Appendisitis Akut Laporan Kasus

download Appendisitis Akut Laporan Kasus

of 39

description

tugas

Transcript of Appendisitis Akut Laporan Kasus

3

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

CASE REPORT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FEBRUARI 2014APPENDISITIS AKUT

OLEH

MOHD HAZIQ HANIS ANUAR

C11109837

PEMBIMBING

dr. Andi Irwansyah Achmad

SUPERVISOR

Dr. dr. Ronald E. Lusikooy, SpB-KBDDIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU BEDAH KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama

: Mohd Haziq Hanis Bin Anuar

Stambuk : C111-09-837

Judul kasus: Appendisitis Akut

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 20 Februari 2014

Mengetahui,

Pembimbing

Co-Ass

dr. A. Irwansyah Achmad

Mohd Haziq Hanis B Anuar

Supervisor

Dr. dr. Ronald E.Lusikooy, Sp.B KBD

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. M Jenis Kelamin: Perempuan Tanggal lahir : 31-12-97 MRS : 20- 2 - 14Ruangan : L2 K2 B2 Rekam Medis :651827 B. ANAMNESISKeluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Anamnesis Terpimpin :

Dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya, nyeri dirasakan pada ulu hati lalu, berpindah ke perut kanan bawah.

Riwayat trauma tidak ada.

Riwayat demam ada, terus menerus, sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat mual ada.

Riwayat muntah ada.

Riwayat nyeri pada perut kanan bawah ketika batuk.

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Sakit sedang / gizi cukup / composmentis

Status Vitalis

Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 80 x / menit

Pernafasan: 20 x / menit

Suhu

: 37.9oCKepala Konjungtiva: anemis (-)Sklera

: ikterus (-)

Bibir

: tidak ada sianosis

Gusi

: perdarahan (-)Mata

pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+

Leher

Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran

DVS

: R-2 cmH20

Deviasi trakea

: tidak adaTidak didapatkan massa tumor

Tidak ada nyeri tekan.

Paru

Inspeksi: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan

Perkusi: sonor R=L

Auskultasi: Bunyi pernapasan vesikuler Kiri = Kanan

Bunyi tambahan: ronkhi - / -, Wheezing - / -

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: S1 / S2 reguler,murmur (-)

Abdomen (Status Lokalis) :Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar. Darm

Contour (-), Darm Steifung (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan menurun

Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),

Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+) Obturator

Sign (+)

Hepar / Lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani, Nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).

Rectal Touche :

Spincter mencekik, mukosa licin, ampula kosong, Massa tumor (-). Nyeri tekan pada arah jam 10.

Handschoen: Feces (-) darah (-) lendir (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PemeriksaanHasil Nilai normal

WBC10,4 4,00-10,0

RBC4,77 4,00-6,00

HGB14,6 12,0-16,0

HCT43,3 37,0-48,0

PLT166 150-400

GOT16 < 38

GPT6 < 41

GDS 78 140

CT 6004-10

BT 2001-7

PT11.6 10-14

APTT24.8 22,0-30,0

NEU 7.56 2.00 7.5

LYM 1.61.00-4.00

Pemeriksaan USG (11/2/2014)GB

: dinding tidak menebal dan regularPankrease

: ukuran dalam batas normalSpleen

: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normalArea Mc Burney: tampak lesi tubular buntu, uncompressibleKedua ginjal : ukuran dan echo parenkim dalam batas normalVU

: Mukosa reguler dan tidak menebal, tidak tampak echo batu maupun SOLKESAN

: sesuai gambaran Appendisitis AkutUrinalisa (11/2/2014)

Urin

Warna : Kuning , agak keruh

pH

: 6.0

Berat Jenis: 1.030

Protein (-), Glukosa (-) Bilirubin (-)

Lekosit : 1, eritrosit : 1,

KESAN: dalam batas normalSkor Labeda, Kalesaran dan Alvarado

Skor Alvarado

Gejala Klinik Value

Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 0

Mual/muntah 1

Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Leukositosis 2

Shift to the left 1

JUMLAH 9

E. RESUMEPerempuan, 17 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Riwayat demam ada, terus menerus, sejak 2 hari yang lalu. Riwayat mual ada. Riwayat muntah ada. Riwayat nyeri ada ketika batuk.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, nyeri tekan ada pada titik Mc Burney , Rovsing Sign dan Blumberg Sign ada, Psoas sign dan Obturator sign ada. Nyeri Ketok pada titik Mc Burney ada

Pemeriksaan lab, menunjukkan tanda-tanda leukositosis. Hasil pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran appendisitis akut. Berdasarkan skor Kalesaran, Labeda dan Alvarado, diindikasikan pasien ini untuk dilakukan tindakan operasi.

F. DIAGNOSIS KERJAAppendisitis AkutG. RENCANA TINDAKANAppendectomy

BAB I

PENDAHULUAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah1. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3.Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus4.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.2

2.2 INSIDENSI

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun.22.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.6

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7 Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6

2.4 MANIFESTASI KLINIS2.4.1 Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 2

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 2,3Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor 6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.5Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2Gejala KlinikValue

GejalaAdanya migrasi nyeri1

Anoreksia1

Mual/muntah1

TandaNyeri RLQ2

Nyeri lepas1

Febris1

LabLeukositosis2

Shift to the left1

Total poin10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.6Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.72.4.2 Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut7

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal toucher tidak diperlukan lagi.6Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: Rovsings sign Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 7 Obturator signPasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign7

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign7 Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

Baldwins test

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya ditekuk.

Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG2.5.1 Laboratorium2,3,6,7

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 62.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata

dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix

(panah) dengan appendicolith1

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis5USGCT Scan Appendix

Sensitivitas

85%90-100%

Spesifitas

92%95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada pasien AppendicitisEvaluasi pasien pada pasien Appendicitis

KeuntunganAman

Relatif murah

Dapat menyingkirkan penyakit pelvis pada wanita

Lebih baik pada anak-anakLebih akurat

Lebih baik dalam mengidentifikasi Appendix normal, phlegmon dan abscess

KerugianTergantung operator

Secara teknik tidak adekuat dalam menilai gas

NyeriMahal

Radiasi ionisasi

Kontras

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan. Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,61. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.

2. Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.

3. Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya. 4.Infeksi saluran kencingPyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.2.7 KOMPLIKASI2.7.1. Perforasi

2.7.2. Peritonitis

2.7.3. Appendicular infiltratAppendicular infiltrat adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.62.7.3.1. PatofisiologiBila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu massa lokal yang disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.17Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 7Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih panjang, dinding Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).8Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 82.7.3.2. Manifestasi KlinisAppendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik Appendicitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.72.7.3.3. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5(C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu axillar dan rektal sampai 1(C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.8Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 8Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah Appendix maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.7Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada Appendicitis pelvika. 8Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.8

2.7.3.4. DiagnosisRiwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.7Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.7Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;

2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;

3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:

1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;

2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.62.7.3.5. PenatalaksanaanPerjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya.7Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.7Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-anak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive).2Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan Appendectomy.2Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD (Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit, makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi usus.2Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.22.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,71.Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral

3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.

4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.

Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,:a. Open Appendectomy1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal

Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splittingSayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).

Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum). 7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:

a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.

b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan adhesi.

c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).

10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 12.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 11.Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda asing, tuberculosis, Aktinomikosis.

2.Hernia cicatricalis.

3.Ileus

4.Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

2.10 PROGNOSIS 2Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

BAB III

KESIMPULANAppendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu. Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya Appendicitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumbergs sign, Wahls sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher. Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding Appendicitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chrons enteritis, perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu urethra, peritonitis primer, Purpura HenochSchonlein, Yersiniosis, serta kelainankelainan ginekologi.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi. Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis ( acute suppurative Appendicitis ( gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami komplikasi) ( dapat terjadi 3 kemungkinan: perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata. terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama kelamaan akan mengecil dan menghilang) Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah sembuh.

Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa, amoeboma, Crohns disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.

Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.DAFTAR PUSTAKA1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93

2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

4.Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www .talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

M.rectus abd.

ditarik ke medial

M.rectus abd.

sayatan

2 lapis

6