apoptosis.pdf

4
1 Aktivitas Astrosit dan Apoptosis Jan S. Purba Departemen Neurologi RSCM/FKUI Jakarta Pendahuluan Hasil Penelitian belakangan ini membuktikan bahwa apoptosis pada astrosit berkontribusi terhadap patogenesis dari berbagai penyakit baik infeksi, ataupun neurodegenerasi yang sifatnya akut maupun kronik (Kobayashi et al., 2004). Astrosit yang merupakan tipe sel glia yang paling banyak di otak berperan baik secara fisiologis maupun patologis untuk mengatur pertumbuhan dari susunan saraf pusat dalam hal mendukung proses metabolik dan trofik dari neuron serta aktivitas modulasi dari sinapsis (Kimelberg and Nornberg, 1989). Oleh sebab itu gangguan pada fungsi astrosit bisa berpengaruh pada ketahanan neuron itu sendiri. Salah satu problem selama ini yang sulit dikaji adalah kehidupan satu sel terhadap sel tetangganya dalam hal mempertahankan energi, mempertahankan struktur dari mitokondria serta retikulum endoplasma dalam kehidupan sel yang mengarah pada proses kematian. Dari hasil penelitian sebelumnya ternyata bahwa beberapa jenis protein seperti Bcl-2, sitokrom c dan kaspase akan menentukan proses kematian sel yang disebut dengan apoptosis (Mattson and Chan, 2003). Seperti diketahui, apoptosis (programmed cell death) merupakan proses yang bejalan secara fisiologik dalam kehidupan sel melalui signal molekul spesifik yang berperan untuk mengatur dan menentukan proses kematian sel itu sendiri. Dengan demikian disebutkan bahwa apoptosis berperan pada morfogenesis untuk mengatur pertumbuhan organismus pada masa embriogenesis, proses homeostasis serta meniadakan sel yang tidak berguna termasuk yang sudah tua tanpa merusak fungsi serta struktur anatomis (Grodzicky and Elkon, 2002; Wyllie, 1993). Apoptosis yang tidak terregulasi bisa berakibat pada munculnya penyakit seperti pada AIDS, dimana jumlah T helper drastis menurun, begitu juga dengan penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer, stroke iskhemik, penyakit autoimun (Kobayashi et al., 2004). Apoptosis berbeda dengan nekrosis yang merupakan kematian sel sebagai respons patologis dan mengakibatkan peradangan jaringan (Mitchell and Cotran, 1997). Aktivitas Apoptosis Berbagai ragam stimuli bisa memicu terjadinya apoptosis antara lain adanya aktivitas jaras death receptor (DR) oleh sitokin seperti tumor necrotic factor (TNF-α) dan Fas, insufisiensi hormon pertumbuhan (GH), toksin, stres oksidatif,masuknya kalsium yang berlebihan kedalam sel melalui kanal ion di selaput membran atau keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma (Mattson and Chan, 2003). Secara fisiologis apoptosis berlangsung melalui 2 jalur utama yakni i) jalur ekstrinsik atau jalur DR, dan ii) jalur intrinsik atau jalur mitokhondria. Pada jalur ekstrinsik, apoptosis dimulai setelah DR pada membrane plasma berikatan dengan protein Fas, suatu glycocylated cell-surface protein dengan berat molekul 42- 52kDa (Nagata, 1997; Yoon and Gores, 2002) atau dengan TNF-α yang diproduksi oleh

description

materi kuliah biologi sel

Transcript of apoptosis.pdf

Page 1: apoptosis.pdf

1

Aktivitas Astrosit dan Apoptosis

Jan S. Purba Departemen Neurologi RSCM/FKUI Jakarta

Pendahuluan Hasil Penelitian belakangan ini membuktikan bahwa apoptosis pada astrosit berkontribusi terhadap patogenesis dari berbagai penyakit baik infeksi, ataupun neurodegenerasi yang sifatnya akut maupun kronik (Kobayashi et al., 2004). Astrosit yang merupakan tipe sel glia yang paling banyak di otak berperan baik secara fisiologis maupun patologis untuk mengatur pertumbuhan dari susunan saraf pusat dalam hal mendukung proses metabolik dan trofik dari neuron serta aktivitas modulasi dari sinapsis (Kimelberg and Nornberg, 1989). Oleh sebab itu gangguan pada fungsi astrosit bisa berpengaruh pada ketahanan neuron itu sendiri. Salah satu problem selama ini yang sulit dikaji adalah kehidupan satu sel terhadap sel tetangganya dalam hal mempertahankan energi, mempertahankan struktur dari mitokondria serta retikulum endoplasma dalam kehidupan sel yang mengarah pada proses kematian. Dari hasil penelitian sebelumnya ternyata bahwa beberapa jenis protein seperti Bcl-2, sitokrom c dan kaspase akan menentukan proses kematian sel yang disebut dengan apoptosis (Mattson and Chan, 2003). Seperti diketahui, apoptosis (programmed cell death) merupakan proses yang bejalan secara fisiologik dalam kehidupan sel melalui signal molekul spesifik yang berperan untuk mengatur dan menentukan proses kematian sel itu sendiri. Dengan demikian disebutkan bahwa apoptosis berperan pada morfogenesis untuk mengatur pertumbuhan organismus pada masa embriogenesis, proses homeostasis serta meniadakan sel yang tidak berguna termasuk yang sudah tua tanpa merusak fungsi serta struktur anatomis (Grodzicky and Elkon, 2002; Wyllie, 1993). Apoptosis yang tidak terregulasi bisa berakibat pada munculnya penyakit seperti pada AIDS, dimana jumlah T helper drastis menurun, begitu juga dengan penyakit neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer, stroke iskhemik, penyakit autoimun (Kobayashi et al., 2004). Apoptosis berbeda dengan nekrosis yang merupakan kematian sel sebagai respons patologis dan mengakibatkan peradangan jaringan (Mitchell and Cotran, 1997). Aktivitas Apoptosis Berbagai ragam stimuli bisa memicu terjadinya apoptosis antara lain adanya aktivitas jaras death receptor (DR) oleh sitokin seperti tumor necrotic factor (TNF-α) dan Fas, insufisiensi hormon pertumbuhan (GH), toksin, stres oksidatif,masuknya kalsium yang berlebihan kedalam sel melalui kanal ion di selaput membran atau keluarnya kalsium dari retikulum endoplasma (Mattson and Chan, 2003). Secara fisiologis apoptosis berlangsung melalui 2 jalur utama yakni i) jalur ekstrinsik atau jalur DR, dan ii) jalur intrinsik atau jalur mitokhondria. Pada jalur ekstrinsik, apoptosis dimulai setelah DR pada membrane plasma berikatan dengan protein Fas, suatu glycocylated cell-surface protein dengan berat molekul 42-52kDa (Nagata, 1997; Yoon and Gores, 2002) atau dengan TNF-α yang diproduksi oleh

Page 2: apoptosis.pdf

2

limfosit T atau makrofag yang mengalami sensitisasi. Reaksi ini akan berlangsung melalui apoptotic pathway dan diikuti oleh aktivitas dari seperangkat enzim (FAAD, TRADD, kaspase 8 dan 10), untuk selanjutnya menstimulasi efektor apoptosis. Sebagian induksi yang berasal dari TNF-α juga akan menstimulasi mitokondria (Nagata, 1997; Yoon and Gores, 2002). Proses jalur ekstrinsik ini bisa dipicu oleh stimulasi dari luar sel seperti stimulasi hormonal misalnya tiroid yang tidak bisa diimbangai oleh hormon pertumbuhan (GH) akibat defisiensi dari GH, juga toksin, stres oksidatif dan masuknya Ca2+ kedalam sel. Pada jaras intrinsik, aktivasi apoptosis dapat terjadi di intraseluler, dimana inisiasi apoptosis muncul akibat produksi biokimia yang berasal dari stres intraseluler seperti stres oksidatif, perubahan redoks, ikatan kovalen kimia, peroksidasi lipid (Kaplowitz, 2002). Zat-zat tersebut memberikan signal terhadap mitokondria sehingga menyebabkan perubahan mitokondria itu sendiri, dimulai dengan terbukanya membran bagian luar yang diikuti pembengkakan matriks dan hilangnya potensial membran. Kesemuanya ini akan menyebabkan keluarnya protein-protein mitokondria termasuk sitokhrom c sebagai aktivator kaspase dalam hal ini mengaktivasi kaspase 9 untuk menggerakkan efektor apoptosis (Green and Reed, 1998). Apoptosis akan menghasilkan apoptotic bodies yang terdiri dari fragmen sisa-sisa sel, yang akan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial disekitarnya (Yoon and Gores, 2002). Apoptosis dapat dibagi dalam 3 tahapan yakni tahap induksi, efektor dan degradasi dimana satu tahapan sulit dibedakan dengan tahapan lain. Tahap induksi tergantung pada death-inducing signal untuk mengaktifkan proapototic signal transduction cascade. Signal yang menginduksi apoptosis pada jalur intrinsik ini antara lain reactive oxygen species (ROS), nitrogen intermediate, Ca2+ yang berasal dari retikulum endoplasma (Gibson et al., 2001), TNF-α, protein famili Bcl-2 (Bax and Bad) (Esposti et al., 1999). Astrosit dan apoptosis Astrosit di otak berperan baik fisiologis maupun patologis dalam mengatur pertumbuhan dari susunan saraf pusat termasuk berperan sebagai modulator inflamasi (Kimelberg and Norenberg, 1989). Kelompok sel ini secara morfologis beradaptasi dalam bentuk karakter dan struktur yang spesial di berbagai lokasi di otak (Denis-Donini et al., 1984). Berbeda dengan sel glia yang sudah berada sejak embriogenesis, maka prekursor astrosit akan berproliferasi dan berdiferensiasi sepanjang pertumbuhan perinatal. Dalam mengatur pertumbuhan dan diferensiasi astrosit dibutuhkan mekanisme molekuler dari cAMP dengan regulasi aktivitas protein kinase A (Strutt et al., 1995; Wang and Kuspa, 1997). Sejajar dengan itu maka meningkatnya jumlah kematian astrosit secara paralel akan diiringi oleh peningkatan aktivitas makrofag serta produksi dari neurotoksin di susunan saraf pusat. Dengan demikian dapat dilihat pada berbagai jenis penyakit bahwa astrosit berkesanggupan secara intens untuk berproliferasi dan mengaktifkan proses metabolik sepanjang terjadinya inflamasi di otak. Keadaan ini yang dalam proses biologik sering disebut sebagai reaktif gliosis, dimana apoptosis penting dalam mekanisme tersebut (Kobayashi et al., 2004). Gangguan regulasi apoptosis bisa juga menyebabkan kematian embrio, gangguan pembentukan jaringan, atau juga peningkatan sinsivitas terhadap pertumbuhan sel tumor. Oleh sebab itu terapi untuk memodulasi apoptosis memberikan harapan dalam penanggulangan transformasi sel tumor termasuk proliferasi limfosit atau imunodenfisiensi. Pada transformasi tumor pemicu apoptosis pada sel ganas dapat

Page 3: apoptosis.pdf

3

digunakan sebagai mekanisme kontrol terhadap pertumbuhan tumor (Mitchell and Cotran, 1997). Sementara pada proses patologi dalam hal induksi seluler degenerasi restorasi inhibisi apoptosis diharapkan sangat berguna dalam penanggulangan pertumbuhan tumor. Dari satu sisi dibuktikan bahwa pemicu apoptosis pada astrosit bukan hanya oleh peningkatan influks Ca2+ tapi juga pengaruh dan efek pengrusakan Ca2+ ekstra seluler, fibroblast growth factor -1 (FGF-1) yang tersekresi oleh stres oksidatif dari motor neuron yang kemungkinan dianggap berperan dalam aktivasi astrosit (Chiesa et al., 1998; Cassina et al., 2005). Kesimpulan Apoptosis berperan dalam mempertahankan kehidupan sel secara fisiologi. Apoptosis yang belangsung diluar fisiologis akan mengakibatkan patologi dalam seperti infeksi dan tumor, penyakit autoimun, degeneratif. Kegiatan apoptosis pada astrosit berperan dalam patogenesis bebagai penyakit baik akut maupun kronik. Apoptosis pada astrosit baik kematian serta proliferasi (fisiologis dan atau patologis) berjalan sesuai jalurnya yakni melalui ekstrinsik dan intrinsik. Untuk ini beberapa jenis protein yang berperan antara lain Fas, glycocylated cell-surface, TNF-α serta seperangkat enzim (FAAD, TRADD, kaspase 8 dan 10). Selain itu juga berperan stimulus yang berlebihan dari hormon pertumbuhan GH, keberadaan toksin, stres oksidatif dan masuknya Ca2+ kedalam sel. Ditemukan dalam mengatur pertumbuhan dan diferensiasi astrosit dibutuhkan mekanisme molekuler dari cAMP dengan regulasi aktivitas protein kinase A. Seperti disebutkan apoptosis berperan dalam mempertahankan keseimbangan kehidupan biologis. Dalam hal regulasi apoptosis akan bisa berdampak pada kejadian patologis sementara di lain pihak bertujuan untuk menghindarkan pertumbuhan atau kematian sel yang patologis. Oleh sebab itu memodulasi apoptosis bisa diharapkan sebagai penanggulangan transformasi sel termasuk proliferasi limfosit sebagai mekanisme kontrol terhadap pertumbuhan tumor. Demikian juga dengan imunodenfisiensi. Oleh karena itu regulasi kegiatan apoptosis perlu diidentifikasi apakah itu berupa pertumbuhan dari segi positif atau kematian sel dari sudut negatif terhadap regulasi apoptosis. Daftar Pustaka Cassina P, Pehar M, Vargas MR, et al. Astrocyte activation by fibroblast growth factor-1 and motor neuron apoptosis: implication for amyotrophic lateral sclerosis. J Neurochem 2005; 93: 38-46. Chiesa R, Angeretti N, DelBo R, Lucca E,Munna E, Forloni G. Extra cellular calcium deprivation in astrocytes: Regulation of mRNA expression and apoptosis. J Neurochem 1998; 701474-1483. Denis-Donini S, Glowinski J, Prochiantz A. Glial heterogeneity may define the tree- dimensional shape of mouse mesencephalic dopaminergi neurons. Nature 1984; 307: 641-643.

Page 4: apoptosis.pdf

4

Esposti MD, Hatzinisirou I, McLennan H, Ralph S. Bcl-2 and mitochondrial oxygen radicals: New approaches with reactive oxygen species-sensitive probes. J Biol Chem 1999; 98: 134-143. Green DR and Reed JC. Mitochondria and apoptosis. Science 1998; 281: 1309-1312. Grodzicky T and Elkon KB. Apoptosis: A case where too much or too little can lead to autoimmunity. Mt Sinay J med 2002; 69 :208-219. Gibson GE, Zang H, Xu H, Park LCH, Jeitner TM. Oxidative stress increase internal calcium stores and reduces a key mitochondrial enzymes. Biochem Biophts Acta 2001; 1588: 177-189. Kaplowitz N. Biochemical and cellular metabolisms of toxic liver injury. Semin Liver Dis 2002; 22: 137-144. Kimelberg HK, Norenberg MD. Astrocyte. Sci Am 1989; 260: 66-76. Kobayashi K, Hayashi M, Shimazaji M, Sugimori K, Koshino Y. Correlation between astrocyte apoptosis and alzheimer changes in gray matter lesion in Alzheimer disease. J Alzheimer Disease 2004; 6: 623-632. Strutt DI,Wiersdorff V, Mlodzik M. Regulation of furrow progression in the drosophila eye by cAMP-dependent protein kinase A. Nature 1995; 373: 705-709. Mattson MP, Chan SL. Calcium orchestra apoptosis. Nature Cell Biol 2003; 5: 1041-1043. Mitchell RN, Cotran RS. Cell injury, death and adaptation. In: Kumar V, Cotran RS, Rabbins SL (eds.). In Basic Pathology, Philadelphia : WB Saunders, 1997: 4-16. Nagata S. Apoptosis by death factor. Cell 1997; 88: 355-365. Yoon JG and Gores GJ. Death receptor-mediated apoptosis and the liver. J Hepatol 2002; 37: 400-410. Wang B and Kuspa A. Dictyostellum development in the absence of cAMP. Science 1997; 251-254. Wyllie AH. Apoptosis. Br J Cancer 1993; 67: 205-208.