Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

15
APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst OLEH : EDDY NURCAHYONO KASTURI Makalah disampaikan pada Indo Aquaculture 2008 tanggal 19 Nopember 2008 Di Hotel Ina Garuda Yogyakarta

Transcript of Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

Page 1: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst

OLEH :EDDY NURCAHYONO

KASTURI

Makalah disampaikan pada Indo Aquaculture 2008 tanggal 19 Nopember 2008Di Hotel Ina Garuda Yogyakarta

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALARDIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN2008

Page 2: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst

APPLICATION OF THE SIMPLE RECIRCULATION SYSTEM IN SPAWNING ACCELERATION OF BROODSTOCK OF MUD CRAB (Scylla olivacea, Herbst)

Eddy Nurcahyono*,KasturiEmail : [email protected] Budidaya Air Payau Takalar

Desa Bontoloe Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan 92254

AbstrakSemakin berkembangnya budidaya kepiting menuntut tersedianya benih

secara kontinyu. Lamanya proses pemijahan induk yang telah matang gonad merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha pembenihan kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) secara kontinyu. Tujuan dari kegiatan rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan dengan perbaikan mutu lingkungan media pemeliharaan melalui aplikasi sistem resirkulasi sederhana. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem resirkulasi sederhana induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) dariTKO II dapat mencapai TKO IV sampai dengan proses pemijahan memerlukan waktu 14 – 16 hari dengan sintasan induk mencapai 70 %, periode latensi berkisar 9 – 11 hari, derajat kematangan ovarium sebesar 40 %, dan derajat pemijahan yang bisa mencapai 57,14 %. Sedang pada perlakuan tanpa sistem resirkulasi dariTKO II untuk mencapai TKO IV sampai proses pemijahan diperlukan waktu 50 - 72 hari dengan sintasan induk mencapai 40 %, periode latensi 9 – 11 hari, dan derajat kematangan ovarium 25 % serta derajat pemijahan mencapai 25 %. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut di duga karena efektifitas aplikasi sistem resirkuasi sederhana dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi parameter air yang tetap pada kisaran optimal sehingga membuat induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) merasa cocok dan nyaman untuk melakukan proses reproduksinya. Dari hasil kegiatan perekayasaan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi dapat mempercepat pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.Kata Kunci : Kepiting Bakau (Scylla olivacea,Herbst), Pemijahan, Resirkulasi

AbstractAquaculture development of mud crab more required sustainable crablet supply. A long time period of gonad maturated of broodstock spawning is one of the problem in sustainability hatchery development of mud crab (Scylla olivacea,Herbst). This research was aimed to accelerate mud crab spawning by improving culture media using the simple recirculation system. Result showed that in using recirculation time period of TKO II to TKO IV are 14 to 16 days with survival rate of 70 %, rate of ovarium maturation about 40 % and rate of spawning about 57, 14 %. Whereas, non recirculation time period of TKO II to TKO IV are 50 to 72 days with survival rate of 40 %, rate of ovarium maturation about 25 % and rate of spawning about 25 %. From that result showed that recirculation system can reduce time period of spawning increasing survival rate, ovarium maturation and rate of spawning.

Key words ; recirculation, spawning, mud crab

Page 3: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepiting bakau Scylla sp. merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis dan banyak diminati pasaran terutama untuk di ekspor ke Amerika Serikat, China, Hongkong, Taiwan, Korea selatan, Malaysia dan beberapa negara di kawasan Eropa. Komoditas ini di pasar internasional dijual dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Harga dan permintaan yang tinggi membuat eksploitasi kepiting bakau di alam semakin meningkat hingga terjadi over eksploitation. Peningkatan eksploitasi terutama kepiting yang sedang matang gonad atau dikenal dengan kepiting bertelur sehingga akan memacu penurunan stok populasi ataupun kepunahan komoditas ini ke depan.

Kegiatan budidaya di tambak merupakan alternatif dalam mencegah kegiatan eksploitasi di alam. Akan tetapi, ketersediaan benih merupakan kendala dalam pengembangan usaha ini, dimana selama ini penyediaan benih masih tergantung dari penangkapan di alam. Ketersediaan benih yang tepat waktu dan jumlah merupakan faktor utama pendukung berkembangnya usaha budidaya di tambak. Salah satu hambatan dalam usaha pembenihan kepiting bakau adalah ketersediaan induk yang siap memijah. Untuk itu penyediaan induk kepiting bakau yang matang gonad merupakan langkah awal kegiatan pembenihan.

Usaha memacu proses pematangan gonad biasanya dilakukan dengan manipulasi hormon, pakan dan manipulasi lingkungan (Lockwood 1967; Primavera 1985). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses-proses reproduksi. Lingkungan juga merupakan sumber stimulasi yang kali pertama mempengaruhi mekanisme sistem saraf pusat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fujaya (1996), juga menunjukkan bahwa spektrum cahaya sangat berpengaruh terhadap kematangan ovarium kepiting bakau Scylla serrata Forskal. Akan tetapi, hasil beberapa penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada usaha pematangan gonad sedangkan proses pemijahan dari TKO IV berlangsung cukup lama sehingga akan menghambat proses pembenihan secara berkelanjutan.

Salah satu cara dalam mempercepat proses pemijahan adalah dengan manipulasi lingkungan sehingga kondisi lingkungan terutama media pemeliharaan selalu dalam keadaan optimal dan dapat merangsang percepatan proses pemijahan induk kepiting bakau. Sistem resirkulasi air merupakan salah satu cara mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran yang optimal. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Nana.et., al (2007) bahwa sistem resirkulasi akan menstabilkan kualitas air seperti oksigen yang tinggi, suhu air yang s intervensi akumulasi sisa pakan dan feses ke dalam media. Dengan kondisi lingkungan yang optimal tersebut diharapkan dapat mempercepat proses pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.

Page 4: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst yang telah matang gonad melalui usaha perbaikan lingkungan pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem resirkulasi sederhana sehingga proses pembenihan dapat berlangsung secara kontinyu.

1.3 Sasaran

Sasaran dari kegiatan ini adalah penyedian induk yang cepat memijah sehingga proses produksi pembenihan kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst dapat berjalan secara berkelanjutan.

II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan perekayasaan ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai September 2007 di Unit Rekayasa Produksi Benih Kepiting Balai Budidaya Air Payau Takalar.

2.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :

a. Induk Kepiting Bakau(Scylla olivacea, Herbst).

b. Pakan Induk (Kerang dan Cumi – cumi).

c. Multivitamin.

d. Formalin

e. Pasir Kwarsa

f. Arang dan zeolite

Alat – alat yang digunakan adalah :

a. Tempat Pemeliharaan Induk (Bak Beton 2 m X 5m X 1,5m dilengkapi peralatan aerasi, substrat pasir putih setinggi 15 cm, dan sekat sekat bambu ukuran 60 cm X 60 cm X 60 cm).

b. Ember, baskom,selang spiral, dan peralatan kerja lainnya.

c. Lampu ultraviolet 2 balon buatan BBAP Takalar.

d. Pompa air

Page 5: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

2.3 Metode

2.3.1. Pemeliharaan Induk

Induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst diperoleh dari nelayan atau pengumpul di Takalar, Maros dan Makassar. Induk yang dipilih adalah induk yang telah matang ovarium dengan tingkat kematangan ovarium (TKO) II dan III. Pengamatan TKO dilakukan dengan mengamati sambungan (joint) antara karapaks dengan abdomen terakhir (Hiatt ,1948 dalam Sumpton et al., 2003). Berat induk yang digunakan berkisar 150 – 250 g/individu dengan lebar (internal carapace width – ICW) dan panjang karapaks (carapace length – CL) berkisar masing-masing 11,05 – 12,50 cm dan 6,6 – 7,00 cm. Sebelum di aklimatisasi, induk kepiting bakau yang telah diseleksi disucihamakan dalam larutan formalin 25 ppm selama 25 menit.

Induk betina kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst masing – masing perlakuan sebanyak 10 ekor dipelihara dalam bak beton ukuran 5 m x 2 m x 1,5 m. Dasar bak berisi hamparan substrat pasir putih setinggi kurang lebih 15 cm. Ketinggian air pemeliharaan berkisar 40 cm. Pemeliharaan induk menggunakan sistem resirkulasi dengan menggunakan filter mekanik berupa pasir kwarsa,dan arang serta zeolit. Untuk mereduksi bakeri pada media pemeliharaan dilakuakan dengan radiasi sinar ultaviolet produksi BBAP Takalar. Salinitas yang digunakan selama pemeliharaan induk adalah 32 – 34 ppt. Kanibalisme selama masa pemeliharaan dikurangi dengan membuat sekat – sekat bambu ukuran 60 cm X 60 Cm X 60 Cm.

Selama masa pemeliharaan, induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst diberi pakan segar cumi-cumi dan kerang yang telah diberi multivitamin masing-masing dengan komposisi 60% dan 40% (Nurcahyono, E dan Kasturi,2007). Dosis pakan yang diberikan antara 15 - 25% dari biomass. Pakan diberikan dua kali per hari pada pagi dan sore dengan perbandingan 30 % : 70 %. Pakan yang tidak termakan disiphon keluar dari bak pemeliharaan. Pergantian air dilakukan setiap pagi hari sebanyak 100 – 200% sebelum pemberian pakan.

2.3.3. Pengamatan Parameter dan Kualitas Air

Parameter yang diamati meliputi sintasan induk, periode latensi, derajat kematangan ovarium. Sintasan merupakan prosentase induk yang hidup hingga akhir kegiatan. Periode latensi adalah lama pematangan ovarium hingga TKO IV. Derajat kematangan ovarium adalah prosentase perbandingan antara induk yang matang ovarium TKO IV dengan jumlah populasi. Derajat pemijahan adalah prosentase antara kepiting yang memijah dan yang masih TKO IV.

Parameter kualitas air harian yang diamati adalah oksigen terlarut (Dissolved Oksigen – DO), ammonia, pH, suhu serta salinitas. Pengambilan sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air. Pengukuran suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58, Yellow Springs

Page 6: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

Instrumen co. Inc., USA), pH mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201, Radiometer Analytical, S.A., France), salinitas menggunakan hand refraktometer (Atago S/mill – E – Japan), sedangkan ammoniak dilakukan dengan metode spektrofotometer.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tata laksana sistem resirklasi sederhana yang digunakan pada proses percepatan pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst tampak seperti pada gambar berikut.

Sistem kerja dari sistem resirkulasi sederhana ini adalah air dari media pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air dan dilewatkan sistem filtrasi bertingkat yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit, yang disusun bertingkat sedemikian rupa, dimana pada masing – masing bagian diberi sekat kain kasa. Pada bagian bawah sendiri digunakan pecahan – pecahan batu karang yang berfungsi sebagai pengendapan air sebelum dipompa untuk diresirkulasi. Pasir kwarsa berfungsi untuk untuk menyaring atau menahan partikel – partikel sisa bahan organik. Sedangkan arang dan zeolit berfungsi untuk menetralisir air dengan menyerap zat – zat yang dapat mengotori air dan menyebabkan toksin pada organisme yang dipelihara. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Yudansa (2006) bahwa zeolit dapat berfungsi sebagai Menyerap dan menukar senyawa kimia yg meracuni air seperti N2, NH3 (amoniak), H2S, COD, BOD & CO2, meningkatkan O2, menjaga stabilitas kondisi air pada tingkat ideal,dan menurunkan tingkat pencemaran yang timbul dari kotoran dan sisa pakan yang membusuk. Kemudian air dialirkan ke bak pengendapan air yang dilengkapi pecahan batu karang yang selanjutnya dipompa dan dialirkan kembali ke media pemeliharaan melalui pipa paralon ¾ inchi. Sebelum masuk ke media pemeliharaan air dilewatkan dulu melalui sinar ultraviolet denan tujuan untuk mereduksi dan mengurangi bakteri pathogen terutama bakteri Vibrio,sp. Untuk mencegah penumpukan kotoran pada sistem filtrasi setiap 1 – 2 minggu sekali dilakukan

Gambar 1. Sistem resirkulasi sederhana pada proses percepatan pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst

Page 7: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

pencucian sistem filtrasi yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit serta batu karang.

Hasil pengamatan aplikasi sistem resirkulasi sederhana pada pemeliharaan induk kepiting bakau Scylla olivacea seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil pengamatan sistem resirkulasi sederhana dalam percepatan pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.

ParameterAplikasi sistem resirkulasi

sederhanaTanpa sistem resirkulasi

Sintasan Induk (%)Periode latensi (hari)Derajat Kematangan ovarium (%)Derajat Pemijahan (%)Lama proses TKO II hingga Pemijahan (Hari)

709 – 1140

57,14314 – 16

409 – 1125

2550 – 72

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan aplikasi sistem resirkulasi sederhana tingkat kehidupan induk Scylla olivacea, Herbst yang dipelihara dapat mencapai 70 %, sedangkan pada non resirkulasi tingkat kehidupannya hanya mencapai 40 % atau kematiannya mencapai 60 %. Tingginya tingkat kematian pada perlakuan tanpa resirkulasi disebabkan oleh adanya serangan parasit yang menempel pada insang sehingga akan mengurangi absorbsi oksigen bagi metabolisme kepiting, jenis parasit yang menyerang adalah octolasmis, sp. yaitu organisme yang menempel pada insang induk kepiting (Gambar 2 - a & b) . Parasit ini muncul diduga karena buruknya kualitas air pada media pemeliharaan induk yang menyebabkan kurangnya pasokan oksigen terlarut yang dapat mengakibatkan kondisi induk menjadi lemah dan kurang berselera makan sehingga akan mengganggu proses metabolisme secara keselurahan yang dapat menyebabkan kematian pada induk itu sendiri. Selain itu juga terlihat karapas yang mulai ditumbuhi parasit dan lumut untuk induk yang dipelihara tanpa sistem resirkulasi sederhana (Gambar 2- c & d). Sedangkan pada sistem resirkulasi kematian kebanyakan disebabkan oleh penyesuaian kondisi induk dengan lingkungan. Hal ini dapat diketahui bahwa induk menglami kematian 1 – 2 hari setelah penebaran di bak pemeliharaan induk (Gambar 3 a & b).

Periode latensi pada keduanya cenderung sama yaitu 9 – 11 hari.Derajat kematangan ovarium pada kedua perlakuan cenderung berbeda dimana pada aplikasi sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 40 % sedang tanpa resirkulasi baru mencapai 25 % begitu pula dengan derajat pemijahan dimana pada aplikasi sistem resirkusi sederhana mencapai 57,143 % dan 25 % pada perlakuan tanpa resirkulasi. Dampak lain yang kelihatan dari aplikasi sistem resirkulasi sederhana adalah lamanya waktu yang diperlukan induk untuk melakukan pemijahan dari TKO II hingga pemijahan pada sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 14 – 16 hari lebih singkat dari perlakuan tanpa resirkulasi yang mulai dapat memijah pada hari ke 50 hingga hari 72 pemeliharaan. Hal ini mengindikasikan bahwa

Page 8: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

penggunaan sistem resirkulasi sederhana dapat mempercepat pematangan ovarium dan proses pemijahan.

Dengan adanya sistem resirkulasi sederhana kondisi lingkungan akan terjaga pada kondisi yang optimal sehingga membuat individu yang dipelihara nyaman untuk melakukan sistem reproduksinya. Hal ini sesuai dengan apa yang

a

c

a1

b

Gambar 2. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan Tanpa Sistem Resirkulasi Sederhana : a) Insang terlihat kotor dan berwarna hitam ; b) insang mulai berwarna hitam dan ditumbuhi parasit octolacmis sp. c) pada karapaks induk terdapat parasit (tritip) ; d). pada karapaks induk ditumbuhi lumut ;

Gambar 3. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan dengan Sistem Resirkulasi Sederhana ; a).karapas tidak terdapat parasit ; b) Insang besih dan tidak terdapat parasit.

d

b

Page 9: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

dikemukakan oleh Udi Putra, et.al., (2007) bahwa sistem resirkulasi dengan kondisi kualitas aliran yang baik akan mampu menyediakan oksigenasi air yang baik yang diperlukan dalam respirasi dan suhu air media yang stabil, selain itu aliran yang baik mampu memompa keluar sisa metabolisme terutama amonia.

Penggunaan sinar ultraviolet pada proses sistem resirkulasi juga memberi dampak yang cukup besar pada induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst. Dimana dengan adanya kombinasi sistem filter mekanik dan radiasi sinar ultraviolet dapat mengurangi populasi bakteri pathogen seperti Vibrio sp, jamur Legenedium, sp dan Leucothrix,sp yang sering menyerang telur yang dierami pada abdomen induk kepiting, serta serangan protozoa atupun parasit lainnya seperti octolasmis yang menempel pada insang sehingga menyebabkan perebutan konsumsi oksigen. Udi Putra, at. al (2007) mengungkapkan bahwa penggunaan 2 lampu UV diperoleh dengan perlakuan dosis UV 409.777 µWs/Cm2 , 319.626 µWs/Cm2, 255.700 µWs/Cm2, 191.392 µWs/Cm2 atau dengan kecepatan 0.78 L/d, 1 L/dt, 1.25 L/dt dan 1.67 L/dt menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Total bakteri dapat direduksi hingga > 70% pada dosis terendah (kecepatan air tinggi) dan mendekati 100% pada dosis tertinggi. Sedang jenis bakteri Vibrio sp dapat direduksi hingga 100 % mulai dari dosis yang rendah.

Dari pengamatan hasil pengamatan parameter kualitas air media pemeliharaan terlihat bahwa kondisi air dengan aplikasi sistem resirkulasi sederhana cenderung lebih optimal bila dibanding tanpa sisten resirkulasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan parameter kualitas air selama pemeliharaan.

Tabel 2. Hasil pengamatan parameter kulaitas air pemeliharaan selama kegiatan berlangsung.

Parameter Aplikasi sistem resirkulasi Tanpa sistem resirkulasiSalinitas (ppt)

Suhu (0C)pH

AlkalinitasDONH3

Total bakteri (cfu/ml)Total vibrio (cfu/ml)

32 – 3427 – 31

7,69 – 8,04134,63 -177,0

5,31 – 6,520 – 0.0135,0 X 104

< 102

32 – 3427 – 30

8,19 – 8,71186,51 – 208,51

3,20 – 4,460 - 0,3873,2 X 10 8

1,7 X 105

Menurut Kasprijo. et. al (1994) bahwa pemeliharaan induk kepiting bakau pada kisaran 27 – 280C dapat mempercepat kematangan gonad. Dari hasil pengamatan selama pemeliharaan terlihat kisaran suhu pada masing – masing perlakuan masih dalam kisaran yang relatif stabil yaitu antara 27 – 31 0 C. Sedang menurut Gunarto (1990) pH yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah 6,5 – 8,5. kadar amonia 0,06 – 0,09 ppm. Dari hasil perlakuan dapat diketahui bahwa aplikasi sistem resirkulasi masih dalam keadaan optimal sedang pada aplikasi non resirkulasi melebihi batas optimal sehingga diduga tingginya kadar

Page 10: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

ammonia disebabkan oleh tingginya bahan organik dan rendahnya kadar oksigen dalam media pemeliharaan sehingga menyebabkan kematian induk lebih banyak.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KesimpulanDari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi

dapat mempertahankan kisaran pameter kualitas air pada kisaran optimal serta dapat mengendalikan dan mengurangi populasi pathogen serta membuat induk menjadi nyaman dengan kondisi lingkungan tersebut dan dapat memacu percepatan proses pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.

4.2 SaranSebaiknya dalam pemeliharaan induk kepiting bakau Scylla olivacea

menggunakan sistem resirkulasi guna mempercepat proses pemijahan induk.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai BAP Takalar yang telah memfasilitasi,memotivasi semangat kepada penulis, drh. Joko, P. Nana, Kherel, Tim Pakan alami, dan Laboratorium penyakit dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Budimawan, Fattah, M. H., Atjo, H., 2000. Pengkajian Aspek Reproduksi Alami dan Produksi Buatan Larva Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal, 1775) Secara Massal Dalam Upaya Peningkatan Produksi. Laporan Riset Unggulan Terpadu VII Bidang Teknologi Hasil Pertanian. Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Fujaya, Y., 1996. Pengaruh Spektrum Cahaya Terhadap Perkembangan Ovarium Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor. Thesis.

Fujaya, Y., 2004. Pemanfaatan Ekstrak Ganglion Toraks Kepiting Non-Ekonomis Sebagai Stimulan Perkembangan In Vitro Sel Telur Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst 1796. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Disertasi.

Keenan, C.P., Davie, P.J.F., Mann. D.L., 1998. A Revision of the Genus Scylla De Haan, 1833 (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Portunisae). The Raffles Bulletin of Zoology 46(1): 217

Udi Putra, N. S.S.,M. Syaichudin, Fauzia, Suarni,Hasmawati,M.Syahrir. 2007. The Effort of Improving grouper fish Performance (Epinephelus fuscogutatus) on Rearing High Density by Water flow stimulation. Prosiding Indonesian Aquaculture. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Udi Putra N.S.S, M. Syaichuddin, Tamrin. 2007. Efektifitas Ultraviolet Sederhana dalam mereduksi Bakteri pathogen di dalam media air buydidaya. Prosiding Indonesia

Page 11: Aplikasi sistem resirkulasi pada induk kepiting bakau (Scylla olivacea)

Aquaculture 2007. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Nurcahyono,E dan Kasturi. 2007. Penggunaan Pakan Cumi – cumi (Loligo sp.) dan Kerang (Perna viridis) dalam Percepatan Pematangan Gonad Induk Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst. Laporan Tahunan BBAP Takalar Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.