aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

28
TUGAS KELOMPOK MANAJEMEN TEKNIK INDUSTRI PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL DAN TRANSAKSIONAL ADHI RAKHMAT 11/319646/TK/38769 RIRIH RAHMA RATINGHAYU 11/319625/TK/38749 FATANA SEPTIYANTI 11/312662/TK/37576 YUNITHA RATNA DILLA 11/313560/TK/37951 REFNITA ZHUO 11/319734/TK/38851

Transcript of aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

Page 1: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

TUGAS KELOMPOK MANAJEMEN TEKNIK INDUSTRI

PEMIMPIN TRANSFORMASIONAL DAN

TRANSAKSIONAL

ADHI RAKHMAT 11/319646/TK/38769

RIRIH RAHMA RATINGHAYU 11/319625/TK/38749

FATANA SEPTIYANTI 11/312662/TK/37576

YUNITHA RATNA DILLA 11/313560/TK/37951

REFNITA ZHUO 11/319734/TK/38851

Page 2: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam perkembangan industri yang sangat pesat sekarang ini, kebutuhan akan

keberhasilan dari setiap program kerja yang telah direncanakan, baik rencana pada awal

periode ataupun rencana-rencana kondisional selama kepengurusan manajemen tersebut

berlangsung adalah hal krusial untuk jadi perhatian. Kesalahan-kesalahan kecil dalam

planning maupun action akan mempengaruhi kinerja seluruh anggota suatu

perusahaan/industri serta hasil yang diterima konsumen yang buruk akan mengganggu

kepuasan dari pelanggan dan berujung pada berkurangnya pendapatan dari suatu

perusahaan/industri.

Oleh karena itu, sebagai calon dari manajer yang nantinya akan memimpin sebuah

perusahaan/industri, diperlukan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan yang baik untuk

dipergunakan dikemudian hari. Salah satu ilmu tentang kepemimpinan adalah

kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Dengan mengetahui

keduanya, kita dapat mengambil kesimpulan dari kelebihan tiap style kepemimpinan

tersebut. Bagaimana cara mengetahui seorang pemimpin dikategorikan sebagai seorang

yang transaksional dan transformasional akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

Page 3: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kepemimpinan

Dalam pandangan (Anthony & Govindarajan, 2003) setiap organisasi terdiri dari

elemen-elemen atau bagian yang telah ditentukan fungsi-fungsinya, untuk saling

bekerjasama dan saling mempengaruhi, dan tidak ada yang lebih dominan atau lebih utama

dari sebagian yang lain, kecuali harus terkoordinasi dalam tujuan-tujuan yang telah

ditentukan. Untuk bekerjanya sebagai sebuah sistem, organisasi Bass (1985)

mengemukakan kepemimpinan merupakan suatu proses mengarahkan, mempengaruhi dan

mengendalikan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan seperti halnya mempengaruhi

motivasi karyawan untuk mencapai tujuan khusus organisasi. Selain itu juga mempengaruhi

interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-

aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama dan kelompok kerja,

perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

Warren Bennis dalam bukunya “Leader, The Strategies for Taking Change”,

menyatakan kepemimpinan perlu untuk menolong organisasi, mengembangkan pendangan

baru, bagaimana supaya mereka dapat maju, kemudian memobilisasi perubahan organisasi

menuju pandangan baru.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi :

Pertama, kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan

atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk

menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau

bawahan, kepemimpinan tidak akan terjadi.

Kedua, seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his

or her power) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.

Page 4: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

2.1.1. Definisi Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang

melibatkan perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai

kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia

bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan

pribadinya pada saat itu (Bass, 1985 dalam Locke, 1997). Popper dan Zakkai (1994)

mendefinisikan kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang proaktif.

Proaktif di sini berarti pemimpin melihat kondisi saat ini sebagai batu loncatan untuk

pencapaian tujuan di masa depan

Seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para

pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi

maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul "Improving

Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio

(1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi

yang disebutnya sebagai "the Four I's".

a. Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal).

Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat

para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.

b. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi).

Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang

mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,

mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu

menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan

optimisme.

c. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual).

Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan

solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan

memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang

baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

d. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi

individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai

Page 5: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-

masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

bawahan akan pengembangan karir.

2.1.2. Definisi Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan

mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu.

Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan

mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.

Alasan ini mendorong Burn dalam Pawar dan Eastman (1997) untuk mendefinisikan

kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau

tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut.

Sedangkan Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah

sejumlah langkah dalam proses transaksional yang meliputi: pemimpin transaksional

memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari pekerjaannya dan mencoba

memikirkan apa yang akan bawahan peroleh jika hasil kerjanya sesuai dengan transaksi.

Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap

minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.

Bass dalam Howell dan Avolio (1993) mengemukakan bahwa karakteristik

kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu: contingent reward dan

management by exception. contingent reward (kepemimpinan dengan memberikan hadiah

merujuk pada perilaku yang berfokus pada pengklarifikasian persyaratan peranan dan

tugas, serta memberikan bawahan hadiah materi atau psikologis jika menyelesaikan

kewajiban kontraktual. Management by exception-active merujuk pada pemantauan aktif

pemimpin yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan standar kerja, management by

exception-passive terjadi saat pemimpin menunggu mengambil tindakan sampai terjadi

kesalahan yang menarik perhatiannya dan pemimpin gagal ikut campur dalam masalah

tersebut sampai masalah tersebut terlanjur menjadi serius.

Page 6: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

2.2 Pembelajaran Organisasi (Learning Organization)

Pembelajaran organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip dasar pembelajaran yakni

menerima dan mengumpulkan informasi, menginterpretasikannya, dan bertindak

berdasarkan interpretasi dari informasi tersebut (Garvin, 2000). Pembelajaran organisasi

menyediakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang memungkinkan organisasi belajar

(Cleveland dan Plastrik, 1995). Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai

seperangkat perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus

melakukan perbaikan. Pembelajaran organisasi merupakan jenis aktivitas dalam organisasi

dimana sebuah organisasi belajar (Ortenblad, 2001).

Menurut Huber (1991) dalam Hugo. (2009), pembelajaran organisasi terdiri dari

empat konstruk, yaitu:

a. Akuisisi informasi, jika dikaitkan dengan proses pembelajaran organisasi secara umum,

pemrosesan informasi dimulai dari akuisisi informasi, anggota organisasi

mengumpulkan informasi dari sejumlah sumber yang berada di dalam dan di luar

perusahaan, namun di pembelajaran organisasi modern, aspek penting akuisisi

informasi terjadi melalui pelatihan karyawan.

b. Distribusi informasi, informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan harus

idistribusikan pada anggota organisasi yang memerlukannya.

c. Interpretasi informasi proses menerjemahkan peristiwa, model-model pengembangan,

pencarian makna, dan pengumpulan skema konseptual untuk mengurangi ambiguitas

informasi), behavioral change and cognitive (pembelajaran organisasi dicerminkan

dalam perubahan yang menyertainya).

d. Memori organisasi, adanya sistem penyimpanan data-data dari waktu ke waktu

mengenai informasi-informasi atau peristiwa-peristiwa yang terjadi

Secara sederhana Learning Organization dapat digambarkan sebagai seperangkat

perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan

perbaikan.

Page 7: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 . Penerapan Kepemimpinan Transformational dan Transaksional dalam

Leraning Organization di PT. Bangun Satya Wacana

T. Bangun Satya Wacana (BSW) didirikan oleh Kompas Gramedia pada tahun

1989. Pada awalnya BSW bergerak dalam pengadaan perangkat keras komputer bagi

internal KG dan institusi pendidikan. Seiring perkembangan usaha dan kebutuhan dunia

pendidikan, tahun 1991 BSW mulai merambah ke produk perangkat lunak pendidikan

sekolah. Saat itu, perangkat lunak WordStar dan Lotus sangat populer di dunia pendidikan

dan usaha.

Tahun 1992 BSW bersinergi dengan Elexmedia Komputindo mengembangkan

paket pendidikan komputer untuk anak-anak TK SD. Mulai saat inilah BSW lebih serius

menggarap bisnis pendidikan komputer sekolah. Paket pendidikan yang dinamakan

SmartSchool, berisi perangkat lunak pendidikan untuk anak TK, SD dengan menggunakan

perangkat lunak edutainment.Sampai saat ini, produk BSW sudah bisa di temui dari Medan,

Riau, Batam, Palembang, Pangkal Pinang, Lampung, Samarinda, Balikpapan, Cilegon,

Jabodetabek, Sukabumi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Manado, Ambon.

3.1.1 Gaya Transaksional

Pada perusahaan ini atasan yang terdiri dari Koordinator Lokasi, Supervisor, dan

Branch Manager berperan penting dalam menciptakan kesuksesan proses learning

organization yang dilakukan dengan menerapkan gaya kepemimpinan transaksional yaitu

kepemimpinan yang cenderung memberikan arahan kepada bawahan, memberikan imbalan

dan hukuman atas kinerja bawahan, serta menitikberatkan pada perilaku untuk memandu

bawahan ke arah tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

Contoh riil penerapan kepemimpinan transaksional adalah:

Page 8: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

MBE adalah gaya atau tindakan yang dilakukan manajer apabila terjadi ketidak

sesuaian antara Kinerja Aktual (apa yang telah dan sedang dicapai) dengan Standar Kinerja

(apa yang harus dicapai).

Contoh

Seorang manajer menetukan bahwa jumlah produksi Software dalam sehari harus

ada 1.000 paket software tertentu sampai 1.200 paket. Saat produksi berjalan sesuai

standard, manager tidak mengambil tindakan-tindakan khusus terhadap kinerja

karyawannya. Karena suatu waktu dimana jumlah produksi software hanya 850 paket tiap

hari selama 7 hari. Maka saatnya MBE beraksi. Manajer memikirkan dan mengambil

keputusan yang harus dilakukan terhadap jumlah produksi yg tidak sesuai target.

Manager kemudian mencari tahu penyebab dari penrunan produksi paket software,

ia mengumpulkan informasi dari beberapa departemen yg terkait. Ia meminta setiap

departemen untuk memberikan laporan minggu tersebut. Bisa dikatakan ini adalah tahapan

akuisisi dan distribusi informasi untuk memetakan masalah. Setelah laporan diterima oleh

manajer menginterpretasikan data-data tersebut. Dari analisa diketahui bahwa banyak paket

software yang tidak lolos dalam quality control, hal itu karena cukup banyak paket software

yg belum memiliki atribut lengkap seperti buku panduan yg rusak. Selain itu beberapa fitur

program ada yg tidak berfungsi.

Dari hasil penilaian manager, kemudian disimpulkan bahwa kinerja bagian

percetakan dan pemprograman kurang lah optimal. Manager kemudian memberikan saran-

saran pada tiap departemen agar dapat memperbaiki kesalahannya. Untuk

meningkatkannya, maka manager membuat kebijakan memberikan gelar karyawan terbaik

setiap bulannya dan memberikan bonus tertentu setiap bulannya.

Dapat dilihat dari contoh tersebut bahwa manager menerapkan Mangement by

Exception dalam mengontrol jumlah produksi paket software PT Bangun Satya Wacana. Ia

mengawasi produksi tiap harinya dan saat menemukan hal yg tidak sesuai standard ia

menyikapinya, Manager juga menerapkan CONTINGENT REWARD (CR). Transaksi

konstruktif ini terbukti efektif dalam memotivasi orang lain untuk mencapai kinerja

tertinggi mereka, kendati tidak sebesar komponen kepemimipinan transformasional.

Kepemimpinan Contingent Reward melibatkan pemberian pekerjaan oleh pemimpin atau

menambah persetujuan pengikut atas kebutuhan apa yang harus dituntaskan dengan janji

Page 9: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

atau reward aktual yang ditawarkan dalam pertukarannya dengan derajat kepuasan yang

muncul dari pekerjaan tersebut.

Apabila dikaitkan dengan learning organization, tahap Akuisisi Informasi saat

terdapat pendekatan yang dilakukan para atasan yg mampu menunjukkan perilaku untuk

memberikan bantuan dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan, merundingkan dengan

bawahan mengenai bagaimana cara mencapai target kinerja, memusatkan perhatian pada

keluhan-keluhan, dan pada kegagalan-kegagalan terhadap standar yang ada akan

mendorong proses bawahan untuk mengumpulkan informasi serta mencari skill dan

pengetahuan yang dibutuhkan bagi organisasi agar tetap kompetitif dan dinamis

Selanjutnya mendistribusikan informasi tersebut lalu diinterpretasikan dengan benar

yang akhirnya akan menghasilkan perubahan perilaku dari bawahan.

 

3.1.2 Gaya Transformational

Temuan penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya mengembangkan proses

pembelajaran organisasi maka pendekatan kepemimpinan yang berusaha untuk

menciptakan antusiasme dari bawahan dengan memberikan inspirasi kepercayaan, loyalitas

dan rasa kagum dari bawahan, sehingga bawahan berusaha untuk menyatukan kepentingan

pribadi dan kelompok kerja. Upaya-upaya yang dilakukan seperti menciptakan karisma

atasan, dan memotivasi bawahan untuk terlibat dalam perubahan, dan stimulasi tingkat

intelektual karyawan maka karyawan akan berusaha untuk mengumpulkan informasi yang

bernilai dari sumber internal seperti sesama karyawan, menelaah keputusan- keputusan

yang terdahulu sebagai dasar pengambilan keputusan saat ini, dan eksternal guna

menciptakan kompetitivitas organisasi kemudian mendistribusikan informasi tersebut.

Para atasan (Koordinator Lokasi, Supervisor, dan Branch Manager) di BSW telah

menerapkan pendekatan transformasional dalam menjalankan fungsi kepemimpinan

mereka, yaitu kepemimpinan yang cenderung untuk memberikan motivasi kepada bawahan

untuk bekerja lebih baik serta menitikberatkan pada perilaku untuk membantu tranformasi

antara individu dengan organisasi. Secara dimensional dimensi motivasi inspirasional

adalah dimensi dengan nilai rata-rata tertinggi, masuk kategori setuju, artinya atasan

Page 10: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

dianggap telah memberikan inspirational motivation kepada bawahan. Sebaliknya dimensi

dengan nilai rata-rata terendah adalah individualized influence yang masuk kategori setuju,

disini meskipun dengan kategori nilai terendah akan tetapi atasan di mata karyawan tetap

menggunakan karisma untuk mendorong bawahan.

Salah satu temuan menarik dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh gaya

kepemimpinan transaksional lebih kuat dalam menjelaskan variasi perubahan pembelajaran

organisasi pada karyawan PT BSW di Surabaya, dibandingkan dengan kepemimpinan

transformasional. Gambaran ini menunjukkan bahwa pendekatan kepemimpinan yang

berbasis pada management by exception active dan pemenuhan kebutuhan karyawan untuk

melaksanakan pekerjaan, akan lebih mampu menciptakan dorongan guna melakukan proses

pembelajaran baik dari sisi proses akuisisi informasi, distribusi informasi dan interpretasi

informasi yang akhirnya menciptakan perubahan perilaku.

Salah satu alasan yang mendukung adanya pandangan transaksional berpengaruh

lebih kuat terhadap output organsasional dibanding transformasional, adalah individu yang

melaporkan adanya pendekatan kepemimpinan transaksional yang rendah seperti

contingent reward akan merasa bahwa karyawan tersebut tidak diberikan reward secara

fair. jika bawahan merasa tidak diberikan imbal balik secara fair atas upaya yang mereka

kerjakan maka sangat masuk akal bahwa perilaku kepmimpinan transformasional yang

bentuknya menuntut upaya dan kinerja lebih akan kurang sukses, serta dimensi

transaksional juga terkait dengan trust para bawahan, konsekuensinya kredibilitas atasan

yang mendorong pendekatan transformasional tidak akan sukses tanpa keterkaitan dengan

persepsi kredibilitas pimpinan yang terbentuk dari perilaku transaksional (Schriesheim et

al., 2006).

Page 11: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

3.2 . Penerapan Kepemimpinan Transaksional dan Transformational Oleh

Nelson Mandela

Nelson Mandela adalah seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa

bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Beliau

merupakan Presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan dan dia adalah salah satu tokoh

yang paling berperan yang membantu apartheid berakhir di Afrika Selatan. Setelah masa

jabatannya selesai sebagai presiden, Nelson Mandela kemudian menjadi advokat untuk

berbagai organisasi hak-hak sosial dan manusia.

Dalam kepemimpinannya, Nelson Man Nelson Mandela kemudian menjadi advokat

untuk berbagai organisasi hak-hak sosial dan manusia dela menerapkan gaya

kepemimpinan yang cenderung mengarah ke transformational namun tetap

menyeimbangkannya dengan gaya transactional. Gaya kepemimpinan Nelson Mandela

menjadi panutan hingga saat ini.

3.2.1 Gaya Transformational

Kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses di mana pemimpin dan

pengikut saling meningkatkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.

Pemimpin tersebut mencoba menimbulkan kesadaran diri anggota dengan menyerukan cita-

cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral, seperti kemerdekaan, keadilan, dan hak asasi

manusia, bukan di dasarkan atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian.

Dalam kepemimpinannya, Nelson Mandela mengimplementasikan gaya transformational

ini dalam perilaku-perilaku kepemimpinannya, yaitu:

1. Pengaruh didasarkan pada cita-cita

Lead from the front — but don’t leave your base behind. Ketika Mandela

memutuskan untuk memulai dialog dengan pemerintah apartheid, teman-temannya mengira

ia sudah ’menjual diri’. Ketimbang meninggalkan mereka dan maju sendiri dengan

keyakinannya, Mandela mendatangi mereka satu per satu, menjelaskan rencananya, dan

dengan sabar membujuk mereka pelan-pelan. Dalam hal ini, Nelson Mandela telah

Page 12: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

menerapkan gaya kepemimpinan transformational dimana sebagai seorang pemimpin, dia

membangun mutual trust, meyakinkan pengikutnya agar mempercayainya dengan

pendekatan personal untuk satu tujuan bersama.

2. Stimulasi Intelektual

Lead from the back — and let others believe they are in front . Tugas seorang

pemimpin, kata Mandela, bukanlah untuk menyuruh-nyuruh orang lain, melainkan untuk

menciptakan sebuah kesepakatan. Dalam rapat-rapat, Mandela biasanya mendengarkan

pendapat teman-temannya terlebih dahulu. Ketika tiba gilirannya, ia akan merangkum

semua pendapat itu, baru mengutarakan pendapatnya sendiri dan pelan-pelan mengarahkan

hasil diskusi tanpa nada memaksa atau memerintah. “It is wise,” he said, “to persuade

people to do things and make them think it was their own idea.” Nelson Mandela

memberdayakan pengikutnya dengan cara yang halus tanpa disadari oleh pengikutnya.

Seorang pemimpin dengan gaya transformational akan cenderung memotivasi pengikutnya,

dan mendorong pengikutnya untuk memiliki perspektif yang lebih luas sekaligus

menciptakan lingkungan belajar yang inovatif. Ini merupakan satu bentuk stimulasi

intelektual dalam gaya kepemimpinan transformational.

Quitting is leading too. Berhenti menjabat atau memerintah bukan berarti berhenti

memimpin. Jasa-jasa Mandela cukup signifikan untuk membuatnya menjadi presiden

seumur hidup, tapi ia menjadi salah satu dari sedikit pemimpin Afrika yang dengan

sukarela tidak ingin dipilih lagi ketika pemilu berikutnya menjelang. Bagi Mandela, yang

diikuti dari seorang pemimpin bukan hanya apa yang ia lakukan, tapi juga apa yang tidak ia

lakukan. Menyadari bahwa ada saat yang tepat untuk mundur dan membiarkan orang lain

maju merupakan cara kepemimpinan transformational yang menyadari kepentingan

bersama demi tercapainya tujuan bersama. Sehingga dengan demikian akan menstimulasi

pengikutnya dalam meningkatkan kemampuan mereka.

3. Motivasi Inspirational

Courage is not the absence of fear — it’s inspiring others to move beyond it.

Mandela kerap kali merasa gentar, dan menurutnya itu wajar dialami oleh seorang

pemimpin. Tapi, ia tidak ingin menunjukkan rasa takut itu di hadapan orang lain.

Keberanian yang ditampilkan Mandela, meskipun itu kadang hanya berpura-pura, dapat

Page 13: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

menenangkan kekuatiran dan menyemangati orang di saat-saat sulit. Sikap seperti ini

adalah satu bentuk contoh motivasi kepada pengikutnya dengan gaya transformational

dimana sebagai seorang pemimpin, penting menjadi figur yang dapat menginspirasi

pengikutnya.

Appearances matter — and remember to smile. Mandela percaya apa yang tampak

di luar sama pentingnya dengan apa yang ada di dalam. Karena itu, ia benar-benar

menggunakan penampilan fisik untuk membantu perjuangannya. Ia tampan, seorang petinju

amatir, anak seorang kepala suku, suka berpakaian rapi dengan jas, dan ia memanfaatkan

semua itu untuk membangun citranya. Tapi ikon yang paling menonjol dari Mandela adalah

senyumnya yang penuh kedamaian, sehingga ketika berkampanye untuk pilpres, ANC

(partainya) tak membutuhkan slogan lain. Dengan menyadari hal-hal pendukung seperti itu

Mandela membangun kharisma di depan seluruh orang tidak hanya pengikutnya saja.

4. Pertimbangan Individual

Keep your friends close — and your rivals even closer. Orang-orang dekat

Mandela tidak selalu orang yang ia sukai. Seringkali mereka adalah rivalnya, orang-orang

yang digosipkan berusaha menggulingkan kepemimpinannya. Tapi Mandela percaya bahwa

dekat dengan rival adalah satu cara untuk mengendalikan mereka. Tapi bukankah mereka

belum tentu akan loyal padanya? Mandela mengakui bahwa loyalitas memang penting, tapi

ia juga tak terlalu menggantungkan diri pada hal itu.

After all, he used to say, “people act in their own interest.” It was simply a fact of

human nature, not a flaw or a defect. Dengan sikap empati pada kebutuhan dan keinginan

pengikutnya, Mandela memperlakukan mereka sebagai individu unik dan terhormat

sehingga kinerja dan potensi mereka dapat berkembang lebih baik lagi.

Know your enemy — and learn about his favorite sport. Di awal perjuangannya,

Mandela bersikeras untuk belajar bahasa Afrikaan, bahasa orang kulit putih Afrika Selatan,

beserta sejarah kolonialisasi mereka. Ia bahkan berusaha mendalami rugby yang menjadi

olahraga favorit kulit putih Afsel. Hasilnya, ia mendapat respek dari pihak lawan, mula dari

sipir penjara hingga P. W. Botha (Presiden kulit putih Afsel pada masa apartheid), dan

memperlancar proses dialog dengan mereka. Dengan cara yang kreatif, Mandela

mengetahui seluk beluk lawannya melalui pendekatan individual.

Page 14: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

3.2.2 Gaya Transactional

Mengawasi bawahan untuk memastikan pekerjaan dijalankan secara efektif

Nothing is black or white. Meski Mandela jelas-jelas menentang apartheid, ia juga

sadar bahwa apartheid memiliki penyebab historis, sosiologis, dan psikologis yang

kompleks. Karena itu ia tak pernah terpaku pada satu jalan untuk memecahkan masalah.

Mandela adalah politikus yang pragmatis; Ia tak akan segan-segan mengubah ideologi atau

taktik (misalnya dengan menghentikan perjuangan bersenjata) jika memang itu adalah cara

paling praktis untuk mencapai tujuan akhirnya. Sikap mawas diri terhadap situasi dan

kondisi dan dapat mengambil keputusan dalam keadaan yang tepat agar pekerjaan berjalan

dengan efektif merupakan ciri dari gaya kepemimpinan transactional.

3.3 Penerapan Kepemimpinan Transaksional dan Transformational Oleh

Walt Disney.

Walter Elias Disney adalah seorang legenda. Disney memilisi sense yang baik sekali

dalam kesempurnaan. Hal itu dapat dilihat dari apa yang telah dikerjakannya.

Mencampurkan kreativitas dan inovasi menjadi sebuah ide, pandangan ini telah

menghasilkan hiburan dengan kualitas tinggi, penemuan baru dalam dunia animasi, gambar

bergerak.Walaupun dia mengalami berbagai kegagalan, pada akhirnya dia juga mencapai

kesuksesan dimana seluruh kemampuan dan passion yang dimilikinya dalam membuat

sebuah terobosan baru. Dalam memimpin bisnisnya, Walt Disney memakai prinsip

kepemimpinan transformasional

Disney was a man of great character. Being raised in the Midwest, he was known to

be highly ethical and charismatic (Williams, p.82). In fact, Pat Williams in How to Be

Like Walt reports:

Page 15: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

Disney adalah seserang yang inspirasional. Dia memiliki pandangan dan ideo yang

luar biasa. Dan yang membuatnya menjadi seorang pemimpin yang hebat adaah

kemampuannya dalam mengkomunikasikan ide tersebut dan memotivasi semangat dari

bawahannya.dan itu semua adalah karakteristik dari kepemimpinan transformasional.Dia

selalu memandang lurus ke depan dan tidak pernah kehilangan pandangan dari tujuannya.

Seluruh orang yang bekerja dengannya di Florida dan California sangat kagum dari

bagaimana keseluruahn detail dari rencana-rencana proyek dari Walt Disney direncanakan.

Sangat penting bagi seorang pemimpin yang transformasional untuk mendorang dan

memberdayakan bawahannya agar menjadi kreatif dan inovatif. Sebuah quotes dari Walt

Disney “Walt selalu meminta sesuatu yang mengagumkan dari dirimu dan percayalah pada

hal itu bahwa itu merupakan hadiah dari tuhan. Disney selalu bertanya tentang feedback

setelah animasi ditayangkan. Disney memiliki keahlian dalam mengetahui bakat

tersembunyi dan mengeluarkannya dengan maksimal

Pemimpin yang transformasional akan selalu melakukan support kepada

bawahannya. Walt melakukan hal ini dengan berakting sebagai pelatih dan juga sering

menjadi mentor untuk bawahannya. Selain itu, beliau juga merangkul bawahannya dan

memberi support dari setiap effort yang sudah dilakukan dan menyemangati mereka. Dia

juga memiliki kemampuan untuk menginspirasi kreatifitas dari staffnya disesuaikan dengan

keinginannya atas kesempurnaan.

Walaupun Walt Disney telah meninggal, saat ini banyak perusahaan yang memakai

role model seperti apa yang telah dilakukan Walt Disney. Karena itu, transformasional

model tidak selalu terpaku pada seseorang. Pemimpin-pemimpin seperti ini akan

membentuk perusahaan, staff dan lingkungannya agar memiliki poin-poin kepemimpinan

transformasional.

Page 16: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka seorang pemimpin dapat dikatakan seorang

Transaksional dan Transformasional jika memiliki cirri-ciri di bawah ini.

a. Pemimpin Transaksional

Management by exception-active merujuk pada pemantauan aktif pemimpin

yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan standar kerja,

Management by exception-passive terjadi saat pemimpin menunggu mengambil

tindakan sampai terjadi kesalahan yang menarik perhatiannya dan pemimpin

gagal ikut campur dalam masalah tersebut sampai masalah tersebut terlanjur

menjadi serius.

b. Pemimpin Transformasional

Idealized influence (pengaruh ideal)

Inspirational motivation (motivasi inspirasi)

Intellectual stimulation (stimulasi intelektual)

Individualized consideration (konsiderasi individu).

Page 17: aplikasi transformasional dan transaksional leadership.doc

Daftar Pustaka

Anthony, R.N. ; Govindarajan, V. ; 2003 ; Management Control Systems ; IRWIN, New

York

Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectation. New York: Free

Press.

Bass, B. M and Avolio. (1994). Improving Organizational Effectiveness through

Transformational Leadership. California: SEGE Publication

Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row

Garvin. 2000 Learning in Action: A Guide to Putting the Learning Organization to Work.

Boston: Harvard Business School Press.

Hugo Zagorsek, Vlado Dimovski, Miha Skerlavaj. 2009. Transactional and

Transformational Leadership Impacts on Organizational Learning. JEEMS, Vol. 2.

Huber. (1991). Micro-micro Linkage in Sociology. California: SEGE Publication