Arifan Lokal Bima Ahyar

80
Bima |Dana Mbojo| Bima, pernah merupakan sebuah kerajaan yang swapraja selama lima atau enam abad sebelum lahirnya Republik Indonesia. Kabupaten Bima07 September 2011 13:25 Lambang Kabupaten Bima Motto: Maja Labo Dahu Lokasi NTB Kabupaten Bima.svg Peta lokasi Kabupaten Bima Koordinat: 118°44'–119°22' BT dan 8°8'–8°57' LS Provinsi Nusa Tenggara Barat Dasar hukum PP Nomor 41 Tahun 2007 Ibu kota Woha Pemerintahan - Bupati Ferry Zulkarnain, ST - APBD Rp. 19,17 miliar (2006) - DAU Rp. 515.830.728.000,- (2011)[1] Luas 4.389,4 km2 Populasi - Total 419.302 jiwa - Kepadatan 95,53 jiwa/km2 Demografi Kode area telepon 0374 Pembagian administratif - Kecamatan 14 - Desa/kelurahan 150 Situs web http://www.bimakab.go.id/ Kabupaten Bima adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibu kotanya ialah Woha. Sejarah singkat Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia

Transcript of Arifan Lokal Bima Ahyar

Page 1: Arifan Lokal Bima Ahyar

Bima |Dana Mbojo|

Bima, pernah merupakan sebuah kerajaan yang swapraja selama lima atau enam abad sebelum lahirnya Republik Indonesia.

Kabupaten Bima07 September 2011 13:25

Lambang Kabupaten Bima

Motto: Maja Labo Dahu Lokasi NTB Kabupaten Bima.svg

Peta lokasi Kabupaten Bima

Koordinat: 118°44'–119°22' BT dan 8°8'–8°57' LS Provinsi Nusa Tenggara Barat Dasar hukum PP Nomor 41 Tahun 2007 Ibu kota Woha Pemerintahan - Bupati Ferry Zulkarnain, ST - APBD Rp. 19,17 miliar (2006) - DAU Rp. 515.830.728.000,- (2011)[1] Luas 4.389,4 km2 Populasi - Total 419.302 jiwa - Kepadatan 95,53 jiwa/km2 Demografi Kode area telepon 0374 Pembagian administratif - Kecamatan 14 - Desa/kelurahan 150 Situs web http://www.bimakab.go.id/ Kabupaten Bima adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibu kotanya ialah Woha. Sejarah singkat Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Kerajaan Bima Kerajaan Bima dahulu terpecah–pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah, yaitu: Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima TengahNcuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima SelatanNcuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima BaratNcuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima UtaraNcuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa

Page 2: Arifan Lokal Bima Ahyar

berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima, cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra, yaitu: DarmawangsaSang BimaSang ArjunaSang KulaSang Dewa Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan, yakni Kerajaan Bima dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/XV. Hubungan darah antara Bima, Bugis dan Makassar Hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625–1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar di kawasan Timur Indonesia, yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke VI, sedangkan yang ke VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Ada beberapa catatan yang ditemukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa, sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai yang dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Geografi Letak Kabupaten Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kota Bima). Secara geografis Kabupaten Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan 70°30” Lintang Selatan.[2] Topografi Secara topografis wilayah Kabupaten Bima sebagian besar (70%) merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%) adalah dataran. Sekitar 14% dari proporsi dataran rendah tersebut merupakan areal persawahan dan lebih dari separuh merupakan lahan kering. Oleh karena keterbatasan lahan pertanian seperti itu dan dikaitkan pertumbuhan penduduk kedepan, akan menyebabkan daya dukung lahan semakin sempit. Konsekuensinya diperlukan transformasi dan reorientasi basis ekonomi dari pertanian tradisional ke pertanian wirausaha dan sektor industri kecil dan perdagangan. Dilihat dari ketinggian dari permukaàn laut, Kecamatan Donggo merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut, sedangkan daerah yang terendah adalah Kecamatan Sape dan Sanggar yang mencapai ketinggian hanya 5 m dari permukaan laut. Di Kabupaten Bima terdapat lima buah gunung, yakni: Gunung Tambora di Kecamatan TamboraGunung Sangiang di Kecamatan WeraGunung Maria di Kecarnatan WawoGunung Lambitu di Kecamatan LambituGunung Soromandi di

Page 3: Arifan Lokal Bima Ahyar

Kecamatan Donggo, merupakan gunung tertinggi di wilayah ini dengan ketinggian 4.775 m. Batas wilayah Kabupaten Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara Laut Flores Selatan Samudera Indonesia Barat Kabupaten Dompu Timur Selat Sape Pemekaran 2007 Pada tahun 2007 terjadi pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kecamatan baru, yaitu: ParadoLambituSoromandiPali'belo Dengan adanya pemekaran ini, sekarang Kabupaten Bima memiliki jumlah kecamatan sebanyak 18 wilayah. Luas wilayah Luas wilayah setelah pembentukan Daerah Kota Bima berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2002 adalah seluas 437.465 Ha atau 4.394,38 Km² (sebelum pemekaran 459.690 Ha atau 4.596,90 Km²) dengan jumlah penduduk 419.302 jiwa dengan kepadatan rata-rata 96 jiwa/Km². Iklim dan cuaca Wilayah Kabupaten Bima beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan relatif pendek. Keadaan curah hujan tahunan rata-rata tercatat 58.75 mm, maka dapat disimpulkan Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering sepanjang tahun yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan keringnya sebagian besar sungai. Curah hujan tertinggi pada bulan Februari tercatat 171 mm dengan hari hujan selama 15 hari dan musim kering terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September dimana tidak tejadi hujan. Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang tergenang dan tidak tergenang. Pengaruh pasang surut hanya seluas 1.085 Ha atau 0,02% dengan lokasi terbesar di wilayah pesisir pantai. Sedangkan luas lokasi yang tergenang terus menerus adalah seluas 194 Ha, yaitu wilayah Dam Roka, Dam Sumi dan Dam Pelaparado, sedangkan Wilayah yang tidak pernah tergenang di Kabupaten Bima adalah seluas 457.989 Ha. Referensi 1. ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011. 2. ^ Potensi Daerah Kabupaten Bima. Situs Pemkab Bima Pranala luar (Indonesia)Situs Bima Center(Indonesia)Kabupaten Bima. Harian Kompas, 18 September 2003(Indonesia)Dou Mbojo (Orang Bima) Online Community(Indonesia)Raja Muda Bima Dilantik Jadi Bupati. Tempo Interaktif, 8 Agustus 2005(Indonesia) Sejarah Bima dana Mbojo(Indonesia)LintasMbojo.com Portal berita Online Dou Mbojo

Sumber

Kota Bima07 September 2011 13:15

Logo http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9e/Lokasi_NTB_Kota_Bima.svg/250px-Lokasi_NTB_Kota_Bima.svg.png Letak Kota Bima di Nusa Tenggara Barat Kota Bima terletak di Indonesia http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0c/Red_pog.svg/6px-Red_pog.svg.png Kota Bima Letak Kota Bima di Indonesia Koordinat:

Page 4: Arifan Lokal Bima Ahyar

8°22′28.42″S 118°44′5.07″E Negara Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Hari jadi 10 April 2002 Pemerintahan - Walikota M. Qurais. H. Abidin - DAU Rp. 268.001.565.000,- [1] Luas - Total 222,25 km2 Populasi (2010) - Total 142.443 - Kepadatan 640,9/km² Kecamatan 5 Kelurahan 38 Zona waktu WIT (UTC+7) Situs web www.bimakota.go.id Bima adalah sebuah kota otonom yang terletak di Pulau Sumbawa bagian timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.

Geografi Secara geografis Kota Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-8°30'00" Lintang Selatan. Tingkat curah hujan rata-rata 132,58 mm dengan hari hujan: rata-rata 10.08 hari/bulan. Sementara matahari bersinar terik sepanjang musim dengan rata-rata intensitas penyinaran tertinggi pada Bulan Oktober, dengan suhu 19,5 °C sampai 30,8 °C. Kota Bima memiliki areal tanah berupa: persawahan seluas 1.923 hektare (94,90% merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan kebun seluas 3.632 ha, ladang dan huma seluas 1.225 ha dan wilayah pesisir pantai sepanjang 26 km.

Batas wilayah Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:[2] Utara Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima Selatan Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima Barat Teluk Bima Timur Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima

Kependudukan Jumlah penduduk Kota Bima berdasarkan data tahun 2000 tercatat sebesar 116.295 jiwa yang terdiri dari 57.108 jiwa (49%) penduduk laki-laki dan 59.187 jiwa (51%) penduduk perempuan. Sebaran penduduk kurang merata, konsentrasi penduduk berada di pusat-pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Penduduk terbanyak berada di Kelurahan Paruga, yaitu berjumlah 12.275 jiwa (11%) dan paling sedikit di Desa Kendo yang berjumlah 1.130 jiwa (1%). Selanjutnya berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, penduduk Kota Bima berjumlah 142.443 jiwa yang terdiri dari 69.8411 jiwa laki-laki dan 72.602 jiwa perempuan. Jumlah penduduk menurut kecamatan adalah sebagai berikut : Kecamatan Jumlah Penduduk Raba 34.756 jiwa Mpunda 32.531 jiwa Rasanae Barat 31.029 jiwa Asakota 27.931 jiwa Rasanae Timur 16.196 jiwa Tahun Jumlah penduduk 2000 116.295 2010 142.443 Sejarah kependudukan kota Bima

Sumber: Mata pencaharian Komposisi penduduk Kota Bima berdasarkan mata pencaharian didominasi oleh petani/peternak dan jasa/pedagang/pemerintahan yang besarnya masing-masing 45,84% dan 45,05%. Jenis pekerjaan yang digeluti penduduk Kota Bima antara lain: petani 15.337 orang, nelayan 425 orang, peternak 13.489 orang, penggalian 435 orang, industri kecil 1.952 orang, industri besar/sedang 76 orang, perdagangan 1.401 orang, ABRI 304 orang, guru 1.567 orang dan PNS berjumlah 2.443 orang.

Page 5: Arifan Lokal Bima Ahyar

Keagamaan Mayoritas penduduk Kota Bima memeluk agama Islam yaitu sekitar 97,38% dan selebihnya memeluk agama Kristen Protestan 0,89%, Kristen Katholik 0,62% dan Hindu/Budha sekitar 1,11%. Sarana peribadatan di Kota Bima terdiri dari Masjid sebanyak 51 unit, Langgar/Mushola 89 unit dan Pura/Vihara 3 unit. Sedangkan fasilitas sosial yang ada di Kota Bima meliputi Panti Sosial Jompo dan Panti Asuhan sebanyak 6 Panti yang tersebar di 3 kecamatan. Masyarakat Bima adalah masyarakat yang religius. Secara historis Bima dulu merupakan salah satu pusat perkembangan Islam di Nusantara yang di tandai oleh tegak kokohnya sebuah kesultanan, yaitu kesultanan Bima. Islam tidak saja bersifat elitis, hanya terdapat pada peraturan-peraturan formal-normatif serta pada segelintir orang saja melainkan juga populis, menjadi urat nadi dan darah daging masyarakat, artinya juga telah menjadi kultur masyarakat Bima. Pemerintahan Kota Bima sebagai pemerintah daerah dibentuk melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002. Perekonomian Berdasarkan potensi sumber daya yang ada, berbagai peluang investasi cukup prospektif untuk dikembangkan di Kota Bima, antara lain di bidang: jasa, termasuk pengangkutan, kelistrikan dan telekomunikasi, perdagangan, agrobisnis/agroindustri, industri air minum kemasan, industri kecil dan kerajinan, pariwisata dan pendidikan Peluang tersebut didukung oleh ketersediaan sarana/prasarana yang cukup memadai seperti transportasi dan telekomunikasi, pasar dan pertokoan, maupun jasa perbankan. Di samping itu Pemerintah Kota Bima memberikan berbagai insentif bagi investor yang menanamkan modalnya berupa kemudahan perizinan dan penyediaan sarana pendukung. Pertanian dan perkebunan Berdasarkan pola penggunaan tanah, lahan sawah di Kota Bima mencapai 1.923 ha yang terdiri sawah irigasi seluas 1.825 ha dan sawah tadah hujan seluas 98 ha. Sedangkan tanah tegalan/kebun mencapai 3.623 ha, ladang/huma seluas 1.225 ha dan kawasan hutan negara seluas 9.421 ha. Komoditas andalan pertanian terdiri dari padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Sedangkan komoditas unggulan perkebunan meliputi: serikaya, kelapa, asam, kemiri, jambu mete, wijen dan kapuk. Hingga saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Kegiatan pengembangan baru dilakukan oleh masyarakat setempat dengan skala usaha dan teknologi yang masih terbatas. Perikanan Kegiatan perikanan yang telah berkembang di Kota Bima adalah usaha budidaya di perairan laut, perairan air payau dan air tawar. Adapun komoditas yang dibudidayakan meliputi: bandeng, udang dan rumput laut. Peternakan Hingga saat ini jenis ternak yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat adalah: sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam buras dan itik. Kota Bima sesungguhnya memiliki potensi peternakan yang cukup prospektif dengan ketersediaan lahan peternakan dan lahan pakan yang cukup luas.

Kehutanan Kota Bima memiliki wilayah hutan seluas 13.154 ha yang memiliki kekayaan berbagai macam komoditas dan plasma nuftah. Komoditas yang cukup potensial terdiri dari kayu jati, sono keling dan kayu campuran. Industri dan Kerajinan Skala industri yang telah berkembang baik saat ini di Kota Bima meliputi industri Garam Rakyat (PD Budiono Madura), genteng pres, bata merah, batako, tenun tradisional, gerabah, meubel dan pembuatan tahu/tempe. Pertambangan Sebagai daerah

Page 6: Arifan Lokal Bima Ahyar

perkotaan dengan wilayah yang tidak terlalu luas, Kota Bima memiliki potensi pertambangan yang terbatas. Jenis bahan tambang yang berhasil diidentifikasi terdiri dari andesit dan marmer dengan volume ± 517.738.375 m³. Perdagangan, hotel dan restoran Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Bima baru memberikan andil sebesar 16,66% dalam pembentukan PDRB. Fasilitas perdagangan terdiri atas pertokoan dan pasar umum. Lokasi pertokoan meliputi 2 kawasan perdagangan, yaitu di Kota Bima dan Raba. Kawasan pasar umum di seluruh Kota Raba-Bima tercatat 4 unit, masing-masing di Kelurahan Kumbe, Rabangodu, Tanjung dan Sarae. Sedangkan jumlah hotel dan restoran sebanyak 51 unit yang tersebar di 3 kecamatan kota. Dengan memperhatikan kondisi yang ada dalam mewujudkan Kota Bima sebagai kota Transit maka pengembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi perhatian utama. Perbankan Dunia perbankan cukup berkembang yang didukung oleh sejumlah Bank Pemerintah dan Swasta, yaitu: Bank Negara Indonesia (BNI) 1 Kantor Cabang, Bank Rakyat Indonesia (BRI) 1 Kantor Cabang dan 2 Kantor Unit, Bank NTB 1 Kantor Cabang, Bank Danamon 1 Kantor Cabang serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang meliputi BPR LKP dan Bank Bias. Sarana dan prasarana Transportasi darat Transportasi di Kota Bima ditunjang oleh prasarana jalan: terminal dan pelabuhan laut. Panjang jalan raya sekitar 805,02 km yang terdiri dari Jalan Negara (38,56 km), Jalan Provinsi (52,20 km) dan Jalan Kabupaten (174,26 km)yang sebagian besar merupakan jalan beraspal dan sebagian lainnya jalan perkerasan batu dan jalan tanah. Fasilitas terminal sebanyak 3 buah, terdiri dari 1 buah terminal tipe B terletak di Kampung Dara yang merupakan terminal regional yang menghubungkan Kota Bima dengan kabupaten/kota lainnya dan Terminal Tipe C yang terdapat di Kelurahan Kumbe, yaitu terminal angkutan umum yang menuju ke Kecamatan Sape Kabupaten Bima dan di Desa Jati Baru, yaitu terminal angkutan umum yang menuju ke Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Sarana angkutan darat dalam Kota Bima dilayani oleh bemo, benhur dan ojek. Transportasi laut Sedangkan transportasi laut ditunjang oleh: 1 pelabuhan laut sebagai pintu gerbang utama masuknya penumpang, barang dan jasa. Pelabuhan Bima dibangun pada Tahun 1963, merupakan pelabuhan laut utama di wilayah pengembangan Pulau Sumbawa Bagian Timur sebagai Pelabuhan Feeder. Sehubungan dengan fungsinya yang strategis, pelabuhan laut Bima memiliki dermaga samudera sepanjang 142 m dan luas lantai 2.050 m² serta dermaga pelayaran rakyat sepanjang 50 m dengan lantai 500 m². Kedalaman air Teluk Bima 12 m, lebar minimum 1000 m dan kedalaman sepanjang 134 m serta luas lantai 750 m², open strorage 26.097 m², terminal penumpang 200 m, listrik dengan kekuatan 15 KVA dan 2 buah Bunker air bersih, masing-masing dengan volume 200 ton. Pelabuhan laut Bima selain dapat disinggahi kapal-kapal besar seperti KM AWU, KM Tatamelau, KM Kelimutu, KFC Barito dan KFC Serayu serta kapal-kapal perintis. Disamping itu juga menjadi pusat bongkar muat barang ekspedisi dan pelayaran. Pos dan telekomunikasi Jasa pelayanan pos dilakukan dengan menyediakan 1(satu) Kantor Pos Cabang Bima dan 2 (dua) Kantor Pos Pembantu yang ada di Bima dan di Raba. Untuk mempermudah penduduk yang menggunakan jasa pelayanan Pos, di seluruh bagian wilayah Kota Bima disebar Bis Surat. Sedangkan sistem jaringan telepon yang dilayani oleh PT. Telkom melalui 1 kantor pusat, kantor pelayanan telepon, saranan telepon seluler dan internet, dapat dikatakan sudah

Page 7: Arifan Lokal Bima Ahyar

cukup memadai. Hal ini dirasakan pada penyebaran telepon umum di seluruh kota baik berupa telepon umum koin maupun telepon umum kartu. Pelayanan jasa Interlokal maupun Internasional, di beberapa lokasi strategis di Kota Raba-Bima telah menerapkan sistem Sambungan Telepon Otomat (STO), non telepon seluler sehingga mempermudah hubungan langsung jarak jauh. Berdasarkan data yang ada tercatat jumlah telepon mencapai sekitar 861 unit dengan jumlah pelayanan meliputi rumah tangga (3.859), bisnis (1.040) dan sosial (13). Listrik Sumber penerangan listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah XI, Kantor Cabang Bima dengan sumber tenaga Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Secara umum kondisi kelistrikan telah dapat melayani kebutuhan penduduk kota walaupun dengan daya yang masih terbatas. Produksi energi listrik mencapai 46.610.246 KWH dengan energi listrik yang disalurkan sebesar 45.032.712 KWH pada 17.266 KK pelanggan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, sejumlah toko dan hotel mempunyai pembangkit listrik portable sendiri. Kondisi ini memberikan peluang yang cukup menjanjikan untuk investasi dibidang kelistrikan. Pendidikan Fasilitas pendidikan[3] yang terdapat di Kota Bima pada tahun 2005 adalah Sekolah Taman Kanak-kanak (STK) sebanyak 50 (lima puluh) unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 88 (delapan puluh delapan) unit ditambah Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 7 (tujuh) unit, Sekolah Menengah Pertama (SLTP) sebanyak 17 (tujuh belas) unit ditambah Madrasah Tsanawiyah sebanyak 8 (delapan) unit, Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 14 (empat belas) unit ditambah Madrasah Aliyah sebanyak 5 (lima) unit, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 6 (enam) unit serta Perguruan Tinggi sebanyak 5 (lima) unit. Untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumberdaya manusia yang berkualitas, sebuah kota otonom penting memiliki Perguruan Tinggi Negeri yang berbasis kebutuhan lokal dengan orientasi global. Kesehatan Fasilitas kesehatan[4] yang ada di Kota Bima diantaranya adalah Dinas Kesehatan Kota, Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Klinik BKIA, Apotek, Toko Obat dan tenaga medis yang berpraktik swasta (Dokter Praktek). Fasilitas kesehatan ini berperan sangat penting untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, untuk menciptakan suatu masyarakat yang mempraktikkan prilaku hidup bersih dan sehat lingkungan yang akan menunjang pada gerak laju pembangunan menuju Indonesia Sehat 2010. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara merata di seluruh wilayah Kota Bima. Pariwisata Secara historis Kota Bima merupakan pusat Kesultanan Bima dimasa lampau. Dengan warisan kekayaan budaya yang dimiliki, Kota Bima dapat mengembangkan wisata budaya dengan kebudayaan Islam sebagai basisnya. Asi Mbojo (istana kesultanan), kuburan raja-raja dan para wali, permainan dan kesenian rakyat serta upacara keagamaan seperti perayaan maulud, U'a pua serta prosesi pelantikan raja dan lain-lain merupakan obyek dan event yang sangat menarik. Wisata alam dan bahari juga bisa dikembangkan. Kawasan pesisir dari Pantai Lawata sampai pintu gerbang Kota Bima bisa dikembangkan sebagai pusat perhotelan dan perdagangan souvenir. Taman Kota juga bisa diciptakan sebagai alternatif bagi wisatawan domestik. Pariwisata yang cukup potensial untuk dikembangkan di wilayah ini adalah: Pariwisata alam, meliputi Pantai Lawata, Pantai Amahami, Pantai Oi Ni'u, Pantai Ule, Pantai Kolo dan Pulau

Page 8: Arifan Lokal Bima Ahyar

KambingPariwisata budaya, meliputi museum Asi Mbojo, kuburan Tolobali, bukit Danatraha (kompleks makam Kesultanan Bima) dan Benteng Asakota Hal ini didukung pula oleh berbagai usaha jasa dan produk wisata yang cukup baik, seperti usaha perhotelan, biro perjalanan wisata, dan souvenir berupa tenun ikat, songket, sarung dan lain-lain. Rujukan 1. ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011. 2. ^ www.bimakota.go.id Batas wilayah Kota Bima 3. ^ Fasilitas pendidikan di NTB 4. ^ Fasilitas Kesehatan di NTB

Sumber

Kesultanan Bima05 September 2009 14:56Kesultanan Bima adalah kerajaan yang terletak di Bima Penduduk daerah ini dahulunya beragama Hindu/Syiwa. Pada masa Pemerintahan Raja XXVII,yang bergelar “Ruma Ta Ma Bata Wadu”. Menurut BO (catatan lama Istana Bima), menikah dengan adik dari isteri Sultan Makassar Alauddin bernama Daeng Sikontu, puteri Karaeng Kassuarang. Ia menerima/memeluk agama Islam pada tahun 1050 H atau 1640 M, kemudian raja atau Sangaji Bima tersebut digelari dengan “Sultan” yaitu Sultan Bima I, beliau inilah dengan nama Islam-nya “Sultan Abdul Kahir”. Setelah Sultan Bima I mangkat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Khair Sirajuddin sebagai Sultan II, maka sistem pemerintahannya berubah dengan berdasarkan “Hadat dan Hukum Islam”. Hal ini berlaku sampai dengan masa pemerintahan Sultan Bima XIII (Sultan Ibrahim). Sultan Abdul Khair Sirajuddin adalah putera dari Sultan Abdul Kahir. Dilahirkan bulan + April 1627 (Ramadhan 1038 H), bergelar Ruma Mantau Uma Jati. Ia juga bernama La Mbila, orang Makassar menyebut “I Ambela”. Wafat tanggal + 22 Juli 1682 (17 Rajab 1099 H), dimakamkan di Tolo Bali. Menikah dengan saudara Sultan Hasanuddin, bernama Karaeng Bonto Je’ne, pada tanggal 13 September 1646 (22 Rajab 1066 H), di Makassar. Abdul Khair Sirajuddin dinobatkan menjadi Sultan Bima II, pada tahun 1640 (1050 H).

Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah adalah putera dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1651 (29 Zulhijah 1061 H). Orang Makassar diberi gelar “Mappara bung Nuruddin Daeng Matali Karaeng Panaragang”. Naik tahta pada tahun 1682 (Zulhijah 1093 H). Menikah dengan Daeng Tamemang, saudara Karaeng Langkese puteri Raja Tallo pada tanggal 7 Mei 1684 (22 Jumadilawal 1095 H). Setelah meninggal, diberi gelar “Ruma Ma Wa’a Paju”, karena yang mula-mula memakai Payung jabatan yang berwarna kuning yang terkenal dengan “Paju Monca”.

Sultan Muhammad Salahuddin adalah Putera dari Sultan Ibrahim, dilahirkan pada tahun 1888 (jam 12.00, 15 Zulhijah 1306 H). Dilantik menjadi Sultan Bima XIII pada tahun 1917. Meninggal di Jakarta pada hari Kamis 11 Juni 1951, jam 22.00 (7 Syawal 1370 H) dalam usia 64 tahun. Setelah wafat diberi gelar “Ma Kakidi Agama”, karena menjunjung tinggi

Page 9: Arifan Lokal Bima Ahyar

agama serta memiliki pengetahuan yang mumpuni dan luas dalam bidang agama. Sejak berumur 9 tahun, memperoleh pendidikan dan pelajaran agama dari ulama terkenal, diantaranya: H. Hasan Batawi dan Syech Abdul Wahab (Imam Masjidil Haram Mekkah). Ia memiliki koleksi buku-buku agama karya ulama-ulama terkenal dari Mesir, Mekkah, Medinah, dan Pakistan. Juga karya oleh Imam Syafi’i. Ia mendalami Ilmu Fiqhi dan Qira’ah. Pada era pemerintahannya, tidak mengherankan apabila perkembangan agama mengalami kemajuan pesat terutama di bidang pendidikannya. Wazir Ruma Bicara yang dipegang oleh Abdul Hamid (menggantikan Muhammad Qurais) pada era itu juga mempunyai peran dan menaruh perhatian yang amat besar dalam bidang yang sama.

Sumber

Suku Bima05 September 2009 14:51Suku Bima atau Dou Mbojo mendiami di Kab. Bima dan Kota Bima,telah ada sejak zaman Majapahit dan menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo. Menurut sejarahnya-lebih tepatnya dongeng-, Suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang disebut "Ncuhi". Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Sang Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa kuno terkadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.

Mata pencaharian utamanya adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.

Sumber

Museum Kebudayaan Samparaja di Bima NTB05 September 2009 14:25Museum ini dibangun sejak tahun 1987 yang dirintis sekaligus didirikan oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin (anak ke-7 Sultan Salahuddin – Raja Kesultanan Bima). Tujuan pendirian Museum Kebudayaan Samparaja ialah penyelamatan peninggalan Kesultanan Bima terutama naskah-naskah lama dari kepunahan sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya daerah serta menjadikan museum sebagai sarana penelitian kebudayaan Bima. Status museum Kebudayaan Samparaja adalah museum pribadi yang terbuka untuk umum.

Page 10: Arifan Lokal Bima Ahyar

Koleksi yang dimiliki museum Kebudayaan Samparaja antara lain naskah-naskah lama berhuruf Arab dan berbahasa Melayu yang ditulis sekitar abad XVII - XIX Masehi. Naskah-naskah tersebut memuat berbagai ilmu pengetahuan dan sejarah pemerintahan Bima, hukum adat dan hukum Islam yang diterapkan di Bima, Ilmu Pertanian, kelautan, perbintangan, hubungan interaksi dengan daerah lain maupun pedagang dari negeri asing. Tidak ketinggalan Kitab La Nonto Gama menjadi koleksi utama juga yaitu berupa kitab-kitab Al Quran yang ditulis dengan tangan yang merupakan peninggalan langsung Kesultanan Bima. Selain kronik, manuskrip atau naskah-naskah lama, Museum Kebudayaan Bima juga mengoleksi benda etnografi budaya Bima, pakaian adat lama semasa Kesultanan Bima dari pakaian pangkat-pangkat adat, pakaian upacara adat, pakaian pengantin, pakaian adat anak-anak, ukiran kayu dan perak, serta keramik-keramik lama.

Seiring dengan perkembangan teknologi, maka sebagian koleksi Museum Kebudayaan Samparaja terutama berupa naskah lama sudah dikonservasi dan didokumentasikan. Konservasi dilakukan dengan melaminasi naskah sebanyak hampir 2.500 lembar yang diperkirakan mampu bertahan antara 50 hingga 100 tahun yang akan datang. Pendokumentasian berupa digitalisasi dan mikro film juga telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Jakarta yang mencakup hampir 2.200 lembar naskah lama. Sehingga keseluruhan naskah lama (manuskrip) yang sudah dilaminasi, didigitalisasi, dan dimikrofilmkan hampir berjumlah 4.700 lembar baik naskah lepas maupun yang dijilid.

Guna mempublikasikan hasil penelitian dan memudahkan dalam pencarian naskah, maka Museum Kebudayaan Samparaja menerbitkan beberapa buku antara lain Katalogus Naskah Bima yang berjudul Katalogus Naskah Melayu-Bima Jilid I dan II yang disusun oleh Hj. Siti Maryam R Salahuddin dan Sri Wulan Rujiati Mulyadi; dan Transliterasi Bo Sangaji Kai (catatan-catatan Kerajaan Bima) ke dalam huruf latin yang sebelumnya menggunakan aksara Arab bahasa Melayu yang disusun oleh Henri Chambert Loir dan Hj. Siti Maryam R Salahuddin. Kedua publikasi tersebut menjadi rujukan peneliti di Indonesia dan dunia dalam mempelajari sebagian kebudayaan Kesultanan Bima melalui naskah atau manuskrip yang ditinggalkannya.

Keberadaan museum ini perlu didukung oleh semua pihak baik sekedar perhatian maupun pendanaan, terlebih status museum tersebut merupakan museum pribadi yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Museum Kebudayaan Samparaja juga mengundang para peneliti dan ilmuwan untuk melakukan studi naskah (manuskrip) yang menyimpan kajian Islam yang diterapkan dalam sistem kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat di Bima pada zaman Kesultanan Bima.

Page 11: Arifan Lokal Bima Ahyar

Silahkan mengunjungi Museum Samparaja di Bima jika berkeinginan mempelajari lebih mendalam terkait pemerintahan Kerajaan Bima yang bernafaskan Islami.

Ditulis oleh:

Rochtri Agung Bawono.

Sumber

TRANSKRIPSI NASKAH SYAIR KERAJAAN BIMA31 Juli 2009 14:27

Kutipan Naskah Syair Kerajaan Bima Halaman Pertama

Bismillah itu mula dikata

Ar-rahman ar-rahim ketiganya serta

Itulah isim Allah Tuhan kita

Diucap Islam sekalian rata

Alhamdulillah puji insani

Diturunkan Allah Malik ar-Rabbani

Berkat Muhammad Sayid ar-Ruhai

Inilah makam mukmin nurani

Ayoai segala muda yang berhati

Mengapakan tuan melupakan mati

Malik al-maut hadir menanti

Mengambil nyawa berganti-ganti

Page 12: Arifan Lokal Bima Ahyar

Ingat-ingat awang dan dayang

Hidup kita nin umpama wayang

Sementara nyawa belumlah melayang

Perbuatlah ibadat malam dan siang

Dunia ini tempat kita berhenti

Janganlah taksir berbuat bakti

Disuruhkan Tuhan Rabbi al-Izzati

Sementara hidup belumlah mati

Akan harta jangan kau sebal

Akhirnya kelak hatimu menyesal

Bicaramu kelam hilanglah akal

Tiadalah terkenang kepada ajal

Harta dicari sedikit sampai

Sekadar cukup makan dan pakai

Bicara yang jahat jangan dicapai

Di dalam kubur tak rapai-rapai

Sungguhpun harta terlalu mulia

Tatkala mati tinggallah dia

Amal ibadat yang teguh setia

Barang ke mana sertalah ia

Inilah kisah suatu syair

Page 13: Arifan Lokal Bima Ahyar

Dikarang seorang khatib yang fakir

Bukannya hamba berbuat sindir

Nyatalah Allah yang empunya takdir

Dengarkan tuan ikat-ikatan

Dikarang oleh Khatib Lukman

Tempat menaruh peringatan

Supaya ada akan jadi zaman

Datanglah takdir Wahid al-Kahar

Pada hijrat an-nabi Sayyid al-Basyar

Seribu dua ratus tahun tersesar

Dua puluh delapan lebihnya berkisar

Pada tahun jim awal mulanya

Diturunkan bala kepada hambanya

Tanah Bima hangus semua padinya

Laparlah orang sekalian isinya

Laparlah itu terlalu sangat

Rupanya negeri tiada bersemangat

Serasa dunia bekas kiamat

Sukarlah gerangan baiknya bangat

Tatkala zaman dari nenek moyang

Belumlah ada bagai sekarang

Page 14: Arifan Lokal Bima Ahyar

Sekadar kita membeli larang

Tiadalah mari sekalian orang

Orang pun tiada yang berpindah

Masing-masing di negerinya ada

Kecil dan besar tua dan muda

Dimakanlah barang yang hadir ada

Zaman sekarang ajaib terlalu

Orang pun mati beribu-ribu

Tiadalah menaruh takut dan malu

Anak dijual bapak dan ibu

Masing-masinglah membawa diri

Tiadalah indahkan anak istri

Makan minum seorang diri

Tiadalah menoleh kanan dan kiri

Adalah hujan lalu tertanam

Padinya jadi sangatlah kelam

Datanglah takdir Khalik al-Alam

Turunlah abu dua hari tiga malam

Abu pun banyak datang menimbun

Rebahlah padi bersusun-susun

Sebagai tikar dihampar konon

Page 15: Arifan Lokal Bima Ahyar

Tiada boleh lagi dibantun

Waktu subuh fajar pun merekah

Diturunkan Allah bala celaka

Sumber : Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah (Henri Chambert-Loir, 2007)

Belanja online Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah

TRANSKRIP NASKAH SCHOEMANN V3 CERITERA ASAL BANGSA JIN DAN SEGALA DEWA-DEWA31 Juli 2009 14:23Berikut adalah salah satu contoh naskah tentang Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Dewa-Dewa (Transkrip Naskah Schoemann V3, Hal 1 - 2)

Bismillah Al-rahman Al-rahim

Alkisah maka tersebutlah ceritera daripada setengah pendeta yang arif budiman akan menceriterakan daripada asal bangsa jin dan segala dewa-dewa. Maka sekarang ini hamba yang hina mengaturkan di dalamm hikayat ini supaya nyata ia kepada segala orang yang budiman dan pada segala raja-raja yang berbangsa daripada dewa-dewa dari karena yang dahulu-dahulu dijadikan Allah subhanahu wa taala di dalam dunia ini itulah bangsa jin dan dewa yang turun menjadi raja yang kebesaran dan menteri yang kenamaan pada antara segala manusia yang di bawah angin sampai pada sekarang ini.

Maka adapun daripada awal mulanya dijadikan Allah taala bapa jin bernama Jam Manjan seorang dirinya terdahulu ia daripada Nabi Adam ‘alayhi al-salam di dalam dunia ini seribu tahun lamanya lebih dahulu dijadikan Allah taala Jan Manjan itu, dijadikan Allah taala jin itu daripada hujung api yang tiada berasap. Maka Allah subhanahu wa taala menjadikan Nabi Adam itu daripada asal yang empat, yaitu api dan angin dan air dan tanah, sebab itulah maka segala manusia itu masing-masing dengan taabiatnya dan fiilnya dan lakunya dan untungnya, adalaah yang baik dan yang jahat, dan adalah yang taat dan yang maksiat, dan adalah yang bebal dan yang hikmat, dan adalah yang keras dan lembut, dan adalah yang kuasa dan yang daif dan adalah yang hina dan yang mulia

Page 16: Arifan Lokal Bima Ahyar

dan adalah yang kafir dan yang Islam, dan adalah yang fasik dan munafik, dan adalah yang bida’ah dan yang taklid, dan adalah yang adil dan yang zalim, dan adalah yang kaya dan yang miskin, dan karena masing-masing nyatanya daripada asal tabiatnya anasir yang empat perkara menjadi berbagai-bagai perangainya dan kelakuannya pada segala manusia. Maka apabila Allah taala telah menjadikan tubuh manusia yang kasar dan yang tebal itu maka dianugerahkan Allah taala roh yang halus lagi suci daripada segala yang suci daripada cahaya yang amat cemerlang gilang-gemilang yang tiada diumpamakan dengan cahaya matahari dan bulan dan bintang dan api dan permata seperti firman Allah taala “Bahwasanya Allah taala menjadikan segala manusia itu maka apabila ia telah sempurnalah badannya maka ditiupkan ke dalamnya nyawa dan jadilah mereka itu mendengan dan melihat”.

Bermula adapun roh itu berdiri di dalam badan dan ia juga yang mustahik nama hayat, dengan dia juga tetap akal dan ialah yang berdiri mengambil hujat Allah, dan jikalau kiranya tiada akal kepada segala manusia itu maka tinggal sia-sia roh itu maka tiadalah yang halal dan haram dan tiada lagi jadi mendapat ilmu rahasia sesuatu, dan jikalau tiada berilmu ada akal padanya niscaya akal itulah yang mencari ilmu, dan jikalau ada ilmunya sekalipun jikalau tiada ada akalnya niscaya terbalik-baliklah pekerjaan yang tiada layak daripada hukum Allah taala dan syariat rasul Allah salla’llaku ‘alayhi wa-sallama. Maka barang siapa ada baginya ilmu dan hilangnya daripadanya jahil, dan barang siapa ada baginya akal niscaya hilanglah daripadanya gila, dan barang siapa yang tiada baginya ilmu dan akal bahwasanya nyatalah daripadanya gila dan bebal, dari karena gila dan bebalnya segala manusia itu dikerjakan yang diharamkan Allah taala dan rasul-Nya dan ditinggalkan segala yang diwajibkan Allah subhanahu wa taala daripadanya.

Maka ilmu yang diketahuinya dan diajar oleh gurunya sia-sialah juga karena oleh gurunya disuruhkannya mengerjakan segala yang fardhu seperti sembahyang lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan berturut turut tiga puluh hari dan mengeluarkan zakat artinya yang sampai nisabnya dan naik haji ke Baitullah jika kuasa berjalaan kepadanya dan barang sebagainya.

Bahwasanya segala yang diharamkan Allah taala dan rasul Allah niscaya wajib gurunya mengajari dia maka tiadalah sekali-kali faedah padanya karena tiadalah baginya akal yang khas. Maka sebab itulah kata segala ulama bahwa akal itu permulaan iman dan pertengahan iman dan kesudahan iman, karena barang siapa ada padanya akal niscaya yang khas niscaya ada padanya iman, dan jika ada padanya iman niscaya senantiasalah dia menjunjung titah Rabb al-‘alamin daripada segala amar dan nahi-Nya, keluarlah daripadanya kafir dan maksiat, karena bersalahan antara segala ulama daripada roh itu

Page 17: Arifan Lokal Bima Ahyar

dan kata jumhur mutakallimin dan pandita ahli al-usul, maka bahwasanya roh itu jisim yang latif yang mesra

Sumber : Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah (Henri Chambert-Loir, 2007)

Belanja online Kerajaan Bima dalam Sastra dan sejarah

Penyelidikan Geokimia Regional Sistematik Di Daerah Bima & Dompu12 Juni 2007 16:50Penyelidikan Geokimia Regional Sistematik Di Daerah Bima, Dompu dan Sekitarnya,

Nusa Tenggara Barat

Oleh :

Agus Gunirwa dan Sumartono

Subdit. Mineral Logam

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kegiatan penyelidikan geokimia regional bersistem Tahun Anggaran 2003 merupakan satu diantara kegiatan Proyek Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian Mineral Indonesia, dilakukan di 2 (dua) wilayah lembar peta, yaitu Lembar Bima dan Lembar Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Peta dasar yang digunakan dalam eksplorasi geokimia regional ini adalah peta pola aliran sungai skala 1:100.000. Peta ini merupakan hasil penggambaran ulang (pengecilan) dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000 (Bakosurtanal),

kemudian discan/didijitasi guna menghasilkan peta dasar dijital sebagai bahan pembuatan atlas geokimia elektronis.

Untuk orientasi di lapangan digunakan juga peta topografi skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal). Lokasi conto sedimen sungai

diplot pada peta pola aliran sungai sekala 1:250.000

Page 18: Arifan Lokal Bima Ahyar

1.2. Maksud dan Tujuan

Penyelidikan Pemetaan Geokimia Regional Sitematik dilakukan dengan pemercontoan sedimen sungai berukuran –80 mesh, merupakan jenis pemetaan untuk mendapatkan gambaran sebaran unsur kimia di permukaan bumi. Kelainan gambaran sebaran unsur atau anomali, diharapkan dapat ditafsirkan sebagai keterkaitan unsur tertentu dengan kondisi geologi atau pemineralan tertentu di suatu daerah. Berdasarkan pemetaan geokimia ini akan diterbitkan Peta Geokimia Regional bersekala 1: 250.000.

Informasi peta geokimia dapat dijadikan sebagai acuan eksplorasi mineral, dan keperluan-keperluan lainnya seperti untuk mengetahui kondisi tanah yang terdapat di daerah itu, sehingga dapat dijadikan informasi usaha pertanian, perkebunan atau usaha lain yang bertalian dengan penggunaan lahan, kesehatan masyarakat maupun dapat digunakan sebagai salah satu acuan tata ruang pembangunan daerah.

1.3. Lokasi Penyelidikan

Daerah yang diselidiki termasuk wilayah Kabupaten Bima, dan sebagian Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas koordinat 118° 15' 00" s.d. 119° 10' 27" Bujur Timur dan 8° 15' 00" s.d. 8° 51' 16" Lintang Selatan, mencapai luas daerah sekitar 4200 km2. (Gambar 1).

2. GEOLOGI DAN PENYELIDIK TERDAHULU

Beberapa penyelidik terdahulu telah melakukan kegiatan di daerah ini.

Hasil penyelidikan dan pemetaan terdahuku telah memberikan pemahaman yang berguna tentang keadaan geologi di daerah Bima.

2.1 Stratigrafi

Batuan yang melandasi P. Sumbawa tersebut terdiri dari lava andesit – basalt, tuff, breksi dan batuan sedimen yang bersifat gampingan. Secara tidak selaras kemudian batuan-batuan tersebut ditutupi oleh batuan gunungapi dasit dan sedimen (Miosen Tengah sampai Pliosen Awal). Batuan–batuan tersebut secara setempat diterobos oleh batuan tonalit, dasit, diorit, andesit dan trakit.

Di bagian utara P. Sumbawa, daerah tersebut didominasi oleh batuan hasil kegitan gunungapi yang masih aktif, seperti G. Tambora dan G. Sangeang. Endapan aluvial pada umumnya diendapkan di bagian pantai utara dan daerah pesisir barat Huu.

Page 19: Arifan Lokal Bima Ahyar

Gambar 1. Peta Daerah Penyelidikan

2.2 Struktur Geologi

Secara tektonik, terbentuknya P. Sumbawa erat kaitannya dengan penunjaman Lempeng Hindia yang berarah utara–timurlaut di bawah daratan Sunda yang mulai menyebar dari P. Sumatra dan P. Jawa menerus ke arah timur membentuk busur kepulauan Busur Banda terbentuk pada masa Kenozoikum, yang dilandasi oleh batuan gunungapi kalk alkalin dari busur dalam Banda yang masih aktif hingga sekarang. Busur tersebut sebagian besar terbentuk akibat penunjaman kerak Samudera Hindia ke arah utara. Sampai karang bentuk dari busur kepulauan tersebut masih mengalami perubahan bentuk karena masih adanya pergerakan Benua Australia ke utara (Audley – Charles, dkk., 1975; Crostella dan Powel, 1976) dengan zona penunjaman condong ke utara yang menumbuk busur pulauan tersebut meliputi pula P. Flores bagian barat, Sumbawa Timur dan Kepulauan Alor. (Gambar 2).

2.3 Mineralisasi

Petunjuk adanya pemineralan sebelumnya telah didapat dari beberapa penyelidik terdahulu yang pernah mengadakan penyelidikan di daerah Bima dan sekitarnya. Jenis pemineralan penguratan kuarsa mengandung Au ± logam dasar Beberapa daerah yang menunjukan adanya mineralisasi digambarkan dalam gambar 3

3. HASIL PENYELIDIKAN

3.1 Geologi Daerah Penyelidikan

3.1.1. Morfologi

Pada umumnya daerah penyelidikan merupakan daerah yang bertopografi berbukit berbentuk kerucut, perbukitan begelombang, dan dataran rendah serta ditutupi oleh batuan gunungapi, batuan terobosan, batuan sedimen Tersier dan endapan aluvial.

3.1.2. Stratigrafi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Sumbawa dan Bima sekala 1 : 250.000 (Ratman, N. dan A. Yasin, 1978) dalam Peta Geologi Lembar Komodo dan Peta Geologi Tinjau Sumbawa, NTB, sekala 1 : 250.000, A. Sudradjat, 1975) stratigrafi daerah penyelidikan

Page 20: Arifan Lokal Bima Ahyar

dapat dikelompokkan menjadi sembilan satuan batuan yang berumur antara Miosen Awal hingga Resen.

Adapun urutan stratigrafi batuan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut:

Batuan gunungapi Tua (Tlmv), penyebarannya meliputi bagian selatan daerah penyelidikan, merupakan daerah pegunungan terjal yang mengitari Teluk Bima di bagian selatan seperti Doro Derusi Doro Parewa, Doro Sando dan

Gambar 2. Kedudukan Tektonik Nusa Tenggara

Gambar 3. Peta Gugus Pemineralan

Doro Dongomaro. Penyusun utama batuan Gunungapi tua in iadalah lava danbreksi berkomposisi andesit dan basal,mengandung sisipan tufa bersifat andesit dan batugamping hubem, umumnya berwarna kelabu kehitaman, hijau dan ungu padasisipan tufanya, lava berstruktur bantal dan bersisipan rijang merah. Breksi pada umumnya telah terubaholeh propilitisasi dan terkersikan dan mengami pemineralan, mengandung urat-urat kuarsa dan kalsit. Umur batuan ini diperkirakan Miosen Awal (Darwin Kadar, 1974).

Batuan gunungapi (Tmv), sebarannya pada umumnya menempati daerah di sekitar selatan dan timur Teluk Bima yaitu di sekitar Tente dan Doro Ngali. Batuan utama yang menyusun satuan ini adalah lava dan breksi yang berkomposisi dasit yang umumnya berwarna kelabu tua, pejal, dicirikan oleh komponen kuarsa berukuran 0,5 – 20 cm, mengandung sisipan-sisipan tufa gampingan.

Di beberapa tempat telah terkersikkan. Secara stratigrafi kedudukannya sama dengan batugamping berlapis.

Tufa dasitan (Tmdt), sebarannya meliputi daerah di sekitar baratdaya daerah penyelidikan dan sebelah selatan Bima dan Waworada. Batuan penyusunnya adalah tufa dasitan berwarna kelabu, yang dicirikan oleh kuarsa berukuran 0,5 – 1 cm, pada umumnya berlapis dan sebagian pejal, mengandung sisipan-sisipan tufa hijau, tufa gampingan, batugamping dan batupasir tufaan secara setempat bersisipan breksi dan lava. Sebagian lava berkomposisi dasit dan sebagian lagi berkomposisi andesit. Berdasarkan kandungan fosilnya yang ditemukan pada sisipan batugamping menunjukkan umur Miosen Tengah (Nana Ratman dan Aswan Yasin, 1978). Satuan ini secara setempat diterobos oleh batuan dasit yang menghasilkan urat-urat kuarsa setebal 1 – 20 cm, sebagian terkersikan dan pemineralan, lapisan-lapisan oksida besi banyak dijumpai pada batuan yang mengalami pengersikkan.

Page 21: Arifan Lokal Bima Ahyar

Batugamping berlapis (Tml), sebarannya terdapat di sekitar selatan dan timur Kota Bima, bagian baratlaut dan selatan daerah penyelidikan yaitu di sekitar Bukit Doro Saja dan sebelah baratlaut Teluk Woworada. Penyusun utama satuan batuan ini adalah batugamping berlapis berwarna kelabu, pejal mengandung sisipan-sisipan batugamping tufaan, batupasir kuarsa, tufa dan konglomerat terdapat di bagian bawah komponennya terdiri dari andesit terpropilitkan dan rijang merah. Batuan ini mengandung foramifera, koral dan moluska serta fosil-fosil lainnya yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Darwin Kadar, 1974). Satuan ini ditutupi secara selaras oleh batugampimg tufaan (Tmpl), dan dialasi secara tak selaras oleh batuan gunungapi (Tlmv), mendatar beralih menjadi piroklastik kasar (Tmv) dan piroklastik halus (Tmdt). Urat-urat kuarsa dengan galena setempat-setempat terdapat dalam satuan batuan ini.

Hasil gunung api tua (Qtv), satuan batuan ini penyebarannya meliputi bagian Utara daerah penyelidikan yang membentuk kerucut seperti Dora Dendan, Doro Lembuwu dan Doro Pukah yang terdapat di bagian barat Teluk Bima, sedangkan di bagian timurnya meliputi Doro Maria dan Doro Kuta. Penyusun satuan batuan ini terdiri dari perselingan breksi, lava dan tufa yang berkomposisi andesit dan basalt. Di daerah puncak Doro Lembuwu dan Doro Maria terdapat dinding kaldera dan dinding kawah lama.

Batugamping koral (Ql), sebarannya meliputi sepanjang pantai bagian utara daerah penyelidikan yang terdiri dari batugamping koral, sebagian kompak dan sebagian bersifat breksi, bagian bawah mengandung konglomerat, batupasir yang tidak begitu kompak dan lapisan pasir tipis magnetik. Komponen konglomerat terdiri dari andesit, andesit piroksin dan andesit berongga, sedangkan matriksnya berupa pasir.

Aluvium dan endapan pantai (Qa), sebarannya meliputi bagian Teluk Bima yang cukup luas. Penyusunnya terdiri dari lumpur, pasir lepas, kerikil hingga bongkah yang diendapkan di sepanjang pantai, sungai dan delta.

Untuk memudahkan interpretasi geokimia, peta geologi daerah penyelidikan telah disederhanakan sesuai dengan jenis dan umur batuannya (Gambar 4). Adapun pengelompok-an batuan tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Peta Geologi yang disederhanakan

Aluvial, endapan pantai dan koral (Al) berumur Holosen

Endapan gunungapi Tua, Formasi Lekopiko dan batugamping hablur (Qv) berumur Kuarter

Batuan gunungapi Tersier (Tv), berumur Tersier

Batuan sedimen Tersier (St), berumur Tersier

Page 22: Arifan Lokal Bima Ahyar

Batuan terobosan (Ti), terdiri dari sienit, tonalit, dasit dan andesit.

3.1.3. Struktur Geologi

Daerah penyelidikan termasuk dalam Busur Dalam Kepulauan Gunungapi Banda. Gunungapi yang masih aktif adalah G. Sangeang di P. Sangeang, dan Wai Sano di P. Flores. Batuan gunungapi yang berumur antara Tersier dan Kuarter di P. Sumbawa menempati jalur bagian selatan. Sedangkan di daerah timur mulai dari P. Komodo sampai P. Flores menempati jalur bagian utara. Struktur geologi yang terdapat di P. Sumbawa terdiri beberapa sesar normal dan kelurusan yang umumnya berarah timurlaut – baratdaya dan baratlaut – tenggara. Struktur tersebut umumnya terdapat pada batuan gunungapi dan sedimen Tersier. Kemungkinan struktur geologi di daerah penyelidikan berhubungan erat dengan struktur regional dan pembentukan batuan beku dalam pada kala Miosen Muda.

Di beberapa tempat sekitar batuan terobosan, batuan sampingnya mengalami ubahan seperti propilitisasi dan pengersikkan yang kuat serta dipotong oleh urat-urat kuarsa. Struktur geologi tersebut erat kaitannya dengan keterdapatan pemineralan di daerah ini.

4. HASIL PENYELIDIKAN GEOKIMIA

4.1. Data Lapangan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan secara regional dan hasil para penyelidik terdahulu, pada beberapa daerah tertentu batuan–batuan di daerah penyelidikan ini telah mengalami ubahan dan beberapa diantaranya memperlihatkan pemineralan.

Ubahan yang umum dijumpai diantaranya silika – lempung ± pirit, silka – lempung – chlorit ± pirit, pengersikkan dan epidotisasi.

Di bagian tengah S. Nanggakanda di Kec. Wera terdapat singkapan batuan yang telah mengalami ubahan lempung – silika dan klorit yang banyak mengandung pirit secara tersebar (R. 1509), menurut penyelidik terdahulu di daerah tersebut terdapat pemineralan emas yang dihasilkan dari larutan epitermal di sepanjang S. Sape beserta anak-anak sungainya banyak dijumpai ubahan silika – lempung kadang-kadang epidot dan pengoksidasian yang kuat sekali terutama sepanjang jalan yang menghubungkan Sape dengan daerah Wawo. Di perbukitan dan anak-anak sungai yang terdapat di sekitar Buncu banyak dijumpai batuguling yang berukuran > 1m berupa hasil endapan sinter (R 1529) begitu juga di sekitar S. Rondomasa, di sebelah utara Sape batuguling berupa batuan terkersikan yang sangat kuat dan Terbreksikan (R 1558 A, 224 ppb Au) dan gossan (R 1558 B, 32 ppb Au). Di S. Sorimila di seberang Kpg Sori ditemukan batuguling berupa urat kwarsa (R 1535,2964 ppb Au). Batuguling lainnya berupa urat kuarsa

Page 23: Arifan Lokal Bima Ahyar

kalsedonik ditemukan di S. Kombo (R 1538, 8 ppb Au). Singkapan yang baik dari ubahan tersebut bisa dilihat diantara Kpg Boke dan Sari, batuan terubah tersebut telah dipotong urat-urat kuarsa dengan arah yang tidak beraturan dan ketebalan bervariasi dari beberapa mm hingga beberapa cm. Menurut para penyelidik terdahulu di daerah tersebut telah ditemukan adanya pemineralan emas, perak, arsen dan tembaga. Begitu juga di sekitar S. Lampe beserta anak-anak sungainya banyak ditemukan batuguling baik berupa urat kuarsa maupun batuan lainnya yang telah mengalami pengersikan dan pengoksidasian yang kuat seperti yang banyak dijumpai di sekitar Sori Nae (R 1540 A dan 1540 B) dan bagian hilir S. Lampe (R 1544, 17,560 ppm Au). Menurut para penyelidik terdahulu, di daerah Sori – Pesa di daerah tersebut telah terjadi pemineralan emas dengan logam dasar bersulfida rendah.

Ubahan silika – lempung ± pirit dengan oksidasi besi yang kuat sekali dijumpai di sepanjang S. Sumi, bendungan Sumi, S. Enca (F1635, 1 ppb Au). Kemudian di S. Campa pada batuan dasar berupa tufa dasitis teroksidasi kuat sekali dan pada beberapa tempat tertentu dipotong oleh beberapa urat kuarsa tipis dengan tebal 2 hingga 3 cm dengan pola yang tidak beraturan. Batuan yang sama di temukan di sekitar Dam Sumi (R 1823 , 7 ppb Au dan R 1824, 37 ppb Au foto 9) sedangkan batugulingnya berupa urat-urat kwasa dan batuan yang telah mengalami pengersikkan yang kuat terdapat di anak S. Sumi bagian hilir (R 1560 A dan 1560 B) dan di bagian hulu S. Sumi (R 1563) Ubahan di daerah tersebut menerus hingga ke arah Teluk Waworada di sekitar Desa Laju. Di seberang Teluk Waworada (R 1713), S. Kerampi (R 1721).

Di bagian hulu S. Pela terutama di daerah Parado dan Kuta, batuguling yang termineralisasi banyak dijumpai di daerah tersebut yaitu di S.Tanawu (1598), S. Lere (R 1801), S.Daha (R 1736). Di daerah–daerah tersebut menurut penyelidik terdahulu diasumsikan sebagai daerah pemineralan emas dan mangan. Singkapan urat kuarsa dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 1 m ditemukan di daerah Baku wilayah Kecamatan Lambu di tepi pantai selatan Samudera Hindia, Singkapan tersebut berupa tebing yang sangat terjal akibat terabrasi gelombang laut sehingga susah sekali diukur kedudukannya, karena daerah penguratan tersebut disamping telah mengalami penghancuran akibat abrasi air laut juga telah mengalami breksiasi. Tapi dari hasil perkiraan zona pengaruh dan ubahan urat tersebut lebarnya diperkirakan lebih dari 100 m dengan ubahan berupa lempung – silika – klorit - pirit.), berbau belerang ( foto 10 dan 11) dan batu gulingnya berserakan di sepanjang pantai ( foto 12 dan 13) yang diantaranya berdiameter > 1m. Sedangkan di bagian Kecamatan Nangapada tepatnya di bagian Sungai Campa ketebalan urat berkisar hanya 20 – 30 cm (N320º/20º), bertekstur pejal, agak mengalami retakan mengandung sedikit pirit ± kalkopiri, klorit dan telah teroksidasi (R1602B, 2 ppb Au). Beberapa conto batuan runtuhan telah diambil berupa urat kuarsa kalsedonik yang diantaranya telah mengalami breksiasi. Selain kuarsa kalsedon, dijumpai urat-urat kuarsa dengan tekstur gula (berkristal halus) dan memperlihatkan struktur vuggy (mungkin bekas lubang gas) (R 1583 A, 6 ppb Au dan 1583 B, 12 ppb Au). Batu guling urat kuarsa berkristal kasar dijumpai di daerah S. Campa (F 1602) bagian agak ke hulu dan di bagian selatan di sekitar kampung Nangadoro,

Page 24: Arifan Lokal Bima Ahyar

wilayah kecamatan Hu’u (F 1729, F 1732, 4 ppb Au). Pada umumnya berasosiasi dengan float batuan yang mengalami ubahan argilik lanjut (masih terlihat komponen bertekstur vuggy)-jenis HS ? Di S. Kawu, bagian hulu S. Lante ditemukan beberapa urat kuarsa dengan ketebalan bervariasi dari 2 hingga 7 m hampir barat – timur dengan kemiringan ke arah selatan antara 60° - 80° memotong tufa hijau. Urat tersebut mengandung malakit dan kalkopirit disamping pirit secara tersebar.

Berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya dinyatakan bahwa di daerah sekitar Lante tersebut merupakan daerah pemineralan tembaga, timbal, seng, mangan, emas, perak dan antimoni.

4.2. Penyajian/penafsiran data geokimia

Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan

Penyajian/penafsiran data geokimia meliputi tahapan :

1. Peta lokasi conto

2. Pemetaan geokimia distribusi unsur tunggal

3. Pemetaan geokimia multivariable

4. Pembahasan

4.2.1. Peta lokasi conto.

Lokasi conto diplot pada peta aliran sungai sekala 1 : 250.000 sebagai arsip. Peta pola aliran tersebut kemudian di scan sehingga diperoleh peta pola aliran sungai dijital, dengan koordinat-koordinat geografis batas peta sebagai titik-titik kontrol. Selanjutnya posisi lokasi contoh diplot pada peta dijital tersebut, sehingga diperoleh koordinat- koordinat lokasi conto (Gbr 5)

Gambar 5. Peta Lokasi Pengambilan Conto Endapan Sungai Aktif, Daerah Bima, NTB

4.2.2. Pemetaan geokimia unsur tunggal

Pemetaan geokimia unsur tunggal dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik distribusi statistik unsur-unsur yang ditentukan. Histogram dan kurva probabiliti kumulatif

Page 25: Arifan Lokal Bima Ahyar

( cumulative probility plots -Gambar 5), nilai skwenes dan perbandingan harga median terhadap harga rata-rata aritmetik dapat disimpulkan secara umum bahwa unsur-unsur runut yang ditentukan berpopulasi tunggal dan berdistribusi log normal.

Konsentrasi unsur dinyatakan dalam satuan ppm, kecuali untuk unsur Au dalam Ppb. Pembagian kelas interval (Tabel 7) dilakukan dengan metoda inverse distance weighting dari data asli yang sebelumnya dibagi dalam 16 rumpang hal ini dilakukan karena penyelidikan ini masih bersifat regional, sehingga sekecil apapun perbedaan data hasil analisis kimia akan terreka oleh masing-masing rumpang tadi,dan akan menghasilkan interpretasi berbeda satu sama lainnya.

4.2.3. Analisis Kelompok Unsur (Multi Variabel)

Selain dengan cara pendekatan statistik satu variabel, penafsiran data dilakukan pula dengan statistik secara kelompok unsur (multivariabel). Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar unsur, sehingga dapat membantu dan

memudahkan penafsiran sebaran unsur- unsur tersebut dan memperkirakan jenis pemineralan di daerah yang diselidiki.

Seperti halnya dalam analisis satu variabel, analisis multivariabel ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.

Analisis multivariat yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Korelasi

2. Analisis “Cluster”

3. Analisis Faktor

Berdasarkan hasil analisis multivariat tersebut diatas disimpulkan bahwa didaerah penyelidikan ini teredapat empat kelompok ciri geokimia yaitu:

Pb – Zn – Co – Mn – Fe; yang mencerminkan hasil pelapukan gunungapi Kuarter dan pengikatan oksida Fe dan Mn, Co – Fe – Ni – Cr; yang juga mencirikan batuan gunungapai berkomposisi menengah hingga basaltis;

Li – As – Au dan tipe pemineralan epiotermal, dan Cu – Mo dari pemineralan Cu tipe porfiri. Adapun hasil pemetaan kekerabatan unsur – unsur tersebut ditampilkan dalam gambar 6, 7, 8 dan 9. Sedangkan daerah target untuk eksplorasi tindak lanjut digambarkan dalam gambar 10.

Page 26: Arifan Lokal Bima Ahyar

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pengamatan di lapangan, analisis data dan pembahasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyelidikan geokimia di daerah ini dapat memberikan kontribusi kegiatan eksplorasi dengan didapatnya mandala geokimia Cu dan Au, yang telah ditindak lanjuti oleh berbagai pihak suasta seperti halnya gugus-gugus pemineralan Lampe, Sape, Lante dan Sape. Selain gugus-gugus pemineralan tersebut telah terlokalisir juga gugus-gugus pemineralan lainnya, yang direkomendasikan untuk ditindak lanjuti, yaitu Teluk Cempi, Huu di Kabupaten Dompu hingga Lere di Kabupaten Bima dan wilayah Kilo – Kore. Gugus pemineralan Hu’u kemungkinan tipe pemineralan profiri Cu dan Woworada yang diperkirakan terjadi overprinting dari tipe pemineralan epitermal.

Untuk kepentingan eksplorasi mineral logam, maka dari pengamatan geologi dan morfologi dapat disimpulkan bahwa daerah-daerah yang pemineralan emasnya sudah tererosi meliputi bagian utara dan tengah daerah penyelidikan.

Daerah Tanjung Baku dan daerah pesisir Teluk Cempi, Huu, Lere hinga pesisir Woworada memperlihatkan anomali geokimia Au, dan Cu-Mo perlu untuk ditindak lanjuti. Sebagai tahap awal perlu dilakukan pemetaan geologi secara rinci dan penyelidikan geokimia sedimen sungai dengan sekala 1 : 50.000, serta pencontoan batuan. Sedangkan untuk keperluan lainnya, baik pertanian ataupun lingkungan, informasi peta geokimia ini perlu disosialisasikan kepada instansi ataupun lembaga terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Bandi, B, dkk, 1996, Eksplorasi logam dasar, lopgam mulia, logam besi dan paduan besi di daerah Sape, Kabupaten Bima, P. Sumbawa, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung

Davis, A.E., & Hartati, R.D., 1991, Procedures Manual for The Anayisis Of Geochemical Samples for The Southern

Sumatra, Geological And Mineral Exploration Project, SSGMEP, Report Series No 6, Directorate Of Mineral Resources

Ghazali, S.A., Muchsin, A.M., 1996, Penyelidikan Geokimia Regional, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung, tidal dipublikasikan, laporan tahunan Geochemical Prospecting

Hawkes and Webb 1965, Geochemistry in Mineral Exploration Harper & Row, New York, Evanston and London and John Weatherhill, Inc, Tokyo

Page 27: Arifan Lokal Bima Ahyar

Howart.,R.J. 1983, Handbook of Exploration Geochemistry, Vol.2, Elsevier. Statistical and Data Analysis In Geochemical Prospecting

Kusumadinata, K, 1964, Cebakan pertambangan di Sumbawa dan Hematit di Wowo

Kristianto, Andrias, 2001, Laporan Penciutan Ke Tiga, PT. Sumbawa Timur Mining

Manurung, Y. dkk, 1996, Eksplorasi logam dasar, logam mulia, logam besi dan paduan besi di daerah Bima,Kabupaten Bima, P. Sumbawa

------------, 1997, Eksplorasi logam di daerah Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, Propinsi Nusatenggara Barat

Nana R dan Aswan Y, 1975, Pemetaan geologi pada daerah Lembar Komodo mencakup daerah Bima Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Bali, NTB, NTT & Tim-Tim, Online www.pemkabbima.go.id, 23 Agustus 2003

Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Bali, NTB, NTT & Tim-Tim Tahun Anggaran 1994/1995, Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian Pasir Besi di Kabupaten Bima dan Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat

PT. Sumbawa Timur Mining (199? ), Eksplorasi Geologi di Daerah Bima dan Sekitarnya

Sudradjat A., 1975, Penyelidikan geologi tinjau Daerah Sumbawa, 1:250.000

Sembiring, G. dkk., 1999 Peta Sebaran Unsur Bahan Galian Kabupaten Bima (Bagian Timur) pada skala 1 : 100.000

Gambar 6. Peta Sebaran factor 1 (Cu-Zn-Co-Mn-Fe)

Gambar 7. Peta Sebaran factor 2 (Co-Ni-Fe-Cr)

Gambar 8. Peta Sebaran factor 3 (Li-As-Au)

Gambar 9. Peta Sebaran factor 4 (Cu-Mo)

Gambar 10. Peta Gugusan Pemineralan Dan Daerah Target

SUMBER

Aplikasi di Kabupaten dan Kota Bima12 Juni 2007 15:33Berita Terbaru

Pemerintah Kabupaten Bima pada tahun 2006 mereplikasikan penerapan Manual Praktis dalam peningkatan pelayanan publik di sektor pendidikan dan pemerintahan umum.

Page 28: Arifan Lokal Bima Ahyar

Lokakarya Mekanisme Pengaduan Masyarakat telah dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2006 diikuti oleh 10 sekolah dan 5 pemerintahan umum.

Sedangkan Pemerintah Kota Bima merencanakan penerapan Manual Praktis dalam peningkatan pelayanan publik di sektor pelayanan pasar, namun masih menunggu keputusan dari Pemerintah Kota Bima.

Pelaksanaan Survey Pengaduan Masyarakat

Di Kabupaten dan Kota Bima, proses peningkatan kualitas pelayanan publik di sektor kesehatan dilaksanakan berdasarkan pengaduan masyarakat di delapan puskesmas. Pada awal proses, hanya dua puskesmas yang memiliki keinginan untuk berpartisipasi, namun hasil yang positif dapat meyakinkan enam puskesmas lainnya untuk berpartisipasi.

Survei Pengaduan Masyarakat diselenggarakan pada akhir tahun 2003 dengan dukungan kuat dari Pemerintah Kota dan Kabupaten, dan juga dari pihak stakeholder, terdiri dari anggota-anggota unit pelayanan, lembaga masyarakat madani (KAWAAL Bima) yang memantau jalannya proses dan ikut serta memfasilitasi proses, serta Tim Good Governance (Tim GG) terdiri dari pihak pengambil keputusan, para pegawai unit pelayanan, perwakilan lembaga masyarakat madani, dan pihak akademisi.

Hasil Penting dari Pelaksanaan Survei Pengaduan Masyarakat

Jumlah responden dari survei yang diselenggarakan di Bima adalah 12.883 orang (2.005 di Puskesmas Bolo Timur, 2.000 di Puskesmas Sape Selatan, 2.000 di Puskesmas Mpunda, 1.504 di Puskesmas Ambalawi, 1.500 di Puskesmas Belo Utara, 1.609 di Puskesmas PenanaE, 1.015 di Puskesmas RasanaE Timur, dan 1.250 di Puskesmas RasanaE Barat).

Kategori pengaduan masyarakat yang paling sering muncul dikelompokkan menjadi “kedisiplinan petugas pelayanan”, “kemampuan petugas pelayanan”, “kepastian biaya pelayanan”. Contoh pengaduan yang paling penting di puskesmas di antaranya adalah “jarum imunisasi kurang tajam”, ”dokter atau petugas jarang ada di tempat”, atau pengaduan tentang “jam kerja yang tidak ditaati”

Page 29: Arifan Lokal Bima Ahyar

Perubahan Nyata melalui Proses Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pada awalnya terdapat suatu iklim ketidakpercayaan di antara pemerintah dan lembaga masyarakat madani, tetapi adanya kerjasama selama pelaksanaan proses peningkatan kualitas pelayanan publik telah membawa suatu perubahan yang mendekatkan kedua pihak dan meningkatkan kerjasama mereka.

Tindak lanjut dalam proses peningkatan kualitas pelayanan telah dilakukan di Bima, pengambil keputusan mendukung pengalokasian anggaran, rekruitmen pegawai, termasuk kebijakan dalam pengaturan jadwal pertemuan. Sedangkan unit pelayanan mendukung dengan melakukan kegiatan publikasi tarif resmi, prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, jam kerja di puskesmas, perluasan gedung atau ruang tunggu dan pelaksanaan prinsip-prinsip ”Kepemerintahan yang Baik” dalam unit pelayanan.

Bahkan Pemerintah Kabupaten Bima pada tahun 2006 mereplikasikan penerapan Manual Praktis dalam peningkatan pelayanan publik di sektor pendidikan dan pemerintahan umum, sedangkan Pemerintah Kota Bima merencanakan penerapan Manual Praktis dalam peningkatan pelayanan publik di sektor pelayanan pasar

Pentingnya Kegiatan Hubungan Masyarakat ( Humas )

Dalam keseluruhan proses, kegiatan komunikasi dan Humas memegang peranan yang sangat penting. Di Bima, petugas-petugas puskesmas yang terlibat dalam kegiatan survei berperan aktif dalam mempromosikan proses peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam penyebaran informasi mereka menggunakan beberapa metode :

Papan informasi, spanduk, kotak pengaduan di unit-unit pelayanan;

Konferensi pers dan bahan-informasi mengenai survei yang dikirimkan ke surat kabar lokal (Bima Ekspres, Lombok Post, Gaung Sumbawa);

Memasang poster-poster mengenai survei di warung-warung dan tempat umum lainnya;

Mengumumkan survei di desa-desa dengan mobil Dinas Kesehatan menggunakan loudspeaker;

Page 30: Arifan Lokal Bima Ahyar

Memanfaatkan acara-acara publik seperti “buka puasa bersama” untuk melaksanakan wawancara kolektif selama survei.

SUMBER

Asal Mulanya Meletus Gunung Tambora31 Maret 2007 14:10(Roorda van Eysinga, 1841, II, hlm. 37-40)

Bahwa ini pada menyatakan ceritera daripada Negeri Tambora yang dimurkai Allah Subhanahu wa Taala, maka jadi binasa Negeri Tambora sekarang ini.

Sebermula ada seorang Said Idrus, asalnya dari Bengkulu, ialah menumpang kepada orang Bugis, singgah di Negeri Tambora berniaga. Maka ada suatu hari maka Tuan Said Idrus naik ke darat, masuk dalam negeri besar berjalan-jalan pesiar sampai waktu lohor, maka ia masuk dalam masjid sembahyang. Maka didapatnya ada di dalam mesjid itu anjing, maka disuruh usir ke luar anjing, disuruh pukul. maka orang yang jaga anjing itu marah, maka berkata orang yang jaga anjing itu, "Raja kami yang empunya anjing itu". Maka Tuan Said itu pun berkata, "Baik siapa yang punya anjing, karena ini mesjid, Allah Subhanahu wa Taala yang empunya rumah ini. Siapa yang memasukkan anjing di dalam mesjid, orang itu kafir". Maka orang yang jaga anjing itu pergi mengadu kepada Raja Tambora, mengatakan "Ada seorang tuan-tuan Arab mengatakan kita ini orang Tambora dikatakan kafir, sebab didapatnya ada anjing dalam mesjid".

Setelah Raja Tambora mendengar perkataan itu, maka Raja Tambora itu pun amarah, kemudian Raja Tambora menyuruh memotong anjing itu dengan kambing, maka disuruh penggil orang Arab itu. Maka Tuan Said Idrus itu pun datang di rumah Raja Tambora dengan segala wazir Tambora. Setelah selesai daripada orang-orang Tambora sekalian duduk, maka hidangan nasi ditaruh ke hadapan orang banyak, dengan satu hidangan yang berisi daging anjing itulah dihadapannya Tuan Said; hidangan yang isi daging kambing di hadapan orang baik dengan raja Tambora.

Maka makanlah sekalian orang. setelah sudah makan, maka Raja Tambora itu pun bertanya kepada Tuan Said itu, katanya Raja Tambora, "Hai Arab! Sebagaimana kau katakan haram anjing?" Maka Tuan SAid itupun menyahut kata Raja itu, "Ya, haram". Maka Raja Tambora itu pun berkata, "Jikalau engkau katakan haram, mengapa engkau makan tadi itu anjing?" Maka Tuan Said itu pun menyahut kata Raja itu, "Bukannya anjing saya makan ini tadi, saya makan daging kambing". Sebagaimana bicaranya, jadi berbantah Raja Tambora dengan Tuan Said, maka Raja Tambora pun amarahlah kepada Tuan Said itu. Maka Raja Tambora itu pun menyuruhkan orangnya, "Bawa olehmu orang Arab ini bunuh". Maka orang itu pun memegang tangan Tuan Said itu antara beberapa orang, maka dibawanya naik ke Gunung Tambora. Setelah sampai di atas Gunung Tambora itu, maka orang yang membawa Tuan Said itu ditikam dengan senjata dan

Page 31: Arifan Lokal Bima Ahyar

dengan tombak, maka Tuan Said itu pun tiada boleh dimakan senjata itu. Maka orang itu pun menghela kayu, ada yang mengambil batu, ada yang melontar, ada yang memukul kepada Tuan Said itu, maka dimasukkan ke dalam goa itu. Kemudian maka orang itu pun pulanglah, hendak menyampaikan itu kepada Raja. Antara negeri dengan gunung itu orang yang datang membunuh Tuang Said itu, maka menyala api di gunung, tempat di mana Tuan Said dibunuh itu. Maka api itu pun [makin] besar, baik kayu, baik batu, baik bumi semuanya menyala. Maka api itu pun mengikut pada orang yang datang membunuh Said itu, maka orang itu pun larilah semuanya hendak lari masuk negeri besar, maka api itu pun duluan menyala dalam negeri itu. Maka gemparlah segala isi negeri Tambora, masing-masing mencarikan dirinya kehidupan. Maka daripada sebab kebesaran Allah Subhanahu wa Taala, maka api itu pun di mana orang lari, api pun mengikuti, orang yang lari ke laut, api pun mengikut ke laut, sampai lautan Tambora pun menyala. sampai berapa-berapa hari menyala api di gunung, di negeri, di lautan, di bumi. Maka kelam kabut daripada hujan abu itu, suatu pun tiada lepas manusia isi Negeri Tambora, berapa-berapa ribu orang mati terbakar itu. Antara berapa hari api menyala, belum padam api di gunung, Negeri Tambora pun tenggelam, menjadi lautan, sampai sekarang ini kapal boleh berlabuh di mana bekas Negeri Tambora adanya.

Syahdan maka bekas negeri-negeri yang satu tanah Negeri Tambora itu pun semuanya kena bala, yang sebelah barat Negeri Tambora itu Negeri Sumbawa, yang sebelah timur Negeri Tambora itu Negeri Sanggara dan Negeri Papekat, dan Dompo, dan Negeri Bima, masih membawa dirinya kepada Gouvernement adanya. Semuanya negeri itu ada yang bagi dua, ada yang bagi tiga keluar orangnya dengan sebab kelaparan, ada yang mati. Manusia yang hidup masing-masing pergi di mana-mana mengikut orang dagang, asal boleh dapat makan, ada yang menjual dirinya pada temannya ditukar sama padi.

Syahdan di negeri di Sumbawa sehingga Pinggalang dalam hujan abu segala binatang mati sebab tertunu di abu. Tiga tahun diada boleh mengerjakan tempat padi. Ada lebih selaksa orang Sumbawa mati dan yang meninggalkan negerinya adanya.

Dan sebagai lagi di Negeri Mengkasar dan di Negeri Bugis, tatkala terbakar Negeri Tambora, sehari semalam gelap hujan abu antero Negeri Bugis Mengkasar, tetapi itu waktu tanah yang kurus menjadi gemuk di Bugis Mengkasar.

Tiada berapa lamanya sudah terbakar Negeri Tambora, maka ada suatu hari maka darang air besar dari tiga ombak besar, dari selatan datangnya itu ombak, maka tujuh negeri kecil tenggelam, perahu dagang yang ada berlabuh di situ semuanya dibawa ombak naik di hutan.

Sumber : Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, karya Henry Chambert-Loir penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2004.

Page 32: Arifan Lokal Bima Ahyar

Alamat Pecah Gunung Tambora31 Maret 2007 13:24(Bo'Sangaji Kai, hlm. naskah 87; Chambert Loir & Salahuddin 1999, hlm. 319)

Hijrat Nabi salla'llahi 'alaihi wa sallama seribu dua ratus tiga puluh genap tahun, tahun Za pada hari Selasa waktu subuh sehari bulan Jumadilawal (yaitu hari selasa, 11 April 1815), tatkala itulah Tanah Bima datanglah takdir Allah melakukan kodrat iradat atas hamba-Nya. Maka gelap lagi berbalik lebih daripada malam itu, kemudian maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turunlah kersik batu dan abu seperti dituang, lamanya tiga hari dua malam. Maka heranlah sekalian hamba-Nya akan melihat karunia Rabil al-alamin yang melakukan fa'al li-mayurid. Setelah itu maka datanglah hari, maka melihat rumah dan tanaman sudah rusak semuanya. Demikian adanya itu, yaitu pecah Gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad.

Sumber : Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, karya Henry Chambert-Loir penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2004.REFERENSI SEJARAH31 Maret 2007 13:22Bima, pernah merupakan sebuah kerajaan yang swapraja selama lima atau enam abad sebelum lahirnya Republik Indonesia. Sejarah kerajaan Bima hanya diketahui secara dangkal, disebabkan terutama karena pemerintah Belanda boleh dikatakan tidak menaruh minat terhadap Bima, asal keamanan dan ketertiban tidak terganggu. Dua sumber lain dapat ikut menjelaskan perkembangan sejarah Bima.

Pertama, ilmu arkeologi yang selama ini hanya mengungkapkan segelintir peninggalan yang terpisah-pisah. Namun ilmu arkeologi itulah yang barangkali akan berhasil menentukan patokan-patokan kronologi terpenting dari masa prasejarah sampai masa Islam. Kedua, sejumlah dokumen dalam bahasa Melayu yang ditulis di Bima antara abad ke-17 sampai dengan abad 20. Bahasa Bima merupakan bahasa setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu (nggahi Mbojo). Bahasa tersebut jarang, dan sejak masa yang relatif muda, digunakan secara tertulis. Beberapa teks lama yang masih tersimpan dalam bahasa tersebut, tertulis dalam bahasa Arab atau Latin. Tiga jenis aksara asli Bima pernah dikemukakan oleh pengamat-pengamat asing pada abad ke-19, tetapi kita tidak mempunyai contoh satu pun yang membuktikan bahwa aksara tersebut pernah dipakai. Oleh karena itu bahasa Bima rupanya tidak pernah menjadi bahasa tertulis yang umum di daerah tersebut. Pada jaman dahulu, bahasa lain pernah digunakan. Dua prasasti telah ditemukan di sebelah barat Teluk Bima, satu agaknya dalam bahasa Sanskerta, yang lain dalam bahasa Jawa kuno. Selanjutnya bahasa Makassar dan bahasa Arab kadang-kadang dipakai juga. Ternyata sejak abad ke-17 kebanyakan dokumen tersebut resmi ditulis di Bima dalam Bahasa Melayu.

Page 33: Arifan Lokal Bima Ahyar

Tulisan di atas dikutip dari buku Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah, karya Henry Chambert-Loir penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2004.

UU NO. 13 THN 200231 Maret 2007 13:13UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG

PEMBENTUKAN KOTA BIMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kota Administratif Bima dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 22.225 km2, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada tahun 1996 berjumlah 101.933 jiwa dan pada tahun 2000 menjadi 111.489 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2,3 % per tahun. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kota Administratif Bima Kabupaten Bima, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kota Administratif Bima.

Secara geografis, wilayah Kota Administratif Bima mempunyai kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Dari segi potensi industri dan perdagangan, perhubungan, serta pariwisata, Kota Administratif Bima mempunyai prospek yang baik bagi pemenuhan kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri.

Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang dan selanjutnya dituangkan secara formal dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bima tanggal 22 Pebruari 2001 Nomor 03 Tahun 2001 tentang Persetujuan Peningkatan Status Kota Adminisratif Bima Menjadi Pemerintah Daerah Kota dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat tanggal 15 Maret 2001 Nomor 01/KPTS/DPRD/2001 tentang Persetujuan Peningkatan Status Pemerintah Kota Administratif Bima Menjadi Pemerintah Kota Bima,

Page 34: Arifan Lokal Bima Ahyar

wilayah Kota Administratif Bima yang meliputi Kecamatan Asakota, Kecamatan RasanaE Barat, dan Kecamatan RasanaE Timur.

Dalam rangka mengembangkan wilayah dan potensi yang dimiliki Kota Bima serta memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang, terutama dalam hal peningkatan sarana dan prasarana serta kesatuan perencanaan dan pembinaan wilayah, maka Sistem Tata Ruang Wilayah Kota Bima harus dioptimalkan penataannya serta dikonsolidasikan jaringan sarana dan prasarananya dalam satu sistem kesatuan pengembangan terpadu dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan kabupaten lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Kabupaten Bima. (PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BIMA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT)

DOWNLOAD UU NO. 13 TAHUN 2002

Upacara Hanta U’a Pua Dihidupkan kembali31 Maret 2007 13:11UPACARA adat Hanta U’a Pua yang diselenggarakan kembali, memberikan arti tersendiri bagi masyarakat Bima terutama Majelis Adat Dana Mbojo. Menurut Hj. Siti Maryam, ketua Majelis Adat ini, sejak tahun 1950-an saat peralihan pemerintahan dari Kesultanan menjadi Pemerintahan Swapraja, kegiatan ini terhenti dan tidak mampu sepenuhnya dihidupkan kembali.

Usaha menghidupkan kembali tradisi ini bukannya tidak pernah dicoba, namun terbentur kendala karena situasi politik yang menggesek, tarik ulur. “Pernah dicoba sekali tahun 1980-an dan sekali tahun 1990-an, serta tahun 2003 lalu,” kata Siti Maryam.

Diselenggarakannya lagi tradisi Hanta U’a Pua kali ini, menurutnya, merupakan pertanda baik karena mendapat sambutan positif masyarakat maupun pemerintah. Kelihatannya masyarakat Bima tampak lebih antusias kali ini, ujarnya. Bagi Majelis Adat Dana Mbojo, melestarikan nilai budaya asli Bima yang dirayakan masyarakat Bima secara umum merupakan salah satu agenda penting yang harus segera dibenahi dari segi kualitas maupun kuantitasnya. “Sejarah jangan sampai putus. Ini kekayaan yang tidak bisa dinilai dengan materi,” kata budayawati yang kini berkosentrasi menulis sejarah Bima pada masa lampau ini.

Jika tidak dihidupkan kembali, tuturnya, mana mungkin orang Bima terutama yang masih muda-muda tahu sejarah dan tradisi daerahnya. Contoh, kenapa di Bima ada Kampung Melayu? Ini penting diketahui sebagai modal wawasan budaya anak-anak muda, bukan sekadar ingin mengenalkan istana dan kesultanan, katanya. Pada

Page 35: Arifan Lokal Bima Ahyar

zamannya dulu, Kesultanan Bima pernah menjadi salah satu kerajaan berpengaruh di Indonesia dan dikenal hingga Eropa.

Kampung Melayu di tengah Kota Bima sekarang, dulunya merupakan tempat khusus sebagai hadiah pemberian raja kepada para datuk dan rombongan orang-orang Melayu yang mengantar Islam masuk ke Bima. Kini, keturunan orang Melayu asli yang mendiami tempat tersebut tidak lagi banyak, hanya sekitar 50 KK, kata H.Muhammad Ibrahim, Penghulu Melayu yang ke 60-an, yang kini menjadi pemimpin bagi orang-orang Melayu di Bima. Tiap peringatan Hanta U’a Pua, dari kampung sederhana inilah Uma Lige menjadi pusat perhatian khalayak yang sengaja memenuhi ruas-ruas jalan tempat mereka lewat, untuk mengantarkan U’a Pua kepada raja muda di istana tua Kesultanan Bima.

U’a Pua, dalam bahasa Melayu disebut “Sirih Puan” merupakan satu rumpun “tangkai bunga telur” berwarna warni yang dimasukkan dalam satu wadah segi empat berjumlah 99 tangkai yang disimbolkan sebagai Asma’ul Husna dan di tengahnya terdapat sebuah Al Quran. Sebuah rumah mahligai yang biasa disebut Uma Lige berukuran 4 X 4 meter2 terbuka dari empat sisinya beratap dua susun. Di dalamnya, tampak jelas disaksikan puluhan ribu pasang mata di sepanjang jalan, empat perempuan menari Lenggo Mbojo dan empat laki-laki menari Lenggo Melayu, melenggak lenggok menebar senyum sembari mendampingi Penghulu Melayu, memasuki arena mengantar U’a Pua. -nik

Saat Upacara Peralatan

Kesultanan Dikeluarkan

APRIL 2006, tradisi Kesultanan Bima berupa Hanta U’a Pua mulai digelar lagi. Puluhan ribu orang memadati halaman depan istana tua Kesultanan Bima sejak pagi. Mereka datang dari berbagai penjuru Kota dan Kabupaten Bima, untuk menyaksikan tradisi langka yang berangkat dari peringatan Maulud Nabi Muhammad dan peringatan masuknya Islam di Tanah Bima, ratusan tahun lalu. Berbondong-bondong, tua muda bahkan mereka yang telah sepuh seolah menumpahkan nostalgia, datang dan duduk di depan halaman Istana Raja menanti saat-saat peringatan tiba. “Sejak pukul 06.00, saya duduk di sini,” ungkap seorang nenek yang usianya lebih dari 70 tahun.

Ia bercerita, dulu, sebelum tahun 1950-an, ia bersama orangtua, saudara dan tetangganya masih bisa menikmati hikmadnya peringatan Hanta U’a Pua. “Ramai sekali, jauh lebih ramai dari sekarang ini,” ungkapnya. Ia menambahkan, di sekitar istana tersebut orang-orang berdesakan, antri untuk bisa melihat kuda-kuda jantan yang gagah, penari Lenggo juga Uma Lige (mahligai) tempat Sirih Puan yang dipikul ratusan prajurit istana. Nenek ini, dengan mata berbinar, dengan seksama mengikuti satu per satu acara yang disuguhkan hingga prosesi adat tersebut usai. “Meski prosesinya tidak lagi seperti dulu, saya puas menontonnya,” tuturnya mengantar langkah ringkihnya pulang.

Page 36: Arifan Lokal Bima Ahyar

Hanta U’a Pua, setidaknya mengobati kerinduan si nenek yang pada masa lalu kejayaan Kesultanan Bima sangat ia banggakan. Kembalinya tradisi U’a Pua ini disambut gembira bukan hanya oleh si nenek, namun juga masyarakat Bima dan petinggi-petinggi adat yang saat itu tampil lengkap dengan pakaian kebesaran Kesultanan Bima yang disebut Siki Lanta. Acara ini, menghadirkan kesan tradisi yang cukup kental karena hampir seluruh undangan mengenakan pakaian adat Bima maupun pakaian adat khusus yang biasa dikenakan pada masa Kesultanan Bima. “Sebagian besar peralatan Kesultanan Bima dikeluarkan pada upacara ini untuk disaksikan khalayak,” kata Siti Maryam.

Musik tradisional mengiring sepanjang acara berlangsung. Simbol-simbol tradisi makin menguatkan dan memberi roh masa lalu yang patut terus dipertahankan sebagai sebuah tradisi yang cukup unik. “Rencananya, kegiatan ini akan diselenggarakan tiap tahun,” ungkap Hj. Siti Maryam Sultan Salahuddin, putri Sultan Salahuddin dari Kesultanan Bima ini. -nik

Tangkai Unik Bunga Dolu

Diyakini Membawa Berkah

DI salah satu jalan utama kota Bima, kuda-kuda jantan yang disebut Jara Wera (Kuda Wera), Jara Sara’u (Kuda Kesultanan) mengiringi orang-orang Melayu sebagai tamu kehormatan dalam acara tersebut dan juga Mahligae (Uma Lige) berukuran besar yang membawa Penghulu Melayu, tengah melintas di hadapan masyarakat Bima yang memenuhi bibir kiri dan kanan sepanjang jalur yang dilewatinya.

Rombongan ini selangkah demi selangkah menuju halaman depan istana tua Kesultanan Bima. Di sana para pejabat dan petinggi adat serta puluhan ribu penonton yang memenuhi sekitar istana, menanti kehadirannya. Beberapa saat kemudian, sepuluh kuda jantan yang disebut Jara Wera memecah suasana hikmad, masuk memperagakan ketagguhannya, berputar-putar mengitari arena dengan penunggangnya yang cekatan. Menurut Hj. Siti Maryam, dulu para penunggang tersebut merupakan pendekar yang menunjukkan jalan serta mengantar para datuk dari Makasar yang datang ke Bima lewat Teluk Bima ketika pertama kali mengenalkan ajaran Islam. Kemudian kuda-kuda ini berlalu diiringi irama tambur yang menderu-deru.

Beberapa saat kemudian Jara Sara’u (pasukan berkuda kerajaan) diikuti pasukan tentara kerajaan lengkap dengan pakaian kebesaran prajurit memasuki halaman istana. “Kuda ini cukup tangkas,” kata Siti Maryam. Dulu, katanya, kuda yang ditunggangi pasukan berkuda dan tentara kerajaan pandai menari sambil berjalan. Kuda-kuda berbadan tinggi tegap tersebut menari mengikuti irama tambur yang ditabuh bertalu-talu. Teriakan-teriakan dan hentakan semangat yang dipandu para penunggang kuda, mengundang tepuk riuh tangan penonton yang larut dalam kekaguman saat menyaksikan tradisi nenek moyangnya itu. Diiringi gemuruh tepuk tangan, Jara Sara’u meninggalkan arena pertanda tugasnya mengawal Uma Lige masuk halaman istana telah berakhir.

Page 37: Arifan Lokal Bima Ahyar

Dari pintu halaman istana, rombongan laki-laki, perempuan, anak-anak, tua dan muda, memasuki arena. “Mereka tamu kehormatan dalam acara tersebut,” kata Siti Maryam. Mereka adalah orang-orang keturunan Melayu yang hidup dan hingga kini menjadi bagian dari masyarakat dan adat istiadat Bima. Dalam acara tersebut, mereka mempunyai tempat tersendiri yang sudah disiapkan di bagian kiri panggung kehormatan. Di sana tertulis dengan jelas, ‘Keluarga Melayu’.

Di belakang rombongan ini, sebuah rumah terbuka yang disebut Uma Lige yang di atasnya terdapat Penghulu Melayu dan delapan orang penari yakni empat perempuan yang menari Lenggo Mbojo dan empat laki-laki yang menari Lenggo Melayu, mendampingi Penghulu yang kelihatannya telah sepuh. Juga bunga dolu berjumlah 99 tangkai didampingi bunga male. “Mereka mengantar Sirih Puan untuk diserahkan kepada Jena Teke (raja muda),” ujar Siti Maryam. Dulu, Uma Lige tersebut diangkat ratusan orang yang berebut satu sama lain untuk memperoleh kesempatan menjadi pemanggul.

Setelah Sirih Puan diserahkan kepada Jena Teke Kesultanan Bima, Ferry Zulkarnaen, suasana riuh mulai terdengar. Dari tiap sudut panggung kebesaran, tamu undangan maupun warga masyarakat yang menonton menyerbu bunga dolu dan bunga male. Ratusan orang yang kebetulan mampu berada di barisan paling depan berebut mendapatkannya. “Ini simbol membagi berkah kepada rakyat,” ujar Siti Maryam. Siapa yang berhasil mendapatkan bunga dolu dalam acara rebutan, diyakini mampu membawa berkah. “Ini untuk anak saya, semoga cepat dapat jodoh,” tutur Hafsah, seorang ibu dengan napas tersengal-sengal usai berdesakan dengan ratusan orang. Namun ia mengaku senang dan bangga bisa menjadi salah seorang yang berhasil membawa pulang tangkai unik tersebut. –nik

Oleh arixs

SUMBER

PAD Kota Bima Akhir 2006, 77 Persen31 Maret 2007 13:04Kota Bima, Sumbawanews.com.-

Hingga 31 Desember 2006 lalu, pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bima sebanyak Rp4,7 miliar dari target Rp6,1 miliar atau sekitar 77 persen.

Untuk pencapaian PAD 2006 setiap satuan kerja (Satker), BPKD target Rp2,6 miliar, realisasi Rp2,3 milyar (90,51 persen), Sekretariat Daerah (Setda) target Rp735 juta, realisasi Rp566 juta (77, 00 persen), Dinas Kimpraswil target Rp769 juta, tercapai Rp437 juta (55,78), Dinas Dikbudpar target Rp400 juta tercapai Rp308 juta (77,22 persen).

Page 38: Arifan Lokal Bima Ahyar

Selain itu, Dinas Kesehatan (Dikes) target Rp234 juta, tercapai Rp288 juta (123,78 persen), Dinas Perhubungan (Dishub) target Rp488 juta, tercapai Rp228 (46,74 persen) dan Dinas Tata Kota dan Kebersihan, target Rp457 juta, tercapai Rp216 juta (47,22 persen).

Menurut Kepala Bidang Pendapatan Badan Pengelolah Keuangan Daerah (BPKD), Syafrudin, BA, kendala pencapaian PAD karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar wajib pajak di sektor pemerintahan dan pihak swasta.

Selain itu, ada beberapa potensi yang belum dimanfaatkan, seperti kawasan Ama Hami dan jembatan timbang belum ditarik retribusi pajak selama tahun 2006.

“Namun, untuk tahun 2007 kita akan mulai dimanfaatkan melalui penarikan retribusi wajib pajak,” katanya di kantor BPKD, Kamis (4/12).

Untuk meningkatkan pembayaran target PAD, Syafrudin merencanakan tahun depan akan diupayakan sosialisasi perorangan secara langsung saat menagih pajak.

Diakuinya, pencapaian PAD tahun 2006 meningkat sekitar 11 persen dari tahun 2005 dan itu berkat kerja keras petugas penagih. (BE.09)

SUMBER

Busana Pengantin Mbojo, Bima, Nusa Tenggara Barat31 Maret 2007 13:02

Busana pengantin pria : bula - tutup kepala, pasangi baju lengan panjang dan celana panjang, siki - kain songket setinggi lutut, saba - sabuk, salipe - ikat pinggang diikatkan pada saba sampari - keris, pasapu - sapu tangan diikatkan pada keris.

Busana pengantin wanita : wange tata rias rambut dihiasi karaba - gabah padi digoreng tanpa minyak diikatkan pada wange, samu-utu-u - sanggul, jungge - tusuk sanggul atau konde jungge cina - bentuk kembang goyang - jungge cempaka - bentuk bunga - jungge dondo - dari emas dihias manik-manik, bangka dondo - hiasan telinga, baju poro, tembe sangke - kain songket, jima - gelang tangan, jima ancu hiasan lengan, salipe - ikat pinggang, pasapu - sapu tangan.

SUMBER

Gunung Sangeang Api31 Maret 2007 12:56Compiler : Dedi Mulyadi

Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution

Page 39: Arifan Lokal Bima Ahyar

Keterangan Umum

Nama Gunungapi : G. Sangeang Api

Nama Lain : Sangeang, Gunungapi dekat Bima

Nama Kawah : Kawah utama : Kawah Solo (Doro Undo), kawah Oi atau kawah Berano (Doro Api atau Karubu) dan Doro Mantoi

Kawah tambahan : Parasit Dewa Mboko pada pelana, Doro Ego (Kusumadinata, 1967) anak Dewa Toi di lereng selatan Doro Mantoi.

Lokasi Geografis: 08�11'LS dan 119o03,5�BT (Atlas Trop Nederi, 1939, lembar 27).

Secara administrasi terletak di Kecamatan Wera Timur, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat

Ketinggian : dml : Doro Api, + 1949m (Atlas Trop.Nederi), Doro Mantoi, + 1795m (Kuenen, p.291)

Kota Terdekat : Wera Timur dengan nama kota Bima

Tipe Gunungapi: Strato kembar

Pendahuluan

Cara pencapaian

Pendakian pada umumnya adalah dari kampung Toroponda, dari Sori buntu lewat padang alang - alang yang landai, hingga di Lare di Sori Belanda (Sungai kecil dan kering).

Satu jam kemudian berturut - turut di capai Luna (lapangan lama) dan setelah itu Watu Pela Ma Awa (Batu Ceper Bawah). Jalannya kemudian menghilang dan sedikit naik memasuki semak belukar, hingga satu jam kemudian dicapai Watu Pela Ma EA (Batu ceper atas), Sebuah padang alang - alang pada ketinggian 580 M. Setelah itu dicapai Kampo Kara dan Mamba Karana, kemudian memotong ke utara lewat lahar lama yang sudah lepas - lepas dan mesuk Mamba Mengi (990M), sebuah undak yang rapat di tumbuhi pohon hutan. Pendakian kini mulai langsung lurus menuju Dewa Mboko, pelana antara Doro Api dan Doro Mantoi. Jalan sudah tidak dapat di lihat lagi dan hanya di tandai di sana sini oleh bekas rintisan jalan, dari orang yang mendaki sebelumnya. Tanpa kesukaran yang berarti sampailah pada lereng yang terbuka, ialah Mamba Kawangge.

Page 40: Arifan Lokal Bima Ahyar

Kemudian mengikuti aliran lava lama dari kawah Dewa Mboko, yang terbuka ke jurusan sini bagaikan sepatu kuda hingga di pelana antara Doro Mantoi dan Doro Api. Pendakian dari pelan yang luas ini ke puncak Doro Api maupun Doro Mantoi memakan waktu lk Satu jam. Jalan setapak yang sesungguhnya tidak ada dan dapat di pilih sendiri.

Demografi

Kependudukan di kawasan ini sejak tahun 1985 telah di kosongkan yaitu di transmigrasikan ke Sangeang darat (Kecamatan Wera). Transmigrasi pertama setelah letusan tahun 1953 dan sisanya setelah letusan tahun 1985 sebanyak 263 kk, dengan diberi lahan 1 Ha/kk. Namun keadaan sekarang lahan yang di tinggalkan sudah dijadikan tempat ladang dengan membuat rumah sementara ( Salaya ) terutama pada bulan musim tanam ( Agustus - November ) dan musim panen (Maret - April).

Penghuni musiman tersebut berasal dari penduduk asli yang ia tinggalkan sejak tahun 1953 dan 1985 yang secara umum terakumulasi di Toroponda sebanyak 53 kk, Danggo 25 kk dan kampung Sangeng 45 kk. Penduduk yang menempati salaya ( Rumah sementara ) yang termasuk kawasan rawan III terdapat Joro Sangeang yang di huni sekitar 45 kk.

Penggunaan lahan di kawasan rawan ini merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan cagar alam dengan jenis lahan berupa hutan heterogen, alang - alang dan sebagian ladang penduduk. Mata pencaharian selain bertani adalah berlayar ( Jasa Transportasi antar pulau ) dan berdagang.

Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi

Umumnya di daerah G. Sangeang Api mempunyai sumber dayanya adalah pasir, batu, sirtu, sangat melmpah, yang di pergunakan oleh penduduk setempat sebagai bahan bangunan.

Umumnya tanahnya sangat subur dan merupakan daerah penghasil sayur mayur dan buah - buahan

Wisata Pulau Sangeang

Kawasan ini selain berpotensi dikembangkan menjadi wisata alam pegunungan juga bias dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Keindahan pemandangan pantai yang alamiah juga ditunjang adanya sumber mata air panas di Oi Pana Manangga dan mata air panas Oi Kalo yang bersuhu antara 36 derajat sampai 39 derajat celcius. Juga pantai

Page 41: Arifan Lokal Bima Ahyar

di kawasan ini merupakan jalur transportasi Mataram - P Komodo (Flores) dan sebagai tempat singgah untuk mengisi bahan bakar.

Akan tetapi lingkungan di sekitar pantai terutama karang - karang laut telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan disekitar pantai dengan menggunakan bahan peledak.

Daftar acuan

Data dasar gunung api Indonesia, oleh Kusumadinata, K . 1979

Laporan Pemantauan / Pengawasan Daerah Bahaya Gunung Api Sangeang Api di Kec. Wera Timur, Kab. Bima NTB, oleh Rahmat, H dkk. Tahun 1998

Lebih Lanjut Baca Disini

Gunung Tambora ( 2851 mdpl )31 Maret 2007 12:54

Nama kawah : Doro Afi Toi

Tipe : Strato dengan kaldera

Letak : Jazirah Sanggar, Kabupaten Bima - Pulau sumbawa

Tinggi : 2851 mdpl

Posisi Geografi : 80 - 15' LS dan 1180 - 00' BT

Gunung Tambora pada 5 April 1815 meletus dengan sangat dasyatnya hingga menewaskan sekitar 90.000 orang. Sekitar tiga tahun sebelum letusan penduduk Sanggar telah melihat adanya kegiatan yang sangat tinggi dari Gunung ini. Karena kedasyatannya hingga tercatat dalam sejarah dunia. Kehebatan letusannya tercatat sekitar 6 juta kali kekuatan bom atom. Suara letusan gunung ini terdengar sampai ke - Jakarta (1250 km) dan Ternate (1400 km). Hujan abu pertama jatuh di Besuki Jawa Timur. Pada 10 dan 11 April 1815 Suara letusan gunung Tambora terdengar sampai ke Pulau Bangka (1500 km) dan Bengkulu (1775 km) dan gempa bumi yang terjadi bersamaan dengan letusan gunung ini terdengar sampai ke Surabaya (600 km).

Sepanjang pesisir pantai Kerobih berupa batu karang yang bentuknya sangat indah memiliki relief alami. Bagian Selatan gunung Tambora adalah perbukitan dengan latar belakang pemandangan yang sangat indah.

Page 42: Arifan Lokal Bima Ahyar

Gunung ini berada di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat. Daerah ini dapat dijangkau dengan menggunakan pesawat udara dari Mataram, Lombok sekitar 1 jam menuju Bima. Dari Bima dapat ditempuh melalui darat menuju Dompu sekitar 60 km. Dari Dompu ke Kore berjarak 100 Km. Dari sini dengan speedboat menuju Labuhan Bili, dapat ditempuh sekitar 3 jam.

Pendakian Menuju Puncak

Untuk mencapai kaldera puncak gunung ini pendaki dapat memulai pendakian dari arah Barat Laut dimulai dari Labuan Kenanga. Dari tempat ini sampai ke Perkebunan Kopi Tambora yang letaknya berjarak 15 km. Keluar dari komplek perkebunan perjalanan terus melalui jalan setapak. Pendakian dari Perkebunan Kopi Tambora sampai ke puncaknya memakan waktu bervariasi tergantung jalur yang diambil selama perjalanan.

Selain dari Labuan Kenanga pendakian menuju puncak gunung ini dapat pula dilakukan dengan menggunakan lereng Timur gunung dimulai dari Oi Sengari. Dan jalur Selatan gunung ini pernah pula didaki oleh van Rheden seorang ahli Geologi.

Binatang yang hidup di sekitar gunung Tambora adalah rusa, babi hutan, sapi liar, kerbau, monyet, landak, biawak, musang, kura-kura, berbagai jenis burung seperti kakaktua kepala putih, nuri merah, ayam hutan, elang, gagak, dll.

SUMBER

Prof. Dr. Afan Gaffar31 Maret 2007 12:50

Beliau adalah profesor kelahiran Bima, terus terang bagi saya pribadi nama beliau serta informasi tentang beliau baru saya ketahui beberapa menit yang lalu. Berikut cuplikan informasi tentang beliau :

Prof. Dr. Afan Gaffar, Guru Besar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) kelahiran Tente, Bima, Nusa Tenggara Barat, 21 Juni 1947, ini, walaupun bukan orang Jawa, terkenal sebagai orang yang sangat nJawani. Ia dikenal luas para tetangganya karena banyak bergaul dan sering keliling dengan naik motor. Dia secara mendadak meninggal dunia ketika hendak memangkas rambut di belakang rumahnya di Yogyakarta, Rabu (8/1/2003), sekitar pukul 14.00.

Ingin mengetahui lebih lanjut tentang beliau klik disini

Bima, Kota Pelabuhan lama di P. Sumbawa31 Maret 2007 12:47

Page 43: Arifan Lokal Bima Ahyar

Kota Bima adalah kota pelabuhan di pinggir teluk dan dikelilingi gunung. Di dalam catatan dua kronik (catatan sejarah) Jawa Kuno, Kota Bima sejak abad ke-14 yaitu Negarakertagama dan Pararaton (1365) Bima disebut sebagai pelabuhan laut kuno yang disinggahi oleh kapal-kapal Nusantara bahkan kapal-kapal perang Jerman dan Austria.

Abad ke-10 seorang penulis dari Portugis bernama Tome Pires menyebutkan daerah Bima sebagai tempat niaga yang ramai yang menghubungkan Malaka, Cina, Jawa dan Maluku. Dalam Dagregister Belanda disebut sebagai daerah perdagangan berbagai hasil bumi dan produk kerajaan seperti hasil hutan, pertanian berupa asam, kemiri, bawang, kacang, kopi, padi, kapas, teripang, garam, sarang burung, kain tenun dan lain sebagainya. Sebelum abad ke-14 daerah Bima belum merupakan kerajaan tetapi sudah mengenal tata cara pemerintahan dalam masyarakat yang bersuku-suku. Puncak sejarah adalah kedatangan utusan-utusan yang membawa agama Islam dari tanah Makassar yang berlabuh di Pelabuhan Bima. Agama Islam dibawa oleh Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro dari Makassar masuk ke Bima pada awal abad ke-17 dan kerajaan Bima menjadi kerajaan yang berlandaskan Islam dan kerajaan berubah menjadi Kesultanan.

SUMBER

ASAL USUL MASYARAKAT BIMA31 Maret 2007 12:45ASAL USUL MASYARAKAT BIMA

(DOU MBOJO)

Oleh Zainudin

Kandidat Magister pada Ilmu Politik UGM Yogyakarta

Kelahiran Ncera, Bima, NTB

Masyarakat Bima yang sekarang kita kenal merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air. Akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang lebih dominan adalah berasal dari imigrasi yang dilakukan oleh etnis di sekitar Bima. Karena beragamnya etnis dan budaya yang masuk di Bima, maka tak heran agama pun cukup beragam meskipun 90% lebih masyarakat Bima sekarang beragama Islam. Untuk itu, dalam pembahasan berikut akan kita lihat bagaimana keragaman masyarakat Bima tersebut, baik dilihat dari imigrasi secara etnis/budaya maupun secara agama/kepercayaan.

Page 44: Arifan Lokal Bima Ahyar

Variasi Masyarakat Bima Berdasarkan Etnis/Budaya

Orang Donggo

Orang Donggo dikenal sebagai penduduk asli yang telah menghuni tanah Bima sejak lama. Mereka sebagian besar menempati wilayah pegunungan. Karena letaknya yang secara geografis di atas ketinggian rata-rata tanah Bima, Dou Donggo (sebutan bagi Orang Donggo dalam bahasa Bima), kehidupan mereka sangat jauh berbeda dengan kehidupan yang dijalani masyarakat Bima saat ini. Masyarakat Donggo mendiami sebagian besar wilayah Kecamatan Donggo sekarang, yang dikenal dengan nama Dou Donggo Di, sebagian lagi mendiami Kecamatan Wawo Tengah (Wawo pegunungan) seperti Teta, Tarlawi, Kuta, Sambori dan Kalodu Dou Donggo Ele.

Pada awalnya, sebenarnya penduduk asli ini tidak semuanya mendiami wilayah pegunungan. Salah satu alasan mengapa mereka umumnya mendiami wilayah pegunungan adalah karena terdesak oleh pendatang-pendatang baru yang menyebarkan budaya dan agama yang baru pula, seperti agama Islam, Kristen dan bahkan Hindu/Budha. Hal ini dilakukan mengingat masih kuatnya kepercayaan dan pengabdian mereka pada adat dan budaya asli yang mereka anut jauh-jauh hari sebelum para pendatang tersebut datang.

Kepercayaan asli nenek moyang mereka adalah kepercayaan terhadap Marafu (animisme). Kepercayaan terhadap Marafu inilah yang telah mempengaruhi segala pola kehidupan masyarakat, sehingga sangat sukar untuk ditinggalkan meskipun pada akhirnya seiring dengan makin gencarnya para penyiar agama Islam dan masuknya para misionaris Kristen menyebabkan mereka menerima agama-agama yang mereka anggap baru tersebut. Sebagaimana umumnya mata pencaharian masyarakat yang masih tergolong tradisional, mata pencaharian Dou Donggo pun terpaku pada berladang dan bertani. Sebelum mengenal cara bercocok tanam, mereka biasanya melakukan perladangan berpindah-pindah, dan karena itu tempat tinggal mereka pun selalu berpindah-pindah pula (nomaden).

Berhadapan dengan kian gencarnya arus modernisasi, seiring itu pula pemahaman masyarakat akan kenyataan hidup berubah, terutama dalam hal pendidikan dan teknologi. Saat ini, telah sekian banyak para sarjana asli Donggo, yang umumnya menimba ilmu di luar daerah seperti Ujung Pandang, Mataram atau bahkan ke kota-kota di pulau Jawa seperti Bandung, Yogyakarta, Jakarta dan lain-lain. Demikian juga halnya dengan teknologi, yang akhirnya merubah pola hidup mereka seperti halnya dalam penggarapan sawah, kendaraan sampai alat-alat elektronik rumah tangga, karena

Page 45: Arifan Lokal Bima Ahyar

hampir semua daerahnya telah dialiri listrik. Bahkan tak jarang mereka menjadi para penyiar agama seperti Da’i, karena telah begitu banyaknya mereka naik haji.

Dou Mbojo (Orang Bima)

Dou Mbojo yang dikenal sekarang awalnya merupakan para pendatang yang berasal dari daerah-daerah sekitarnya seperti Makassar, Bugis, dengan mendiami daerah-daerah pesisir Bima. Mereka umumnya berbaur dengan masyarakat asli dan bahkan menikahi wanita-wanitanya. Para pendatang ini dating pada sekitar abad XIV, baik yang datang karena faktor ekonomi seperti berdagang maupun untuk menyiarkan agama sebagai mubaliqh. Mata pencaharian mereka cukup berfariasi seperti halnya bertani, berdagang, nelayan/pelaut dan sebagian lagi sebagai pejabat dan pegawai pemerintah.

Karena pada awalanya mereka adalah pendatang, pada beberapa generasi kemudian banyak juga yang merantau ke luar daerah untuk berbagai keperluan dan profesi seperti sebagai pegawai daerah, sekolah/kuliah, menjadi polisi/tentara, pedagang dan lain-lain. Umumnya mereka memiliki sifat ulet, mudah menyesuaikan diri dengan orang lain dan bahkan kasar. Hingga kini, beberapa daerah di Bima mewarisi sifat-sifat kasar ini seperti beberapa daerah (desa) di Kecamatan Sape, Wera dan Belo.

Orang Arab dan Melayu

Orang Melayu umumnya berasal dari Minangkabau dan daerah-daerah lain di Sumatera, baik sebagai pedagang maupun sebagai mubaliqh. Jumlah mereka termasuk minoritas, yang pada awalnya menempati daerah Bima pesisir Teluk Bima, Kampung Melayu dan Benteng. Terdorong oleh arus mobilitas penduduk yang cukup cepat, sekarang sebagian besar mereka telah membaur ke wilayah-wilayah pedalaman bersama masyarakat Bima lainnya. Orang Arab pun datang ke Bima sebagai pedagang dan mubaliqh. Awal kedatangan orang Arab umumnya sangat tertekan karena harus berhadapan dengan masyarakat Bima yang sudah cukup variatif. Mereka dianggap sebagai pendatang dari Arab, sebagai turunan Nabi. Akan tetapi, sekarang mereka telah diterima secara umum dan wajar, serta telah berbaur dengan masyarakat. Bahkan seiring dengan kuatnya pengaruh Islam melalui Hadirnya Kesultanan Bima, termasuk orang Melayu, sering dianggap istimewa karena biasanya pada masa Kesultanan Bima mereka diangkat sebagai Da’I dan pejabat hadat di seluruh pelosok tanah Bima.

Pendatang Lainnya

Para pendatang ini datang dengan latar belakang yang beragam, dengan menduduki berbagai profesi baik sebagai pejabat pemerintah, polisi/tentara, pedagang/pengusaha. Mereka datang dari Jawa, Madura, Ambon, Flores, Timor-Timur, Banjar, Bugis, Bali,

Page 46: Arifan Lokal Bima Ahyar

Lombok yang kemudian membaur dan menikah dengan masyarakat Bima asli maupun dengan para pendatang lain. Orang Cina tak ketinggalan memiliki peran di Bima, yang umumnya berprofesi sebagai pedagang. Dari segi jumlah, orang Cina memang tergolong kecil namun karena mereka sangat gigih dan ulet, peran mereka dalam perekonomian Bima sangat signifikan.

Variasi Masyarakat Bima Berdasarkan Agama

Kepercayaan Makakamba - Makakimbi

Kepercayaan ini merupakan kepercayaan asli penduduk Dou Mbojo. Sebagai media penghubung manusia dengan alam lain dalam kepercayaan ini, diangkatlah seorang pemimpin yang dikenal dengan nama Ncuhi Ro Naka. Mereka percaya bahwa ada kekuatan yang mengatur segala kehidupan di alam ini, yang kemudian mereka sebut sebagai “Marafu”. Sebagai penguasa alam, Marafu dipercaya menguasai dan menduduki semua tempat seperti gunung, pohon rindang, batu besar, mata air, tempat-tempat-tempat dan barang-barang yang dianggap gaib atau bahkan matahari. Karena itu, mereka sering meminta manfaat terhadap benda-benda atau tempat-tempat tersebut. Selain itu, mereka juga percaya bahwa arwah para leluhur yang telah meninggal terutama arwah orang-orang yang mereka hormati selama hidup seperti Ncuhi, masih memiliki peran dan menguasai kehidupan dan keseharian mereka. Mereka percaya, arwah-arwah tersebut tinggal bersama Marafu di tempat-tempat tertentu yang dianggap gaib.

Masyarakat asli juga memiliki tradisi melalui ritual untuk menghormati arwah leluhur, dengan mengadakan upacara pemujaan pada saat-saat tertentu. Upacara tersebut disertai persembahan sesajen dan korban hewan ternak yang dipimpin oleh Ncuhi. Tempat-tempat pemujaan tersebut biasa dikenal dengan nama “Parafu Ra Pamboro”.

Agama Hindu

Sampai saat ini belum ada ilmuwan/sejarawan yang mengetahui secara pasti kapan agama Hindu memasuki tanah Bima. Dari sekian petunjuk peninggalan sejarah yang berupa prasasti maupun berbentuk monumen seperti prasasti Wadu Pa’a yang dipahat Sang Bima saat mengembara ke arah timur pada sekitar pertengahan abad VIII, bekas candi di Ncandi Monggo, prasasti Wadu Tunti di Rasabou Donggo, kuburan kuno Padende dan Sanggu di Pulau Sangiang, tidak meninggalkan informasi yang jelas tentang masuknya agama Hindu. Pengaruh agama Hindu dari Bali dan Lombok yang cukup besar tidak mampu menembus wilayah Bima, dan hanya bertahan di wilayah Dompu dan sebagian daerah Bolo.

Page 47: Arifan Lokal Bima Ahyar

Agama Kristen

Secara umum, Dou Mbojo tidak senang dengan kedatangan agama ini. Agama Kristen dianggap sebagai agama orang luar yang sangat berbeda dengan kenyataan hidup dan budaya mereka. Meskipun agama Kristen kurang mendapat angin segar dari Dou Mbojo, namun agama ini berhasil menyebar dan dianut oleh masyarakat pendatang lainnya seperti pendatang dari Timur, anggota polisi/tentara, serta pendatang dari Jawa dan Manado, yang awalnya mendiami daerah-daerah pesisir Bima dan kemudian sebagian kecil lagi memasuki daerah-daerah pedalaman. Akhir-akhir ini, tampaknya kegagalan sejarah tersebutlah yang kemudian memotivasi kembali kaum misionaris untuk melancarkan misinya ke daerah-daerah pelosok dan kepada masyarakat yang mendiami wilayah pegunungan dan tergolong terbelakang, melalui apa yang dikenal dengan program “Plan”. Namun, lagi-lagi misi ini bukan tak ada hambatan, karena kemudian Majelis Ulama Indonesia NTB melarang keberadaan mereka dengan segala aktivitasnya.

Agama Islam

Ada dua alasan utama kenapa agama Islam dapat lebih mudah diterima di Bima. Pertama, jauh-jauh waktu sebelum diberlakukannya secara resmi sebagai agama kerajaan, masyarakat Bima sudah lebih dulu mengenal agama Islam melalui para penyiar agama dari tanah Jawa, Melayu bahkan dari para pedagang Gujarat dari India dan Arab di Sape pada tahun 1609 M, yang awalnya dianut oleh masyarakat pesisir. Kedua, tentu saja peran yang penting adalah peralihan dari masa kerajaan kepada masa kesultanan yang kemudian secara resmi menjadikan agama Islam sebagai agama yang umum dianut oleh masyarakat Bima. Letak Bima yang strategis sangat mendukung sebagai jalur perdagangan antar daerah bahkan sebagai jalur transportasi perdagangan laut internasional, yang didukung dengan keberadaan Pelabuhan Sape.

Sebagai sultan pertama, diangkatlah Sultan Abdul Kahir pada tanggal 5 Juli 1620 M. Kehadiran sultan pertama ini memiliki pengaruh yang besar dan luas sehingga penyebaran agama Islam begitu cepat di seluruh pelosok tanah Bima, kecuali di daerah-daerah tertentu seperti di Donggo yang masih bertahan pada kepercayaan nenek moyang. Selain Donggo, Wawo juga termasuk sebagian daerahnya masih bertahan pada kepercayaan nenek moyang. Akan tetapi pada beberapa generasi berikutnya mereka mulai menerima Islam, karena makin sulitnya arus komunikasi terbatas internal yang mereka lakukan sesamanya serta makin meluasnya arus komunikasi masyarakat yang beragama Islam. Sekarang, bahkan di daerah-daerah yang dulu memegang kuat adat nenek moyang, hampir tidak dapat dibedakan antara Islam dengan budaya setempat.

Dalam kehidupan yang demikian Islami tersebut, muncul satu ikrar setia pada Islam dalam bentuk ikrar yang berbunyi “Mori ro made na Dou Mbojo ede kai hukum Islam-ku” yang berarti “Hidup dan matinya orang Bima harus dengan hukum Islam”. Untuk

Page 48: Arifan Lokal Bima Ahyar

menguatkan ikrar ini, bahkan sejak masa kesultanan telah dibentuk sebuah majelis yang dikenal dengan Hadat Tanah Bima, yang bertugas dan bertanggung jawab selain sebagai sarana penyiaran dan penyebaran Islam juga sebagai penentu segala kebijakan kesultanan yang berdasarkan Islam dan kitabnya.

Penyebaran yang demikian pesat ini juga diiringi dengan berkembangnya berbagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam, serta masjid-masjid selalu menghiasi di setiap desa dan kampung tanah Bima. Pusat-pusat pengajaran Islam tidak hanya berkembang melalui pesantren, bahkan berkembang dari rumah ke rumah, terbukti dengan menjamurnya tempat pengajian di rumah-rumah yang menggema dan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran di setiap sore dan malam hari.

Pada masa kesultanan juga diperlakukan aturan yang bersendikan hukum Islam dengan mendirikan Badan Hukum Syara atau Mahkamah Tussara’iyah, yang mengirim pemuda-pemuda Bima untuk belajar memperdalam kaidah dan pengetahuan Islam ke Mekkah, Mesir, Istamul dan Bagdad serta negara-negara Arab lainnya. Bahkan telah diusahakan tanah wakaf di Mekkah untuk menjamu jamaah calon haji Dou Mbojo yang selalu membanjir setiap tahunnya untuk menunaikan ibadah haji.

Demikian dua model variasi masyarakat Bima yang kita lihat dan kenal sekarang. Meski demikian, pada perkembangan-perkembangan terakhir sebagaimana kenyataan yang dihadapi masyarakat Indonesia umumnya dengan semakin cepatnya arus modernisasi, kenyataan tersebut secara perlahan mengalami perubahan. Berbagai perubahan tersebut semakin memberi warna, baik putih maupun hitam, dalam beragam kehidupan dan keseharian masyarakat Bima.

Sebagai penutup, yang kita harapkan bersama semoga masyarakat Bima tetap memegang teguh pada nilai-nilai kearifan yang sudah tertanam sejak nenek moyang mereka, dan benar-benar menghayati serta mengamalkan petuah “Maja Labo Dahu, Nggahi Rawi Pahu” dan petuah-petuah lainnya kapan dan di manapun mereka berada. *(dari berbagai sumber)

SUMBER

PENELITIAN VULKANOLOGI ATAU PENELITIAN ARKEOLOGI YANG TERJADI DI DAERAH LERENG GUNUNG TAMBORA?31 Maret 2007 12:43Berikut petikan tulisan dengan judul "PENELITIAN VULKANOLOGI ATAU PENELITIAN ARKEOLOGI YANG TERJADI DI DAERAH LERENG GUNUNG TAMBORA?" yang ditulis oleh Bambang Budi Utomo,Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Page 49: Arifan Lokal Bima Ahyar

Pada tanggal 1 Maret 2006, seorang sahabat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas) mendapat e-mail dari seorang teman yang menanyakan “Apakah ada peradaban/ kebudayaan Mon-Khmer pada waktu letusan Gunung Tambora tahun 1815?” Sahabat itu kemudian bertanya kepada saya, karena dia kurang mengetahui kebudayaan itu. Awalnya Pada awalnya saya kurang antusias, namun setelah menyadari bahwa pertanyaan itu timbul setelah dilakukan ekskavasi di daerah sekitar lereng Gunung Tambora dan menemukan sisa permukiman masa lampau, saya mulai antusias dan timbul pertanyaan tentang siapa, darimana, dan kapan ekskavasi itu dilakukan.

Secara kebetulan, saya membaca surat kabar REPUBLIKA tanggal 1 Maret 2006 halaman 1 di pojok kiri atas tertulis judul berita kecil, tetapi cukup menarik "Tambora, Pompeii dari Timur”. Diberitakan tentang adanya penelitian vulkanologi oleh peneliti dari Amerika Serikat yang menemukan sisa kota yang tertimbun lahar letusan Gunung Tambora. Kemudian pada malam harinya saya membuka internet mencari subyek “Tambora.” Dari internet saya memperoleh banyak informasi tentang penelitian vulkanologi di Tambora.

Penelitian vulkanologi Gunung Tambora dipimpin oleh Haraldur Sigurdsson, seorang pakar vulkanologi dari Rhode Island University Amerika, yang sedang menekuni fenomena Tambora sejak 20 tahun lalu. Beberapa kali ia datang ke Indonesia dalam rangka meneliti, dan dalam kunjungannya pada tahun 2004 - setelah mendapat informasi dari penduduk lokal yang pernah disewanya - bahwa sekitar 25 km di sebelah Barat gunung ditemukan benda-benda kuna. Ia menjajagi sebuah parit yang memotong deposit batuan dan abu vulkanik setebal sekitar 3 meter. Di situ ia melihat sisa-sisa pemukiman berupa pecahan tembikar dan kayu yang terkarbonisasi. Dengan bantuan radar, ia berhasil melokalisir adanya sisa bangunan yang tertimbun lapisan vulkanik setebal tiga meter dan kemudian menggalinya. Dari penggaliannya itu, selain berhasil menampakkan denah rumah, ia menemukan balok-balok kayu yang terkarbonisasi, tembikar, keramik, peralatan rumah tangga dan perhiasan dari logam perunggu, dan yang paling menarik adalah 2 kerangka manusia yang utuh; semuanya berkonteks dengan bangunan.

Sungguh merupakan suatu kewajaran apabila ilmuwan volkanologi dari seluruh dunia tertarik pada letusan Gunung Tambora. Gunung api yang tingginya +2821 meter d.p.l ini sepanjang sejarah umat manusia, tercatat pernah meletus sehebat-hebatnya pada 12-14 April 1815. Kedahsyatan letusan diceriterakan oleh Khatib Lukman dalam Syair Kerajaan Bima (ditulis tahun 1830):

“Hijrat Nabi saw. 1230 pada hari Selasa waktu subuh sehari bulan Jumadilawal tatkala tanah Bima datang takdir Allah melakukan kodrat iradat atas hamba-Nya. Maka gelap

Page 50: Arifan Lokal Bima Ahyar

berbalik lagi lebih daripada malam itu, kemudian maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turun lahar segala batu dan abu seperti dituang, lamanya dua tiga hari dua malam.......... Demikianlah adanya, yaitu pecah gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad”

Demikianlah peristiwa meletusnya Gunung Tambora seperti yang ditulis dalam syair sejarah tersebut. Korban harta benda dan manusia demikian banyak. Tepat sebelum Tambora meletus Zollinger, peneliti Belanda tahun 1800-an memperkirakan seluruh Sumbawa berpenduduk 170.200 jiwa, masing-masing 90.000 di Kerajaan Bima, 60.000 di Kerajaan Sumbawa, 10.000 di Kerajaan Dompo, 6.000 di Kerajaan Tambora, 2.200 di Kerajaan Sanggar, dan 2.000 di Kerajaan Papekat. Menurut penulis itu pula, jumlah penduduk tersebut berkurang lebih dari separuhnya sebagai akibat bencana Tambora.

Pokok persoalannya bukan pada berapa banyak yang mati, dan berapa luas kerusakan yang diakibatkannya. Letusan yang hebat sudah jelas menimbulkan dampak yang luas dan berlangsung cukup lama, sekurang-kurangnya lebih dari lima tahun untuk pemulihannya. Ada dua hal yang saya persoalkan, yaitu kesimpulan tentang adanya peradaban Mon-Khmer dan keabsahan penelitiannya.

1. Sedikit Ulasan

Sejak abad ke-19 Nusantara telah menarik perhatian para orientalis asal Eropa, terutama yang berkebangsaan Inggris dan Belanda. Mereka datang ke Nusantara dengan membonceng politik penjajahan pemerintahnya. Di antara ilmuwan orientalis itu ada yang datang ke Sumbawa. Di pulau itu mereka bertemu dengan penduduk yang menurutnya berujar dengan bahasa mirip dengan bahasa Mon-Khmer, bahasa yang tidak lazim digunakan oleh penduduk nusantara.

The civilization on Sumbawa Island has intrigued researchers ever since Dutch and British explorers visited in the early 1800s and were surprised to hear a language that did not sound like any other spoken in Indonesia, Prof Sigurdsson said. Some scholars believe the language was more like those spoken in Indochina. But not long after westerners first encountered Tambora, the society was destroyed (Guardian, 1 Maret 2006).

Page 51: Arifan Lokal Bima Ahyar

Cerita yang entah dibaca dari buku apa, dipercaya betul oleh Sigurdsson. Belum lagi sempat diteliti oleh kaum orientalis di masa lampau, kelompok masyarakat itu terlanjur habis disapu letusan Tambora. Sisa-sisa peradaban kelompok masyarakat itulah yang ditemukan Sigurdsson.

Gunung Tambora dengan kepundannya yang terbentuk akibat letusan 1815 (kiri atas); Cara penggalian yang dilakukan oleh tim volkanologi yang tidak mengikuti kaidah penggalian arkeologis (kanan atas); Temuan tembikar lokal hasil penggalian (kiri bawah); Jenis-jenis artefak yang ditemukan antara lain berupa keramik (guci, buli-buli, piring, dan mangkuk), perunggu (nampan), dan tembikar (pasu) (kanan bawah) (Sumber foto: URI News Bureau).

Sebagai seorang ahli vulkanologi bagaimana ia mengkaitkan temuan tersebut dengan masyarakat pendukung budaya Mon-Khmer? Rupanya, ia menggabungkan antara cerita kaum orientalis di masa lampau dengan temuan tembikar dari Tambora yang mempunyai kesamaan dengan tembikar dari kawasan Indocina. Tentu saja simpulannya itu sangat diragukan. Bisa saja tembikar itu ada di Tambora karena pada masa itu ada perantara hubungan dagang dengan kawasan Vietnam, seperti tanggapan John N. Miksic dari Institute of South-East Asia Studies, National University of Singapore. Para pedagang yang berlaku sebagai perantara pada waktu itu biasanya orang Tionghoa, Melayu, atau bahkan orang Eropa sendiri yang membawa barang dagangannya dari Vietnam sampai di Sumbawa.

Sigurdsson tidak menjelaskan di daerah mana orientalis Eropa itu bertemu dengan penduduk yang bahasanya mirip dengan bahasa Indocina, dan saya tidak mendapat informasi di mana dia melakukan penggalian. Dalam New York Times hanya disebutkan di daerah lereng sekitar tiga mil dari pantai. Asumsinya, daerah tersebut dimukimi agar jauh dari gangguan lanun (?) yang sering terjadi di perairan Sumbawa. Biasanya para pedagang atau pendatang asing mendatangi pelabuhan yang ada penduduknya dan terletak di jalur pelayaran. Sumbawa yang termasuk dalam wilayah sebelah Timur nusantara memang termasuk dalam jalur pelayaran. Jalur pelayaran di wilayah ini berkembang setelah kedatangan orang Eropa di nusantara, yaitu sejak abad ke-16.

Di Pulau Sumbawa sendiri pada sekitar abad ke-18-19 sekurang-kurangnya terdapat enam buah kerajaan Islam, yaitu Sumbawa, Bima, Dompu, Tambora, Sanggar dan Pekat. Dari enam kerajaan itu, kerajaan yang paling berpengaruh adalah Kerajaan Bima yang

Page 52: Arifan Lokal Bima Ahyar

wilayahnya di sebelah Timur Pulau Sumbawa. Penjajah Belanda lebih sering berurusan dengan Kerajaan Bima. Tidak mustahil, ketika Gunung Tambora meletus dari enam kerajaan itu maka kerajaan Tambora, Pekat dan mungkin Sanggar yang hancur karena letaknya di sekitar lereng gunung. Tiga kerajaan lain tidak sampai musnah tetapi rusak berat. Saat itu kerajaan Bima diperintah oleh Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah (1773-1817). Data tertulis mengenai Kerajaan Tambora belum saya temukan, sehingga tidak diketahui bagaimana keadaan kerajaan itu ketika sebelum dan setelah letusan hebat terjadi.

Simpulan lain yang sesungguhnya sangat “menyesatkan” adalah musnahnya masyarakat pendukung peradaban/ budaya Mon-Khmer, sebagaimana dikemukakan oleh Sigurdsson:

If Tambora is indeed like Pompeii, which was buried in an instant by the erupting Mount Vesuvius, the scientist said, "All the people, their houses and culture are still encapsulated there as they were in 1815."

Saya katakan “menyesatkan”, karena tidak mungkin suatu kebudayaan atau bahkan peradaban dapat musnah di sebuah pulau yang bukan pulau gunung api. Kalau batas budaya kita ambil sebuah pulau, maka seluruh Pulau Sumbawa itu merupakan satu wilayah budaya. Dapat saja sekelompok masyarakat pendukung budaya Sumbawa musnah karena mereka bertempat tinggal di pusat letusan yang terlanda aliran lava. Kelompok masyarakat pendukung budaya Sumbawa yang lain dapat selamat dari kehancuran karena jauh dari pusat letusan atau mengungsi ke tempat yang aman.

Dapat saya ambil contoh adalah letusan Gunung Merapi pada masa Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah. Van Bemmelen, seorang ahli geologi memperkirakan letusan itu sangat hebat sampai sepertiga dari puncaknya hilang. Terjadi pergeseran tanah ke arah Barat Daya sehingga terjadi lipatan yang antara lain membentuk Gunung Gendol karena gerakan tanah itu tertahan pada lempengan Pegunungan Menoreh. Sudah barang tentu letusan itu dibarengi dengan gempa bumi yang hebat, hujan abu dan batu-batuan yang sangat hebat. Bencana alam ini mungkin merusak ibukota Kerajaan Mataram (Medang) serta merusak permukiman di Jawa Tengah, sehingga oleh rakyat dirasakan sebagai pralaya atau kehancuran dunia.

Di ibukota kerajaan tinggal raja dan kerabatnya, petinggi kerajaan, dan rakyat. Tentu saja mereka mengungsi ke arah timur karena gempa yang terhebat melanda daerah sebelah Barat Daya Gunung Merapi. Di sebelah Timur merupakan tempat yang aman

Page 53: Arifan Lokal Bima Ahyar

dan di situ pula ada penguasa daerah yang tunduk pada Mataram. Di situlah pada perempat abad ke-10 Masehi, Sindok (raja Mataram) membangun ibu kota yang baru. Sesuai dengan landasan kosmologis kerajaan, maka kerajaan yang baru itu dianggap sebagai dunia baru, dengan tempat-tempat pemujaan yang baru, dan diperintah oleh wangsa yang baru.

Dari contoh meletusnya Gunung Merapi pada awal abad ke-10 tersebut, dapat ditarik suatu simpulan bahwa bencana alam hebat tidak selalu memusnahkan suatu kebudayaan. Mungkin bisa saja musnah apabila kebudayaan itu terdapat di sebuah pulau gunung api. Peradaban Mataram tidak musnah karena orang-orangnya menyingkir dari daerah bencana. Dalam kasus meletusnya Tambora, mungkin dapat disamakan dengan meletusnya Gunung Sumbing, seperti yang diuraikan dalam Prasasti Rukam (19 Okt. 907). Pada waktu gunung tersebut meletus dengan hebat pada sekitar awal abad ke-10, beberapa desa dan bangunan suci terkubur dalam lahar. Itupun tidak memusnahkan peradaban Mataram. Dengan demikian, yang terkubur dalam puing letusan hebat Gunung Tambora mungkin saja masyarakat sebuah desa. Melihat jenis temuan ada yang barang import, masyarakatnya sudah maju dan telah mengenal perdagangan jarak jauh. Mengenai apakah mereka kelompok masyarakat yang berbudaya Mon-Khmer atau yang sekurang-kurangnya yang berbahasa Mon-Khmer, saya belum berani menjawabnya.

Letusan hebat Gunung Tambora dalam Syair Kerajaan Bima yang ditulis tahun 1830 oleh Khatib Lukman, seorang ulama Kerajaan Bima, melukiskan bahwa:

“Hujan abu selama dua hari tiga malam, disusul bunyi meriam yang rupanya menandai keruntuhan kawah, disusul lagi hujan pasir dan empoh laut. Sebabnya disangka akibat tindakan jahat Sultan Abdul Gafur. Kerajaan Pekat dan Tambora binasa. Malapetaka itu berakhir berkat orang sembahyang, tetapi kemelaratan, kelaparan dan penyakit tidak tertolong. Banyak orang yang mati karena makan daun dan ubi yang beracun ............... namun kehidupan politik serta kenegaraan Bima tetap terpelihara. Berbagai upacara adat dan tradisi tentang kehidupan istana dan umumnya kehidupan masyarakat tetap dijalankan seperti sebelum terjadi bencana.”

Seorang Eropa yang singgah di Bima tahun 1831 menceriterakan hal yang senada dengan yang dituliskan dalam Syair Kerajaan Bima:

“Letusan Gunung Tambora berakibat dahsyat: tanah tertutup abu setebal dua kaki selama lima hari, banyak rumah yang rusak, dan semua tanaman binasa. Tanah tidak dapat digarap selama lima tahun. Terjadi kepalaran besar; beras didatangkan dari Jawa. Orang demikian sengsara, semua ikatan keluarga terputus; ada suami menjual istrinya,

Page 54: Arifan Lokal Bima Ahyar

ada ibu menjual anaknya untuk ditukar dengan segenggam makanan; orang melarat mati di jalan; banyak orang yang mengungsi keluar pulau dan negeri sekitarnya. Tanah mulai digarap lagi dengan lamban dan sukar”

Meskipun sumber tertulis namanya Syair Kerajaan Bima, namun secara umum yang diceriterakan keadaan suluruh Sumbawa, terutama pada bagian yang melukiskan keadaan pada waktu sebelum dan setelah Tambora meletus. Disebutkan bahwa Sultan Tambora Abdul Gafur adalah raja yang takabur. Ia membunuh Haji Mustafa orang asing asal Rum (Turki). Karena perbuatannya itulah maka Allah menurunkan azab berupa letusan hebat Gunung Tambora.

Dari sumber-sumber tertulis tentang Tambora, tidak sedikitpun yang menguraikan adanya penduduk yang bertutur seperti tutur dalam bahasa di Indocina. Mereka hanya menyebutkan orang-orang yang datang dari daerah sekitarnya, seperti dari Jawa, Bali, Sulawesi, dan Timor. Kalaupun ada orang asing, maka mereka yang datang berasal dari Eropa, khususnya Belanda dan Inggris. Sebagian besar masyarakat bertutur menurut bahasa lokal yang masih serumpun dengan bahasa Austronesia. Mungkin dalam hubungan antarabangsa mereka menggunakan bahasa Melayu yang pada waktu itu pemakaiannya cukup merata di nusantara.

2. Keabsahan Penelitian

“Penelitian Arkeologi” yang dilakukan oleh sekelompok peneliti vulkanologi dari Amerika Serikat bekerja sama dengan Direktorat Vulkanologi tentu saja menimbulkan pertanyaan di kalangan peneliti arkeologi Indonesia yang bekerja di Puslitbang Arkenas, Balai Arkeologi, dan mungkin juga Jurusan Arkeologi di universitas. Bukankah yang “mempunyai otoritas” penelitian arkeologi ada pada Puslitbang Arkenas? Kalaupun ada pihak asing yang melakukan penelitian arkeologi, tentunya terikat dengan ikatan kerja sama antar lembaga penelitian arkeologi.

Dalam kasus penelitian yang dilakukan oleh Sigurdsson, para petinggi di pusat dan di daerah tidak mengetahui kegiatan tersebut. Ini berarti penelitian arkeologi tersebut dilakukan secara "liar”. Kalau mereka melakukan penelitian vulkanologi dapat dikatakan legal, tetapi apabila menemukan indikator arkeologis seharusnya mereka segera melaporkannya kepada institusi kebudayaan atau arkeologi terdekat, misalnya BP-3 di Gianyar, Balai Arkeologi Denpasar, atau Dinas Budpar.

Page 55: Arifan Lokal Bima Ahyar

Ada indikasi bahwa mereka “sengaja” melakukan penelitian arkeologi seperti yang tersirat dalam kalimat “sudah sekitar 20 tahun mencermati lokasi yang tengah digalinya”. Tanpa berburuk sangka pada tim tersebut, mungkin saja mereka tidak tahu kemana ijin untuk penelitian arkeologi dimintakan, dan kemana ijin penggalian dimintakan. Tentunya ke Puslitbang Arkenas dan ke Direktorat Purbakala dan Permuseuman, Ditjen Sejarah dan Purbakala.

Saya melihat ada kejanggalan dari penelitian vulkanologi tersebut, yaitu keterlibatannya arkeolog Indonesia, seperti yang diberitakan dalam The New York Times, 28 Februari 2006:

Dr. Sigurdsson said in a phone interview that Indonesian archaeologists had examined the artifacts and were planning systematic excavations this year. Their first impression of the material suggested that the Tamboran culture was linked by ancestry or trade to Vietnam and Cambodia. Other archaeologists have yet to assess the find (nytimes.com).

Kebenaran berita adanya peneliti arkeologi Indonesia dalam tim tersebut telah saya tanyakan pada Kapuslitbang Arkenas dan Kabalar Denpasar. Diakui memang ada tim yang melakukan penelitian ke wilayah Sumbawa, yaitu ke Dompu (tenggara Gunung Tambora). Penelitian tersebut memang merupakan salah satu kegiatan penelitian Puslitbang Arkenas tahun 2006.

3. Penutup

Penelitian vulkanologi seperti yang dilakukan oleh tim dari Rhode Island University belum berakhir. Tahun 2007 tim tersebut akan kembali dengan membawa peralatan yang lebih canggih, seperti yang dikemukakan dalam The New York Times:

Next year, Dr. Sigurdsson expects to extend the radar survey, searching for traces of the rest of Tambora and perhaps the king's house.

Sementara itu, institusi yang berkompeten di bidang penelitian arkeologi seolah-olah diabaikan begitu saja. Kabarnya ijin penelitian ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga tidak dimintakan, sebagaimana dikemukakan oleh Neni Sintawardani dari LIPI. Saya belum mengkorfirmasikan pada Badan Penerapan dan Pengembangan Teknologi (BPPT), apakah tim penelitian tersebut meminta ijin penelitian atau tidak.

Page 56: Arifan Lokal Bima Ahyar

Sebagai penutup dari uraian singkat ini dapat saya kemukakan beberapa hal:

1. Mengingat data yang dikumpulkan tim vulkanologi tersebut masih terlalu minim untuk menjelaskan tentang kebudayaan apalagi peradaban, saya belum berani memastikan budaya apa yang berkembang pada masa sebelum meletusnya Gunung Tambora. Apalagi saya tidak tahu seberapa luas areal yang digali untuk menemukan sisa permukiman yang terkubur puing hasil letusan.

2. Tim peneliti vulkanologi tersebut terlalu berani menyimpulkan bahwa akibat letusan hebat Gunung Tambora pada tahun 1815 sebuah peradaban telah lenyap. Buktinya Syair Kerajaan Bima menyebutkan pemerintahan kerajaan tetap berjalan. Pulau Sumbawa bukan merupakan pulau gunungapi seperti Hawaii dan Krakatau yang dimukimi oleh masyarakat dengan budaya tersendiri. Contoh meletusnya Gunung Merapi dan Merbabu pada abad ke-10 Masehi tidak melenyapkan peradaban Mataram. Dengan demikian, apabila di Sumbawa terdapat sebuah peradaban, maka masyarakat pendukung peradaban itu akan mengungsi ke tempat yang aman.

Bambang Budi Utomo,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional

SUMBER

APLIKASI TEKNOLOGI USAHA PERLEBAHAN DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN LEBAH ALAM DI KABUPATEN BIMA PROPINSI NTB31 Maret 2007 12:40Rosafina Pane

Madu dari Sumbawa termasuk Kabupaten Bima Propinsi NTB, telah terkenal dari sejak dahulu. Usaha ini sampai sekarang masih dikelola secara tradisional dengan jalan berburu lebah. Dipandang dari segi ekonomis usaha ini tidak menguntungkan bahkan akan mengakibatkan kerugian besar dengan rusaknya lingkungan. Pengembangan suatu usaha dikatakan layak apabila ekonomis nilainya menguntungkan. Kelayakan ekonomis suatu usaha tergantung pada nilai input dan outputnya. Dengan lebih besarnya nilai output dari input baru dapat dikatakan usaha tersebut secara ekonomis berhasil. Madu yang diperoleh dengan jalan berburu lebah dapat merusak lingkungan tidak hanya habitat serangga/lebah juga tanam-tanaman. Kebanyakan pohon tempat sarang lebah adalah tanaman yang jarang maupun langka. Didalam meningkatkan nilai output dari usaha ini terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan yakni sumber daya manusia dan teknologi, sumber daya alam dan lingkungan, sarana dan prasarana serta kelembagaan sebagai faktor

Page 57: Arifan Lokal Bima Ahyar

pendorong/pendukung. Dari hasil studi dan pemantauan secara visual dilapangan dari tahun 1993-1995 dilihat potensi dan peluang pengembangan Usaha Perlebahan cukup besar. Melihat potensi dan peluang yang cukup besar BPP Teknologi dalam hal ini Direktorat TPSLK – TPSA bekerjasama dengan Pemda Kab. Bima c/q Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dilakukan Aplikasi Teknologi Usaha Perlebahan. Usaha ini disamping meningkatkan potensi sumberdaya alam secara ekonomis juga bertujuan untuk menggali sumberdaya alam sekaligus melestarikan lingkungan. Lokasi usaha perlebahan dilakukan disekitar hutan agar lebah mudah beradaptasi. Perkembangan Usaha Perlebahan sampai sekarang masih belum seperti yang diharapkan, hanya perburuan lebah telah berkurang otomatis perusakan hutan juga berkurang. meningkatkan pendapatandan keselamatan pemburu Iebah. Disamping itu meningkatkan pendapatan daerah, membuka kesempatan kerja dan minimum dapat menghemat devisa .

Pengembangan Usaha Perlebahan di Kec. Monta Kab. Bima Prop. NTB cukup potensial melihat potensi dan peluang yang dimiliki cukup besar. Dari 40 kotak lebah yang ditangkap dihutan untuk cikal bakal pembibitan ± 35% dapat diternakan secara sederhana. Dilihat secara visual dan hasil pengamatan swarmingnya Iebah disebabkan pengetahuan pengelola masih rendah sedangkan tanam-tanaman sebagai pakan Iebah cukup potensial demikian pula halnya dengan bibit Iebah. Pengetahuan petani/pemburu lebah perlu ditingkatkan baik didalam pengelolaan lebah maupun pengemasan hasil-hasilnya. Informasi tentang perlebahan maupun manfaat hasilnya melalui TVRI, Radio, Majalah, buku-buku masih terbatas perlu ditingkatkan. Dengan mengelola usaha perlebahan secara teknis keuntungan yang diperoleh tidak hanya melestarikan Iingkungan juga meningkatkan pendapatan dan keselamatan pemburu lebah. Disamping itu meningkatkan pendapatan daerah, membuka kesempatan kerja dan minimum dapat menghemat devisa.

SUMBER

DOWNLOAD MAKALAH LENGKAP

Mungkinkah Bima Jadi Kota Transit ?17 Januari 2007 22:03Judul di atas diambil dari Bali Post Online

untuk berita selengkapnya Baca Disinis