Farmakologi
Istirahat
Diet sesuai kebutuhan harian, rendah purin.
Banyak minum air putih.
Farmakologi
Antiinflamasi non steroid: indometasin 3 x 50 mg selama 2-5 hari
(sampai serangan terkontrol) dilanjutkan dengan 3 x 25 mg sampai
keluhan nyeri hilang.
Kolkisin 1,2 mg inisial dilanjutkan 0,6 mg/jam sampai keluhan
berkurang.
Kontrol ulang setelah 1 minggu.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Artritis gout adalah suatu sindroma klinis yang ditandai oleh episode artritis
akut dan berulang yang sering menyerang sendi kecil akibat adanya endapan
kristal monosodium urat dalam sendi. Penimbunan kristal monosodium urat
monohidrat terjadi di jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat.
Pada artritis gout stadium kronis, dapat ditemukan topus, yaitu nodul padat
yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras dan tidak nyeri yang dapat
ditemukan pada sendi atau jaringan.
3.2. Epidemiologi
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan, puncaknya pada dekade ke-5. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada
usia yang lebih muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada
wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause.
Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok
usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita 0,05%. Di
Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik
tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5
tahun atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.3
3.3. Etiologi
Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari
penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolic. Asam
urat merupakan zat sisa yang dibentuk oleh tubuh pada saat regenerasi sel.
Beberapa orang dengan gout membentuk lebih banyak asam urat dalam tubuh nya
9
(10%). Sisanya (90%), tubuh anda tidak efektif membuang asam urat melalui air
seni. Genetik, jenis kelamin dan nutrisi (peminum alkohol, obesitas) memegang
peranan penting dalam pembentukan penyakit gout.1
3.4. Klasifikasi Hiperusemia dan Artritis Gout
Klasifikasi hiperurisemia dan gout sebagai berikut:5
I. Primer
1. Metabolik (Kelebihan Produksi)
a. Idiopatik (10% dari gout primer)
b. Berhubungan dengan gangguan enzim (<1%)
Kelebihan produksi fosforibisil pirofosfat (PRPP) sintetase
Defisiensi hiposantin guanin fosforobosil transfase
(HGPRT) parsial
Defisiensi HGPRT komplit
2. Renal (undereskresi idiopatik 90% gout primer)
II. Sekunder
1. Metabolik
a. Peningkatan turnover asam nukleat contohnya hemolisis kronik,
gangguan limfoproliferatif atau mieloproliferatif.
b. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidroginase (G6PD) contohnya
glycogen storage disease.
2. Renal
a. Gagal ginjal akut atau kronik
b. Deplesi volume
c. Gangguan pada tubulus oleh karena obat-obatan atau produksi
metabolic
10
3.5. Patogenesis
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara
produksi dan sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka
terjadi keadaan hiperurisemia yang menimbulkan hipersaturasi asam urat yaitu
kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga
merangsang timbunan asam urat dalam bentuk garam yaitu monosodium urat
(MSU) di berbagai jaringan. 6,7
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti
pada sendi perifer tangan dan kaki dapat menjelaskan kenapa kristal MSU
mudah diendapkan di kedua tempat tersebut. Predileksi pengendapan kristal
MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma
ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Perubahan matrik ekstraseluler
seperti proteoglikan, kondroitin sulfat, serat kolagen dan sebagainya atau debris
dalam cairan sinovial dapat menjadi nidus (inti atau nucleating agent)
pembentukan kristal. Kristal MSU yang terbentuk bisa mengalami disolusi
spontan atau mengalami akumulasi kronik di jaringan membentuk topus
terutama di sinovium dan permukaan kartilago (Gambar 2). Topus di jaringan
sinovial tetap stabil karena biasanya diselimuti albumin dan imunoglobulin.8,9
Awal artritis gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum karena kadar asam urat yang stabil jarang menimbulkan serangan.
Pengobatan dengan allopurinol, trauma, pembedahan dan asupan alkohol yang
berlebihan dapat menjadi faktor pencetus artritis gout akut. Keadaan ini
menyebabkan terlepasnya kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium
atau tophi (crystals shedding).7,9
11
Gambar 1. Pembentukan Kristal Monosodium Urat dan reaksi Inflamasi8
Kristal MSU ditangkap oleh reseptor TLR2 dan TLR4, suatu reseptor
transmembran yang terdapat pada permukaan sel imun inate seperti monosit atau
makrofag. Proses fagositosis ini dibantu oleh protein adaptor Myd88 dan CD14.
CD14 terdapat pada permukaan sel fagosit yang dapat melipatgandakan respon
seluler yang dirangsang oleh ligand TLR2 dan TLR4. Sedangkan protein adaptor
Myd88 bersama phosphatidylinositol 3 kinase, Rac1 dan Akt meneruskan sinyal
untuk aktivasi faktor traskripsi nuclear factor kappa B (NFκβ) di inti sel untuk
membentuk berbagai molekul proinflamasi seperti tumor necrosis factor α (TNF-
α), interleukin-1β (IL-1β), IL-6, CXCL8 (IL-8), dan CXCL1 (growth-related
oncogene α).10
12
3.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis artritis gout bervariasi bergantung pada stadium yang
sedang terjaid:
1. Hiperurisemia asimptomatik
Stadium ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar asam urat dalam
darah tanpa disertai manifestasi klinis, hiperurisemia bisanya dimulai pada masa
pubertas pada pria yang mempunyai risiko tinggi terjadinya gout tetapi pada
wanita fase ini biasanya mulai setelah menopouse.
2. Serangan artritis gout akut
Fase ini merupakan manifestasi klinis yang paing sering dijumpai.
Gambaran klinis sangat khas sehingga diagnosis dapat ditegakkan dengan mudah.
Biasanya menyerang sendi metatarsofalangeal I (MTP I), selain itu pada
pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, jari tangan dan siku.
Serangan artritis gout ditandai adanya nyeri yang cepat yang
memperngaruhi persendian dan diikuti panas, bengkak, kemerahan dan sangat
nyeri. Nyeri biasanya menyerang satu persendian (monoartikuler 90%). Kecuali
pada wanita yang bersifat poliartikuler. Nyeri pada artritis gout disebabkan
deposit kristal asam urat di dalam jaringan sendi, Bila tidak diobati akan sembuh
sendiri dalam 7 sampai 10 hari.
Serangan artritis gout ini dapat dicetuskan oleh adanya stres, trauma,
infeksi, dehidrasi, operasi, starvasi, alkohol, obat-obatan, penurunan berat badan,
dan makan makanan tertentu yang berlebihan, selain itu juga ada perubahan profil
lipid pada saat serangan artritis gout.
Serangan artritis gout dapat dicegah bila level asam urat serum < 6,0 mg/dl
yaitu dengan cara mempertahankan intake cairan yang adekuat, penurunan berat
badan, perubahan diet, mengurangi konsumsi alkohol dan obat-obatan yang
menurunkan hiperurisemia.
13
3. Interkritikal gout
Merupakan fase antara satu serangan akut gout dengan serangan berikutnya
pada stadium awal periode ini biasanya tanpa gejala dan tanpa kelainan
pemeriksaan meskipun pada periode ini bersifat asimtomatik, tetapi kristal MSU
dapat ditemukan pada cairan sendi yang terlibat.
4. Stadium kronis tofeseus gout
Stadium ini dimulai dengan ditemukan adanya topus di sendi atau sekitar
sendi. Timbulnya topus bervariasi antara 3 sampai 42 tahun, kebanyakan setelah
10 tahun dan terjadinya topus berkorelasi dengan derajat dan lamanya
hiperurisemia. Pada kadar asam urat > 11mg/dl kemungkinan terjadinya topus
pada sendi semakun banyak dan besar.
Topus juga dihubungkan dengan makin muda umur dan makin lama
menderita artritis gout, topus dapat ditemukan di daerah kartilago, membran
sinovialm tendon, jaringan lunak, dan berbagai tempat seperti telinga, jari-hari
tangan, tangan, siku, lutut atau kaki. Topus dapat single dan multiple, berukuran
kecil sampai merupakan gumpalan besar sangat menganggu pergerakan sendi,
sering disertai dengan adanya luka yang mengeluarkan cairan berwarna keputih-
putihan berisi kristal berbentuk jarum. Pada topus kecil yang sukar dibedakan
dengan nodul rematik yang lain. Maka aspirasi sendi atau biopsi topus dapat
digunakan untuk memastikan diagnosis.
Apabila tidak ditatalaksana dengan baik serangan artritis gout akan
berlangsung lebih sering, mengenai banyak sendi (poliartikuler), semakin berat
dan semakin lama serta gejala sistemik yang lebih berat pula.1
3.7. Diagnosis
Diagnosis artritis gout akut ditegakan berdasarkan gejala klinis,
laboratorium dan radiologis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat
adanya kristal MSU dari aspirasi cairan sendi dengan mikroskop polarisasi dan
pengukuran kadar asam urat darah. Pemeriksaan radiologis pada sendi yang
14
terkena tidak menunjukan suatu gambaran yang spesifik tetapi untuk
menyingkirkan penyebab radang sendi lainya.11,12
Menurut criteria ACR (American Collage of Rheumatology) diagnosis dapat
ditegakkan jika:
1. menemukan monosodium urat dalam cairan sinovial atau
2. ditemukan topus yang mengandung kristal MSU atau
3. ditemukan 6 dari beberapa kriteria dibawah ini:
a. inflamasi maksimal hari pertama
b. arthritis monoartikuler
c. kulit diatas sendi kemerahan
d. bengkak + nyeri pada MTP1
e. dicurigai tofi
f. hiperurisemia
g. pembengkakan sebuah sendi asimetrik pada foto roentgen
h. kista subkortikal tanpa erosi pada foto roentgen
i. kultur cairan sendi selama serangan inflamasi negative
3.8. Diagnosis Banding
Gout kronis mungkin keliru untuk rheumatoid arthritis sebagai ruang
bersama yang sempit. Namun, pada rheumatoid arthritis, keterlibatan bersama
adalah simetris, erosi tidak memiliki margin sklerotik, dan osteoporosis juxta-
artikular mungkin ada.
Osteoarthritis mungkin juga keliru untuk gout dan juga dapat terjadi secara
bersamaan.
15
3.9. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan
umumnya baru muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak
terkontrol. Bone scanning juga dapat digunakan untuk memeriksa gout,
temuan kunci pada scan tulang adalah konsentrasi radionuklida meningkat
di lokasi yang terkena dampak.
Pada fase awal temuan yang khas pada gout
adalah asimetris pembengkakan di sekitar
sendi yang terkena dan edema jaringan
lunak sekitar sendi.
Pada pasien yang memiliki beberapa
episode yang menyebabkan arthritis gout
pada sendi yang sama, daerah berawan dari
opasitas meningkat dapat dilihat pada foto
polos.
Pada tahap berikutnya, perubahan tulang
yang paling awal muncul. Perubahan tulang
awalnya muncul pada daerah sendi pertama
metatarsophalangeal (MTP). Perubahan ini
awal umumnya terlihat di luar sendi atau di
daerah juxta-artikularis. Temuan ini antara-
fase sering digambarkan sebagai lesi
menekan-out, yang dapat berkembang
menjadi sklerotik karena peningkatan
ukuran.
16
Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi
interoseus banyak. Perubahan lain
terlihat pada radiografi polos-film pada
penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada
jaringan lunak.
2. USG
Gambaran USG menunjukkan
adanya gout. (a) Double contour
design: USG transversal sendi lutut di
anterior area interkondilar. Double
contour terlihat sebagai garis anechoic
yang sejajar kontur tulang rawan
femur. B-mode, tansduser linear
dengan frekuensi 9 MHz. C, Kondilus
lutut. (b) Gambaran hiperechoic USG
longitudinal dari aspek dorsal sendi
MTP. Area hiperchoic berawan
menunukkan adanya deposit
monosodium urat dengan penebalan
membrane synovial (tanda panah). B-
mode, tansduser liner dengan
frekuensi 9 MHz. MH, metatarsal
head. (c) Sinyal Power-Doppler
longitudinal view, aspek dorsal dari
sendi MTP asimptomatis. Sinyal
Dopller mungkin terlihat meskipun di
area hiperechoic. Transduser dengan
frekuensi 14 MHz pada skala abu-abu
dan Doppler berwarna dengan
frekuensi 7,5 MHz.
17
3. CT Scan
Perez-Ruiz et al. Arthritis Research & Therapy 2009 11:232
doi:10.1186/ar2687
Pada gambaran dapat ditemukan deposit topus yang ekstensif. CT scan
3 dimensi volume-rendered pada pasien dengan kronik gout menunjukkan
adanya deposit topus yang terlihat sebagai warna merah – khususnya pada
sendi MTP pertama dan tendo Achilles.
4. MRI
18
3.10. Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout dilakukan dalam 3 langkah yaitu: (1)
mengobati serangan akut, (2) melakukan profilaksis untuk mencegah peradangan
akut berulang dan, (3) menurunkan kadar asam urat yang berlebihan untuk
mencegah peradangan dan penimbunan kristal asam urat di jaringan. Langkah-
langkah tersebut dapat berupa pemberian edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi
dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan
sendi atau komplikasi lain, seperti pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut
bertujuan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan peradangan dengan kolkisin,
OAINS, kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti
allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut, namun
pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat sebaiknya tetap
diberikan.
Sebagai aturan umum, penderita hiperurisemia yang asimptomatis tidak
perlu diterapi, meskipun pada pemeriksaan USG menunjukkan adanya timbunan
kristal asam urat dalam jaringan lunak pada sebagian kecil pasien.14,15 Namun
pasien dengan kadar asam urat lebih dari 11mg/dl yang mengeskresikan asam urat
berlebihan lewat urin beresiko tinggi terkena batu ginjal dan gangguan fungsi
ginjal, sehingga perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal.16
Topus sebaiknya tidak dilakukan pembedahan kecuali jika berada di lokasi
yang kritis. Pembedahan baru diindikasikan bila terdapat komplikasi dari topus
meliputi infeksi, deformitas sendi, penekanan (seperti penekanan pada spinal cord
ataupu cauda ekuina oleh topus) dan nyeri yang tidak teratasi sebagai akibat erosi
topus. Pada 50% pasien yang menjalani pembedahan mengalami penyembuhan
yang lambat.
Terapi pada serangan akut lebih diarahkan pada menghilangkan rasa nyeri
dan peradangan. Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID, kortikosteroid,
kolkisin dan ACTH.13 NSAID diberikan full dose selama 2-5 hari, bila perbaikan,
dosis dikurangi hingga kira-kira setengah hingga seperempatnya. Pada dasarnya,
NSAID yang digunakan sebaiknya merupakan inhibitor yang selektif terhadap
COX-2.13 Akan tetapi, di Indonesia sering digunakan indometasin dengan dosis
19
150-200 mg/hari selama 2-3 hari dan 75-100 mg/hari untuk minggu berikutnya
atau sampai nyeri dan peradangan berkurang. Dapat juga diberikan Naproxen
3x750 mg selama 2-3 hari kemudian dilanjutkan 3x250 mg atau sodium
diklofenak 3x50 mg. Adapun dosis kolkisin adalah 1,2 mg inisial diikuti oleh 0,6
mg per jam hingga dosis total 4,8 mg dalam waktu 6 jam. Di amerika, kolkisin
sudah jarang digunakan. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila pemberian
kolkisin dan NSAID tidak efektif atau dikontraindikasikan.
Jika pasien tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi inisial
dengan obat tunggal, ACR menyarankan untuk menambahkan obat kedua sebagai
terapi kombinasi. Selain itu, penggunaan terapi kombinasi dari awal juga sangat
tepat untuk serangan akut gout yang berat, khususnya bila menyerang banyak
sendi besar (poliartikular). Regimen kombinasi yang diterima yaitu:
Kolkisin + NSAIDS
Kortikosteroid oral + kolkisin
Steroid intraartikular + kolkisin/NSAIDS
Pada stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk
menurunkan kadar asam urat hingga normal, guna mencegah kekambuhan.
Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan
pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik lain.
3.11. Komplikasi
Deposit asam urat dapat menjadi batu dan menyebabkan nefrolitiasis urat.
Insiden meningkat dengan peningkatan eksresi asam urat. PH urine menurun,
riwayat keluarga atau diri sendiri pernah memiliki batu asam urat.
Dapat pula terjadi gagal ginjal akut setelah terjadinya pelepasan massif asam
urat yang berlansung pada pasien yang telah mengalami pengobatan karena
kelainan mielo- atau limfoproliferatif.
20
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1. Penegakkan Diagnosa
Pasien datang dengan keluhan nyeri di sendi lutut dan pergelangan kaki
kanan sejak 1 hari yang lalu. Pasien seorang wanita dengan usia 40 tahun,
diagnose banding yang mungkin untuk keluhan nyeri sendi tersebut adalah
osteoarthritis dan gout artritis. Tidak ada riwayat kaku sendi saat bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan ringan di sendi lutut dan
pergelangan kaki kiri disertai kemerahan dan hangat. Tidak ditemukan osteofit
dan topus. Tidak ada krepitasi. Pada pemeriksaan lab didapatkan kadar asam urat
7,8 mg/dl (normal 2,6-6 mg/dl pada perempuan). Tidak ada riwayat nyeri sendi
sebelumnya sehingga disimpulkan pada pasien ini terjadi serangan akut gout
arthritis.
4.2. Penatalaksanaan Serangan Akut Asam Urat
Prinsip utama penatalaksanaan serangan akut adalah menghilangkan nyeri.13
Pilihan terapi untuk serangan akut yaitu NSAID, kortikosteroid, kolkisin dan
ACTH.13 Pada dasarnya, NSAID yang digunakan sebaiknya merupakan inhibitor
yang selektif terhadap COX-213. Pada pasien ini keluhan nyeri dirasakan terutama
pada sendi lutut kanan dan pergelangan kaki kanan yang sangat mengganggu
aktivitas sehingga diindikasikan untuk memberi terapi kombinasi yaitu NSAIDS
dan kolkisin. Diberikan indometasin full dose 3 x 50 mg selama 2-5 hari (sampai
serangan terkontrol) dan dilanjutkan dengan dosis 3 x 25 mg sampai keluhan nyeri
hilang. Kolkisin yang diberikan yaitu 1,2 mg inisial dilanjutkan dengan 0,6 mg
tiap jam hingga dosis total 4,8 mg dalam 6 jam.
21
4.3. Pencegahan Serangan Akut Berikutnya
Pada penderita dalam keadaan serangan akut, tidak diindikasikan
diberikannya obat penurun asam urat seperti allopurinol atau obat urikosurik
karena tujuan utama terapi serangan akut adalah menghilangkan nyeri dan
peradangan. Setelah serangan akut teratasi, pencegahan berulangnya serangan
dapat berupa pemberian edukasi, pengaturan diet dan pemberian regimen terapi.
Diet yang diberikan yaitu diet rendah purin sekaligus diet sesuai kebutuhan kalori
untuk manajemen overweight pasien dan minum banyak air putih.
Jika serangan pertama tidak terlalu berat, beberapa reumatologis biasanya
menunggu terjadinya serangan kedua, barulah kemudian memulai memberi
regimen terapi pencegahan jangka panjang.13 Akan tetapi tidak semua pasien
mengalami serangan kedua. Resiko serangan kedua sebesar 62% setelah tahun
pertama, 78% setelah tahun kedua dan 93% setelah 10 tahun. Keputusan untuk
memberi regimen terapi bergantung pada kadar asam urat serum ( > 9mg/dl
memilki resiko yang lebih tinggi untuk serangan berulang dan pembentukan
topus).13
ACR merekomendasikan untuk menjaga nilai asam urat dibawah 6 mg/dl.
Pilihan terapi dapat berupa agen urikosuri yang menurunkan kadar asam urat
melalui peningkatan buangan lewat urin seperti probenesid dan dapat berupa agen
penghambat enzim xanthine oksidase seperti allopurinol atau febuxostat. Ekskresi
lewat urin kurang dari 800mg dalam 24 jam pada keadaan diet yang tidak dibatasi
dikatakan sebagai underekskresi dan merupakan kandidat untuk terapi urikosuri.
Pada pasien dengan penyakit ginjal ACR merekomendasikan inhibitor xanthine
oksidase sebagai lini pertama. Probenesid dapat berikan pada pasien dengan
kontraindikasi atau intoleran agen lini pertama, atau bila inhibitior xanthine
oksidase tidak cukup menurunkan kadar asam urat. Juga bila pasien tersebut
memiliki resiko lebih tinggi terhadap xanthine oksidase. Probenesid bukan pilihan
pertama pada pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 ml/menit.
Karena allopurinol, febuxostat dan probenesid merubah kadar asam urat
serum dan jaringan, agen-agen tersebut mungkin dapat menimbulkan serangan
akut gout.13 Untuk mengurangi resiko tersebut, kolkisin atau NSAID dosis rendah
22
diberikan setidaknya selama 6 bulan. Pada pasien yang tidak bisa mendapat terapi
kolkisin dan NSAID, diberikan prednisolone dosis rendah. Kolkisin dapat
menurunkan peradangan hingga 85% jika digunakan sebagai propilaksis. Dosis
kolkisin yang digunakan yaitu 0,6 mg 2 kali sehari. Pada pasien yang
menggunakan agen Ca-Channel Bloker, dosis harus dikurangi secara signifikan.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dosis juga harus dikurangi.
Pada pasien ini (Ny. I), lebih disarankan menggunakan probenesid sebagai
lini pertama, mengingat fungsi ginjalnya masih belum ada keluhan. Agen inhibitor
xanthine oksidase dapat digunakan sebagai lini kedua. Dosis yang digunakan
1x500 mg perhari selama seminggu dan ditingkatkan menjadi 2x500 mg/hari. Bila
terjadi serangan ulangan setelah pemberian probenesid, ditambahkan kolkisin
2x0,6 mg per hari atau NSAID dosis rendah, tanpa mengurangi dosis probenesid.
Selain obat urikosuri, juga diberikan edukasi mengenai pengaturan diet. Diet
yang diberikan yaitu diet sesuai kebutuhan kalori harian untuk mengembalikan
berat badan ideal sekaligus terapi awal untuk profil lipid pasien. Diet tersebut
selain sesuai kebutuhan harian, juga harus rendah purin. Pasien juga disarankan
untuk minum banyak air putih dan aktivitas yang cukup.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam fakultas kedookteran indonesia, jakarta.
Hal : 1208-1210.
2. Nuki, Gout in Rheumatology, Medicine Int., 1998, 42(12): 54-59
3. Sudarsono, Diagnosis dan Penatalaksanaan artritis gout dalam perkembangan
mutakhir dalam diagnosis dan terapi penyakit sendi inflamasi dan degeneratif,
Temu Ilmiah Reumatologi, Semarang, 1999.
4. Terkeltaub, Gout: Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel (ed.),
Primer on the Rheumatic Diseases, Edisi 12, Athritis Foundation, Atlanta, 2001.
5. Andreoli TE. Bennett JC, carpenter CCJ. Plum F. Hyperuricemia anda
Gout. In Cecil Essentials of Medicine. 4th Ef. W.B Saunders Company,
Philadelphia,London, Toronto, 1997 : 454-7.
6. Hidayat R. Hiperurisemia dan gout. Medicinus 2009; 22:47-50
7. Dalbeth N, Haskard DO. Mechanisms of inflammation in gout.
Rheumatology 2005;44:1090–6.
8. Choi HK, Mount DB, Reginato AM. Pathogenesis of gout. Annals of
Internal Medicine 2005;143: 499-515.
9. Pope RM, Tschopp J. The Role of Interleukin-1 and the inflammasome in
gout: implications for therapy. Arthritis and Rheumatism 2007;56:3183–8.
10. So A. Developments in the scientific and clinical understanding of gout.
Arthritis Research & Therapy 2008;10:221- 6.
11. Sumariyono. Diagnosis dan tatalaksana artritis gout akut. In:Gustaviani R,
Mansjoer A, Rinaldi I eds. Naskah Lengkap Penyakit Dalam PIT 2007.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2007.172-8.
12. Putra TR. Diagnosis dan penatalaksanaan artritis pirai. In: Setyohadi B,
Kasjmir YI eds. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2008.
Jakarta: 2008; 113-8.
13. Rothschild BM. Gout and Pseudogout Treatment & Management.
Emedicine online. 2013. Accessed from:
http://emedicine.medscape.com/article/329958-treatment#aw2aab6b6b2
24
14. Pineda C, Amezcua-Guerra LM, Solano C, Rodriguez-Henríquez P,
Hernández-Díaz C, Vargas A, et al. Joint and tendon subclinical
involvement suggestive of gouty arthritis in asymptomatic hyperuricemia:
an ultrasound controlled study. Arthritis Res Ther. Jan 17 2011;13(1):R4.
15. De Miguel E, Puig JG, Castillo C, Peiteado D, Torres RJ, Martín-Mola E.
Diagnosis of gout in patients with asymptomatic hyperuricaemia: a pilot
ultrasound study. Ann Rheum Dis. Jan 2012;71(1):157-8.
16. Campion EW, Glynn RJ, DeLabry LO. Asymptomatic hyperuricemia.
Risks and consequences in the Normative Aging Study. Am J Med. Mar
1987;82(3):421-6.