ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

27
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus I. Kondisi Eksisting Kawasan a. Gambaran Umum Kota Kudus Kota Kudus terletak di sebelah timur laut kota Semarang dengan jarak kurang lebih 51 km. Secara geografis, Kudus mempunyai posisi yang cukup strategis, karena merupakan daerah perlalu-lintasan yang menghubungkan daerah- daerah di sekitarnya menuju ibukota propinsi Jawa Tengah. Ketinggian daerah ini kira-kira 55 meter dari permukaan laut. Daerah ini mempunyai iklim tropis yang bertemperatur sedang. Curah hujan yang terjadi relatif rendah yaitu rata-rata dibawah 300 mm per tahun dan lama waktu hujan rata-rata 150 hari per tahun. Suhu udara maksimum pada bulan september 27 0 C dan suhu terendah pada bulan juli 23 0 C (sumber: Kantor Statistik tahun 2004). Gambar 3.2 : Daerah perkampungan perumahan tradisional Kudus Sumber: Triyanto, 2001: Luas wilayah Kudus secara keseluruhan 42.515.644 km 2 . Dilihat dari segi geografisnya wilayah Kudus dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah pegunungan, daerah dataran rendah dan rawa-rawa. Gambar 3.1 : Lokasi kota Kudus dalam peta Jawa Tengah Sumber: Microsoft encarta encyclopedia 2003 Kudus, juga merupakan daerah pertanian yang menghasilkan bahan makanan pokok seperti padi dan palawija. Selain penghasil makanan pokok, Kudus juga merupakan daerah penghasil tanaman komoditi perdagangan berupa tebu, vanili, kopi, kapuk dan cengkeh. III-1 ARSITEKTUR NUSANTARA

description

BUAT YANG PUNYA, SORI KARENA TULISANNYA SAYA PUBLISH TANPA IJIN

Transcript of ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

Page 1: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar

Dalem Kudus Kulon Kudus

I. Kondisi Eksisting Kawasan a. Gambaran Umum Kota Kudus

Kota Kudus terletak di

sebelah timur laut kota

Semarang dengan jarak

kurang lebih 51 km. Secara

geografis, Kudus mempunyai

posisi yang cukup strategis,

karena merupakan daerah

perlalu-lintasan yang

menghubungkan daerah-

daerah di sekitarnya menuju

ibukota propinsi Jawa Tengah.

Ketinggian daerah ini kira-kira

55 meter dari permukaan laut.

Daerah ini mempunyai

iklim tropis yang bertemperatur

sedang. Curah hujan yang terjadi

relatif rendah yaitu rata-rata

dibawah 300 mm per tahun dan

lama waktu hujan rata-rata 150

hari per tahun. Suhu udara

maksimum pada bulan september

270 C dan suhu terendah pada

bulan juli 230 C (sumber: Kantor

Statistik tahun 2004).

Gambar 3.2 : Daerah perkampungan perumahan tradisional Kudus

Sumber: Triyanto, 2001:

Luas wilayah Kudus secara keseluruhan 42.515.644 km2.

Dilihat dari segi geografisnya wilayah Kudus dibagi menjadi tiga

bagian yaitu daerah pegunungan, daerah dataran rendah dan

rawa-rawa. Gambar 3.1 : Lokasi kota Kudus dalam

peta Jawa Tengah Sumber: Microsoft encarta

encyclopedia 2003

Kudus, juga merupakan daerah pertanian yang

menghasilkan bahan makanan pokok seperti padi dan palawija.

Selain penghasil makanan pokok, Kudus juga merupakan daerah

penghasil tanaman komoditi perdagangan berupa tebu, vanili,

kopi, kapuk dan cengkeh.

III-1 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 2: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Jika dilihat dari sisi tradisional, wilayah Kudus terbagi

menjadi dua wilayah yaitu wilayah Kudus Kulon dan Kudus

Wetan. Wilayah Kudus Kulon terletak di sebelah barat sungai

Gelis yang mengalir membelah kota. Dalam sejarah, Kudus Kulon

dikenal sebagai kota lama yang ditandai dengan warna kehidupan

keagamaan dan adat istiadatnya yang kuat dan khas serta

merupakan pusat berdirinya rumah-rumah adat pencu. Di daerah

Kudus kulon juga merupakan tempat berdirinya Masjid Menara

Kudus dan Makam Sunan Kudus. Sedangkan kudus wetan

berada di sebelah timur sungai Gelis. Merupakan pusat

pemerintahan transportasi dan perdagangan.

b. Sejarah Kota Kudus Sejarah perkembangan kota Kudus tidak dapat dipisahkan

dengan sejarah kehidupan tokoh Agama Islam di daerah Jawa

yakni Sunan Kudus salah seorang dari Wali Songo saat di Kudus

bertempat tinggal di Desa Langgar Dalem. Sunan Kudus yang

mempunyai nama asli Ja’far Sodiq terkenal dalam sejarah

sebagai tokoh mubaligh yang karismatik dalam penyebaran

Agama Islam di daerah pesisir pantai utara pulau jawa pada

sekitar abad XV-XVI.

Untuk mengetahui sejarah nama kota Kudus, terdapat

beberapa versi. Menurt cerita rakyat, nama Kudus bermula dari

kisah seorang pemburu kudus. Suatu ketika ia mendapatkan

sepasang burung derkuku, yakni sejenis burung merpati dan

dalam perjalanan pulang, ia membasuh muka dan minum di suatu

sendhang atau mata air. Saat itu burung hasil buruannya yang

sudah kaku dimasukkan ke dalam air dan ternyata burung

tersebut dapat hidup kembali. Sejak saat itu sendhang tersebut

sering di datangi oleh masyarakat yang berasal dari berbagai

penjuru tempat yang menamainya dengan nama Kudus yang asal

katanya adalah Derkuku Adhus yang berarti burung merpati yang

sedang mandi.

Menurut Prof. Dr. R Ng. Poerbatjaraka, dalam Adiati (1992: 34), Kudus berasal dari bahasa Arab yang berarti

suci, bersih. Dalam bunyi inskripsi yang terdapat di mihrab Masjid

Kuno Kudus bertanda tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi,

tersebut Al Quds sebagai nama kota dimana Masjid itu berada.

Lebih lanjut, Kuds yang berarti suci dalam ejaan lidah masyarakat

kemudian berubah menjadi Kudus. Solichin Salam dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan, kata Al Quds sering juga

disebut dengan Baitul Muqadis, yang berarti tempat yang suci.

Nama ini merupakan nama pemberian dari Sunan Kudus.

Siswanto dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan,

Kudus juga disebut sebagai Tajug sebelumnya. Tajug disini

III-2 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 3: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

merupakan nama dari rumah-rumah yang beratap runcing yang

diperuntukkan sebagai makam. Dengan demikian kota Tajug

dahulu telah memiliki sifat kekeramatan tertentu.

Lahirnya kota ini tidak dapat dipisahkam dari nama-nama

sesepuh tertua yang menggarap kota tersebut, antara lain Kyai

Tee Ling Sing (Kyai Telingsing), seorang Mubaligh yang berasal

dari Yunan (Asia kecil) yang datang bersama-sama dengan

sorang pemahat ulung yang bernama Sun Ging An (Adiati, 1992: 34). Bersama Sunan Kudus keduanya secara bertahap

berhasil menguasai daerah Kudus serta mengembangkannya dari

segi Arsitekturnya, Kudus memperlihatkan pengaruh dari berbagai

periode, yakni periode Hindu, Cina, Islam dan juga pengaruh

Eropa (Kolonial). Masyarakat kota Kudus dikenal sebagai

masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi kerja keras.

Secara historis, warga masyarakat kota Kudus lebih

khusus lagi warga masyarakat kota Kudus Kulon, sejak jaman

Sunan Kudus memang telah memperlihatkan kemandiriannya

dibidang perekonomian. Mereka biasa disebut sebagai golongan

menengah muslim yang ulet dan tangguh serta cukup sukses

dalam bidang usaha perdagangan. Bagi golongan ini, Sunan

Kudus menjadi figur sejarah atau local hero yang memberi

inspirasi dalam menggeluti usaha perekonomiannya. Sejarah

perjuangan Sunan Kudus yang ulet, gigih serta pantang menyerah

dalam mengembangkan Agama Islam tampak menjadi sumber

semangat mereka dalam berwiraswasta.

c. Gambaran Umum Desa Langgar Dalem a. Luas dan batasan wilayah

• Luas Desa : 19.370 Ha

• Pekarangan/ bangunan dll : 14.370 Ha

• Lain-lain (sungai.jalan,kuburan,dll): 5.000 Ha

• Banyaknya : Dukuh : 8

Rukun Kampung (RK)/ RT: 10

Gambar 3.3 : Peta Desa Langgar Dalem

Sumber: Data Monografi Desa Langgar Dalem, April 2004

III-3 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 4: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

• Batas wilayah:

• Sebelah Utara : Desa Kajeksan

• Sebelah Selatan : Desa Demangan

• Sebelah Barat :Desa Kerjasan+Kauman

• Sebelah Timur : Desa Dema’an

b. Kondisi geografis

• Ketinggian tanah dari permukaan laut : ± 20 m

• Banyak curah hujan :±9.685 mm/th

• Topografi(dataran rendah, tinggi, pantai): tinggi

• Suhu udara rata-rata : 23 0 - 37 0 C

c. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan)

• Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan : 2 km

• Jarak dari ibukota Kab/Kotamadya : 1 km

• Jarak dari Propinsi : 54 km

• Jarak dari Negara : 560 km

II. Analisa dan Pembahasan a. Sejarah Desa Langgar Dalem Kudus

Hasil wawancara ( bulan April, tahun 2004) Narasumber : Kepala Desa ( Bp. Hendra A.H )

Kepala Dusun Langgar Dalem

Carik Desa Langgar Dalem

Penduduk setempat

Permukiman Langgar Dalem terbentuk dengan sendirinya

sejak zaman dahulu, ketika Sunan Kudus (Djafar Shodiq) memulai

dakwah Islamnya di Kota Kudus dengan mendirikan menara

Kudus beserta masjid dan perkampungan di sekitarnya. Menara

dibangun pada masa Hindhu-Budha sehingga sedikit banyak

arsitekturnya terpengaruh oleh gaya Hindhu-Budha (seperti

candi). Masjid juga pernah mengalami pemugaran oleh H.

Muslich. Terdapat pula beberapa perkampungan/ permukiman

yang sudah berdiri terlebih dahulu di Kota Kudus, semenjak Kyai

Telingsing (orang Cina Muslim).

Nama desa Langgar Dalem sendiri berasal dari Langgar

(tempat ibadah orang Islam) yang berada dekat dalemnya Sunan

Kudus. Masjid tersebut diberi nama masjid Langgar Dalem

sebagai tempat bertemunya Sunan Kudus dengan koleganya.

III-4 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 5: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Langgar Dalem : Langgar di dalem (sendiko dalem, Sunan Kudus)

Langgarnya punya Sunan Kudus

Permukiman Langgar Dalem yang asli dikelilingi oleh

tembok pagar rumah yang tinggi-tinggi dengan jalan gang yang

sangat sempit untuk alasan keamanan dan tradisi pingitan anak

gadis. Sempitnya gang-gang yang ada menyebabkan masalah,

terutama kalau ada bencana seperti kebakaran. Perbatasan antar

desa hanya dipisah oleh jalan. Dahulu sebagian wilayah di sekitar

Menara Kudus ikut wilayah Langgar Dalem namun sekarang

sudah memisahkan diri (mulai tahun 1978).

Ada 8 buah masjid yang ada di desa Langgar Dalem yaitu

: masjid Langgar Dalem, masjid Puspitan, masjid Kaujon, masjid

Balai Tengahan, Masjid Jagalan, masjid Nanggungan Kidul,

masjid Nanggungan Lor, masjid Kalinyamatan.

b. Kependudukan Jumlah penduduk Kudus menurut catatan statistik tahun

1991 sebanyak 609.604 jiwa dengan kepadatan penduduk 1046

orang per km2. Jika dilihat dari etnisnya, sebagian besar

penduduk kecamatan kota Kudus adalah berasal dari suku Jawa,

dan sebagian kecil merupakan keturunan China dan etnis asing.

Dari segi agama, penduduk Kudus sebagian besar memeluk

agama Islam dan kebanyakan bermukim di wilayah Kudus Kulon.

Dengan pusatnya desa Kauman sebagai kawasan kaum santri.

Pada daerah Kudus ini masih mengenal stratifikasi sosial

pada masyarakat. Salah satu masyarakat Kudus yang terkemuka

adalah kaum bangsawan keturunan Sunan Kudus yang secara

turun temurun dalam beberapa generasi kemudian berkembang

menjadi kelompok masyarakat yang terpandang dan maju dalam

segi ekonominya.

Gambar 3.4 : Masjid Menara Peninggalan Sejarah Sunan Kudus Foto: Erry Prabandari, dkk

III-5 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 6: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Kecenderungan kelompok ini adalah memprakarsai

gerakan reformasi bernafaskan agama dan merasa berbeda

dengan bangsawan Jawa pada umumnya. Diantaranya, mereka

mewujudkan sikapnya dengan tidak meniru beberapa pola

kebiasaan kaum bangsawan Jawa lainnya. Salah satunya yaitu

dalam bentuk arsitektur rumah.

c. Kependudukan Desa Langgar Dalem Penduduk desa Langgar Dalem sebagian besar adalah

orang pribumi asli Jawa. Hidup berkelompok berdasarkan wilayah

dengan membangun masjid terlebih dahulu. Ada beberapa

penduduk pendatang yang sekarang hidup menetap di Desa

Langgar Dalem. Sebagian besar penduduk Langgar Dalem

adalah muslim tetapi ada beberapa pemeluk agama lain terbukti

dengan adanya Klentheng sebagai tempat ibadah orang Budha

Konghuchu. Sebagian besar penduduk desa Langgar Dalem

berdagang ( dagang partai dalam jumlah besar ) dan wiraswasta

( konveksi ), sedangkan pada zaman Belanda dahulu banyak

yang berprofesi sebagai pembathik.

Gambar 3.5 : Aktivitas Masyarakat Langgar Dalem

Foto: Erry Prabandari, dkk

Dulunya, kawasan di atas merupakan area terbuka

bersama. Namun sekarang, area terbuka hanya dijumpai di

beberapa halaman rumah penduduk. Beberapa kegiatan

masyarakat dipusatkan di masjid. Namun ada rencana

pengembangan ruang publik yang dipusatkan di daerah sekitar

tepi kali gelis yang saat ini dipenuhi oleh PKL. Rencananya akan

ada pembatasan waktu buat PKL sampai sore hari sehingga

setelah sore hari kawasan ini bisa dijadikan sebagai ruang publik

untuk aktivitas bersama masyarakat setempat seperti olahraga.

Area terbuka di halaman rumah saat ini banyak dijadikan lahan

untuk bangunan baru (rumah baru) yang rata-rata pemiliknya

masih mempunyai hubungan saudara. Rata-rata bangunan baru

tersebut masih mengambil beberapa unsur bentuk maupun ragam

hias dari rumah tradisional yang ada.

III-6 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 7: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Data Monografi Desa Langgar Dalem / Kecamatan : Kota, Kudus Propinsi Jawa Tengah

a. Kependudukan

Jumlah KK : 566

Jumlah penduduk :

Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 127 109 236

5-9 149 159 308

10-14 136 170 306

15-19 134 147 281

20-24 132 131 263

25-29 153 106 259

30-39 150 149 299

40-49 146 142 288

50-59 129 128 257

60>> 40 37 77

1296 1276 2574

Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004

Agama

• Islam : 2.497

• Katholik : 39

• Protestan : 27

• Budha : 11

• Hindu : -

WNI Keturunan

China : laki-laki : 36

Perempuan : 32

Pendidikan

• PT : 59

• SLTA : 459

• SLTP : 432

• SD : 893

• Belum tamat SD : 97

• Tidak tamat SD : 634

Jumlah : 2574

Olahraga, Kesenian, Kebudayaan dan Sosial

Unit organisasai kesenian : 2

Organisasi sosial

III-7 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 8: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

• Karang taruna : 1; 45 orang

• LSM : 4 buah

• PKK : 18 kelompok; 291 orang

• Dasa wisma : 27 kelompok; 291 orang

• Kel. Usaha : 1 kelompok; 17 orang

• Puskesmas : 1

d. Pola Kehidupan Perekonomian Suasana kegiatan

di kegiatan di bidang

industri dan perdagangan

tampak lebih

mendominasi pola

kehidupan perekonomian

pada masyarakat Kudus.

Misalnya industri rokok

kretek. Mata pencaharian

penduduk terbesar

adalah sebagai buruh industri kemudian disusul dengan

pedagang, pensiunan, PNS, buruh bangunan dan lain

sebagainya.

Gambar 3.7 : Salah satu pusat perekonomian

masyarakat Langgar Dalem Foto: Erry Prabandari, dkk

1. Pola Kehidupan Perekonomian Masyarakat Langgar Dalem

Mata Pencaharian

• Pengusaha : 17

• Bidang Industri : 47

• Bidang bangunan : 9

• Dagang : 53

• Pengangkutan : 12 Gambar 3.6 : Aktivitas wanita penduduk Kudus Kulon dalam industri rumah tangga

Sumber: Triyanto, 2001: • PNS/ABRI : 74

• Pensiun : 17

Perekonomian dan Usaha

• Jumlah pasar umum : 1

• Jumlah toko/ kios warung : 20

III-8 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 9: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

• Industri kecil : 19

• Industri rumah tangga : 4

• Industri warung makan : 6

• Angkutan : 3

• Lain-lain : 6

Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004

2. Pola Kehidupan Sehari-Hari

Pola kehidupan

masyarakat Kudus yang

khas akan tampak nyata

pada wilayah Kudus Kulon.

Orang-orang Kudus Kulon dalam kesehariannya bermukim

disekitar menara Masjid Menara Kudus yaitu desa Kauman,

Langgar Dalem, Damaran, Kerjasan, dan Kajeksan dalam

sebagian besar rumah-rumah yang ada memiliki atap berbentuk

pencu.

Gambar 3.8: Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem

Foto: Erry Prabandari, dkk

Tata letak rumah yang

terdapat pada sebidang

tanah lapang dan bisa juga

digunakan untuk menunjukkan kemampuan dari si pemilik rumah.

Jajaran rumah-rumah Kudus ini, bila dicermati selalu berjajar

membentuk suatu barisan lurus, yang mana sejarahnya garis

lurus rumah ini merupakan jalan tepi menuju tempat kediaman

Sunan Kudus.

Gambar 3.9 : Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem

Foto: Erry Prabandari, dkk

III-9 ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 10: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

III-10ARSITEKTUR NUSANTARA

Gambar 3.10 : Jalan Kampung Di Dalam Kompleks Pemukiman

Foto: Erry Prabandari, dkk

Gambar 3.11 : Perumahan yang terkesan tertutup dan berjajar lurus

Foto: Erry Prabandari, dkk

Perkampungan di Kudus Kulon merupakan perkampungan

yang ‘unik’ dan ‘tertutup’. Rumah-rumah yang dihuni oleh

mayarakat setempat sebagian besar berada dibalik pagar-pagar

tembok yang cukup tinggi, sehingga dari luar penampilan

bentuk rumah yang tampak hanyalah atapnya yang menjulang

tinggi. Kesan tertutup itu semakin nyata bila seseorang

mencoba menyusuri jalan-jalan kampung yang lebih pantas

disebut sebagai lorong-lorong dan berliku-liku yang memiliki

lebar sekitar 1 meter, lorong-lorong sempit disela-sela

permukiman dan rumah penduduk ini tercipta karena

perbatasan tembok dinding atau pagar antar rumah. Sebagian

rumah-rumah ini mempunyai halaman yang cukup luas.

Perumahan dan permukiman penduduk

Banyaknya rumah penduduk :

• Dinding terbuat dari batu/ gedung (permanen) : 316

• Dinding terbuat dari sebagian batu/ gedung : 24

• Dinding terbuat dari kayu/ papan : 3

• Dinding terbuat dari bambu/ lainnya : 2

Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004

Page 11: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

III. Rumah dalam Tradisi Kebudayaan Jawa-Kudus

Gambar 3.13: Denah Rumah Adat Kudus

Sumber: Adiati, 1992: Lampiran

Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah

adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk

beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui

berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,

menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana

yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di

dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat

sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi

sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.

Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan

tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti

pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan

sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.

Sebagai salah satu peninggalan kuno, rumah adat Kudus

hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Sebagian besar adalah

golongan priyayi. Karena hingga saat ini stratifikasi masyarakat

Kudus masih nampak. Pada rumah priyayi Kudus ini berlaku

pembedaan trap untuk penerimaan tamu (Adiati, 1992: 41). Pemukiman kuno yang ada disekitar menara Kudus

mempunyai pola yang cukup unik, permukiman ini selalu

dibangun mengikuti poros utara-selatan, karena menurut

kepercayaan, poros itu menuju ke kediaman Sunan Kudus

(Adiati, 1992: 70)

Gambar 3.12 : Cara menentukan letak pintu

Sumber: Triyanto, 2001:

III-11ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 12: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Gambar 3.15 : Salah Satu Rumah Di Sekitar Menara Kudus

Foto: Erry Prabandari, dkk

Gambar 3.14: Orientasi bangunan mengikuti poros utara-selatan

Foto: Erry Prabandari, dkk

a. Satuan Pemukiman 1. Tata Letak Bangunan

a. Rumah tempat tinggal

Perkampungan rumah Kudus ini merupakan daerah yang

dekat dengan masjid Menara Kudus. Di daerah ini tinggal

berbagai macam kelompok lapisan masyarakat, mulai dari

golongan bangsawan, golongan orang kaya, golongan

pejabat/pamong dan golongan masyarakat umum/orang banyak

termasuk golongan orang miskin.

Rumah adat Kudus merupakan salah satu rumah

tradisional yang terjadi akibat endapan suatu evolusi manusia,

terbentuk karena perkembangan daya cipta (kreatifitas)

masyarakat pendukungnya (Adiati, 1992: 42). Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 42 menjelaskan,

rumah adat Kudus mempunyai banyak ukiran yang merupakan

manifestasi golongan bangsawan atau orang kaya Kudus, yang

arsitekturnya memperlihatkan pengaruh budaya asli pesisir utara

yang berbaur dengan seni ukir dari Cina, Eropa, dan Persia. Saat

islam sudah masuk di Indonesia, para pengukir rumah adat Kudus

belum menerapkan pengaruh Islam secara menyeluruh.

Menurut Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 43,

Arsitektur Kudus ini cukup mengungkapkan proses percampuran

III-12ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 13: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

kebudayaan dan menghadirkan warna khas suatu rumah

tradisional.

Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah

adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk

beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui

berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,

menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana

yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di

dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat

sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi

sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.

Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan

tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti

pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan

sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.

Gambar 3.16: Bentuk rumah Kudus

Sumber: Triyanto, 2001:

Siswanto dalam Adiati, 1992: 47 menjelaskan bahwa

bentuk bangunan dari rumah Kudus sendiri merupakan gabungan

dari rumah adat Jawa (joglo) dan rumah kampung, khususnya

rumah joglo limolasan dan rumah kampung gajah ngombe. Dan

bentuk yang demikian itu dikenal dengan sebutan omah adat

pencu.

Bangunan induk rumah Kudus merupakan gabungan dari

bentuk dasar empat persegi panjang dan bujur sangkar.

Penentuan tersebut berdasarkan

jatuhnya garis atap. Bangunan

induk ini dibagi menjadi dua bagian

yaitu bangunan utama dan

penunjang. Bangunan utama

utama mempunyai bentuk dasar

bujur sangkar beratap pencu

dengan tritisan depan dan belakang

yang lebar. Bagian tritisan depan

berfungsi untuk menaungi kegiatan

yang bersifat publik dan pencu untuk

menaungi kegiatan yang bersifat

privat. Sedangkan tritisan belakang

untuk menaungi pawon.

III-13ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 14: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

III-14ARSITEKTUR NUSANTARA

b. Pola Pengoraganisasian dan Perletakan Ruang

Gambar 3.17: Jaga Satru Foto: Erry Prabandari, dkk

Pola perletakan ruang rumah kudus hanya, pada

umumnya hanya mengenal pembagian dalam dua kategori, yaitu

daerah terbuka dan daerah tertutup. Daerah terbuka terwujud dari

jaga satru atau serambi dan halaman depan. Untuk ruang tertutup

terwujud dari gedhongan dan pawon.

Bangunan ini tidak

simetris dan tidak

mengenal

pendopo dan

halaman belakang

(Adiati, 1992: 53)

Dilihat dari segi perletakan,

daerah terbuka diletakkan pada

daerah paling depan dengan

susunan mulai dari pintu gapura /

regol, halaman / pekarangan, termasuk sumur, kamar mandi dan

WC, serta diakhiri dengan jaga satru.

Menurut (Adiati, 1992: 72-74), Tata ruang yang ada di

rumah kudus ini terbagi atas : jaga satru, gedhongan, tiang

keseimbangan, pawon, yang kesemuanya itu mempunyai makna-

makna simbolis yang dipercayai oleh orang Kudus.

• JAGA SATRU, merupakan tempat yang digunakan untuk

ruang penerima tamu dimana pada rumah adat Kudus yang

standar. Ruangan ini dibuat lebih rendah daripada griya,

sekitar 1 meter. Dibuatnya lebih rendah karena tamu yang

akan berkunjung belum tentu mempunyai status yang sama

atau setingkat dengan si pemilik rumah. Apabila tamu yang

berkunjung mempunyai status yang setingkat atau lebih tinggi

daripada si pemilik rumah, maka ia akan diterima di dalam

griya. Gebyok digunakan sebagai pembatas antara dua

ruangan ini. Ruang jaga satru ini juga digunakan sebagai

tempat untuk beribadah yaitu untuk tempat jama’ah (shaf)

yang dibatasi dengan sehelai tirai kain untuk memisahkan

jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan.

Page 15: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

• TIANG KESEIMBANGAN, dalam kepercayaan Kudus makna

dari tiang ini mempunyai 2 versi makna. Makna pertama,

keberadaan tiangnya yang hanya satu berdiri tegak ini,

melambangkan hanya ada satu Tuhan yang wajib untuk

disembah seorang hamba dan tidak ada Tuhan lain selain-

Nya yaitu ALLAH SWT. Dalam versi lain disebutkan

keberadaaan tiang ini melambangkan status kepemilikan

rumah, siapa

yang

membangun

rumah

tersebut.

• GEDHONGAN, merupakan induk bangunan menunjukkan

kemampuan dari si pemilik rumah. Semakin besar dan indah

ukiran pada gedhongan itu, maka semakin kayalah orang

tesebut. Gedongan ini bisa digunakan untuk tempat ibadah

(digunakan sebagai mihrab / tempat memimpin sholat) dan

upacara sakral (pernikahan,

tempat pelaminan, perhelatan dan

lain sebagainya).

Gambar 3.19 : Salah satu kegiatan di gedhongan Sumber: Triyanto,

2001:

• PAWON, biasa disebut dengan pekiwan atau dapur yang

mana merupakan tempat asal mula kehidupan, karena

disanalah asal mula makanan pokok sebagai penunjang

kehidupan manusia dan merupakan tempat yang biasanya

digunakan sebagai tempat berkumpul yang bebas dan santai

dimana mereka secara bersama-sama melakukan aktivitas

atau kegiatan keluarga.

Gambar 3.18 : Tiang Keseimbangan di jaga satru Foto: Erry Prabandari, dkk

III-15ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 16: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

• Kamar mandi dan sumur biasanya diletakkan di depan rumah

(biasanya di sebelah kanan rumah dan menghadap ke arah

timur) yang bermakna sebagai tempat penyucian diri. Jadi

perletakkan ini dimaksudkan agar orang yang baru datang,

sebelumnya bersuci (wudhu) dahulu sehingga segala segala

niat buruk dan amarah akan mereda atau bahkan hilang sama

sekali.

Gambar 3.21 : Kondisi kamar mandi

Foto: Erry Prabandari, dkk

Gambar 3.20 : Kegiatan yang berlangsung di pawon

Foto: Erry Prabandari, dkk

Gambar 3.22 : Denah kamar mandi Sumber: Triyanto, 2001:

III-16ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 17: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Bentuk rumah kompleks tersebut masih bisa berubah. Jika

jumlah anggota keluarga cukup banyak, maka ditambah

bangunan los berupa sisir atau bilik-bilik disebelah kiri dan kanan

bangunan. Bangunan sisir ini biasanya berbentuk empat persegi

panjang yang mempunyai bentuk atap kampung.

b. Fasilitas lingkungan

Fasilitas lingkungan di perkampungan ini antara lain

sanitasi, tempat ibadah, tempat melakukan upacara keagamaan,

balai pertemuan, lapangan, pasar, toko, puskesmas, pos

keamanan dan kuburan. Sanitasi yang berupa jamban/WC

banyak terdapat didaerah ini. Demikian pula tempat pembuangan

kotoran /sampah.

Dengan demikian kebersihan dan kesehatan lingkungan

terjamin. Fasilitas ini terletak dibagian belakang rumah dan pojok

desa. Fasilitas ibadah berupa mesjid dan mushola terletak

sebelah barat laut balai desa.

Gambar 3.24: Salah Satu Pemandangan Di Perbatasan Desa Langgar Dalem Yang Biasa Digunakan Untuk Aktivitas Warga

Foto: Erry Prabandari, dkk

Halaman depan

Sentong

Gedhongan

Dapur

Jogo Satru

MCK

Gambar 3.23 : Komplek perumahan Kudus

Sumber: Triyanto, 2001:

III-17ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 18: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

IV. Dukuh Puspitan, Desa Langgar Dalem, Kudus

DUKUH PUSPITAN adalah satu dari delapan dukuh yang

ada di desa Langgar Dalem. Nama dukuh Puspitan diambil dari

nama masjid yang ada di dukuh tersebut yaitu masjid Puspitan.

Masjid tersebut dibangun terlebih dahulu baru kemudian diikuti

dengan rumah-rumah penduduk yang membentuk kampung yang

sampai sekarang lebih dikenal dengan nama dukuh Puspitan.

Dukuh Puspitan berada di sudut wilayah desa Langgar

Dalem tepatnya di sebelah Barat laut yang berbatasan langsung

dengan jalan Menara, jalan KH. Turaichan Adjhuri dan dukuh

Langgar Dalem. Luas dukuh Puspitan kurang lebih 0,68 Ha

dengan jumlah rumah penduduk sekitar 30 yang dihuni oleh 30

KK.

Gambar 3.25 : Masjid Puspitan Foto: Erry Prabandari, dkk

a. Rumah penduduk Keberadaan rumah - rumah penduduk sebagai cikal bakal

munculnya sebuah permukiman yang diberi nama dukuh Puspitan

diawali terlebih dahulu dengan pembangunan masjid Puspitan

sebagai salah satu bangunan publik sekaligus sebagai penanda

keberadaan dukuh tersebut, berupa tempat ibadah penduduk

setempat dikarenakan hampir keseluruhan penduduk dukuh

Puspitan menganut Agama Islam. Gambar 3.27 Kompleks Perumahan di Puspitan

Sumber: Data Monografi Desa Langgar Dalem April, 2004

III-18ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 19: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Pola permukiman yang muncul akibat bertambahnya jumlah

rumah penduduk dari waktu ke waktu pada daerah tersebut

adalah cluster terutama pada wilayah tengah dukuh dan

membentuk pola linier di sepanjang jalan Menara dan jalan KH

Turaichan Adjhuri.

Sebagian besar penduduk masih mempertahankan bentuk

rumah tradisional Kudus yaitu “rumah pencu” terutama rumah-

rumah yang terletak di sebelah dalam dari dukuh Puspitan.

Sementara rumah- rumah yang berada di sebelah luar dukuh

Puspitan seperti deretan rumah yang berbatasan langsung

dengan jalan Menara masih mempertahankan gaya kolonialnya.

Beberapa rumah adat kudus yang ada sudah mulai

mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu.

Renovasi telah banyak dilakukan namun tetap memegang teguh

kaidah-kaidah yang ada pada masyarakat setempat. Rumah-

rumah dengan gaya modern juga mulai bermunculan

berdampingan dengan keberadaan rumah-rumah tradisional yang

sudah ada terlebih dahulu yang rata-rata dibangun di atas tanah

milik keluarga. Rumah-rumah modern tersebut masih tetap

mengusung salah satu atau lebih ciri khas rumah tradisional

Kudus seperti gaya, bentuk bangunan dan atap, pola tata ruang

serta ornamen dan ragam hias dari rumah adat yang lama.

Perbaikan terhadap rumah

adat tradisonal Kudus juga

terlihat disana-sini,

misalnya saja pemakaian

material bangunan yang

disesuaikan dengan

kebutuhan seperti

penggantian gebyok dan

dinding kayu dengan

dinding batu bata, pemakaian tegel keramik sebagai pengganti

Gambar 3.28: Kondisi Kompleks Perumahan di Puspitan

Foto: Erry Prabandari, dkk Gambar 3.29: Kondisi Perumahan di Puspitan Dalam

Foto: Erry Prabandari, dkk

III-19ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 20: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

plesteran. Namun bentuk pencu dengan pola tata ruangnya yang

sangat khas tetap dipertahankan.

Halaman luas dengan kamar mandi di luar juga masih

terlihat di beberapa rumah.

Pagar-pagar tinggi pembatas halaman sekeliling rumah yang

mencirikan sifat masyarakat Kudus yang cenderung tertutup

masih terlihat jelas, sehingga yang

terlihat dari luar hanyalah atap

pencu yang mempunyai dimensi

yang sangat tinggi.

Namun beberapa

diantaranya kondisinya sudah

tidak baik dan kotor karena

lumut dan yang lebih parah lagi

adalah adanya tulisan-tulisan

dan gambar-gambar yang

seharusnya tidak ada.

Gambar 3.32: Kompleks Perumahan Puspitan dengan pagar tinggi

Foto: Erry Prabandari, dkk

Gambar 3.30 : Kondisi Perumahan di Puspitan Dalam

Foto: Erry Prabandari, dkk

Namun ada beberapa

halaman rumah yang hanya

dibatasi oleh pagar hidup

maupun pagar dari bahan kayu

dan bambu sehingga kesan

tertutup sudah mulai tidak

nampak. Gambar 3.31 : Kamar Mandi yang berada di halaman rumah

Foto: Erry Prabandari, dkk Gambar 3.33 : Kondisi Perumahan

yang sudah tidak terawat Foto: Erry Prabandari,

dkk

Orientasi arah hadap rumah

rata-rata menghadap ke arah

Utara-Selatan, sama seperti

III-20ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 21: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

rumah-rumah jawa pada umumnya.

b. Sarana dan Prasarana a. Jalan

Jalan merupakan salah satu batas pemisah antara dukuh

Puspitan dengan dukuh yang lain dan juga dengan desa yang

lain. Terdiri dari jalan utama yaitu jalan Menara sebagai

pemisah antar dukuh Puspitan dengan desa Kerjasan dan

juga jalan KH. Turaichan Adjhuri sebagai pemisah antara

dukuh Puspitan dengan desa Kadjeksan. Jalan utama yaitu

jalan KH. Turaichan Adjhuri berupa jalan beraspal sedangkan

jalan Menara berupa jalan berpaving yang sebelumnya hanya

berupa jalan beraspal. Renovasi jalan berpaving ini dilakukan

dengan tujuan untuk memberi penanda yang jelas

bahwasanya daerah tersebut merupakan daerah konservasi

budaya yang akan dijadikan sebagai

aset pariwisata.

Sedangkan jalan sekunder

berupa gang-gang yang ditandai

dengan gapura sebagai pintu masuk

dari jalan utama menuju jalan

sekunder. Terdapat 3 gapura di dukuh Puspitan ini yang

lokasinya terletak pada 3 titik tempat yang berbeda. Dua

diantaranya hanya bisa dilewati oleh kendaraan roa dua dan

pejalan kaki sedangkan satu sisanay bisa dilewati oleh

kendaraan roda 4 bahkan truk karena merupakan akses

utama untuk bisa masuk menuju ke pabrik rokok haji Muslich

yang letaknya berada di dalam dukuh Puspitan. Dari segi

bentukan gapura ini sangatlah sederhana bahkan kalau tidak

jeli keberadaan gapura ini malah justru membingungkan

karena sepertinya gapura ini merupakan penanda masuk ke

halaman rumah penduduk dan bukan penanda masuk ke jalan

sekunder/ gang-gang yang ada di dalam dukuh Puspitan. Hal

ini diperparah dengan tidak jelasnya penanda berupa tulisan.

Gaya yang dipakai pada gapura inipun merupakan perpaduan

antara gaya kolonial dengan gaya arsitektur tradisional kudus

yang lebih terlihat pada ornamen dan atap gapura.

Gang-gang / jalan sekunder yang dibatasi oleh pagar-

pagar tinggi rumah penduduk sangatlah unik. Gang-gang yang

ada sangatlah sempit dan terkesan gelap . gang-gang

tersebut susah untuk dilalui kendaraan bermotor apalagi kalau

sedang berpapasan. Kesan sempit muncul karena

perbandingan d/h antara tinggi dinding pagar rumah dengan

lebar jalan yang sangat kecil. Lebar gang hanya mencapai 1-2

Gambar 3.34: Gapura Masuk ke Dukuh Puspitan

Foto: Erry Prabandari, dkk

III-21ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 22: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

meter saja. Karena pola permukiman penduduk yang ada di

dukuh Puspitan ini adalah cluster, maka gang-gang yang ada

diantara rumah-rumah tersebut berkelak-kelok dan cukup

membingungkan. Tidak ada penanda yang jelas berupa arah

maupun tulisan. Gang-gang yang ada ditutup dengan material

yang tidak seragam. Ada yang berupa tanah biasa, plestran

dan aspal bahkan ada yang menutup plesteran yang sudah

ada terlebih dahulu dengan paving block yang berdampak

pada sulitnya proses peresapan air hujan yang berakibat

banjir pada musim penghujan.

b. Penerangan

Penerangan akan sangat terasa dibutuhkan pada malam

hari, karena pada siang hari masih bisa mengandalkan

penerangan alami walaupun kesan gelap tercipta terutama

pada gang-gang di dalam dukuh. Penerangan berupa lampu-

lampu jalan baik untuk jalan utama maupun jalan sekunder

sangatlah minim, yang ada hanyalah lampu dari masing-

masing rumah baik itu yang dipasang di tiap-tiap rumah

maupun di pagar rumah itupun hanya memakai penerangan

dengan daya yang kecil. Hal ini semakin menciptakan kesan

gelap. Tiang-tiang listrik hanya terlihat di sepanjang jalan

menara dan jalan KH Turaichan Adjhuri, itupun dalam jumlah

yang sedikit yang dipasang pada jarak-jarak tertentu.

c. Drainase

Drainase yang ada berupa saluran-saluran air yang

berada di sisi kanan kiri di sepanjang jalan. Untuk jalan utama

saluran drainase berupa saluran tertutup sedangkan untuk

jalan sekunder drainase banyak menggunakan saluran

tertutup yang rata-rata ukurannya sangatlah kecil, hal ini

mengingat dimensi jalan yang ada juga sangat kecil. Di

beberapa titik juga ditemui bak-bak kontrol dengan penutup

non permanen sehingga setiap saat dapat dibuka untuk

Gambar 3.35: Gang-gang di Puspitan yang menggunakan paving

block dan ‘alami’ Foto: Erry Prabandari,

dkk

III-22ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 23: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

dilakukan pengecekan. Saluran yang ada lebih difungsikan

untuk mengalirkan air hujan disamping juga untuk mengalirkan

air kotor sisa buangan rumah tangga dalam prosentase yang

sangat kecil. Saluran dengan dimensi yang sangat kecil ini

mengakibatkan daya tampung untuk menerima kapasitas air

hujan juga semakin kecil, sehingga untuk gang-gang yang

memakai bahan aspal dengan ditutup paving sangatlah rawan

terhadap banjir karena air hujan akan sulit meresap

sedangkan saluran tidak mampu menampung air hujan dalam

kapasitas yang cukup besar.

Air bersih sebagian besar disuplai dari sumur yang rata-rata

dimiliki oleh setiap rumah. Air bersih yang ada dipakai untuk

keperluan sehari-hari seperi mencuci, memasak, mandi dan

yang pasti untuk air minum. Sejauh ini tidak ada kesulitan

megenai penyediaan air bersih. Sedangkan distribusi air

bersih dari PDAM sudah sampai di desa Kadjeksan yang

berbatasan langsung dengan dukuh Puspitan.

d. Penanda

Penanda yang ada di dukuh Puspitan ini sangatlah minim,

baik itu penanda jalan yang berupa arah maupun tulisan,

penanda pintu masuk / gapura dan bahkan penanda antar

dukuh juga kurang begitu jelas, sehingga ketika orang asing

masuk ke daerah tersebut rata-rata kebingungan.

e. Ruang publik

Ruang publik berupa ruang terbuka hampir tidak ditemui di

dalam dukuh Puspitan, hanya ada beberapa halaman rumah

yang dibiarkan terbuka menyatu dengan halaman rumah milik

penduduk lain atau halaman rumah yang hanya dibatasi oleh

pagar non permanen dari kayu dan bambu. Keterbatasan

ruang publik ini dikarenakan adanya pagar-pagar rumah yang

cukup rapat satu sama lain . hal ini juga disesuaikan dengan

aktivitas penduduk setempat yang rata-rata lebih banyak

beraktivitas di luar rumah dan cenderung tertutup sehingga

aktivitas bersama jarang dilakukan. Hanya ada beberapa

aktivitas khusus seperti pengajian dan peringatan hari-hari

besar khususnya perayaan hari besar Islam seperti isro’ mi’raj

yang membutuhkan ruang bersama dan itupun biasanya

dipusatkan di kompleks Menara Kudus sedangkan selebihnya

aktivitas penduduk lebih banyak dilakukan di masing-masing

rumah dalam lingkup keluarga seperti pengajian harian

maupun mingguan.

III-23ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 24: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

Gambar 3.36: Masjid Puspitan yang biasa digunakan aktivitas bersama

Foto: Erry Prabandari, dkk

f. Bangunan publik

Bangunan publik yang terlihat jelas sebagai icon untuk

masing-masing dukuh di desa Langgar Dalem adalah masjid.

Untuk dukuh Puspitan sendiri, masjid yang ada adalah masjid

Puspitan.

Masjid ini cukup tua dalam usia namun sampai sekarang

masjid ini masih berfungsi baik dengan beberapa perbaikan di

beberapa bagian. Selain dipakai untuk sholat berjama’ah

setiap harinya, masjid ini juga digunakan untuk kegiatan-

kegiatan khusus umat islam di dukuh Puspitan ini yang

berlangsung secara periodik.

Di dalam dukuh Puspitan ini terdapat juga pabrik rokok

milik Haji Muslich yang letaknya berada di sebelah masjid

Puspitan. Karena memang kota Kudus terkenal dengan

industri rokoknya. Pabrik rokok ini cukup tua mengingat

tanggal dan tahun berdirinya, namun sampai sekarang pabik

ini masih beroperasi. Pabrik rokok Haji Muslich ini mengusung

gaya kolonial dengan bentukan-bentukan cubisme yang agak

berbeda dengan bangunan disekitarnya.

Gambar 3.37: Pabrik Rokok yang berada di dalam kampong Puspitan

Foto: Erry Prabandari, dkk

III-24ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 25: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

g. Vegetasi

Vegetasi yang ada di dukuh puspitan rata-rata didominasi

oleh pohon berbuah misalnya mangga, rambutan, jambu,

blimbing wuluh, pisang, rambutan dan juga terdapat pula

bunga kenanga yang menjadi tanaman khas pada rumah-

rumah tradisional Kudus pada masa dahulu. Di sekitar kamar

mandi juga masih terlihat tanaman suruh dan blimbing wuluh

yang juga merupakan ciri khas tersendiri untuk rumah adat

Kudus. Namun beberapa tanaman lain seperti glodokan

sebagai tanaman peneduh dan juga tanaman untuk pagar

hidup sudah banyak terlihat.

IV PENUTUP a. Simpulan

Sejarah perkembangan kota Kudus tidak dapat dipisahkan

dengan sejarah kehidupan tokoh Agama Islam di daerah Jawa

yakni Sunan Kudus salah seorang dari Wali Songo saat di Kudus

bertempat tinggal di Desa Langgar Dalem. Sunan Kudus yang

mempunyai nama asli Ja’far Sodiq terkenal dalam sejarah

sebagai tokoh mubaligh yang karismatik dalam penyebaran

Agama Islam di daerah pesisir pantai utara pulau jawa pada

sekitar abad XV-XVI.

Jika dilihat dari sisi tradisional, wilayah Kudus terbagi

menjadi dua wilayah yaitu wilayah Kudus Kulon dan Kudus

Wetan. Wilayah Kudus Kulon terletak di sebelah barat sungai

Gelis yang mengalir membelah kota. Dalam sejarah, Kudus Kulon

dikenal sebagai kota lama yang ditandai dengan warna kehidupan

keagamaan dan adat istiadatnya yang kuat dan khas serta

merupakan pusat berdirinya rumah-rumah adat pencu. Di daerah

Kudus kulon juga merupakan tempat berdirinya Masjid Menara

Kudus dan Makam Sunan Kudus. Sedangkan kudus wetan

berada di sebelah timur sungai Gelis. Merupakan pusat

pemerintahan transportasi dan perdagangan.

Gambar 3.38 Vegetasi yang multi fungsi

Foto: Erry Prabandari, dkk

Keberadaan permukiman di dukuh Puspitan yang berpola

Cluster tetap dipertahankan karena kondisi seperti ini merupakan

III-25ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 26: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

salah satu ciri khas permukiman penduduk, khususnya di daerah

sekitar menara masjid Kudus yang merupakan trademark dari

Kota Kudus itu sendiri. Pola penataan rumah yang cenderung

cluster tersebut sangat sulit untuh dirubah mengingat apabila

terjadi sedikit saja perubahan dan pergeseran maka secara

otomatis akan merubah rumah-rumah yang ada di dukuh Puspitan

yang kebanyakan merupakan bangunan tradisonal Kudus sebagai

salah satu warisan budaya dan aset pariwisata karena

kekhasannya.

Adapun permukiman yang berasal dari sejarah Islam yang

sangat jelas dan terasa ini, memiliki pola-pola tradisional yang

sekaligus menjadi ciri khas kawasan ini. Dengan pola tatanan

massa dan bentuk denah serta pola hubungan antar massa yang

membentuk ruang, menggambarkan betapa nilai-nilai luhur dari

tradisional Jawa, yang mencerminkan nilai Islam sangat dominan.

Pola-pola yang diterapkan dalam arsitektur tradisional ini

seakan mampu menggambarkan kebutuhan manusia akan ruang.

Pemisahan ruang publik-privat dapat mencerminkan penghuni

dari suatu bangunan atau kawasan. Demikian juga dengan

permukiman ini, yang selalu memperhatikan ruang-ruang publik-

privat demi nilai-nilai agama dan moral agar tetap selalu terjaga.

Dengan penduduk yang mayoritas beragamakan Islam,

permukiman Dukuh Puspitan mampu menghadirkan nuansa

Islami dalam segi arsitekturnya. Dengan menempatkan ruang

wanita sebagai area yang paling privat, mampu menjaga nilai-nilai

yang selama ini diterapkan.

Keberadaan menara Kudus tak pernah lepas dari poal

kehidupan mereka. Selain sebagai simbol kesejarahan serta

agama, menara tersebut juga merupakan area publik tempat

berkumpulnya para warga. Sehingga ukhuwah mampu dihadirkan

dalam permukiman ini.

Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah

adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk

beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini

menggambarkan betapa arsitektur tradisional kudus merupakan

manifestasi dari ajaran Islam yang berkembang dan menjadi

acuan dalam agama mereka.

Konsep rumah Jawa yang dipadukan dengan nilai-nilai

Islam, mampu menghadirkan arsitektur Kudus. Rumah adat

Kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang terjadi akibat

endapan suatu evolusi manusia, terbentuk karena perkembangan

daya cipta (kreatifitas) masyarakat pendukungnya.

Pola perletakan ruang rumah kudus hanya, pada

umumnya hanya mengenal pembagian dalam dua kategori, yaitu

daerah terbuka dan daerah tertutup. Daerah terbuka terwujud dari

jaga satru atau serambi dan halaman depan. Untuk ruang tertutup

III-26ARSITEKTUR NUSANTARA

Page 27: ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS

ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus

terwujud dari gedhongan dan pawon. Bangunan ini tidak simetris

dan tidak mengenal pendopo dan halaman belakang.

Keberadaan beragam rumah tradisional tersebut mampu

menghadirkan suatu permukiman yang memiliki ciri khas

berdasarkan budaya maupun agamanya.

b. Saran

Dalam karya tradisional, banyak terkandung makna

tersurat maupun tersirat, yang selalu membawa pesan menuju

kebajikan. Demikian juga dengan arsitektur tradisional Kudus.

Arsitektur Kudus ini cukup mengungkapkan proses percampuran

kebudayaan dan nilai agama, sehingga menghadirkan warna khas

suatu rumah tradisional.

Beberapa nilai seperti pentingnya pembagian ruang publik-

privat, serta mendahulukan ruang wanita dalam area yang paling

privat, merupakan pesan moral yang sangat dalam kandungan

maknanya.

Pola tata ruang dengan lorong yang sempit dan panjang,

menunjukkan betapa manusia, terutama kaum wanita, memiliki

nilai yang sangat berharga, sehingga perlu untuk dilindungi.

oleh karena itu, keberadaan suatu simbol harus selalu

disertai dengan pesan moral yang selalu mengajak kepada

kebajikan.

Setiap nilai dalam suatu karya sangat penting artinya

untuk menyampaikan pesan. Oleh karena itu, setiap karya

arsitektur ataupun karya lainnya, hendaknya selalu diberengi

dengan pesan moral dan nilai kebajikan yang mampu serta

mudah untuk diimplementasikan oleh masyarakat.

Dalam suatu karya, wujud fisik bukanlah bagian utama,

melainkan sebagai sarana bagi masyarakat untuk lebih

meneladani makna yang terkandung dibaliknya. Adapun makna

adalah bagian terpenting untuk menyampaikan pesan serta nilai

moral untuk menuju kepada kebajikan.

III-27ARSITEKTUR NUSANTARA