ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS
-
Upload
herry-potter -
Category
Documents
-
view
1.647 -
download
8
description
Transcript of ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar
Dalem Kudus Kulon Kudus
I. Kondisi Eksisting Kawasan a. Gambaran Umum Kota Kudus
Kota Kudus terletak di
sebelah timur laut kota
Semarang dengan jarak
kurang lebih 51 km. Secara
geografis, Kudus mempunyai
posisi yang cukup strategis,
karena merupakan daerah
perlalu-lintasan yang
menghubungkan daerah-
daerah di sekitarnya menuju
ibukota propinsi Jawa Tengah.
Ketinggian daerah ini kira-kira
55 meter dari permukaan laut.
Daerah ini mempunyai
iklim tropis yang bertemperatur
sedang. Curah hujan yang terjadi
relatif rendah yaitu rata-rata
dibawah 300 mm per tahun dan
lama waktu hujan rata-rata 150
hari per tahun. Suhu udara
maksimum pada bulan september
270 C dan suhu terendah pada
bulan juli 230 C (sumber: Kantor
Statistik tahun 2004).
Gambar 3.2 : Daerah perkampungan perumahan tradisional Kudus
Sumber: Triyanto, 2001:
Luas wilayah Kudus secara keseluruhan 42.515.644 km2.
Dilihat dari segi geografisnya wilayah Kudus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu daerah pegunungan, daerah dataran rendah dan
rawa-rawa. Gambar 3.1 : Lokasi kota Kudus dalam
peta Jawa Tengah Sumber: Microsoft encarta
encyclopedia 2003
Kudus, juga merupakan daerah pertanian yang
menghasilkan bahan makanan pokok seperti padi dan palawija.
Selain penghasil makanan pokok, Kudus juga merupakan daerah
penghasil tanaman komoditi perdagangan berupa tebu, vanili,
kopi, kapuk dan cengkeh.
III-1 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Jika dilihat dari sisi tradisional, wilayah Kudus terbagi
menjadi dua wilayah yaitu wilayah Kudus Kulon dan Kudus
Wetan. Wilayah Kudus Kulon terletak di sebelah barat sungai
Gelis yang mengalir membelah kota. Dalam sejarah, Kudus Kulon
dikenal sebagai kota lama yang ditandai dengan warna kehidupan
keagamaan dan adat istiadatnya yang kuat dan khas serta
merupakan pusat berdirinya rumah-rumah adat pencu. Di daerah
Kudus kulon juga merupakan tempat berdirinya Masjid Menara
Kudus dan Makam Sunan Kudus. Sedangkan kudus wetan
berada di sebelah timur sungai Gelis. Merupakan pusat
pemerintahan transportasi dan perdagangan.
b. Sejarah Kota Kudus Sejarah perkembangan kota Kudus tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah kehidupan tokoh Agama Islam di daerah Jawa
yakni Sunan Kudus salah seorang dari Wali Songo saat di Kudus
bertempat tinggal di Desa Langgar Dalem. Sunan Kudus yang
mempunyai nama asli Ja’far Sodiq terkenal dalam sejarah
sebagai tokoh mubaligh yang karismatik dalam penyebaran
Agama Islam di daerah pesisir pantai utara pulau jawa pada
sekitar abad XV-XVI.
Untuk mengetahui sejarah nama kota Kudus, terdapat
beberapa versi. Menurt cerita rakyat, nama Kudus bermula dari
kisah seorang pemburu kudus. Suatu ketika ia mendapatkan
sepasang burung derkuku, yakni sejenis burung merpati dan
dalam perjalanan pulang, ia membasuh muka dan minum di suatu
sendhang atau mata air. Saat itu burung hasil buruannya yang
sudah kaku dimasukkan ke dalam air dan ternyata burung
tersebut dapat hidup kembali. Sejak saat itu sendhang tersebut
sering di datangi oleh masyarakat yang berasal dari berbagai
penjuru tempat yang menamainya dengan nama Kudus yang asal
katanya adalah Derkuku Adhus yang berarti burung merpati yang
sedang mandi.
Menurut Prof. Dr. R Ng. Poerbatjaraka, dalam Adiati (1992: 34), Kudus berasal dari bahasa Arab yang berarti
suci, bersih. Dalam bunyi inskripsi yang terdapat di mihrab Masjid
Kuno Kudus bertanda tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi,
tersebut Al Quds sebagai nama kota dimana Masjid itu berada.
Lebih lanjut, Kuds yang berarti suci dalam ejaan lidah masyarakat
kemudian berubah menjadi Kudus. Solichin Salam dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan, kata Al Quds sering juga
disebut dengan Baitul Muqadis, yang berarti tempat yang suci.
Nama ini merupakan nama pemberian dari Sunan Kudus.
Siswanto dalam Adiati (1992: 34) menjelaskan,
Kudus juga disebut sebagai Tajug sebelumnya. Tajug disini
III-2 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
merupakan nama dari rumah-rumah yang beratap runcing yang
diperuntukkan sebagai makam. Dengan demikian kota Tajug
dahulu telah memiliki sifat kekeramatan tertentu.
Lahirnya kota ini tidak dapat dipisahkam dari nama-nama
sesepuh tertua yang menggarap kota tersebut, antara lain Kyai
Tee Ling Sing (Kyai Telingsing), seorang Mubaligh yang berasal
dari Yunan (Asia kecil) yang datang bersama-sama dengan
sorang pemahat ulung yang bernama Sun Ging An (Adiati, 1992: 34). Bersama Sunan Kudus keduanya secara bertahap
berhasil menguasai daerah Kudus serta mengembangkannya dari
segi Arsitekturnya, Kudus memperlihatkan pengaruh dari berbagai
periode, yakni periode Hindu, Cina, Islam dan juga pengaruh
Eropa (Kolonial). Masyarakat kota Kudus dikenal sebagai
masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi kerja keras.
Secara historis, warga masyarakat kota Kudus lebih
khusus lagi warga masyarakat kota Kudus Kulon, sejak jaman
Sunan Kudus memang telah memperlihatkan kemandiriannya
dibidang perekonomian. Mereka biasa disebut sebagai golongan
menengah muslim yang ulet dan tangguh serta cukup sukses
dalam bidang usaha perdagangan. Bagi golongan ini, Sunan
Kudus menjadi figur sejarah atau local hero yang memberi
inspirasi dalam menggeluti usaha perekonomiannya. Sejarah
perjuangan Sunan Kudus yang ulet, gigih serta pantang menyerah
dalam mengembangkan Agama Islam tampak menjadi sumber
semangat mereka dalam berwiraswasta.
c. Gambaran Umum Desa Langgar Dalem a. Luas dan batasan wilayah
• Luas Desa : 19.370 Ha
• Pekarangan/ bangunan dll : 14.370 Ha
• Lain-lain (sungai.jalan,kuburan,dll): 5.000 Ha
• Banyaknya : Dukuh : 8
Rukun Kampung (RK)/ RT: 10
Gambar 3.3 : Peta Desa Langgar Dalem
Sumber: Data Monografi Desa Langgar Dalem, April 2004
III-3 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Batas wilayah:
• Sebelah Utara : Desa Kajeksan
• Sebelah Selatan : Desa Demangan
• Sebelah Barat :Desa Kerjasan+Kauman
• Sebelah Timur : Desa Dema’an
b. Kondisi geografis
• Ketinggian tanah dari permukaan laut : ± 20 m
• Banyak curah hujan :±9.685 mm/th
• Topografi(dataran rendah, tinggi, pantai): tinggi
• Suhu udara rata-rata : 23 0 - 37 0 C
c. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan)
• Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan : 2 km
• Jarak dari ibukota Kab/Kotamadya : 1 km
• Jarak dari Propinsi : 54 km
• Jarak dari Negara : 560 km
II. Analisa dan Pembahasan a. Sejarah Desa Langgar Dalem Kudus
Hasil wawancara ( bulan April, tahun 2004) Narasumber : Kepala Desa ( Bp. Hendra A.H )
Kepala Dusun Langgar Dalem
Carik Desa Langgar Dalem
Penduduk setempat
Permukiman Langgar Dalem terbentuk dengan sendirinya
sejak zaman dahulu, ketika Sunan Kudus (Djafar Shodiq) memulai
dakwah Islamnya di Kota Kudus dengan mendirikan menara
Kudus beserta masjid dan perkampungan di sekitarnya. Menara
dibangun pada masa Hindhu-Budha sehingga sedikit banyak
arsitekturnya terpengaruh oleh gaya Hindhu-Budha (seperti
candi). Masjid juga pernah mengalami pemugaran oleh H.
Muslich. Terdapat pula beberapa perkampungan/ permukiman
yang sudah berdiri terlebih dahulu di Kota Kudus, semenjak Kyai
Telingsing (orang Cina Muslim).
Nama desa Langgar Dalem sendiri berasal dari Langgar
(tempat ibadah orang Islam) yang berada dekat dalemnya Sunan
Kudus. Masjid tersebut diberi nama masjid Langgar Dalem
sebagai tempat bertemunya Sunan Kudus dengan koleganya.
III-4 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Langgar Dalem : Langgar di dalem (sendiko dalem, Sunan Kudus)
Langgarnya punya Sunan Kudus
Permukiman Langgar Dalem yang asli dikelilingi oleh
tembok pagar rumah yang tinggi-tinggi dengan jalan gang yang
sangat sempit untuk alasan keamanan dan tradisi pingitan anak
gadis. Sempitnya gang-gang yang ada menyebabkan masalah,
terutama kalau ada bencana seperti kebakaran. Perbatasan antar
desa hanya dipisah oleh jalan. Dahulu sebagian wilayah di sekitar
Menara Kudus ikut wilayah Langgar Dalem namun sekarang
sudah memisahkan diri (mulai tahun 1978).
Ada 8 buah masjid yang ada di desa Langgar Dalem yaitu
: masjid Langgar Dalem, masjid Puspitan, masjid Kaujon, masjid
Balai Tengahan, Masjid Jagalan, masjid Nanggungan Kidul,
masjid Nanggungan Lor, masjid Kalinyamatan.
b. Kependudukan Jumlah penduduk Kudus menurut catatan statistik tahun
1991 sebanyak 609.604 jiwa dengan kepadatan penduduk 1046
orang per km2. Jika dilihat dari etnisnya, sebagian besar
penduduk kecamatan kota Kudus adalah berasal dari suku Jawa,
dan sebagian kecil merupakan keturunan China dan etnis asing.
Dari segi agama, penduduk Kudus sebagian besar memeluk
agama Islam dan kebanyakan bermukim di wilayah Kudus Kulon.
Dengan pusatnya desa Kauman sebagai kawasan kaum santri.
Pada daerah Kudus ini masih mengenal stratifikasi sosial
pada masyarakat. Salah satu masyarakat Kudus yang terkemuka
adalah kaum bangsawan keturunan Sunan Kudus yang secara
turun temurun dalam beberapa generasi kemudian berkembang
menjadi kelompok masyarakat yang terpandang dan maju dalam
segi ekonominya.
Gambar 3.4 : Masjid Menara Peninggalan Sejarah Sunan Kudus Foto: Erry Prabandari, dkk
III-5 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Kecenderungan kelompok ini adalah memprakarsai
gerakan reformasi bernafaskan agama dan merasa berbeda
dengan bangsawan Jawa pada umumnya. Diantaranya, mereka
mewujudkan sikapnya dengan tidak meniru beberapa pola
kebiasaan kaum bangsawan Jawa lainnya. Salah satunya yaitu
dalam bentuk arsitektur rumah.
c. Kependudukan Desa Langgar Dalem Penduduk desa Langgar Dalem sebagian besar adalah
orang pribumi asli Jawa. Hidup berkelompok berdasarkan wilayah
dengan membangun masjid terlebih dahulu. Ada beberapa
penduduk pendatang yang sekarang hidup menetap di Desa
Langgar Dalem. Sebagian besar penduduk Langgar Dalem
adalah muslim tetapi ada beberapa pemeluk agama lain terbukti
dengan adanya Klentheng sebagai tempat ibadah orang Budha
Konghuchu. Sebagian besar penduduk desa Langgar Dalem
berdagang ( dagang partai dalam jumlah besar ) dan wiraswasta
( konveksi ), sedangkan pada zaman Belanda dahulu banyak
yang berprofesi sebagai pembathik.
Gambar 3.5 : Aktivitas Masyarakat Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
Dulunya, kawasan di atas merupakan area terbuka
bersama. Namun sekarang, area terbuka hanya dijumpai di
beberapa halaman rumah penduduk. Beberapa kegiatan
masyarakat dipusatkan di masjid. Namun ada rencana
pengembangan ruang publik yang dipusatkan di daerah sekitar
tepi kali gelis yang saat ini dipenuhi oleh PKL. Rencananya akan
ada pembatasan waktu buat PKL sampai sore hari sehingga
setelah sore hari kawasan ini bisa dijadikan sebagai ruang publik
untuk aktivitas bersama masyarakat setempat seperti olahraga.
Area terbuka di halaman rumah saat ini banyak dijadikan lahan
untuk bangunan baru (rumah baru) yang rata-rata pemiliknya
masih mempunyai hubungan saudara. Rata-rata bangunan baru
tersebut masih mengambil beberapa unsur bentuk maupun ragam
hias dari rumah tradisional yang ada.
III-6 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Data Monografi Desa Langgar Dalem / Kecamatan : Kota, Kudus Propinsi Jawa Tengah
a. Kependudukan
Jumlah KK : 566
Jumlah penduduk :
Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 127 109 236
5-9 149 159 308
10-14 136 170 306
15-19 134 147 281
20-24 132 131 263
25-29 153 106 259
30-39 150 149 299
40-49 146 142 288
50-59 129 128 257
60>> 40 37 77
1296 1276 2574
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
Agama
• Islam : 2.497
• Katholik : 39
• Protestan : 27
• Budha : 11
• Hindu : -
WNI Keturunan
China : laki-laki : 36
Perempuan : 32
Pendidikan
• PT : 59
• SLTA : 459
• SLTP : 432
• SD : 893
• Belum tamat SD : 97
• Tidak tamat SD : 634
Jumlah : 2574
Olahraga, Kesenian, Kebudayaan dan Sosial
Unit organisasai kesenian : 2
Organisasi sosial
III-7 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Karang taruna : 1; 45 orang
• LSM : 4 buah
• PKK : 18 kelompok; 291 orang
• Dasa wisma : 27 kelompok; 291 orang
• Kel. Usaha : 1 kelompok; 17 orang
• Puskesmas : 1
d. Pola Kehidupan Perekonomian Suasana kegiatan
di kegiatan di bidang
industri dan perdagangan
tampak lebih
mendominasi pola
kehidupan perekonomian
pada masyarakat Kudus.
Misalnya industri rokok
kretek. Mata pencaharian
penduduk terbesar
adalah sebagai buruh industri kemudian disusul dengan
pedagang, pensiunan, PNS, buruh bangunan dan lain
sebagainya.
Gambar 3.7 : Salah satu pusat perekonomian
masyarakat Langgar Dalem Foto: Erry Prabandari, dkk
1. Pola Kehidupan Perekonomian Masyarakat Langgar Dalem
Mata Pencaharian
• Pengusaha : 17
• Bidang Industri : 47
• Bidang bangunan : 9
• Dagang : 53
• Pengangkutan : 12 Gambar 3.6 : Aktivitas wanita penduduk Kudus Kulon dalam industri rumah tangga
Sumber: Triyanto, 2001: • PNS/ABRI : 74
• Pensiun : 17
Perekonomian dan Usaha
• Jumlah pasar umum : 1
• Jumlah toko/ kios warung : 20
III-8 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Industri kecil : 19
• Industri rumah tangga : 4
• Industri warung makan : 6
• Angkutan : 3
• Lain-lain : 6
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
2. Pola Kehidupan Sehari-Hari
Pola kehidupan
masyarakat Kudus yang
khas akan tampak nyata
pada wilayah Kudus Kulon.
Orang-orang Kudus Kulon dalam kesehariannya bermukim
disekitar menara Masjid Menara Kudus yaitu desa Kauman,
Langgar Dalem, Damaran, Kerjasan, dan Kajeksan dalam
sebagian besar rumah-rumah yang ada memiliki atap berbentuk
pencu.
Gambar 3.8: Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
Tata letak rumah yang
terdapat pada sebidang
tanah lapang dan bisa juga
digunakan untuk menunjukkan kemampuan dari si pemilik rumah.
Jajaran rumah-rumah Kudus ini, bila dicermati selalu berjajar
membentuk suatu barisan lurus, yang mana sejarahnya garis
lurus rumah ini merupakan jalan tepi menuju tempat kediaman
Sunan Kudus.
Gambar 3.9 : Komplek Pemukiman Penduduk Di Langgar Dalem
Foto: Erry Prabandari, dkk
III-9 ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III-10ARSITEKTUR NUSANTARA
Gambar 3.10 : Jalan Kampung Di Dalam Kompleks Pemukiman
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.11 : Perumahan yang terkesan tertutup dan berjajar lurus
Foto: Erry Prabandari, dkk
Perkampungan di Kudus Kulon merupakan perkampungan
yang ‘unik’ dan ‘tertutup’. Rumah-rumah yang dihuni oleh
mayarakat setempat sebagian besar berada dibalik pagar-pagar
tembok yang cukup tinggi, sehingga dari luar penampilan
bentuk rumah yang tampak hanyalah atapnya yang menjulang
tinggi. Kesan tertutup itu semakin nyata bila seseorang
mencoba menyusuri jalan-jalan kampung yang lebih pantas
disebut sebagai lorong-lorong dan berliku-liku yang memiliki
lebar sekitar 1 meter, lorong-lorong sempit disela-sela
permukiman dan rumah penduduk ini tercipta karena
perbatasan tembok dinding atau pagar antar rumah. Sebagian
rumah-rumah ini mempunyai halaman yang cukup luas.
Perumahan dan permukiman penduduk
Banyaknya rumah penduduk :
• Dinding terbuat dari batu/ gedung (permanen) : 316
• Dinding terbuat dari sebagian batu/ gedung : 24
• Dinding terbuat dari kayu/ papan : 3
• Dinding terbuat dari bambu/ lainnya : 2
Sumber: Data Maonografi Desa Langgar Dalem bulan April 2004
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III. Rumah dalam Tradisi Kebudayaan Jawa-Kudus
Gambar 3.13: Denah Rumah Adat Kudus
Sumber: Adiati, 1992: Lampiran
Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah
adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui
berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,
menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana
yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di
dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat
sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi
sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.
Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan
tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti
pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan
sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.
Sebagai salah satu peninggalan kuno, rumah adat Kudus
hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Sebagian besar adalah
golongan priyayi. Karena hingga saat ini stratifikasi masyarakat
Kudus masih nampak. Pada rumah priyayi Kudus ini berlaku
pembedaan trap untuk penerimaan tamu (Adiati, 1992: 41). Pemukiman kuno yang ada disekitar menara Kudus
mempunyai pola yang cukup unik, permukiman ini selalu
dibangun mengikuti poros utara-selatan, karena menurut
kepercayaan, poros itu menuju ke kediaman Sunan Kudus
(Adiati, 1992: 70)
Gambar 3.12 : Cara menentukan letak pintu
Sumber: Triyanto, 2001:
III-11ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Gambar 3.15 : Salah Satu Rumah Di Sekitar Menara Kudus
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.14: Orientasi bangunan mengikuti poros utara-selatan
Foto: Erry Prabandari, dkk
a. Satuan Pemukiman 1. Tata Letak Bangunan
a. Rumah tempat tinggal
Perkampungan rumah Kudus ini merupakan daerah yang
dekat dengan masjid Menara Kudus. Di daerah ini tinggal
berbagai macam kelompok lapisan masyarakat, mulai dari
golongan bangsawan, golongan orang kaya, golongan
pejabat/pamong dan golongan masyarakat umum/orang banyak
termasuk golongan orang miskin.
Rumah adat Kudus merupakan salah satu rumah
tradisional yang terjadi akibat endapan suatu evolusi manusia,
terbentuk karena perkembangan daya cipta (kreatifitas)
masyarakat pendukungnya (Adiati, 1992: 42). Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 42 menjelaskan,
rumah adat Kudus mempunyai banyak ukiran yang merupakan
manifestasi golongan bangsawan atau orang kaya Kudus, yang
arsitekturnya memperlihatkan pengaruh budaya asli pesisir utara
yang berbaur dengan seni ukir dari Cina, Eropa, dan Persia. Saat
islam sudah masuk di Indonesia, para pengukir rumah adat Kudus
belum menerapkan pengaruh Islam secara menyeluruh.
Menurut Abdul Kadir dalam Adiati, 1992: 43,
Arsitektur Kudus ini cukup mengungkapkan proses percampuran
III-12ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
kebudayaan dan menghadirkan warna khas suatu rumah
tradisional.
Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah
adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui
berbagai fungsinya, rumah dipandang sebagai tempat mengingat,
menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagaimana
yang terwujud dalam bentuk fisik rumah dan rangkaian kegiatan di
dalamnya. Konsepsi orang Jawa-Kudus, rumah bukan saja dilihat
sebagai omah, papan, griya atau wisma tetapi juga menjadi
sarana yang amat penting dalam menjalankan ibadah.
Pembuatan rumah Kudus masih menggunakan aturan-aturan
tradisional Jawa yang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti
pemilihan tanah dan bahan, penentuan letak pekarangan dan
sumur, pemilihan arah hadap rumah dan sebagainya.
Gambar 3.16: Bentuk rumah Kudus
Sumber: Triyanto, 2001:
Siswanto dalam Adiati, 1992: 47 menjelaskan bahwa
bentuk bangunan dari rumah Kudus sendiri merupakan gabungan
dari rumah adat Jawa (joglo) dan rumah kampung, khususnya
rumah joglo limolasan dan rumah kampung gajah ngombe. Dan
bentuk yang demikian itu dikenal dengan sebutan omah adat
pencu.
Bangunan induk rumah Kudus merupakan gabungan dari
bentuk dasar empat persegi panjang dan bujur sangkar.
Penentuan tersebut berdasarkan
jatuhnya garis atap. Bangunan
induk ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu bangunan utama dan
penunjang. Bangunan utama
utama mempunyai bentuk dasar
bujur sangkar beratap pencu
dengan tritisan depan dan belakang
yang lebar. Bagian tritisan depan
berfungsi untuk menaungi kegiatan
yang bersifat publik dan pencu untuk
menaungi kegiatan yang bersifat
privat. Sedangkan tritisan belakang
untuk menaungi pawon.
III-13ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
III-14ARSITEKTUR NUSANTARA
b. Pola Pengoraganisasian dan Perletakan Ruang
Gambar 3.17: Jaga Satru Foto: Erry Prabandari, dkk
Pola perletakan ruang rumah kudus hanya, pada
umumnya hanya mengenal pembagian dalam dua kategori, yaitu
daerah terbuka dan daerah tertutup. Daerah terbuka terwujud dari
jaga satru atau serambi dan halaman depan. Untuk ruang tertutup
terwujud dari gedhongan dan pawon.
Bangunan ini tidak
simetris dan tidak
mengenal
pendopo dan
halaman belakang
(Adiati, 1992: 53)
Dilihat dari segi perletakan,
daerah terbuka diletakkan pada
daerah paling depan dengan
susunan mulai dari pintu gapura /
regol, halaman / pekarangan, termasuk sumur, kamar mandi dan
WC, serta diakhiri dengan jaga satru.
Menurut (Adiati, 1992: 72-74), Tata ruang yang ada di
rumah kudus ini terbagi atas : jaga satru, gedhongan, tiang
keseimbangan, pawon, yang kesemuanya itu mempunyai makna-
makna simbolis yang dipercayai oleh orang Kudus.
• JAGA SATRU, merupakan tempat yang digunakan untuk
ruang penerima tamu dimana pada rumah adat Kudus yang
standar. Ruangan ini dibuat lebih rendah daripada griya,
sekitar 1 meter. Dibuatnya lebih rendah karena tamu yang
akan berkunjung belum tentu mempunyai status yang sama
atau setingkat dengan si pemilik rumah. Apabila tamu yang
berkunjung mempunyai status yang setingkat atau lebih tinggi
daripada si pemilik rumah, maka ia akan diterima di dalam
griya. Gebyok digunakan sebagai pembatas antara dua
ruangan ini. Ruang jaga satru ini juga digunakan sebagai
tempat untuk beribadah yaitu untuk tempat jama’ah (shaf)
yang dibatasi dengan sehelai tirai kain untuk memisahkan
jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan.
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• TIANG KESEIMBANGAN, dalam kepercayaan Kudus makna
dari tiang ini mempunyai 2 versi makna. Makna pertama,
keberadaan tiangnya yang hanya satu berdiri tegak ini,
melambangkan hanya ada satu Tuhan yang wajib untuk
disembah seorang hamba dan tidak ada Tuhan lain selain-
Nya yaitu ALLAH SWT. Dalam versi lain disebutkan
keberadaaan tiang ini melambangkan status kepemilikan
rumah, siapa
yang
membangun
rumah
tersebut.
• GEDHONGAN, merupakan induk bangunan menunjukkan
kemampuan dari si pemilik rumah. Semakin besar dan indah
ukiran pada gedhongan itu, maka semakin kayalah orang
tesebut. Gedongan ini bisa digunakan untuk tempat ibadah
(digunakan sebagai mihrab / tempat memimpin sholat) dan
upacara sakral (pernikahan,
tempat pelaminan, perhelatan dan
lain sebagainya).
Gambar 3.19 : Salah satu kegiatan di gedhongan Sumber: Triyanto,
2001:
• PAWON, biasa disebut dengan pekiwan atau dapur yang
mana merupakan tempat asal mula kehidupan, karena
disanalah asal mula makanan pokok sebagai penunjang
kehidupan manusia dan merupakan tempat yang biasanya
digunakan sebagai tempat berkumpul yang bebas dan santai
dimana mereka secara bersama-sama melakukan aktivitas
atau kegiatan keluarga.
Gambar 3.18 : Tiang Keseimbangan di jaga satru Foto: Erry Prabandari, dkk
III-15ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
• Kamar mandi dan sumur biasanya diletakkan di depan rumah
(biasanya di sebelah kanan rumah dan menghadap ke arah
timur) yang bermakna sebagai tempat penyucian diri. Jadi
perletakkan ini dimaksudkan agar orang yang baru datang,
sebelumnya bersuci (wudhu) dahulu sehingga segala segala
niat buruk dan amarah akan mereda atau bahkan hilang sama
sekali.
Gambar 3.21 : Kondisi kamar mandi
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.20 : Kegiatan yang berlangsung di pawon
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.22 : Denah kamar mandi Sumber: Triyanto, 2001:
III-16ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Bentuk rumah kompleks tersebut masih bisa berubah. Jika
jumlah anggota keluarga cukup banyak, maka ditambah
bangunan los berupa sisir atau bilik-bilik disebelah kiri dan kanan
bangunan. Bangunan sisir ini biasanya berbentuk empat persegi
panjang yang mempunyai bentuk atap kampung.
b. Fasilitas lingkungan
Fasilitas lingkungan di perkampungan ini antara lain
sanitasi, tempat ibadah, tempat melakukan upacara keagamaan,
balai pertemuan, lapangan, pasar, toko, puskesmas, pos
keamanan dan kuburan. Sanitasi yang berupa jamban/WC
banyak terdapat didaerah ini. Demikian pula tempat pembuangan
kotoran /sampah.
Dengan demikian kebersihan dan kesehatan lingkungan
terjamin. Fasilitas ini terletak dibagian belakang rumah dan pojok
desa. Fasilitas ibadah berupa mesjid dan mushola terletak
sebelah barat laut balai desa.
Gambar 3.24: Salah Satu Pemandangan Di Perbatasan Desa Langgar Dalem Yang Biasa Digunakan Untuk Aktivitas Warga
Foto: Erry Prabandari, dkk
Halaman depan
Sentong
Gedhongan
Dapur
Jogo Satru
MCK
Gambar 3.23 : Komplek perumahan Kudus
Sumber: Triyanto, 2001:
III-17ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
IV. Dukuh Puspitan, Desa Langgar Dalem, Kudus
DUKUH PUSPITAN adalah satu dari delapan dukuh yang
ada di desa Langgar Dalem. Nama dukuh Puspitan diambil dari
nama masjid yang ada di dukuh tersebut yaitu masjid Puspitan.
Masjid tersebut dibangun terlebih dahulu baru kemudian diikuti
dengan rumah-rumah penduduk yang membentuk kampung yang
sampai sekarang lebih dikenal dengan nama dukuh Puspitan.
Dukuh Puspitan berada di sudut wilayah desa Langgar
Dalem tepatnya di sebelah Barat laut yang berbatasan langsung
dengan jalan Menara, jalan KH. Turaichan Adjhuri dan dukuh
Langgar Dalem. Luas dukuh Puspitan kurang lebih 0,68 Ha
dengan jumlah rumah penduduk sekitar 30 yang dihuni oleh 30
KK.
Gambar 3.25 : Masjid Puspitan Foto: Erry Prabandari, dkk
a. Rumah penduduk Keberadaan rumah - rumah penduduk sebagai cikal bakal
munculnya sebuah permukiman yang diberi nama dukuh Puspitan
diawali terlebih dahulu dengan pembangunan masjid Puspitan
sebagai salah satu bangunan publik sekaligus sebagai penanda
keberadaan dukuh tersebut, berupa tempat ibadah penduduk
setempat dikarenakan hampir keseluruhan penduduk dukuh
Puspitan menganut Agama Islam. Gambar 3.27 Kompleks Perumahan di Puspitan
Sumber: Data Monografi Desa Langgar Dalem April, 2004
III-18ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Pola permukiman yang muncul akibat bertambahnya jumlah
rumah penduduk dari waktu ke waktu pada daerah tersebut
adalah cluster terutama pada wilayah tengah dukuh dan
membentuk pola linier di sepanjang jalan Menara dan jalan KH
Turaichan Adjhuri.
Sebagian besar penduduk masih mempertahankan bentuk
rumah tradisional Kudus yaitu “rumah pencu” terutama rumah-
rumah yang terletak di sebelah dalam dari dukuh Puspitan.
Sementara rumah- rumah yang berada di sebelah luar dukuh
Puspitan seperti deretan rumah yang berbatasan langsung
dengan jalan Menara masih mempertahankan gaya kolonialnya.
Beberapa rumah adat kudus yang ada sudah mulai
mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu.
Renovasi telah banyak dilakukan namun tetap memegang teguh
kaidah-kaidah yang ada pada masyarakat setempat. Rumah-
rumah dengan gaya modern juga mulai bermunculan
berdampingan dengan keberadaan rumah-rumah tradisional yang
sudah ada terlebih dahulu yang rata-rata dibangun di atas tanah
milik keluarga. Rumah-rumah modern tersebut masih tetap
mengusung salah satu atau lebih ciri khas rumah tradisional
Kudus seperti gaya, bentuk bangunan dan atap, pola tata ruang
serta ornamen dan ragam hias dari rumah adat yang lama.
Perbaikan terhadap rumah
adat tradisonal Kudus juga
terlihat disana-sini,
misalnya saja pemakaian
material bangunan yang
disesuaikan dengan
kebutuhan seperti
penggantian gebyok dan
dinding kayu dengan
dinding batu bata, pemakaian tegel keramik sebagai pengganti
Gambar 3.28: Kondisi Kompleks Perumahan di Puspitan
Foto: Erry Prabandari, dkk Gambar 3.29: Kondisi Perumahan di Puspitan Dalam
Foto: Erry Prabandari, dkk
III-19ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
plesteran. Namun bentuk pencu dengan pola tata ruangnya yang
sangat khas tetap dipertahankan.
Halaman luas dengan kamar mandi di luar juga masih
terlihat di beberapa rumah.
Pagar-pagar tinggi pembatas halaman sekeliling rumah yang
mencirikan sifat masyarakat Kudus yang cenderung tertutup
masih terlihat jelas, sehingga yang
terlihat dari luar hanyalah atap
pencu yang mempunyai dimensi
yang sangat tinggi.
Namun beberapa
diantaranya kondisinya sudah
tidak baik dan kotor karena
lumut dan yang lebih parah lagi
adalah adanya tulisan-tulisan
dan gambar-gambar yang
seharusnya tidak ada.
Gambar 3.32: Kompleks Perumahan Puspitan dengan pagar tinggi
Foto: Erry Prabandari, dkk
Gambar 3.30 : Kondisi Perumahan di Puspitan Dalam
Foto: Erry Prabandari, dkk
Namun ada beberapa
halaman rumah yang hanya
dibatasi oleh pagar hidup
maupun pagar dari bahan kayu
dan bambu sehingga kesan
tertutup sudah mulai tidak
nampak. Gambar 3.31 : Kamar Mandi yang berada di halaman rumah
Foto: Erry Prabandari, dkk Gambar 3.33 : Kondisi Perumahan
yang sudah tidak terawat Foto: Erry Prabandari,
dkk
Orientasi arah hadap rumah
rata-rata menghadap ke arah
Utara-Selatan, sama seperti
III-20ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
rumah-rumah jawa pada umumnya.
b. Sarana dan Prasarana a. Jalan
Jalan merupakan salah satu batas pemisah antara dukuh
Puspitan dengan dukuh yang lain dan juga dengan desa yang
lain. Terdiri dari jalan utama yaitu jalan Menara sebagai
pemisah antar dukuh Puspitan dengan desa Kerjasan dan
juga jalan KH. Turaichan Adjhuri sebagai pemisah antara
dukuh Puspitan dengan desa Kadjeksan. Jalan utama yaitu
jalan KH. Turaichan Adjhuri berupa jalan beraspal sedangkan
jalan Menara berupa jalan berpaving yang sebelumnya hanya
berupa jalan beraspal. Renovasi jalan berpaving ini dilakukan
dengan tujuan untuk memberi penanda yang jelas
bahwasanya daerah tersebut merupakan daerah konservasi
budaya yang akan dijadikan sebagai
aset pariwisata.
Sedangkan jalan sekunder
berupa gang-gang yang ditandai
dengan gapura sebagai pintu masuk
dari jalan utama menuju jalan
sekunder. Terdapat 3 gapura di dukuh Puspitan ini yang
lokasinya terletak pada 3 titik tempat yang berbeda. Dua
diantaranya hanya bisa dilewati oleh kendaraan roa dua dan
pejalan kaki sedangkan satu sisanay bisa dilewati oleh
kendaraan roda 4 bahkan truk karena merupakan akses
utama untuk bisa masuk menuju ke pabrik rokok haji Muslich
yang letaknya berada di dalam dukuh Puspitan. Dari segi
bentukan gapura ini sangatlah sederhana bahkan kalau tidak
jeli keberadaan gapura ini malah justru membingungkan
karena sepertinya gapura ini merupakan penanda masuk ke
halaman rumah penduduk dan bukan penanda masuk ke jalan
sekunder/ gang-gang yang ada di dalam dukuh Puspitan. Hal
ini diperparah dengan tidak jelasnya penanda berupa tulisan.
Gaya yang dipakai pada gapura inipun merupakan perpaduan
antara gaya kolonial dengan gaya arsitektur tradisional kudus
yang lebih terlihat pada ornamen dan atap gapura.
Gang-gang / jalan sekunder yang dibatasi oleh pagar-
pagar tinggi rumah penduduk sangatlah unik. Gang-gang yang
ada sangatlah sempit dan terkesan gelap . gang-gang
tersebut susah untuk dilalui kendaraan bermotor apalagi kalau
sedang berpapasan. Kesan sempit muncul karena
perbandingan d/h antara tinggi dinding pagar rumah dengan
lebar jalan yang sangat kecil. Lebar gang hanya mencapai 1-2
Gambar 3.34: Gapura Masuk ke Dukuh Puspitan
Foto: Erry Prabandari, dkk
III-21ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
meter saja. Karena pola permukiman penduduk yang ada di
dukuh Puspitan ini adalah cluster, maka gang-gang yang ada
diantara rumah-rumah tersebut berkelak-kelok dan cukup
membingungkan. Tidak ada penanda yang jelas berupa arah
maupun tulisan. Gang-gang yang ada ditutup dengan material
yang tidak seragam. Ada yang berupa tanah biasa, plestran
dan aspal bahkan ada yang menutup plesteran yang sudah
ada terlebih dahulu dengan paving block yang berdampak
pada sulitnya proses peresapan air hujan yang berakibat
banjir pada musim penghujan.
b. Penerangan
Penerangan akan sangat terasa dibutuhkan pada malam
hari, karena pada siang hari masih bisa mengandalkan
penerangan alami walaupun kesan gelap tercipta terutama
pada gang-gang di dalam dukuh. Penerangan berupa lampu-
lampu jalan baik untuk jalan utama maupun jalan sekunder
sangatlah minim, yang ada hanyalah lampu dari masing-
masing rumah baik itu yang dipasang di tiap-tiap rumah
maupun di pagar rumah itupun hanya memakai penerangan
dengan daya yang kecil. Hal ini semakin menciptakan kesan
gelap. Tiang-tiang listrik hanya terlihat di sepanjang jalan
menara dan jalan KH Turaichan Adjhuri, itupun dalam jumlah
yang sedikit yang dipasang pada jarak-jarak tertentu.
c. Drainase
Drainase yang ada berupa saluran-saluran air yang
berada di sisi kanan kiri di sepanjang jalan. Untuk jalan utama
saluran drainase berupa saluran tertutup sedangkan untuk
jalan sekunder drainase banyak menggunakan saluran
tertutup yang rata-rata ukurannya sangatlah kecil, hal ini
mengingat dimensi jalan yang ada juga sangat kecil. Di
beberapa titik juga ditemui bak-bak kontrol dengan penutup
non permanen sehingga setiap saat dapat dibuka untuk
Gambar 3.35: Gang-gang di Puspitan yang menggunakan paving
block dan ‘alami’ Foto: Erry Prabandari,
dkk
III-22ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
dilakukan pengecekan. Saluran yang ada lebih difungsikan
untuk mengalirkan air hujan disamping juga untuk mengalirkan
air kotor sisa buangan rumah tangga dalam prosentase yang
sangat kecil. Saluran dengan dimensi yang sangat kecil ini
mengakibatkan daya tampung untuk menerima kapasitas air
hujan juga semakin kecil, sehingga untuk gang-gang yang
memakai bahan aspal dengan ditutup paving sangatlah rawan
terhadap banjir karena air hujan akan sulit meresap
sedangkan saluran tidak mampu menampung air hujan dalam
kapasitas yang cukup besar.
Air bersih sebagian besar disuplai dari sumur yang rata-rata
dimiliki oleh setiap rumah. Air bersih yang ada dipakai untuk
keperluan sehari-hari seperi mencuci, memasak, mandi dan
yang pasti untuk air minum. Sejauh ini tidak ada kesulitan
megenai penyediaan air bersih. Sedangkan distribusi air
bersih dari PDAM sudah sampai di desa Kadjeksan yang
berbatasan langsung dengan dukuh Puspitan.
d. Penanda
Penanda yang ada di dukuh Puspitan ini sangatlah minim,
baik itu penanda jalan yang berupa arah maupun tulisan,
penanda pintu masuk / gapura dan bahkan penanda antar
dukuh juga kurang begitu jelas, sehingga ketika orang asing
masuk ke daerah tersebut rata-rata kebingungan.
e. Ruang publik
Ruang publik berupa ruang terbuka hampir tidak ditemui di
dalam dukuh Puspitan, hanya ada beberapa halaman rumah
yang dibiarkan terbuka menyatu dengan halaman rumah milik
penduduk lain atau halaman rumah yang hanya dibatasi oleh
pagar non permanen dari kayu dan bambu. Keterbatasan
ruang publik ini dikarenakan adanya pagar-pagar rumah yang
cukup rapat satu sama lain . hal ini juga disesuaikan dengan
aktivitas penduduk setempat yang rata-rata lebih banyak
beraktivitas di luar rumah dan cenderung tertutup sehingga
aktivitas bersama jarang dilakukan. Hanya ada beberapa
aktivitas khusus seperti pengajian dan peringatan hari-hari
besar khususnya perayaan hari besar Islam seperti isro’ mi’raj
yang membutuhkan ruang bersama dan itupun biasanya
dipusatkan di kompleks Menara Kudus sedangkan selebihnya
aktivitas penduduk lebih banyak dilakukan di masing-masing
rumah dalam lingkup keluarga seperti pengajian harian
maupun mingguan.
III-23ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
Gambar 3.36: Masjid Puspitan yang biasa digunakan aktivitas bersama
Foto: Erry Prabandari, dkk
f. Bangunan publik
Bangunan publik yang terlihat jelas sebagai icon untuk
masing-masing dukuh di desa Langgar Dalem adalah masjid.
Untuk dukuh Puspitan sendiri, masjid yang ada adalah masjid
Puspitan.
Masjid ini cukup tua dalam usia namun sampai sekarang
masjid ini masih berfungsi baik dengan beberapa perbaikan di
beberapa bagian. Selain dipakai untuk sholat berjama’ah
setiap harinya, masjid ini juga digunakan untuk kegiatan-
kegiatan khusus umat islam di dukuh Puspitan ini yang
berlangsung secara periodik.
Di dalam dukuh Puspitan ini terdapat juga pabrik rokok
milik Haji Muslich yang letaknya berada di sebelah masjid
Puspitan. Karena memang kota Kudus terkenal dengan
industri rokoknya. Pabrik rokok ini cukup tua mengingat
tanggal dan tahun berdirinya, namun sampai sekarang pabik
ini masih beroperasi. Pabrik rokok Haji Muslich ini mengusung
gaya kolonial dengan bentukan-bentukan cubisme yang agak
berbeda dengan bangunan disekitarnya.
Gambar 3.37: Pabrik Rokok yang berada di dalam kampong Puspitan
Foto: Erry Prabandari, dkk
III-24ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
g. Vegetasi
Vegetasi yang ada di dukuh puspitan rata-rata didominasi
oleh pohon berbuah misalnya mangga, rambutan, jambu,
blimbing wuluh, pisang, rambutan dan juga terdapat pula
bunga kenanga yang menjadi tanaman khas pada rumah-
rumah tradisional Kudus pada masa dahulu. Di sekitar kamar
mandi juga masih terlihat tanaman suruh dan blimbing wuluh
yang juga merupakan ciri khas tersendiri untuk rumah adat
Kudus. Namun beberapa tanaman lain seperti glodokan
sebagai tanaman peneduh dan juga tanaman untuk pagar
hidup sudah banyak terlihat.
IV PENUTUP a. Simpulan
Sejarah perkembangan kota Kudus tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah kehidupan tokoh Agama Islam di daerah Jawa
yakni Sunan Kudus salah seorang dari Wali Songo saat di Kudus
bertempat tinggal di Desa Langgar Dalem. Sunan Kudus yang
mempunyai nama asli Ja’far Sodiq terkenal dalam sejarah
sebagai tokoh mubaligh yang karismatik dalam penyebaran
Agama Islam di daerah pesisir pantai utara pulau jawa pada
sekitar abad XV-XVI.
Jika dilihat dari sisi tradisional, wilayah Kudus terbagi
menjadi dua wilayah yaitu wilayah Kudus Kulon dan Kudus
Wetan. Wilayah Kudus Kulon terletak di sebelah barat sungai
Gelis yang mengalir membelah kota. Dalam sejarah, Kudus Kulon
dikenal sebagai kota lama yang ditandai dengan warna kehidupan
keagamaan dan adat istiadatnya yang kuat dan khas serta
merupakan pusat berdirinya rumah-rumah adat pencu. Di daerah
Kudus kulon juga merupakan tempat berdirinya Masjid Menara
Kudus dan Makam Sunan Kudus. Sedangkan kudus wetan
berada di sebelah timur sungai Gelis. Merupakan pusat
pemerintahan transportasi dan perdagangan.
Gambar 3.38 Vegetasi yang multi fungsi
Foto: Erry Prabandari, dkk
Keberadaan permukiman di dukuh Puspitan yang berpola
Cluster tetap dipertahankan karena kondisi seperti ini merupakan
III-25ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
salah satu ciri khas permukiman penduduk, khususnya di daerah
sekitar menara masjid Kudus yang merupakan trademark dari
Kota Kudus itu sendiri. Pola penataan rumah yang cenderung
cluster tersebut sangat sulit untuh dirubah mengingat apabila
terjadi sedikit saja perubahan dan pergeseran maka secara
otomatis akan merubah rumah-rumah yang ada di dukuh Puspitan
yang kebanyakan merupakan bangunan tradisonal Kudus sebagai
salah satu warisan budaya dan aset pariwisata karena
kekhasannya.
Adapun permukiman yang berasal dari sejarah Islam yang
sangat jelas dan terasa ini, memiliki pola-pola tradisional yang
sekaligus menjadi ciri khas kawasan ini. Dengan pola tatanan
massa dan bentuk denah serta pola hubungan antar massa yang
membentuk ruang, menggambarkan betapa nilai-nilai luhur dari
tradisional Jawa, yang mencerminkan nilai Islam sangat dominan.
Pola-pola yang diterapkan dalam arsitektur tradisional ini
seakan mampu menggambarkan kebutuhan manusia akan ruang.
Pemisahan ruang publik-privat dapat mencerminkan penghuni
dari suatu bangunan atau kawasan. Demikian juga dengan
permukiman ini, yang selalu memperhatikan ruang-ruang publik-
privat demi nilai-nilai agama dan moral agar tetap selalu terjaga.
Dengan penduduk yang mayoritas beragamakan Islam,
permukiman Dukuh Puspitan mampu menghadirkan nuansa
Islami dalam segi arsitekturnya. Dengan menempatkan ruang
wanita sebagai area yang paling privat, mampu menjaga nilai-nilai
yang selama ini diterapkan.
Keberadaan menara Kudus tak pernah lepas dari poal
kehidupan mereka. Selain sebagai simbol kesejarahan serta
agama, menara tersebut juga merupakan area publik tempat
berkumpulnya para warga. Sehingga ukhuwah mampu dihadirkan
dalam permukiman ini.
Orang-orang Kudus mempunyai pandangan bahwa rumah
adalah suatu sarana dari rangkaian kebutuhan hidup untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Hal ini
menggambarkan betapa arsitektur tradisional kudus merupakan
manifestasi dari ajaran Islam yang berkembang dan menjadi
acuan dalam agama mereka.
Konsep rumah Jawa yang dipadukan dengan nilai-nilai
Islam, mampu menghadirkan arsitektur Kudus. Rumah adat
Kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang terjadi akibat
endapan suatu evolusi manusia, terbentuk karena perkembangan
daya cipta (kreatifitas) masyarakat pendukungnya.
Pola perletakan ruang rumah kudus hanya, pada
umumnya hanya mengenal pembagian dalam dua kategori, yaitu
daerah terbuka dan daerah tertutup. Daerah terbuka terwujud dari
jaga satru atau serambi dan halaman depan. Untuk ruang tertutup
III-26ARSITEKTUR NUSANTARA
ARSITEKTUR TRADISIONAL KUDUS Studi Kasus: Permukiman Dukuh Puspitan Desa Langgar Dalem Kudus Kulon Kudus
terwujud dari gedhongan dan pawon. Bangunan ini tidak simetris
dan tidak mengenal pendopo dan halaman belakang.
Keberadaan beragam rumah tradisional tersebut mampu
menghadirkan suatu permukiman yang memiliki ciri khas
berdasarkan budaya maupun agamanya.
b. Saran
Dalam karya tradisional, banyak terkandung makna
tersurat maupun tersirat, yang selalu membawa pesan menuju
kebajikan. Demikian juga dengan arsitektur tradisional Kudus.
Arsitektur Kudus ini cukup mengungkapkan proses percampuran
kebudayaan dan nilai agama, sehingga menghadirkan warna khas
suatu rumah tradisional.
Beberapa nilai seperti pentingnya pembagian ruang publik-
privat, serta mendahulukan ruang wanita dalam area yang paling
privat, merupakan pesan moral yang sangat dalam kandungan
maknanya.
Pola tata ruang dengan lorong yang sempit dan panjang,
menunjukkan betapa manusia, terutama kaum wanita, memiliki
nilai yang sangat berharga, sehingga perlu untuk dilindungi.
oleh karena itu, keberadaan suatu simbol harus selalu
disertai dengan pesan moral yang selalu mengajak kepada
kebajikan.
Setiap nilai dalam suatu karya sangat penting artinya
untuk menyampaikan pesan. Oleh karena itu, setiap karya
arsitektur ataupun karya lainnya, hendaknya selalu diberengi
dengan pesan moral dan nilai kebajikan yang mampu serta
mudah untuk diimplementasikan oleh masyarakat.
Dalam suatu karya, wujud fisik bukanlah bagian utama,
melainkan sebagai sarana bagi masyarakat untuk lebih
meneladani makna yang terkandung dibaliknya. Adapun makna
adalah bagian terpenting untuk menyampaikan pesan serta nilai
moral untuk menuju kepada kebajikan.
III-27ARSITEKTUR NUSANTARA