Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di...

26
104 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia Subandi, A. Harsono, dan H. Kuntyastuti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang PENDAHULUAN Produksi kedelai nasional ditentukan oleh dua sumber pertumbuhan utama yaitu areal tanam/panen dan tingkat hasil per satuan luas atau produktivitas tanaman. Areal tanam dapat mencerminkan minat petani terhadap kedelai sedangkan produktivitas pertanaman menggambarkan kesesuaian lahan dan/atau penerapan teknologi produksi oleh petani. Minat petani dalam mengusahakan kedelai ditentukan oleh tingkat kebutuhan kedelai bagi petani, keluarga, dan komunitasnya, yang ini berhubungan erat dengan kebutuhan bahan pangan dan kondisi sosial-budaya masyarakat; tidak ada pilihan komoditas lain karena terkendala oleh kondisi lingkungan antara lain ketersediaan air/iklim; harga kedelai; serta tingkat kompetitif kedelai terhadap komoditas lain yang pada tempat dan saat yang sama juga dapat diusahakan, yang pada akhirnya berujung kepada besarnya pendapatan yang diperoleh per hektar. Karena pertimbangan kebutuhan dan/atau sosial- budaya, pada suatu daerah kedelai tetap diusahakan petani kendatipun harga kedelai menurun dan kalah dibandingkan dengan komoditas lain dalam memberikan pendapatan, sementara di daerah lain, areal tanam kedelai menurun atau bahkan ditinggalkan oleh petani karena harganya rendah atau kalah mendatangkan pendapatan dibandingkan dengan komoditas lain. Biarpun harga kedelai naik dibandingkan waktu sebelumnya, namun minat petani untuk menanam kedelai menurun sebab petani memilih komoditas lain yang harga atau pendapatannya lebih baik. Pada kondisi yang demikian berarti pertimbangan komersial lebih menonjol dibandingkan dengan pertimbangan kebutuhan pangan keluarga atau sosial-budaya. Tingkat produktivitas pertanaman kedelai ditentukan oleh kesesuaian lahan dan iklim serta macam dan tingkat penerapan teknologi produksinya. Tingkat kesesuaian lahan bagi kedelai bervariasi mulai dari sangat sesuai (highly suitable) sampai tidak sesuai (not suitable).

Transcript of Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di...

Page 1: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

104 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelaidi Indonesia

Subandi, A. Harsono, dan H. KuntyastutiBalai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang

PENDAHULUAN

Produksi kedelai nasional ditentukan oleh dua sumber pertumbuhan utamayaitu areal tanam/panen dan tingkat hasil per satuan luas atau produktivitastanaman. Areal tanam dapat mencerminkan minat petani terhadap kedelaisedangkan produktivitas pertanaman menggambarkan kesesuaian lahandan/atau penerapan teknologi produksi oleh petani. Minat petani dalammengusahakan kedelai ditentukan oleh tingkat kebutuhan kedelai bagipetani, keluarga, dan komunitasnya, yang ini berhubungan erat dengankebutuhan bahan pangan dan kondisi sosial-budaya masyarakat; tidak adapilihan komoditas lain karena terkendala oleh kondisi lingkungan antaralain ketersediaan air/iklim; harga kedelai; serta tingkat kompetitif kedelaiterhadap komoditas lain yang pada tempat dan saat yang sama juga dapatdiusahakan, yang pada akhirnya berujung kepada besarnya pendapatanyang diperoleh per hektar. Karena pertimbangan kebutuhan dan/atau sosial-budaya, pada suatu daerah kedelai tetap diusahakan petani kendatipunharga kedelai menurun dan kalah dibandingkan dengan komoditas laindalam memberikan pendapatan, sementara di daerah lain, areal tanamkedelai menurun atau bahkan ditinggalkan oleh petani karena harganyarendah atau kalah mendatangkan pendapatan dibandingkan dengankomoditas lain. Biarpun harga kedelai naik dibandingkan waktusebelumnya, namun minat petani untuk menanam kedelai menurun sebabpetani memilih komoditas lain yang harga atau pendapatannya lebih baik.Pada kondisi yang demikian berarti pertimbangan komersial lebih menonjoldibandingkan dengan pertimbangan kebutuhan pangan keluarga atausosial-budaya.

Tingkat produktivitas pertanaman kedelai ditentukan oleh kesesuaianlahan dan iklim serta macam dan tingkat penerapan teknologi produksinya.Tingkat kesesuaian lahan bagi kedelai bervariasi mulai dari sangat sesuai(highly suitable) sampai tidak sesuai (not suitable).

Page 2: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

105Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

Tabel 1. Areal panen kedelai di Indonesia pada tahun 1992 dan 2004.

Areal panen Penurunan areal Penurunan arealProvinsi/Regional (ha) panen (%) panen (%)

1992 2004

1. Nanggro Aceh Darussalam 180.628 24.325 86,532. Sumatera Utara 45.644 11.706 74,353. Sumatera Barat 14.519 1.178 91,874. Riau 12.414 1.781 85,655. Jambi 9.410 1.815 80,716. Sumatera Selatan 18.559 3.539 80,937. Bengkulu 14.488 3.309 77,168. Lampung 185.052 5.139 97,229. Bangka-Belitung - - -

A. Sumatera 480.714 52.792 89,02 (28,89%)* (9,34%)*

10. Daerah Khusus Jakarta - -11. Jawa Barat 131.176 20.997 83,9912. Jawa Tengah 233.539 79.557 65,9313. Daerah Istimewa Yogyakarta 66.685 33.552 49,6914. Jawa Timur 448.250 246.940 44,9115. Banten - 3.430 -

B. Jawa 879.650 384.476 56,29 (52,86%)* (68,03%)*

16. Bali 23.958 7.958 66,7817. Nusa Tenggara Barat 121.434 75.658 37,7018. Nusa Tenggara Timur 5.472 2.308 57,82

C. Bali + Nusa Tenggara 150.864 85.924 43,05(9,07%)* (15,20%)*

19. Kalimantan Barat 8.479 1.063 87,4620. Kalimantan Tengah 4.760 1.070 77,5221. Kalimantan Selatan 6.352 4.382 31,0122. Kalimantan Timur 3.557 2.074 41,69

D. Kalimantan 23.148 8.589 62,90(1,39%)* (1,52%)*

23. Sulawesi Utara 35.186 4.186 88,1024. Sulawesi Tengah 10.517 1.915 81,7925. Sulawesi Selatan 69.151 17.986 73,9926. Sulawesi Tenggara 9.697 2.868 70,4227. Gorontalo - 934 -

E. Sulawesi 144.854 25.021 78,22(6,90%)* (4,43%)*

28. Maluku 1.137 977 14,0729. Maluku Utara 4.118 572 86,1130. Papua - 3.936 -

F. Maluku + Papua 5.255 5.485 4,38(0,89%)* (1,48%)*

Indonesia 1.664.182 565.155 66,04

*= persentase terhadap nasionalSumber: BPS (1992 dan 2005)

Page 3: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

106 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

PERKEMBANGAN DAN DISTRIBUSI AREAL PERTANAMAN

Distribusi Wilayah

Pulau Jawa merupakan sumber utama produksi kedelai nasional, padatahun 1992 berkontribusi sekitar 53% dan meningkat menjadi 63% padatahun 2004 (Tabel 1), kemudian disusul oleh dua sumber terbesar berikutnyaadalah Sumatera dan Bali + Nusa Tenggara, yang berkontribusi antara 9-29%. Selama 15 tahun terakhir, sejak tahun 1990 hingga 2004, produksikedelai nasional dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang signifikan,secara umum produksi menurun cukup cepat dengan laju 4,12% per tahun(Gambar 1). Dalam kurun waktu tersebut, puncak produksi sebesar1.666.000 ton dicapai pada tahun 1992, sejak tahun ini produksi kedelaidalam negeri terus menurun hingga tahun 2003 yang hanya mencapai527.000 ton. Penurunan produksi kedelai tersebut disebabkan olehpenyusutan areal panen, pada tahun 1992 areal panen mencapai sekitar1.664.000 ha, kemudian terus menyusut tinggal menjadi sekitar 565.000 hapada tahun 2004. Tingkat penyusutan areal panen kedelai bervariasi antarprovinsi maupun regional (Tabel 1). Secara nasional, dibandingkan denganareal panen tahun 1992, penyusutan areal panen hingga tahun 2004mencapai 66,02%.

Penyusutan areal panen kedelai terjadi di semua regional/pulau, kecualiregional Maluku + Papua, di regional ini areal panen tumbuh 4,38%. Regionalyang paling tinggi mengalami penyusutan adalah Sumatera yang mencapai89,02%, selanjutnya secara berurutan diikuti oleh regional Sulawesi (78,22%),

Gambar 1. Areal panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Indonesia dalam kurunwaktu 1990-2005.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Areal (juta ha)

Produktivitas (t/ha)

Produksi (Juta ton)

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Areal (juta ha)

Produktivitas (t/ha)

Produksi (Juta ton)

Page 4: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

107Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

Kalimantan (62,90%), Jawa (56,29%), dan Bali + Nusatenggara (43,05%).Pada tingkat provinsi, provinsi yang paling tinggi penyusutannya adalahLampung yakni 97,22%), sedang yang paling rendah adalah KalimantanSelatan (31,01%), selanjutnya disusul Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timuryang berturut-turut menyusut sebesar 37,70% dan 44,91%.

Distribusi Waktu

Wilayah yang luas dengan kondisi agroekosistem yang sangat beragamberdampak kepada keragaman waktu tanam kedelai di Indonesia. Padasetiap waktu atau bulan terdapat pertanaman kedelai di wilayah Indonesia,luasannya bervariasi antar bulan maupun wilayah (pulau/regional)(Tabel 2).

Melaui pendekatan, dengan memperhatikan kondisi iklim di masing-masing wilayah, areal pertanaman kedelai dikelompokan menjadi tiga yaitupertanaman musim hujan (MH), pertanaman musim kemarau I (MK1), danpertanaman musim kemarau II (MK2). Untuk Sumatera dan Kalimantan:MH pada periode tanam September – Februari, MK1 Maret – Mei, dan MK2Juni – Agustus; sedangkan untuk Jawa, Bali+Nusa Tenggara, Sulawesi, danMaluku+Irian Jaya: MH pada periode tanam Oktober – Februari, MK1 Maret– Mei, dan MK2 pada periode tanam Juni – September. Atas pendekatantersebut, maka penyebaran pertanaman kedelai di Indonesia berdasarkanperiode MH, MK1, dan MK2 adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel 2. Areal tanam kedelai setiap bulan berdasarkan wilayah (pulau/regional) padatahun 1998.

Luas tanam (ha)Bulan

Sumatera Jawa Bali+ Nusa Kali- Sulawesi Maluku+Tenggara mantan Irian Jaya

Januari 17.056 14.304 10.066 447 5.042 1.442Februari 14.026 26.719 1.605 809 4.260 1.441Maret 38.779 119.874 4.446 2.527 1.154 588April 10.572 117.750 22.543 1.201 3.847 2.957Mei 14.017 35.696 22.473 1.340 2.559 1.005Juni 29.823 27.688 10.968 1.518 2.650 549Juli 18.905 101.798 23.001 1.039 4.583 530Agustus 6.051 48.979 19.906 574 3.513 1.741September 12.659 38.237 2.297 2.013 4.766 1.421Oktober 20.980 107.273 1.940 1.863 2.182 325November 36.616 32.023 19.903 1.338 3.719 620Desember 7.704 17.412 23.245 2.642 4.591 346

Indonesia 227.188 687.753 162.393 17.311 42.866 12.965

Sumber: BPS (2000)

Page 5: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

108 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Secara nasional terlihat bahwa areal pertanaman kedelai yang terluasberada pada periode MK1 yakni 35,09%, kemudian MH 34,50%, dan MK230,41%. Untuk wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, arealpertanaman kedelai pada MH adalah yang terluas dibandingkan denganareal pada MK1 dan MK2; sedangkan di Jawa areal pada MK1 adalah yangpaling luas (39,74%) diikuti MK2 (31,51%), sementara MH hanya 28,75%.Data yang demikian memberikan petunjuk bahwa untuk wilayah Sumatera,Kalimantan, dan Sulawesi kedelai sebagian besar diusahakan di lahan keringatau dapat juga di lahan sawah pada awal musim hujan; sedangkan diJawa kedelai terutama dibudidayakan di lahan sawah setelah panen padi,atau dapat juga pertanaman kedua di lahan kering.

Distribusi pertanaman kedelai seperti tersebut di depan penting untukdimengerti sebab akan terkait dengan perencanaan penyediaan saranaproduksi di antaranya benih, pupuk, pestisida, dan pascapanen. Pertanamankedelai pada MH biasanya relatif kurang mendapat gangguan hama/penyakit,tetapi akan menghadapi kesulitan pascapanen karena waktu panen masihbanyak hujan, sehingga pengeringan hasil panen akan bermasalah apabilahanya dilakukan dengan penjemuran. Hal yang kontras, adalah pertanamankedelai pada MK 2, pertanaman ini biasanya menghadapi ancaman hamayang paling hebat, dan kekeringan apabila tanpa fasilitas irigasi baik dariirigasi permukaan maupun irigasi pompa mengambil air tanah.

Distribusi Ekologi

Berdasarkan ekologi, diketahui bahwa dewasa ini sebagian besar arealpertanaman kedelai di Indonesia berada pada lahan sawah, yakniberkontribusi sekitar 60% dari total areal, selebihnya 40% menempati lahankering. Kondisi demikian menunjukkan bahwa areal pertanaman kedelai

Tabel 3. Distribusi areal kedelai berdasarkan periode MH, MK1, dan MK2 pada tahun 1998.

Areal kedelai (ha)Wilayah

MH MK1 MK2

Sumatera 109.041(48%) 63.368 (28%) 54.77 (24%)Jawa 197.731(29%) 273.320(40%) 216.702 (31%)Bali + Nusa Tenggara 56.759 (35%) 49.462 (30%) 56.172 (35%)Kalimantan 9.112 (53%) 5.068 (29%) 3.131 (18%)Sulawesi 19.794 (46%) 7.560 (18%) 15.512 (36%)Maluku + Irian Jaya 4.174 (32%) 4.550 (35%) 4.241(33%)

Indonesia 396.611(35%) 403.328 (35%) 350.537 (30%)

Page 6: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

109Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

sebagian besar terdapat pada daerah yang infrastrukturnya relatif mapandan lahannya relatif subur sebab areal persawahan umumnya memilikiinfrastruktur dan kesuburan tanah lebih baik daripada lahan kering. Hal inimerupakan sebagian faktor positif dalam upaya meningkatkan produktivitaspertanaman kedelai yang rata-ratanya masih rendah.

KARAKTERISTIK USAHATANI KEDELAI

Prioritas Kedelai

Di Indonesia, dalam praktek di tingkat petani, kedelai bukan diusahakanpada suatu wilayah atau daerah yang memang dalam pewilayahannyadiperuntukan sebagai areal utama pertanaman kedelai, melainkan diusaha-kan dengan komoditas lain pada suatu pola tanam di mana kedelai sebagaikomoditas tambahan, utamanya pada lahan sawah yang menempatkanpadi sebagai komoditas utama dan lahan kering yang mendudukan jagungdan/atau padi gogo pada skala yang lebih tinggi. Kondisinya sangat berbedadengan yang ada di negara penghasil kedelai dunia, seperti Amerika, di sinikedelai diproduksi di wilayah yang memang peruntukan utamanya bagipengembangan kedelai, sehingga dipilih wilayah yang tanah dan iklimnyasangat sesuai atau sesuai untuk kedelai (soybean belt).

Pertanaman kedelai di Indonesia praktis seluruhnya merupakan milikpetani, bukan milik swasta besar atau perkebunan. Karena sifatnyademikian, maka pertanaman individu petani umumnya sempit, sangat jarangyang melebihi 1,0 ha, umumnya < 0,5 ha (Heriyanto et al. 2005). Karenasebagai komoditas tambahan yang diusahakan secara individual oleh petanidengan luas garapan sempit, maka pertanaman kedelai tidak dijumpai dalamhamparan luas, melainkan berada secara spot-spot dengan luasan hanyapuluhan hektar atau kurang per hamparan. Hal demikian kurang meng-untungkan bagi pengembangan kedelai, diantaranya adalah kesulitan dalammelakukan pembinaan. Upaya perkebunan/swasta untuk mengembangkankedelai pada skala luas, pernah dilakukan oleh PT Kapas Indah di ProvinsiSulawesi Tenggara dan PT Patra Tani di Sumatera selatan (Sumarno 1999)namun tidak berkelanjutan. Sekarang berkembang pemikiran dan atauminat swasta untuk menanam/mengembangkan kedelai pada lahanperkebunan, khsususnya pada areal sawit dan karet muda, sebagaitanaman sela sebelum komoditas utama (sawit dan karet) menghasilkan,akan tetapi minat tersebut masih sulit terwujud karena pertimbanganrendahnya insentif/keuntungan yang diperoleh dari pertanaman kedelai,mengingat harga kedelai yang rendah. Harga kedelai ditingkat petani padatahun 2006 bervariasi antartempat dan musim pada kisaran Rp2.300-Rp3.500per kg biji kering.

Page 7: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

110 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Pola Pengusahaan

Adanya keragaman ekosistem, maka dalam praktek di lapangan terdapatbeberapa pola pengusahaan kedelai oleh petani, yaitu: (a) pada lahan sawahirigasi, kedelai ditanam setelah padi pada MK1 maupun MK2, biasanyadiusahakan secara monokultur, dalam jumlah jauh lebih sedikit ada yangditumpangsarikan dengan jagung, populasi jagung rendah; (b) pada lahansawah tadah hujan, diusahakan pada awal musim hujan secara monokulturmaupun tumpangsari dengan jagung, populasi jagung umumnya rendahdan dipanen muda; (c) pada lahan sawah tadah hujan, kedelai diusahakansetelah panen padi MK1 dan MK2, biasanya ditanam secara monokultur;(d) pada lahan kering tegalan, ditanam pada awal musim hujan atau akhirmusim hujan, kebanyakan diusahakan secara tumpangsari dengantanaman palawija lain seperti jagung dan/atau ubi kayu; serta (e) pada lahankering areal perhutani terutama banyak dijumpai di Jawa, di sini kedelaidiusahakan pada awal musim hujan maupun akhir musim hujan, umumnyasecara tumpangsari dengan jagung dan/atau ubi kayu.

Pada setiap variasi pola pengusahaan tersebut secara spesifik terdapatpermasalahan sebagai berikut: (a) kedelai pada lahan sawah irigasi padaMK1, masalah spesifik adalah kelebihan air pada awal pertumbuhan, sedangyang ditanam pada MK2 akan menghadapi gangguan hama yang lebih berat;(b) kedelai pada lahan sawah tadah hujan yang diusahakan pada awalmusim hujan, kelebihan air pada sebagian besar masa pertumbuhannyadan saat panen masih banyak hujan sehingga pascapanennya mengalamikesulitan dan mutu hasil panennya rendah; (c) kedelai pada lahan sawahtadah hujan yang ditanam pada MK1, menghadapi ancaman kelebihan airpada awal pertumbuhan, sedangkan yang ditanam pada MK2 akanmenghadapi permasalahan kekurangan air pada fase generatif apabila tidakada suplai pengairan dari pompanisasi (air tanah) dan gangguan hamayang lebih berat; (d) kedelai pada lahan kering tegalan yang ditanam padaawal musim hujan, kelebihan air apabila parit pengatusan (drainase) tidakdibuat secara memadai, terutama pada lahan bertopografi datar dantanahnya bertekstur halus, sedangkan kedelai yang ditanam pada MK1 akanmenghadapi cekaman kekeringan pada fase generatif, utamanya pada lahanyang solum tanahnya tipis, serta (e) kedelai pada lahan kering areal perhutani,permasalahan spesifik bagi pertanaman awal musim hujan dan MK1 adalahsama dengan yang dijumpai pada pertanaman kedelai pada lahan keringtegal.

Teknologi Budi Daya

Seperti yang telah disebutkan di depan, bahwa kedelai masih dianggapsebagai komoditas tambahan yang umumnya diusahakan oleh petani kecil

Page 8: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

111Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

dengan pemilikan lahan sempit. Kondisi demikian, ditambah dengan risikoyang relatif besar dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, me-nyebabkan rendahnya tingkat penerapan teknologi budi daya kedelai olehpetani, sehingga pada gilirannya tingkat produktivitasnya juga rendah. Secarasingkat praktek budi daya kedelai oleh petani adalah sebagai berikut:

Varietas dan Benih

Meskipun sebelumnya dilaporkan bahwa varietas lokal campuran masihbanyak ditanam (Sumarno 1999), namun sekarang tampaknya padasebagian besar areal pertanaman kedelai, petani telah menanam varietasunggul antara lain Wilis, Argomulyo, Anjasmoro, dan Kaba. Secara umumpetani lebih meminati varietas kedelai dengan karakter sebagai berikut: (a)berdaya hasil tinggi, (b) berumur genjah sampai sedang (<85 hari), (c)ukuran biji sedang sampai besar (> 10 g/100 biji), (d) kulit biji berwarnakuning sampai coklat, (e) tanaman tidak mudah rebah, (f) tahan/toleranhama dan penyakit, serta (g) polong tidak mudah pecah.

Hingga sekarang, sangat sedikit minat swasta untuk menjadi penangkarbenih kedelai, karena keuntungan yang kecil. Harga benih kedelai kelasbenih sebar (ES) di tingkat penangkar hanya sekitar Rp 5.000-Rp 5.500/kg.Hal yang demikian berujung kepada rendahnya persentase penggunaanbenih bermutu, yaitu hanya sekitar 10%, dan yang bersertifikat hanya sekitar3%. Petani umumnya memperoleh benih dari petani lain, dapat berbedakecamatan, kabupaten, maupun provinsi, bahkan ada yang lintas pulau,misalnya dari Jawa ke luar Jawa. Untuk lebih menjamin penyediaan benihkedelai yang lebih bermutu, strategi penyediaan benih ditempuh melaluisistem jalur benih antarlapang dan musim atau Jabalsim, yang dilukiskanseperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Jabalsim (jalur benih antarlapang dan musim) untuk mendapatkan benih kedelaibermutu (Sumarno et al. 1991).

Tegal, MH IIFebruari-April

Tegal, MH INovember-Februari

Sawah, MK IApril-Juni

Sawah, MK IIJuli-Oktober

Tegal, MH IIFebruari-April

Tegal, MH INovember-Februari

Sawah, MK IApril-Juni

Sawah, MK IIJuli-Oktober

Page 9: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

112 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Penyiapan Lahan dan Penanaman

Untuk budi daya kedelai pada lahan kering, umumnya petani mengolahtanah bagi pertanaman awal musim hujan, sedang jika kedelai sebagaitanaman kedua atau kedelai MK1, umumnya petani tidak mengolah tanahkecuali tanahnya padat atau gulmanya lebat. Di sini, petani menanam secaraditugal dengan jarak teratur maupun tidak teratur. Pengolahan tanah jugaumum dilakukan oleh petani dalam menanam kedelai pada lahan sawahtadah hujan menjelang musim hujan, sedangkan bagi pertanaman kedelaiMK1 maupun MK2 pada lahan sawah beririgasi maupun tadah hujan, petanitidak mengolah tanah, petani hanya membabat jerami pada permukaantanah. Jerami ada yang diangkut keluar untuk pakan ternak, dibakar ataudigunakan sebagai mulsa pada lahan yang bersangkutan. Pembakaranjerami dilakukan setelah dihampar dulu di permukaan lahan atau masihdalam tumpukan-tumpukan kecil pada lokasi perontokan padi. Mulsa jeramidapat berfungsi untuk: (a) mengawetkan lengas tanah, (b) menekanpertumbuhan gulma, (c) mengurangi serangan lalat bibit, dan sumber bahanorganik tanah dan hara tanaman utamanya K. Kedelai pada lahan sawahditanam secara ditugal maupun disebar. Penanaman dengan cara disebarditempuh karena dua pertimbangan, yaitu: (a) kekurangan tenaga kerja,dengan disebar tenaga tanam akan jauh lebih sedikit, dan (b) untukmengoptimalkan penggunaan lengas tanah; pada saat panen sering tanahmasih becek/berlumpur sehingga tidak dapat ditugal, jika menunggu kondisitanah dapat ditugal berarti akan terjadi kehilangan lengas, sehingga benihkedelai ditanam secara disebar pada kondisi lahan masih berlumpur. Padapenanaman secara ditugal, jumlah benih per lubang bervariasi antara 2-6biji, rata-rata lebih dari 3 biji (Adisarwanto et al. 1992).

Perbedaan cara tanam tersebut berkonsekuensi pada kebutuhan benih.Penanaman dengan cara disebar akan membutuhkan lebih banyak,tergantung jarak tanam dan ukuran biji, tanam secara ditugal memerlukanbenih 25-40 kg/ha, sedangkan tanam secara disebar membutuhkan 70-80kg/ha (CGPRT cit. Sumarno et al. 1988, Adisarwanto et al. 1992). Diperkirakanpenanaman secara disebar pada saat sekarang mencapai sekitar 20%.

Pengendalian Gulma

Gangguan gulma merupakan salah satu masalah penting dalam budi dayakedelai. Penurunan hasil kedelai akibat kompetisi dengan gulma berkisarantara 18-68% (Ardjasa dan Bangun 1985). Masalah gangguan gulma po-tensial lebih besar pada pertanaman kedelai yang diusahakan pada musimhujan dan MK1 baik pada lahan kering maupun sawah, sebab tersediacukup air/lengas tanah untuk mendukung pertumbuhan gulma. Gangguangulma pada pertanaman tanpa olah tanah akan relatif lebih berat dibanding-kan dengan pertanaman olah tanah. Penggunaan benih yang daya

Page 10: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

113Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

kecambahnya rendah juga memicu pertumbuhan gulma, di ruang-ruangkosong karena benihnya tidak tumbuh umumnya gulma tumbuh lebat.Permasalahan gulma akan semakin serius pada daerah-daerah yang relatifkekurangan tenaga kerja efektif, karena penyiangan pada umumnyadilaksanakan secara manual dengan cangkul sabit, maupun peralatantradisional sejenisnya. Salah satu kekurangan yang sering terlihat di tingkatpetani adalah petani terlambat dalam menyiang, gulma yang sudah tumbuhlebat untuk penyiangannya lebih banyak membutuhkan tenaga. Herbisidajuga biasa digunakan dalam pengendalian gulma, dilakukan sebagai bagiandari penyiapan lahan yang sebelum kedelai ditanam gulmanya sudahtumbuh (lebat).

Pengelolaan Hara dan Pemupukan

Di antara komoditas pangan yang relatif banyak diusahakan yaitu padi,jagung, ubi kayu, dan kedelai; kedelai adalah yang paling sedikit menyeraphara dari tanah (Tabel 4). Oleh karena itu, dalam prakteknya, petani jarangatau sedikit memberikan pupuk bagi pertanaman kedelainya, apalagi untuklahan relatif subur di antaranya lahan sawah intensif yang pada pertanamanpadinya petani telah memupuk secara memadai dalam kurun waktu lama.Oleh karena demikian, tanggapan kedelai terhadap pemupukan biasanyatidak senyata pada tanaman padi dan jagung.

Adisarwanto et al. (1992) melaporkan bahwa petani NTB memupukpertanaman kedelainya hanya terbatas pada urea dan TSP saja dengandosis berturut-turut 10-30 kg dan kurang dari 30 kg/ha. Pada lahan keringsuboptimal, seperti lahan kering masam dengan tanah Ultisol atau PodsolikMerah-Kuning, pemupukan N, P, K, dan pengapuran secara nyata dapatmeningkatkan pertumbuhan dan produktivitas kedelai (Taufiq et al. 2004).

Jerami padi yang dimanfaatkan dalam bentuk mulsa atau dibakar akanmenyediakan hara K dalam jumlah signifikan, karena sekitar 89% dari tatal

Tabel 4. Kebutuhan hara N, P, dan K tanaman padi sawah, jagung, ubi kayu, dan kedelaipada tingkat hasil rata-rata nasional 2004.

Rata-rata Kebutuhan hara (kg/ha)b)

Jenis komoditas hasil nasional (t/ha)a) N P K

Padi sawah 4,7 104,6 14,9 123,7Jagung 3,3 90,3 16,0 60,8Ubi kayu 15,5 62,0 20,7 96,1Kedelai 1,3 63,7 9,1 27,3

a) Sumber: BPS (2005)b) Perhitungan kebutuhan hara per ton didasarkan pada data Cooke (1985)

Page 11: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

114 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

K yang diserap padi terdapat dalam jeraminya (De Datta and Mikkelsen1985). Pertanaman kedelai pada lahan sawah bertanah Vertisol di Ngawiyang kahat K tanggap terhadap pemberian abu jerami.

Secara alamiah tanaman kedelai dapat bersimbiose dengan bakteripenambat N-udara (rhizobium) dalam bintil akar yang mampu menyediakanN bagi tanaman dalam jumlah yang banyak. Melalui mekanisme ini 60%kebutuhan N tanaman kedelai dapat dipenuhi (Shutsrirung et al. 2002).Bagi lahan yang telah biasa ditanami kedelai, secara alamiah keberadaanrhizobium sudah cukup bagi berlangsungnya simbiose tersebut, sehinggameskipun petani pada dewasa ini tidak atau sangat jarang melakukaninokulasi rhizobium, namun tanaman kedelai dapat membentuk bintil akar,dan efektif.

Pengelolaan Lengas Tanah dan Pengairan

Pengelolaan lengas tanah atau air untuk pertanaman kedelai diperlukanuntuk mengatasi masalah kelebihan atau kekurangan lengas/air. Masalahkelebihan air yang umumnya dihadapi oleh pertanaman musim hujan danMK1 dilakukan dengan membuat parit pengatusan di bidang petakan(kadang-kadang juga dibuat parit di sekeliling petakan) dengan ukuran lebarparit 20-25 cm dan kedalam parit 10-15 cm. Jarak antar parit pada bidangpetakan bervariasi antara 3-5 m. Untuk pertanaman kedelai pada MK2 dilahan sawah, pembuatan parit serupa juga dilakukan petani yang tujuannyaselain untuk mengantisipasi kelebihan air akibat hujan susulan, juga lebihdiperlukan untuk melancarkan penyaluran air irigasi menjangkau seluruhbidang petakan. Air pengairan berasal dari saluran irigasi (irigasi permukaan)maupun dari air tanah dengan pompanisasi.

Untuk menghemat atau mengurangi kehilangan lengas tanah karenapenguapan, dua upaya yang biasa dilakukan petani adalah segera menanamkedelai setelah padi dipanen dan penggunaan jerami sebagai mulsa.Menanam kedelai genjah secara tidak langsung juga merupakan upayamengelola lengas tanah, yaitu memanfaatkan lengas tanah menjadi hasilpanen.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Kedelai merupakan tanaman yang paling besar menghadapi ancamanserangan hama dan/atau penyakit sejak fase bibit sampai dengan pengisianpolong. Hama kedelai meliputi hama bibit, hama daun, hama penggerekbatang, dan hama polong. Secara umum ancaman hama lebih seriusdaripada penyakit. Serangan hama dapat menyebabkan penurunan hasil

Page 12: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

115Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

sampai 80%, bahkan tanaman gagal menghasilkan apabila tidak ada upayapengendalian hama (Marwoto 1999). Dalam pengendalian hama petanimengandalkan kepada penggunaan pestisida buatan yang banyak dijual dipasaran/kios-kios di kota hingga pedesaan. Kelemahan atau kekuranganpetani dalam mengendalikan hama kedelai adalah: (a) umumnya petaniterlambat mengambil tindakan karena kurang mengamati perkembanganhama dan/atau tidak mengetahui saat yang tepat dalam aplikasi insektisidadalam kaitannya dengan fase pertumbuhan hama, apabila terlambat, ulatatau instar yang sudah tumbuh lanjut lebih tahan terhadap pestisida; (b)jenis pestisida yang diaplikasikan tidak sesuai dengan hama sasaran, ataupestisidanya palsu; serta (c) dosis dan/atau volume semprotnya rendah,hal ini dilakukan karena petani tidak tahu atau ingin menghemat pestisidasebab harga pestisida semakin mahal.

Penyakit yang terpenting pada kedelai adalah karat daun. Penyakit sangatmerusak bila menyerang mulai tanaman berumur 50 hari atau lebih muda.Selain menanam varietas toleran, pengendalian dengan fungisida dapatdianjurkan bila penyakit belum berkembang, dan tanaman masih berumurkurang dari 60 hari (Sumarno 1995).

Panen dan Prosesing

Umur panen akan menentukan kuantias dan kualitas hasil/biji kedelai. Waktupanen yang tepat adalah pada saat tanaman pada fase masak fisiologispenuh, ditandai oleh daun menguning dan gugur, batang telah mengering,serta kulit polong berwarna coklat (Rumiati 1982, Sumarno dan Hardono1983 dalam: Soemardi dan Tahir 1985). Petani kedelai pada umumnya telahmengetahui saat panen yang tepat, namun karena pertimbangan tertentu,petani memanen lebih awal atau terlambat. Karena ingin segera menanamtanaman berikutnya dalam urutan pola tanam, petani mempercepat panenkedelainya. Karena belum tersedia tenaga panen atau cuaca belum me-mungkinkan untuk menjemur, petani terpaksa menunda panen. Terkaitdengan masalah tersebut, untuk mengurangi kerusakan atau kehilanganbiji di lapangan, petani menyukai varietas yang polongnya tidak mudahpecah.

Panen umumnya dilakukan dengan cara memotong batang dekatpermukaan tanah dengan sabit, namun di banyak tempat di NTB utamanyadi Lombok, petani memanen dengan cara dicabut. Alasan pasti cara panenpetani di Lombok tersebut belum terungkap, mungkin untuk menghindarigangguan pangkal batang yang tertinggal bagi pekerja berikutnya.Brangkasan hasil panen dijemur di lahan atau di halaman/pekaranganrumah, dengan dialas atau tanpa alas. Umumnya dijemur secara dihampar,namun kebanyakan petani di NTB penjemuran dilakukan dengan mengikat

Page 13: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

116 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

batang/brangkasan dalam ukuran kecil-kecil diatur berdiri secara terbalik,akar di atas. Perontokan dilakukan baik secara manual dengan memukul-memukul brangkasan yang telah kering dengan batang kayu, bambu, atau-pun pelepah daun kelapa, maupun secara mekanis dengan menggunakanmesin perontok secara pelayanan jasa-sewa. Sekarang, cara perontokanterakhir tampaknya lebih dominan.

PERBAIKAN PRODUKSI KEDELAI PETANI

Upaya perbaikan usahatani kedelai diperlukan untuk meningkatkanproduktivitas dan efisiensi usahatani kedelai, meliputi manajemen danproses produksinya.

Konsolidasi Pertanaman

Areal tanam kedelai petani yang biasanya berada dalam spot-spot sempitsebaiknya diupayakan agar berada dalam hamparan padu dengan luassetiap hamparan minimal sekitar 50 ha. Dengan hamparan seluas itu akanmemudahkan/mengefisienkan dalam melakukan pembinaan oleh petugasatau penyuluh pertanian.

Penyiapan Lahan

Dari pengamatan di lapangan, diketahui bahwa petani masih kurang tepatdalam pembuatan saluran drainase. Secara umum, saluran drainase dibuatdengan jarak antarsaluran sering agak terlalu jauh atau bedengan agaklebar dan salurannya kurang dalam. Pada lahan dengan kemiringan kurangdari 3%, apalagi untuk lahan sawah yang petakannya lebar dan tanahbertekstur halus, seperti tanah Vertisol, saluran drainase sebaiknya dibuatberjarak sekitar 1,5 m atau kurang antarsaluran, dan dengan kedalamansaluran 15 cm atau lebih. Saluran drainase yang demikian diperlukan untukmengatasi kelebihan air pada saat banyak hujan dan/atau membantupemerataan air irigasi pada musim kemarau.

Varietas Unggul

Varietas unggul sangat menentukan tingkat produktivitas pertanaman danmerupakan komponen teknologi yang relatif mudah diadopsi petani jikabenihnya tersedia. Di Indonesia, hingga kini telah dilepas sekitar 64 varietaskedelai dengan karakter yang beragam di antaranya dalam hal umur panen,potensi hasil, ukuran dan warna kulit biji, dan kesesuaiannya terhadap lahanspesifik. Varietas yang dilepas belakangan pada dasarnya merupakan

Page 14: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

117Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

perbaikan varietas sebelumnya. Dari sejumlah varietas tersebut, sebagianbesar adalah yang kulit bijinya berwarna kuning sampai kuning kehijauan,sedang yang kulitnya berwarna hitam baru dilepas tiga varietas yakni Merapi,Cikuray, dan Malika. Varietas unggul kedelai yang dilepas sebelum dansetelah tahun 2000 yang popoler dan/atau mempunyai karakter spesifikdisajikan pada Tabel 5. Kini telah tersedia sejumlah besar varietas unggulkedelai dengan karakter yang beragam, sehingga dapat memberikan banyakalternatif pilihan.

Benih Berkualitas

Penggunaan benih yang berkualitas tinggi merupakan prasyarat utamadalam budi daya kedelai, karena akan menjamin diperolehnya populasitanaman sesuai yang dikehendaki (optimal), berkecambah menjadi bibitsehat dan vigor sehingga akan diperoleh tanaman yang tumbuh seragam.

Tabel 5. Varietas unggul kedelai yang dilepas setelah tahun 2000 dan beberapas varietasyang dilepas pada tahun sebelumnya.

Potensi Umur UkuranVarietas hasil panen biji Warna biji Keterangan**

(t/ha) (hari) (g/100 biji)

Wilis 1,60* 85-90 10,0 KuningArgomulyo 2,00 80-82 16,0 KuningBurangrang 2,50 80-82 17,0 KuningSinabung 2,16* 88 10,7 KuningKaba 2,13* 85 10,4 KuningTanggamus 1,22* 88 11,0 Kuning Adaptif LK masamNanti 1,24* 91 11,5 Kuning Adaptif LK masamSibayak 1,41* 89 12,5 Kuning Adaptif LK masamMahameru 2,16 84-95 17,0 KuningAnjasmoro 2,25 83-93 15,0 KuningLawit 2,07* 84 10,5 Kuning Adaptif LPSMenyapa 2,03* 85 9,1 K. kehijauanMerubetiri 2,75 95 14,0 KuningBaluran 3,00 80 16,0 KuningIjen 2,30 83 11,2 KuningPanderman 2,37 85 18,5 KuningSeulawah 2,05 93 9,5 K. kehijauan Adaptif LK masamRatai 2,10 90 10,5 K. kehijauan Adaptif LK masamRajabasa 2,05* 82-85 15,0 Kuning Agak toleran masamGumitir 2,41 81 16,0 K. kehijauanArgopuro 3,05 84 17,8 KuningCikuray 1,70* 82-85 11,5 HitamMalika+ 2,34* 85-90 9,50 Hitam

*). Hasil rata-rata, **). LK= Lahan kering, LPS= Lahan pasang surutSumber: Suhartina (2005); +) Menteri Pertanian Nomor: 78/Kpts/SR. 120/2/2007

Page 15: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

118 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Benih yang berkualitas harus memenuhi syarat sebagai berikut: (a) asalbenih atau nama varietasnya jelas, (b) bernas atau tidak keriput, (c) bersihdari kotoran dan tidak bercampur dengan biji tanaman maupun varietaslain, (d) tidak membawa bibit penyakit, serta (e) berdaya kecambah minimal85%. Jika benih berdaya kecambah rendah (kurang dari 85%) ada tigapermasalahan yang menyebabkan potensi hasilnya tidak optimal dan ataubiaya produksi meningkat, sebab: (a) Vigor tanaman/bibit rendah, (b)populasi tanaman di bawah optimal, dan (c) akibat butir a dan b tersebutgulma akan berpotensi kuat untuk bersaing dengan tanaman kedelai dalammemanfaatkan sinar matahari, unsur hara, dan air; serta gulma akan menjadisarang atau sumber hama dan penyakit. Gulma yang tumbuh lebih lebatdalam penyiangannya membutuhkan tenaga/biaya yang lebih besar.Sehubungan dengan itu, maka proses produksi benih kedelai harus mem-peroleh perhatian yang serius. Guna memperoleh benih yang berkualitas,benih kedelai hendaknya diperoleh dari pertanaman musim kemarau. Benihyang diperoleh dari pertanaman musim hujan di samping persentase bijiyang menjadi benih rendah karena mutu fisiknya buruk, juga dayakecambahnya rendah, dan banyak terinfeksi penyakit (Tabel 6). Setelahdipanen, brangkasan tanaman harus segera dikeringkan, penundaanpengeringan brangkasan lebih dari dua hari akan menghasilkan benih yangberkualitas rendah (Tabel 7).

Untuk merangsang tumbuh-berkembangnya penangkar benih kedelai,harga benih kelas benih sebar perlu ditingkatkan, yang sekarang hanya se-kitar 1,5 kali ditingkatkan menjadi sekitar 2,5-3,0 kali harga kedelai konsumsi.

Untuk mewujudkan sistem perbenihan kedelai yang mampumenyediakan benih yang berkualitas, maka sistem perbenihan Jabalsimharus disertai dengan pembentukan penangkar benih tingkat pedesaanatau produksi benih berbasis komunitas. Dalam sistem perbenihan ini, skalaproduksi tidak besar mungkin cukup puluhan ton per tahun dengan jumlahpenangkarnya dua atau tiga penangkar untuk setiap kabupaten.

Tabel 6. Kualitas benih kedelai varietas Lokon yang dihasilkandari pertanaman musim hujan di Sukamandi.

Variabel mutu Persentase

a. Mutu fisik• Biji baik (benih) 33• Biji rusak 67

b. Benih terinfeksi• Cendawan 82,5• Bakteri 27

c. Daya kecambah 70

Sumber: Hidayat et al. (1991)

Page 16: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

119Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

Tabel 7. Penundaan pengeringan brangkasan terhadap daya kecambahbenih kedelai hasil pertanaman musim hujan.

Cara pengeringan Lama penundaan Daya kecambah (hari) (%)

a. Alat pengering 0 91,00(Flat-bed dryer) 2 49,20

3 44,254 0,005 0,00

b. Penjemuran 0 91,00 2 37,75 3 0,00 4 0,00 5 0,00

Sumber: Hidayat et al. (1991)

Waktu Tanam Kedelai setelah Padi

Untuk kedelai MK1 dan MK2 pada lahan sawah setelah padi, petanimenyiapkan lahan dengan memotong jerami padi dekat dengan permukaantanah (5-10 cm). Petani tidak perlu mengolah tanah sebab pengolahan tanahselain sedikit atau tidak berpengaruh terhadap hasil kedelai (Tabel 8),pengolahan tanah akan memundurkan waktu tanam yang berakibat padapenurunan hasil (Tabel 9 dan 10), dan tentunya akan menambah ongkosproduksi untuk pengolahan tanah.

Penurunan hasil tanaman yang terlambat ditanam dapat disebabkanoleh kekeringan, akumulasi hama dan penyakit, dan/atau gangguan gulmayang lebih berat.

Pengendalian Hama/Penyakit

Gangguan hama/penyakit sebagai permasalahan penting dalam budi dayakedelai sering ditangani secara kurang baik oleh petani. Petani seringbertindak terlambat dan kurang tepat dalam mengambil tindakan. Untukmengatasi permasalahan ini, diperlukan petugas atau salah satu petani dariareal sehamparan sekitar 50 ha menjadi pengamat yang memantauperkembangan hama/penyakit. Petugas atau petani tersebut dibekalikemampuan dalam tugasnya melalui pelatihan. Petugas ini yangmemberitahu dan mengkoordinasikan saat dan cara pengendaliannyahama/penyakit.

Page 17: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

120 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Tabel 9. Hasil kedelai pada dua waktu tanam sesudah padi sawah diBanyuwangi.

Hasil biji (t/ha)Varietas

Lima hari setelah Sepuluh hari setelah panen padi panen padi

Wilis 1,71 0,94Lokal 1,64 0,80Tidar 1,95 1,88MLG 2675 1,71 1,46

Sumber: Sumarno et al. (1990)

Tabel 10. Pengaruh pemunduran waktu tanam terhadap hasil kedelai yangditanam setelah padi rendengan atau kedelai MK-1 di KP Genteng(Jawa Timur) yang bertipe iklim D2 (klasifikasi Oldeman).

Waktu tanam kedelai Hasil biji (t/ha)*

Dua hari setelah panen padi 2,00Tujuh hari setelah panen padi 1,31Dua belas hari setelah panen padi 0,83

* Rata-rata dari empat genotipe (Wilis, Samarinda, Tidar, MLG2675)Jenis tanah dan pupuk: Regosol; 50 kg urea+100 kg TSP+100 kg KCl/haSumber: Kustyastuti dan Adisarwanto (1995)

Tabel 8. Pengaruh cara pengolahan tanah untuk padi dan pengolahan tanahuntuk kedelai terhadap hasil kedelai setelah padi.

Hasil biji (t/ha)Pengolahan tanah pada padi

Tidak di olah Diolah

1 x bajak, 1 x garu 1,8 2,072 x bajak, 1 x garu 1,77 2,092 x bajak, 2 x garu 1,8 2,071 x bajak, 2 x garu 1,91 2,042 x bajak, 2 x garu dengan traktor 2 2,11

Sumber : Adisarwanto (1990)

Page 18: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

121Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

PELUANG PERTUMBUHAN PRODUKSI DARIPERLUASAN AREAL TANAM

Dari berbagai peluang sumber pertumbuhan produksi kedelai yang telahdiidentifikasi (Arsyad et al. 1994), perluasan areal tanam pada wilayah yangagroekologinya mendukung merupakan tindakan yang perlu diprioritaskan.Keuntungan perluasan areal tanam kedelai pada wilayah baru adalahsebagai berikut: (1) menambah produksi kedelai nasional secara nyata dandiharapkan akan lebih berkelanjutan, (2) menyediakan lapangan pekerjaandan sumber pendapatan baru bagi masyarakat, (3) menambah luas arealpertanian subur yang juga dapat dimanfaatkan bagi usaha produksikomoditas lain, (4) mendorong pertumbuhan ekonomoi daerah-daerahyang belum berkembang sebagai dampak ekonomi usaha produksi kedelai.

Selain peryaratan kesesuaian agroekologi untuk tanaman kedelai,diperlukan adanya kemauan dan kemampuan masyarakat petani dalammenanam kedelai di wilayah pengembangan baru. Hal ini disebabkan budidaya kedelai memerlukan tenaga kerja yang banyak (labour intensive), yangtidak dimiliki oleh setiap golongan masyarakat petani Indonesia. Perluasantanam kedelai ke wilayah baru sebaiknya diprioritaskan pada masyarakatpetani yang pernah menanam kedelai, atau secara historis biasa bertanamkedelai.

Agroekologi yang dapat dimanfaatkan untuk perluasan areal kedelaiadalah seperti tertera pada Tabel 11. Namun ketersediaan lahan dengantanah Ultisol menduduki areal terluas. Perluasan areal tanam kedelai padalahan masam Podsolik Merah-Kuning (Ultisol) sebenarnya telah tersediateknologinya (Widjaja-Adhi 1985, Hilman 2005, Sumarno 2005, Maidll 1996).

Tabel 11. Agroekologi yang dapat dimanfaatkan untuk perluasan areal kedelai.

Tipe Agroekologi Jenis tanah/ Musim tanam Lokasi Propinsikesuburan tanah

Lahan kering, Podsolik, Ultisol MH, akhir MH Lampung, Sumsel,marginal Jambi, Sumbar, Riau,

Bengkulu, Aceh, Kalbar

Lahan kering, Vertisol, Oksisol, MH, akhir MH Kalbar, Kalsel, Sulsel,relatif subur dll Sulteng, Sultra,

Gorontalo, Sulut, NTT

Lahan sawah irigasi Entisol, Vertisol, MK, awal MK Jabar, Lampung,dan tadah hujan dll Sumsel, Bengkulu,

Jambi, Sumut, Riau,Aceh, Sulsel, Kalbar,Kalsel

Page 19: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

122 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Belum berhasilnya perluasan kedelai pada tanah masam di Indonesia lebihdisebabkan belum adanya program nasional yang ditangani secarasungguh-sungguh. Keberhasilan usaha produksi kedelai di Serdang,Sumatera Selatan dan di Muara Ilir, Jambi, pada lahan masam Podsolik padatahun 1980-an hingga dapat menghasilkan di atas 2 t/ha merupakan buktibahwa tanah masam dapat di ubah menjadi lahan yang produktif untukkedelai (Khol 1983). Penanaman kedelai yang mencapai area lebih 20 jutaha di Brazil hampir seluruhnya dilakukan pada tanam masam. Oxisol danUltisol yang semula dianggap tidak sesuai untuk tanaman kedelai, ternyatamemberikan produktivitas yang tinggi setelah proses ameliorasi lahanditerapkan (Maidl 1996).

Di antara lahan Podsolik di Indonesia yang tersedia cukup luas, lahan diLampung, Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau dinilai memiliki peluang terbaikuntuk dikembangkan menjadi ladang kedelai. Penyiapan lahan bukaan barubekas hutan dengan jenis tanah Podsolik (Ultisol) di Muara Ilir, Jambi padatahun 1980-an oleh bantuan tenaga ahli dari GTZ Jerman, membuktikanbahwa tanah Podsolik dapat diubah menjadi ladang kedelai subur yangproduktivitasnya mencapai 2 t/ha atau lebih (Khol 1983).

Teknologi pembukaan lahan baru dari hutan primer atau sekunder tanahPodsolik untuk bertanam kedelai yang dinilai sangat berhasil tanpakerusakan tanah adalah sebagai berikut (Khol 1983) :

1. Kayu besar dan kecil di tebang, pangkal batang dibongkar atau dicabutmenggunakan traktor, atau dibakar, sisa kayu dikumpulkan selanjutnyadibakar.

2. Tanah bekas bongkaran pangkal pepohonan diratakan, tanpa merusaklapisan olah tanah, dibuat batas petakan dan jalur pelimpasan air biladiperlukan, guna meminimalisasi terjadinya erosi permukaan.

3. Pemberian 2-4 t/ha batu kapur giling dan batuan phosfat (rock phos-phate) sebanyak 500 kg/ha, kemudian dibajak dangkal agar masuk kedalam tanah.

4. Tahun pertama setelah tanah di kapur ditanami legume penutup tanahseperti Callopogonium sp.; Purazea sp.; Centro Cema sp.; Muccuma sp.Setelah tumbuh subur menutup permukaan tanah (umur 90-120 hari),legume dibenamkan kedelam tanah sedalam 30-40 cm, menggunakanbajak traktor/deep ploughing. Agar mulsa legume tersebut ter-dekomposisi, ditunggu 30 hari baru tanah diolah untuk yang kedua kali.

5. Untuk memperkaya hara Ca, Mg, dan P, tanah ditebari gypsum (500-700kg/ha) dan pupuk TSP atau SP36 (100-200 kg/ha) pada saat pengolahantanah yang kedua.

Page 20: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

123Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

6. Setelah tanah diolah, lahan siap ditanami kedelai. Pada tahap ini sifattanah telah baik, struktur gembur, drainase sedang-baik, kandunganhara makro cukup, kandungan bahan organik tinggi, kejenuhan Al <15%, dan pH antara 5,6-6,2, cukup optimal untuk pertumbuhan kedelai.Kedalam lapisan olah tanah dengan penyiapan lahan seperti tersebutmencapai 40-50 cm, dan tanah berwarna coklat tua ke arah hitam.

7. Penanaman kedelai pada paruh akhir musim hujan dilakukan inokulasiRhizobium dengan rotasi: jagung-kedelai-bera. Produktivitas kedelaimancapai 2,0-2,5 ton/ha.Walaupun biaya investasi untuk penyiapan lahan tersebut relatif besar,

namun dengan teknik tersebut diperoleh lahan pertanian yang kualitasnyabaik dan dapat diusahakan untuk berproduksi kedelai secara berkelanjutandengan produktivitas tinggi. Petani kecil kemungkinan tidak mampumenyiapkan lahan bukaan baru dengan teknik tersebut, namun semestinyapemerintah pusat atau propinsi dapat melakukan penyiapan lahan bagipetani dengan skema kredit jangka panjang. Tindakan ameliorasi tanahyang tepat tergantung pada karakteristik lahan yang bersangkutan. ApabilapH tanah rendah, tindakan yang paling tepat adalah pemberian kapur ataugypsum untuk menaikkan pH.

Hasil penelitian penanaman kedelai pada tanah Ultisol dan Oxisol diBrazil, menunjukkan bahwa tanpa pengapuran hasil kedelai pada tanahmasam sangat rendah, disebabkan oleh keracunan Al dan Mn, kahat haramakro dan terhambatnya pembentukan nodul rhizobia (Abruna 1980).Pemberian kapur (CaCO3) sebanyak 2 t/ha pada tanah Ultisol dengan pHawal 4,5, mampu menaikkan pH menjadi 5,6 dan Al dd kurang dari 20%.Bintil Rhizobia pada pH 4,5 tidak terbentuk, namun pada pH 5,6 terbentuk75 nodul per batang. Kandungan Ca dalam daun kedelai meningkat dankandungan Mn dalam daun menurun akibat pemberian kapur tersebut.Hasil kedelai juga meningkat drastis dari hanya 62 kg/ha pada tanah tanpapengapuran, menjadi 2081 kg/ha dengan pemberian kapur. Ratio Ca/Mndalam daun dapat dijadikan sebagai indeks pengukur kecukupan Ca dalamtanah dan pengukur tanggap kedelai terhadap pengapuran.

Maidl (1996) mendokumentasikan perlunya dilakukan tujuh tahapantindakan dalam pengelolaan lahan masam Ultisol di Brazil hingga dapatdijadikan ladang kedelai yang produktivitasnya mencapai 2,5-3,0 t/ha,sebagai berikut:

(1) pengapuran lapisan olah tanah untuk menaikkan pHPengapuran 1-5 t/ha untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunanAl, menggunakan kapur magnesium atau dolomit. Kapur ditebarkantiga bulan sebelum tanam, dan dibajak dalam (deep plaughed) agarterbentuk lapisan olah yang dalam.

Page 21: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

124 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Penghitungan kebutuhan kapur dilakukan berdasarkan kandungan liat(clay), kandungan Al, Ca, dan Mg, sebagai berikut (Maidl 1996):(a) Tanah dengan > 20% liat, dan Ca+Mg < 2 meq/100 cm3:

kebutuhan kapur (t/ha) = (2xmeq Al/100 cm3)+(2-meq Ca+Mg/100 cm3)

(b) Tanah dengan > 20% liat, dan Ca+Mg > 2 meq/100 cm3:kebutuhan kapur (t/ha) = 2xmeq Al/100 cm3

(c) Tanah dengan < 20% liat,kebutuhan kapur (t/ha) = 2-meq Ca+Mg/100 cm3

Dalam praktek, pengapuran pada tanah masam Ultisol dan Oxisol diBrazil dengan pH = 4,5 adalah dengan dosis 3 t/ha, dan diulangi setiap3-5 tahun.

(2) Ameliorasi subsoil menggunakan gypsumTujuannya adalah untuk menetralisasi Al pada lapisan tanah bagiandalam, karena perakaran kedelai dapat tumbuh mencapai 100-150 cm.Kandungan liat (clay) pada subsoil menentukan dosis gypsum yangdiperlukan (Tabel 12).Supaya gypsum dapat masuk ke dalam lapisan subsoil setelah gypsumditebarkan dilakukan pembajakan dalam. Penggunaan alat chisel (garubergerigi panjang vertikal) juga dapat dianjurkan untuk memasukkangypsum ke dalam subsoil sedalam 30-40 cm.

(3) Pengkayaan fosfat tanah, dengan pemupukan P dosis tinggiLahan masam dengan kandungan fosfat rendah, sekitar 4 ppm P, yangdisertai kapasitas fiksasi P yang tinggi, pengkayaan fosfat dalam tanahmerupakan persyaratan mutlak untuk memperoleh produktivitaskedelai yang tinggi. Dosis pupuk P yang dianjurkan tergantung padakadar liat (clay) tanah, secara umum yaitu dosis yang dianjurkan 3-5 kgP2O5 setiap 1% liat tanah. Pemupukan P dosis tinggi ini diulangi setial 3-5 tahun.

(4) Pengkayaan bahan organik tanahLahan masam yang tidak dikelola dengan baik pada umumnya miskinbahan organik, yang berakibat pada aktivitas liat tanah lemah, aktivitasmikroba tanah rendah, dan KTK rendah. Pada tahun pertama diperlukan

Tabel 12. Kebutuhan gypsum untuk lapisan subsoil pada kedalaman 20-40 cm.

Kandungan liat (%) (C) Kebutuhan dosis gypsum (kg/ha)

C [300+(20xC)]atau : C 50 x C

Sumber: Maidl (1996).

Page 22: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

125Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

pengkayaan kandungan bahan organik tanah dengan penanaman le-gume penutup tanah diikuti dengan pembenaman ke dalam tanah.Apabila kedelai telah ditanam dan tumbuh optimal, maka daun-daunkedelai yang rontok dan sisa tanaman kedelai yang dikembalikan kedalam tanah (panen menggunakan mesin combine) akan memperkayabahan organik tanah.

(5) Pengkayaan kalium dalam tanahTanaman kedelai memerlukan K dalam jumlah besar, sedangkan tanahmasam umumnya miskin hara Kalium. Pengkayaan K diperlukan apabilaketersediaan K dalam tanah kurang dari 30 ppm dan kandungan liatlebih dari 18%. Kebutuhan pupuk Kalium dapat dihitung berdasarkankebutuhan untuk mencapai KTK 3-5%, pada pH 7,0% dijenuhkan olehK. Dalam praktek, takaran pupuk kalium secara umum adalah 100 kgK2O/ha, ditebarkan bersamaan pupuk P dan dimasukkan ke dalamlapisan olah tanah menggunakan bajak.

(6) Pengkayaan Hara MikroApabila terlihat gejala kahat hara mikro pada tanaman kedelai, terutamaZn, Fe, S,B, Mo, pemberian pupuk mikro dalam bentuk chelat atau frit-ted trace element (FTE) perlu dilakukan. Tanaman kedelai tergolongpeka terhadap kahat unsur mikro Zn, Fe, dan Mo. Pada tanah yangdikapur berlebihan sehingga pH tanah melebihi 7,0 tanaman kedelaisering mengalami khlorosis (daun muda menguning, tanaman kerdil),karena kahat unsur mikro Fe. Pada tanah kalkareous (kapur) denganpH diatas 7,0 unsur mikro Fe juga tidak tersedia bagi tanaman kedelai,sehingga menimbulkan gejala khlorosis.

(7) Pengkayaan Mikroba Bermanfaat dalam TanahMikroba Rhizobium sp. harus tersedia dalam tanah agar terjadi simbiosapenambatan nitrogen dari udara. Inokulasi biakan murni Rhizobiumsangat diperlukan pada tanaman kedelai yang baru ditanam pertama dilahan masam, dan perlu diulang pada tanaman kedelai II sampai IV,sehingga pembentukan bintil akar optimal.

Tindakan tujuh langkah teknik pengelolaan lahan masam tersebut perludiikuti oleh penanaman kedelai varietas unggul adaptif (terutama yangmemiliki perakaran dalam), pengendalian gulma, hama dan penyakit, sertapengelolaan lengas tanah optimal. Teknik pengelolaan lahan masam di Brazilini semestinya dapat diterapkan di Indonesia, karena permasalahan teknisyang dihadapi sebenarnya hampir sama.

Penanaman kedelai pada lahan kering perlu menyesuaikan dengandistribusi dan intensitas curah hujan.Tanam pada awal musim hujan dapatmenjamin kecukupan air untuk pertumbuhan tanaman kedelai, tetapimengalami masalah dalam panen dan penanganan hasil panen. Tanam

Page 23: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

126 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

pada bagian akhir hujan, sehingga selama dua bulan pertama tersedia lengastanah yang cukup, dan kering pada bulan ketiga, merupakan periode tanamyang optimal bagi tanaman kedelai.

Untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri sebanyak 2 juta tonuntuk bahan baku tahu, tempe dan kecap, dan 1,5 juta ton bungkil kedelai(soybean meal) untuk bahan baku pakan ternak, dibutuhkan luas panensekitar 2,8 juta ha per tahun. Luas tanaman kedelai di wilayah produksitradisional sekitar 0,7 juta ha, sehingga diperlukan tambahan areal tanampada wilayah produksi baru sekitar 2,0-2,1 juta ha.

Apabila pemerintah pusat menginginkan dicapainya swasembadakedelai, maka tidak ada jalan lain kecuali memfasilitasi dan memberikaninsentif untuk memperluas areal tanam dengan membuka lahan baru ataumemanfaatkan lahan bera, memasukkan tanaman kedelai pada lahan bekasperkebunan dan peremajaan tanaman dan memasukkan kedelai pada polarotasi/tumpangsari ubi kayu-kedelai, hingga luas panen mencapai 2,8 jutaha. Walaupun tanaman kedelai di Indonesia dapat menghasilkan 2,0-2,5 t/ha, namun pada areal panen yang luas tingkat produksi tersebut sukardicapai. Oleh karena banyaknya hambatan produktivitas, termasuk seranganhama, penyakit, kompetisi gulma, cekaman kekeringan atau genangan olehcurah hujan tinggi, penentuan target produktivitas kedelai 1,5 t/ha selamasepuluh tahun mendatang dinilai cukup wajar untuk dijadikan dasarpenghitungan produksi.

Dengan menggunakan pagu produktivitas kedelai 1,5 t/ha pada tahun2010-2015 maka kebutuhan luas areal tanaman guna mencapaiswasembada dapat ditentukan, untuk selanjutnya disediakan berbagaidukungan kebijakan guna pencapaiannya. Hal terakhir inilah yang dinilaibelum dilakukan oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Abruna, F. 1980. Response of soybean to liming on Acid Tropical soils. p. 35-46. In: F.T.Corbin (Ed.), Proc. World Soybeans Res, Conf, II. West viewPress. Boulder, USA.

Adisarwanto, T. 1990. Dampak cara pengelolaan tanah pada padi terhadaphasil kedelai di lahan sawah, p. 45-54. Dalam: Laporan TahunanBalitan Malang 1990.

Adisarwanto, A. Kasno, N. Saleh, B. Santoso R, Marwoto, dan Sumarno.1992. Studi sumber pertumbuhan baru produksi kedelai di NungsaTenggara Barat. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. 57 p.

Page 24: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

127Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

Ardjasa, W.S. dan P. Bangun. 1985. Pengendalian gulma pada kedelai, p. 357-367. Dalam: Somaatmadja et al.(Eds.). Kedelai. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Arsyad, D.M., M.O. Adnyana, dan Irsal Las. 1994. Sumber pertumbuhan pro-duksi untuk swasembada kedelai. Konsultasi Nasional PemantapanProgram Kedelai. Departemen Pertanian. Bogor. 1994.

BPS. 1992. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia. 611 p.

BPS. 2000. Produksi tanaman padi dan palawija di Indonesia.Surveipertanian. Badan Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia. 108 p.

BPS. 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia.604 p.

Cooke, G.W. 1985. Potassium in the agricultural systems of the humid tropics,p. 21-28. Dalam: Potassium in the agricultural systems of the humidtropics. Proceeding of the 19th Colloquium of the International PotashInstitute, Held in Bangkok, Thailand.

De Datta, S.K & D.S. Mikkelsen. 1985. Potassium nutrient of rice, p. 665-699.Dalam: Munson (Ed.). Potassium nutrition of rice.

Heriyanto, Ruly K, Fachrur R, Margono R, Imam S, T. Adisarwanto, Heny K, A.Taufiq, Marwoto, S. Wahyuni I, M. Adie, dan Eriyanto. 2005. Adopsidan penyebaran varietas unggul kedelai. Laporan akhir tahunanggaran 2004. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan danUmbi-umbian.

Hidayat, J.R., S.A.S. Wityanara, K. Pirngadi, S. Kartaatmadja, dan A. M. Fagi.1991. Teknik budi daya kedelai di lahan sawah irigasi. Balai PenelitianTanaman Pangan Sukamandi. 63 p.

Hilman, Y. 2005. Teknologi produksi kedelai di lahan kering masam. p. 78-86.Dalam: A.K. Makarim et al. (Eds.). Prosiding Lokakarya PengembanganKedelai di Lahan Sub Optimal. Puslitbangtan Bogor.

Khol, G.J. 1983. Pilot Project on Integrated Soya and Food Crops Development.Reports of GTZ. Direktorat Jendral Produksi Tanaman Pangan.Departemen Pertanian. Jakarta

Kuntyastuti, H dan Adisarwanto. 1995. Tanggap kedelai terhadap perbedaanwaktu tanam di lahan sawah, p. 343-357. Prosiding SimposiumMeteriologi Pertanian IV. Yogyakarta, 26-28 Januari 1995.

Maidl, F.X. 1996. Soil Fertility Management for Crop Production on Acid Soils.Experiment from Brazil.

Page 25: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

128 Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan

Maidl, F.X. 2000. Soil fertility management for crop production on acid soils.Experiences from Brazil. p. 85-88. Dalam: L.W. Gunawan et al. (Eds.).Penelitian dan pengembangan produksi kedelai di Indonesia. Kerjasama BPPT, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pendidikan, Sains,Riset, dan Terknologi Jerman. Dit.. Teknologi Lingkungan, BPPT.Jakarta.

Marwoto. 1999. Rakitan teknologi PHT pada tanaman kedelai, p. 67-95.Dalam: Novianti Sunarlim et al. (Eds.). Strategi pengembanganproduksi kedelai. Prosiding Lokakarya Pengembangan ProduksiKedelai Nasional. Bogor, 16 Maret 1999. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Shutgrirung, A., P. Sutigoolabud, C. Santasup, K. Seno, S. Tajima, M. Hisamatu,dan A. Bhromsiri. 2002. Symbiotic efficiency and compatibility of nativerhizobia in Nothern Thailand with different soybean cultivar. Soil Sci.Plant Nutr. 48: 491-499.

Soemardi dan R. Thahir. 1985. Pascapanen kedelai, p. 429-440. Dalam:Somaatmadja et al. (Eds.). Kedelai. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan. Bogor.

Suhartina. 2005. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 154 p.

Sumarno, D.M. Arsyad, dan I. Manwan. Teknologi usahatani kedelai.Lokakarya Pengembangan Kedelai. Bogor, 13 Desember 1990. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 48 p.

Sumarno, D.M. Arsyad, & I. Manwan. 1991. Teknologi usahatani kedelai, p.23-49. Dalam: Syam, M. dan A. Musadad (Eds.). Pengembangankedelai. Potensi, kendala, dan peluang. Risalah Lokakarya. Bogor, 13Desember 1990. Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan.

Sumarno. 1995. Identifikasi teknologi usahatani kedelai. Balai PenelitianTanaman Pangan Malang.

Sumarno. 1999. Strategi pengembangan produksi kedelai nasionalmendukung Gema Palagung 2001, p. 7-20. Dalam: Sunarlim, N. et al.(Eds.). Strategi pengembangan produksi kedelai. Prosiding LokakaryaPengembangan Produksi Kedelai Nasional. Bogor, 16 Maret 1999.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Sumarno. 2005. Strategi Pengembangan Kedelai di Lahan Masam. p. 37-46.Dalam: Makarim, A.K et al. (Eds.) Prosiding Lokakarya PengembanganKedelai di Lahan Suboptimal. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan. Bogor.

Page 26: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesiabalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/03/dele... · Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi

129Subandi et al.: Areal Pertanaman dan Sistem Produksi Kedelai di Indonesia

Taufiq, H. Kustyastuti, dan A.G. Mansuri. 2004. Pemupukan dan ameliorasilahan kering masam untuk peningkatan produktivitas kedelai, p. 21-40. Prosiding Lokakarya Pengembangan kedelai melalui pendekatanpengelolaan tanaman terpadu di lahan kering masam. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Lampung, 30 September 2004.

Widjaja, Adhi, I.P.G. 1985. Pengapuran Tanah Masam untuk Kedelai. p. 171-188. Dalam: Somaatmadja, S. et al. (Eds.). Kedelai. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.