Artikel Pasar Modal

15
ARTIKEL Dibayangi Krisis Eropa, Transaksi Saham di Indonesia Terancam Turun Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Pasar Modal dan Teori Portofolio Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas DR. Soetomo Surabaya Dosen Pengajar Dra. Ec. Tien Sumarni, MSi Oleh Ratih Dewi Titisari Haryana 2011335014

description

Pasar Modal

Transcript of Artikel Pasar Modal

ARTIKELDibayangi Krisis Eropa, Transaksi Saham di Indonesia Terancam TurunDibuat Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah

Pasar Modal dan Teori Portofolio

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas DR. Soetomo Surabaya

Dosen PengajarDra. Ec. Tien Sumarni, MSiOleh

Ratih Dewi Titisari Haryana

2011335014

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS Dr. SOETOMO

ARTIKELDibayangi Krisis Eropa, Transaksi Saham di Indonesia Terancam Turun

Krisis ekonomi yang sedang terjadi dalam 2 tahun terakhir di beberapa bagian negara Eropa telah menjadi kegelisahan yang sangat luar biasa. Krisis di zona Eropa memiliki andil yang cukup besar pada sektor lembaga keuangan serta para pelaku investor yang telah banyak memiliki Surat Utang Negara (SUN), yang sedang mengalami krisis perekonomian tersebut. Pada kasus tersebut terlihat dampak kerugian yang telah ditimbulkan, baik itu oleh pihak bank maupun investor besar. Dimana pihak tersebut telah menyediakan dana yang tidak sedikit dalam membantu Negara Eropa yang sedang dilanda krisis tersebut sekiranya agar dapat secepatnya keluar dari krisis, namun hingga sekarang krisis tersebut masih saja berlangsung. Sedangkan dari pihak bank dan investor akan dibiarkan menanggung sendiri kerugian dana yang telah ditanamkan di Negara yang sedang dilanda krisis. Bagi mereka, ini adalah sesuatu yang sangat tidak adil.Dibalik Penyebab Krisis Eropa

Kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh Jerman dalam beberapa tahun terakhir memiliki andil besar dalam terjadinya krisis eropa. Surplus neraca perdagangan secara besar-besaran yang diraih oleh Jerman dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan negara-negara lain di zona eropa tidak mampu untuk mengimbanginya. Spanyol dan beberpa negara-negara pinggiran eropa lainnya harus mengalami yang namanya defisit transaksi berjalan yang besar. Dalam kasus ini, negara-negara pinggiran tersebut hanya menjadi target target pasar dari ekonomi Jerman. Dimana pemerintah Jerman telah melakukan kebijakan yang mana tidak akan membiarkan negara lain di zona eropa untuk berkembang. agar mencegah kinerja ekspor Jerman yang dapat runtuh. Sedangkan suku bunga diwilayah eropa sangatlah rendah (sebagaian besar ditetapkan oleh Jerman), memastikan bahwa negara-negara pinggiran akan tetap berjalan dengan defisit perdagangan yang besar.

Oleh karena itu, selayaknya Jerman harus bertanggungjawab dengan terjadinya krisis Eropa ini. Jerman membeli aset negara Eropa yang lain agar dapat membantu perekonomian mereka dengan cara membeli Surat Htang (SUN), yang diterbitkan oleh negara Eropa lainnya, agar ekonomi mereka tetap berjalan dan mereka bisa tetap membeli produk Jerman. Mungkinkah kemakmuran yang tengah terjadi pada zona Eropa memiliki persamaan dengan hukum zero-sum game ?

Jerman Tidak Akan Merelakan Eropa JatuhPada masa sekarang Pada masa sekarang ini, dimana keadaan makro ekonomi dunia sangatlah berbeda. Tidak ada suatu mekanisme yang dapat memungkinkan ataupun mencegah ketidakseimbangan neraca perdagangan yang berjalan secara terus-menerus. Contohnya, Amerika akan terus menjadi negara pengkonsumsi bagi produk China dan Jepang. China dan Jepang tidak akan membiarkan ekonomi Amerika jatuh dengan cara terus membeli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah AS. Maka, apabila AS jatuh, siapa yang akan membeli produk mereka?.

Berdasarkan dengan logika yang sama, Jerman tidak akan membiarkan negara-negara di Eropa untuk jatuh, dengan arti lain, apabila perdagangan Jerman berjalan surplus dan negara di zona Eropa yang lain berada dalam krisis, maka terdapat tiga kemungkinan skenario yang akan diambil oleh pemerintah Jerman, adapun skenario tersebut sebagai berikut :

1. Negara Spanyol, Yunani, Portugal, Irlandia hingga Italia, dapat melakukan pinjaman hingga tak terbatas untuk membiayai defisit negaranya.

2. Disaat tingkat Utang negara Eropa yang mengalami defisit telah berada diambang kekhawatiran, mereka mampu membalikkan kebijakan yang menyebabkan ketidakseimbangan perdagangan. Dari kemungkin yang ke dua ini, memungkinkan Jerman untuk menjadi sebuah negara pengkonsumsi dari produk-produk bagi negara eropa yang lainnya. Dengan begitu, negara eropa yang sedang mengalami krisis dapat membayar utangnya melalui surplus transaksi perdagangan yang telah didapatnya. Tidak ada pihak yang kalah.

3. Mendevaluasi mata uangnya, yang kemudian menyatakan bahwa tidak sanggup untuk membayar atau hanya membayar sebagian kecil dari nilai utang aslinya. Mengambil alih aset yang telah dibeli Jerman ataupun dengan melakukan kombinasi dari langkah-langkah tersebut.

Dari uraian diatas telah cukup jelas bahwa negara produsen besar didunia seperti Jerman, Cina, Jepang, dll. akan melakukan segala upaya dan usaha untuk menolak yang terdapat pada pilihan kedua. Mereka tidak akan mau mengambil langkah yang diperlukan untuk membalikkan kebijakan anti consumptionist menjadi comsuptionist. Sebagai contoh, Jepang yang hampir selama dua dekade belum mampu atau bahkan menolak untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk membalikkan surplus neraca perdagangan mereka saat ini. Jepang akan terus menjadi negara produsen bagi Amerika dan dunia secara global. Mengingat jatuh tempo utang dari negara yang sedang dilanda krisis eropa, tidak masuk akal bagi siapa saja untuk mengharapkan bahwa Jerman dapat terus berjalan dengan surplus neraca perdagangan, sedangkan negara Eropa lain tidak melakukan apapun untuk mengikis nilai-nilai hutangnya. Hal ini akan menjadi sebuah kombinasi yang saya anggap sangatlah mustahil.PEMBAHASAN

Kekhawatiran bankir-bankir di Indonesia terhadap krisis utang Eropa saat ini masih tinggi. Hasil survei Pricewaterhouse Coopers (PWC) International menunjukkan 85 persen bankir nasional masih prihatin dengan ancaman penurunan peringkat kredit berkelanjutan dari bank berskala kecil dan besar di Eropa. "Peningkatan kredit tersebut tentunya meningkatkan kerentanan di bank-bank Eropa," kata penasihat teknis divisi perbankan Pricewaterhouse Coopers (PwC) Indonesia, Ashley Wood, dalam diskusi Indonesia Banking Survey Report 2012 di Jakarta, Rabu (25/4). Ashley memaparkan hasil survey didapatkan dari lebih 100 orang eksekutif perbankan senior yang bekerja di sektor perbankan di Indonesia. Pendapat tersebut juga dihimpun lebih dari 60 persen atau sekitar 30 bank teratas (berdasarkan nilai aset) di dalam negeri.

Meskipun sebagian besar responden masih prihatin dengan krisis utang Eropa, namun 95 persen responden tetap optimis untuk perekonomian Indonesia. Responden, kata Ashley, memprediksikan pertumbuhan dua digit untuk pinjaman di Indonesia tahun ini. Pertumbuhan organik dibandingkan pertumbuhan akuisisi akan terus menjadi pilihan strategis pertumbuhan yang paling disukai responden. Perusahaan kecil dan menengah (UKM) diharapkan menghasilkan pertumbuhan tertinggi dalam penyaluran kredit perbankan tahun ini.

Preferensi responden, kata Ashley, fokus pada sektor UKM dan perluasan jaringan kantor cabang. "Dua hal ini menjadi fokus utama operasional perbankan tahun ini," ujarnya. Sebanyak 39 persen responden berencana mendirikan setidaknya 25 cabang tahun ini. Sedangkan 11 persennya berencana membuka lebih dari 100 kantor cabang. Dengan pertumbuhan dua digit sektor perbankan, lanjut Ashley, tak heran perekrutan dan retensi SDM menjadi penting. Sebanyak 91 persen responden menyatakan akan menambah jumlah karyawan mereka tahun ini. Sebesar 61 persen responden menganggap karyawan berkualitas penting, terutama di divisi teknologi informasi (IT), divisi pinjaman dan treasury.Meskipun terjadi kekhawatiran bagi Negara Indonesia terhadap krisis di Eropa yang baru-baru ini terjadi namun terdapat pendapat dari Guru Besar Fakultas Ekonomi dari Universitas Chicago Booth Scohool of Business, Randall Krozner meyakini bahwa ekonomi Indonesia saat ini mampu menghadang efek krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika saat ini. "Ekonomi Indonesia stukturnya kuat, mulai dari pertumbuhan investasi, pasar modal dan perbankan di Indonesia kondisinya sehat, dan tentunya akan kuat menghadapi krisis ekonomi di eropa dan amerika," kata Randall di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (20/3/2012).Apalagi koreksi terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap krisis ekonomi tersebut hanya sedikit yakni hanya 0,2%. "Koreksi target pertumbuhannya kecil dari 6,7% menjadi 6,5%, sementara efek krisis di negara besar di Asia cukup besar, seperti China yang mengoreksi pertumbuhan ekonominya dari 8% menjadi 7,5%," katanya. Namun bukan berarti kata Randall tidak ada dampak sama sekali bagi Indonesia terhadap krisis di Amerikan dan Eropa. "Pasar ekspor, ya pasar ekspor Indonesia akan cukup terkena dampak, tapi kebijakan-kebijakan negara yang diambil mampu meredam dampak tersebut, bahkan saya yakin investasi di dalam negeri akan tetap tumbuh signifikan akan banyak pemodal asing masuk ke sini," ucapnya.

Randall menyatakan bahwa dengan adanya berbagai kenaikan peringkat investasi sementara beberapa negara lain turun di saat krisis ekonomi ini akan memancing investasi asing lebih tinggi lagi.Bagaimana Dampak Bagi Perekonomian Indonesia?Bersyukur, pengamat ekonomi dari Institute for Development Economic and Finance Indonesia (INDEF), Aviliani menilai ancaman krisis ekonomi Eropa yang makin parah tersebut takkan mengganggu perekonomian Indonesia.

Aviliani memperkirakan, dampak krisis Eropa akibat penjualan aset bank di Eropa itu kepada perekonomian Indonesia hanya bersifat sementara dan kecil. "Untuk shock itu sedikit dan biasa. Asing mungkin akan menjual sahamnya tapi hal itu lumrah saja," kata dia dalam perbincangan dengan VIVAnews.com. Aksi penjualan aset, jelas Aviliani sebetulnya merupakan hal yang bisa dipahami jika melihat kondisi sektor keuangan Eropa. Selama ini perbankan Eropa umumnya bergantung pada sumber pendanaan dari hedge fund, bukan masyarakat.

Disisi lain, kalangan investor di Eropa saat ini tengah menjauhi perusahaan pengelola keuangan tersebut. Hasilnya, perbankan kesulitan untuk mendampatkan sumber pendanaan dalam jumlah cukup besar. Kalaupun mengharapkan sumber dana dari masyarakat, kondisi perekonomian negara Eropa yang terburuk membuat pendapatan warganya semakin menurun. Justru, tegas Aviliani, krisis yang melanda Eropa seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dalam menarik investasi asing maupun menambah portofolio investasi. Tak diragukan lagi, arus modal asing akan berlari ke negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Indonesia seharusnya bisa menyerap dana segar tersebut dengan memperkuat pembangunan infrastruktur lewat program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).Di bursa saham, pendiri lembaga ekonomi Ec-Thing ini juga mengimbau agar tidak ikut terpengaruh dengan larinya pemodal asing. Justru, investor lokal harus memanfaatkan momentum itu untuk membeli saham-saham yang ditinggalkan investor asing. Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar menilai, upaya ambil selamat dari perbankan Eropa memang relevan dengan perkembangan ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut. "Memang sudah ada tanda-tanda dengan restrukturisasi utang publiknya dari beberapa Negara disana," kata dia. Mahendra mengakui, peran perbankan Eropa di Indonesia memang cukup signifikan terutama dalam hal pembiayaan.

Mereka saat ini memiliki sejumlah kantor cabang yang didukung pengalaman dan jaringan yang luas. Perbankan Eropa di Indonesia ini tentunya membutuhkan langkah leveraging untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan mereka. Walau ada upaya deleveraging dari bank Eropa, pemerintah menegaskan belum melihat adanya tanda-tanda tersebut. Meski diakui, sejumlah perbankan di Eropa memang tengah melakukan upaya konsolidasi keuangan mereka. "Sampai saat ini, pencermatan kami belum sampai ke tingkat yang mengkhawatirkan," kata Mahendra.Upaya Antisipasi Indonesia Terhadap Krisis EropaMeski memberikan peringatan pada negara Eropa dan dunia, IMF mengusulkan sejumlah jalan keluar agar krisis keuangan Eropa tak semakin parah. "Kita membutuhkan visi Eropa yang lebik banyak dan lebih baik," ujar Jose. IMF menyarankan, kalangan perbankan Eropa sebaiknya memprioritaskan upaya pembersihan dengan hanya 'membuang' bisnis non inti dan aset sampah mereka di luar negeri. Aksi ini diperlukan sebelum bank menempuh bergerak di pasar lokal dan mengurangi pinjaman.

Untuk jangka panjang, IMF mendesak agar negara-negara Eropa segera mengintegrasikan kebijakan fiskal diantara mereka. Selanjutnya Eropa harus tetap melanjutkan kebijakan moneter yang lebih longgar dan secara bertahap menarik dukungan fiskalnya. Terakhir, Eropa harus memperkuat cadangan dana krisis yang mereka miliki untuk menahan gempuran krisis keuangan. The European Financial Stability Facility and European Stability Mechanism saat ini tercatat memiliki dana cadangan hingga 740 miliar euro. "Konsensus diantara negara Eropa diperlukan saat ini juga," tegas Jose.Salah satu cara upaya Negara Indonesia dalam mengantisipasi dampak krisis Eropa adalah dengan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Hal ini dikarenakan langkah antisipasi untuk menghadapi krisis Eropa tampaknya lebih baik diambil. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Prasetijono Widjojo mengungkapkan bahwa resesi ekonomi Eropa memang berpotensi memperlambat perdagangan terutama ekspor. Namun, peluncuran proyek-proyek asterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menjadi cara mengantisipasi perlambatan tersebut. Melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) maka pemerintah bertekad untuk mengembangkan klaster-klaster industri baik untuk meningkatkan keterkaitan industri hulu dan hilir maupun antara pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah penyangga. MP3EI adalah sebuah terobosan strategis, yang dilahirkan melalui prakarsa bersama banyak pihak. "Sesungguhnya MP3EI adalah produk dari sebuah kerja sama dan kemitraan di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan akademisi," kata Presiden pada Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT ke-66 Kemerdekaan RI.KESIMPULANKrisis di kawasan Eropa adalah permasalahan serius sebab menyangkut perekonomian dari sisi perbankan, bisnis skala besar, dan kebijakan moneter yang praktis langsung berdampak pada aktivitas ekonomi semacam ekspor-impor dan investasi. Keterpurukan Eropa mulai mencuat di 2010 dan memanas di 2012. Diawali dari krisis Yunani yang didalamnya menyangkut adanya kesalahan masa lalu ditambah beberapa kasus yang semakin mempersulit posisinya. Disusul oleh Italia dan Spanyol yang juga meminta dana talangan dan pinjaman baik ke Uni Eropa dan IMF. Ada indikasi faktor ketidakmatangan adaptasi beberapa negara yang tergabung dalam eurozone yang menyebabkan krisis terjadi, ditambah dengan regulasi moneter yang kurang tepat sasaran. Hal ini berdampak besar bagi negara anggota zona euro dan bahkan bagi negara non anggota zona euro yang dipengaruhi faktor intensnya perdagangan dan saling terkaitnya kebijakan perbankan. Jika dilihat dari dampat diluar Eropa, krisis Euro menjadi ketakutan bagi banyak negara, China misalnya sebagai partner besar Eropa. Efek global ini tidak lain dikarenakan adanya tingkat saling berhubungan satu negara dengan negara yang lain. Beruntungnya, hal ini membuat Indonesia menikmati keuntungan terselubung, yaitu dengan banyaknya investasi portofolio yang masuk.Contoh Kasus : Krisis Eropa Mengakibatkan Transaksi Saham di Indonesia Mengalami Penurunan Pelaku pasar yang masih terus menunggu perkembangan penyelesaian krisis utang zona Euro akan mengurangi aktivitas di bursa saham. Hal ini berimbas pada nilai transaksi perdagangan saham di Jawa Tengah yang saat ini cenderung tipis. Kepala Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Semarang Stefanus Cahyanto Kristiadi mengatakan, dibandingkan 2011 lalu yang mencapai Rp 700 miliar per bulan, transaksi saham pada kurun dua bulan terakhir cenderung menurun yakni Rp 490 miliar. Kondisi ini diprediksi sebagai dampak krisis Eropa yang masih berlangsung. Apalagi selama ini 61 persen transaksi dilakukan di pasar asing. "Namun dengan jumlah transaksi yang masih bisa menembus Rp 490 miliar per bulan di Jateng, setidaknya telah menunjukkan ketahanan terhadap krisis Eropa," katanya di sela-sela pelatihan pasar modal yang diselenggarakan oleh PIPM dan Danareksa di Kantor PIPM, Selasa (6/3).Karena itu PIPM mulai melakukan peningkatan basis investor lokal guna mengurangi transaksi yang cenderung menurun, sekaligus sebagai upaya pengalihan transaksi ke dalam negeri agar tak hanya bergantung pada pasar asing. "Kami sedang mengupayakan untuk meningkatkan basis investor lokal, sehingga pada April mendatang diharapkan transaksi di pasar modal dapat makin membaik dan meningkat dibanding tahun lalu," ujarnya. Tren tahun lalu, transaksi pasar modal pada April akan membaik. Pasalnya sejumlah perusahaan biasanya akan merilis laporan tahunan pada April, sehingga dapat turut memicu pertumbuhan transaksi. "Kondisi tersebut juga dengan catatan jika nantinya kenaikan BBM tidak menunjukkan gejolak," tuturnya. Saat ini di Jawa Tengah terdapat 7.000 pemilik rekening efek, di mana 2.500 di antaranya tercatat cukup aktif melakukan transaksi. Adapun jumlah perusahaan sekuritas di wilayah ini mencapai 25 unit. Selama ini transaksi terbesar masih didominasi di wilayah Semarang, padahal potensi pasar di Jateng cukup bagus.Daftar Pustakahttp://finance.detik.comhttp://fokus.vivanews.comhttp://www.jurnas.com/http://www.republika.co.id/ http://www.suaramerdeka.comArtikel Ps.Modal & Teori Portofolio|9