Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami kalipasir (1671-2001)...
Transcript of Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami kalipasir (1671-2001)...
Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami kalipasir
(1671-2001) M
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Disusunoleh:
Disusun oleh :
RIZQAL FADILLA
1113022000017
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
I
ARSITEKTUR TIONGHOA PADA MASJID JAMI KALIPASIR 1671-2001 M
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Rizqai Fadilla
NIM : 1113022000017
Pembimbing
Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.ag
NIP : 19560817 198603 1 006
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul ARSITEKTUR TIONGHOA PADA MASJID JAMI
KALIPASIR 1671-2001 M telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 12 Maret 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi Sejarah dan
Peradaban Islam.
Jakarta, 12 Maret 2019
Panitia Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
H. Nurhasan, MA. Sholikatus Sa’diyah, M. Pd.
NIP. 19690724 199703 1 001 NIP. 19750417 200501 2 007
Anggota,
Penguji I Penguji II
Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag. Drs. M. Ma’ruf Misbah, M.Ag.
NIP. 19590115 199403 1 002 NIP. 19591222 199103 1 003
Pembimbing
Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.ag.
NIP : 19560817 198603 1 006
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan sudah saya cantumkan sesuai dengan ke-
tentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karta orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Maret 2019
Rizqal Fadilla
iv
ABSTRAK
Skripsi ini meneliti tentang arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami
Kalipasir dalam dakwah islam ke daerah Tangerang dari tahun 1671-2001 M. Da-
lam merekontruksi skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif, seperti in-
terview (wawancara), studi pustaka, dan observasi langsung kepada sumber-
sumbernya. Setelah dilakukan kajian dengan metode-metode tersebut, dapat
diketahui bahwa Pangeran Kuripan mendirikan Masjid Jami Kalipasir di Tange-
rang dengan menggunakan gaya arsitektur Tionghoa agar masyarakat Cina setem-
pat mengetahui bahwasannya agama Islam sebagai agama mempersatu seluruh
umat dan dijadikan daya tarik umat Tionghoa yang ingin belajar dan ingin me-
meluk agama Islam. Masjid Jami kalipasir dijadikan tempat syiar Islam di Tange-
rang.
Kata Kunci : Arsitektur, Tionghoa, Masjid, dan Kalipasir
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur untuk kehadirat Allah
Subhanahu wata‟ala yang telah memberikan nikmat yang tiada terhitung, dan
dengan kasih sayang-Nya kita dapat terus bernafas dan berbuat di dunia ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muham-
mad SAW.
Banyaknya rintangan dan hambatan yang penulis hadapi dalam
merampungkan skripsi yang berjudul: ARSITEKTUR TIONGHOA PADA
MASJID JAMI KALIPASIR 1671-2001 M. Namun, semua rintangan dan ham-
batan itu bisa terlewati sedikit demi sedikit dan setahap demi setahap dengan
usaha dan kerja keras. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan terima kasih
setulus-tulusnya kepada mereka semua, diantaranya:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA. selaku Rektor Uni-
versitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Saiful Umam, MA,Ph.D. selaku Dekan Faultas Adab dan Humaniora.
3. Bapak Nurhasan, MA. selaku Ketua Program Studi Sejarah dan Perada-
ban Islam yang telah membantu penulis selama menjadi mahasiswa da-
lam beberapa hal yang berhubungan dengan birokrasi universitas se-
hingga segalanya menjadi mudah.
4. Ibu Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Sejarah
dan Peradaban Islam yang telah banyak membantu penulis saat menjadi
mahasiswa di prodi Sejarah dan Peradaban Islam tercinta ini baik yang
vi
berkenaan dengan surat menyurta maupun motivasi untuk terus berkem-
bang menjadi pribadi yang lebih baik.
5. Ayahanda Abdul Wahid Hasyim, M.ag. selaku dosen pembimbing akad-
emik dan sekaligus dosen pembimbing yang memberikan banyak ma-
sukan serta saran kepada penulis untuk terus mencari sumber primer da-
lam penulisan sejarah, serta segala kemudahan yang penulis dapatkan
ketika menjadi mahasiswa bimbingan beliau.
6. Seluruh Dosen Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hi-
dayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan wawasan yang ban-
yak bermanfaat.
7. Seluruh staff pegawai Fakultas Adab dan Humaniora yang telah baik
membantu segala urusan akademik dan administrasi.
8. Ahmad Syairodji, selaku narasumber yang bersedia meluangkan waktu
di tengah-tengah kesibukannya untuk penulis wawancarai.
9. Keluargaku, Ibundaku Farida Rosiana, Ayahandaku Samsu Rohmat dan
adik tercintaku Rizal Firdaus dan Firsa Sofhie Alifia Rachman yang
selalu memberikan dukungan setiap hari baik moril maupun materi tak
terhingga dan didikan di rumah ini menjadikan penulis menjadi pribadi
yang memiliki karakter.
10. Himpunanku, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas
Adab dan Humaniora (KOFAH) Cabang Ciputat, yang telah menjadi
tempat penulis belajar berorganisasi dan belajar banyak hal. Terima
kasih kepada senior-junior yang tidak bisa disebutkan namanya satu-
vii
persatu. Namun penulis harus berterima kasih kepada Rian Wahyudin,
Muhammad Mukhtar Luthfi, M. Syafiq Naufal, Irvan Hidayat, Dyah Diu
Djembawati teman-teman seperjuangan di komisariat.
11. Teman-teman seperjuangan di SPI 2013, dan senior-senior yang saking
banyaknya sehingga tidak bisa disebutkan satu-persatu, namun penulis
merasa harus berterima kasih kepada, Rian Wahyudin, Muhammad
Mukhtar Luthfi, M. Syafiq Naufal, Irvan Hidayat, Dyah Diu Djembawa-
ti, Bang Mayong, Bang Johan, Firdaus, Ahmad Al-Faiz, Naufan, ka dan-
ty, Mba Lilis.
12. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Jursan (HMJ-SPI) Sejarah dan
Peradaban Islam, Senat Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
(SEMA-FAH) Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Adab dan Hu-
maniora (DEMA-FAH), Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas
(DEMA-U), tempat penulis meluangkan waktu untuk berproses dan
berorganisasi.
13. Teman-teman KKN CERITA, Ryan, Faisal, Heri, Intan, Dewi, Nadia,
Widia, Nelly, Riskie
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA ............................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………...…………………………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………..4
D. Metode Penelitian ............................................................................. 5
E. Tinjauan Pustaka Terdahulu ............................................................. 6
F. Kerangka Teori.................................................................................7
G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 7
BAB II MASJID JAMI KALI PASIR
A. Latar Belakang Berdirinya Masjid Jami Kali Pasir .......................... 9
B Kondisi Masjid Jami Kali Pasir 1671-2001 M…………………….13
BAB III ARSITEKTUR TIONGHOA
A. Hakikat Arsitektur Tionghoa……………………………………...15
B.Ragam Arsitektur Tionghoa……………………………………….19
C.Pemanfaatan Arsitektur Tionghoa....................................................24
BAB IV ARSITEKTUR TIONGHOA PADA MASJID JAMI KALI
PASIR
A. Tata Peletakan Arsitektur Tionghoa Pada Struktur Masjid ............ 29
1. Bagian Dalam Masjid …………………………………………29
A. Mihrab……………………………………………………...30
2. Bagian Luar Masjid……………………………………………31
ix
A. Kubah………………………………………………………31
B. Menara……………………………………………………...33
B. Fungsi dan Peran Masjid Dalam Sosio Religius…………………35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42
LAMPIRAN .......................................................................................................... 44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1608 M datanglah Pangeran Kuripan dari Bogor ketempa
patilasan Ki Tengger Jati di Tangerang yang akhirnya didirikan masjid kecil yang
tiang penyanggahnya terbuat dari batang pohon kelapa dan atapnya dari daun
kelapa yang diberi nama masjid Jami Kali Pasir. Adapun letak masjid itu berada
di sebelah timur bantaran Kali Cisadane, tepat di tengah permukiman warga RT
02/04 Kelurahan Sukasari, Tangerang. Masjid ini memiliki luas sekitar 16×18 me-
ter persegi. Tidak jauh dari masjid itu terdapat Kelenteng Bon Tek Bio, di daerah
Ki Samaun, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang .tepatnya di dalam desa Kali
pasir, Kelurahan Sukasari, Tangerang.1Letak geografis bangunan masjid di
106‟37‟44,1” Bujur Timur dan 106‟37‟43,0” Lintang Selatan dan makam di
106‟37‟43,0”Bujur Timurdan 106‟10‟43,0” Lintang Selatan.2
Setelah Pangeran Kuripan wafat perperluasan masjid diteruskan oleh
anaknya yang bernama Tumenggung Pamit Wijaya pada tahun 1671 M. Ketika
kepemimpinan Tumenggung Pamit Wijaya masjid Jami Kali Pasir mulai diperluas
bangunannya. Sesuai dengan fungsinya, pembangunan masjid ini juga untuk ber-
ibadah umat Islam yang tinggal di kawasan itu. Bangunan masjid ini memiliki be-
berapa ciri khas, di antaranya tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati
sebanyak empat buah. Tiang-tiang penyangga itupun masih kokoh, akan tetapi
sekarang mulai keropos, oleh karena itu perlu diberi sanggahan besi agar lebih
kuat.
Selanjutnya kepengurusan masjid dilanjutkan oleh putra Tumenggung
Pamit Wijaya yaitu Raden, pada tahun 1712. Setelah itu, pada 1740 kepengurusan
1H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kali Pasir, Wawancara Pribadi, Kota Tan-
gerang, 8 November 2016 2www.tangerangkota.go.id/9-bangunan-dijadikan-cagar-budaya-kota-tangerang
(Diakses 13 Maret 2017 Pukul 22:28 WIB)
2
masjid diteruskan oleh Tumenggung Aria Ramdon yang diberi gelar Aria
Gerendeng II. Pada perkembangannya, kepengurusan masjid dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Tumenggung Aria Sutadilaga pada tahun 1780. Tu-
menggung Aria Sutadilaga diangkat dengan cara Bisluit VOC pada tanggal 16
Februari 1802-1823. Dan dilanjutkan kepengurusan masjid oleh Raden Aria Idar
Dilaga.3 Namun pada tahun 1865, kepengurusan masjid dilanjutkan, oleh Putri
Idar Dilaga, yakni Nyi Raden Djamrut dan suaminya Raden Abdullah sampai
tahun 1904. Setelah masa itu, putra Nyi Djamrut yang bernama Raden Jasin Juda
Negara melanjutkan kepemimpinan, membangun menara dan melakukan
rehabilitasi. Kemudian pada 1918, bagian dalam masjid juga dilakukan perbaikan,
bukan hanya oleh Jasin Juda negara, tetapi juga oleh H. Muhibi dan H. Abdul
Kadir Banjar.Masjid Kali Pasir telah mengalami beberapa kali pemugaran. Masjid
ini pertama kali dipugar oleh Idar Dilaga tahun 1830. Ketika itu bagian yang
dipugar hanya bagian yang sudah tua dan keropos saja. Kemudian pemugaran
kedua pada 1904, yaitu pada bagian menara. 4Pemugaran ketiga dilakukan pada
24 April 1959 yakni pada bagian masjidnya. Menarapun tidak luput dari
pemugaran. Terakhir, menara masjid dipugar tahun 1961. “Bangunan asli yang
terdapat pada Masjid Kali Pasir hanya beberapa saja, seperti tiang penyanggah,
menara bukan lagi seperti aslinya,” Pada bagian belakang masjid ini sebenarnya
terdapat beberapa makam termasuk makam bupati Tangerang yang pertama yaitu
yang bernama Raden H Ahmad Penna. Namun keberadaan makam tokoh Tange-
rang ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat.
Selain menjadi tempat ibadah dan syiar agama, masjid juga menjadi
tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa melawan
penjajah. Dari segi bangunan, menara masjid ini mirip dengan pagoda
Tiongkok. Dan setiap tahunnya warga kali pasir selalu memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW. Dengan tradisi arakan miniatur perahu sebagai simbol tibanya
3H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kali Pasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016. 4H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kali Pasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016.
3
para sesepuh Islam di Sungai Cisadane, Kota Tangerang. Dimulai sejak tahun
1926 dengan mengisi perahu dengan berbagai buah-buahan. Hal unik lain adalah
bentuk saf yang miring disandingkan dengan arah masjid. Bentuk saf tersebut ada
sejak awal pendirian masjid. Hal ini dikarenakan jika masjid dibangun sesuai arah
kiblat, maka rumah di sekitar masjid akan terbongkar.5
Kubah masjid Jami Kalipasir memeliki daya tarik yang unik karena ben-
tuknya yang tidak biasa. Kubah ini menjadi simbol penyebaran agama Islam di
daerah pasar Pama Tangerang, yang pada saat itu penduduk sekitar mayoritas be-
ragama Hindu-Budha. Kubah Masjid Jami Kalipasir mempunyai corak atau orna-
ment Tionghoa yang sengaja dibuat untuk mempermudah penyebaran agama Is-
lam pada saat itu. Kubah Masjid jami Kalipasir mempunyai lebar 4x4 cm, atasnya
berbentuk seperti buah nanas yang berwarnakan emas.
Menara Masjid jami Kalipasir yang didirikan pada tahun 1904 M juga
menjadi daya tarik yang unik karena kalua dilihat seperti pagoda yang berada di
Tiongkok. Menara ini juga mempunyai ukuran 3x3 m, tingginya 10 m dan
dibawah menara terdapat sebuah ruangan yang berfungsi untuk tempat mengambil
air wudhu. Dan terdapat sebuah pintu kecil untuk menuju ke halaman depan mas-
jid yang terdapat sebelas makam yang salah satunya merupakan makam salah satu
pengurus masjid.
Masjid jami Kalipasir merupakan akulturasi budaya yang dapat dilihat dari
berbagai perspektif, diantaranya perspektif arkeologis (benda-benda yang
digunakan masyarakat). Arsitektur bangunan, artefak, gaya hidup, pendidikan,
efigraf, dan ekofak dilingkungan masyarakat Tangerang secara arkeologis mem-
buktikan pandangan ini. Maka arsitektur Masjid jami kalipasir yang bergaya
5www.tangerangkota.go.id/9-bangunan-dijadikan-cagar-budaya-kota-tangerang (
Diakses 13 Maret 2017 Pukul 22:28 WIB)
4
campuran dengan dominasi arsitektur Cina menunjukan bahwa masyarakat mus-
lim di Tangerang pada tahun 1700 an mengalami akulturasi budaya.6
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan tema studi yang penulis pilih, dirasa perlu memberikan
batasan masalah terlebih dahulu agar tujuan yang dicapai lebih terarah. Masalah
pokok yang akan penulis kaji dalam skripsi ini adalah sejauh mana masyarakat
Tangerang mengetahui arsitektur Tiong Hoa dari latar berdirinya Masjid Jami
Kalipasir hingga sekarang.
Dengan mencermati latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang
muncul antara lain tentang :
1. Bagaimana pendirian Masjid Jami Kalipasir ?
2. Bagaimana Arsitektur Tionghoa ?
3. Bagaimana Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami Kalipasir ?
C. Tujuan Penelitian
.Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pendirian Masjid Jami Kalipasir.
2. Ingin mengetahui arsitektur Tionghoa
3. Ingin mengetahui arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami kalipasir.
6 Siregar, Parlindungan, The Mosque kebon Jeruk: a Potrait of Acculturation of Moeslem
Society in Jakarta 18th
century, Penerbit Atlantis Press, Jakarta.
5
D. Metode Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan ilmu sejarah digunakan untuk me-
maparkan tiap proses dalam peristiwa sejarah berdasarkan kronologis waktu.
Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan pendekatan arkeologi. Pendeka-
tan arkeologi digunakan untuk memahami segala hal yang berhubungan dengan
fisik masjid, terutama masalah struktur bangunan beserta maknanya. Pada pen-
dekatan ini (arkeologi) perspektif budaya merupakan sarana untuk melihat bentuk
fisik. Adapun dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode his-
toris yang meliputi empat tahapan7, yaitu:
Heuristik, adalah kegiatan untuk mencari data atau pengumpulan bahan-
bahan atau sumber sejarah. Adapun dalam pengumpulan data-data dan sumber
yang akan digunakan dalam membuat skripsi ini penulis mencari buku-buku di
perpustakaan yang berhubungan dengan judul. Sumber yang digunakan tidak han-
ya berasal dari buku melainkan juga berupa surat kabar, majalah serta artikel-
artikel tentang Arsitektur Masjid yang diperoleh dari internet. Sumber-sumber ter-
tulis tersebut ditemukan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaaan Nasional RI, Per-
pustakaan UI, Katalog Musik di Arsip Nasional RI serta majalah-majalah dan ko-
ran-koran di Arsip Nasional RI dan Perpustakaan Nasional. Selain buku-buku
dari perpustakaan-perpustakaan penulis juga mendownload buku dari Internet.
Penulis juga mewawancara pengurus masjid, adalah metode untuk mendapat
sumber secara lisan.
Verifikasi, adalah kritik sumber, usaha untuk mendapatkan sumber-sumber
yang relevan dangan cerita sejarah yang ingin disusun sesuai dengan judul.
Setelah mencari sumber-sumber dari perpustakan yang telah disebutkan, penulis
akan melakukan verifikasi terhadap sumber-sumber yang telah penulis temukan
seperti buku-buku, majalah, dan koran.
Interpretasi atau penafsiran sejarah yang juga disebut dengan analisis
sejarah, yaitu mencoba menguraikan sebab dan akibat kejadian tersebut. Karena
7 Dudung Abdurahman. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos. 1999 h. 54
6
itu, data-data yang sudah terkumpul dilakukan metode kritik sumber-sumber yang
sudah saya dapatkan mengenai Masjid Jami Kali Pasir seperti buku-buku,
majalah, koran, dan hasil wawancara.
Historiografi, adalah sejarah penulisan sejarah. Tahap ini adalah tahap
yang terakhir dalam penulis skripsi ini. Setelah melakukan tahap heuristik,
verifikasi dan interpretasi, selanjutnya dalam penulisan ini penulis berusaha
menyusun cerita sejarah menurut urutan peristiwa, berdasarkan kronologi waktu
dan tema-tema tertentu yang akhirnya isi inti dari skripsi atau klimaks dari skripsi
ini.
E. Tinjauan Pustaka Terdahulu
Karya-karya dengan sudut pandang arsitektur dalam lingkup kajian budaya
dan arsitektural masjid di Kali Pasir tidaklah banyak. Karya-karya yang ada
terbatas pada bahasan ekonomi dan politik. Pada kajian pustaka ini,ada beberapa
karya-karya dalam bentuk jurnal yang diambil oleh penulis sebagai pembanding
dari penelitian yang akan dilakukan. Karya-karya tersebut mempunyai perbedaan,
sehingga kajian tidak lah sama,8 meskipun data dan fakta yang tersaji dalam
karya-karya yang ada menjadi sumber rujukan penulis.
Buku karya Inajati Adrisijanti,9Arkeologi Perkotaan Mataram Islam,
merupakan hasil penelitian arkeologi antara kota di era Mataram Islam. Buku ini
secara singkat menyinggung eksistensi masjid-masjid di wilayah yang dulu terma-
suk Mataram Islam. Buku ini jelas berbeda sekali dengan penelitian yang akan
dibuat, terutama masalah tema yang akan diteliti, sebab tema penelitian ini adalah
masalah budaya yaitu arsitektur, meskipun unsur-unsur arkeologi sangat diper-
lukan dalam penelitian yang akan dilakukan.
8Johan Eko Prasetyo, Masjid Pathok Negoro Plosokuning 1724-2014 ( Kajian Arsitektur
Jawa ), (Ciputat: Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
UIN Syarif Hidayatullah, tidak diterbitkan, 2016. 9Inajati Adrisinjati, Arkeologi Perkotaan Mataram Islam, (Yogyakarta: Jendela,2000).
7
Karya-karya bentuk skripsi, penulis menemukan sebuah Skripsi Johan Eko
Prasetyo yang berjudul Masjid Pathok Negoro Plosokuning 1724-2014. Karya
ilmiyah tersebut mempunyai sedikit pembahasan yang sama dengan skripsi yang
penulis buat hanya saja berbeda daerah.
F. Kerangka Teori
Snouck Hurgroje mengatakan bahwa masjid di Indonesia merupakan
pusat pengaruh dan penyebaran Islam dan agama islam di Indonesia mempunyai
corak masjid tersendiri, suatu corak yang sangat berbeda dengan corak masjid
yang ada di Negara lain.10
Menurut Jacob Van Neck masjid di pulau Jawa
mempunyai bangunan yang istimewa: di bagian atapnya terdiri dari beberapa
tingkat, sedangkan dipuncak atapnya terdapat hiasan.
Beberapa masjid di pulau Jawa mempuyai ciri khas tersendiri, terdapat
penyanggah tiang dan kubah yang bercorak etnis Tiong Hoa, “sebuah bangunan
pasti didirikan dengan maksud-maksud tertentu, baik fungsi maupun bentuk.”
Posisi dan waktu pembangunan semua diatur sedemikian rupa, dengan segala
perangkat yang ada di dalamnya. Ada tiga fungsi utama Masjid Jami Kali Pasir;
pertama, fungsi religius, sebagai tempat ibadah dan tempat belajar-mengajar
agama, kedua, fungsi geografis dalam bentuk teritorial sebuah wilayah Tiong Hoa,
ketiga, fungsi sosial dalam bentuk interaksi antar personal.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini secara garis besar mempunyai tiga hal dasar, yang tiap-tiap
bagiannya saling berkaitan. Bagian-bagian tersebut berupa: pendahuluan, isi dan
akhir atau kesimpulan, yang selalu berkaitan antar bab tersebut pada
pembahasannya. Tiap-tiap bagian pembahasan terbagi dalam sistematika bab dan
10
G.F. Pijper, Student Over De Geschiedenis Van De Islam In Indonesia 1900-1950.
8
sub-bab yang jumlah bahasannya tidak mengikat, sesuai dalam kaidah dan koridor
penguraian hasil penelitian.
Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka terdahulu,kerangka
teori,dan sitematika penulisan.
Bab II membahas mengenai latar belakang berdirinya Masjid Jami Kali
Pasir, dan kondisi Masjid Jami Kali Pasir dari dahulu hingga sekarang.
Bab III ini membahas tentang hakikat arsitektur Tiong Hoa, ragam
arsitektur Tiong Hoa, pemanfaatan arsitektur Tiong Hoa.
Bab IV menjelaskn mengenai beberapa sub diantaranya sub yang pertama
adalah tata peletakan arsitektur Tiong Hoa pada struktur masjid, dan sub yang
kedua fungsi arsitektur Tiong Hoa bagian dalam dan luar pada struktur masjid.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pokok
pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini serta saran saran yang ada
relevansinya dengan permasalahan yang dibahas.
9
BAB II
MASJID JAMI KALI PASIR
A. Latar Belakang Berdirinya Masjid Jami Kali Pasir
Masjid jami kalipasir terletak di Tangerang. Secara geografis Tangerang
pada masa colonial Belanda lebih populer disebut Benteng, untuk mengungkap-
kan asal-usul Tangerang sebagai kota “Benteng”, diperlukan catatan yang
menyangkut perjuangan. Menurut sari tulisan F. de Haan yang diambil dari arsip
VOC, resolusi tanggal 1 Juni 1660 dilaporkan bahwa sultan Banten telah membu-
at negri besar yang terletak di sebelah barat sungai Untung Jawa, dan untuk men-
gisi negri baru tersebut Sultan Banten telah memindahkan 5 sampai 6.000
penduduk.11
Terletak kurang lebih 14 m diatas permukaan laut. Batasannya sebe-
lah Timur berbatasan dengan Jakarta dan sebagai batasannya adalah Kali Angke,
sebelah Barat berbatasan dengan keresidenan Banten dan sebagai batasannya ada-
lah sungai cidurian, sebelah selatan berbatasandengan wilayah Bogor, dan sebelah
Utara dibatasi dengan laut Jawa.
Pada saat itu sungai Cisadane atau sungai Cigede menjadi salah satu per-
lintasan perdagangan utama untuk mengankut penghasilan komoditi kerajaan
Cumda. Tangerang yang disebut juga Tamgara di deskripsikan sebagai sebuah
kota pelabuhan penting bagi kerajaan cumda selain dari Calapa dan Bantam.
Kedudukan letak geografis Tangerang yang diapit oleh dua pelabuhan inter-
nasional dan jalur sungai yang menghubungkan pemerintahan kerajaan Cumda
dan menjadikan Tangerang sebagai kota kegiatan ekonomi dan tempat persingga-
han, Tangerang juga sebagai tempat yang strategis untuk jalur perekonomian.
Masjid Jami Kali Pasir terletak Kota Tangerang Secara geografis terletak
pada posisi 106 36 - 106 42 Bujur Timur (BT) dan 6 6 - 6 Lintang Selatan
(LS).Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan
Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
11
Tim Pusat Studi Sunda, Sejarah Kabupaten Tangerang, (Tangerang : Pemerintahan
Kabupaten Tangerang).
10
Curug, Kecamatan Serpong dengan DKI Jakarta, sedangkan sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.Secara administratif
luas wilayah Kota Tangerang dibagi dalam 13 kecamatan, yaitu Ciledug (8,769
Km2), Larangan (9,611 Km2), Karang Tengah (10,474Km2), Cipondoh ((17,91
Km2), Pinang (21,59 Km2), Tangerang (15,785 Km2), Karawaci (13,475 Km2),
Jatiuwung (14,406 Km2), Cibodas (9,611 Km2), Periuk (9,543 Km2), Batuceper
(11,583 Km2), Neglasari (16,077 Km2), dan Benda (5,919 Km2), serta meliputi
104 kelurahan dengan 981 rukun warga (RW) dan 4.900 rukun tetangga (RT).
Masjid Jami Kali pasir secara administratif berada di kampung Kali Pasir,
kelurahan Sukasari, kota Tangerang, provinsi Banten. Letak georafis bangunan
masjid terletak di di 106‟37‟44,1” Bujur Timur dan 106‟37‟43,0” Lintang Selatan
dan makam di 106‟37‟43,0”Bujur Timurdan 106‟10‟43,0” Lintang Selatan.
Disebelah barat masjid terdapat makam dan kali cisadane yang mempunyai peran
historis sebagai arus transit perdagangan terbesar ketiga setelah Batavia dan
Banten.12
Gambar 1 : Peta Kalipasir13
12
www.tangerangkota.go.id/9-bangunan-dijadikan-cagar-budaya-kota-tangerang (
Diakses 02 November 2017 Pukul 09.30 WIB) 13
www.tionghoa.org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 wib
11
Pada tahun 1608 M datanglah Pangeran Kuripan dari Bogor yang ingin
melakukan syiar Islam dari kesultanan Cirebon ke wilayah Banten namun
Pangeran Kuripan singgah di petilasan Ki Tengger Jati dari Galuh Kawali di
Kerajaan Pasundan. Ki Tengger Jati Sendiri telah mempunyai tempat pertapaan di
kawasan tersebut sejak tahun 1600-an. Dari tempat pertapaan itulah dibangun
masjid kecil yang diberi nama Masjid Jami Kali Pasir, yang bertempat di
Tangerang tepatnya di pemukiman Tiong Hoa pasar lama. Ketika Pangeran
Kuripan melihat kondisi masyarakat setempat mayoritas beretnis Tiong Hoa
Pangeran kuripan mulai meyiarkan agama Islam dengan cara mendirikan sebuah
masjid kecil yang didirikan dengan batang pohon kelapa dan beratapan daun
kelapa.14
Nama Masjid Jami Kali Pasir diambil dari bahasa arab yaitu jamiah
yang artinya perkumpulan dan kaliPasir diambil dari nama desa setempat yaitu
Desa Kali Pasir.
Masjid Jami Kali Pasir didirikan oleh Pangeran Kuripan dan di bantu
masyarakat sekitar dan Setelah Pangeran Kuripan wafat perngurusan masjid
diteruskan oleh anaknya yang bernama Tumenggung Pamit Wijaya pada tahun
1671 M. Ketika kepemimpinan Tumenggung Pamit Wijaya masjid Jami Kali
Pasir mulai diperluas bangunannya. Sesuai dengan fungsinya, pembangunan
masjid ini juga untuk beribadah umat Islam yang tinggal di kawasan itu.
Bangunan masjid ini memiliki beberapa ciri khas, diantaranya tiang penyangga
yang te2rbuat dari kayu jati sebanyak empat buah.Tiang-tiang penyangga itupun
masih kokoh, oleh tetapi sekarang mulai keropos, oleh karena itu perlu diberi
sanggahan besi agar lebih kuat.
Selanjutnya kepengurusan masjid dilanjutkan oleh putra Tumenggung
Pamit Wijaya yaitu Raden, pada tahun 1712. Setelah itu, pada 1740 kepengurusan
masjid diteruskan oleh Tumenggung Aria Ramdon yang diberi gelar Aria
Gerendeng II. Pada perkembangannya, kepengurusan masjid dilanjutkan oleh
14
H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kali Pasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 24 Oktober 2017.
12
putranya yang bernama Tumenggung Aria Sutadilaga pada tahun 1780. Tu-
menggung Aria Sutadilaga diangkat dengan cara Bisluit VOC pada tanggal 16
Februari 1802-1823. Dan dilanjutkan kepengurusan masjid oleh Raden Aria Idar
Dilaga. Namun pada tahun 1865, kepengurusan masjid dilanjutkan, oleh Putri Idar
Dilaga, yakni Nyi Raden Djamrut dan suaminya Raden Abdullah sampai tahun
1904. Setelah masa itu, putra Nyi Djamrut yang bernama Raden Jasin Juda
Negara melanjutkan kepemimpinan, membangun menara dan melakukan
rehabilitasi pada 1904, bagian dalam masjid juga dilakukan perbaikan, bukan
hanya oleh Jasin Juda Negara, tetapi juga oleh H. Muhibi dan H. Abdul Kadir
Banjar.Masjid Kali Pasir telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Masjid ini pertama kali dipugar oleh Idar Dilaga tahun 1830. Ketika itu
bagian yang dipugar hanya bagian yang sudah tua dan keropos saja. Kemudian
pemugaran kedua pada 1904, yaitu pada bagian menara, Pemugaran ketiga
dilakukan pada 24 April 1959 yakni pada bagian masjidnya. Menarapun tidak
luput dari pemugaran. Terakhir, menara masjid dipugar tahun 1961. “Bangunan
asli yang terdapat pada Masjid Kali Pasir hanya beberapa saja, seperti tiang
penyanggah, menara bukan lagi seperti aslinya,” *Pada bagian belakang masjid
ini sebenarnya terdapat beberapa makam termasuk makam bupati Tangerang yang
pertama yaitu yang bernama Raden H Ahmad Penna. Namun keberadaan makam
tokoh Tangerang ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat.
Masjid Jami Kalipasir juga berperan penting dalam penyebaran ke-
budayaan dan agama Islam di Pasar Lama, Letak Kota Tangerang. Meskipun
demikian, bagi masyarakat muslim sekitar kawasan Kali Pasir, bangunan masjid
pada awalnya tidak diniatkan menjadi sebuah monumen khusus yang perlu diis-
timewakan dari fungsi aslinya, dan menghindari adanya intervensi arsitektural
yang tidak begitu diperlukan. Dari segi bangunan, menara masjid ini mirip dengan
pagoda Tiongkok. Dan setiap tahunnya warga kali pasir selalu memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW. Dengan tradisi arakan miniatur perahu sebagai
simbol tibanya para sesepuh Islam di Sungai Cisadane, Kota Tangerang. Dimulai
sejak tahun 1926 dengan mengisi perahu dengan berbagai buah-buahan.
13
Masjid Jami Kalipasir mempunyai elemen arsitektural yng berkaitan
dengan memori subyektif pengurus masjid dan masyarakat sekitar umumumnya
terhadap penggunaan corak elemen.15
Arsitek masjid tidak memiliki regulasi de-
sign secara khusus atau sakral dalam agama Islam dan bersifat universal. Corak
masjid Jami Kali Pasir dihasilkan dari memori yang dimiliki oleh masyarakat lo-
kal kali pasir, memori yang dimaksud adalah yang dibangun dibawah tekanan
masyarakat atau lingkungan sekitar. Arsitektur masjid yang dibangun secara
swadaya masyarakat akhirnya bersinggungan dengan Concept of Autheticity atau
Authenes dalam bahasa Yunani, yaitu pondasi konsep dari teori preservasi secara
epistemologis.
B. Kondisi Masjid Jami Kalipasir 1671-2001 M
Kondosi Masjid Jami Kali Pasir sudah beberapa kali mengalami pemugar-
an. Masjid ini pertama kali dipugar oleh Idar Dilaga tahun 1830. Ketika itu bagian yang
dipugar hanya bagian tiang penyanggah yang sudah tua dan keropos saja. Kemudian
pemugaran kedua pada 1904, yaitu pada bagian dalam masjid dan penambahan menara
yang berbentuk pagoda. Pemugaran ketiga dilakukan pada 24 April 1959 yakni pada
bagian masjidnya. Menarapun tidak luput dari pemugaran. Terakhir, menara masjid
dipugar tahun 1961. Bangunan asli yang terdapat pada Masjid Kali Pasir hanya beberapa
saja, seperti tiang penyanggah, kubah, dan menara.16
Didepan Masjid Jami Kali Pasir terdapat beberapa makam yang salah
satunya adalah makam bupati Tangerang pertama, makam-makam tersebut kurang
terawat dan sangat kelihatan kotor. Masjid Jami Kali pasir pada tahun 2002 di-
15
Syahid, M. Abdu Asy. Dinamika Preservasi & Konservasi Arsitektur Masjid Jami‟ Kali
Pasir, Kota Tangerang – Banten. ( 2016). 16
H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kali Pasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 24 Okt
14
jadikan benda cagar budaya oleh Pemerintah Kota Tangerang. Dan masjid sudah
tidak dipakai untuk shalat jum‟at lagi, karena harus dialihkan ke masjid Agung
Al-Ittihad.
15
BAB III
ARSITEKTUR TIONGHOA
A. Hakikat Arsitektur Tionghoa
Penyebaran masyarakat etnis Tionghoa di tanah Jawa dengan alasan
perdagangan dan usaha menyelamatkan diri dari pemerintahan Ching dan
akhirnya membentuk koloni pemukiman, salah satunya di pulau Jawa. Arsitektur
Tionghoa berkembang pada abad ke 14 yang didominasi etnis Tionghoa dari
Tiongkok Selatan. Sebagian besar masyarakat Tiongkok yang terdampar di pulau
Jawa menikah dengan wanita setempat dan mendirikan pemukiman dengan izin
dari penguasa pribumi.
Tionghoa merupakan etnis yang mampu mempertahankan eksistensinya di
Negrinya, tanpa menghilangkan karakter budayanya. Fenomena ini menunjukan
etnis Tionghoa mampu mempertahankan identitas budayanya dari pengaruh
budaya lain dari lingkungan yang berbeda. Keberlangsungan Budaya Tionghoa
juga ditunjukan dengan konsistensi identitas arsitekturnya yang sangat khas
sehingga menjadi simbol keberadaan mereka di tiap lingkungan yang mereka
tinggali.17
Pada perkembangan berikutnya, penyebaran kebudayaan Tionghoa
mencapai ke wilayah Barat dan Asia. Hal itu ditunjukan dengan banyaknya
pemukiman Tionghoa di wilayah Barat dan Asia. Pechinan adalah istilah yang
digunakan sebagai referensi pemukiman yang mayoritas dihuni oleh komunitas
Tionghoa di luar wilayah Cina. Karakteristik umum yang menjadikan Pechinan
sangat khas adalah bentuk arsitektur tradisional yang mewakili budaya Tionghoa.
Hal yang menarik adalah mayarakat Tionghoa mampu mempertahankan eksistensi
17
Hamdil Khaliesh, Arsitektur Tradisional Tionghoa: Tinjauan Terhadap Identitas,
Karakter Budaya dan Eksistensinya, ( Pontianak: journal Program Studi Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Tanjungpura).
16
dan konsistensi bentuk arsitektur tradisional pada bangunannya di berbagai
wilayah.18
Arsitektur Tionghoa merupakan arsitektur khas oriental yang berasal dari
daratan Tiongkok yang pada dasarnya memiliki akar budaya yang sangat tua dan
dilestarikan dengan baik selama beribu-ribu tahun. Arsitektur tradisional yang
berornamen atau berhias. Dari segi interior, gaya oriental ditandai dengan
penggunaan material kayu, kertas pelapis dingding dan warna yang dominan
merah, coklat tua, dan emas. Gaya ukiran dalam interior khas oriental biasanya
berbentuk ukiran seperti naga dan singa. Bunga Lotus pun kerap digunakan
sebagai motif ukiran ataupun lukisan. Atap khas Tionghoa yang berwarna
mencolok seperti merah, biru, dan kuning dengan menggunakan patung naga
sebagai wujud kepercayaan. Gaya arsitek Tionghoa masih tetap bertahan setelah
berabad-abad dibentuk. Prinsip arsitektur Tionghoa tidak pernah berubah, apabila
adanya perubahan, perubahan tersebut adalah detail dekoratif. Sejak Dinasti Tang,
seni arsitek Tionghoa telah banyak mempengaruhi arsitektur. Keunikan arsitektur
tradisional Tionghoa adalah penggunaan kayu sebagai material kontruksi utama.19
Penomoran ruangan secara tepat memegang peranan besar. Angka 1, 5, 9
diartikan baik. Sedangkan angka 4 harus dihindarkan. Lokasi bangunan Cina
umumnya memiliki karakter tanah bergelombang dan terdapat banyak warna,
berdekatan dengan sungai, danau, laut, dan ditanami berbagai tumbuhan, terutama
yang dapat bertahan terhadap cuaca. Dan begitu berlawanan dengan arsitektur
Barat, yang cenderung untuk berkembang pada tinggi bangunan dan kedalaman
bangunan.
Filosofi arsitektur Tionghoa sangat dipengaruhi oleh filosofi kepercayaan
dan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme. Terdapat simbol dan
18
Polniwati Salim, Arsitektur Cina Pada Klenteng Jin De Yuan di Kawasan Pecinan
Jarkarta Sebagai Suatu Perwujudan Akulturasi Kebudayaan, ( Jakarta: Journal Jurusan Desain
Itnterior, Fakultas Komunikasi dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara ).
19
Hamdil Khaliesh, Arsitektur Tradisional Tionghoa: Tinjauan Terhadap Identitas,
Karakter Budaya dan Eksistensinya, ( Pontianak: journal Program Studi Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Tanjungpura).
17
lambang-lambang dari bentuk ideal dan keharmonisan dalam tatanan masyarakat.
Bentuk ideal dan keharmonisan dalam masyarakat dapat dilihat dari filosofi Tien-
Yuan Ti-Fang yang berarti langit bundar dan bumi persegi. Persegi
melambangkan keteraturan, intelektualitas manusia sebagai manifestasi penerapan
atas keturunan alam, Bundar melambangkan ketidakteraturan sifat alam. Artinya
diantara langit dan manusia, menggambarkan peralihan dua alam yang
disimbolkan dalam bentuk bundar-segi empat-bundar.
Arsitektur Tionghoa dahulu dibangun tidak dengan bahan-bahan
permanen. Susunan geometris, ritual-ritual, dan nilai hadir lebih utama dari
bangunan yang dianggap fana. Semua proporsi dan aturan tergantung pada sistem
standart dimensi kayu dan standart pembagiannya. Dengan demikian keseluruhan
bangunan Cina dirancang dalam modul standart dan moduler dari variabel ukuran
yang absolut proporsi yang benar melindungi dan mempertahankan hubungan
harmoni bagaimanapun besar strukturnya.20
Budaya arsitektur merupakan dari bagian kebudayaan manusia, yang
sudah tua sekali usianya. Budaya arsitektur yang umumnya berupa lingkungan
buatan kemungkinan dimulai sejak manusia meninggalkan gua-gua sebagai
tempat berlindung. Hubungan arsitektur yang dahulu dengan yang sekarang dan
akan datang sangat penting untuk melihat pergeseran pola arsitekturnyasekaligus
menunjukan suatu pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakatnya. Konsep
dasar arsitektur bangunan Cina sangat diterapkan, misalnya pada pola penataan
ruang, pada arsitektur Cina ditandai dengan adanya impluvium atau courtyard dan
pada halaman belakang terdapat taman, mempunyai atap dengan arsitektur Cina,
dan strukturnya terdiri dari tiang dan balok serta motif dekoratif untuk
memperindah bangunan.
20
Polniwati Salim, Arsitektur Cina Pada Klenteng Jin De Yuan di Kawasan Pecinan
Jarkarta Sebagai Suatu Perwujudan Akulturasi Kebudayaan, ( Jakarta: Journal Jurusan Desain
Itnterior, Fakultas Komunikasi dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara ).
18
Arsitektur Cina juga disebut arsitektur Tionghoa. Bangunan yang
dipengaruhi masyarakat yang menempati sebagai penghuni, seperi arsitektur
Tiong Hoa juga merupakan hasil penerjemahan bangunan berdasar budaya dan
filosofi masyarakat Tiong Hoa yang ada dan berkegiatan serta bermukim di
Indonesia. Filosofi China sangat kental dengan Feng Shui, maka bangunanpun
didirikan berdasar arah mata angin di samping itu juga ruang-ruang yang
terbentuk mengikuti arah mata angin berdasarkan sifatnya.21
Arsitektur Tionghoa tidak mengalami perbedaan dan perubahan yang
didasarkan pada prinsip tertentu, dan perubahan biasanya hanya terdapat pada
unsur dekoratifnya saja. Perkembangan dan kemajuan pada Dinasti Tang abad 14
sampai abad 17 M, yang amat mempengaruhi mayoritas gaya bangunan
tradisional di Korea, Vietnam, dan Jepang, yang ditandai dengan pemisahan gaya
arsitektur Jepang sendiri dari daratan Cina pada masa keemasan itu, dengan
membangun beberapa replika pagoda dari bangunan Tionghoa di negri mereka.
Secara budaya masyarakat Tionghoa- Indonesia dapat dibagi menjadi dua
kalangan yang pertama kalangan peranakan dalam bahasa Indonesia dan yang
kedua kalangan totok.
Arsitektur Tionghoa memakai sistem artikulasi dan simetris bilateral yang
melambangkan keseimbangan, yang banyak ditemukan. Ketika keadaan
memungkinkan, maka maka rencana perombakan dan perluasan rumah akan
mencoba untuk menyesuaikan sistem simetris ini dengan modal yang tersedia.
Elemen sekunder diposisikan di kedua atau salah satu sisi dari struktur utama
dengan konsep bilateral simetris di satu atau kedua sayap bangunan. Hal lain yang
agak berbeda adalah dengan taman tradisional Cina yang simetris dengan konsep
bahwa komposisi taman akan menciptakan aliran yang abadi.
21
Stefanus Hansel Suryatenggara, Klenteng Boen Tek Bio Tangerang Kajian Arsitektural,
(Depok: Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, tidak diterbitkan,
2011.
19
B. Ragam Arsitektur Tionghoa
Arsitektur Tionghoa banyak menampilkan bangunan-0bangunan berupa
bangunan peribadatan dan bangunan-bangunan rumah tinggal yang dalam konsep
arsitekturalnya tetap menggunakan Feng Shui. Prinsip ini sudah banyak dan sudah
lama diterapkan pada semua jenis bangunan Tionghoa, karena konsep Feng Shui
mempercayai bahwa setiap manusia selalu harus selaras dengan alam, sehingga
bangunan apapun yang didirikan juga harus selaras dengan alam. Arsitektur Cina
banyak menekankan pada aspek tata ruang, kontruksi, detail serta simbolisasi
yang Menjadikan arsitektur Tionghoa terlihat keuinikannya.
Ragam hias sebagai simbol dalam arsitektur Tionghoa. Budaya Cina yang
sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu penuh dengan muatan simbolisasi berikut
makna yang sangat mendalam pada semua aspek kehidupan. Simbol ini
diwujudkan dalam bentuk Simbol Fisik dan Simbol non Fisik. Simbol Fisik
diwujudkan dalam bentuk ornamen atau ragam hias dan warna-warna pada
bangunan dengan detail ornamen dan warna yang bermacam-macam, sesuai
dengan makna dan arti yang dikandungnya. Simbol non Fisik biasanya berkaitan
dalam profesi-profesi maupun kebiasaan-kebiasaan.22
Ornamen dalam arsitektur Cina dapat dikelompokan kedalam 5 kategori yaitu:
1. Hewan ( Fauna )
Penggambaran binatang dalam ornamen sebagian besar merupakan hasil
gubahan/stilirisasi, jarang berupa binatang secara natural, tapi hasil gubahan
tersebut masih mudah dikenali bentuk dan jenis binatang yang digubah, dalam
visualisasinya bentuk binatang terkadang hanya diambil pada bagian tertentu tidak
sepenuhnya dan dikombinasikan dengan motif lain. Jenis binatang yang dijadikan
obyek gubahan antara lain, naga, burung, singa, ular, kera, dan gajah.
22
Moedjiono, Ragam Hias dan Warna Sebagai Simbol Dalam Arsitektur Cina, (
Semarang : Journal Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro Semarang ).
20
2. Tumbuhan ( Flora )
Penggambaran motif tumbuh-tumbuhan dalam seni ornamen dilakukan
dengan berbagai cara baik natural maupun stilirisasi sesuai dengan keinginan
senimannya, demikian juga dengan jenis tumbuhan yang dijadikan obyek/inspirasi
juga berbeda tergantung dari lingkungan (alam, sosial, dan kepercayaan pada
waktu tertentu) tempat motif tersebut diciptakan. Motif tumbuhan yang
merupakan hasil gubahan sedemikian rupa jarang dapat dikenali dari jenis dan
bentuk tumbuhan apa sebenarnya yang diproses atau distilisasi, karena telah
diubah dan jauh dari bentuk aslinya.
3. Fenomena alam
Motif benda-benda alami seperti batu, air, dan awan dalam penciptaannya
biasanya diproses sedemikian rupa sehingga menjadi suatu motif dengan karakter
tertentu sesuai dengan sifat benda yang diekspresikan dengan pertimbangan unsur
dan asas estetika. misalnya motif bebatuan biasanya ditempatkan pada bagian
bawah suatu benda atau bidang yang akan dihias dengan motif tersebut.
4. Legenda
Motif Kreasikhayalan yaitu bentuk-bentuk ciptaan yang tidak terdapat
pada alam nyata seperti motif makhluk ajaib, raksasa, dewa dan lain-lain. Bentuk
ragam hias khayali adalah merupakan hasil daya dan imajinasi manusia atas
persepsinya, motif mengambil sumber ide diluar dunia nyata. Contoh motif ini
adalah : motif kala, motif ikan duyung, raksasa, dan motif makhluk-makhluk gaib
lainnya.
5. Geometris
Motif tertua dari ornamen adalah bentuk geometris, motif ini lebih banyak
memanfaatkan unsur-unsur dalam ilmu ukur seperti garis-garis lengkung dan
lurus, lingkaran, segitiga, segiempat, bentuk meander, swastika, dan bentuk pilin,
patra mesir “L/T” dan lain-lain. Ragam hias ini pada mulanya dibuat dengan
guratan-guratan mengikuti bentuk benda yang dihias, dalam perkembangannya
21
motif ini bisa diterapkan pada berbagai tempat dan berbagai teknik, (digambar,
dipahat, dicetak)
Elemen struktural yang terbuka terkadang disertai dengan ornamen ragam
hias. Keahlian orang Tionghoa terhadap kerajinan ragam hiasdan kontruksi kayu
tidak dapat diragukan lagi. Ukir-ukiran serta kontruksi kayu sebagai bagian dari
struktur bangunan dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail
konstruksi seperti penyangga atap ( tou kung ), atau pertemuan antara kolom dan
balok, bahkan rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu
ditutupi.23
Organisasi ruang pada Arsitektur Tionghoa didasarkan pada kebutuhan
hidup sehari-hari yang dipadukan dengan persayaratan-persyaratan estetika yang
dianut masyarakat Tionghoa. Ada dua karakteristik yang cukup dominan dalam
konsep penataan ruang bangunan tradisional Tionghoa yaitu Jian dan Axial
Palning.
1. Jian
Jian merupakan unit dari organisasi ruang. Konsep dasarnya meliputi
penggunaan Jian, sebagai standar unit atau modulasi dan dapa dikembangkan atau
dapat dibuat secara berulang menjadi suatu massa bangunan atau beberapa
kelompok bangunan. Jian adalah sebuah ruang persegi empat atau suatu ruang
yang diberi pembatas dinding atau hanya dibatasi oleh kolom sehingga secara
psikologis juga membentuk sebuah ruang. Jian juga dapat ditambahkan untuk
membuat suatu ruang.
23
Polniwati Salim, Arsitektur Cina Pada Klenteng Jin De Yuan di Kawasan Pecinan
Jarkarta Sebagai Suatu Perwujudan Akulturasi Kebudayaan, ( Jakarta: Journal Jurusan Desain
Itnterior, Fakultas Komunikasi dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara ).
22
2. Axial Planning
Karakteristik berikutnya dari arsitektur Tionghoa tradisional adalah bentuk
struktur yang simetri dan orthogonal pada denah dan potongan. Hal ini merupakan
sumber kosmologi Tionghoa. Pada arsitektur Tionghoa hall dan courtyard
ditempatkan disuatu jalan setapak pada susunan orthogonal.
Ruang-ruang tersebut terpisah satudengan yang lainnya dengan adanya
courtyard yang pada akhirnya dianggap sebabagai ruang utama pada komposisi
secara keseluruhan. Bentuk dasar organisasi ruang bangunan tradisional Tionghoa
adalah bentuk persegi panjang, dengan unit ruang yang menyati dalam
keseluruhannya. Arsitektur Tionghoa mengombinasikan bentuk persegi panjang
bervariasi dalam ukuran dan posisi sesuai dengan kebutuhannya. Kombinasi dari
unit ruang dalam arsitektur tradisional Tionghoa memenuhi prinsip-prinsip
keseimbangan dan simetri. Legam dan gaya bangunan arsitektur Tionghoa dapat
dengan jelas dilihat dari ornamen bagian atas atap atau ornamen pada kolom-
kolom bangunan yang seluruhnya menggambarkan lukisan bunga dan binatang.
Ukiran dan ornamen ini memiliki arti tersendiri terhadap kepercaan masyarakat
Tionghoa.24
Courtyard merupakan ruang terbuka pada hunian tradisional Tionghoa. Ruang
terbuka ini sifatnya lebih privat. Biasanya digabung dengan kebun. Rumah-rumah
gaya Tiongkok Utara sering terdapat Courtyard yang luas kadang-kadang lebih
dari satu. Courtyard pada arsitektur Tionghoa di Indonesia biasanya diganti
dengan teras-teras yang cukup lebar.
24
Hamdil Khaliesh, Arsitektur Tradisional Tionghoa: Tinjauan Terhadap Identitas,
Karakter Budaya dan Eksistensinya, ( Pontianak: journal Program Studi Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Tanjungpura).
23
Gambar 2 : Courtyard25
Atap bangunan memiliki sudut kemiringan yang cukup tinggi yang berbentuk
atap tunggal dan bertumpuk. Pada bangunan orang kaya dan bangunan
keagamaan, biasanya atap berbentuk melengkung dengan dihiasi patung-patung
keramik. Bentuk atap yang khas pada hunian tradisional Tionghoa atapnya yang
berbentuk melengkung.
25
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib.
24
Gambar 3 : Atap Bangunan Tionghoa 26
C. Jenis Arsitektur Tionghoa
1. Rumah Rakyat Biasa
Rumah rakyat biasa, seperti pedagang atau petani. Memiliki pusat bangunan
yang berfungsi sebagai kuil untuk para dewa, leluhur, dan juga digunakan untuk
perayaan. Pada dua sisinya terdapat kamar tidur untuk orang tua dan dua sayap
bangunan merupakan tempat untuk anggota keluarga yang lebih muda. Serta
ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Setiap bangunan dan warna yang digunakan
uga tergantung pada kelas pemilik rumah . 27
26
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib. 27
Setiadi Sopandi, Sejarah Arsitektur Sebuah Pengantar, ( Jakarta : PT. Gramedia
Pusaka Utama ).
25
Gambar 2 : Rumah Rakyat Biasa28
2. Kekaisaran
Satu-satunya elemen arsitektur yang ada pada bangunan untuk kaisar Cina
dan tidak ada di bangunan lain adalah genteng berwarna kuning. Genteng
kuning hingga saat ini masih menghiasi hampir seluruh bangunan yang ada di
Forbidden City. Atap pada bangunan kekaisaran juga ditopang oleh dougong
(kurungan), elemen arsitektur yang ada pada bangunan keagamaan berukuran
besar. Hitam juga merupakan warna yang sering digunakan, hitam dipercaya
sebagai warna yang menginspirasi para dewa untuk turun ke bumi. Orang
Cina kuno juga sangat menyukai warna merah.
Gambar 3 : Kekaisaran29
28
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib.
29
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib.
26
3. Bangunan Keagamaan
Sebuah biara Buddha besar biasanya memiliki ruang depan, tempat patung
Bodhisattva. Diikuti dengan aula besar dan tempat patung-patung buddha. Tempat
tinggal untuk para biarawan dan biarawati terletak di sisi kanan dan kiri bangunan.
Bagian utama dari sebuah kelenteng. Bangunan kelenteng biasanya mempunyai
ragam hias yang indah dan detail sekali. Atapnya berbentuk perisai dengan „nok‟
melengkung ditengah serta ujungnya melengkung keatas. Nok selalu sejajar
dengan jalan. Diatas nok tersebut biasanya terdapat sepasang naga yang
memperebutkan „mutiara surgawi‟. Kelenteng-kelenteng kuno mempunyai hiasan
yang sangat indah. Tukang-tukang sekarang jarang bisa mereparasi kembali kalau
terjadi kerusakan. Tampak depannya kadangkala terdapat semacam teras
tambahan. Pintu depannya terdiri dari dua daun kayu yang sering dihias dengan
lukisan dua orang penjaga (men-sen). Tapi banyak kelenteng yang pintunya
dibiarkan terus terbuka.
Biasanya didepan atau didalam „ruang suci utama‟ ini selalu terdapat
papan yang melintang (bian-e) atau papan membujur (dui-lian), sumbangan bagi
para dermawan selama berabad-abad. Dari tulisan ini kadang-kadang kita bisa
mendapat informasi tentang sejarah kelenteng serta masayarakat pendukungnya
dimasa lampau. Ukuran besar dan kecilnya ruang suci utama ini berbeda pada
setiap kelenteng. Tapi pada umumnya berbentuk segi empat. Di kelenteng-
kelenteng besar terdapat semacam courtyard ditengahnya yang digunakan sebagai
tempat pemasukan cahaya alami, serta menampung air hujan dari atap. Konstruksi
utamanya adalah kolom dan balok. Tidak jarang kolom yang ada di dalam
interiornya dipahat dengan dengan sangat indah. Sebuah altar utama terdapat pada
dinding belakang ruang suci utama ini. 30
30
Moedjiono, Ragam Hias dan Warna Sebagai Simbol Dalam Arsitektur Cina, (
Semarang : Journal Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro Semarang ).
27
Gambar 4 : Bangunan Keagamaan31
1. Ruko
Ruko merupakan bangunan yang khas Pecinan. Khol (1984) yang banyak
mengunjungi kota-kota pelabuhan (kota bawah) di propinsi Guangdong dan
Fujian serta daerah Pecinan di kota-kota pantai Asia Tenggara, mengatakan bahwa
ruko merupakan “landmark” di kota-kota tersebut. Penulis Barat Alain Viaro
(1992), pada tulisannya yang berjudul: “Is The Chinese Shophouse Chinese”,
meragukan bahwa Ruko ini berasal dari China. Dalam argumennya dia memberi
hipotesa bahwa ruko terjadi sebagai percampuran arsitektur akibat perdagangan
disepanjang kota-kota pantai antara China dan Asia Tenggara oleh orang Barat,
China dan penduduk setempat. Itulah sebabnya Ruko terdapat pada hampir semua
kota-kota pantai di daerah China selatan sampai Asia Tenggara. Salah satu ciri
khas daerah Pecinan adalah kepadatannya yang sangat tinggi. Ruko (shop houses)
merupakan ide pemecahan yang sangat cerdik untuk menanggulangi masalah
tersebut. Ruko merupakan perpaduan antara daerah bisnis dilantai bawah dan
daerah tempat tinggal dilantai atas. Bangunan tersebut membuat suatu
kemungkinan kombinasi dari kepadatan yang tinggi dan intensitas dari kegiatan
ekonomi di daerah Pecinan. Bahkan ada suatu penelitian di satu daerah Pecinan
31
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib.
28
yang terdiri dari deretan ruko-ruko, bahwa 60% dari luas lantai diperuntukkan
bagi tempat tinggal dan 40 % nya dipergunakan untuk bisnis.
29
BAB IV
ARSITEKTUR TIONGHOA PADA MASJID JAMI KALIPASIR
A. Tata Peletakan Arsitektur Tionghoa pada Struktur Masjid
Secara umum struktur masjid terdiri dari dua bagaian utama, yaitu: bagian
dalam dan bagian luar. Secara detail, penjabaran tentang bagian-bagian itu
dijelaskan di bawah ini:
1. Bagian Dalam Masjid
Bagian utama adalah subuah bagian di dalam masjid yang dikhususkan
untuk aktifitas terbatas, berupa ibadah semata, semisal sholat, mengaji, i‟tikaf.
Selain itu aktifitas dilakukan di luar masjid. Bagian utama masjid, sebagai tempat
yang hanya digunakan untuk aktifitas ibadah semata seperti sholat dan
pelaksanaan ibadah yang membutuhkan mihrab sebagai tempat pengimaman
sholat.32
Bagian utama masjid dengan serambi dibatasi oleh sebuah dinding
keliling, jendela bertralis kayu dan pintu kayu. Bagian utama masjid dinaungi oleh
atap bertingkat dua. Bagian dalam Masjid berbahan dasar tanah ( batu bata dan
genteng ), kayu, dan kaca. Bagian yang berbahan dasar tanah ( batu bata ) adalah
dinding tembok. Dahulu dinding terbuat dari kayu kelapa dan atap terbuat dari
daun kelapa dan pada tahun 1671 M pada masa kepengurusan Pangeran
tumenggung Pamit Wijaya masjid mulai direnovasi pada bagian dinding dan atap
dengan bahan batu bata yang diplaster oleh pasir dan kapur.33
Pada bagian utama
tengah masjid ditopang oleh empat tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati,
ting-tiang tersebut masih berdiri kokoh, tetapi sekarang mulai keropos. Oleh
32 www.tangerangkota.go.id/9-bangunan-dijadikan-cagar-budaya-kota-tangerang
( Diakses 13 Maret 2017 Pukul 22:28 WIB)
33 H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kalipasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016
30
karena itu perlu diberi tambahan tiang penyangga yang terbuat dari besi agar
tiangnya tetap kokoh.
A. Mihrab
Pengertian mihrab yang dipakai sekarang, khususnya di Indonesia adalah
sebuah atau sesuatu tempat ( ruangan ) di dalam masjid, tempat imam memimpin
shalat menghadap kiblat. Pengertian mihrab di Jawa adalah imaman atau
paimaman. Belum dapat diketahui secara pasti kapan untuk pertama kalinya
mihrab dikenal atau dipakai sebagai pelengkap bangunan masjid. Biasanya,
mihrab dibangun cukup luas. Di samping kirinya diletakkan mimbar sebagai
tempat khutbah. Dalam catatan masa pemerintahan Mu‟awiyah, membuat mihrab
masjid dijadikan suatu aturan.34
Mihrab sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bangunan
masjid, meski tidak selalu berbentuk atap lengkung pada bangunan tempat Shalat
yang kecil seperti musolla juga selalu ada mihrab. Di Indonesia, mihrab terletak di
ujung bangunan masjid di sebelah Barat bersebrangan dengan pitu masuk.
Biasanya terdapat mimbar di dalam mihrab dan di atasnya dihiasi lukisan kaligrafi
ayat-ayat Al-Qur‟an maupun kalimat dzikir.
Adapun bentuk mihrab Masjid Jami Kalipasir juga dapat disebut mihrab
yang melengkung, bahkan bentuk lengkungannya hampir seperempat lingkiran.
Bentuk lengkung seperti ini dapat dijumpai pada jendela-jendela dan pintu-pintu
rumah orang-orang Belanda tenpo dulu di Jakarta. Mihrab Masjid Jami Kalipasir
terletak di atas fondasi yang padat, tingginya 200 centimeter. Dilihat dari ruang
utama mihrab berbentuk persegi empat, dan ukurannya 155x100 centimeter serta
tingginya 200 centimeter. Ruang mihrab berbentuk bilik yang tanpa diberi
jendela. 35
34
Gathut Dwihastoro, Kompleks Masjid Kasunyatan- Banten Lama, (Depok: Skripsi
Fakultas Sastra,Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2016. 35
H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kalipasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016
31
Gambar 5 : Mihrab dan Mimbar36
1. Bagian Luar Masjid
Bagian luar masjid adalah bagian dimana aktifitas di dalamnya tidak
berkaitan langsung dengan aktifitas ibadah. Bagian luar masjid masih termasuk
dalam lingkungan masjid, tetapi bukan tempat bagian utama dari inti aktifitas
masjid. Oleh karena itu, dapat dinyatakan sifatnya hanya pelengkap. Bagian luar
masjid adalah bagian di luar bagian utama masjid.
A. Kubah
Secara historis kubah belum dikenal pada masa Rasulullah, sebagaimana
dengan menara dan mihrab. Pada awal nya masjid Madinah sama sekali belum
mengenal kubah dan masjid Madinah dibangun sangat sederhana. Arsitektur
awalnya berbentuk segi empat dengan dinding sebagai pembatas sekelilingnya.
Seiring berkembangnya teknologi arsitektur, kubah yang berbentuk separuh bola
muncul sebagai penutup masjid. Masjid Qubbat as Sakhrah di Yerussalem
menjadi masjid pertama yang menggunakan model kubah. Setelah adanya Masjid
36
Dokumen Pribadi, Gambar Mihrab, Diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
32
Qubbat as Sakhrah di Yerussalem, para arsitek Islam terus mengembangkan gaya
kubah pada masjid yang dibangunnya.37
Kehadiran kubah pada bangunan masjid pertama kali di Indonesia sekitar
abad 19 M. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru muncul pada pertengahan
abad ke 20 M. Di Indonesia masjid berkubah pertama adalah masjid
Baiturakhman di Banda Aceh38
Kubah Masjid Jami Kalipasir memiliki daya tarik yang unik karena
bentuknya yang tidak biasa. Kubah ini menjadi simbol penyebaran agama Islam di
daerah pasar lama Tangerang, yang pada saat itu mayoritas beragama Budha atau
Tionghoa. Kubah Masjid Jami Kalipasir memiliki corak atau ornamen Tionghoa
yang sengaja dibuat untuk mempermudah penyebaran agama Islam pada saat itu.
Kira-kira kubah masjid Jami Kalipasir mempunyai lebar 4x4 cm, atasnya
berbentuk lancip dan atas kubahnya berwarna emas. Masjid Jami Kalipasir juga
menjadi saksi kerukunan antar umat beragama.39
Gambar 6 : Kubah/ Mustaka40
37
Gathut Dwihastoro, Kompleks Masjid Kasunyatan- Banten Lama, (Depok: Skripsi
Fakultas Sastra,Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2016. 38
Gathut Dwihastoro, Kompleks Masjid Kasunyatan- Banten Lama, (Depok: Skripsi
Fakultas Sastra,Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2016. 39
H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kalipasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016 40
Dokumen Pribadi, Gambar Atap, diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
33
B. Menara
Menara berasal dari kata bahasa arab manarah, yang berarti tempat
menaruh cahaya. Menara merupakan suatu bagian penting dari bangunan masjid,
lain halnya dengan di Indonesia adanya menara tidak menjadi syarat mutlak untuk
menentukan bagian masjid itu lengkap atau tidak.41
Tradisi membangun menara diawali oleh khalifah Al-Walid ketika
memugar bekas Basilica Santo John menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian
menjadi masjid Agung Damaskus. Pada bekas Basilica tersebut tadinya terdapat
dua buah menara yang berfungsi sebagai petunjuk, lonceng pada siang hari dan
kerlipan lampu pada malam hari. Menara itu sendiri merupakan salah satu ciri
khas bangunan Byzantium.42
Menara adalah salah satu arsitektur Islam. Menara merupakan struktur
tunggal yang tinggi menjulang dan menonjol keluar dari lingkungannya. Sebuah
menara biasanya memiliki unsur-unsur, base, shaft, balkon, dan mahkota, kubah,
kepala menra. Dalam Islam menara selalu disandingkan dengan masjid dan
digunakan oleh muadzin untuk mengumandangkan adzan, memanggil umat Islam
shalat berjamaah. Secara fisik menara tidak mempunyai fungsi dominan. Saat ini
fungsi menara lebih bersifat estetika visual dan spiritual simbol. Secara universal
menara merupakan simbol agama Islam dan identitas masyarakat Islam.
Menara sebenernya tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW. Pada masa
Rasulullah SAW, adzan dilakukan di atas atap masjid. Bahkan pada masa
penggerak Wahabisme di Saudi Arabia, menara dianggap bid‟ah dalam Islam.
Kaum Wahabi melarang pendirian masjid dilengkapi dengan struktur menara serta
berbagai ornamen dan dekorasi lainnya.
41
Gathut Dwihastoro, Kompleks Masjid Kasunyatan- Banten Lama, (Depok: Skripsi
Fakultas Sastra,Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2016. 42
Anjar Fiky Sutrisno, Karakteristik Arsitektur Menara Masjid Sebagai Simbol Islam
Dari Masa Ke Masa, ( Sulawesi Utara : e-journal Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Sam Ratulangi ).
34
Bentuk menara pada masa awal perkembangan arsitektur masjid,
setidaknya ada beberapa bentuk dasar masjid. tetapi yang paling awal, seperti
menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, tidak berdiri sendiri tetapi menyatu
dengan struktur bangunan masjid. Pola seperti ini menyebar ke berbagai penjuru
di daratan Arab hingga ke Andalusia.
Di Banten sendiri hampir semua masjid dilengkapi dengan menara, namun
hal itu juga bukan keharusan. Demikian juga Masjid Jami Kalipasir yang
mempunyai menara yang dibangun pada tahun 1904 M. Kalau dilihat menara
Masjid jami Kalipasir seperti bentuk pagoda. Menara ini juga salah satu simbol
yang menjadi daya tarik yang unik. Menara ini mempunyai ukuran 3x3 m,
tingginya sekitar 10 m. Kaki menara Masjid Jami kalipasir mencakup fondasi,
tingkat pertama dan ruang penghubung. 43
fondasi menara berukuran 3x3 meter, pada bagian kaki menara diberi dua
anak tangga yang tingginya 30 centimeter dari permukaan tanah. Pada bagian
bawah menara dipakai sebagai ruang buat mengambil air wudhu, dan ruang
tersebut bisa menuju ke makam yang ada di depan masjid. Menara Masjid Jami
Kalipasir dibangun hampir mirip tengan sebuah pagoda di Tiongkok. Menara
Masjid Jami Kalipasir dibangun hampir mirip dengan sebuah pagoda di Tiongkok.
Menara masjid ini sebagai salah satu simbol kerukunan antara umat
beragama. Menara masjid selain berfungsi sebagai tempat untuk
mengumandangkan adzan juga berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau
menara pengintai. Hal ini terdapat pada menara-menara masjid yang ada di kota
pelabuhan atau tepi sungai.
43
H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kalipasir, Wawancara Pribadi, Kota
Tangerang, 8 November 2016
35
Gambar 7 : Menara44
B. Fungsi dan Peran Masjid Dalam Sosio Religius
1. Fungsi Masjid
a. Sebagai Tempat Ibadah
Memotivasi dan membangkitkan kekuatan ruhaniyah dan keimanan
seseorang adalah fungsi utama masjid. Makna etimologis dari kata masjid sendiri
adalah tempat untuk bersujud, sehingga bisa ditarik kesimpulan masjid adalah
tempat ibadah secara khusus diperuntukan bagi orang-orang muslim.
Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT, karena
didikan dan dibangkitkan oleh akidah dan tauhid. Ibadah merupakan tugas hidup
manusia, sebagaimana Firman Allah yang berbunyi :
وس اال ليعبد ون. وما خلقت الجه واال
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
menyembah-Ku”.( Adz-Dzariyaat /surat 51 / ayat 56).
44
Dokumen Pribadi, Gambar Menara, diakses 12 Januari 2018
36
b. Sebagai Pusat Kegiatan Umat
Dalam fungsi sosialnya, masjid berperan untuk menyatukan masyarakat
muslim. Ketika Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah, maka usaha
pertama kali yang dilakukannya membangun masjid.
c. Sebagai Tempat Pendidikan dan Kebudayaan
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
untuk perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Pendidikan di sini adalah pendidikan Islam yang
merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan
berpedoman kepada ajaran Islam sebagai mana termaktub dalam Al-Qur‟an dan
terjabar dalam sunnah Rasul. Adapun yang dimaksud adalah dalam rangka
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan demikian
ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dengan yang lain adalah pada
penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan
pengembangan budaya umat manusia tersebut Sama halnya dengan peradaban
Islam, maka demikian pula halnya pendidikan Islam, ia merupakan satu kebulatan
dari saling pengaruh mempengaruhi diantara kebudayaan dari bermacam-macam
bangsa.
Sedangkan kebudayaan merupakan berbagai pola, bertingkah laku mantap,
pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-
simbol yang menyusun pencapainnya secara tersendiri dari kelompok-kelompok
manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi. Pusat esensi
kebudayaan terdiri dari atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterkaitan
terhadap nilai-nilai.
Kebudayaan disini adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Jadi unsur-unsur kebudayaan itu
meliputi semua kebudayaan di dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi,
37
maupun yang besar, komplek, dan dengan jaringan hubungan yang luas. Dengan
kebudayaan yang baik masyarakat nantinya akan menjadi masyarakat yang baik
pula, karena suatu kebudayaan sangat mempengaruhi kehidupan manusia di muka
bumi ini. Disamping masjid sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan
tempat pusat kebudayaan Islam. Di samping masjid sebagai tempat ibadah, masjid
juga merupakan tempat pusat kebudayaan Islam. 45
Dimana pola tingkah laku manusia diatur dan diciptakan yang sedemikian
rupa sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Kebudayaan Islam adalah kebudayaan
yang diwarnai dan dijiwai oleh ajaran Islam (Al-Qur‟an dan Sunnah), sehingga
tampillah corak-corak kebudayaan Islam. Hal ini juga merupakan suatu cara untuk
menyatakan bagi Islam yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari
segolongan manusia yang membentuk lingkungan sosial, dalam suatu ruang dan
waktu.
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia terutama terletak
dipundak para ulama‟. Paling tidak ada dua cara yang dilakukannya 1.
Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai muballig ke daerah
yang lebih luas. Cara ini dilakukan dalam lembaga pendidikan Islam yang dikenal
dengan pesantren di Jawa, Dayak di Aceh, dan Surau di Minangkabau. 2. Melalui
karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
d. Sebagai Wadah Ekonomi Umat
Masjid juga berfungsi sebagai wadah berkumpulnya para Jama‟ah yang
memiliki kelebihan ilmu dan harta. Sebab itu, masjid juga harus berfungsi sebagai
pusat perencanaan dan manegemen pengembangan ekonomi dan bisnis umat.
45
Suwarto, Peranan Masjid Dalam Perkembangan Ekonomi Masyarakat Di Masjid
Riyad Surakarta, ( Surakarta: Skripsi Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah
Surakarta 2012).
38
2. Peran Masjid
Dalam arti khusus, masjid adalah tempat atau bangunan yang dibangun
untuk menjalankan ibadah, terutama sholat jama‟ah. Pengertian ini mengerucut
menjadi masjid. Masjid yang digunakan buat shalat jum‟at disebut masjid jami‟
karena shalat jum‟at diikuti banyak orang. Masjid Jami Kalipasir selain menjadi
tempat ibadah dan syiar agama Islam, Juga memiliki sejarah yang sangat tinggi.
Masjid ini menjadi tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa
melawan penjajah dan ada beberapa peran masjid yaitu:
A. Masjid sebagai Sumber Aktifitas
Peranan masjid tidak hanya menitik beratkan pada aktifitas akhirat saja,
tetapi juga memadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas duniawi. Dalam
perkemba-ngannya yang terakhir, masjid mulai memperlihatkan aktivitas
oprasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya
oprasionalisasi masjid menyangkut:
a. Aspek Hissiyah (bangunan)
Dalam masalah bangunan fisik masjid, Islam tidak menetukan dan
mengturnya. Artinya umat Islam diberikan kebebasan sepanjang bangunan masjid
itu berperan sebagai rumah ibadah dan pusat kegiatan jamaah/umat, bukan hanya
menitik beratkan kepada aspek kemegahan saja.
b. Aspek Maknawiyah (tujuan)
Pada masa Rasulullah, masjid dibangun atas dasar taqwa dengan
melibatkan masjid sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan umat islam.
c. Aspek Ijtima‟iyah (segala kegiatan)
1. Lembaga Dakwah dan Bakti Sosial
Kegiatan dakwah dan bakti sosial dimiliki hapir oleh semua masjid.
Kegiatan dakwah bisa dilihat dalam bentuk pengajian/tabligh, diskusi, silaturahmi
dan lain-lain. Kegiatan bakti sosialterwujud dalam bentuk santunan anak yatim,
khitanan masal, zakat fitrah, pemotongan hewan qurban dan lain-lain juga
dilakukan di masjid.
39
2. Lembaga Manajemen dan Dana
Masjid di Indonesia pada umumnya bercorak tradisional, hanya di
beberapa masjid tertentu manajemen masjid dapat dilaksanakan secara
propesional.
3. Lembaga Pengelola dan Jamaah
Antara pengelola dan jamaah terjalin ikatan yang tidak dapat
dipisahkandari kegiatan masjid. Kedua komponen ini merupakan pilar utama yang
memungkinkan berlangsungnya aneka kegiatan di masjid.
Allah berfirman dalam surat Al-Jin ayat 18
أحدا فال تدعوا مع للا وأن المساجد لل
Artinya: “Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah”. ( Al-Jin / 72 :18)
A. Masjid dalam Arus Informasi Modern
Islam sebagai agama universal (Kaffah atau menyeluruh) ditakdirkan
sesuai dengan tempat dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber
nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalosasi. Era yang ditandai dengan
gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya. 46
Dampak negatif globalisasi sudah banyak di rasakan contohnya
mempermudah penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang
mengakibatkan krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan
lain-lain. Pada sisi lain ia menghembuskan dampak fositif berupa kesanggupan
melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam
hal berkarya. Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya.
Bagi masjid dampak fositif ini berarti kesaggupan meningkatkan wawasan yang
luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam
mengambil tindakan dengan langkah yang tepat dan cepat.
46
Suwarto, Peranan Masjid Dalam Perkembangan Ekonomi Masyarakat Di Masjid
Riyad Surakarta, ( Surakarta: Skripsi Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah
Surakarta 2012)
40
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami Kalipasir terdapat pada ku-
bah/mustaka dan menara. Pada bagian kubah
Masjid Jami Kalipasir didirikan dengan mengikuti kaidah-kaidah,
dalam kontruksi arsitektural rumah ibadah dalam budaya masyarakat seki-
tar yaitu Tiong Hoa. Bahan-bahan serta kontruksinya, masih memper-
tahankan budaya yang ada di daerah tersebut, sehingga terlihat masih asli
dan terpelihara masih ada Masjid Jami Kalipasir. Bahan-bahan yang
digunakan dan teknik kontruksi lokal, mengantarkan Masjid Jami
Kalipasir tetap menjaga keaslian dan kekuatan kontruksinya hingga saat
ini. Yaitu:
1. Arsitektur: karena mengikuti perkembangan masyarakat sekitar,
dengan perbedaan pada bagian kubah.
2. Status: Masjid ini memiliki stasus istimewa di Tangerang, dengan di-
jadikan tempat wisata religi hingga bangunan ini dijadikan cagar bu-
daya di Tangerang.
3. Keaslian bangunan: disaat bangunan-bangunan Masjid Jami Kalipasir
lainnya direnovasi, Masjid Jami Kalipasir masih tetap mempertahan-
kan keasliannya.
Masjid Jami Kalipasir memang hanya sebuah benda diam, namun
makna yang dimunculkan dari berbagai simbol yang di tampakkan dalam
seni arsitekturnya, membuat dinamika masyarakat sekitar ikut
memakmurkan kegiatan masjid.
Arsitektur Tionghoa merupakan arsitektur khas oriental yang
berasal dari daratan Tiongkok yang pada dasarnya memiliki akar budaya
41
yang sangat tua dan dilestarikan dengan baik selama beribu-ribu tahun.
Arsitektur tradisional yang berornamen atau berhias. Dari segi interior,
gaya oriental ditandai dengan penggunaan material kayu, kertas pelapis
dingding dan warna yang dominan merah, coklat tua, dan emas. Gaya
ukiran dalam interior khas oriental biasanya berbentuk ukiran seperti naga
dan singa. Bunga Lotus pun kerap digunakan sebagai motif ukiran ataupun
lukisan. Atap khas Tionghoa yang berwarna mencolok seperti merah, biru,
dan kuning dengan menggunakan patung naga sebagai wujud kepercayaan.
Gaya arsitek Tionghoa masih tetap bertahan setelah berabad-abad
dibentuk. Prinsip arsitektur Tionghoa tidak pernah berubah, apabila
adanya perubahan, perubahan tersebut adalah detail dekoratif. Sejak
Dinasti Tang, seni arsitek Tionghoa telah banyak mempengaruhi
arsitektur. Keunikan arsitektur tradisional Tionghoa adalah penggunaan
kayu sebagai material kontruksi utama
Arsitektur Tionghoa pada Masjid Jami Kalipasir merupakan
bangunan yang menjadi daya tarik masyarakat Tangerang. Beberapa bagi-
an bangunan masjid mengikuti kondisi di daerah tersubut yang mana di
daerah tersebut menganut Etnis Tionghoa dan bagian tersebut masih ben-
tuk aslinya yaitu Kubah dan Menara.
42
Daftar Pustaka
Buku :
Abdu, Mushab Asy syahid, Dinamika Preservasi dan Konservasi Arsitektur
Masjid Jami Kalipasir, Kota Tangerang-Banten, (Depok: Journal Te-
ori Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, tidak diterbit-
kan, 2016.
Ayub, E. Mohammad, Management Masjid : Petunjuk Praktis Bagi Para
Pengurus, Jakarta : Gema Insani Press,1996.
Dwi Hastoro, Gathut, Kompleks Masjid Kesunyatan Banten Lama, (Depok :
Skripsi Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2016.
Eko Prasetyo, Johan, Masjid Pathok Negoro Plosokuning 1724-2014 (
Kajian Arsitektur Jawa ), (Ciputat: Skripsi Fakultas Adab dan
Humaniora, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif
Hidayatullah, tidak diterbitkan, 2016.
Fiky, Anjar, Sutrisno, Karakteristik Arsitektur Menara Masjid Sebagai Sim-
bol Islam dari Masa ke Masa, ( Sulawesi Utara : e-Journal Prodi Arsi-
tektur, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi).
Gottschalk, louis, Mengerti Sejarah. Terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI
Press, 1983).
Hansel, Stefanus Suryatenggara, Klenteng Boen Tek Bio Tangerang Kajian
Arsitektural, (Depok : Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, tidak diterbitkan, 2011.
Kartodirdjo, Sartono Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Ja-
karta: Gramedia PustakaUtama, 1992.
Khaliesh, Hamdil, Arsitektur Tradisional Tionghoa: Tijauan Terhadap Iden-
titas, Karakter Budaya dan Eksistensinya, (Pontianak : Journal Pro-
gram Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Tanjungpura).
43
Moedjiono, Ragam Hias dan Warna Sebagai Simbol Dalam Arsitektur Cina,
(Semarang: Journal Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Diponogoro Semarang).
Munawwir, A.W, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Yogyakarta :
Pustaka Progresif 1984).
Pudjiastuti Titik, Perang, Dagang, Persahabatan Surat-surat Sultan Banten,
Jakarta Yayasan Obor Indonesia 2007.
Salim, Poniwati, Arsitektur Cina Pada Klenteng Jin De Yuan di Kawasan
Pecinan Jarkarta Sebagai Suatu Perwujudan Akulturasi
Kebudayaan, , (Jakarta: Journal Jurusan Desain Interior, Fakultas
Komunikasi dan Multimedia, Universitas Bina Nusantara).
Siregar, Parlindungan, The Mosque kebon Jeruk: a Potrait of Acculturation
of Moeslem Society in Jakarta 18th
century, Penerbit Atlantis Press,
Jakarta.
Sopandi, Setiadi, Sejarah Arsitektur Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Grame-
dia Pusaka Utama).
Sumardjo, Jakob, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis-
Historis Terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia, Yogyakar-
ta: PENERBIT QALAM, 2002.
Suwarto, Peranan Masjid Dalam Perkembangan Ekonomi Masyarakat Di
Majid Riyad Surakarta, (Surakarta: Skripsi Fakultas Agama Islam,
Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012).
Tim Pusat Studi Sunda, Sejarah Kabupaten Tangerang (Tangerang:
Pemerintahan Kabupaten Tangerang).
Sumber Elektronik :
www.tangerangkota.go.id/9-bangunan-dijadikan-cagar-budaya-kota-
tangerang ( Diakses 13 Maret 2017 Pukul 22:28 WIB)
www.tionghoa,org, diakses 17 April 2018, pukul 22.16 Wib.
Wawancara :H. Ahmad Syairoji, Ketua DKM Masjid Jami Kalipasir, Wawancara
Pribadi, Kota Tangerang, 8 November 2016.
44
MASJID JAMI KALIPASIR
PAPAN CAGAR BUDAYA MASJID JAMI KALIPASIR
45
KUBAH MASJID JAMI KALIPASIR
MENARA MASJID JAMI KALIPASIR
46
MAKAM-MAKAM DI DEPAN MASJID JAMI KALIPASIR
47
SILSILAH ADIPATI KURIPAN