Artikel Ilmiah Monumen Pers.docx
description
Transcript of Artikel Ilmiah Monumen Pers.docx
KARYA TULIS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan karya tulis ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menambah khasanah ilmu
pengetahuan, terutama asset budaya daerah.
Harapan kami semoga karya tulis ilmiah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi karya tulis ilmiah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
karya tulis ilmiah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Surakarta, Oktober 2015
Penyusun
PENDAHULUAN
2
Gambar 1 Monumen Pers
Monumen Pers Nasional adalah monumen dan museum khusus pers
nasional Indonesia yang terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Museum ini didirikan
pada tahun 1978, lebih dari 20 tahun setelah diusulkan dan dioperasikan
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Kompleks monumen
terdiri atas gedung societeit lama, yang dibangun pada tahun 1918 dan digunakan
untuk pertemuan pertama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta beberapa
gedung yang ditambahkan pada tahun 1970an. Monumen ini terdaftar
sebagai Cagar Budaya Indonesia.
Monumen Pers Nasional memiliki koleksi yang terdiri dari lebih dari satu
juta koran dan majalah, serta pelbagai benda bersejarah yang terkait dengan pers
Indonesia. Fasilitas di museum termasuk ruang multimedia, koran yang bisa
dibaca secara gratis, dan perpustakaan. Tempat yang telah dikunjungi oleh lebih
dari 26.000 orang selama tahun 2013 dipromosikan sebagai tujuan wisata
pendidikan melalui Facebook dan beberapa pameran.
SEJARAH
3
Bangunan tempat berdirinya Monumen Pers Nasional dibangun sekitar
tahun 1918 atas perintah Mangkunegara VII, Pangeran Surakarta, sebagai balai
perkumpulan dan ruang pertemuan. Bangunan ini dulunya bernama "Societeit
Sasana Soeka" dan dirancang oleh Mas Abu Kasan Atmodirono. Pada tahun 1933,
Sarsito Mangunkusumo dan sejumlah insinyur lainnya bertemu di gedung ini dan
merintis Solosche Radio Vereeniging, radio publik pertama yang
dioperasikanpribumi Indonesia. Tiga belas tahun kemudian, pada tanggal 9
Februari 1946, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dibentuk di gedung
ini. Saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda, gedung ini dijadikan klinik
perawatan tentara, kemudian menjadi kantor Palang Merah Indonesia pada
masa Revolusi Nasional Indonesia.
Tanggal 9 Februari 1956, dalam acara perayaan sepuluh tahun PWI,
wartawan-wartawan ternama seperti Rosihan Anwar,B.M. Diah, dan S. Tahsin
menyarankan pendirian yayasan yang akan menaungi Museum Pers Nasional.
Yayasan ini diresmikan tanggal 22 Mei 1956 dan sebagian besar koleksi
museumnya disumbangkan oleh Soedarjo Tjokrosisworo. Baru lima belas tahun
kemudian yayasan ini berencana mendirikan museum fisik. Rencana ini secara
resmi diumumkan oleh Menteri Penerangan Budiarjo pada tanggal 9 Februari
1971. Nama "Monumen Pers Nasional" ditetapkan tahun 1973 dan lahannya
disumbangkan ke pemerintah tahun 1977. Museum ini resmi dibuka tanggal 9
Februari 1978 setelah dilengkapi beberapa bangunan. Dalam pidatonya,
DESKRIPSI
Monumen Pers Nasional terletak di Jalan Gajah Mada 59, Surakarta, Jawa
Tengah, di sudut Jl. Gajah Mada dan Jl. Yosodipuro. Letaknya di sebelah
baratIstana Mangkunegaran. Kompleks museum terdiri dari bangunan asli Sasana
Soeka, dua gedung berlantai dua, dan satu gedung berlantai empat. Di depan
museum terdapat lapangan parkir dan dua papan pengumuman yang dilengkapi
koran gratis (Solo Pos, Suara Merdeka, dan Republika). Fasad depannya dihiasi
desain naga yang melambangkan tahun 1980 ketika pembangunan museum ini
selesai.
4
Museum ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Struktur kepengurusannya terdiri dari kepala museum dan manajer administrasi,
ditambah divisi layanan pengunjung, perlindungan dan perawatan, dan aktivitas
sehari-hari. Pada 2013, museum ini ditangani oleh 24 pegawai negeri
sipil. Bangunannya terdaftar sebagai Cagar Budaya Indonesia. Presiden Soeharto
memperingatkan pers akan bahaya kebebasan. Ia menyatakan, "menikmati
kebebasan demi kebebasan itu sendiri adalah keistimewaan yang tak mampu kita
dapatkan". Pada tahun 2012, museum ini dikepalai oleh Sujatmiko. Museum ini
sekarang dijadikan tempat wisata pendidikan dan menerima sumbangan material
terkait pers di Indonesia. Menurut David Kristian Budhiyanto dari Universitas
Kristen Petra, museum ini jarang dikunjungi dan beberapa ruangannya tidak
terawat. Ia melihat masyarakat menganggap museum sebagai tempat yang tidak
menarik atau membosankan. Demi menarik pengunjung baru, pihak museum
mengadakan serangkaian kompetisi pada tahun 2012 dan 2013, termasuk kontes
fotografi di laman Facebook-nya. Mereka juga mengadakan pameran keliling di
sejumlah kota seperti Yogyakarta dan Magelang. Antara Januari dan September
2013, museum ini dikunjungi 26.249 orang, meningkat dari tahun sebelumnya
dikarenakan upaya promosi dari pengelola museum.
KOLEKSI
Museum ini memiliki lebih dari satu juta surat kabar dan majalah sejak
masa sebelum dan sesudah Revolusi Nasional Indonesia dari berbagai daerah di
Nusantara. Koleksinya juga meliputi teknologi komunikasi dan teknologi
reportase, seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, teleponm
dan kentongan besar.
5
Gambar 2 Kamera Chinon 606S di museum
Gambar 3 Patung di Monumen Pers
Gambar 4 Alat Pemutar Kaset
6
Bagian depan ruang depan utamanya dihiasi pahatan kepala tokoh-tokoh
penting dalam sejarah jurnalisme Indonesia, termasuk Tirto Adhi
Soerjo,Djamaluddin Adinegoro, Sam Ratulangi, dan Ernest Douwes Dekker.
Di belakang ruang depan utama terdapat enam diorama yang menggambarkan
komunikasi dan pers sepanjang sejarah Indonesia. Diorama pertama
memperlihatkan berbagai bentuk komunikasi dan berita di Indonesia pra-kolonial.
Diorama kedua memperlihatkan pers di era kolonial, termasuk surat kabar
pertama di Hindia Belanda milik Vereenigde Oostindische Compagnie, Memories
der Nouvelles (1615); surat kabar pertama yang dicetak di Hindia
Belanda, Bataviasche Nouvelles (1744), dan surat kabar bahasa Jawa pertama di
Hindia Belanda, Bromartani (1855). Diorama teiga menggambarkan pers pada
masa pendudukan Jepang, sedangkan yang keempat menggambarkan pers pada
masa Revolusi Nasional, termasuk pembentukan PWI. Diorama kelima
menunjukkan keadaan pers yang disensor besar-besaran saat Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Soeharto. Diorama terakhir menunjukkan kondisi pers
setelah dimulainya era Reformasi tahun 1998 yang melonggarkan kebebasan pers.
Museum tersebut juga memiliki artefak milik para jurnalis dari berbagai
zaman. Beberapa di antaranya adalah mesin ketikUnderwood milik Bakrie
Soeriatmadja, jurnalis Sipatahoenan dari Bandung; baju yang dipakai Hendro
Dubroto saat meliputpendudukan Indonesia di Timor Timur tahun 1975;
perlengkapan parasut Trisnojuwono ketika meliput gerhana matahari 11 Juni
1983; dan kamera Fuad Muhammad Syafruddin, jurnalis Bernas dari Yogyakarta
yang dibunuh setelah mengangkat skandal korupsi tahun 1995. Artefak lainnya
milik jurnalis seperti Mochtar Lubis masih disimpan di museum ini per Oktober
2013.
FASILITAS
Museum ini memiliki pusat media. Di sana masyarakat bisa mengakses
Internet gratis melalui sembilan komputer yang tersedia. Ada pula perpustakaan
dengan koleksi 12.000 buku, ruang baca koran dan majalah lama yang sudah
didigitalisasi di tempat, dan ruang mikrofilm yang sudah tidak digunakan lagi.
7
Monumen Pers Nasional secara rutin mengadakan seminar seputar pers, media,
dan komunikasi. Museum ini menyelenggarakan pameran media bertema hari
libur nasional, termasuk Hari Kemerdekaan, peringatan Sumpah Pemuda, dan
Hari Pers Nasional. Pihak museum juga membawa sebagian koleksinya untuk
pameran lain. Koleksi dan pustaka digitalnya dapat diakses masyarakat,
sedangkan salinan cetak koran dan majalahnya hanya dapat diakses peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Amani, Asef (28 April 2013). "Monumen Pers Nasional Agresif Gaet Wisatawan". Suara Merdeka (dalam Indonesia) (Semarang). Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Desember 2013.
Budhiyanto, David Kristian (2012). "Perancangan Visual Branding Monumen Pers Nasional Di Surakarta". DKV Adiwarna (dalam Indonesia) (Surabaya) 1 (1).
Koleksi Benda Pers Bersejarah Monumen Pers Nasional (brochure) (dalam Indonesia), Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2013."Kota Surakarta" (dalam Indonesia). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Desember 2013. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
"Monumen Pers Nasional" (dalam Indonesia). Dinas Tata Ruang Kota Surakarta. 10 September 2012. Diarsipkan dari versi aslitanggal 8 Desember 2013. Diakses tanggal 8 Desember 2013.
"Monumen Pers Nasional Butuh Dukungan Swasta" (dalam Indonesia). Jogja TV. 18 Mei 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Desember 2013. Diakses tanggal 8 December 2013.
Profil Monumen Pers Nasional 2013 (brochure) (dalam Indonesia), Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2013
Sarmun, Budi (20 Oktober 2013). "Pengunjung MPN Tembus 26.249 Orang". Suara Merdeka (dalam Indonesia) (Semarang). Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 Desember 2013.
van der Kroef, Justus M. (Maret 1979). "Indonesia: After the Student Revolt". South East Asian Studies 16 (4): 625–37.
(2013). Video Profil Monumen Pers Nasional. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika.
8
LAMPIRAN-LAMPIRAN
9
10