Flocia Novemaharisa (1002464)-Tugas Arsling Persentasi (GREEN SCHOOL-BALI)
arsling broo.docx
-
Upload
azizah-lela -
Category
Documents
-
view
17 -
download
2
Transcript of arsling broo.docx
TUGAS MATA KULIAH LINGKUNGAN
LINGKUNGAN PERKAMPUNGAN DI TEPI KALI SEMARANG
DOSEN PEMBERI TUGAS :
DR. IR. R. SITI RUKAYAH, MT.
DOSEN PENGAMPU :
SAHID INDRASWARA,ST.MTAE
DISUSUN OLEH :
Sherley Ika Christanti (21020112130117)
Lestari Ayuningtyas (21020112130121)
Neny Rif’ah (21020112130125)
Lela Nur Azizah (21020112130130)
Kartika Gelahara (21020112140158)
Kelas B
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
1. ASPEK KSEJARAHAN- SEJARAH KALI SEMARANG
Sebelum Indonesia merdeka, Belanda telah merancang kota Semarang hampir mirip dengan kota
yang ada di tanah air mereka, karena bentuk geografis nya yang hampir serupa. Karena itu, Belanda
membangun kali-kali yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan pelabuhan untuk menurunkan
barang-barang dagangan. Menurut narasumber yang kami wawancarai, beton sudah menjadi salah satu
bahan untuk membuat kali-kali tersebut. Kala itu, Kali Semarang masih sangat berperan dengan
transportasi sungainya, yakni dalam membawa kebutuhan sehari-hari dan barang dagangan dari luar
Semarang. Tapi sekarang justru menjadi ancaman ketika airnya meluap, karena membanjiri kampung-
kampung yang dilintasi.
Kali yang kami amati, pada zaman orde baru sangat berbeda bentuk nya dibandingkan dengan yang
sekarang. Menurut narasumber yang kami wawancarai di antara Kelurahan Sekayu dan Pekunden
dahulu terdapat 2 kali yang bersebelahan, dan dipisahkan oleh rumah-rumah warga di antaranya. Sejak
dulu daerah tersebut sudah menjadi kawasan untuk bermukim para pengusaha tempe. Dan dulu, kali
masih digunakan untuk sarana mencuci, transportasi, dsb. Pada tahun 1972 kali di daerah tersebut
terawat dan airnya jernih.
Warga sekitar kerap menggunakan air kali untuk kegiatan sehari-hari, misalnya mencuci . setelah itu
saat zaman orde lama masih berlangsung, pemerintah kota semarang menghilangkan salah satu kali yang
dekat dengan kelurahan pekunden dan menjadikan nya jalan bagi masyarakat. dan pada tahun 1989 kali
tersebut di perbarui lagi oleh Pemerintah Kota Semarang. Namun, setelah diperbarui, hingga kini tidak
lagi ada perawatan bagi kali di daerah tersebut. Karena itulah, sekarang kali tersebut mengalami
penyempitan fungsi, yaitu hanya sebagai penyalur air dari daerah lain menuju laut. Meski sudah jarang
terjadi banjir seperti dahulu, namun kini kali disana mengalami perubahan fungsi dibandingkan dengan
yang dulu.
Kartika Gelahara
21020112140158
DATA & KONDISI FISIK
Di sisi Utara Sungai :
Nama Kelurahan : Kelurahan Sekayu
Di sisi Selatan Sungai :
Nama Kelurahan : Kelurahan Pekunden
3. FUNGSI SALAH SATU FASAD YANG MENGHADAP SUNGAI
Di kedua sisi sungai, bangunan-bangunan yang menghadap sungai mayoritas berfungsi sebagai
kawasan hunian penduduk dan keduanya juga menghadapke arah sungai.
4. KAJIAN TEORI WATERFRONT CITY
4.1 ABSTRAK
Saat ini, berbagai jenis tipe dan bentuk pemukiman warga di kawasan perkotaan telah ditata oleh
Pemerintah. Tujuan yang strategis adalah untuk menjaga ketertiban area. Tepi pemukiman merupakan
daerah perkampungan yang terletak di lingkungan sungai dan pemerintah menggunakan potensi ini
untuk mengembangkan daerah tersebut. Untuk membuat karakter pemukiman dengan konsep waterfront,
tidak hanya dengan cara lokasinya yang berdekatan dengan air, tetapi juga perlu pertimbangan yang
mendalam tentang zona, massa, garis sempadan sungai, garis sempadan jalan, bangunan dan pengaturan
ruang terbuka hijau. Kali Semarang adalah salah satu dari banyak kawasan yang dikembangkan dengan
tepi konsep waterfront city. Perencanaan lokasi daerah akan dibahas dalam laporan ini dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemukiman di lingkungan Kali Semarang belum dikembangkan sebagai
waterfront pemukiman yang sempurna.
4.2 PENDAHULUAN
Pemukiman yang bertemakan waterfront mempunyai pengertian secara umum sebagai berikut:
suatu jenis pemukiman yang berada langsung di pinggir atau di tepi suatu sungai, danau, kanal ataupun
laut; dimana kompleks perumahan tersebut secara maksimal dan efisien memanfaatkan potensi perairan
yang ada di dekatnya. Di Indonesia sendiri sebenarnya konsep pemukiman seperti ini bukanlah
merupakan sesuatu hal yang baru, karena banyak masyarakat (terutama di pedesaan atau pedalaman)
yang hingga saat ini masih tinggal dan bermukim di pinggir sebuah sungai, danau, maupun laut.
Contohnya, masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Musi dan masyarakat pedalaman di
Kalimantan. Sesuai dengan sifat wilayah negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan
potensi perairan yang melimpah, maka konsep perumahan waterfront cocok dikembangkan di Indonesia.
Ciri dan karakter dari perumahan waterfront dapat dilihat dari penataan zona, massa, dan ruang
terbuka. Akan tetapi hal ini belum terlihat pada perumahan-perumahan di Indonesia yang berkonsep
waterfront, di mana elemen perairan sebagai faktor utama kurang diperhatikan. Untuk mengetahui
penyebab tersebut, pada makalah ini akan dibahas mengenai pembentukan pola zona, perletakkan massa
bangunan dan susunan ruang terbuka di pemukiman waterfront modern di Indonesia; serta faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi penyimpangan susunan pola tersebut. Sebagai obyek studi yang dianalisis
adalah pemukiman di lingkungan Kali Semarang. (www.petra.ac.id, 2006)
4.3 PENGERTIAN WATERFRONT CITY
Pengertian waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota
yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Sedangkan, urban waterfront mempunyai
arti suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, misalnya lokasi di area
pelabuhan besar di kota metropolitan (Wrenn, 1983). Dari kedua pengertian tersebut maka definisi
waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan
dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut.
4.4 JENIS-JENIS WATERFRONT
Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi,
pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development). Konservasi adalah penataan
waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati
masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang
sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun
kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi
kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.
Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu
mixed-used waterfront,
recreational waterfront,
residential waterfront, dan
working waterfront (Breen, 1996).
Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan,
perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront
adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan
rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential
waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working
waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan
fungsi-fungsi pelabuhan.
4.5 KRITERIA WATERFRONT
Kriteria umum dari penataan dan pendesainan waterfront adalah (Prabudiantoro, 1997):
Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan
sebagainya).
Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.
Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau
pelabuhan.
Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
Pembangunannya dilakukan ke arah vertikalhorisontal.
4.6 ASPEK PERENCANAAN WATERFRONT
Dalam perencanaan waterfront ada 3 aspek yang dominan, yaitu aspek arsitektural, aspek
keteknikan, dan aspek sosial budaya. Aspek arsitektural berkaitan dengan pembentukan citra (image)
dari kawasan waterfront dan bagaimana menciptakan kawasan waterfront yang memenuhi nilai-nilai
estetika. Aspek keteknikan berkaitan terutama dalam perencanaan struktur dan teknologi konstruksi yang
dapat mengatasi kendala-kendala dalam mewujudkan rancangan waterfront, seperti stabilisasi perairan,
banjir, korosi, erosi, kondisi alam setempat, dan sebagainya. Aspek sosial budaya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront
tersebut.
4.7 ELEMEN-ELEMEN PERENCANAAN WATERFRONT
Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan zona-zona fungsi, akses
transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan
limbah (sanitasi). Pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang merupakan proses pembentukan
suatu area waterfront sebagai berikut (Wrenn, 1983):
Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu dengan dibangunnya beberapa sarana yang
menunjang fungsi utama dari area waterfront.
Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka terjadilah
perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan.
Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa sarana penunjang
lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan, dan sebagainya.
Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka dibuatlah
beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahanka
ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan membuat pemisah buatan yang
memisahkan secara jelas fungsi-fungsi yang ada pada site.
4.8 ASPEK YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA WATERFRONT CITY
Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari keputusan - keputusan
rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor geografis serta konteks perkotaan (Wren,
1983 dan Toree, 1989).
Faktor Geografis
Konteks perkotaan (Urban Context)
Merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang
bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian
kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront,atau
sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik.
Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan
arah pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian
tradisi yang perlu dilestarikan.
Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi
didalamnya.
Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan
waterfront dengan lainnya.
Garis Sempadan adalah garis batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan
dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan,
tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api,
jaringan tenaga listrik dan pipa gas, tergantung jenis garis sempadan yang dicantumkan. Di
bagian luar dari garis ini, pemilik tanah tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan.
A. Garis Sempadan Sungai
Merupakan garis batas luar pengamanan sungai yang membatasi adanya pendirian bangunan di tepi
sungai dan ditetapkan sebagai perlindungan sungai. Jaraknya bisa berbeda di tiap sungai, tergantung
kedalaman sungai, keberadaan tanggul, posisi sungai, serta pengaruh air laut.
Garis sempadan sungai sering tertukar dengan bantaran sungai. Jika bantaran sungai hanya
memperlihatkan daerah bantaran sungai saat banjir
(flood plain), maka sempadan sungai
memperlihatkan daerah bantaran sungai ditambah
dengan daerah longsoran tebing sungai yang
mungkin terjadi.
Garis ini diciptakan untuk menjamin kelestarian dan fungsi sungai, serta menjaga masyarakat dari
bahaya bencana di sekitar sungai, seperti banjir dan longsor.
Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 tentang Sungai (/www.psda.jabarprov.go.id, 2011)
Bab I pasal 1:
Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di
dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
Bab I pasal 9 :
Garis sempadan adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas
perlindungan sungai.
Bab II pasal 5:
(5) Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar
fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu.
B. Garis Sempadan Jalan
Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan batas terdepan
pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi
air, listrik, gas, serta saluran-saluran pembuangan. Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan, kecuali jika
GSJ berimpit dengan garis sempadan bangunan (GSB).
Garis sempadan jalan memberikan tempat bagi berbagai instalasi yang dibutuhkan masyarakat, serta
menjaga kualitas visual antara jalan dan bangunan. ( id.wikipedia.org/wiki/Garis_sempadan, 2013)
C. Garis Sempadan Bangunan
Garis yang dikenal dengan singkatan GSB ini membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan,
dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau roil, sampai batas terluar muka bangunan. Garis ini
berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan
terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau
rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya. Garis sempadan
bangunan menjamin adanya ruang terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah
keamanan, serta mengurangi pengaruh bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.
Pasal 10
(1) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 Km2 (lima ratus kilometer persegi); dan
b. sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 Km2 (lima ratus kilometer
persegi).
Pasal 11
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) huruf c ditentukan paling sedikit berjarak 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki tanggul
sepanjang alur sungai.
Pasal 12
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasanperkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang
alur sungai.
Ruang Terbuka Hijau/ RTH
Kementerian Pekerjaan Umum telah mengiklankan di media televisi tentang kebutuhan akan ruang
terbuka hijau (RTH) sebagai ruang publik sebagaimana dipersyaratkan Undang-Undang No 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Guna memenuhi persyaratan ruang terbuka hijau dengan persentase
minimal 30 persen dari luas wilayah perkotaan, sejumlah daerah di Indonesia telah menggiatkan
pembangunan RTH (ruang terbuka hijau) yang juga diperuntukkan sebagai ruang publik .
(http://www.penataanruang.com,2012)
Dalam PERBUP RTBL JATINANGOR 2012 tentang Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Pasal 39
(1) Ruang terbuka umum pada kawasan perencanaan meliputi:
a. tata hijau kawasan sempadan sungai;
b. tata hijau/jalur hijau tepi jalan; dan
c. taman/rekreasi kota.
(2) Ruang terbuka umum, pada kawasan perencanaan merupakan ruang sempadan antara bangunan
sampai dengan batas pagar atau halaman mempunyai akses terbatas bagi umum.
(3) Ruang terbuka privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh orang,
seperti kebun, halaman rumah/gedung miliki perseorangan, atau koorporasi yang ditanami tumbuhan.
(4) Ruang terbuka privat yang berada di kawasan permukiman direncanakan untuk di gunakan
sebagai lahan parkir kendaraan pribadi atau sebagai halaman yang ditanami pohon peneduh sebagai
pembentuk iklim mikro depan bangunan dan peneduh area parkir kendaraan.
(5) Pola tata vegetasi dan penciptaan iklim mikro merupakan unsur penting dalam penciptaan ruang
terbuka pada iklim tropis.
(6) Konsep ruang terbuka pada kawasan menganjurkan penanaman pohon peneduh dengan kanopi,
terutama pada ruang terbuka umum yaitu pada jalur hijau sisi pedestrian selebar 3 m dengan jarak
penanaman setiap 8 m.
(7) Selain sebagai peneduh, pola tata hijau dilakukansebagai pengarah, terutama pada median
pembatasjalan.
(8) Vegetasi pengarah yang dapat ditanam antara lain palem-paleman maupun cemara.
Terdapat Street Furniture (fasilitas-fasilitas jalan yang layak)
1. Tempat Pembuangan Sampah
Tempat sampah menurut peraturan menteri pekerjaan umum tentang penyelenggaraan prasarana
dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga, adalah:
Wadah sampah adalah tempat untuk menyimpan sampah sementara di sumber sampah.
Sedangkan pewadahan sampah adalah kegiatan menampung sampah sementara sebelum sampah
dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah, dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA.
Tujuan utama dari pewadahan adalah :
1. Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga tidak berdampak buruk
kepada kesehatan, kebersihan lingkungan, dan estetika.
2. Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul
sampah.
Penempatan Pewadahan Sampah.
Lokasi wadah harus diusahakan di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkutnya
seperti di depan dan belakang pekarangan rumah, tepi trotoar jalan, dan sebagainya. Penempatan
kontainer ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis perumahan, fasilitas pertokoan atau industri, ruang
yang tersedia, akses untuk kegiatan pengumpulan/pengangkutan. Penempatan kontainer di daerah
pertokoan dan industri ditetapkan berdasarkan ruang yang tersedia dan faktor kemudahan pengumpulan.
Bilamana pelayanan pengumpulan bukan merupakan tanggung jawab pengelola bangunan,maka jenis
kontainer dan lokasi penempatannya ditentukan bersama oleh pihak swasta yang menangan
pengumpulan sampah dan pengelola bangunan.
SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan menyebutkan bahwa penempatan wadah kontainer sampah
sebaiknya:
a. Kontainer individual:
1) Di halaman muka (tidak di luar pagar)
2) Di halaman belakang (untuk sumber sampah dari hotel dan restoran)
b. Kontainer komunal:
1) Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali kontainer pejalan kaki)
2) Tidak di pinggir jalan protokol
3) Sedekat mungkin dengan sumber sampah
4) Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum
lainnya
5) Di tepi jalan besar, pada lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya
2. Tempat Duduk
Dalam buku Dimensi Manusia dan Interior, disebutkan bahwa saat duduk, jarak lipatan paha dan
pantat untuk laki laki adalah 43,9 cm, jadi minimal lebar kursi untuk 1 orang adalah 43,9 cm dan untuk
perempuan adalah 43,2 cm. Sedangkan rentang bahu untuk laki-laki adalah 43,2 cm dan perempuan
adalah 33 cm.
3. Lampu Penerangan Jalan
Berdasarkan teori, fungsi dari Lampu Penerangan Jalan antara lain :
untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengendara, khususnya untuk mengantisipasi
situasi perjalanan pada malam hari.
memberi penerangan sebaik-baiknya menyerupai kondisi di siang hari.
untuk keamanan lingkungan atau mencegah kriminalitas.
untuk memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan jalan
4.Signage/ Penanda
Peraturan Pemerintah pada Pasal 25, Signage atau tanda untuk kawasan perencanaan direncanakan
untuk:
a. papan nama bangunan, tulisan terbaca jelas dari jarak minimal 10 M di siang maupun malam hari,
tidak diperkenankan menutupi lebih dari ¼ tampak bangunan, menjadi komposisi desain bangunan;
b. papan penanda lalu lintas jalan dan lingkungan, tulisan terbaca jelas pada jarak maksimal 20 m oleh
pengendara, diletakkan di sisi kiri badan jalan, searah sirkulasi kendaraan, maksimal 4 m sebelum
perempatan ujung jalan, simbol rambu pengarah sesuai standart lalu lintas jalan;
c. papan nama kawasan, terletak di tempat strategis pada tiap zona kawasan serta bangunan, berhuruf
besar agar tebaca;
d. papan informasi dan peta kawasan, serta papan pengarah jalan, terletak di tempat strategis dan
tulisan terbaca jelas pada jarak minimal 2 m.
Air Sungai
Kualitas air yang bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi
persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat
diminum apabila dimasak. Serta sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran
fisik, kimia dan bakteriologis. Untuk mengetahui kadar air bersih dilakukan pengambilan sampel air
bersih pada sumber, bak penampungan dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di laboratorium
minimal 2 kali setahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
d. Penerapan Waterfront Development di Berbagai Negara
Penerapan waterfront development di kota-kota negara maju dapat juga dijadikan referensi dalam
perencanaan waterfront development bagi kota-kota di Indonesia. Di negara maju perencanaan dan
pengembangan waterfront development didasarkan pada berbagai konsep sesuai dengan kondisi sosio-
kultur, kemampuan teknologi dan ekonomi, kebutuhan kotanya masing-masing serta memaksimalkan
fungsi pembangunan yang diterapkan sehingga pengembangannya dapat berfungsi secara ekonomis dan
efektif.
Lela Nur Azizah
21020112130130
5. HASIL WAWANCARA DENGAN BEBERAPA NARASUMBER
1. Narasumber pertama :
Nama : Sumewu Wibowo
Usia : 41 tahun
Alamat : Kelurahan Pekunden, RT 3, RW 1
Hasil Wawancara :
Pada tahun 1980-an , pernah terjadi banjir bandang sehingga Kali Semarang meluap dan terjadi banjir di daerah permukiman tersebut. Oleh karena itu, pemerintah melakukan pelebaran sungai, sehingga tidak terjadi banjir lagi sampai sekarang. Dahulunya daerah sekitar sungai adalah sebuah kampung, dan menjadi pemukiman penduduk. Sungai yang mengalir di tengah permukiman penduduk ada dua macam, sungai besar dan sungai kecil. Sungai besar merupakan sungai yang sekarang mengalami pelebaran,dan terdapat garis –garis sisa lebar sungai asli yang dapat ditemukan di sungai yang sekarang telah mengalami pelebaran. sedangkan sungai kecil mengalir di depan rumah warga di kelurahan Pekunden dan pada waktu hujan air mengalir ke dalam sungai kecil tersebut. Namun sungai kecil tersebut tertutup oleh cetakan beton. Pada waktu sebelum keadaan sungai seperti sekarang, rumah warga membelakangi bibir sungai, tetapi sebanyak ± 300 Kepala Keluarga dipindahkan ke Karang Roto, dan dibangunlah jalan inspeksi.
Sungai Kali Semarang berfungsi sebagai jalur irigasi air, dikarenakan air hujan dan air dari parit akan mengalir ke sungai. Sistem drainase air sudah berjalan dengan baik, dan air mengalir dengan lancar. Pengelolaan Kali Semarang dilakukan oleh pemerintah dengan cara pembersihan sungai kota dengan mengambil sampah-sampah yang terdapat di sungai atau dengan cara mengeruk tanah sungai. Namun kegiatan pembersihan oleh pemerintah jarang dilakukan. Selain itu, warga – warga sekitar permukiman juga melakukan kerja bakti terhadap pembersihan sungai.
Anak-anak kecil sering turun ke sungai untuk bermain air dengan menggunakan tangga dari bambu, karena terdapat ikan - ikan kecil dan beberapa ikan seperti ikan mujair di tepi sungai yang bibitnya di tebarkan oleh beberapa penduduk di sekitar Kali Semarang.
2. Narasumber kedua :
Nama : Sri Utomo
Usia : 60 tahun
Alamat : Kelurahan Pekunden, RT 3, RW 1
Hasil Wawancara :
Kali Semarang mempunyai dua buah sungai yaitu sungai besar dan anak sungai. Pada awalnya daerah sekitar sungai adalah sebuah perkampungan, dan kedua sungai-sungai tersebut diapit oleh rumah-rumah warga. Keadaan mula sungai, rumah warga membelakangi bibir sungai, dan terdapat jalan setapak sepanjang 50 cm di bibir sungai untuk sirkulasi warga. Sungai – sungai tersebut telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan terbuat dari beton. Namun, pemerintah melakukan pelebaran Kali Semarang semenjak terjadi banjir bandang yang menimpa kota Semarang. Pelebaran sungai ini ternyata membuat kawasan permukiman tersebut tidak banjir lagi.
Semula, sungai Kali Semarang memiliki air yang bersih dan jernih, dan airnya digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci. Sungai besar mempunyai tinggi ± 1 meter atau setinggi perut orang dewasa sebelum akhirnya air sungai menjadi surut seperti sekarang. Antara sungai besar dan sungai kecil mempunyai ketinggian tanah yang berbeda. Sungai kecil berada lebih tinggi daripada sungai besar. Sebelum akhirnya sungai besar mengalami pengerukan dan dinaikkan lebih tinggi dari keadaan semula. Pengerukan dan peninggian sungai menjadikan air sungai menjadi dangkal. Pemerintahan Hindia Belanda sudah sejak lama membangun sungai dan menata sungai Kali Semarang dengan beton.
Pengelolaan Kali Semarang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh warga yang tinggal di sekitar Kali Semarang. Pemerintah melakukan pengerukan tanah sungai dan pembersihan sampah melalui petugas-petugas dari balai kota dan sedangkan pengelolaan dari warga, penduduk dari sekitar Kali Semarang melakukan kerja bakti membersihkan sampah dari dasar sungai. Narasumber merasa nyaman dengan keadaan sungai, karena tidak merasa menemukan masalah terhadap sungai tersebut.
3. Narasumber ketiga :
Nama : Supriyatini
Usia : 63 tahun
Alamat : Kelurahan Sekayu
Hasil Wawancara :
Kali Semarang pada awalnya berukuran 2 – 3 meter kemudian pemerintah melakukan pelebaran sungai supaya tidak terjadi banjir. Keadaan sungai pada awalnya bersih, dan air mengalir dengan lancar. Pada saat itu
rumah warga berada ditengah, diantara aliran sungai, sungai besar dan anak sungai. Tapi ada usaha dari pemerintah untuk memindahkan warga di sepanjang aliran sungai untuk melakukan pelebaran sungai dan warga dipindahkan ke Karang Roto dengan dibayar senilai 400 ribu rupiah pada masa itu.
Pengelolalaan sungai dilakukan oleh balai kota, balai kota yang membersihkan sungai dengan cara dikeruk dan warga sekitar juga melakukan kerja bakti untuk membersihkan sampah di sungai tapi tidak secara teratur. Furnitur jalan seperti adanya vegetasi pohon-pohon dan tempat duduk sudah sekitar lima tahun sejak dibangun. Narasumber merasa nyaman dengan keadaan sungai, belum ada keluhan, karena merasa sistem drainase air berjalan lancar dan tidak terjadi banjir.
Narasumber keempat :
Nama : Bpk Sunarto
Usia : 60 tahun
Alamat : Kelurahan Pekunden, RT 3, RW 1
Hasil wawancara :
Kali Semarang dulunya adalah sebuah sungai kecil, yang dengan upaya pemerintah mengalami pelebaran sungai. Kali Semarang sudah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda, dengan menggunakan perahu-perahu kecil pada masa itu. Dulunya rumah-rumah warga membelakangi bibir sungai tidak seperti sekarang yang menghadap ke bibir sungai. Kali Semarang digunakan sebagai saluran irigasi atau kebersihan oleh masyarakat setempat.
Pada awalnya terdapat dua buah sungai, sungai kecil dan sungai besar. Sungai kecil selebar satu meter sekarang mengalir dibawah jalan lingkungan. Sedangkan sungai besar dengan lebar awal tiga meter mengalami pelebaran menjadi enam meter.
Narasumber :
Nama : Bapak Minarso
Usia : 68 tahun
Alamat : Kelurahan Pekunden, RT 3, RW 1
Hasil wawancara :
Kali Semarang banyak terdapat sampah – sampah, namun warga-warga sekitar melakukan pembersihan sungai dengan menggunakan penggaruk setiap dua minggu sekali. Kali Semarang dulunya hanya terdapat dua sungai, yaitu sungai kecil dan sungai besar. Namun ada upaya dari pemerintah untuk melakukan pelebaran sungai, namun sayangnya yang melakukannya dari pihak swasta. Pada saat itu, warga dipindahkan ke Karangroto, dan tanah rumah tempat tinggal mereka diubah menjadi seperti sekarang yaitu rumah-rumah yang menghadap bibir sungai, dan terdapat jalan lingkungan.
Neny Rif ‘Ah
21020112130125
5. ANALISIS WATERFRONTCITY
1. Water Front City
ANALISA WATERFRONTCITY
2. Water Front City
a. Fungsi Water Front City
Menurut teori,
Pemukiman yang bertemakan waterfront mempunyai pengertian secara umum sebagai berikut:
suatu jenis pemukiman yang berada langsung di pinggir atau di tepi suatu sungai, danau, kanal ataupun
laut; dimana kompleks perumahan tersebut secara maksimal dan efisien memanfaatkan potensi perairan
yang ada di dekatnya.
Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu
mixed-used waterfront, yaitu waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan,
perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana
dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan,
dan fasilitas untuk kapal pesiar.
residential waterfront, pengertiannya adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun
di pinggir perairan.
working waterfront (Breen, 1996). Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan
ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Menurut hasil pengamatan di Kelurahan Sekayu dan Pekunden, daerah tersebut merupakan
daerah yang padat penduduk yang terletak di Semarang Tengah. Permukiman ini berada di tepi sungai
dengan jalan di depan rumah. Sebagian besar warga menghuni rumah dengan berorientasi dan
berpemandangan ke arah sungai. Terdapat sebuah rumah susun yang menghadap ke sungai. Beberapa
rumah makan dan warung makan bertenda yang menempati tepi jalan. Pada kali segmen satu ini tidak
terdapat sarana dan prasarana rekreasi, seperti tempat pemancingan, dan arena bermain.
Jadi berdasarkan fakta dan data, permukiman pada Kelurahan Sekayu dan Pekunden merupakan
waterfront bertipe residental waterfront. Karena pada pinggir perairan, yaitu sungai, dibangun
permukiman dan rumah susun yang berorientasi terhadap sungai. Tetapi, kali Semarang segmen satu ini
belum dikembangkan sebagai waterfront pemukiman yang sempurna, karena kompleks perumahan
tersebut belum secara maksimal dan efisien memanfaatkan potensi perairan yang ada di dekatnya, di
mana elemen perairan sebagai faktor utama kurang diperhatikan.
b. Jenis Water Front City
Berdasarkan teori, water front city menurut tipe proyeknya, dibedakan menjadi 3 jenis, Yaitu:
konservasi, yaitu penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan
menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
pembangunan kembali (redevelopment), adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi
waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan
mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
dan pengembangan (development). Development adalah usaha menciptakan waterfront yang
memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.
Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan warga, didapatkan hasil bahwa Kali Semarang
pada zaman dahulu dengan zaman sekarang adalah berbeda. Pada zaman Belanda dahulu Kali Semarang
ini merupakan jalur pelayaran yang menggunakan perahu-perahu kecil. Juga tidak sebesar sekarang ini,
Kali Semarang dulunya mempunyai dua buah sungai yaitu sungai besar dan anak sungai, Sungai kecil
selebar satu meter sekarang mengalir dibawah jalan lingkungan. Sedangkan sungai besar dengan lebar
awal tiga meter mengalami pelebaran menjadi enam meter.
Pada awalnya daerah sekitar sungai adalah
sebuah perkampungan, dan kedua sungai-sungai
tersebut diapit oleh rumah-rumah warga. Pada saat
itu rumah warga berada ditengah, diantara aliran
sungai, sungai besar dan anak sungai. Dulunya
rumah warga membelakangi bibir sungai, dan
terdapat jalan setapak sepanjang 50 cm di bibir
sungai untuk sirkulasi warga. sebuah sungai kecil,
yang pada tahun 1980-an pernah terjadi banjir dan
air meluap ke permukiman warga. Oleh karena itu, pemerintah pemerintah untuk memindahkan warga di
sepanjang aliran sungai untuk melakukan pelebaran sungai dan warga dipindahkan ke Karang Roto,
sehingga tidak terjadi banjir lagi sampai sekarang. Fungsi sungai sebagai pembuangan air, dikarenakan
air hujan dan air dari parit akan mengalir ke sungai. Sistem drainase sudah berjalan dengan baik, air
mengalir dengan lancar. Furnitur jalan seperti adanya vegetasi pohon-pohon dan tempat duduk sudah
sekitar lima tahun sejak dibuat.
Jadi, Kali Semarang termasuk tipe proyek water front city pembangunan kembali
(redevelopment), yaitu upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini
masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-
fasilitas yang ada. Karena untuk mengatasi masalah banjir, pemerintah mengubah lebar sungai dengan
cara memindahkan sebagian warga, agar Kali Semarang dapat berfungsi kembali dan tidak mengalami
banjir, serta menambah beberapa furnitur jalan, seperti pohon, tempat duduk, tempat sampah, lampu dan
papan penunjuk.
3. Garis Sempadan
a. Garis Sempadan Sungai
Hasil pengukuran garis sempadan sungai lingkungan pada kali Semarang segmen satu, yang
mempunyai kedalaman 190 cm dan mempunyai lebar 780 cm ini adalah 300 cm.
sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2011 tentang Sungai
(www.psda.jabarprov.go.id, 2011), sungai pada kedalaman tersebut harus mempunyai garis sepadan
sungai sebesar 300 cm.
Jadi, pada segmen 1, yaitu daerah Pekunden dan Sekayu sudah sesuai dengan peraturan pemerintah,
yaitu mempunyai garis sempadan sungai sebesar 300 cm
b. Garis Sempadan Jalan
Lebar jalan utara (Kelurahan Sekayu) adalah 390 cm dengan titik lampu dengan bentang 24,5 m tiap
lampu.terdapat tempat duduk berukuran 50 x 160, yang berjumlah 18 buah, yang berada di bibir sungai.
Titik sampah terdapat 16, berada bibir sungai, terdapat pohon pengarah berupa pohon palem dan cemara.
Sedangkan sebelah selatan (Kelurahan Pekunden) adalah 350 cm, dengan vegetasi di bibir sungai,
sebesar 90 cm. Dengan titik lampu berjumlah 12 buah.
Garis sempadan jalan memberikan tempat bagi berbagai instalasi yang dibutuhkan masyarakat, serta
menjaga kualitas visual antara jalan dan bangunan.( id.wikipedia.org/wiki/Garis_sempadan, 2013)
Jadi, dalam Kali Semarang segmen satu, garis sempadan jalan sudah sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Garis sempadan ini menjadi titik instalasi kebutuhan masyarakat Pekunden dan Sekayu.
c. Garis Sempadan Bangunan
Garis yang dikenal dengan singkatan GSB ini membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi
jalan, dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau roil, sampai batas terluar muka bangunan.
Garis ini berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu
massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan
yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya.
Garis sempadan bangunan menjamin adanya ruang terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah,
menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh bising dari kendaraan di jalan raya terhadap
penghuninya.
GSB Utara (70cm) GSB Selatan (90cm)
Pada bagian utara, garis sempadan bangunan adalah 70 cm. Sedangkan pada bagian selatan
adalah 90 cm.
Untuk garis sempadan bangunan yang bagian
utara, Lebar jalan utara (Kelurahan Sekayu) adalah
390 cm, seharusnya dalam lebar jalan tersebut GSB
nya adalah setengah lebar jalan yaitu 195 cm. Tetapi
GSB ini adalah 70. Jadi GSB Kelurahan Sekayu
tidak memenuhi standar.
Sedangkan lebar jalan sebelah selatan (Kelurahan Pekunden) adalah 350 cm dan berGSB 90,
seharusnya GSB Kelurahan Pekunden adalah 175 cm. Jadi, pada Kelurahan Pekunden tidak memenuhi
standar GSB.
4. Street furniture,
a. Tempat Duduk
Berdasarkan pengukuran di lapangan, didapatkan data bahwa street furniture berupa tempat
duduk berukuuran lebar 48 cm dan panjang 160 cm yang berjumlah sebanyak di Kelurahan Sekayu
dan di Kelurahan Pekundan. Tempat duduk ini dapat ditemukan di sepanjang tepi aliran sungai . Pada
Kelurahan Sekayu terdapat 16 buah tempat duduk, tetapi pada Kelurahan Pekunden tidak ada satu pun
tempat duduk di tepi sungai.
Berdasarkan teori, dalam buku Dimensi Manusia dan Interior, disebutkan bahwa saat duduk,
jarak lipatan paha dan pantat untuk laki laki adalah 43,9 cm, jadi minimal lebar kursi untuk 1 orang
adalah 43,9 cm dan untuk perempuan adalah 43,2 cm. Sedangkan rentang bahu untuk laki-laki adalah
43,2 cm dan perempuan adalah 33 cm.
Jadi, tempat duduk pada Kelurahan Sekayu yang mempunyai lebar 48 cm dapat menampung
laki-laki maupun perempuan, dan tempat duduk dengan panjang 160 dapat memuat empat perempuan,
atau tiga orang laki-laki. Dengan demikian tempat duduk ini memungkinkan orang untuk tidur, karena
ukurannya yang cukup panjang.
b. Lampu Penerangan Jalan
Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapatkan data bahwa street furniture berupa lampu
penerangan jalan ditemukan berjumlah sebanyak 12 buah di Kelurahan Sekayu dan 19 buah di
Kelurahan Pekundan. Lampu penerangan jalan ini berfungsi sebagai penerangan pada jalan. Lampu
penerangan jalan yang diamati terdapat dua jenis, yaitu lampu penerangan jalan yang menempel pada
tiang listrik dan lampu penerangan jalan berupa tiang-tiang lampu kecil yang terdapat di dekat rumah
warga. Lampu penerangan jalan yang menempel pada tiang listrik berjumlah 6 buah di Kelurahan
Sekayu dan berjarak 7,5 meter antar lampu penerangan jalan.
Lampu penerangan pada tiang-tiang kecil terdapat antar 1 sampai 2 rumah sekali. Lampu
penerangan jalan pada Kelurahan Sekayu terdapat di depan rumah warga sedangkan pada Kelurahan
Pekunden, lampu penerangan jalan diletakkan di area terbuka warga dan menghadap ke jalan.
Lampu penerangan jalan yang menempel pada tiang listrik mempunyai jangkauan pencahayaan
yang banyak daripada lampu-lampu pada tiang-tiang kecil karena letaknnya yang tinggi. Kegunaan
lampu penerangan jalan pada masyarakat berfungsi dengan baik pada kawasan permukiman, tapi ada
beberapa tempat yang masih kurang mendapatkan penerangan seperti jalan masuk ke Kelurahan
Sekayu dekat tempat wisata Lawang Sewu hanya terdapat 1 lampu penerangan jalan, begitu juga yang
terdapat pada jalan keluar dari Kelurahan Pekunden menuju tidak ada lampu penerangan sama sekali.
Selain itu penerangan pada jalan kurang pada jalan belakang Departement Store.
Berdasarkan teori, fungsi dari Lampu Penerangan Jalan antara lain :
- untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengendara, khususnya untuk
mengantisipasi situasi perjalanan pada malam hari.
- memberi penerangan sebaik-baiknya menyerupai kondisi di siang hari.
- untuk keamanan lingkungan atau mencegah kriminalitas.
- untuk memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan jalan
Karena Kelurahan Sekayu dan Kelurahan Pekunden terdapat lampu penerangan jalan tetapi
hanya terletak pada satu lajur, yaitu pada depan rumah, dengan peletakannya yang tidak teratur.
c. Tempat Sampah
Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapatkan data bahwa street furniture berupa tempat
sampah. Tempat sampah ini berfungsi untuk menampung sampah atau limbah masyarakat sementara
sebelum dibuang ke tempat pembuangan sampah sebenarnya. Titik tempat sampah ditemukan
berjumlah sebanyak 16 titik sampah di Kelurahan Sekayu dan sebanyak 19 titik sampah di Kelurahan
Pekundan.
Titik tempat sampah lebih banyak terdapat di Kelurahan Pekunden karena tempat sampah
diletakan setiap 1 atau 2 rumah sekali daripada yang di Kelurahan Sekayu yang diletakkan setiap 2
atau 3 rumah sekali.
Pada Kelurahan Pekunden, tempat sampahnya diletakkan di dekat ruang terbuka milik warga,
sedangkan tempat sampah yang terdapat di Kelurahan Sekayu diletakkan di tepi aliran sungai sejajar
dengan street furniture seperti tempat duduk. Tempat sampah –tempat sampah tersebut digunakan
warga dengan baik, karena sedikit ditemukan sampah apalagi jarak antar tempat sampah itu dekat
yang terdapat setiap 2 sampai 3 rumah sekali.
Berdasarkan teori, tempat sampah menurut peraturan menteri pekerjaan umum tentang
penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga, adalah:
Wadah sampah adalah tempat untuk menyimpan sampah sementara di sumber sampah.
Sedangkan pewadahan sampah adalah kegiatan menampung sampah sementara sebelum sampah
dikumpulkan, dipindahkan, diangkut, diolah, dan dilakukan pemrosesan akhir sampah di TPA.
Tujuan utama dari pewadahan adalah :
1. Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga tidak berdampak buruk
kepada kesehatan, kebersihan lingkungan, dan estetika.
2. Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul
sampah.
Kriteria wadah sampah diuraikan dalam SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Tidak mudah rusak dan kedap air;
2. Ekonomis dan mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat; dan
3. Mudah dikosongkan.
Pola pewadahan terbagi menjadi :
1. Pewadahan Individual
Diperuntukan bagi daerah permukiman tinggi dan daerah komersial. Bentuk yang dipakai
tergantung setara dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya.
2. Pewadahan Komunal
Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan pasar. Bentuknya
ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannnya adalah umum.
Pada Kelurahan Pekunden dan Sekayu, pola tempat sampah terdapat dua, yaitu pewadahan
individual dan komunal, yang termasuk pola individual adalah tempat sampah kecil yang ada di depan
rumah atau yang ada di pinggir sungai. Sedangkan pola komunal adalah tempat sampah berupa bak
sampah di depan gang menuju lokasi permukiman. Jarak antara satu tempat sampah dengan tempat
sampah lainnya yang cukup berdekatan menyebabkan tidak kesulitan untuk membuang sampah,
sehingga kecil kemungkinan untuk membuang sampah sembarangan. Tempat sampah yang di
gunakan juga memakai peralatan yang tidak mudah rusak, yaitu ban bekas. Jadi, permukiman di
daerah ini masih menjaga kebersihan.
d. Signage/ Penanda
Berdasarkan pengukuran di lapangan, didapatkan data bahwa street furniture berupa
penanda/signage berukuran 60 x 40 cm ini berjumlah sebanyak delapan di Kelurahan Sekayu dan di
Kelurahan Pekundan terdapat empat papan penanda. Papan penanda ini berisi larangan untuk
membuang sampah di sungai.
Berdasarkan teori, Peraturan Pemerintah pada Pasal 25, Signage atau tanda untuk kawasan
perencanaan direncanakan untuk:
a. papan nama bangunan, tulisan terbaca jelas dari jarak minimal 10 M di siang maupun malam hari,
tidak diperkenankan menutupi lebih dari ¼ tampak bangunan, menjadi komposisi desain bangunan;
b. papan penanda lalu lintas jalan dan lingkungan, tulisan terbaca jelas pada jarak maksimal 20 m oleh
pengendara, diletakkan di sisi kiri badan jalan, searah sirkulasi kendaraan, maksimal 4 m sebelum
perempatan ujung jalan, simbol rambu pengarah sesuai standart lalu lintas jalan;
c. papan nama kawasan, terletak di tempat strategis pada tiap zona kawasan serta bangunan, berhuruf
besar agar tebaca;
d. papan informasi dan peta kawasan, serta papan pengarah jalan, terletak di tempat strategis dan tulisan
terbaca jelas pada jarak minimal 2 m.
Papan penanda pada Kelurahan Pekunden dan Sekayu, sudah terbaca jelas, karena selain warnanya
yang mencolok mata juga lebar jalan yang tidak terlalu besar. Sedangkan papan nama kawasan pada
Kelurahan Pekunden sudah terletak pada kiri jalan. Begitu juga dengan papan informasi pada Kelurahan
tersebut terletak dekat dengan tempat duduk yang memungkinkan untuk membacanya. Jadi, papan
penanda/ signage pada dua Kelurahan tersebut sudah sesuai dengan teori yang ada.
5. Vegetasi
Ruang Terbuka Hijau/ RTH
Berdasarkan Dalam PERBUP RTBL JATINANGOR 2012 tentang Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Pasal 39
(1) Ruang terbuka umum pada kawasan perencanaan meliputi:
a. tata hijau kawasan sempadan sungai;
b. tata hijau/jalur hijau tepi jalan; dan
c. taman/rekreasi kota.
(2) Ruang terbuka umum, pada kawasan perencanaan merupakan ruang sempadan antara bangunan
sampai dengan batas pagar atau halaman mempunyai akses terbatas bagi umum.
(3) Ruang terbuka privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh orang,
seperti kebun, halaman rumah/gedung miliki perseorangan, atau koorporasi yang ditanami tumbuhan.
(4) Ruang terbuka privat yang berada di kawasan permukiman direncanakan untuk di gunakan
sebagai lahan parkir kendaraan pribadi atau sebagai halaman yang ditanami pohon peneduh sebagai
pembentuk iklim mikro depan bangunan dan peneduh area parkir kendaraan.
(5) Pola tata vegetasi dan penciptaan iklim mikro merupakan unsur penting dalam penciptaan ruang
terbuka pada iklim tropis.
(6) Konsep ruang terbuka pada kawasan menganjurkan penanaman pohon peneduh dengan kanopi,
terutama pada ruang terbuka umum yaitu pada jalur hijau sisi pedestrian selebar 3 m dengan jarak
penanaman setiap 8 m.
(7) Selain sebagai peneduh, pola tata hijau dilakukansebagai pengarah, terutama pada median
pembatasjalan.
(8) Vegetasi pengarah yang dapat ditanam antara lain palem-paleman maupun cemara.
6. Air Sungai
Berdasarkan pengamatan di lokasi survey, didapatkan data bahwa air sungai pada segmen satu
berkedalaman 190 cm, dengan limbah mengalir dari saluran pembuangan yang ada pada sepanjang
tepi kali. Ada beberapa anak yang sedang bermain air dan menangkap sejumlah ikan.
Berdasarkan teori, kualitas air yang bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan
fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi
persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat
diminum apabila dimasak. Serta sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis. Untuk mengetahui kadar air bersih dilakukan
pengambilan sampel air bersih pada sumber, bak penampungan dan pada kran terjauh untuk
diperiksakan di laboratorium minimal 2 kali setahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Air sungai pada Kali Semarang ini tidak di pakai untuk keperluan sehari-hari, tidak diminum oleh
warga, serta tidak dimasak, karena warga menggunakan air PDAM untuk kebutuhannya. Jadi, air
sungai pada Kali Semarang segmen satu ini tidak termasuk air bersih yang aman untuk dikonsumsi.
Lestari Ayuningyas
21020112130121
7 Kesimpulan
Sebagaimana konsep waterfront city yang telah diuraikan di atas, kami dapat menyimpulkan
bahwa daerah di sekitar kali yang terletak di kelurahan sekayu dan pekunden sudah cukup memenuhi
kriteria water-front city, sebab daerah tersebut masih difungsikan sebagai pusat kegiatan serta lahan
pemukiman masyarakat. namun menurut pengamatan kami, kebersihan sungai dan lingkungan sekitar
nya masih dapat dikatakan kurang.
Permukiman pada Kelurahan Sekayu dan Pekunden merupakan waterfront bertipe residental
waterfront. Karena pada pinggir perairan, yaitu sungai, dibangun permukiman dan rumah susun yang
berorientasi terhadap sungai. Kali Semarang termasuk tipe proyek water front city pembangunan
kembali (redevelopment), yaitu upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang
sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun
kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
Garis Sempadan Sungai Kelurahan Pekunden dan Sekayu sudah sesuai dengan peraturan
pemerintah, yaitu 300 cm. Garis sempadan jalan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Garis
sempadan ini menjadi titik instalasi kebutuhan masyarakat Pekunden dan Sekayu..Untuk garis sempadan
bangunan yang bagian utara, Lebar jalan utara (Kelurahan Sekayu) adalah 390 cm, seharusnya dalam
lebar jalan tersebut GSB nya adalah setengah lebar jalan yaitu 195 cm. Tetapi GSB ini adalah 70. Jadi
GSB Kelurahan Sekayu tidak memenuhi standar. Sedangkan lebar jalan sebelah selatan (Kelurahan
Pekunden) adalah 350 cm dan berGSB 90, seharusnya GSB Kelurahan Pekunden adalah 175 cm. Jadi,
pada Kelurahan Pekunden tidak memenuhi standar GSB.
7. Street furniture,
a. Tempat Duduk
tempat duduk pada Kelurahan Sekayu yang mempunyai lebar 48 cm dapat menampung laki-
laki maupun perempuan, dan tempat duduk dengan panjang 160 dapat memuat empat perempuan, atau
tiga orang laki-laki. Dengan demikian tempat duduk ini memungkinkan orang untuk tidur, karena
ukurannya yang cukup panjang.
b. Lampu Penerangan Jalan
Karena Kelurahan Sekayu dan Kelurahan Pekunden terdapat lampu penerangan jalan tetapi
hanya terletak pada satu lajur, yaitu pada depan rumah, dengan peletakannya yang tidak teratur.
c. Tempat Sampah
Jarak antara satu tempat sampah dengan tempat sampah lainnya yang cukup berdekatan
menyebabkan tidak kesulitan untuk membuang sampah, sehingga kecil kemungkinan untuk
membuang sampah sembarangan. Tempat sampah yang di gunakan juga memakai peralatan yang
tidak mudah rusak, yaitu ban bekas. Jadi, permukiman di daerah ini masih menjaga kebersihan.
d. Signage/ Penanda
Papan penanda pada Kelurahan Pekunden dan Sekayu, sudah terbaca jelas, karena selain
warnanya yang mencolok mata juga lebar jalan yang tidak terlalu besar. Sedangkan papan nama kawasan
pada Kelurahan Pekunden sudah terletak pada kiri jalan. Begitu juga dengan papan informasi pada
Kelurahan tersebut terletak dekat dengan tempat duduk yang memungkinkan untuk membacanya. Jadi,
papan penanda/ signage pada dua Kelurahan tersebut sudah sesuai dengan teori yang ada.
8. Vegetasi
Pola tata vegetasi dan penciptaan iklim mikro merupakan unsur penting dalam penciptaan ruang
terbuka pada iklim tropis. Selain sebagai peneduh, pola tata hijau dilakukan sebagai pengarah, terutama
pada median pembatas jalan. Vegetasi pengarah yang dapat ditanam antara lain palem-paleman maupun
cemara.
9. Air Sungai
Air sungai pada Kali Semarang ini tidak di pakai untuk keperluan sehari-hari, tidak diminum oleh
warga, serta tidak dimasak, karena warga menggunakan air PDAM untuk kebutuhannya. Jadi, air
sungai pada Kali Semarang segmen satu ini tidak termasuk air bersih yang aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA :
- Critical Review: Konsep Perencanaan Kawasan Pesisir “Waterfront City” di Kota-Kota Indonesia oleh Deny Ferdyansyah (http://onlyone-deny.blogspot.com)
- Isu Pengembangan Kota Pesisir oleh Deny Ferdyansyah (http://onlyone-deny.blogspot.com)
- Menata Kawasan Tepian Musi Sebagai Wajah Kota Palembang oleh Redaksi Butaru (http://bulletin.penataanruang.net)
- Mewujudkan Pembangunan Kota Pesisir di Indonesia yang Berkelanjutan Melalui Penyediaan Infrastruktur Berbasis Penataan Ruang oleh Ir. Joessair Lubis (http://bulletin.penataanruang.net)
- Waterfront City Banjarmasin, sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota oleh Raditya PU (http://bulletin.penataanruang.net)
- Visi Pembangunan Waterfront City Suatu Tinjauan Budaya oleh Ir. Martono Yuwono (http://bulletin.penataanruang.net)
- Mengenal Konsep Pengembangan Waterfront (http://propertybusinessacademy.com)
- Ekspedisi Sungai Ciliwung Laporan Jurnalistik Kompas, 2009
- http://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/
- www.petra.ac.id, 2006
- SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
- LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN PRASARANA DAN SARANA PERSAMPAHAN DALAM PENANGANAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA
- PERBUP RTBL JATINANGOR 2012
-__, http://www.penataanruang.com,2012