ARTIKEL ILMIAH KARAKTERISTIK PENGERINGAN PISANG …eprints.unram.ac.id/7473/1/ARTIKEL...
-
Upload
vuongduong -
Category
Documents
-
view
250 -
download
1
Transcript of ARTIKEL ILMIAH KARAKTERISTIK PENGERINGAN PISANG …eprints.unram.ac.id/7473/1/ARTIKEL...
ARTIKEL ILMIAH KARAKTERISTIK PENGERINGAN PISANG SALE MENGGUNAKAN ALAT
PENGERING HYBRID TIPE RAK
OLEH NURDAHLIA C1J 011 063
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa artikel yang berjudul Karakteristik Pengeringan Pisang Sale Menggunakan Alat Pengering Hybrid Tipe Rak disetujui untuk dipublikasi.
Nama : Nurdahlia
Nomor Mahasiswa : C1J 011 063
Program Studi : TEKNIK PERTANIAN
Menyetujui:
Pembimbing I,
Dr. Ansar, S.Pd., MP., M.Pd.
NIP : 19721231 200312 1 004
Pembimbing II
Murad, S.P., M.P.
NIP.19751231 200801 1 023
KARAKTERISTIK PENGERINGAN PISANG SALE MENGGUNAKAN ALAT PENGERING
HYBRID TIPE RAK
DRYING CHARACTERISTIC OF PISANG SALE USING A RACK TYPE HYBRIDE
DRYER MACHINE Nurdahlia1, Ansar2, Murad2
1Mahasiswa di FakultasTeknologiPangandan Agroindustri UniversitasMataram 2 Staff Pengajar di FakultasTeknologiPangandan Agroindustri UniversitasMataram
ABSTRAK
Pisang sale merupakan salah satu varian produk olahan dari buah pisang. Pisang sale adalah produk olaahan yang disajikan dengan kadar air 15%-25% . Dalam proses
pengolahan pisang sale dikeringkan dengan menggunakan berbagai teknik pengeringan. Salah satu dengan menggunakan alat pengering Hybrid tipe rak. Tujuan dari penelitian ini
adalah mempelajari perubahan suhu, RH ruang pengeringan pisang sale menggunakan alat
pengering Hybrid tipe rak, mempelajari laju pengeringan pisang, mengetahui perubahan kadar air pisang selama pengeringan. Semakin tinggi suhu, semakin singkat waktu
pengeringan. Nilai konstanta pengeringan terus meningkat seiring dengan semakin tinggi suhu yang digunakan. Laju pengeringan menunjukan nilai konstanta pengeringan.
Kata kunci : pisang sale, alat pengering hybrid tipe rak.
ABSTRACT
Pisang sale (dried banana fritters) is one of refined products of banana. Pisang sale
is a product which is served with 15%-25% water content. The drying refined pisang sale process can use several drying technique. One of the techniques that used is rack type
hybrid machine. The purpose of this research is learning temperature and RH changing
during drying pisang sale space’s using a rack type hybrid machine, learning banana drying rate, finding out banana’s water content during drying process. The result of this research
shows that the higher the temperature the shorter the drying time to be. The drying Constant grade is continuing to increase concomitant with the higher temperature that has
been using. Drying rate shows the value of drying Constant.
Keyword: Pisang sale (dried banana fritters), a rack type hybrid dryer machine
PENDAHULUAN
Salah satu cara untuk memperpanajang
masa simpan buah pisang adalah dengan membuat pisang tersebut menjadi pisang
sale. Pisang sale ini selain dapat
memperpanjang masa simpan buah pisang juga dapat memberikan
keuntungan kepada petani pisang karena nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pisang segar. Pisang sale merupakana salah satu produk yang
dibuat dari buah pisang matang yang
diawetkan dengan cara pengeringan sampai mencapai kadar air tertentu.
Pengeringan merupakan cara pengawetan makanan dengan biaya
rendah. Tujuan pengeringan adalah
menghilangkan air, mencegah fermentasi atau pertumbuhan jamur dan
memperlambat perubahan kimia pada makanan (Gunasekaran, 2012). Selama
pengeringan dua proses terjadi secara simultan seperti transfer panas ke produk
dari sumber pemanasan dan perpindahan
massa uap air dari bagian dalam produk ke permukaan dan dari permukaan ke
udara sekitar. Esensi dasar dari pengeringan adalah mengurangi kadar air
dari produk agar aman dari kerusakan
dalam jangka waktu tertentu, yang biasa diistilahkan dengan periode penyimpanan
aman (Rajkumar dan Kulanthaisami, 2006).
Alat pengering tenaga surya
merupakan alat pengering bahan dalam ruang tertutup yang memanfaatkan
radiasi matahari secara langsung dengan menggunakan kolektor. Prinsip kerjanya
adalah dengan sinar matahari yang masuk menembus tutup yang berbahan kaca dan
memanasi pelat kolektor hitam yang ada
dibawahnya. Kolektor didesain dengan diberi lubang-lubang yang bertujuan agar
suhu yang ada didalam ruang kolektor yang mempunyai tekanan besar dapat
turun ketekanan suhu yang lebih rendah
melalui lubang-lubang kolektor sehingga udara panas akan mengalir kebawah dan
masuk keruang pengering untuk mengeringkan bahan-bahan di dalam
ruang pengering. Berdasarkan penjelasan
tersebut, dilakukanlah penelitian mengenai karakteristik pengeringan
pisang sale menggunakan alat pengering hybrid tipe rak ini.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan melalui
beberapa tahapan, diantaranya persiapan
bahan, pengeringan lapis tipis menggunakan oven listrik terkontrol
dengan 3 variasi suhu dan pengeringan menggunakan alat pengering hybrid tipe
rak.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah termodigital,
alat pengering hybrid tenaga surya tipe rak, thermometer bola basah dan bola
kering, stop watch, timbangan analitik dan oven listrik, cawan, termokopel
pisang yang sudah diiris dan lemon.
Oven dinyalakan dan Loyang dipanaskan pada suhu 105oC sampai
selisih berat loyang 0,02 gram. Loyang dipanaskan pada suhu yang sudah
ditentukan, yaitu pada suhu 40oC, 50oC
dan 60oC. Bahan dioven sampai mencapai kadar air konstan. Data yang diukur
adalah berat bahan, suhu lingkungan bola basah dan bola kering, suhu di dalam
oven bola basah dan bola kering diambil
dengan interval waktu 1 jam. Alat yang akan digunakan
disiapkan seperti: termokopel, data loger, dan light meter. Bahan yang akan
digunakan disiapkan dengan diberiperlakuan yang sama seperti bahan
yang digunakan pada pengeringan lapis
tipis. Jika semua komponen alat pengeringtelah selesai diatursesuai
kebutuhan data, maka penelitian untuk pengambilan data dapat dilakukan.
Kadar air awal bahan sangat
menentukan lamanya pengeringan dan
penurunan kadar air selama pengeringan.
Adapun rumus kadar air awal basis kering bahan sebagai berikut:
m
d
dimana : M = kadar air basis kering (%bk)
Wm = berat air (gr) Wd = berat bahan kering (gr)
Penurunan kadar air bahan akan
terjadi selama pengeringan berlangsung. Adapun rumus rasio kadar air selama
pengeringan sebagai berikut:
t e
o e
Dimana : MR = Moisture ratio (rasio kelembaban)
Mt = Kadar air pada saat t (waktu selama
pengeringan, menit) Mo = Kadar air awal bahan
Me = Kadar air yang diperoleh setelah berat bahan konstan.
Nilai satuan Mt, Mo dan Me
merupakan persentase dari kadar air basis kering bahan.
Penentuann kadar air keseimbangan bahan dilakukan dengan
cara mengeringkan bahan hingga (beratkadar air bahan sama dengan berat
kadar air lingkungan sekitarnya) pada waktu pengeringan ( dry basis).
Laju penguapan air adalah
banyaknya air yang diuapkan setiap
satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Untuk laju
pengeringan berat bahan didapatkan dari perhitungan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
m m
Dimana:
M = Laju pengeringan bahan mo = Barat awal bahan
mt = Berat akhir = Selang waktu pengeringa
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kadar air
Gambar 2. Grafik kadar Air Terhadap
Lama Pengeringan (%)
Kadar air merupakan salah satu sifat
fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam
bahan.Berdasarkan grafik gambar 2, menunjukkan bahwa kadar air awal bahan
sebesar 92%-97%. Kadar air awal tersebut merupakan pisang yang setelah
dilakukan perendaman dengan air lemon,
sehingga kadar air awalnya sangat tinggi. Kadar air bahan terus menerus menurun
seiring dengan lamanya waktu pengeringan. Penurunan kadar air ini
menunjukkan terjadinya penguapan air
dalam bahan menuju keluar bahan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka
waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan semakin
sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tanggasari (2014), yang menyatakan semakin tinggi suhu udara pemanas maka
semakin cepat bahan mengalami pengeringan, hal ini akan mendorong
makin cepatnya proses pemindahan atau penguapan air sehingga waktu
pengeringan akan menjadi lebih singkat.
4.2. Moistre Ratio (MR) Dari hasil penelitian di Laboraturium pada
tahap pengeringan lapis tipis dengan menggunakan oven listrik pada suhu 40, 50 dan 60 dengan menggunakan
ukuran ketebalan 0.4 cm beserta parameter yang diamati adalah kadar air
keseimbangan, kelembaban relatif dan
rasio kadar air serta para meter pendukung lainnya seperti konstanta laju
0.00
50.00
100.00
0 20 40ka
da
r a
ir (
%)
Waktu ( 1 jam)
suhu 40
suhu 50
suhu 60
pengeringan (K) yang dipengaruhi oleh
suhu. 0 C Dari hasil analisis didapatkan kurva
karakteristik pengeringan lapis tipis pisang sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik Hubungan Ln MR (%db)
dengan Waktu t (jam) pada Suhu pengeringan 40
Gambar 3. Grafik Hubungan Ln MR
(%db) dengan Waktu t (jam) pada Suhu pengeringan 50
Gambar 4. Grafik Hubungan Ln MR
(%db) dengan Waktu t
(jam) pada Suhu pengeringan 60
Dari Grafik pada Gambar 2, 3,dan
4, terlihat bahwa proses pengeringan
pisang sale mengalami penurunan kadar
air. Semakin tinggi suhu yang digunakan laju pengeringan semakin cepat. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa pada suhu 40oC dengan waktu pengeringan yang
cukup lama kadar air bahan semakin
menurun begitu pula dengan suhu 50oC dan 60oC. Hal tersebut dapat dilihat dari
penurunan kadar air tehadap waktu pengeringan yang bersamaan dengan
penurunan laju pengeringan terhadap waktu pengeringan serta penurunan laju
pengeringan terhadap kadar air
pengeringan. Dapat dikatakan bahwa lama pengeringan sangat dipengaruhi oleh
peningkatan suhu yang terjadi, begitupula dengan laju pengeringan. Dapat dilihat
pada pola penurunan kadar air, besarnya
nilai ln MR mengikuti dengan peningkatan suhu ruang pengering pada pengeringan
pisang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmarsanti, (2001) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi suhu ruang pengering maka waktu pengeringan
semakin singkat.
Berdasarkan Grafik pada Gambar 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa kadar air
pisang sale dipengaruhi oleh suhu udara pengering untuk setiap suhu
peningkatannya. Jika suhu ruang
pengering semakin tinggi, maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan
bahan juga akan lebih cepat dan nilai MR nya akan semakin kecil. Untuk
menghitung rasio kadar air pisang sale
pada setiap perlakuan digunakan persamaan seperti berikut:
Tabel 2. Persamaan Rasio Kadar Air Pada
berbagai Perlakuan suhu
suhu ruang pengering
Persamaan MR R2
40 Ln MR = -0.159.t 0.599
50 Ln MR = -0.343.t 0.613 60 Ln MR = -0.650.t 0.831
Ditinjau dari hasil analisi data pada tabel diatas terlihat bahwa, dengan
semakin meningkatnya suhu maka laju
pengeringan akan menurun dan nilai
y = -0.1594x
R² = 0.5995 -15
-10
-5
0
0 20 40
Ln
MR
(%
db
)
Waktu t (jam)
Ln MR = -0.343x
R² = 0.613
-15
-10
-5
0
0 10 20 30
Ln
MR
(%
db
)
waktu t (jam)
Ln MR = -0.650x R² = 0.831 -15
-10
-5
0
0 5 10 15
Ln
MR
(%
db
)
waktu t (jam)
konstanta laju pengeringan akan semakin
besar. Nilai konstanta tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin
tinggi suhu udara pengering, maka waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar
air bahan akan semakin cepat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Maniah, (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu yang digunakan, maka semakin tinggi pula energi yang disuplai dan
semakin cepat pula laju pengeringannya. Persamaan MR yang didapatkan dari
masing-masing suhu semakin emningkat
Koefisien determinasi (R²) mempunyai harga yang cukup tinggi. Karena R²
mendekati harga 1, maka dapat dikatakan kecocokan data dengan model sangat baik
dan konstanta pengeringan sangat sesuai
untuk komoditas pisang sale. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa nilai R2 yang
paling baik pada bahan dengan variasi suhu 60 oC.
Secara grafis hubungan antara suhu ruang pengering dengan nilai konstanta
laju pengeringan diberikan pada grafik
berikut ini:
Gambar 5. Grafik Hubungan Nilai
Konstanta k dengan Suhu Ruang
Pengering oC Konstanta laju pengeringan
adalah nilai yang menyatakan tingkat kecepatan air untuk berdifusi keluar
meninggalkan bahan. Nilai k diperoleh dengan memplotkan nilai MR terhadap
waktu (Maniah, 2013). Dari grafik pada
Gambar 5 dapat dilihat bahwa peningkatan suhu ruang pengering akan
mempengaruhi konstanta laju
pengeringan, dimana semakin tinggi suhu
ruang pengering maka nilai konstanta laju pengeringan akan semakin meningkat.
Dengan didapatkan nilai k= 0.109.t-3.03, maka didapatkan persamaan umum untuk
rasio kadar air, MR = exp (-0.109.t-
3.03)*t. berdasarkan persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa rasio kadar air
bahan berbanding terbalik dengan suhu medium pengering, sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pengering maka rasio kadar air bahan
semakin rendah, ini disebabkan karena
banyaknya air yang menguap dengan cepat pada suhu yang tinggi.
4.3. Kelembaban Relatif (RH) Menurut Tanggasari (2013),
kelembaban nisbi (relatif) adalah
perbandingan jumlah uap air dalam udara yang ada dengan jumlah uap air
maksimum dalam suhu yang sama yang dinyatakan dengan persen. Proses
pengeringan merupakan proses perpindahan panas dan massa yang
terjadi secara simultan. Proses ini
dipengaruhi oleh kondisi suhu dan kelembaban relatif udara pengering.
Dalam Proses Pengeringan kelembaban relatife menjadi faktor yang
mempengaruhi laju pengeringan.
Kelembaban relatif udara pengering menunjukkan kemampuan uadara untuk
menyerap uap air. Udara panas yang ada di dalam ruang pengering secara perlahan
akan memanaskan dan menguapkan
massa air di dalam pisang yang akan dikeringkan. Adapun grafik yag
menunjukkan hubungan kelembaban relatif (%) dengan suhu ruang pengering (oC
y = 0.109x - 3.03 R² = 0.8998
0
1
2
3
4
0 50 100
Ko
nsta
nta
K(%
db
)
Suhu Ruang Pengering ( 0C)
Gambar 6. Grafik Hubungan
Kelembaban Relatif (%) dengan Suhu Ruang
Pengering (oC )
Berdasarkan Grafik pada gambar 6 menunjukkan bahwa penurunan RH
ruang pengering dipengaruhi oleh faktor suhu ruang pengering. Grafik hubungan
kelembaban relatif dengan suhu ruang
pengering mengikuti pola linier dengan persamaan sebagai berikut:
RH = -0.603x + 87.50 Persamaan tersebut menjelaskan
bahwa setiap peningkatan suhu ruang pengering, maka kelembaban relatife
ruang pengering akan menurun sebesar
0.603 dengan nilai R² = 0.826. hal ini dikarenakan pada suhu yang tinggi
tekanan uap air jenuh akan meningkat sehingga kelembaban relatif sebagai nilai
perbandingan antar tekanan parsial uap
air di udara dengan tekanan uap jenuh pada suhu yang sama akan semakin
rendah, sesuai dengan pernyataan Murad, dkk (2013), pada suhu yang tinggi
tekanan uap air jenuh akan meningkat sehingga kelembaban relatif sebagai nilai
perbandingan antara tekanan parsial uap
air di udara dengan tekanan uap jenuh pada suhu yang sama akan semakin
rendah. 4.4. Kadar Air Kesimbangan
Kadar air kesetimbangan adalah
kadar air minimum yang dapat dicapai dibawah kondisi pengeringan yang tetap
atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap. Suatu bahan dikatakan dalam
keadaan setimbang jika laju kehilangan air
dari bahan sama dengan laju air yang didapat dari udara sekelilingnya, bahan
higrokopis akan menyerap atau melepaskan air untuk mencapai kadar air
kesetimbangan ini. Brooke et al., (1974)
dan Hall (1980) menyatakan bahwa ada dua macam kadar air kesetimbangan yaitu
kadar air kesetimbangan statis dan kadar air kesetimbangan dinamis. Kadar air
kesetimbangan statis merupakan fungsi dari kelembaban dan suhu (Henderson
dan Perry, 1952).
Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari
bahan ke udara sekeliling sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara
sekelilingnya. Kadar air dalam keadaan
seimbang ini dinamakan kadar air higroskopis dimana bahan yang bersifat
higroskopis akan mengalami pelepasan air (desorbsi) maupun penyerapan air
(absorbsi) untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Pada akhir
pengeringan tekanan uap bahan pangan
seimbang dengan tekanan uap parsial dari udara pengering, sehingga tidak terjadi
lagi proses pengeringan pada kondisi kadar air keseimbangan (Maniah, 2013).
Tabel 3. Variasi Kadar Air
Keseimbangan Pisang Sale pada Berbagai Tingkat Suhu
Suhu Ruang
Pengering
Kelembaban
Relatif
Kadar Air
Keseimbangan
40 64.96 25.75
50 54.15 24.43 60 52.89 23.46
RH = -0.603x + 87.50 R² = 0.826
010203040506070
0 50 100
RH
(%
)
Suhu Ruang Pengering
Gambar 7. Grafik hubungan suhu
ruang pengering terhadap Me pisang sale
Gambar 7 menunjukkan bahwa
kadar air keseimbangan semakin menurun seiring dengan peningkatan suhu ruang
pengering. Hal ini disebabkan karena terjadinya pelepasan air yang banyak dan
cepat dari dalam bahan karena suhu ruang pengering yang tinggi, sehingga
semakin tinggi suhu ruang pengerinng
maka semakin cepat bahan bahan melepaskan air atau semakin cepat suatu
bahan kering. 4.5. Laju Pengeringan Pisang Sale
Henderson dan Perry (1976) dan
Brooker et a1.,(1974) membagi proses pengeringan menjadi dua periode:(l)
Periode laju pengeringan konstan dan (2) Periode laju pengeringan menurun.
Antara kedua periode ini dibatasi oleh kadar air kritis. Kadar air kritis adalah
kadar air terendah saat mana laju air
bebas dari permukaan bahan sama dengan laju pengambilan uap air
maksimun dari bahan. Pada laju pengeringan konstan, pada permukaan
bahan berlangsung penguapan yang
lajunya dapat disamakan dengan laju pada permukaan air bebas. Periode ini
berakhir saat laju difusi air dalam bahan telah turun, sehingga lebih lambat dari
laju penguapan. Laju pengeringan konstan pada biji bijian berlangsung sangat
singkat, sehingga dalam analisa
pengeringan dapat diabaikan (Bro0ker et a1., 1974 dan Steffe dan Sigh, 1979).
Menurut Brooker faktor yang
mempengaruhi laju pengeringan ialah kecepatan aliran udara, suhu udara dan
kelembaban udara. Laju pengeringan menurun terjadi
sesuai dengan penurunan kadar air
selama pengeringan permukaan partikel bahan yang telah dikeringkan tidak lagi
ditutupi oleh lapisan air dan jumlah air terlihat makin lama makin berkurang
karena terjadi migrasi air dari bagian dalam kepermukaan secara difusi
(Henderson dan Perry, 1976) Faktor faktor
yang mempengaruhi laju pengeringan menurun menurut Hall (1957) ialah difusi
air dari bahan ke permukaan dan pengambilan uap air dari permukaan
Brooker et al., (1978).
Gambar 8. Grafik Laju Pengeringan
Massa (gram) dengan Waktu
Pengeringan t (60 menit).
Berdasaran Gambar 8, menunjukkan bahwa penurunan atau laju
pengeringan pisang tersebut dapat dikatakan bahwa pisang memiliki laju
pengeringan menurun dan seiring dengan berkurangnya kadar air dalam bahan laju
pengeringan menjadi konstan. Laju
pengeringan konstan merupakan titik dimana sudah tidak terjadi penguapan air
dalam bahan sehingga tidak menyebabkan berat bahan menurun
kembali hal ini sesuai dengan pernyataan
Henderson dan Perry (1976) dan Brooker et a1., (1974) membagi proses
pengeringan menjadi dua periode: (l) Periode laju pengeringan konstan dan (2)
Periode laju pengeringan menurun.
y = -0.1165x + 30.385 R² = 0.9907
23
23.5
24
24.5
25
25.5
26
0 50 100
Me
db
%
suhu
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0 20 40
Ma
ssa
( g
ram
)
Waktu (menit)
suhu 40
suhu 50
suhu 60
4.6. Pengeringan Hybrid dan Full surya
Pengeringan dengan
menggunakan alat pengering surya dapat dilakukan dengan mengumpulkan sinar
matahari dan mengkonvensinya menjadi
energi termal. Alat pengering ini lebih efisien dalam menggunakan radiasi
matahari (Sutanto, 2008). Pengeringan surya ini menggunakan kolektor sebagai
penyerapan energi matahari untuk penghasil panas dari energi matahari.
Dari hasil penelitian hybrid tenaga
surya dan full surya dengan menggunakan ketebalan 0.4 cm dan 0.8 cm dihasilkan
bahwa parameter yang diamati yaitu kadar air, kelembaban relatif, waktu
pengeringan yang dipengaruhi oleh suhu
yang dihasilkan oleh kolektor tersebut. Untuk mengetahui hubungan antara lama
pengeringan dengan berat bahan mendekati kadar air 15%-25 % pada
bahan sebagai berikut.
Gambar 9. Grafik hubungan berat bahan
(gram) dengan lama
pengeringan (jam) pada
pengeringan full surya dengan ketebalan 0.8 cm .
Gambar 10. Grafik hubungan berat
bahan (gram) dengan lama pengeringan (jam) pada
pengeringan hybrid dengan
ketebalan 0.8 cm
Gambar 11. Grafik hubungan berat
bahan (gram) dengan lama pengeringan (jam) pada
pengeringan full surya
dengan ketebalan 0.4 cm
Gambar 12. Grafik hubungan berat
bahan (gram) dengan lama
pengeringan (jam) pada pengeringan hybrid surya
dengan ketebalan 0.4 cm
0
20
40
60
80
9.4
5
11.4
5
13.4
5
15.4
5
17.4
5
Be
rat
Ba
ha
n (
gra
m)
Lama Pengeringan (jam)
R
1R
2R
3R
4
0
10
20
30
40
50
60
9.4
5
11.4
5
13.4
5
15.4
5
17.4
5
Be
rat
Ba
ha
n (
gra
m)
Lama Pengeringan (Jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
0
20
40
60
80
Be
rat
Ba
ha
n (
gra
m)
Lama Pengeringan (Jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
020406080
100
9.4
5
11.4
5
13.4
5
15.4
5
17.4
5
Be
rat
Ba
ha
n (
gra
m)
Lama Pengeringan (Jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
Dari Grafik pada gambar 9, 10, 11
dan 12, dapat dilihat penurunan berat bahan yang lebih cepat pada pengeringan
hybrid tenaga surya dengan ketebalan 0.4 cm dengan full surya 0.4 cm. Begitu juga
dengan perlakuan ketebalan 0.8 cm. Hal
ini dikarenakan penguapan kadar air lebih cepat pada hybrid tenaga surya
dibandingkan dengan full surya karena tambahan sumber panas yang ada pada
hybrid tenaga surya.
Gambar 13. Grafik Hubungan Lama
Pengeringan Terhadap Ka
bahan (%) pisangsale pada Keteban 0.8 pada
Penegeringan Full Surya
Gambar 14. Grafik Hubungan Lama
Pengeringan Terhadap Ka
bahan (%) pisang sale pada Keteban 0.8 pada
Penegeringan Hybrid
Gambar 15. Grafik Hubungan Lama
Pengeringan Terhadap Ka
bahan (%) pisang sale pada
Keteban 0.4 pada Pengeringan Full Surya
Gambar 16. Grafik Hubungan Lama
Pengeringan Terhadap Ka
bahan (%) pisang sale pada Keteban 0.8 pada
Pengeringan Hybrid Berdasarkan Grafik pada Gambar
13, 14, 15 dan 16 bahwa pengeringan
dengan hybrid tenaga surya lebih cepat dibandingkan denngan full surya hal ini
dilihat dari lama pengeringan untuk mencapai kadar air 22 % berdasarkan
standar nasional Indonesia, ini disebabkan karena pengaruh suhu yang dihasilkan
dan lama pengeringan yang digunakan.
Karena pengeringan hybrid tenaga surya sunber energi panas yang dihasilkan dari
penyerapan energi surya dari kolektor dan panas dari heater. Maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
pada ruang pengering maka kadar air bahan akan menurun dan waktu
pengeringan semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmarsyanti, (2001)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi
y = -5.3102x + 80.137
R² = 0.9777
0
20
40
60
80
100
0 5 10
Ka
da
r A
ir (
%)
Lama Pengeringan (jam)
y = -5.4371x +
82.734
R² = 0.9748 0
20
40
60
80
100
0 5 10 15
Ka
da
r A
ir (
%)
Lama Pengeringan (Jam)
y = -4.6545x + 80.273 R² = 0.9529
0
50
100
0 5 10 15Ka
da
r a
ir (
%)
Lama Pengeringan (Jam)
y = -4.7227x + 65.331
R² = 0.9634
0
20
40
60
80
0 5 10 15
Ka
da
r A
ir(%
)
Lama Pengeringan (Jam)
suhu ruang pengering semakin cepat
kadar air bahan mengalami penurunan. 4.7. Suhu Ruang Pengering
Gambar 17. Grafik Hubungan Suhu
Bahan Pada Rak Ruang Pengering pada Pengering
Full surya ketebalan 0.8 cm
Gambar 18. Grafik Hubungan Suhu
Bahan Pada Rak Ruang
Pengering pada Pengering hybrid ketebalan 0.8 cm
Gambar 19 Grafik Hubungan Suhu Bahan
Pada Rak Ruang Pengering pada Pengering Full surya
ketebalan 0.4 cm
Gambar 20. Grafik Hubungan Suhu
Bahan Pada Rak Ruang
Pengering pada Pengering
hybrid ketebalan 0.4 cm Dari Grafik pada Gambar 17, 18, 19
dan 20, dapat dilihat bahwa pengaruh suhu pada ruang pengering berpengaruh
pada laju pengeringan yang menyebabkan lama pengeringannya. Lama pengeringan
Pada setiap perlakuan berbeda karena
pengaruh sumber panas yang didapatkan, pada pengeringan hybrid lebih cepat
dengan perlakuan ketebalan 0,8 cm dan 0.4 cm kareana mendapatkan dua sumber
panas yaitu dari kolektor dan dari heater,
begitu pula dengan full surya dengan variasi ketebalan yang sama memiliki laju
pengeringan yang lebih lambat dengan hybrid karena sumber panas yang
didapatkan bersumber dari kolektor saja. 4.8. Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif udara
pengeringan kemanpuan udara untuk menyerap air. Udara dalam ruang
pengering secara perlahan akan memanaskan dan penguapkan massa air.
Uap air tidak langsung keluar dari ruang
pengering melainkan menjenuhkan udara sekitar bahan. Semakin rendah
kelembaban relative maka kemanpuan menyerap uap air akan semakin banyak.
Kelembaban berkurang disebabkan perbedaan tekanan uap antara permukaan
bahan dengan lingkungan (Murad, dkk,
2014).
0102030405060
Su
hu
Ru
an
g
Pe
ng
eri
ng
(0
C)
Lama Pengeringan (Jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
01020304050
Su
hu
Ru
an
g
Pe
ng
eri
ng
(0
C)
Lama Pengeringan (Jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
0
20
40
60
9.4
5
11.4
5
13.4
5
15.4
5
17,4
5
Su
hu
Ru
an
g
Pe
ng
eri
ng
(0
C)
Lama Pengeringan
R1
R2
R3
R4
R5
R6
Su
hu
Ru
an
g P
en
ge
rin
g
(0C
)
Lama Pengeringan (jam)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
Berdasarkan hasil analisa
didapatkan grafik hubungan antara kelembaban relatif ruang pengering,
kolektor, dan lingkungan dengan lama waktu pengeringan sebagai berikut:
Gambar 21. Grafik hubungan Lama
Pengeringan (Jam)
dengan RH(%). Pada pengeringan full surya
dengan ketebalan 0,8 cm.
Gambar 22. Grafik hubungan Lama
Pengeringan (Jam)
dengan RH(%) Pada
pengeringan hybrid dengan ketebalan 0,8 cm.
Gambar 23. Grafik hubungan Lama
Pengeringan (Jam) dengan RH(%). Pada
pengeringan full surya
dengan ketebalan 0,4 cm.
Gambar 24. Grafik hubungan Lama
Pengeringan (Jam) dengan
RH(%). Pada pengeringan
hybrid dengan ketebalan 0,4cm.
Dari Grafik pada Gambar 21, 22, 23, dan 24, menunjukkan perbedaan
kelembaban relatife antara kolektor, ruang pengering dan lingkungan. Hal ini dapat
dilihat pada gambar tersebut selama
pengeringan kelembaban relatife lebih rendah disetiap perlakuan ketebalan 0.4
dan 0.8 cm ini disebabkan karena suhu kolektor yang tinggi sehingga suhu tinggi
akan menyebabkan tekanan yang tinggi
akan berpindah ke tekanan yang lebih rendah ke ruang pengering.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pengeringan yang terjadi adalah pengeringan dengan laju
pengeringan menurun. 2. Model pengeringan menggunakan
oven, dapat digunakan untuk menduga
proses pengeringan hybrid tenaga surya pada pisang setelah diperoleh
data kadar air Keseimbangan 3. Moisture ratio pisang semakin menurun
seiring dengan lamanya waktu pengeringan.
4. Berdasarkan penurunan laju
pengeringan kadar air pada oven, didapatkan nilai konstanta yang
menghasilkan sebuah persamaan linier
0
50
100
9,4
5
12.4
5
15.4
5
RH
(%)
Lama Pengeringan (Jam)
Ling
R
peng
kolekt
or
0
50
100
9,4
5
12.4
5
15.4
5
RH
(%)
Lama Pengeringan (Jam)
Ling
R peng
kolekto
r
0
50
100
9,4
5
12.4
5
15.4
5
RH
(%)
Lama Pengeringan (Jam)
Ling
R
peng
kolekt
or
0
20
40
60
80
100
9,4
5
12.4
5
15.4
5
RH
(%)
Lama Pengeringan (Jam)
Ling
R peng
kolekto
r
yang dijadikan persamaan dalam
rumus perhitungan Me pada alat pengering hybrid tenaga surya tipe
rak. 5. Perlakuan ketebalan berpengaruh
terhadap lamanya pengeringan untuk
mencapai kadar air yang ditentukan. 6. Laju pengeringan pisang memiliki pola
menurun pada pengeringan di alat pengering hybrid tenaga surya tipe rak
maupun pada pengeringan menggunakan oven.
7. Pengeringan hybrid tenaga surya dan
full surya dipengaruhi oleh suhu udara pengering, intensitas cahaya dan
kecepatan angin. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan
dan kesimpulan padat disarankan sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan
pengaruh ketebalan irisan terhadap kualitas produk hasil pertanian
terutama produk pisang sale.
2. Perlu dilakuakan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik pengeringan
pisang dengan jenis pisang yang berbeda sehingga dapat dibandingkan
antara pisang yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Annisa, R P. 2012. Pengaruh Kadar Air
Terhadap Tekstur Dan Warna Keripik Pisang Kepok (Musa ParasidiacaFormatypica.Makassar:
Universitas Hasanuddin. Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkem dan
C.W. Hall. 1981. Drying Cereal Grains. The AVI Pub. Co., Inc.,
Westport. Connecticut. Desrosier, N. W. 1988. Teknologi
Pengawetan Pangan. Edisi III.
Penerjemah Muchji Mulyohardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.
Dhanika, RN. 2010. Studi Keragaman Mesin Pengering Sistem Hybrid
Pada Pengolahan Mocaf ( modified
Cassava Flour). Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas
Braijaya. Malang. Esmay, M., dan M, soemangat., 1973.
Grain drying Handling and storage in The Tropics. M.S.U. Michigan.
Fellows, P. J. (2000). Food Processing Technology. Cambridge: Woodhead Publishing Limited.
Garavand-Amin Taheri, Shahin Rafiee and Alireza Keyhani. 2011.
Mathematical Modeling of Thin Layer Drying Kinetic of Tomato
Influence of Air dryer Condition.
Depertement of Agricultural Machinery Engineering University
of Tehran, Karaj, Iran. International Transaction Journal
of Engineering, Management, &
Applied Science & Tecnologies Vol. 2, NO. 2, page 147-160.
Gunasekaran K, Shanmugan, V and Suresh, P. 2012. Modelling and
Analytical Experimental Study of Hybrid Solar Dryer Integrated with
Biomass Dryer for Drying Coleus
Forskohlii Stems. IPCSIT 28: 28-32.
Henderson, S.M. dan R.L. Perry. 2003. Laporan Penelitian Aplikasi sistem
Kontrol Suhu pada Pengering
Buah Salak. Henderson, D., J., and probetr, S., D.,
1996. Creap Effective Thermal Solar Draying Colektor. Journal of
Engineering. Journal Engineering
Depertemen Of Applied Energy. Cranfield University.
Beasfordshire. Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi
Penanganan Pasca Panen. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Kursmarsanti, 2001. Mempelajari
Karakteristik Pengringan Pisang Menjadi sale Pada Alat Pengering
Tipe Rak dengan Bahan Bakar LPG. Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mahadi, 2007. Model Sistem dan Analisa Pengering Produk Makanan. USU Repository. Universitas Sumatera
Utara. Maniah Siti, 2013. Karakteristik
Pengeringan Biji Kakao
(theobroma cacao) pada alat pengering hybrid tenaga surya
(surya-listrik) tipe rak. Skripsi Fatepa: Universitas Mataram.
Muchtadi dan Tien, R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Institut Pertanian Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Rajkumar, P and Kulanthaisami, S. 2006.
Vacuum Assisted Solar Drying Of Tomatoes Slices. ASABE Annual International Meeting, Portland, Oregon.
Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 1995. Pisang Budidaya Pengolahan Dan Prospek
Pasar. PT. Penebar Swadaya,
Jakarta. Sitkei dan Gyorgy. 1986. Mechinics of
Agricultural Materials. Developments In Agricultural
Enginering 8. Elseries Science
Publisher. Budapest Hungary. Soetrisnanto, D, Sumardiono, S,
Istadi.2002. Penentuan Konstanta Pengeringan Dalam Sistem
Pengeringan Lapis Tipis (Thin
Layer Drying). Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro. Semarang. Sugeng, R. Didik, Y., Abdurrouf. Dan
Achmad, H., 1997. Perbaikan Teknologi Ikan Tenaga Surya
Dipilau Madura. Jurnal Teknik.
Universitas Brawijaya. Malang. Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan
Pangan. Jakarta: Rineka cipta. Taib, G., dan S. Wiriatmadja. 1988.
Operasi Pengeringan Pada
Pengolahan Hasil Pertanian. PT Melhon Putra. Jakarta