Arsitektur Tradisional

69
Desa Adat dan Bangunan suci BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat dimana demokrasi dijunjung tinggi di Indonesia. Adat, kebudayaan yang Negara kita punya sangat beragam dan sangat khas berbeda beda tiap provinsinya. Namun kesemuanya itu memiliki satu kesamaan yang dasar, dimana bangunan – bangunan tradisional tersebut merupakan representasidari bangunan tropis, yang dibuat dari hasil kearifan dari pemikiran nenek moyang. Sama halnya dengan Bali yang merupakan salah satu provinsi dari Negara Indonesia yang terletak diantara Pulau Jawa dan juga pulau Lombok. Selain itu Bali merupakan nama Pulau terbesar yang menjadi bagian dari propinsi tersebut. Desa adat merupakan salah satu kebanggan masyarakat Bali seperti pada bahasan dimakalah ini yaitu Desa Adat Panglipuran. Desa penglipuran adalah merupakan Desa Adat sehingga memilikikarakternya sendiri yang mengedepankan pada kaidah agama, agama lah pembentuk filosofi, pola, tata letak, makna dan agama tidak hanya mempengaruhi adat kebiasaan dan upacaranya saja tapi juga berpengaruh pada arsitekturnya, 1 Teknik Arsitek tur

description

Arsitektur Tradisional Bali

Transcript of Arsitektur Tradisional

Desa Adat dan Bangunan suci

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar BelakangIndonesia merupakan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat dimana demokrasi dijunjung tinggi di Indonesia. Adat, kebudayaan yang Negara kita punya sangat beragam dan sangat khas berbeda beda tiap provinsinya. Namun kesemuanya itu memiliki satu kesamaan yang dasar, dimana bangunan bangunan tradisional tersebut merupakan representasidari bangunan tropis, yang dibuat dari hasil kearifan dari pemikiran nenek moyang.

Sama halnya dengan Bali yang merupakan salah satu provinsi dari Negara Indonesia yang terletak diantara Pulau Jawa dan juga pulau Lombok. Selain itu Bali merupakan nama Pulau terbesar yang menjadi bagian dari propinsi tersebut.

Desa adat merupakan salah satu kebanggan masyarakat Bali seperti pada bahasan dimakalah ini yaitu Desa Adat Panglipuran. Desa penglipuran adalah merupakan Desa Adat sehingga memilikikarakternya sendiri yang mengedepankan pada kaidah agama, agama lah pembentuk filosofi, pola, tata letak, makna dan agama tidak hanya mempengaruhi adat kebiasaan dan upacaranya saja tapi juga berpengaruh pada arsitekturnya, berpengaruh ke bangunannya baik itu bentuk, ornamen, dan hal hal yang terkait dengan Agama . Menurut penuturan para pemuka adat, bahwa Penglipuran mengandung makna "Pangeling Pura". Penglipuran yang mengandung makna "Pangeling Pura" memberikan petunjuk bahwa terjadi hubungan yang sangat erat antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.Obyek ini mempunyai struktur sedemikian rupa sehingga terlihat jelas antara utama mandala, madya mandala, dan nista mandala. Desa adat Panglipuran sudah mewadahi kehidupan masyarakatnya tercermin dari konsep keseimbangan Buana Agung dan Buana Alit.

Sumber www.kayunbali.comDesa Adat Penglipuran dibentuk pada jaman Bali Mula, Masyarakat desa adat penglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani. Penglipuran ini berasal dari kata Lipur yang berarti Menghibur hati, jadi penglipuran artinya Tempat untuk menghibur hati sambil bekerja di ladang, lama kelamaan menjadilah Penglipuran. Para pemuka adat setempat menuturkan bahwa nama Penglipuran mengandung makna Pengeliling Pura, sebuah tempat suci untuk mengenang lelulur. Konon penduduk desa penglipuran pernah diminta bantuannya oleh Raja Bangli untuk bertempur melawan kerajaan Gianyar, karena keberaniannya, penduduk desa diberikan jasa oleh raja Bangli berupa tanah yang lokasinya sekarang disebut desa adat Penglipuran.Desa adat Penglipuran berkembang dari tradisi yang dibawa dari Kebudayaan Bali Aga ( Bali Mula ). Seiring dengan masuknya jaman Bali Aga perkembangan kebudayaan dengan membentuk benda-benda alam dalam susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan lngkungannya. Semakin berkembangnya jaman maka kebudayaan Bali Aga dipengaruhi dengan perkembangan jaman Bali Arya dengan pembaharuan kebudayaan dibidang social dan ekonomi dengan menonjolkan bidang Budaya Arsitektur dengan pengkajian dan pemahaman bidang ilmu bangunan dan pemukiman seperti adanya Lontar- lontar Asta Bumi dan Asta Kosali sebagai pedoman teori pelaksanaan bidang Arsitektur.Disini didalam makalah ini ada 2 poin bahasan yang pertama adalah desa adat kemudian yang kedua adalah bangunan suci.

Bangunan suci sering juga disebut dengan istilah Pelinggih. Yang merupakan salah satu simbol alam semesta yang dalam Agama Hindu dianggap sebagai Sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bangunan Suci terdapat ditempat-tempat suci terdapat ditempat tempat suci yaitu di sanggah, Pemerajaan, Pura Pura seperti Pura Khayangan, Pura Dang Khayangan, Pura Khayangan Tiga, Pura Dadia, Pura Kawitan, Pura Paibon dan pura pura lainnya.

Bangunan Suci berfungsi sebagai sarana bagi umat Hindu yang mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk Bali untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya dan memuja roh suci leluhur dengan berbagai tingkatannya sehingga dapat menigkatkan kualitas umat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dan sebagai sarana untuk mengagungkan kebesaran Tuhan dengan segala perwujudannya sehingga diperuntukan sebagai tempat mempersembahkan rasa baktinya dengan menghaturkan persembahan atau korban suci. Bangunan Suci pada pada pura umumnya terdiri atas 3 macam yaitu :

Bangunan Suci Utama (Pelinggih sebagai Sthana Hyang Widhi , para Dewa dan leluhur).

Bangunan Suci Pengiring (pelinggih untuk Dewa / Bhatara atau Bhutakala sebagai pengiring Dewa/Bhatara atau Bhutakala merupakan bangunan suci pengiring). Bangunan Suci Tambahan(pelinggih yang ditambahkan pada pura yang sebelumnya belum ada ditempat semula). Filosofi Bangunan Suci merupakan konsep penyatuan kekuatan Lingga (terlihat pada atap) dan Yoni (terlihat pada parasnya). Selain itu juga konsep Tri Bhuwana yaitu Bhur, Bwah, Swah Loka.

Dasar bangunan merupakan Bhur Loka, badan bangunan sebagai sebagai Bwah Loka, atap bangunan adalah Swah LokaSedangkan proses pembangunan bangunan suci pun memiliki ritual yaitu (mendem dasar, pemakuhan, pemelaspasan dan ngenteng linggih). Tujuan dari proses adalah agar bangunan dapat memberikan pengaruh kesucian pada umatnya.

Sumber dari buku Arsitektur Bangunan Suci karya Ngakan Ketut Acwin Dwijendra,ST,MA 1.2

Permasalahan

Desa adat seperti desa Panglipuran memiliki konsep arsitektur yang relatif sama seperti desa adat yang lainnya. Tetapi apakah arti dari pola pola yang terbentuk dan apa yang menjadi pengaruhnya terbentuknya hal tersebut. Dari hasil penelitian ( culture studies ) diketahui bahwa rumah adat penglipuran menjaga kelestarian alam lingkungannya sejalan dengan konsep konsep tata ruang pemukiman yang hiharkinya adalah nilai makna yang terkandung dalam Tri mandala ; Utama mandala, madya Mandala, Nista Mandala seperti pada angkul angkul di desa adat penglipuran dalam tata ruang pemukiman terkait dengan tata kondisi lingkungan alami menganut konsep Tri Hita Karana, adat istiadat, kehidupan sosial masyarakat dengan konsep Desa Kala Patra yang berorientasi pada Tri Mandala, Tri Angga dan Bhuanaanda serta system kemasyarakatannya berpedoman pada konsep Tat Twam Asi. Angkul angkul rumah adat penglipuran merupakan cerminan masyarakat gotong royong dan mempunyai nilai kebersamaan dan kesederhanaan dalam bentuk atau wujud dari angkul angkul tersebut seragam dan tidak memiliki nilai perbedaan, baik bahan maupun besarnya. Kemudian pembahasan yang kedua adalah tentang Bangunan Suci Bali yang keduanya adalah masuk dalam Arsitektur Bali. Dalam Bangunan Suci ini mencari tahu tentang apa saja jenis dari bangunan Suci yang ada di Bali bagaimana filosofinya dan apakah antara bangunan Suci tersebut dengan Desa Adat mempunyai kesamaan dalam filosofinya atau tataletaknya tetapi kesamaan keduanya adalah sama sama termasuk dalam bangunan Arsitektur Bali dan kesamaan lainnya adalah didalam desa adat seperti desa Panglipuran mempunyai banguan suci sebagai tempat yang diagungkan oleh masyarakat di Desa tersebut. 1.3

Tujuan

Studi ini bertujuan untuk mengenali, mengidentifikasi dan mendeskripsikan Desa adat Penglipuran. Mengetahui konsep arsitektur kawasan Desa Panglipuran, mulai dari sejarah, letak kawasan, pola desa, filosofinya, tatanan ruang hingga polahidup di masyarakatnya. Pembahasan yang kedua mengenai bangunan suci tujuan dibahasnya bangunan suci apakah kedua pembahasan ini memiliki kesamaan dan pola yang sama dalam filosofi konsepnya tataletak dan pola bangunan bahakan sampai ornamennya. 1.4

Lingkup Observasi

Lingkup pembahasan yang dibahas pada makalah ini adalah mengenai 2 pembahsan yang kesemuannya bertemakan tentang Arsitektur Bali yang pertama membahas tentang Desa adat Bali yang dibatasi hanya padakawasan Desa adat Penglipuran. Mengenai teori yang berhubungan dengan tipologi Desa Adat Panglipuran. Kemudian yang berkaitan dengan site dan lokasi Desa Adat Panglipuran. Kemudian pembahasan yang kedua adalah tentang bangunan suci yang ada di Bali dimana jenis bangunanan suci ini di bagi menjadi 2 pembahasan. 1.5

Sistematika Makalah

Bab I berisi adalah pendahuluan Latar Belakang, tujuan dibuatnya laporan ini dan lingkup pembahasannya dan sistematika laporan dan Tinjauan Pustaka.

Bab II membahas Tentang kajian pustaka sesuai dengan pembahasan yang ada yang berisi pengertian Arsitektur Tradisional Bali dan Desa Adat Panglipuran. Dan pembahasan singkat tentang Bangunan Suci Bali(pura).

Bab III adalah gambaran umum tinjauan lokasi analisa secara khusus atau spesifik mengenai Desa Adat Panglipuran ,pola desa, pola ruang , pola rumah dan hal hal lain yang terkait dengan Desa Adat Panglipuran. Dan pembahasan tentang Bangunan Suci yang ada di Bali seperti Pura pengjelasan tentang pengertian, filosofi dan makna, Fungsi, sejarah jenis tata letak bahkan sampai ke ornamennya.

Bab IV adalah pembahasan dimana di dalam bab ini menganalisa terhadap pokok bahasannya yaitu Desa Adat Panglipuran. Bangunan Suci di Bali.Bab V adalah bab terakhir dalam makalah ini, yaitu memngemukaan kesimpulan dan saran dari makalah.

1.6

Tinjauan Pustaka Laporan ini mengacu dengan mengambil Tema tentang Arsitektur Tradisional Bali dengan mengambil pembahasan tentang Desa Adat dan juga tentang Bangunan Suci yang ada di Bali. Dengan mengambil beberapa informasi tentang pengertian Arsitektur Tradisional, Arsitektur Tradisional Bali, mengenai filosofi arsitektur Bali. Serta tinjauan studi yang mengarah pada awal atau permulaan dari adanya Desa Adat dan juga Bangunan Suci yang ada di Bali. Tentang apakah yang memepengaruhi artsitektur yang ada di Bali juga hal yang terkait dengan Arsitektur Bali yang membentuk arsitektur Bali. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Arsitektur TradisionalArsitektur adalah produk dari kebudayaan yang lahir dari cermin kehidupan masyarakat. Pemikiran pada saat ini menganggap arsitektur tradisional adalah konsep bangunan atau wadah yang berbau tradisi pada masalalu yang kemudian diangap sebagai identitas, jati diri,simbol budaya, citra.

Arsitektur menjadi salah satu aspek terpenting dalam perkembangan kebudayaan dan adat daerah tertentu, menjadi sebuah simbol keindahan kebudayaannya. Keindahan arsitektur tradisional sebuah daerah adalah sebuah penerapan geometri secara tidak sadar. Berbagai kepercayaan mengajarkan keseimbangan, dualisme, orientasi, dsb. dan diinterpretasikan secara arsitektur pada proporsi dan komposisi bangunannya. Arsitektur dengan proporsi dan komposisi tertentu pada suatu daerah akan dianggap indah berdasarkan kebudayaan yang dianutnya. Ini adalah sebuah penilaian subyektif. Salah satu contoh ialah bentuk atap yang berbentuk limas atau prisma memiliki proporsi simetris. Atap merupakan salah satu prinsip berbudaya yang mengakar pada sebuah suku bangsa, merupakan salah satu analogi dari penyambung antara kehidupan duniawi dan surgawi. Dewa-dewi atau tuhan dipercaya berada di tempat tinggi, tempat tinggi biasanya merujuk pada gunung, yaitu sebuah tempat yang tinggi. Jika dilihat dari bentuknya, dapat dilihat bahwa bentuk atap merupakan adaptasi dari bentuk gunung.

Sumber : http://www.arsitektur.net/2007-1-1/novelisa_geometri.htmlArsitektur tradisional mempunyai karakter khas yaitu :

1. Mengandung nilai perlambangan atau simbol

2. Mempunyai penekanan pada bentuk atap

3. Bentuk rumah simetris menggambarkan keseimbangan atau keseimbangan yang ingin dicapai dalam hidup.

4. Pembagian ruang dalam rumah tradisional merupakan ungkapan dan perlambangan tujuan batin hidup.

5. Pemilihan material dan ornamen berdasarkan pertimbangan batiniah

6. Orientasi bangunan memiliki makna.

Sumber : materi kuliah Arsitektur Tradisional I Oleh Noor Hamidah ST. MUP , 2005

2.2

Sejarah Arsitektur Tradisional

Arsitektur dikembangkan berdasarkan kebutuhan yang sederhana dari manusia untuk berlindung , baik terhadap alam maupun manusia. Arsitektur mulai ada saat zaman batu zaman manusia goa yang pada umum tinggal dengan menggunakan batu sebagai tempat berlindung. Kemudian semakin bertamabahnya jaman dan usia manusia dan muncul atau berkembang lah kehidupan manusia juga kebutuhannya, begitu pula di Indonesia , sejarah arsitektur dalam 3 periode yaitu:

1. Arsitektur Candi

Terjadi pada periode klasik hindu mewariskan bukti otentik berwujud bangunan candi. Arsitektur candi berakhir seiring dengan memudarnya pengaruh kebudayaan Hindu Budha meski bukan berarti mati.2. Arsitektur tradisional

Arsitektur ini lahir bersama sama dengan arsitektur candi. Bila pada masa arsitektur candi bangunannya adalah tempat ibadah maka arsitektur tradisional adalah tempat tinggal/ tempat tinggal.

3. Arsitektur Kolonial Arsitektur kolonial adalah perkembangan arsitektur barat yang masuk karena bekas jajahan Belanda yaitu arsitektur barat yang sudah disesuaikan dengan iklim tropis yang mendominasi daerah perkotaan (urban) atau penggabungan.Sumber materiArsitektur Tradisional I Sebagai Pengantar oleh Tari Budayanti Usop , ST.MT

2.3

Sejarah Arsitektur Tradisional BaliLiteratur sejarah perkembangan arsitektur di Bali yang ada , menurut Putu Rumawan Salain (1999), secara kronologis ada 6 masa diantaranya :(1) Zaman Prasejarah,

(2) Zaman Bali Aga abad I hingga IX,

(3) Zaman Bali Kuno abad IX hingga XIV,

(4) Bali Majapahit abad XIV hingga XIX,

(5) Masa kolonial tahun 1849 hingga 1945,

(6) masa kemerdekaan tahun 1945 hingga sekarang.

Masa sebelumnya hingga Bali Majapahit (abad XV - XIX) dianggap masa tumbuh dan berkembangnya arsitektur tradisional Bali yang dilandasi oleh lontar Hasta Kosala-Kosali dan Hasta Bumi. Arsitektur tradisional sekalipun sama sumber dan landasan filosofinya tetapi sesungguhnya plural dalam perwujudan dan keberadaannya, variatif dalam ragam wujud dan tata ruangnya. Untuk daerah dataran ada variasi perbedaan dengan daerah pegunungan, Bali Selatan berbeda dengan Bali bagian Utara.

Hingga masa kolonial (Abad 20) terjadi perjumpaan antara arsitektur lokal dan tradisional dengan arsitektur Barat sebagai arsitektur "pendatang", menjadikan khazanah arsitektur di Bali lebih kaya ragam dan gaya. Khazanah arsitektur terus berkembang menuju masa kemerdekaan (1945) hingga masa sekarang. Masa kini karena pengaruh globalisasi yang membawa dampak perkembangan teknologi, pergeseran cara berpikir yang lebih rasional, perubahan gaya hidup dan ekonomi, muncul juga gaya arsitektur pendatang yang lain yang dikenal sebagai gaya universal seperti gaya mediteran, art deco, kubisme, minimalis. Paralel dengan itu hadir juga di Bali gaya arsitektur nusantara seperti arsitektur Jawa, Lombok, Minang dan sebagainya.

Ragam yang juga menghiasi wajah arsitektur di Bali adalah penyesuaian fungsi, bentuk dan rupa arsitektur vemacular dan tradisional karena kebutuhan dan tuntutan perkembangan zaman menjadi gaya arsitektur masa kini yang lebih pragmatis. Juga berkembang gaya arsitektur hasil interpretasi atas prinsip (kaidah) perancangan arsitektur tradisional terhadap fungsi bangunan komersial dan perkantoran. Kaidah fungsi ini di dalam arsitektur tradisional Bali tidak termuat dengan jelas.

Pada perkembangan berikutnya, ragam gaya arsitektur tersebut ada yang bersinergi, bercampur dan menambah ragam rupa arsitektur seperti yang disebut gaya ekletik, hibrida dan sinkretik.

Sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/7/18/ip1.html2.4

Fungsi dan Makna Arsitektur Tradisional Bali

Bali sangat kental dengan budayanya begitu pula dengan agama yaitu agama Hindu Bali merupakan mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Dan Agama sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Bali serta itu juga berpengaruh pada gaya arsitekturnya yaitu arsitektur yang pada awalnya diperuntukan sebagai tempat beribadah atau sebagai tempat keegamaan atau bersifat religi. Dan seperti halnya agama mengajarkan segala sesuatu yang baik begitu juga dalam arsitekturnya cukup banyak hal yang dikontribusikan seperti pola ruang rumah di Bali itu menciptakan sesuatu yang baru dan unik padahal dibalik itu semua tujuan sebenarnya adalah proses keagamaan. Makna dari Arsitektur Bali sebagai sebuah karya yang tidak hanya dipakai pada masa saat itu saja tapi bisa terus menerus dikembangkan dan dilestarikan dengan geberasi seterusnya , yang merupakan peninggalan asli dan tidak ada orang lain yang punya walaupun ada kemiripan dalam beberapa hal, tetapi itu bukan masalah besar karena makna yang terpenting adalah terciptanya peninggalan yang istimewa dan patut dilestarikan.2.5

Filosofi Arsitektur Tradisional BaliFilosofi Arsitektur Tradisional Bali mengandung kaidah-kaidah terkait dengan pandangan religi dan tata nilai sosial yang pada hakikatnya memberikan penyelarasan terhadap alam lingkungan demi keseimbangan hubungan manusia (mikrokosmos) dengan alam semesta (makrokosmos) dan Maha Pencipta (metakosmos). Hubungan keselarasan dan keseimbangan ini sangat jelas terlihat dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga kutub yang menjadi penyebab lahirnya kebahagiaan. Dalam alam semesta ketiga kutub ini hadir selaku tiga dunia, yakni: bhur sebagai alam bawah tempat bhuta kala, bwah sebagai alam tengah tempat hidup mausia, dan swah adalah alam atas tempat para Dewa. Berdasarkan pandangan kosmologi ketiga kutub ini menempati arah yang berbeda dengan tingkatan nilai ruangnya masing-masing, yakni arah terbitnya matahari dan dataran yang paling tinggi (gunung atau bukit) memilik makna utama sebagai tempat kediaman para dewa, arah terbenamnya matahari dan dataran yang paling rendah (laut) memiliki makna nista, sedangkan di bagian tengah sebagai tempat hidup manusia yang bernilai madya. Kendatipun nilai ruang ketiga kutub tersebut berbeda, bukan berarti salah satunya harus dihilangkan atau dimusnahkan, namun justru dihadirkan bersama-sama. Kehidupan manusia dan alam semesta akan dapat berperanan secara optimal bila ketiga unsur ini dalam satu kesatuannya berada dalam keadaan seimbang (balance) dan manunggal.

Arsitektur rumah tinggal sebagai lingkungan buatan (salah satu bentuk dari alam baru) diharapkan dapat mengayomi dan mewadahi aktivitas manusia sebagaimana layaknya alam semesta. Alam buatan inipun diharapkan dapat memberi rasa bahagia serta memiliki pertalian yang serasi dengan diri manusia selaku isinya. Sejalan dengan itu, maka rumah tinggal dibuat sebagai duplikat dari alam semesta dengan menerapkan filosofi Tri Hita Karana sebagai tiga kutub yang manunggal pada rumah tinggal, yakni parahyangan (tempat suci) sebagai tempat yang bernilai utama di arah kaja atau kangin, pawongan (tempat tinggal manusia) bernilai madya di arah tengah, dan palemahan (areal servis) sebagi unsur nista di arah kelot atau kauh.

Di samping filososfi yang menjiwai setiap aktivitasnnya sehari-hari di dalam berarsitektur, terdapat pula konsep arsitektur sebagai tata nilai dan pedoman yang normatif dalam merancang bangunan, sehingga arsitektur yang ada di tata dalam suatu komposisi bermakna dalam setiap massa bangunan dan penempatannya.

Sumber : http://bhagawandesain.blogspot.com/2010/01/filosofi-arsitektur-tradisional-bali.html2.6

Tinjauan Studi Arsitektur Tradisional BaliArsitektur tradisional Bali memiliki konsep-konsep dasar dalam menyusun dan mnpengaruhi tata ruangnya, diantaranya adalah:

Orientasi Kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala Keseimbangan Kosmologi, Manik Ring Cucupu Hierarki Ruang terdiri atas Tri Loka dan Tri Angga Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan Skala Manusia Orientasi Kosmologi / Sanga MandalaSanga Mandala merupakan acuan mutlak dalam arsitektur tradisional Bali, dimana Sanga Mandala tersusun dari tiga buah sumbu yaitu:1. Sumbu Tri Loka: Bhur, Bhwah, Swah;litosfer, hidrosfer, atmosfer.2. Sumbu ritual: Kangin (terbitnya Matahari) dan kauh (terbenamnya Matahari)

3. Sumbu natural: Gunung dan LautHirarki Ruang / Tri AnggaTri Angga adalah salah satu bagian dari Tri Hita Karana , (Atma, Angga dan Khaya). Tri Angga merupakan sistem pembagian zona atau area dalam perencanaan arsitektur tradisional Bali.

1. Utama, bagian yang diposisikan pada kedudukan yang paling tinggi, kepala.

2. Madya, bagian yang terletak di tengah, badan.

3. Nista, bagian yang terletak di bagian bawah, kotor, rendah, kaki.

Dimensi Tradisional BaliDalam perancangan sebuah bangunan tradisional Bali, segala bentuk ukuran dan skala didasarkan pada orgaan tubuh manusia. Beberapa nama dimensi ukuran tradisional Bali adalah: Astha, Tapak, Tapak Ngandang, Musti, Depa, Nyari, A Guliserta masih banyak lagi yang lainnya. sebuah desain bangunan tradidsional,harus memiliki aspek lingkungan ataupun memprhatikan kebudayan tersebut.http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_BaliBAB III

GAMBARAN UMUM

3.1

Desa Adat Panglipuran 3.1.1Peta Lokasi

Gambar 3.1 letak Desa Adat Panglipuran di Provinsi Bali

Sumber google map search Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan bangli, Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi di sekitar kaki Gunung Batur. Berdasarkan data tahun 2001 yang dihimpun pemerintah, Desa Adat Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 1,12 Ha. Apabila ditempuh dengan kendaraan bermotor akan menempuh kurang lebih satu jam perjalanan.Terletak di ketinggian 700m diatas permukaan laut, menjadikan udara di desa adat penglipuran tergolong dingin.Desa Panglipuran juga mudah untuk dikunjungi karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani Bangli.Untuk menuju desa ini dapat dicapai melalui sisi timur Desa Bangli, yakni Jalan Raya Bangli Kintamani, maupun dari sisi utara desa, yakni Jalan Kintamani Kayuambua Bangli.Desa Adat Penglipuran memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Adat Kayang- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Adat Kubu- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Adat Gunaksa- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Adat Cekeng

Gambar 3.2 peta wilayah lingkungan paglipuran yang ada didekat gerbang utama Sumber : http://ochamind.blogspot.com/2010/11/desa-tradisional-penglipuran.html3.1.2Sejarah Desa Adat Panglipuran

Desa Adat Penglipuran dibentuk pada jaman Bali Mula, Masyarakat desa adat penglipuran mengakui bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede Kintamani. Penglipuran ini berasal dari kata Lipur yang berarti Menghibur hati, jadi penglipuran artinya Tempat untuk menghibur hati sambil bekerja di ladang, lama kelamaan menjadilah Penglipuran. Para pemuka adat setempat menuturkan bahwa nama Penglipuran mengandung makna Pengeliling Pura, sebuah tempat suci untuk mengenang lelulur. Konon penduduk desa penglipuran pernah diminta bantuannya oleh Raja Bangli untuk bertempur melawan kerajaan Gianyar, karena keberaniannya, penduduk desa diberikan jasa oleh raja Bangli berupa tanah yang lokasinya sekarang disebut desa adat Penglipuran.Desa adat Penglipuran berkembang dari tradisi yang dibawa dari Kebudayaan Bali Aga ( Bali Mula ). Seiring dengan masuknya jaman Bali Aga perkembangan kebudayaan dengan membentuk benda-benda alam dalam susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan manusia dengan lngkungannya.3.1.3fasilitas dan jenis Kegiatan di Desa PanglipuranJenis fasilitas dan kegiatan yang bisa kita temui di Desa Adat Panglipuran adalah diantaranya adalah : Pura Dalem AgungBerfungsi sebagai Pura pada umumnya, yakni sebagai tempatperibadatan bagi pemeluk agama Hindu. Petinggih Ratu GedeBerfungsi sebagai tempat penyimpanan barong dan perlengkapan upacara lainnya. Desa Penglipuran memang dikenal seringmengadakanupacara adat sehingga desa inidikenal sebagai salah satu objek wisata budaya. Bale BengongBerfungsi sebagai tempat pertemuan bagimasyarakat desa ketika merencanakan untuk mengadakan upacaraadat tertentu. Prasasti dan patungSebagai tanda/peringatan yang menunjukkan bahwa KaptenAnak Agung GedeMudhita (tertulis: AAGdANDM Muditha) dimakamkan dikompleks pemakaman ini. Deretan PisanMerupakan nisan Kapten Anak Agung Gede Mudhita dan18 anggotanya. Nisan anggota berjejer dalam enambaris ke samping. Sedangkannisan Kapten Anak Agung Gede Mudhita beradadi satu sisi menonjol keluar3.1.4 Pola Ruang ( Desa , Rumah dan Ruang )3.1.4.1Pola Desa

Gambar 3.3 keadaan lansekap Desa Adat Panglipuran

Desa Panglipuran punya yang rapi unik dan seperti pada aturan tata letak di Bali pada umumnya yaitu tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap menganut falsafah Tri Hita Karana.Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah. Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa adat penglipuran adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan.

Gambar 3.4 keadaan Desa Panglipuran yang diambil dari satu sudutSesuai dengan kosep yang ada, desa adat penglipuran dibagi menjadi tiga bagian yaitu bangunan suci yang terletak di hulu/ perumahan di tengah, dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. Di Pura Penataran/ masyarakat desa adat penglipuran memuja Dewa Brahma manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.Desa ini merupakan perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun. Di Pura Penataran/ masyarakat desa adat penglipuran memuja Dewa Brahma manifestasi Ida Sang Hyang Widhi .Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah, Bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa.3.1.4.2Pola Rumah

Pola rumah di Desa Panglipuran adalah berjejer, antara satu rumah dengan rumah lainnya.

terdapat sebuah lorong yang menghubungkannya sebagai tandagambar 3.5 gerbang massuk ketiap banjar / sub unit terkecil yaitu rumah

keharmonisan mereka hidup bermasyarakat.Pintu gerbang yang memiliki bentuk yang seragam terletak di sisi timur dan barat serta berhadap hadapan satu sama lainnya. Tembok pekarangan tepatnya dibuat dari tanah liat dengan bentuk dan warna seragam.

Gambar 3.6 pola dinding dan tembok di rumah di Desa Panglipuran 3.1.4.3Pola Ruang

Gambar 3.7 pola ruang /rumah di Desa Adat Panglipuran UUUMUN

MUMMMN

NUNMNN

SimbolKeterangan

UUUtara Utama

UMUtara Madya

UNUtara Nista

MUMadya Utama

MMMadyaMadya

MNMadya Nista

NUNista Utama

NMNista Madya

NNNista Nista

Utara Utama adalah sebagai tempat suci atau tempat sembahyang.

Utara Nista adalah tempat pelataran suci bagi orang Bali.

Madya Utama , Madya Madya dan Madya Nista adalah bagian rumah dan juga balai.

Nista Utama adalah dapur

Nista Madya adalah jalan masuk/ tempat masuk

Nista Nista tempat servis, gudang, wc, garasi lumbung padi.

Dan menurut orang Bali Utara adalah Dewa, sedangkan Madya dan Nista adalah manusia.Dan satu rumah itu adalah disebut banjar yaitu sub unit yang lebih kecil dimana ada Wantilan yaitu balai multi fungsi yang sering ditemui saat pertama memasuki area rumah, gambar 3.8 rumah yang ada di Desa Adat Panglipuran

dengan dibagian barat itu biasanya dipenuhi oleh ornamen yang ukurannya terserah yang mempunyai rumah, juga ada bale barat yaitu biasanya adalah balai atau juga bisa digunakan untuk tempat tidur keluarga dan bale barat ini dibangun sesuai dengan kemampuan finansial seseorang, jadi tidak semua warga punya Bale Barat ini. Dan dibelakang Bale adalah sanitasi dan ada peraturan yang harus diikuti adalah jemuran tidak boleh menempel atau dekat dengan pure, jadi sanitasi juga tidak boleh dekat dengan pure karena pure adalah adalah tempat suci. 3.1.5Konsep Arsitektur BangunanRumah adat penglipuran di desa adat penglipuran kecamatan kubu, kabupaten Bangli merupakan kompleks pemukiman tradisional terpadu dan mempunyai keunikan arsitektur yang keberadaannya masih tetap terjaga sampai saat ini.Angkul angkul di desa adat penglipuran dalam tata ruang pemukiman terkait dengan tata kondisi lingkungan alami menganut konsep Tri Hita Karana, adat istiadat, kehidupan sosial masyarakat dengan konsep Desa Kala Patra yang berorientasi pada Tri Mandala, Tri Angga dan Bhuanaanda serta system kemasyarakatannya berpedoman pada konsep Tat Twam Asi. Angkul angkul rumah adat penglipuran merupakan cerminan masyarakat gotong royong dan mempunyai nilai kebersamaan dan kesederhanaan dalam bentuk atau wujud dari angkul angkul tersebut seragam dan tidak memiliki nilai perbedaan, baik bahan maupun besarnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumah adat penglipuran menjaga kelestarian alam lingkungannya sejalan dengan konsep konsep tata ruang pemukiman yang hiharkinya adalah nilai makna yang terkandung dalam Tri mandala ; Utama mandala, madya Mandala, Nista Mandala. Berdasarkan Fungsi, bentuk dan Maknanya. Fungsi angkul angkul di desa penglipuran dimana orang yang akan masuk kepekarangan rumah dapat dicapai dengan bebas dan terbuka, Bentuk angkul angkulnya tidak memiliki aling-aling dan tidak memiliki pintu, makna yang terkandung adalah mereka dalam suatu pekarangan dan dalam satu kawasan adalah milik bersama masyarakat adat penglipuran. Angkul-angkul desa adat penglipuran memiliki bentuk, motif, letak dan ukuran yang sama serta seragam di seluruh pekarangan perumahan, sehingga konsep pemukiman rumah adat penglipuran tidak memiliki perbedaan status sosial dan mereka adalah satu dalam kebersamaan3.1.6Konsep Lansekap Desa Panglipuran

Gambar 3.8 Pola Desa Adat Panglipuran yang bersifat linier

Desa Panglipuran berpola Linier pada satu tujuan yaitu Utara pada laut (kaja ) dan berakhir di laut ( kelod).

Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk desa adat penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan angkul angkul terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas dan indah. Jalan utama desa adat berupa jalan sempit yang lurus dan berundag undag.Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun.

Dari gambar disamping dapat dilihat susunan bangunan , pola desanyaGamabar 3.9 susunan bangunan di Desa Adat Panglipuran

Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah, Bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa.Sesuai dengan kosep yang ada, desa adat penglipuran dibagi menjadi tiga bagian yaitu bangunan suci yang terletak di hulu/ perumahan di tengah, dan lahan usaha tani di pinggir atau hilir. Di Pura Penataran/ masyarakat desa adat penglipuran memuja Dewa Brahma manifestasi Ida Sang Hyang Widi sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.3.1.7Konsep Struktur Bangunan

Bangunan tradisional Bali menganut prinsip kepala-badan-kaki. Maka bagian-bagiannya adalah :Kepala

Badan

Kaki

(konsepsi Bangunan Tradisional Bali)

Bebaturan

Bagian bawah atau kaki bangunanadalah bebaturan yang terdiri dari jongkok asusebagai pondasi tiang, tapasujan sebagai perkerasan tepibebaturan. Bebaturan merupakan lantai bangunan, undag, atau tangga untuk lintasan naik turunlantai ke halaman. Bahan bangunan yang dipakai untuk bebaturan sesuai dengantingkatan sederhana, madya, dan utama. Jongkok asu sebagai pondasi alastiang disusun dari pasangan batu alamatau batu buatan perekat lempungpasir kapur atau pasir semen. Biasanya dipakai bahan-bahan localyang mudah didapat. Untuk desa Penglipuran kemungkinan bahan batu alamberasal dari batu lavakarena terletak di daerah pegunungan.

DindingUntuk bangunan yang sederhana bidang-bidang pembatas sisi dipakai dindinggedeg anyman bambu atau anyman daun kelapayang disusundengan rangka terampa uger-uger. Daun kelapa dapat dianyam padakedua belah sisi pelepahdengan helai daun terbuka disebut teratub.Dilipat dari sebelah sisiuntuk anyaman pada sisi sebelah sehingga mendapatkan anyaman yang lebihtebal dan lebih kokohdari teratub yangdisebut kelangsah. Pemasangan penutup dinding pada rangka dinding diikatdengan tali bambu atau taliijuk dalam satu komposisi yang serasi.

Gambar 3.10 Dinding anyaman bambu Sumber: DokumenPribadi, oktober 2011 TembokTembok dan pilar-pilarnya dibangun dengan polakepala-badan-kaki, dihiasi dengan pepalihan dan ornament bagian-bagian tertentu. Temboktradisional dibangun terlepas tanpa ikatan dengan konstruksi rangka bangunan. Dipertegas dengan celahantara kepala tembok dan sisi bawahatap sehingga tembok bebas tidak memikul. Dengan konstruksi tembok bebas beban diharapkan terhindar daribahaya gempa yang terjadi. Sesaka atau kolomElemen konstruksi utama dalam bangunan tradisional adalah tiang modul dasarsesungguhnya adalah tiang yang disebut sesaka. Jarak tiang ketiang ke arah panjang adalah sepanjang tiang ditambah pengurip. Jarak tiang ke tiang ke arah lebar 2/3 panjang tiang ditambah pengurip ataubervariasi dari bawah lambing sampai keatas slimar atau sunduk dawa atausunduk bawak dan bagian-bagiannya. Masing-masing juga denganpenguripnya. (pengurip=pelebih) Bahan yang dipakaiuntuk sesakaadalah kayu-kayu dengan kualitasdari kelompok-kelompok tertentu sepertiraja kayu ketewel, patih kayu jati.Selain itu digunakan pula rajakayu cendana, patih kayu menengen.

Gambar 3.11 tiang yang ada di tempat santai atau tempat menyimpan barang atau padi

Sumber Dok Pribadi , Oktober 2011

Bangunan-bangunan tradisional yang dibangun dengan konstruksi rangka, sesaka dan bagian-bagian rangka lainnya hubungan elemen-elemen strukturnya dikerjakan dengan sistem lait, baji, danikatan tali temali. Struktur dan konstruksiserupa itu merupakan struktur dan konstruksi yang tahan gempa, yang diperlukan untukbangunan-bangunan di daerah yang sering terjadigempa. PementangBalok belandar sekeliling rangkaian tiang-tiang tepi, dalam bangunan tradisional disebutlambang. Lambing rangkap yang disatukan, balok rangkaian yang dibawah disebut lambang danyang di atas disebut sineb. Baloktarik yang membentang di tengah-tengah mengikat jajaran tiangtengah disebut pementang. Iga-igaUsuk-usuk bangunan tradisional Bali disebut iga-iga. Pangkal iga-iga dirangkai dengankolong atau dedalas yang merupakan bingkai tepiluaratap. Ujung atasnya menyatu dengan puncak atap. Batang simpul menyatu dipuncak disebut petaka untuk atap berpuncak satu titik dandedeleg untuk puncak memanjang. Disebut langit-langit untuk atap dengan konstruksi kampiyah yang bukan limasan. RaabPenutup atap tradisional disebut raab yang umumnya dibuat daribahan-bahan alam, sebagian besar alang-alang. Di pegunungan ada pulayangdibuat dari sirap bambu seperti yangterdapat di desa penglipuran ini.Alang-alang dihasilkan sekali dalam setahun untuk bahan yangcukup tua.Disabit, dibersihkan, diolah dalam rangkaian ikatan yang merupakan bidang-bidang atap. Ikatan alang-alang dengantali ijuk dan kebidangrangka atap diikatkan dengan tali bambupada iga-iga yang jugaterdapat dari bambu pili

Gambar 3.12 Atap terbuat dari bahan alami BambuSumber:Dokumen Pribadi, Oktober 2011Walaupun desa ini masih sangattradisional akan tetapi setiap rumah sudah menggunakan listrik sebagai peneranganutamanya. Listrik pada desa penglipuran ini bersumber padaPLN dan juga memanfaatkan jendela dan lubangdinding lainnya sebagai mediapenerangan pada siang harinya darisinar matahari atau terang langit.

Gambar 3.13 balai di Desa Panglipura

Gambar 3.14 Pura Utama di Desa Panglipuran Gambar 3.15 Gerbang Masuk di desa Panglipuran.

Sesuai dengan Filosofinya dan segala sesuatu yang terkait denga desa Padnglipuran ada beberapa fasilitas yang arahnya searah jarum jam yaitu : 1.Pintu Masuk Desa Penglipuran

2. Jalan utama desa penglipuran

3. Balai Banjar Adat

4.Bale Gede

5.Pintu masuk areal pura bagian utara

6. Info Rumah warga

7.Pagar Rumah

Gambar 3.16 pura tempat ibadah yang ada ditiap rumah Sumber dok Pribadi , Oktober 20113.1.8Konsep Utilitas3.1.8.1 Jaringan Air KotorAir kotor pada Desa Penglipuran yangdihasilkan dari masing-masing RT langsung di tampung keseptic tank (limbahpadat). Sedangkan untuk limbah cair dibuang ke selokan yang dihubungkan melalui pipa-pipa.Pada umumnya warga menggunakan closetjongkok di WC nya.3.1.8.2Jaringan Air BersihAir bersih yang digunakan untuk mencukupi konsumsi air bersih padaDesa Penglipuran berasal dari PDAM.3.1.9Konsep Sirkulasi

Pola Pemukiman desa adat penglipuran dilihat dari salah satu pemukiman kecil berupa rumah tinggal, disusun secara linier yang berada di antara dua elemen pemukinan yaitu Rurung GededanTebe. Satu pekarangan rumah tinggal ini disebutKarang Kertiyang terdiri dari ; Sanggah, Bale Adat, Paon, loji dan Klumpu. Seluruh komponen bangunan itu berorientasi ke tengah natah, seperti pola rumah tinggal adat tradisional Bali Arya.

Setiap rumah mempunyai bentuk dan susunan yang sama, dengan sirkulasi 1 jalan utama di bagian depan rumah dan ada 1 pintu berupa lorong yang terdapat disetiap rumah yang gunanya untuk keharmonisan antar tetangga.Dan setiap masyarakat atau wisatawan yang dating ke desa tersebut dilarang menggunakan kendaraan terutama roda 4.

3.10

Detail Bahan Dan Ornamen BangunanBahan Bangunan Yang digunakan oleh masyarakat desa Panglipuran menggunakan batu bata merah, Atap terbuat dari bamboo yang disusun sedemikian rupa sehingga tidah bocor.Ornamen bangunan desa panglipuran tidak jauh berbeda dengan di desa ata daerah lain di bali.Ornamen yang khas menjadi ciri keseragaman kebdayaan dibali. Yang berornamen paling banyak adalah pada bagian barat Bangunan, dan pada pure.

Gambar 3.17 pura utama 3.2

Bangunan Suci3.2.1

Pengertian dan Fungsi Bangunan Suci

Bangunan suci sering juga disebut dengan istilah Pelinggih. Yang merupakan salah satu simbol alam semesta yang dalam Agama Hindu dianggap sebagai Sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bangunan Suci terdapat ditempat-tempat suci terdapat ditempat tempat suci yaitu di sanggah, Pemerajaan, Pura Pura seperti Pura Khayangan, Pura Dang Khayangan, Pura Khayangan Tiga, Pura Dadia, Pura Kawitan, Pura Paibon dan pura pura lainnya.

Bangunan Suci berfungsi sebagai sarana bagi umat Hindu yang mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk Bali untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya dan memuja roh suci leluhur dengan berbagai tingkatannya sehingga dapat menigkatkan kualitas umat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dan sebagai sarana untuk mengagungkan kebesaran Tuhan dengan segala perwujudannya sehingga diperuntukan sebagai tempat mempersembahkan rasa baktinya dengan menghaturkan persembahan atau korban suci. Bangunan Suci pada pada pura umumnya terdiri atas 3 macam yaitu :

Bangunan Suci Utama (Pelinggih sebagai Sthana Hyang Widhi , para Dewa dan leluhur).

Bangunan Suci Pengiring (pelinggih untuk Dewa / Bhatara atau Bhutakala sebagai pengiring Dewa/Bhatara atau Bhutakala merupakan bangunan suci pengiring). Bangunan Suci Tambahan(pelinggih yang ditambahkan pada pura yang sebelumnya belum ada ditempat semula). 3.2.2

Filosofi dan Jenis Bangunan SuciFilosofi Bangunan Suci merupakan konsep penyatuan kekuatan Lingga (terlihat pada atap) dan Yoni (terlihat pada parasnya). Selain itu juga konsep Tri Bhuwana yaitu Bhur, Bwah, Swah Loka. Dasar bangunan merupakan Bhur Loka, badan bangunan sebagai sebagai Bwah Loka, atap bangunan adalah Swah Loka. Dan berbagai macam bangunan yang dikenal di Bali, yaitu :

Padmasana

Meru

Gedong

Kemulan Rong Tiga

Dewa Hyang Rong Kalih

Menjangan Sakaluang

Pelinggih Taksu

Penunggun Karang

Tugu

Dan Lain - lainSedangkan proses pembangunan bangunan suci pun memiliki ritual yaitu (mendem dasar, pemakuhan, pemelaspasan dan ngenteng linggih). Tujuan dari proses adalah agar bangunan dapat memberikan pengaruh kesucian pada umatnya.

Sumber dari buku Arsitektur Bangunan Suci karya Ngakan Ketut Acwin Dwijendra,ST,MA

3.3

Jenis Bangunan Suci 3.3.1

Padsamana3.3.1.1 Pengertian PadsamanaPadsamana adalah bangunan suci untuk mensthanakan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sanghyang Widihi)sebagai simbol, dan gambaran dari makrokosmosatau alam semesta (buana agung). Bangunan ini banyak dijumpai hampir diseluruh bangunan yang ada di Bali. Bahkan Padmasana ditempatkan sebagai bangunan suci utama, namun masih banyak filosofi yang masih belum diketahui dan masih perlu penelitian mendalamPadmasana berasal dari bahasa Kawi yang terdiri dari dua kata yaitu Padma artinya bunga teratai atau batin atau pusat, dan Asana artinya sikap duduk atau tuntutan atau nasehat atau perintah. Dan ada juga yang berpendapat bahwa Padsamana berarti tempat duduk teratai merah sebagai sthana suci Tuhan Yang Maha Esa. Dari dua gambaran tersebut menyatakan bahwa teratai merupakan simbol tempat duduk bagi Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa,atau arti lain bahwa Padsamana adalah gambaran dari alam semesta ( makrokosmos). 3.3.1.2Sejarah Bangunan suci yang berbentuk Padmasana sejarahnya dapat dilihat pada Lontar Dwijendra Tattwa bangunan ini dikembangkan oleh Danghyang Dwijendra atau nama lainnya adalah Danghyang Nirartha atau Pedanda Sakti Wawu Rauh. Beliau datang ke Bal pada tahun 1489 M, pada periode pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel (1460 1550)dengan tujuan untuk menyempurnakan kehidupan agama di Bali.

Gambar 3.18 adalah contoh dari PadsamanaDalam lontar Dwijendra Tattwa menceritakan bahwa pada saat beliau memasuki Pulau Bali, beliau masuk kedalam mulut naga besaar dan didalamnya beliau melihat ada bunga teratai ysng sedang mekar tetapi bunga tersebut tidak mempunyai sari. Dan dari hal tersebut tergambar bahwa naga tersebut adalah naga Anantabhoga, yang merupakan simbol dari Pulau Bali. Dimana sebelum kedatangan beliau agama Hindu sudah berkembang dengan baik di Bali, tetapi pemujaannya hanya ditujukan kepada dewa dewa sebagai manifestasi Ida Sanghyang Widhi, dewa dewa inilah yang dilambangkan sebagai bunga teratai yang tidak mempunyai sar. Kemudian, Danghyang Nirartha menganjurkan masyarakat Bali untuk menambah bentuk pelinggih berupa Padmasana untuk menyempurnakan simbol yang mewujudkan Tuhan Yang Maha Esa ( Hyang Widhi) secara lengkap.3.3.2 Simbol dan Makna

Gambar 3.19 Padsamana Dalam lontar Padma Buana, Mpu Kuturan menyatakan bahwa Bali sebagai Padma Buana, bunga teratai (padma) dijadikan simbol semesta Sthana Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam lontar Dasa Nama Bunga menyebutkan bahwa bunga teratai adalah rajanya bunga (Raja Kesuma) karena bunga ini hidup ditiga alam yaitu akarnya menancap pada lumpur, sedangkan batangnya diair dan bunganya berada diatas udara. Karena bunga ini hidup ditiga alam sehingga bunga ini adalah simbol Tri Loka/ Tri bhuwana Stana Hyang Widhi Wasa dan bunga daunnya yang berlapis lapis sebagai perlambang dari sembilana arah penjuru mata angin alam semesta.

Posisi Padmasana adalah sikap duduk bersila dengan kedua telapak kaki dilipat keatas, sehingga tampak seperti posisi yang beebentuk lingkaran. Simbol Padmasana menggambar tingkatan alam, yaitu Tri Loka (Alam Bhur, Bwah dan Swah). Hal ini terlihat dari Bhedawang Nala dengan dua Naga (Anantabhoga dan Basuki). 3.3.3

Bentuk Padmasana Bentuk bangunan Padmasana serupa dengan candi yang dikembangkan dengan pepalihan, Padmasana terdiri atas bagian bagian yaitu :

kaki disebut Tepas, pada bagian kaki (dasar) terdapat ukiran berwujud Bedawang Nala (empas/kura-kura) yang dibelit oleh Naga Antabhoga dan Naga Basuki yang mengikat antara empas dan dasar dari bangunan Padmasana.

badan disebut Batur , pada Batur terdapat ragam hias berupa Pepalihan, karang goak, simbar, karang asti/gajah, burung garuda, angsa dan patung patung Dewa.

kepala disebut Sari, terdapat singhasana seperti kursi yang diapit oleh Naga Tatsaka yang terbuat dari paras yang diukir bentuknya.

Gambar 3.20 Potongan Padsamana 3.3.4 Tipologi Padmasana Menurut Lontar Wariga Catur Wisana sari tipologi berdasarkan tata letak nya dibedakan berdasar arah mata angin (penginder-ider Bhuwana) terbagi 9 yaitu: Padma Kencana, terletak di Timur (purwa) menghadap kebarat(pascima). Padmasana, disebelah Selatan ( daskina) menghadap ke Utara (uttara). Padmasari disebelah Barat (pascima) menghadap ke Timur (Purwa). Padma Lingga di Utara (uttara) menghadap ke Selatan (Daskina). Padma Asta Sedhana di Tenggara (agneya) menghadap ke Barat Laut (wayabya). Padma Noja diBarat Daya (Nairity) menghadap ke Timur Laut (airsaniya). Padma Karo di Barat Laut (wayabya) menghadap ke Tenggara (agneya) . Padma Saji di Timur Laut (airsaniya) menghadap ke Barat Daya (Nairity). Padma Kurung di tengah tengah Pura (Madya) menghadap ke pintu keluar/masuk (pemedal).Pemilihan letak Padmasana berdasarksn pertimbsngsn letak Pura dan konsep Hulu Teben. Kepala dianggap sebgai Hulu, badan sebagai Madya kaki sebagai Teben. Hulu Teben memakai dua acuan yaitu Timur sebagai Hulu dan Barat sebagai Teben, atau Gunung sebagai Hulu dan Laut sebagai Teben.

Gambar 3.21 contoh lainnya bentuk Padsamana

Sedangkan berdasarkan bentuk bangunan Padmasana dibedakan berdasarkan Rong ( ruang) dan Pepalihannya (tingkat atau undag ) terbagi atas 5 yaitu ;

Padma Anglayang, memakai dasar Bhedawang Nala, bertingkat tujuhdan dipuncaknya terdapat 3 ruang.

Padma Agung, memakai dasar Bhedawang nala, bertingkat/ berpalih lima dan dipuncak terdapat dua ruang.

Padmasana, memakai dasar Bhedawang nala, bertingkat/ berpalih lima dan dipuncaknya terdapat satu ruang.

Padmasari, tidak memakia dasar Bhedawang nala, bertingkat/ berpalih tiga(palih taman/bawah, palih sancak/tengah dan palih sari/atas)dan dipuncak terdapat satu ruang. Padma Capah, tidak memakai dasar Bhedawang nala, bertingkat / berpalih dua (palih taman/bawah dan palih Capah/atas)dan dipuncaknya terdapat satu ruang.

Pemilihan bentuk kelima jenis tipologi Padmasana tersebut berdasarkan pertimbangan kemampuan Penyunsung melaksanakan upacara, baik ketika mendirikannya maupun pada setiap hari piodalanya.

3.3.5

Simbol Elemen dan Ornamen Pada Padmasana Bunga Teratai (sebagai simbol Sthana Sang Hyang Widhi)

Bunga teratai adalah rajanya bunga sehingga bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat menggambarkan Sthana kesucian, dan keagungan Hyang Widhi. Bhedawang Nala

Didalam karya arsitektur Bhedawang dilukiskan sebagai penyu/kura kura raksasa yang kepalanya mengeluarkan api, kata Nala yang berasal dari kata anala (dari bahasa sanskrit) yang artinya api. Dan Bhedawang artinya suatu kelompok (unit) yang meluangkan adanya api. Api disini bisa dalam arti nyata sebagai dapur magma inti bumi, dapat juga dalam arti simbolis lain yaitu energi kekuatan hidup. Dari Naga Antabhoga, Naga basuki dan Naga Tatsaka (simbol Tanah, Air, dan Udara sebagai gambaran alam semesta)

Didalam bangunan Padmasana lukisan Naga yang melilit Bhedawang ada dua Naga Anantabhoga dan Naga Basuki, dan Naga Tatsaka digambarkan pada singasana yaitu bagian atas dari Padmanasa yang menyerupai kursi tersebut dan untuk kebutuhan senirupa Naga Tatsaka yang bersayap dilukiskan dua ekor. Burung Garuda (sebagai simbol manusia yang mencari kebebasan )Garuda dalam posisi terbang dibelakang badan Padmasana merupakan simbol manusia yang menginginkan kebebasan melalui pelepasan ikatan diri dengan duniawi.

Angsa ang mengepak sayapnya (simbol Candra-Wisnu-Nada dan menggambarkan Atman (manusia)ang ingin bersatu dengan Brahman ( Hang Widhi)Simbol angsa yang mengepakan saapnya melambnagkan simbol dari Candra Windu dan Nada , kedua sayapnya yang menggepak menggambarkan Ardha Candra, kepala Angsa menggambarkan Windu dan mulut atau cocor angsa Menggambarkan Nada . pendapat lain tentang angsa adalah lukisan dari Omkara, Brahmana atau Atman. Dan Angsa juga melambangkan dari jiwa (soul atau roh).

Ukiran Acintya (simbol perwujudan Ida Sang Hyang Widhi)Ukiran Acintya diletakan dibagian atas depan adalah sebagai simbol Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi)yang tidak dapat dilihat, dipikirkan wujudnya, diraba, namun vibrasinya dapat dirasakan.

Gambar 3.22 Padmasari Contoh contoh Padsamana adalah Padma Buwana ang ada di Pura Besakih, Padma Capah diKetewel Gianar, di Mengwi Badung, diPura Gelap besakih, Padmasana di Griya Gede Banjar Anyar Tabanan, Padsamana dipura Gelap Besakih, Padsamana diPura Dalam Puri Ubud, Padsamana diPura Dalem Demade Bangli, Padmasana di Pura Jaganatha Kota Denpasar.

Sumber dari buku Arsitektur Bangunan Suci karya Ngakan Ketut Acwin Dwijendra,ST,MA 3.4

Sanggah Kemulan 3.4.1

PengertianSanggah Kamulan terdiri dari 2 kata yaitu Sanggah dan Kemulan adalah perubahan ucapan dari kata sanggar. Arti sanggar menurut lontar keagamaan diBali adalah tempat pemujaan. Sedangakan Kamulan berasal dari kata mula (sanskrit) yang berarti akar, umbi, dasar, pemulaan, asal. Awalan Ka dan akhiran -an menunjukkan tempat pemujaan asal atau sumber.Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan asal atau sumber.3.4.2

Sejarah Sanggah Kamulan

Gambar 3.23 Gambar dari Sanggah Kamulan Sanggah Kamulan menurut Tattwanya, jelas bersumber dari ajaran agama Hindu, aspek Jnana Kanda dan etikanya yang bersumber dari sistem Yoga, Wedanta, Samkhya dan Siva Sidhanta. Sedangkan latar belakang etikanya adalah kewajiban (Swadharman) dari keturunan atau Pretisantana untuk selalu memuja leluhurnya. Pustaka suci agama Hindu banyak sekali menguraikan tatat cara pemujaan leluhur, yang lazim disebut Sraddha. Dengan demikian Sanggah Kamulan sebagai tempat leluhur dalam rumah tangga Bali adalah setua , masuknya agama Hindu di Indonesia. Dapat diperkirakan bahwa Mpu Kuturan lah ang mengajarkan agar setiap Karang perumahan bagi umat Hindu di Bali didirikan Sanggah Kamulan. 3.4.3

Filosofi dan Makna Pengertian Sang Hyang Kamulan adalah : Dasar Hukum Pendirian Sanggah Kemulan Sanggah Kemulan Berarti Asal atau Mula sehingga dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa yang di puja pada Sanggah Kemulan tidak lain merupakan sumber atau asal dari mana manusia. Hyang Kamulan adalah Sanghyang Triatma

Dalam lontar Gong Wesi, Usana Dewa, Tattwa Kepatian dan Purwa Bumi Kamulan, isi lontar- lontar tersebut menyatakan bahwa yang bersthana pada Sanggah Kamulan adalah Sanghyang Triatma. Yaitu karena manusia ada karena adanya atma yang lahir, dan atmalah yang menjadi sumber adanya manusia. Manusia dalam dalam bahasa Sanskrit yang telah berubah menjadi bahasa Bali Halus yaitu Jatma yaitu berasal dari kata ja yang berarti lahir dan juga berasal dari kata atma yang berarti roh, jadi Jatma adalah roh yang lahir. Hyang Kamulan adalah Roh Suci Leluhur

Dalam lontar Purwa Bhumi Kamulan menyatakan bahwa Atma yang telah disucikan disebut Dewapitara juga disthanakan dalam Sanggah Kemulan.

Hyang Tri Murti Dewanya Sang Hyang Tri AtmaHyang Kamulan lebih tinggi, karena telah disebutkan bahwa penyatuan Sanghyang Tri Atma adalah Hyang Tuduh/tunggal yang menjadi Brahma sebagai Sang Pencipta.

Gambar 3.24 Sanggah Kamulan Dari kesemuanya itu dapat dikatakan bahwa Kamulan atau Kawitan sesungguhna mengandung makna yang sangat tinggi yang mnerupakan asal muasal manusia yang tidak lain dari Ida Sang Hyang Widhi sendiri dengan semua manifestasinya. 3.4.5

Jenis Sanggah Kemulan

Sangggah Kamulan terdiri atas 3 jenis menurut dimensi dan kondisinya antara lain sebagai berikut :

Turus Lumbung, adalah Sanggah Kamulan darurat, biasanya Sanggah Ini ada karena belum mampu membuat Sanggah Kamulan yang permanen. Satu tahun setelah membuka karang diharapkan dapat membangun Sanggah Kamulan permanen. Sanggah Penentegan, adalah Sanggah Kamulan yang hanya berfungsi sebagai tempat Negesgang ( membuat ketentraman) dengan memuja Hyang Kawitan bagi mereka yang baru berumah tangga. Kamulan Jenis ini banyak ditemui di Bangli bagian atas, setiap masyarakat yang telah berumah tangga atau yang baru menikah diwajibkan untuk mendirikan sebuah Sanggah Penegtegan. Kamulan Jajar, sesuai dengan namanya Sanggah ini terdiri dari dua saka (tiang)yang berjajar dimuka dan menancap langsung pada bebaturan atau palih batur. Di samping itu, Kamulan jenis ini mempunyai tiga ruang yang berjajar terdiri atas tiga bagian yaitu bebaturan, ruang lepitan dan ruang gedong sampai atapnya.3.5

Tata Letak dan Bahan

Tata letak Sanggah Kamulan, umumnya terletak di Timur menghadap ke Barat berjejer dengan Angrurah seperti pada gambar Gambar 2.25 tata letak Sanggah Kamulan

Keterangan :A:Palinggih Kemulan

B:Palinggih Taksu

C:Angrurah

D:Pahyasan

E:Pemedal

Dalam Lontar Astakosala Kosali diuraikan kayu yang baik untuk bahan banguanan tradisional Bali adalah: Cendana tergolong kayu Prabu (Utama).

Menengen tergolong kayu patih (Madya).

Cempaka tergolong kayu arya (utama).

Majagau tergolong kayu demung ( Madya).

Suren tergolong kayu demung (nista).

Tapi pada masa sekarang orang memakai kayu tewel, Cendana, menengen, atau cempaka hanya sebagai sisipan saja misalnya tugeh, iga iga.

Gambar 3.26 Bentuk Sanggah Kamulan 3.6

Perkembangan Elemen Secara umum Sanggah Kemulan dapat dibagi menjadi dua, menurut tingkatannya, yaitu ;

Kemulan Agung yaitu Sanggah Kemulan pada bagian badannya terdapat bagian yang bernama Batur Sari.

Kemulan Biasa yaitu Sanggah Kemulan dengan bagian Pengawak menggunakan Banjah dan tidak memiliki Batur Sari.

Beberapa contoh dari Kemulan yang ada diBali seperti Kemulan yang ada di Desa Panglipuran Bangli, Kemulan di Tampak Siring Gianyar, Kemulan di Desa Ketewel Sukawati, Kemulan di Tegalalang Gianyar.Sumber dari buku Arsitektur Bangunan Suci karya Ngakan Ketut Acwin Dwijendra,ST,MA

Gambar 3.27 Contoh kemulan yang ada di desa Panglipuran

Gambar 3.28 Contoh Sanggah Kamulan

BAB IV

ANALISA4.1Analisa Fungsi BentukBentuk bangunan tidak ada yang mengalami perubahan, tetapi jika dilihat dari segi fungsinya, ada beberapa rumah yang beralih fngsi menjadi tempat berjualan. Tetapi hanya sebagian kecil saja dan tidak terlalu mencolok karma letaknya di dalam lokasi rumah dan lagi pula setiap rumah dipagari dengan tembok yang cukup tinggi. Jadi jika dilihat dari luar tempar berjualan tersebut tidak terlihat.Sama seperti bangunan yang ada di Desa Panglipuran bangunan suci yang ada di Bali juga tida mengalmi perubahan bentuk. Dari dulu sampai sekarang banguna suci itu masih tetap bertahan bentuknya. Tidak ada perubahan, perubahan yang mungkin terjadi adalah perubahan bahannya, karena apabila ada yang rusak atau sudah tidak layak pakai lagi bangunan mungkin diperbaiki atau direhab, sehingga ada yang bisa lebih modern di bahan bangunan nya. 4.2Analisa Fasilitas dan Jenis Kegiatan

Fasilitas yang terdapat di desa Panglipuran dari tahun ketahun tidak mengalami peru bahan, jika di lihat dari segi kegiatan tntulah banyak yang berubah, dari jaman dulu masyarakatnya sebagian besar adalah seorang petani namun seiring perkembangan jama dan seiring banyaknya wisatawan local atapun wisatawan asing yang berdatangan ke desa Panglipuran, Ada beberapa warga masyarakat yang memanfaatkan kesempatan itu dengan cara berjualan, berbagai macam yang dijual oleh masyarakat diantaranya pernak pernik bali dan ada juga warung makan yang terdapat di depan rumah.

Jenis kegiatan yang terjadi di bangunan suci adalah melakasanakan ibadah untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal-hal yang mungkin terjadi di tempat ibadah seperti itulah kegiatan yang ad di bangunan suci. 4.4 Analisa LansekapDesa Panglipuran merpakan pemukiman kecil dengan pola Linear yang tegas.Ruang ternbuka utama yang juga menjadi koridor sirkulasi utama desa terbentang dari selatan sampai puncak tertinggi di utara. Ruang terbuka ini di sebut Burung Gede. Pada setiap sisi jalur berderet rumah-rumah penduduk yang tertutup pagar tembok.Gamba 4.1 gerbang masuk kedalam pura pada tiap rumah

Selain menjadi koridor sirkulasi utara-selatan ruang terbuka ini juga berperan penting dalam kegiatan upacara dan keagamaan di desa.Sejumlah fasilitas umum seperti Lumbung Desa dan Balai Banjar beserta serangkaian kuil-Pura Ratu Pingit dan Pura Dalem Tampuangan yang menjadi tempat penyimpanan peralatan upacara diletakkan disepanjang jalur ini dan di jng utara desa.Sebuah monument perjuangan rakyat Bangli pada masa perang kemerdekaan melawan penduduk colonial di tahun 1940an di bangun di ujung selatan desa. 4.6 Analisa StrukturHasil Analisa ternyata dari tahun 2007 hingga 2011 tidak mengalami perubahan baik dari bentuk bangunan ataupun bahan bangunannya.

Dibawah ini adalah gambar hasil dari sumber Internet dan data pribadi

gambar 4.2 struktur atap di tiap bangunan

sumber dok Pribadi , oktober 2011

Gambar 4.3 bentukan desa dan atap rumah yang terlihat jelas Sumber : http://pojok-bali.blogspot.com/2007/12/berpoligami-dikucilkan-di-karang-memadu.html

Gambar 4.4 tembok dan atap dapat dilihat pada gambar ini

Sumber : Data Pribadi KKL Oktober 2011Sumber : Data Pribadi KKL Oktober 2011

Gambar4.5 atap yang terbuat dari bambu

Gambar 4.6 struktur atap, `

gambar 4.7 struktur atap

Gambar 4.8 susunan bambu juga struktur atap gambar , Gambar 4.9 pengaplikasian bambu

Gambar 4.10 struktur atap Gambar 4.11 contoh lain atap yang sdah terbuat dari genting

Gambar4.12 atap yang terbuat dari jerami Gambar4.13 dinding dan atap yang terbuat dari bambu 4.7Analisa Detail Bahan dan Ornamen Bangunan

Gambar 4.14 ukiran patung dan hiasan yang lain yang bisa dijumpai di Panglipuran

Gambar 4.15 detail ukiran pada dinding

Gambar gambar yang ada adalah beebrapa contoh detail oranamen yang ada di rumah maupun pure pure yang ada di panglipuran dan banguna Suci di Bali ornamen tersebut sangat rumit dengan berbagai

Gambar 4.16 detail ukiran pada tembok pembatas

variasidan berupa ukiran ukiran batu yang merupakan ciri khas Bali ukiran ukirannya yang sangat variatif dan banyak.BAB V

Penutup5.1 Kesimpulan Dari analisa yang telah dibuat dapat ditarik kesimpulan yaitu desa adat Panlipuran merupakan suatu desa yang bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi juga sebagai tujuan wisata. Desa yang terbentuk pada Jaman Bali Mula ini pada mulanya berasal dari kata Lipur yang artinya menghibur. Dengan pola desa yang linier serta posisi utama mandala, madya mandala dan Nista Mandala sangat terlihat jelas. Juga keharmonisan atau keteraturan dalam tatanan tiap rumah. Dan pola linier itu berpatokan dengan lontar Asta Kosala Kosali. Dari analisa yang ada terbentuk bahwa desa Adat Panglipuran memiliki kelebihan dari desa Adat yang lain yang ada di daerah Bali Lainnya. Adalah keseraisaannya pada gerbang masuk tiap rumah dan itu hal yang lebih dari desa adatv Panglipuran dan hebatnya dari pola maupun keserasiannya itu masih bertahan sampai sekarang tidak ada yang berubah dari pola itu .

Kemudian hal lain yang bisa kita simpulkan dari laporan ini adalah bahan bangunan yang dipakai oleh masyarakat untuk membangun rumahnya maupun pura dirumah yang rata dinding dari bambu juga atap dari bambu serta atap ijuk maupun bahan bangunan yang lain serta bentuknya tidak berubah dari dulu pada tahun 2007 sampai tahun sekarang 2011 tidak ada perubahan yang signifikan , atau masih tetap terjaga keasliaan dari desa Panglipuran ini , walaupun sekarang ada sudah rumah warganya yang memakai genting . Boleh dikatakan dari dahulu sampai sekarang begitu banyak hal yang ada di dalam desa panglipuran baik secara fisik bangunan maupun nonfisik seperti adat kebiasaan maupun keagamaan di Desa Adat Panglipuran ini tidak bsnysk berubah semuanya masih dipertahankan oleh masyarakata di Desa nya secara turun temurun. Sedangkan untuk Bangunan Suci tidak ada perubahan baik bentuk ataupun hal- hal lainnya yang terkait dengan Bangunan Suci karena fungsi utama bangunan Suci adalah sebagai sarana bagi umat Hindu untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi, serta sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dari tahun Ketahun tidak ada perubahan bentuk dan filosofi semuanya tetap sama hanya apabila bangunan tersebut rusak atau ada ada bagian bangunan yang sudah tidak dapat dipakai lagi maka bisa terjadi perbaikan. Bagi kita orang biasa hanya mengenal Pura sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu , tetapi sebenarnya didalam Pura pun ada lagi tempat untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa yaitu Bangunan Suci. Dan bangunan suci tersebut masih memiliki jenis jenis nya tersendiri dengan makna fungsi dan filosofi yang mempunyai tujuan yang sama tetapi tetap memiliki perbedaan.

5.2

Saran

Diharapkan dengan adanya laporan ini dapat diketahui hal hal mengenai desa Panglipuran dimana nilai budaya maupun agama berperan dalam pembentukan arsitektur didalamnya. Bagaimana hubungan yang dapat kita ketahui antara arsitektur dengan agama bagaimana mana agama itu sendirimembentuk pola dalam hidup juga ilmu arsitektur. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari Desa Panglipuran dan Bangunan Suci adalah bagaimana hal- hal kecil tentang keaslian hidup mereka masih mereka pegang dan tetap mereka lestarikan sampai generasi mereka yang sekarang walaupun jaman dengan cepat berubah , tetapi mereka tetap bertahan dengan Adat mereka , bangunan mereka, hal itu yang masih perlu kita contoh dan seharusnya memang kita laksanakan dalam kenyataannya. Serta bagaimana kita harus mulai mencintai budaya kita sendiri yaitu daerah kita Kalimantan Tengah karena dengan kita tau dan mengerti kita siap menerima budaya luar yang masuk ke daerah kita. DAFTAR PUSTAKA

www.kayunbali.comhttp://www.arsitektur.net/2007-1-1/novelisa_geometri.htmlSumber : materi kuliah Arsitektur Tradisional I Oleh Noor Hamidah ST. MUP , 2005

materiArsitektur Tradisional I Sebagai Pengantar oleh Tari Budayanti Usop , ST.MT

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/7/18/ip1.html

http://bhagawandesain.blogspot.com/2010/01/filosofi-arsitektur-tradisional-bali.htmlid.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Bali

google map search http://ochamind.blogspot.com/2010/11/desa-tradisional-penglipuran.htmlDokumen pribadi KKl Oktober 2011Dwijendra Ngakan Ketut Acwin ST,MA Denpasar 2008, Arsitektur Bangunan Suci Hindu. EMBED AutoCAD LT.Drawing.17

56Teknik Arsitektur

_1387390212.dwg