arrtm -...

2
Pikiran Rakyat o Selasa 0 Rabu Kamis 0 Jumat 0 Sabtu 0 Minggu 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Usaha Keeil o Mar 0 Apr 0 Mei 0 Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des .( .~~.~~-=~--~--~------------------------------~----~--------------~--~' arrtm..... M UNGKIN nama H.R. So- mariya Kusumah tidak terdengar familier. Na- mun, beda ceritanya apabila mendengar nama Lembaga Pelati- han Keterampilan Menjahit Yani. Nama "Yani" melekat di 58 ea- bangnya yang tersebar cliKota Ban- dung, Kabupaten Bandung, Kabu- paten Bandung Barat, Kota Cimahi, Sumedang, Garut, Kota dan Kabu- paten Tasikmalaya. Padahal, So- mariya Kusumah adalah pencliri sekaligus pemilik tempat kursus tersebut. Dari Somariya, sang pencliri tern- pat kursus itu, terungkap dari mana asal muasal nama Yani. Yani meru- pakan kependekan dari nama anak kedua Somariya dan Entin Kartini, Somaryani. Kebetulan, Somaryani adalah anak perempuan satu-satu- nya. Dan, nama Yani akan mudah diingat. Nama Yani ini sendiri disematkan Somariya pada tempat kursus men- jahitnya 2 Februari 1974. Padahal saat itu, kursus menjahit milik So- mariya telah berjalan selama dua tahun. Tentang itu, Somariya bercerita panjang, mengurai tempat kursusnya. Somariya yang lulusan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran angkatan 1966 itu menjadi mahir menjahit berkat istrinya, Entin. Di wilayah Banjaran Kabupaten Ban- dung, Somariya yang petani selalu membantu pekerjaan Entin, men- jahitkan baju pesanan. Entin sendiri seorang guru seko- lah dasar. Namun, Entin berhenti pada 1968 karena penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Sang istri akhirnya banting setir menekuni profesi sebagai tukangjahit. "Saya minta istri kon- sentrasi saja dengan menerima pe- sanan menjahit. Kebetulan dia sem- pat kursus menjahit. Kami memulai dengan satu mesinjahit," ujarnya. Setiap hari, Entin mengerjakan sekitar sepuluh baju pesanan. Entin sendirian mengerjakannya dari pagi hingga malam. Karena kesibukan- nya, terkadang Entin meminta So- mariya membuat pola dan memo- tongnya. Lama-kelamaan Somariya malah bisa menjahit dan membantu pekerjaan Entin. ** MENCOBA peruntungan, So- mariya lalu mengajak Entin pindah ke Bandung. Mereka menempati rumah pemberian orang tua So- mariya cliJln. Ciateul, Bandung yang kini dikenal LPK Yani 1 (pusat). Keberuntungan memang berpihak kepada Somariya-Entin, pesanan membeludak. Mereka dan tiga anaknya pun mesti rela tidur berdesak-desakan dengan mesin jahit dan tumpukan kain pesanan jahitan di rumah berukuran 3"4 me- ter. Puas dengan jahitan Somariya dan Entin, para pemesan malah me- minta cliajari menjahit. Somariya menyetujuinya. Akan tetapi, nahas ketika mimpi membuka kursus hen- dak cliwujudkan, mesin jahit satu- satunya milik Somariya cligondol pencuri. Ketika itu harga satu mesin jahit sebesar Rp 15.000. "Karena telanjur memutuskan membuka kursus, saya meminta kepada yang akan mengikuti kursus untuk membawa sendiri mesin jahitnya. Setelah mereka lulus, dibawa kembali," katanya. Pada awal membuka kursus, hanya enam orang yang jacli murid Somariya. Untuk menarik minat pe- serta, Somariya menggratiskan biaya kursus selama dua bulan. Sementara untuk pendaftaran, peserta clibebani Rp 30, dan biaya bulanannya Rp 15. Jadwal kursus tidak berubah sejak didirikan, yakni lima kali 'dalam seminggu. Biasanya peserta kursus menyelesaikan pelajarannya selama lima bulan, lalu mengikuti ujian. Jumlah peserta knrsns terus bertambah. Saat itu, tempat kursus- nya berjalan tanpa izin. Baru pada 2 Februari 1974, Somariya mendaf- tarkan tempat kursus itu dengan na- ma Kursus Menjahit Yani. Dengan bekal izin tersebut, Somariya se- makin rajin berpromosi berburu pe- serta. Dia berkeliling perumahan Kllping Humas {lopad 2011 menempelkan poster tempat nya.Bahkan,stikertersebutte pasang clibemo-bemo, ** PADA masa puncaknya tah 1990-an LPK Yani berhasil me ka 58 cabang dengan jumlah p hingga 1.200 orang. Cabang- itu pun merupakan perpanjan tangan LPK Yani pusat. Deng demikian, dari segi manajerial, bang-cabang itu masih mengin ke LPK Yani Pusat. Namun, bersamaan dengan moneter pada 1998, LPK Yani merasakan imbasnya. Sejuml bang tidak aktif. Kini tersisa 43 bang dengan peserta sekitar 50 orang dan 58 instruktur. "Krisi moneter membuat masyarakat bung, dampaknya juga sampai kami. Dari 58 cabang, turun m 43 cabang, sampai sekarang," Somariya. Untuk membuka cabang ba dirasa berat karena harga sewa ngunan cukup mahal. "Ini tid e- bancling dengan pendapatan da .' kursus," ucapnya. Kendati demikian, Somariya ngungkapkan, ke depan LPK Y akan mulai menjajaki pembuka cabang secarafranchise di luar lauJawa. Kini rencana tersebut diranca tiga anaknya, Dadang Sumary . (45), Somaryani (42), dan Edi Sumaryacli (38). Ketiganya meneruskan usaha yang clirintis orang tuanya. "Selain melebarkan sayap hin a ke luar daerah, rencana ke dep pun ingin meningkatkan kualit hasil didikan kami," kaat Som . Kisah sukes Somariya patut m - jacli inpirasi. Berkat keberanian a membanting etir, Somariya . menjacli legenda hidup untuk u sanjahit-menjahit clikota berjul Parijs van Java yang menjadi barometer perkembangan mode pakaian cliIndonesia. Bukan tid mungkin, di antara para penjahi pakaian model itu adalah manta murid-muridnya. (Dewiyatini/"PR")***

Transcript of arrtm -...

Pikiran Rakyato Selasa 0 Rabu • Kamis 0 Jumat 0 Sabtu 0 Minggu

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1620 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Usaha KeeiloMar 0 Apr 0Mei 0 Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des . (.~~.~~-=~--~--~------------------------------~----~--------------~--~'

•arrtm.....MUNGKIN nama H.R. So-

mariya Kusumah tidakterdengar familier. Na-

mun, beda ceritanya apabilamendengar nama Lembaga Pelati-han Keterampilan Menjahit Yani.Nama "Yani" melekat di 58 ea-bangnya yang tersebar cliKota Ban-dung, Kabupaten Bandung, Kabu-paten Bandung Barat, Kota Cimahi,Sumedang, Garut, Kota dan Kabu-paten Tasikmalaya. Padahal, So-mariya Kusumah adalah penclirisekaligus pemilik tempat kursustersebut.

Dari Somariya, sang pencliri tern-pat kursus itu, terungkap dari manaasal muasal nama Yani. Yani meru-pakan kependekan dari nama anakkedua Somariya dan Entin Kartini,Somaryani. Kebetulan, Somaryaniadalah anak perempuan satu-satu-nya. Dan, nama Yani akan mudahdiingat.

Nama Yani ini sendiri disematkanSomariya pada tempat kursus men-jahitnya 2 Februari 1974. Padahalsaat itu, kursus menjahit milik So-mariya telah berjalan selama duatahun. Tentang itu, Somariyabercerita panjang, mengurai tempatkursusnya.

Somariya yang lulusan FakultasPertanian Universitas Padjadjaranangkatan 1966 itu menjadi mahirmenjahit berkat istrinya, Entin. Diwilayah Banjaran Kabupaten Ban-dung, Somariya yang petani selalumembantu pekerjaan Entin, men-jahitkan baju pesanan.

Entin sendiri seorang guru seko-lah dasar. Namun, Entin berhentipada 1968 karena penghasilannyatidak mencukupi kebutuhan hidupmereka. Sang istri akhirnya bantingsetir menekuni profesi sebagaitukangjahit. "Saya minta istri kon-sentrasi saja dengan menerima pe-sanan menjahit. Kebetulan dia sem-pat kursus menjahit. Kami memulaidengan satu mesinjahit," ujarnya.

Setiap hari, Entin mengerjakansekitar sepuluh baju pesanan. Entinsendirian mengerjakannya dari pagihingga malam. Karena kesibukan-nya, terkadang Entin meminta So-

mariya membuat pola dan memo-tongnya. Lama-kelamaan Somariyamalah bisa menjahit dan membantupekerjaan Entin.

**MENCOBA peruntungan, So-

mariya lalu mengajak Entin pindahke Bandung. Mereka menempatirumah pemberian orang tua So-mariya cliJln. Ciateul, Bandungyang kini dikenal LPK Yani 1(pusat). Keberuntungan memangberpihak kepada Somariya-Entin,pesanan membeludak. Mereka dantiga anaknya pun mesti rela tidurberdesak-desakan dengan mesinjahit dan tumpukan kain pesananjahitan di rumah berukuran 3"4 me-ter.

Puas dengan jahitan Somariya danEntin, para pemesan malah me-minta cliajari menjahit. Somariyamenyetujuinya. Akan tetapi, nahasketika mimpi membuka kursus hen-dak cliwujudkan, mesin jahit satu-satunya milik Somariya cligondolpencuri.

Ketika itu harga satu mesin jahitsebesar Rp 15.000. "Karena telanjurmemutuskan membuka kursus, sayameminta kepada yang akanmengikuti kursus untuk membawasendiri mesin jahitnya. Setelahmereka lulus, dibawa kembali,"katanya.

Pada awal membuka kursus,hanya enam orang yang jacli muridSomariya. Untuk menarik minat pe-serta, Somariya menggratiskan biayakursus selama dua bulan. Sementarauntuk pendaftaran, peserta clibebaniRp 30, dan biaya bulanannya Rp 15.Jadwal kursus tidak berubah sejakdidirikan, yakni lima kali 'dalamseminggu. Biasanya peserta kursusmenyelesaikan pelajarannya selamalima bulan, lalu mengikuti ujian.

Jumlah peserta knrsns terusbertambah. Saat itu, tempat kursus-nya berjalan tanpa izin. Baru pada 2Februari 1974, Somariya mendaf-tarkan tempat kursus itu dengan na-ma Kursus Menjahit Yani. Denganbekal izin tersebut, Somariya se-makin rajin berpromosi berburu pe-serta. Dia berkeliling perumahan

Kllping Humas {lopad 2011

menempelkan poster tempatnya.Bahkan,stikertersebuttepasang clibemo-bemo,

**PADA masa puncaknya tah

1990-an LPK Yani berhasil meka 58 cabang dengan jumlah phingga 1.200 orang. Cabang-itu pun merupakan perpanjantangan LPK Yani pusat. Dengdemikian, dari segi manajerial,bang-cabang itu masih menginke LPK Yani Pusat.

Namun, bersamaan denganmoneter pada 1998, LPK Yanimerasakan imbasnya. Sejumlbang tidak aktif. Kini tersisa 43bang dengan peserta sekitar 50orang dan 58 instruktur. "Krisimoneter membuat masyarakatbung, dampaknya juga sampaikami. Dari 58 cabang, turun m43 cabang, sampai sekarang,"Somariya.

Untuk membuka cabang badirasa berat karena harga sewangunan cukup mahal. "Ini tid e-bancling dengan pendapatan da .'kursus," ucapnya.

Kendati demikian, Somariyangungkapkan, ke depan LPK Yakan mulai menjajaki pembukacabang secarafranchise di luarlauJawa.

Kini rencana tersebut dirancatiga anaknya, Dadang Sumary .(45), Somaryani (42), dan EdiSumaryacli (38). Ketiganyameneruskan usaha yang clirintisorang tuanya.

"Selain melebarkan sayap hin ake luar daerah, rencana ke deppun ingin meningkatkan kualithasil didikan kami," kaat Som .

Kisah sukes Somariya patut m -jacli inpirasi. Berkat keberanian amembanting etir, Somariya .menjacli legenda hidup untuk usanjahit-menjahit clikota berjulParijs van Java yang menjadibarometer perkembangan modepakaian cli Indonesia. Bukan tidmungkin, di antara para penjahipakaian model itu adalah mantamurid-muridnya.(Dewiyatini/"PR")***

ergeseR UPANYA gelar kesatjanaan bukanjamiaan

mendapatkan peketjaan dengan mudah, MaIa-han sejumlah pekeljaan lebih menuntut pencari

ketja atas dasar keterampilan, bukan ijazah satjana. Diantara keterampilan yang banyak digeluti pelatibannyaadalah menjahit.

Menurut pendiri sekaligus pemilik Lembaga PelatihanKeterampilan (LPK) Yani, H.R Somariya Kusumah,peminat kursus menjahit telah banyak perkembangan-nya. Saat dia membuka kUl"SUSmenjahit, tiggkat pen-didikan peserta kursus sebagian besar sekohili dasar.Kalau pun ada yang telah beketja, biasanya sebagaipembantu rumah tangga (PR1j.

Namun, kini ada pergeseraIi cukup besar. Semakinbanyak peserta kursus di LPK Yani yangjustru berpen-didikan diploma ataupun satjana.

Bahkan, peminat dari kalangan ibu rumah tangga danmahasiswajuga terbilang banyak. "Pergeseran itu mulaitetjadisetelah krisis moneter. Masyarakat mulai sadarbahwa keterampilan menjahit itu cukup mejanjikan,"kata Somariya.

Somariya mengakui, lulusan dari tempat kursusnyapaling banyak membuka usaha sendiri seperti membukabutik atau home industry. Tidak sedikit pula yang be-ketja di pabrik garmen. "Pasarnya terbuka, sehinggabanyak peminatnya. Bahkan untuk calon peketja di gar-men, saya menyediakan kursus mesin hight speed,"ucapnya.

**

SALAH satu peserta kursus asal Arcamanikdung, Rosita (48), beralasan mengikuti kursusuntuk mengisi waktu luang sekaligus membusaha. Wanita yang sempat beketja itu menyeb n,keterampilan menjahit tidak hanya untuk kepe tiogan"memperbaiki baju", tetapijuga bisa mengh .uang.

Selain itu, untuk menguasai teknik menjahit .perlu waktu lama. "Dalam tiga hari, saya sudah isamembuat pakaian anak," kata ibu yang menga il kur-sus kilat itu.

Rosita merasakan waktu kursus Iima jam sesingkat. Padahal, jika dia di rumah, rentang wjam itu sangat panjang. Karena alasan itulah, Rmemutuskan mengikuti kursus menjahit dengpelajaran yang dia inginkan.

Ari Nursanti (28) menyebutkan, wanita dengketerampilan tidak akan menggantungkan dirirusahaan tempat dia beketja. Keterampilan itujadikan bekal , sehingga tidak perlu takut be"Kalau tidak memiliki bekal, bisa ketinggalan jayang lain," ujarnya.

Akan tetapi, untuk peketja kantoran sepertisulit memilih kursus di luar jam ketja. Pasalnylab kursus yang diminati tidak menyediakan wluar jam kelja.

"Kalaupun ada, harus bisa mengajak sejumlagar tempat kursus dapat membayar instrukturharga yang sepadan," katanya. (Dewiyatini/"

l