Artikel Upah Bensu

29

Click here to load reader

Transcript of Artikel Upah Bensu

Page 1: Artikel Upah Bensu

Upah dalam Konsep IslamOleh

Ismahyudi

Syamsinar Saragih

A. Pendahuluan

Upah menurut pengertian Barat terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja

tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit,

upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut

pengertian Barat terkait dengan imbalan uang (finansial) yang diterima oleh karyawan atau

pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. Sehingga   dalam pengertian barat, Perbedaan

gaji  dan upah itu terletak pada Jenis karyawannya (Tetap atau tidak tetap) dan sistem

pembayarannya (bulanan atau tidak).  Meskipun titik berat antara upah dan        gaji   

terletak    pada     jenis     karyawannya apakah tetap ataukah tidak.

“Upah atau Gaji biasa, pokok atau minimum dan setiap emolumen tambahan yang

dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang, oleh

pengusaha kepada pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja”  (Konvensi ILO nomor

100).2

Menurut Dewan Penelitian Perupahan Nasional : Upah adalah suatu penerimaan

sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang

telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi

kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan

menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu

perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.

Dalam hal perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep Barat di atas, maka

Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada Barat.

1

Page 2: Artikel Upah Bensu

B. Metodologi

Sebagai sebuah metodologi, tafsir ekonomi al-Qur’an mempunyai peluang yang baik

bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam. Model tafsir ini dimodifikasi dari metode tafsir

tematik dengan tahapan kerja sebagai berikut: pertama, menginventarisasi ayat-ayat yang

terkait dengan permasalahn ekonomi yang akan dibahas, baik berdasar pada kata kunci

maupun pada kandungan ayat. Kedua, mengurutkan ayat-ayat tersebut berdasar urutan

turunnya surat yang didukung oleh asbabun nuzul baik secara mikro maupun makro. Ketiga,

menafsirkan ayat-ayat dengan corak adabi al-ijtima’i wal iqtishadiyyah. Keempat,

melakukan konstektualisasi dalam realitas perekonomian.

C. Ayat-ayat Upah

Dalam Al-Qur’an, diantara ayat-ayat yang mengandung nilai ajaran tentang upah

berdasar kata kunci dan kandungan makna perniagaan adalah sebagai berikut: (a) al-Baqarah

ayat 103, 282; (b) an-Nisa ayat 40; (c) al-Maidah ayat 1, 8; (d) at-Taubah ayat 105; (e) an-

Nahl ayat 97; (f) al-Kahfi ayat 30; (g) al-Qashas ayat 77; (h) Yusuf ayat 72; (i) al-Ahqaf

ayat 19; (j) Yaasin ayat 54; (k) An-Najm ayat 39; (l) as-Syu’araa ayat 183.

Sebagaimana diurai di atas tentang tahapan metode tafsir, ayat-ayat tersebut dipilah

menjadi kelompok surat Makkiyah dan Madaniyyah sebagai berikut:

Tabel 1

Klasifikasi Makkiyah dan Madaniyah

No Surat Makkiyah dan Ayatnya No Surat madaniyyah dan Ayatnya

1. An-Nahl: 97 1 At-Taubah: 105

2. Al-Kahfi: 30 2. Al-Baqarah: 103, 282

3. Al-Qashas: 77 3. An-Nisa: 40

4. Yusuf: 72 4. Al-Maidah: 1, 8

5. Al-Ahqaf: 19

6. Yaasin: 54

7. An-Najm: 39

8. As-Syua’ra: 183

2

Page 3: Artikel Upah Bensu

Tabel 2

Kronologis ayat-ayat perniagaan

No Surat Makkiyah dan Ayatnya No Surat madaniyyah dan Ayatnya

12. Yusuf: 72 2. Al-Baqarah: 103, 282

16. An-Nahl: 97 4. An-Nisa: 40

18. Al-Kahfi: 30 5. Al-Maidah: 1, 8

26. As-Syua’ra: 183 9. At-Taubah: 105

28. Al-Qashas: 77

36. Yaasin: 54

46. Al-Ahqaf: 19

53. An-Najm: 39

D. Prinsip-prinsip Upah dalam Al-Qur’an

Tahap selanjutnya, dari metodologi tafsir ekonomi al-Qur’an ini adalah menafsirkan

ayat tersebut dengan pendekatan adabi al-ijtima’i wal iqtishadiyah. Tahap ini dimaksudkan

untuk dapat mengambil prinsip-prinsip upah.

Allah menegaskan tentang imbalan ini dalam Qur’an sbb :

ه�اد�ة� �م و�الش� �ك �ئ �ب �ن �م�ا ف�ي �ون� ب �ع م�ل �ه� ت ول س� �ون� و�ر� م�ؤ م�ن د#ون� و�ال �ر� ت �ل�ى و�س� � إ �م ب� ع�ال غ�ي ال

�وا و�ق�ل� ى اع م�ل �ر� ي �ه� ف�س� �م الل �ك ع�م�ل

“Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang

mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang

Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu

kerjakan.” (At Taubah : 105).

Kata ( ه�د�اء� as-syuhada (saksi-saksi amal), dengan kata lain, amal apapun yang(الش#

kamu kerjakan, baik atau buruk hakikatnya (bukan lahirnya yang nyata di dunia ini)

disaksikan oleh Allah yang maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata, kemudian Rasul-

Nya dan orang-orang mukmin di dunia ini. Yaitu yang menjadi saksi-saksi amal manusia,

3

Page 4: Artikel Upah Bensu

lalu semua dikembalikan kepada Allah pada hari kemudian dan ketika itu kamu mengetahui

hakikat amal kamu.1

Dalam menafsirkan At Taubah ayat 105 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam

kitabnya Tafsir Al-Misbah sbb :

“Bekerjalah Kamu, demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan

bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan

melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”.2

Tafsir dari melihat dalam keterangan diatas adalah menilai dan memberi ganjaran

terhadap amal-amal itu.  Sebutan lain daripada ganjaran adalah imbalan atau upah atau

compensation.

ث�ى �ن �ه� م�ؤ م�ن5 و�ه�و� أ �ن �ي ي �ح �ن �اة8 ف�ل ي �ة8 ح� �ب �ه�م ط�ي �ن �ج ز�ي �ن ه�م و�ل �ج ر� ن� أ ح س�� �أ �وا م�ا ب �ان �ون� ك �ع م�ل ي

ا ع�م�ل� م�ن �ح8 �رC م�ن ص�ال و ذ�ك� أ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan

dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan

yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala

yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl : 97).

Dalam menafsirkan At Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya

Tafsir Al-Misbah sbb :

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-

laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir

atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan

kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan kami

berikan balasan kepada mereka semua di dunia  dan di akherat dengan pahala yang lebih   

baik dan   berlipat  ganda dari  apa   yang telah mereka kerjakan“.

1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, 2009, lentera hati, ciputat hal 237-238.

2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol 5, hal 670.4

Page 5: Artikel Upah Bensu

Tafsir dari balasan dalam keterangan d iatas adalah balasan di dunia dan di akherat.  

Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah

imbalan dunia dan imbalan akherat.  Amal Saleh sendiri oleh Syeikh Muhammad Abduh

didefenisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan

manusia secara keseluruhan.6 Sementara menurut Syeikh Az-Zamakhsari, Amal Saleh

adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi

Muhammad Saw.7 Menurut Defenisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari diatas, maka

seorang yang bekerja pada suatu badan usaha (perusahaan) dapat dikategorikan sebagai

amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan

barang-barang yang haram.  Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja

dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat.

�ن� �ذ�ين� إ �وا ال �وا آم�ن �ح�ات� و�ع�م�ل �ا الص�ال �ن �ض�يع� ال إ �ج ر� ن �ح س�ن� م�ن أ ع�م�ال أ

“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-

nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik.” (Al Kahfi : 30).

Berdasarkan tiga ayat diatas, yaitu  At-Taubah 105, An-Nahl 97 dan  Al-Kahfi 30,

maka Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akherat. 

Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa penekanan kepada akherat  itu lebih penting

daripada penekanan  terhadap    dunia    (dalam   hal   ini     materi) sebagaimana semangat

dan jiwa Al-Qur’an surat Al-Qhashsash ayat 77.

غ� و�ال �ب اد� ت ف�س� �ه� ال ك� الل �ي �ل ن إ �ح س� �م�ا و�أ �ح س�ن� ك ة� أ س� و�ال اآلخ�ر� �ن �ك� ت �ص�يب �ام�ن� ن ي الد#ن

�غ� ت �اك� ف�يم�ا و�اب �ه� آت الد�ار� الل

�ن� األر ض� �ه� إ �ح�ب# ال الل د�ين� ي م�ف س� ف�ي ال

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan

berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berbuat kerusakan”.

5

Page 6: Artikel Upah Bensu

Dan carilah secara bersungguh-sungguh pada apa yang telah dianugerahkan Allah

kepadamu dari hasil usahamu itu kebahagiaan negeri akhirat dengan menginfakkan dan

menggunakannya sesuai petunjuk Allah dan dalam saat yang sama janganlah melupakan

yakni mengabaikan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua,

sebagaimana atau disebabkan karena Allah telah berbuat baik kepadamu dengan aneka

nikmatnya. Dan janganlah engkau berbuat kerusakan dalam bentuk apapun di bagian

manapun di bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.

Kata ( (ف�يم�ا dipahami oleh Ibnu Asyur mengandung makna terbanyak atau pada

umumnya, sekaligus melukiskan tertancapnya kedalam lubuk hati upaya mencari

kebahagiaan ukhrawi melalui apa yang dianugerahkan Allah dalam kehidupan dunia ini.3

Kemudian dijelaskan lagi dalam Q.S Yusuf ayat 72, kalau imbalan yang diberikan

itu juga harus dijamin.

�وا �ف ق�د� ق�ال م�ل�ك� ص�و�اع� ن �م�ن ال �ه� ج�اء� و�ل �ع�يرC ح�م ل� ب �ا ب �ن �ه� و�أ ع�يم5 ب ز�

“Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat

mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku

menjamin terhadapnya".

Ayat-ayat diatas menggunakan bentuk jamak dan bentuk tunggal. Misalnya kata ( ع�يم5 (ز�

za’im/penjamin ialah bentuk tunggal, tetapi sebelumnya, misalnya kata (وا� atau mereka (ق�ال

mengawali bentuk jamak. Ini mengisyaratkan bahwa yang berbicara hanya seorang, yaitu

pemimpin rombongan pengejar itu, sedang sisanya menyetujui dan mengiyayakannya.

Kata ( Cير ( ع]� ‘ir pada mulanya berarti unta atau keledai liar. Lalu maknanya

berkembang sehingga mencakup juga pengendara dan barang yang dipikul oleh kedua

binatang itu.4

3 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal 64-65

4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, 2009, lentera hati, ciputat hal 133-151

6

Page 7: Artikel Upah Bensu

Surat At Taubah 105 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bekerja,

dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan. Yang paling unik dalam ayat

ini adalah penegasan Allah bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar.  Sebab

kalau motivasi bekerja tidak benar, Allah akan membalas dengan cara memberi azab.

Sebaliknya, kalau motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan

balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan (An-Nahl : 97).

Lalu surat Al-Baqarah 103 menjelaskan bahwa jika tetap beriman dan bertakwa

dalam mengerjakan apapun maka akan mendapatkan pahala.

�و �ه�م و�ل ن� �وا أ �ق�و ا آم�ن �ة5 و�ات �وب �م�ث د� م�ن ل ن �ه� ع� ر5 الل ي �و خ� �وا ل �ان �م�ون� ك �ع ل ي

“Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan

mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau

mereka mengetahui”.

Tafsirnya:

Sesungguhnya seandainya mereka beriman sesuai dengan apa yang diajarkan al-

Qur’an serta percaya bahwa sesuatu dapat terjadi hanya atas izin Allah bukan penyihir dan

bertakwa, yakni kepercayaan mereka itu melaksanakan amal sholeh. Niscaya mereka

mendapat ganjaran sesungguhnya ganjaran yang besar dan mantap akan mereka peroleh

dari segala sesuatu baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Kalau mereka mengetahui

betapa banyak ganjaran yang dapat mereka peroleh bila beriman dan bertakwa serta

mengetahui betapa buruk dampak negative sihir, niscaya mereka tidak melakukan

keburukan-keburukan itu.

Sayang mereka tidak mengetahui dalam arti tidak mengamalkan pengetahuan

mereka itu karena siapa yang mengetahui tapi tidak mengamalkan pengetahuannya, ia sama

saja dengan yang tidak tahu.5

Kemudian dalam surat an-Nisa 40 dijelaskan lagi mengenai takaran imbalan yang

diperoleh manusia.

5 Mudjab Mahal, asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-qur’an,2002, PT Raja Grafindo, Jakarta hal 277

Page 8: Artikel Upah Bensu

�ن� �ه� إ �م� ال الل �ظ ل ق�ال� ي ةC م�ث �ن ذ�ر� �ك� و�إ �ة8 ت ن �ض�اع�ف ه�ا ح�س� �ؤ ت� ي ه� م�ن و�ي �د�ن ا ل �ج ر8 ع�ظ�يم8ا أ

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan

jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan

memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”.

Tafsirnya: Pembalasan terhadap amal kebajikan 10 kali lipat bahkan lebih. Sedangkan

pembalasan amal kejahatannya 1 kali. Tahap amal kebajikan selain daripada mendapat

pembalasan pahala 10 kali lipat lebih, juga mendapat karunia karunia besar sebagai

tambahan. Katakanlah “ karunia besar” ini sebagai hadits istimewa sebab ia diluar

pembalasan amal yang sudah ditetapkan.6

Ada yang memahami ( Cة (ذ�ر� dalam arti semut merah yang kecil, ada juga yang

memahami dalam arti telur semut, ada juga yang berkata bahwa ia adalah debu berterbangan

yang hanya terlihat antara lain melalui kaca yang ditembus oleh sinar matahari.

Pendapat al-Biqa’i tentang makna kata ini adalah pendapat yang paling tepat dan

baik tata bahasa menggunakannya untuk menggambarkan sesuatu yang terkecil, bahkan

dapat berarti sesuatu yang tidak berwujud.

Ketika atom ditambah, para pakar bahasa Arab menamainya dengan dzarrah Karena

ketika itu ia dinilai sebagai unsur kimia yang terkecil (setelah nuklir) yang dapat berdiri

sendiri atau bersenyawa dengan yang terkecil.

Kata ( ه� م�ن �د�ن dari sisinya mengandung makna bahwa anugerah itu bersumber ( ل

langsung dari-Nya sehingga ia tidapat dijangkau atau diketahui kadarnya oleh manusia. Ini

salah satu perbedaan kandungan maknanya dengan kata min ‘indihi yang sering

diterjemahkan dengan dari sisinya.7

Lebih jauh Surat An-Nahl : 97 menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan gender

dalam menerima upah / balasan dari Allah.  Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada

diskriminasi upah dalam Islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama.  Hal yang

6 Bahtiar Sunin, Alkanz Terjemah & Tafsir Al-qur’an, 1993, Penerbit Titian Imu, Bandung, hal 285-286

7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol 2, hal 537-5388

Page 9: Artikel Upah Bensu

menarik dari ayat ini, adalah balasan Allah langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeki

yang halal) dan balasan di akherat (dalam bentuk pahala).

Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan

yang telah dilakukan manusia, pasti Allah balas dengan adil.  Allah tidak akan berlaku zalim

dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya.  Konsep keadilan dalam upah inilah yang

sangat mendominasi dalam setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam.

Lebih lanjut kalau kita lihat hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan

oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan

mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah

asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan

memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada

mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas

seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim).8

Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia)

mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang.  Perkataan :

“harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti

apa yang dipakainya (sendiri)” , bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin

makan dan pakaian karyawan yang menerima upah.

Dalam hadits yang lain, diriwayatkan dari Mustawrid bin Syadad Rasulullah s.a.w

bersabda :

“Siap yang menjadi pekerja bagi kita,    hendaklah    ia   mencarikan    isteri

(untuknya); seorang  pembantu  bila    tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya

untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan

tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan: Diberitakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad

Saw. bersabda: “Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah seorang yang

keterlaluan atau pencuri.” (HR. Abu Daud).

8 Shaleh, Mausu’ah al-Hadits asy-Syarif Kutubus Sittah Shahih Muslim Kitab al-Aiman bab 10, hal. 969

9

Page 10: Artikel Upah Bensu

Hadits ini menegaskan bahwa kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan

kebutuhan azasi bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan juga untuk

mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang (sendiri).  Hal ini ditegaskan lagi

oleh Doktor Abdul Wahab Abdul Aziz As-Syaisyani dalam kitabnya Huququl Insan Wa

Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil Ma’siroti bahwa mencarikan istri

juga merupakan kewajiban majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok bagi para

karyawan.9

Sehingga dari ayat-ayat  Al-Qur’an di atas, dan dari hadits-hadits di atas, maka dapat

didefenisikan bahwa : Upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya

dalam bentuk imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala

di akherat (imbalan yang lebih baik).

Dari uraian diatas, paling tidak terdapat 2 Perbedaan konsep Upah antara Barat dan

Islam: pertama,  Islam melihat Upah sangat besar kaitannya dengan konsep Moral,

sementara Barat tidak.  Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan

atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut

dengan Pahala, sementara Barat tidak. Adapun persamaan kedua konsep Upah antara Barat

dan Islam adalah; pertama, prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan

(kecukupan).

Tabel 1. Konsep Upah antara Barat dan Islam

No Aspek Barat Islam

1Keterkaitan yang erat antara

UPAH dengan MORALTidak Ya

2Upah memiliki dua dimensi :

Dunia dan akheratTidak Ya

3Upah diberikan berdasarkan

Prinsip Keadilan  (justice)Ya Ya

4 Upah diberikan berdasarkan Ya Ya

9 Abdul Wahhab Abdul Aziz As- Syaisyani. Huququl Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil A’siroti hal 464.

10

Page 11: Artikel Upah Bensu

prinsip Kelayakan

ADIL

Organisasi yang menerapkan prinsip keadilan dalam pengupahan mencerminkan

organisasi yang dipimpin oleh orang-orang bertaqwa.  Konsep adil ini merupakan ciri-ciri

organisasi yang bertaqwa.  Al-Qur’an menegaskan :

�وا..… �ع د�ل �وا ت ب� ه�و� اع د�ل �ق ر� �ق و�ى أ �لت ..…ل

“Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa”. (QS. Al-Maidah : 8).

ADIL bermakna JELAS dan TRANSPARAN

“Hai orang-orang yang beriman, apabila   kamu   bemua’malah   tidak     secara

tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.  Dan hendaklah

seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.  Dan janganlah penulis

enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis

dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan

hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun

daripada hutangnya.  Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah

(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya

mengimlakkan dengan jujur.  Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang

lelaki diantaramu.  Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua

orang  perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka

11

Page 12: Artikel Upah Bensu

seorang lagi mengingatkannya.  Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)

apabila mereka di panggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun

besar sampai batas waktu membayarnya.  Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan

lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mua’malahmu itu), kecuali

jika mua’malah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, (jika) kamu

tidak menulisnya.  Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis

dan saksi saling sulit-menyulitkan.  Jika kamu lakukan (yang demikian), maka

sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah;

Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 282)

�ال ل�ى م�ا إ �ت �م ي ك �ي ر� ع�ل د� م�ح�ل�ي غ�ي �م الص�ي ت �ن م5 و�أ �ن� ح�ر� �ه� إ �م� الل �ح ك �ر�يد� م�ا ي � ي ع�ام األن

�ا #ه�ا ي ي� �ذ�ين� أ �وا ال و ف�وا آم�ن

� ع�ق�ود� أ �ال �ح�ل�ت ب �م أ �ك �ه�يم�ة� ل ب

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu

binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak

menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah

menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah : 1).

Ayat-ayat yang dimulai dengan panggilan ( �ا ي #ه�ا ي� أ �ذ�ين� �وا ال adalah ayat-ayat (آم�ن

yang turun di makkah. Panggilan semacam ini bukan saja merupakan panggilan mesra,

tetapi yang dimaksudkan agar yang diajak mempersiapkan diri melaksanakan kandungan

ajakan.

Tafsirnya:

Hai orang-orang yang beriman, untuk membuktikan kebenaran iman kalian.

Penuhilah akad-akad itu, yakni baik akad antara kamu dan Allah yang terjalin melalui

pengakuan kamu dengan beriman kepada nabi-Nya ataupun melalui nalar yang

dianugerahkan-Nya kepada kamu, demikian juga perjajnjian yag terjalin antara kamu dan

sesama manusia bahkan perjanjian antara kamu dan diri kamu sendiri. Bahkan, semua

perjanjian selama tidak mengandung pengharaman yang halal atau penghalalan yang haram.

Salah satu akad yang perlu kamu ingat adalah bahwa telah dihalakan bagi kamu apa

yang sebelum ini diharamkan atas ahl al-kitab, yaitu binatang ternak setelah disembelih

12

Page 13: Artikel Upah Bensu

secara sah yakni dihalalkan bagi kamu memakannya, memanfaatkan kulit, bulu, tulang, dan

lain-lain. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum halal atau haram, boleh atau tidak

menurut yang ia kehendaki.

Nabi bersabda :

“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan

ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan”. (HR. Baihaqi).10

Dari dua ayat Al-Qur’an dan hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat diketahui bahwa

prinsip utama keadilan terletak pada Kejelasan aqad (transaksi)  dan komitmen

melakukannya.  Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja dengan

pengusaha.  Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang

akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran

upah.  Khusus untuk cara pembayaran upah, Rasulullah bersabda :

“Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah Saw. Bersabda: “Berikanlah upah orang

upahan sebelum kering keringatnya“. (HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani).

Dalam menjelaskan hadits itu, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan Nilai

dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan sebagai berikut :

Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan

pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat

dengan syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau

menghalalkan yang haram.  Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau

sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu diperhitungkan

atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi dengan kewajiban.  Selama ia

mendapatkan  upah  secara penuh, maka kewajibannya juga harus dipenuhi.  Sepatutnya hal

ini dijelaskan secara detail dalam “peraturan kerja” yang menjelaskan masing-masing hak

dan kewajiban kedua belah pihak.11

10 As-Sayyid Ahmad Al-Hasyimiy, Tarjamah Mukhtarul Ahaadits, Bandung: PT. Ma’arif, 1996, hal 552

11 Yusuf Qardhawi, Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, hal 40513

Page 14: Artikel Upah Bensu

Dari penjelasan Syeikh Qardhawi diatas, dapat dilihat bahwa upah atau gaji

merupakan hak karyawan selama karyawan tersebut bekerja dengan baik. Jika pekerja

tersebut tidak benar dalam bekerja (yang dicontohkan oleh Syeikh Qardhawi dengan bolos

tanpa alasan yang jelas), maka gajinya dapat dipotong atau disesuaikan. Hal ini menjelaskan

kepada kita bahwa selain hak karyawan memperoleh upah  atas apa yang diusahakannya,

juga hak perusahaan untuk memperoleh hasil kerja dari karyawan dengan baik. Bahkan

Syeikh Qardhawi mengatakan bahwa bekerja  yang baik merupakan  kewajiban karyawan

atas hak upah yang diperolehnya, demikian juga, memberi upah merupakan kewajiban

perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya.  Dalam keadaan masa kini,

maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, dituangkan dalam buku Pedoman Kepegawaian

yang ada di masing-masing perusahaan. Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran

upah ini adalah :

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau

bersabda: “Allah telah berfirman: “Ada tiga jenis manusia dimana Aku adalah musuh

mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen akan

memberi atas nama-Ku (bersumpah dengan nama-Ku), kemudian ia tidak memenuhinya.

Kedua, orang yang menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya.

Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan dengan penuh,

tetapi tidak membayar upahnya” (HR. Bukhari).

Hadits-hadits diatas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat

diperhatikan.  Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai perbuatan zalim dan

orang yang tidak membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi

saw pada hari kiamat. Dalam hal ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai

tenaga seorang karyawan (buruh).

ADIL bermakna PROPORSIONAL

�وا �ه�م ع�م�ل �و�ف�ي �ي �ه�م و�ل �ع م�ال �م�ون� ال و�ه�م أ �ظ ل �لd ي �ك ج�ات5 و�ل م�م�ا د�ر�

14

Page 15: Artikel Upah Bensu

“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan

agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang

mereka tiada dirugikan.” (QS. Al-Ahqaf  :  19).

�و م� ي �م� ال ف�ال �ظ ل �ف س5 ت 8ا ن ئ ي و ن� و�ال ش� �ج ز� �ال ت �م م�ا إ ت �ن �ون� ك �ع م�ل ت

“Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalas,

melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasin : 54).

Maka pada hari itu seseorang yang taat maupun yang durhaka tidak akan dirugikan

sedikitpun dan kamu tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan jika

kamu peroleh merupakan anugerah Allah yang berlipat ganda dari nilai amal kamu.

Firmannya: (و�ال و ن� �ج ز� ت �ال إ م�ا �م ت �ن ك �ون� �ع م�ل ,(ت dan kamu tidak dibalas kecuali

dengan apa yang telah kamu kerjakan merupakan penjelasan sekaligus bukti bahwa pada

hari itu tidak akan ada penganiayaan. Betapa tidak demikian, padahal masing-masing

menerima apa yang mereka sendiri kerjakan. Penganiayaan adalah menempatkan sesuatu

bukan pada tempatnya atau memberi kurang dari hak yang semestinya diberikan. Sedangkan

disini, yang bersangkutan diberikan persis sesuai dengan hak dan apa yang dilakukannya.12

�ن س� و�أ �ي ان� ل س� �إلن �ال ل ع�ى م�ا إ س�

“Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”

(QS. An-Najm : 39).

Tafsirnya:

Dan, disamping seseorang tidak akan memikul dosa dan mudharat yang dilakukan

orang lain, ia pun tidak akan meraih manfaat dari amalan baiknya. Karena itu, disana juga

ada keterangan bahwa seseorang manusia tidak akan memiliki selain apa yang telah

diusahakannya.

12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, 2009, lentera hati, ciputat hal 171-172

15

Page 16: Artikel Upah Bensu

Huruf lam pada firman-Nya ( ان� س� �إلن ,(ل berarti memiliki. Kepemilikan dimaksud

adalah kepemilikan hakiki yang senantiasa akan menyertai manusia sepanjang eksistensinya.

Ia adalah amal-amal nya yang baik dan yang buruk. Ini berbeda dengan kepemilikan

relative, seperti kepemilikan harta, anak, keudukan, dan lain-lain yang sifatnya sementara

serta pasti akan lenyap dengan kematiannya.

Kata (ع�ى ,(س� pada mulanya berarti berjalan cepat, namun belum sampai tingkat

berlari. Kata ini kemudian digunakan dan berarti berupaya secara bersungguh-sungguh.13

Ayat-ayat ini menegaskan bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas menurut berat

pekerjaannya itu.  Konteks ini yang oleh pakar manajemen Barat diterjemahkan menjadi

equal pay for equal job, yang artinya, upah yang sama untuk jenis pekerjaan yang sama. 

Jika ada dua orang atau lebih mengerjakan pekerjaan yang sama, maka upah mereka mesti

sama.  Prinsip ini telah menjadi hasil konvensi International Labour Organization (ILO)

nomor 100.15

Sistem manajemen penggajian HAY atau yang sering disebut dengan Hay System,

telah menerapkan konsep ini.  Siapapun pekerja atau karyawannya, apakah tua atau muda,

berpendidikan atau tidak, selagi mereka mengerjakan pekerjaan yang sama, maka mereka

akan dibayar dengan upah yang sama.

LAYAK

Jika Adil berbicara tentang kejelasan, transparansi serta proporsionalitas ditinjau dari

berat pekerjaannya,   maka  Layak  berhubungan dengan besaran yang diterima.

LAYAK bermakna CUKUP PANGAN, SANDANG, PAPAN

Jika ditinjau dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w

bersabda :

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di

bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka

13 M. Quraish Shihab, ibid hal 205-20616

Page 17: Artikel Upah Bensu

harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti

apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang

sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah

membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Mustawrid bin Syadad Rasulullah Saw.

bersabda:

“Aku mendengar Nabi Muhammad saw bersabda :  „Siapa yang menjadi pekerja bagi kita,

hendaklah ia mencarikan istri untuknya; ; seorang pembantu bila tidak memilikinya,

hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. .  Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal,

hendaklah ia mencarikan tempat tinggal. Abu   Bakar   mengatakan:Diberitakan kepadaku

bahwa Nabi Muhammad bersabda  : Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah

seorang yang keterlaluan atau pencuri” (HR Abu  Daud).

Dari dua hadits diatas, dapat diketahui bahwa kelayakan upah yang diterima oleh

pekerja dilihat dari 3 aspek yaitu : Pangan (makanan), Sandang (Pakaian) dan papan (tempat

tinggal).  Bahkan bagi pegawai atau karyawan yang masih belum menikah, menjadi tugas

majikan yang mempekerjakannya untuk mencarikan jodohnya.  Artinya, hubungan antara

majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi karyawan

sudah dianggap merupakan keluarga majikan.  Konsep menganggap karyawan sebagai

keluarga majikan merupakan konsep Islam yang lebih 14 abad yang lalu telah dicetuskan.

Konsep ini dipakai oleh pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka

(pengusaha muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya  di luar lingkungan

kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini. Wilson menulis dalam bukunya

yang berjudul Islamic Business Theory and Practice yang artinya kira-kira “walaupun

perusahaan itu bukanlah perusahaan keluarga, para majikan Muslimin acapkali

memperhatikan kehidupan karyawan di luar lingkungan kerjanya, hal ini sulit untuk

dipahami para pengusaha Barat“.[1] Konsep inilah yang sangat berbeda dengan konsep upah

menurut Barat. Konsep upah menurut Islam, tidak dapat dipisahkan dari     konsep moral. 

Mungkin sah-sah saja jika gaji seorang   pegawai di Barat  sangat   kecil karena

pekerjaannya sangat remeh (misalnya cleaning service).  Tetapi dalam konsep Islam,

17

Page 18: Artikel Upah Bensu

meskipun cleaning service, tetap faktor LAYAK menjadi pertimbangan utama dalam

menentukan berapa upah yang akan diberikan.

LAYAK bermakna SESUAI DENGAN PASARAN

وا و�ال خ�س� �ب �اس� ت �اء�ه�م الن ي �ش �و ا و�ال أ �ع ث د�ين� األر ض� ف�ي ت م�ف س�

“Dan janganlah kamu merugikan manusia akan hak-haknya dan janganlah kamu

merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Asy-Syua’ra 26 : 183).

Ayat di atas bermakna bahwa janganlah seseorang merugikan orang lain, dengan

cara mengurangi hak-hak yang seharusnya diperolehnya.  Dalam pengertian yang lebih jauh,

hak-hak dalam upah bermakna bahwa janganlah mempekerjakan upah seseorang, jauh

dibawah upah yang biasanya diberikan. Misalnya saja untuk seorang staf administrasi, yang

upah perbulannya menurut pasaran adalah Rp 900.000,-.  Tetapi di perusahaan tertentu

diberi upah Rp 500.000,-.  Hal ini berarti mengurangi hak-hak pekerja tersebut. Dengan kata

lain, perusahaan tersebut telah memotong hak pegawai tersebut sebanyak Rp 400.000,-

perbulan.  Jika ini dibiarkan terjadi, maka pengusaha sudah tidak berbuat layak bagi si

pekerja tersebut.

Dari uraian Upah menurut Konsep Islam diatas, maka dapat digambarkan bagaimana

konsep Upah dalam Islam seperti tertera dalam Gambar 2  Dapat dilihat bahwa Upah dalam

konsep Syariah memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akherat.  Untuk

menerapkan upah  dalam  dimensi  dunia,   maka  konsep moral merupakan  hal  yang

sangat  penting    agar pahala dapat diperoleh sebagai dimensi akherat dari upah tersebut. 

Jika moral diabaikan, maka dimensi akherat tidak akan tercapai. Oleh karena itulah konsep

moral diletakkan pada kotak paling luar, yang artinya, konsep moral diperlukan untuk

menerapkan upah dimensi dunia agar upah dimensi akherat dapat tercapai.

Dimensi upah di dunia dicirikan oleh 2 hal, yaitu adil dan layak.  Adil bermakna

bahwa upah yang diberikan harus jelas, transparan dan proporsional. Layak bermakna

bahwa upah yang diberikan harus mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan papan serta

tidak jauh berada di bawah pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu didudukkan pada

posisinya, agar memudahkan bagi kaum muslimin atau pengusaha muslim dalam

mengimplementasikan manajemen syariah dalam pengupahan karyawannya di perusahan.18

Page 19: Artikel Upah Bensu

E. Kesimpulan

Upah menurut Barat adalah Upah atau Gaji biasa, pokok atau minimum dan setiap

emolumen tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk

uang tunai atau barang, oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitan dengan hubungan

kerja.  Sedangkan Upah menurut Islam adalah imbalan yang diterima seseorang atas

pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk

imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).

Perbedaan pandangan terhadap Upah antara Barat dan Islam terletak dalam 2 hal :

pertama,  Islam melihat Upah sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, sementara Barat

tidak.  Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan)

tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala,

sementara Barat tidak.  Adapun persamaan kedua konsep Upah antara Barat dan Islam

terletak pada prinsip keadilan (justice) dan prinsip kelayakan (kecukupan).

Rambu-rambu pengupahan dalam Islam ada 2 yakni adil dan layak.  Adil bermakna

2 hal ; (1) jelas dan transparan, (2) proporsional.  Sedangkan Layak bermakna 2 hal;(1),

cukup pangan, sandang dan papan, (2), sesuai dengan pasaran.

19

Page 20: Artikel Upah Bensu

Daftar Pustaka

1. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah “ Pesan , Kesan dan keserasian al-Qur’an”,

2009, Lentera Hati, ciputat.

2. Bachtiar Sunin, Alkanz Terjemah & Tafsir Al-qur’an, 1993, Penerbit Titian Imu,

Bandung.

3. Mudjab Mahal, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-qur’an, 2002, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

4. Sholeh bin abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrohim, 2000. Mausuah al-Hadits As

Syarif Al Kutubus Sittah. Darussalam.

5. Abdul Wahhab abdul aziz asy-Syaisyani, 1980, Huququl nsan Wa Hurriyatul

asasiyyah fin Nidzomil Islami wa nudzumi al ma’asyiroti. Maktabah al-jami’iyyah MAkkah.

6. As-Sayyid Al-Hasyimiy, Tarjamah Mikhtarul Al-Hadits, 1996, PT Ma’arif,

Bandung.

7. Qardhawi, Syeikh Yusuf, Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, 1997,

Robbani Press, Jakarta.

20