ARKHAEA
-
Upload
zhenbychoowqq5503 -
Category
Documents
-
view
256 -
download
0
Transcript of ARKHAEA
ARKHAEA
Secara morfologi Arkhaea dan Bakteri tidak berbeda. Namun perbedaan antara Arkhaea
dan Bakteri dapat dilihat pada metabolisme (khususnya katabolisme) dan kondisi lingkungan
pertumbuhan. Terdapat 3 subdivisi arkhaea, yaitu Euryarchaeota, Crenarchaeota dan
Korarchaeota.
Sebagian besar Arkhaea hidup di lingkungan ekstrim, seperti dasar laut dalam, mata air
panas, dan lainnya. Lingkungan ekstrim ini tidak dapat ditumbuhi organisme lainnya
termasuk bakteri. Sebagian besar anggota Crenarchaeota hidup di lingkungan panas
ekstrim, seperti solfatara dan ceruk hidrotermal. Namun terdapat anggota Crenarchaeota
yang mampu hidup di lingkungan mesofil (berasosiasi dengan akar tananaman) dan bahkan
sampai suhu 2C (di Antartika).
Euryarchaeota
Arkhaea ini memiliki keragaman metabolisme luas, tetapi memiliki properti dasar bersama.
Berdasarkan aktivitas metabolismenya Euryarchaeota dapat dikelompokan menjadi 4
kelompok, yaitu metanogen, halofil, termoasidofilik, dan hipertermofil.
Arkhaea Metanogen
Kebanyakan anggota Euryarchaeota menghasilkan metana (CH4) dalam metabolismenya.
Oleh karena itu, anggota Euryarchaeota ini disebut metanogen. Berdasarkan analisis
16SRNA, metanogen merupakan Arkhaea primitif. Metanogenesis hanya dapat terjadi pada
kondisi anaerob, karena enzim dan kofaktor pada Arkhaea ini labil oleh serangan oksigen.
Daerah anaerobik seperti kolam lumpur, dan pengolahan limbah anaerobik merupakan
lingkungan menguntungkan bagi arkhaea ini. Sebagai tambahan arkhaea ini merupakan
mikroba flora normal saluran pencernaan berbagai hewan, termasuk ruminansia (sapi,
kambing, dan kerbau), manusia, anjing, dan serangga pengonsumsi selulosa seperti rayap.
Di dalam saluran pencernaan ruminansia, arkhaea ini berperan dalam mengkonsumsi
hidrogen (H2) yang dapat menghambat degradasi selulosa. Metana juga dapat dihasilkan
dari asetat. Dalam saluran pencernaan rayap, metanogen Methanobacterium dan
Methanobenibacter, hidup di dalam protozoa Trichomonas. Protozoa mendegradasi
selulosa menjadi glukosa dan kemudian didegradasi menjadi asam dan hidrogen.
Metanogen mengkonsumsi H2 dan mengubahnya menjadi metana. Metanogen juga dapat
dijumlai di lingkungan bersuhu tinggi, seperti ceruk hidrotermal, mata air panas, dan daerah
gunung api aktif.
Lingkungan hidup metanogen harus anaerob yang mengandung CO2 atau senyawa C1
lainnya dan substrat tereduksi tinggi, seperti H2. Jika CO2 sebagai sumber karbon, maka H2
dipakai sebagai sumber energi. Kadar SO42- pada habitat metanogen harus rendah, karena
dapat mengurangi populasi bakteri pereduksi sulfat. Bakteri pereduksi sulfat akan
berkompetisi dengan metanogen dalam mengkonsumsi H2.
Reaksi Metanogenesis
Arkhaea metanogen dapat dijumpai di daerah yang terjadi dekomposisi material organik.
Pada daerah demikian H2 dan asetat tersedia dan siap dikonsumsi. Jika ditumbuhkan di
daerah ini, maka arkhaea metanogen akan mengubah CO2 menjadi CH4 dan melepaskan air
dengan reaksi berikut ini
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O G = -131 kJ
Arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol dan H2 menjadi CH4 dengan
menghasilkan energi sama dengan konsumsi CO2.
CH3OH + H2 CH4 + H2O G = -131 kJ
Beberapa arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol tanpa kehadiran H2
dengan reaksi sebagai berikut
4CH3OH 3CH4 + CO2 + 2H2O G = -80 kJ
Beberapa arkhaea metanogen dapat mengubah asetat menjadi CH4 dan rekasinya adalah
sebagai berikut
CH3COOH + H2O CH4 + HCO3H G = -31 kJ
Secara detail proses produksi CH4 oleh arkhaea metanogen adalah sebagai berikut. CO2
harus diaktifkan oleh enzim metanofuran menjadi senyawa formil (HCO). Metanofuran
adalah kofaktor unik dan mampu mengikat CO2. Gugus formil terikat metanofuran ditransfer
ke enzim kedua, yaitu enzim metanopterin. Metanopterin juga mampu mengikat senyawa C1
dan terus membawa melalui serial tahapan reduksi. Dua reaksi reduksi terjadi pada gugus
formil, sehingga mengubahnya menjadi metilen (CH2) dan selanjutnya menjadi metil (CH3).
Sumber elektron pada proses reduksi ini diperoleh dari koenzim F420. Gugus metil ditransfer
ke koenzim M (CoM) menghasilkan CH3-CoM. Akhirnya direduksi menjadi CH4 oleh sistem
metil reduktase.
Sebagian besar CH4 di atmosfir diproduksi oleh arkhaea metanogen dan CH4 merupakan
gas greenhouse dan menyebabkan pemanasan global. Sebagian besar CH4 dihasilkan oleh
aktivitas manusia, seperti peternakan dan pemanenan padi.
Keragaman Arkhaea Metanogen
Dua contoh arkhaea metanogen adalah Methanobacterium thermoautotrophicum dan
Methanococcus jannaschii. M. thermoautotrophicum sering dijumpai di tanah tergenang dan
digester limbah. Arkhaea ini terwarnai Gram negatif, tetapi tidak memiliki struktur dinding sel
gram negatif pada umumnya. Dinding selnya berisi pseudopeptidoglikan bukan
peptidoglikan. Seperti namanya, arkhaea ini tumbuh di lingkungan bersuhu 35—70C.
Arkhaea ini mampu mengonsumsi H2 dan format. Sel berbentuk batang. M. jannaschii
diisolasi dari ceruk hidrotermal laut dan hidup di lingkungan sekitar 85C dan ahanya tumbuh
dengan substrat CO2 dan H2. Sel bebbentuk sferis. Kedua arkhaea ini mampu menyintesis
semua senyawa organik dari CO2.
Arkhaea metanogen ini merupakan arkhaea pertama yang diketahui urutan genomnya.
Ukuran genom M. thermoautotrophicum adalah 1,75 Mb dan diperkirakan berisi 1870 gen.
Sedangkan M. jannaschii memiliki ukuran genom sebesar 1,66 Mb dengan perkiraan 1729
gen. Studi genom arkhaea metanogen menunjukkan bahwa gen yang terlibat dalam proses
anabolisme seperti biosintesis asam amino homolog dengan Bakteri. Namun proses sentral
sel seperti replikasi DNA dan transkripsi RNA lebih dekat dengan Eukariota. Oleh karena itu,
Arkhaea ini berada di antara bakteri dan Eukarya pada pohon filogenetiknya. Perbandingan
genom kedua arkhaea metanogen ini menunjukkan bahwa 20% gen M.
thermoautotrophicum tidak dijumpai pada M. jannaschii dan 15% gen M. jannaschii tidak
dijumpai pada M. thermoautotrophicum.
Arkhaea Halofil Ekstrim
Arkhaea halofil ekstrim merupakan anggota Arkhaea yang mampu hidup di lingkungan
salinitas tinggi dan merupakan organisme toleran garam. Telah teridentifikasi sebanyak 20
species arkhaea halofil ekstrim dengan keragaman morfologi dan struktur sel. Arkhaea
halofil ekstrim memiliki dinding sel berbeda dengan bakteri gram negatif, meskipun terwarnai
Gram negatif dan tidak memiliki struktur istrirahat, seperti spora atau kista. Kebanyakan
arkhaea ini obligat aeron non-motil dan memerlukan garam untuk pertumbuhannya. Mereka
merupakan organisme kemorganotrof dan memerlukan beberapa faktor pertumbuhan.
Beberapa arkhaea halofil ekstrim mampu mengonsumsi karbohidrat dan memproduksi
energi melalui siklus TCA dan transfer elektron mirip dengan bakteri. Beberapa arkhaea
halofil ekstrim mampu hidup secara anaerob dan melakukan fermentasi gula atau respirasi
anaerob dengan nitrat atau fumarat sebagai akseptor elektron.
Arkhaea halofil ekstrim hidup si daerah berkadar garam tinggi, dengan kadar minimum,
optimum, dan maksimum masing-masing sebesar 8,8% NaCl, sekitar 20% NaCl, dan 32%
NaCl. Daerah bersalinitas tinggi jarang dijumpai. Kebanyakan daerah bersalinitas tinggi
adalah danau garam seperti Great Salt Lake di Utah Amerika Serikat, laut mati, dan danau
soda. Terdapat organisme eukariota yang mampu hidup di lingkungan bersalinitas tinggi
seperti alga Dunaliella.
Pertanyaan pertama terhadap arkhaea ini adalah adaptasi molekuler organisme ini terhadap
lingkungan bersalinitas tinggi. Informasi terhadap adaptasi ini diketahui setelah mempelajari
mikroba halofil Halobacterium dan mungkin dapat dianalogikan ke semua arkhaea halofil
ekstrim. Permasalahan utama adalah lingkungan bersalin tinggi akan membuat sebagian air
keluar dari sel oleh proses osmosis. Organisme ini mampu menjaga keseimbangan
osolaritas di dalam sel dengan memproduksi molekul kompatibel di ruang periplasmik.
Selain itu dia mengakumulasi ion anorganik di dalam sel yang sesuai dengan kadar garam
di lingkungan. Halobacterium juga memompa Kalium ke dalam sel, sehingga kadar kalim
dalam sel seimbang dengan kadar Natrium di lingkungan.
Arkhaea Termoasidofil
Arkhaea termoasidofil adalah arkhaea yang hidup di lingkungan bersuhu tinggi dan benilai
pH asam. Terdapat 3 genus yang umum untuk arkhaea termoasidofil, yaitu Thermoplasma,
Picrophilus, dan Ferroplasma.
Arkhaea Thermoplasma
Dua jenis Thermoplasma telah diisolasi, yaitu T. acidophilum dan T. volcanii. Kedua
organisme adalah kemorganotrof yang mampu hidup pada lingkungan mengandung
senyawa organik, dan memerlukan faktor pertumbuhan. Thermoplasma mengonsumsi O2
dan senyawa sulfur sebagai akseptor elektron. T. acidophilum merupakan termofil dengan
kisaran suhu pertumbuhan antara 45 sampai 67C. Sedangkan T. volcanii mampu tumbuh
baik di suhu 33C, tetapi masih dapat tumbuh pada suhu 67C. Kedua organisme ini
memerlukan kondisi asam sampai nilai pH mencapai 0,5 untuk pertumbuhannya.
Ongokan buangan batubara yang berisi batubara, pirit, dan material organik sering spontan
terbakar menghasilkan suhu tinggi. T. acidophilum mampu mengonsumsi senyawa organik
ini dan mengoksidasi melalui respirasi aerob atau anaerob dengan menggunakan sulfur
sebagai akseptor elektron.
Meskipun lingkungan bernilai pH asam, tetapi nilai pH sitoplasma arkhaea termoasidofil
mendekati netral. Hal ini terjadi akibat aktivitas pompa membran memompa proton keluar
dari sel. Metode ini melindungi rekasi metabolisme dari penghambatan kondisi asam.
Arkhaea Picrophilus
Picrophilus sp. merupakan organisme yang paling toleran terhadap asam dan merupakan
organisme umum dijumpai di solfatara darat. Nilai pH optimum pertumbuhannya adalah 0,7
dan mampu tumbuh sampai nilai pH 0,06. Nilai pH ini ekuivalen dengan 1,15 M larutan HCl
dan mampu melarutkan logam. Picophilus sp. merupakan organisme obligat aerob yang
tumbuh dengan mengoksidasi senyawa organik dan mampu tumbuh pada suhu 40—69C.
Dinding sel Picrophilus berisiprotein lapisan S. Lapisan S ini yang diduga sebagai
mekanisme impermeabel asam.
Arkhaea Ferroplasma
Arkhaea ini pertama kali diisolasi dari biorekator di Kazakhstan dan pertambangan di
Amerika Serikat. Arkhaea ini dijumpai di pertambangan sulfur. Ferroplasma adalah
organisme kemolitotrof yang memapu mengoksidasi ion feri (Fe2+) atau pirit sebagai sumber
energi dam mengonsumsi CO2 sebagai sumber karbon. Ion ferat (Fe3+) merupakan produk
akhir oksidasi ion feri. Selain ion feri, arkhaea ini mampu mengoksidasi Mg2+. Arkhaea ini
mampu hidup optimal di lingkungan bernilai pH 1,2 dengan kisaran pH pertumbuhan adalah
0,1—2,5. Arkhaea ini merupakan organisme dominan (sampai 85%) di pertambangan asam.
Oksidasi logam sulfida, khususnya pirit (FeS2), menghasilkan proton yang dapat
mengasamkan air. Larutan asam ini mampu menahan ion logam seperti Fe2+, Cd2+, Cu2+,
dan Zn2+.
Arkhaea Termofil Ekstrim
Arkhaea ini mampu hidup pada suhu sampai 113C. Sebagian besar species ini diisolasi dari
solfatara dan ceruk hidrotermal. Oleh karena itu, toleransi terhadap suhu tinggi bekan hal
yang mengejutkan.
Arkhaea Thermococcales
Semua jenis Thermococcales diketahui memiliki suhu optimal pertumbuhan bevariasi antara
75 sampai 104C. Mereka obligat anaerob dan berkembang baik di solfatara darat maupun
laut. Thermococcales merupakan organisme organotrof yang mengonsumsi senyawa
organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka melakukan respirasi dan fermentasi
terhadap senyawa organik untuk menghasilkan energi. Di antara Arkhaea Thermococcales
merupakan arkhaea tumbuh cepat dengan waktu generasi mencapai 35 menit untuk
Pyrococcus dan 120 menit untuk Thermococcus. Thermococcus dan Pyrococcus adalah
arkhaea motil, karena mempunyai flagela dan tumbuh optimal pada suhu 95C. Kedua
arkhaea ini mengonsumsi peptida dan karbohidrat secara fermentatif dengan bertumpu
pada enzim tungsten.P. furiosis menghasilkan tungsten-G3P-feredoksin oksidoreduktase
dan tampaknya mempunyai peran sama dengan G3P-dehidrogenase pada jalur Emden-
Meyerhoff-Parnas. Arkhaea ini hidup baik tanpa hidrogen sulfida dan memiliki enzim tahan
panas yang berpotensi dalam aplikasi industri. Seperti kita ketahui reaktor industrial
biasanya bekerja dengan suhu tinggi dan terkorosi oleh hidrogen sulfida.
Arkhaea Archaeoglobales
Archaeoglobus merupakan satu-satunya genus anggota Archaeoglobales. Arkhaea ini
memerlukan kadar garam tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu, habitanya terbatas dan
hanya dijumpai pada ceruk hidrotermal laut dan solfatara laut. Mereka organisme abligat
anaerob dan hanya tumbuh dengan mengonsumsi senyawa organik dan anorganik. Sulfat
dipakai sebagai akseptor elektron dan mengubahnya menjadi hidrogen sulfida (H2S). Donor
elektron berasal dari H2 dan dipakai untuk mereduksi sulfat dan senyawa organik lainnya
seperti asam laktat, gula, pati, dan peptida.
Arkhaea ini memiliki metabolisme mirip dengan arkhaea metanogen dalam hal koenzim unik
metanogen seperti faktor 420, koenzim M,dan lainnya. Selama metabolismenya
menghasilkan sedikit metana, tetapi tidak dapat tumbuh pada substrat untuk arkhaea
metanogen, seperti H2 dan CO2 kecuali tersedia sulfat. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
Archaeoglobales merupakan tahapan antara evolusi arkhaea metanogen.
Crenarchaeota
Kelompok Crenarchaeota terdiri atas termoasidofil dan hipertermofil yang secara filogenetik
berbeda dengan Euryarchaeota. Arkhaea hipertermofil ini merupakan pemecah rekor
toleransi terhadap suhu tinggi.
Crenarchaeota Hipertermofil
Anggota arkhaea ini ditemukan di sekitar lingkungan volcano baik di darat maupun di laut.
Sulfolobus tumbuh di mata air panas, kaya sulfur dengan nilai pH 1—5, dan suhu sampai
95C. Sulfolobus adalah mikroba obligat aerob dan tumbuh secara kemolitotrof dengan
mengoksidasi H2S atau S menjadi H2SO4. Oksigen digunakan sebagai akseptor elektron.
Arkhaea ini mampu menambat CO2 melalui jalur 3-hidroksipropionat termodifikasi. Anggota
lainnya adalah Acidianus yang mengunakan elemen sulfur secara aerob dan anaerob.
Arkhaea ini mengunakan sulfur sebagai donor elektron maupun ekseptor elektron. Dengan
bantuan oksigen, sulfur dioksidasi menjadi asam sulfat dan elektron diberikan ke oksigen.
Dalam kondisi nonoksigenik, hidrogen direduksi dan sulfur dioksidasi, sehingga
menghasilkan hidrogen sulfida. Baik Sulfolobus dan Acidianus dapat tumbuh pada suhu 60--
95C dan nilai pH optimum adalah 2.
Kandungan G+C pada kedua arkhaea ini rendah sekitar 31% untuk Acidianus dan 37%
untuk Sulfolobus. Fakta menunjukkan bahwa DNA dengan G+C tinggi lebih tahan panas.
Oleh karena itu pasti terdapat sistem lain yang bertanggung jawab terhadap ketahanan
panas. Ternyata arkhaea ini memiliki protein terasosiasi DNA yang tahan panas. Meskipun
kandungan G+C rendah, tetapi organisme ini tahan panas akibat mekanisme proteiksi
protein terasosiasi DNA.
Pyrolobus fumarii merupakan organisme pemegang rekor suhu pertumbuhan, yaitu 113C.
Arkhaea ini tidak dapat tumbuh di bawah suhu 90C dan suhu optimum pertumbuhan adalah
106C. Pyrolobus merupakan organisme kemolitotrof pengonsumsi (obligat) H2. Elektron dari
H2 dipakai untuk mereduksi NO3-, S2O3
-, atau O2, masing-masing menghasilkan NH4+, H2S
and H2O. Organisme ini mampu bertahan dari sterilisasi autoklaf, bahkan sampai 1 jam
sterilisasi.
Arkhaea pereduksi sulfat baik dari anggota Euryarchaeota dan Crenarchaeota merupakan
organisme perusak (souring) sumur minyak. Hal ini karena merka mampu mengkonsumsi
suldfat menjadi hidrogen sulfida yang larut dalam minyak. Selain itu, peningkatan emisi
sulfur ketika pembakaran minyak dapat meningkatkan biaya pemurnian minyak dan
serangan sulfida terhadap logam baik casing maupun pipa dapat menimbulkan korosi dan
kebocoran.
Kornarchaeota
Berdasarkan analisis 16S RNA arkhaea ini dipisahkan dari 2 kelompok terdahulu. Anggota
Kornarchaeota diduga memisah lebih dulu pada pohon filogenetik dan properti selnya mirip
dengan properti sel mikroba terprimitif di bumi. Sedikit sekali informasi yang diberikan dari
arkhaea ini, meskipun demikian penelitian tentang properti metabolisme mulai dilakukan.
TUGAS BIOLOGI MOLEKULAR
ARCHAEA
Oleh:
SKelompok 4
260110090051260110090052260110090053260110090054260110090055260110090056
YUSTIN NURWULANDARI (260110090057)MAHARDIAS F.S (260110090058)M.REGGY FAUZI (260110090059)NASRUL UMAMI (260110090060)
RYANDWIKA HERO.P (260110090061)YUDI (260110090062)
KARTIKA C.K (260110090063)RIZKI NOVA SARI (260110090064)