APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)...

12
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN LAHAN PADA DAS BADUNG PROVINSI BALI Saikhul Islam 1 , Moh. Sholichin 2 , Runi Asmaranto 2 1 Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Email : [email protected] ABSTRAK DAS Badung merupakan salah satu DAS yang berada di Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (KSN SARBAGITA) dan melintasi 2 (dua) wilayah administrasi dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tata guna lahan yang sebagian besar merupakan pemukiman dan sawah irigasi serta luas hutan yang hanya 1,93 km 2 atau hanya 3,53% dari luas total DAS memungkinkan terjadinya erosi. Metode yang digunakan dalam menghitung laju erosi yang terjadi adalah metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dan pengelolaan data-data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG. Hasil analisis diperoleh erosi sebesar 4,03 316,769 ton/ha/tahun yang berarti terjadi kehilangan tanah sebesar 0,363 - 28,538 mm/tahun. Berdasarkan analisis tingkat bahaya erosi menurut ketetapan Departemen Kehutanan diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi yaitu, sangat ringan seluas 264,676 ha (4,84 %), ringan : 2319,789 ha (42,422 %), sedang : 414,91 ha (7,587 %), berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat berat : 52,85 ha (0,966 %), sedangkan untuk tingkat kekritisan lahan yaitu, potensial kritis : 2584,465 ha (47,262), %), semi kritis : 414,91 ha (7,587 %), kritis : berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat kritis : 52,85 ha (0,966 %). Sedangkan arahan fungsi kawasan di DAS Badung hanya terdiri dari 1 (satu) kawasan, yaitu Kawasan Budidaya. Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis (SIG), Erosi, Tingkat Bahaya Erosi, USLE (Universal Soil Loss Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS) ABSTRACT Badung watershed is one of the watershed that located in the National Strategic Areas in Denpasar, Badung, Gianyar and Tabanan (KSN Sarbagita) and across the two (2) administrative area with population growth and high economic in Badung and Denpasar. Land use, mostly residential and irrigated fields and forest that only 1.93 km2 or just 3.53% of the total area of the watershed allows erosion. The method used in calculating the rate of erosion using USLE (Universal Soil Loss Equation) and management of spatial data using Geographic Information System (GIS). The result of analysis obtained erosion value of 4,03 316,769 tons/ha/year, which means loss of land from 0.363 to 28.538 mm / year. Based on the analysis of the level of danger of erosion by the Ministry of Forestry decree known level of erosion that occurs , very light area of 264.676 ha (4.84%), light: 2319.789 ha (42.422%), being: 414.91 ha (7.587%) , weight: 2416.178 ha (44.184%), very heavy: 52.85 ha (0.966%), while the critical level of land which, potentially critical: 2584.465 ha (47.262),%), semi-critical: 414, 91 ha (7.587%), Critical: weight: 2416.178 ha (44.184%), very critical: 52.85 ha (0.966%). While landing area function in watershed Badung only consist of 1 (one) area, namely cultivation zone. Key Words : Geographic Information System (GIS), Erosion, Erosion Danger Level, USLE (Universal Soil Loss Equation), Watershed.

Transcript of APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)...

Page 1: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA

TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN LAHAN PADA DAS BADUNG

PROVINSI BALI

Saikhul Islam1, Moh. Sholichin2, Runi Asmaranto2 1Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya

2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Email : [email protected]

ABSTRAK

DAS Badung merupakan salah satu DAS yang berada di Kawasan Strategis Nasional Perkotaan

Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (KSN SARBAGITA) dan melintasi 2 (dua) wilayah administrasi

dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang tinggi yaitu Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Tata

guna lahan yang sebagian besar merupakan pemukiman dan sawah irigasi serta luas hutan yang hanya 1,93

km2 atau hanya 3,53% dari luas total DAS memungkinkan terjadinya erosi.

Metode yang digunakan dalam menghitung laju erosi yang terjadi adalah metode USLE (Universal Soil

Loss Equation) dan pengelolaan data-data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG.

Hasil analisis diperoleh erosi sebesar 4,03 – 316,769 ton/ha/tahun yang berarti terjadi kehilangan tanah

sebesar 0,363 - 28,538 mm/tahun. Berdasarkan analisis tingkat bahaya erosi menurut ketetapan Departemen

Kehutanan diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi yaitu, sangat ringan seluas 264,676 ha (4,84 %), ringan

: 2319,789 ha (42,422 %), sedang : 414,91 ha (7,587 %), berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat berat : 52,85

ha (0,966 %), sedangkan untuk tingkat kekritisan lahan yaitu, potensial kritis : 2584,465 ha (47,262), %), semi

kritis : 414,91 ha (7,587 %), kritis : berat : 2416,178 ha (44,184 %), sangat kritis : 52,85 ha (0,966 %).

Sedangkan arahan fungsi kawasan di DAS Badung hanya terdiri dari 1 (satu) kawasan, yaitu Kawasan

Budidaya.

Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis (SIG), Erosi, Tingkat Bahaya Erosi, USLE (Universal Soil Loss

Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS)

ABSTRACT

Badung watershed is one of the watershed that located in the National Strategic Areas in Denpasar,

Badung, Gianyar and Tabanan (KSN Sarbagita) and across the two (2) administrative area with population

growth and high economic in Badung and Denpasar. Land use, mostly residential and irrigated fields and

forest that only 1.93 km2 or just 3.53% of the total area of the watershed allows erosion.

The method used in calculating the rate of erosion using USLE (Universal Soil Loss Equation) and

management of spatial data using Geographic Information System (GIS).

The result of analysis obtained erosion value of 4,03 – 316,769 tons/ha/year, which means loss of land

from 0.363 to 28.538 mm / year. Based on the analysis of the level of danger of erosion by the Ministry of

Forestry decree known level of erosion that occurs , very light area of 264.676 ha (4.84%), light: 2319.789 ha

(42.422%), being: 414.91 ha (7.587%) , weight: 2416.178 ha (44.184%), very heavy: 52.85 ha (0.966%), while

the critical level of land which, potentially critical: 2584.465 ha (47.262),%), semi-critical: 414, 91 ha

(7.587%), Critical: weight: 2416.178 ha (44.184%), very critical: 52.85 ha (0.966%). While landing area

function in watershed Badung only consist of 1 (one) area, namely cultivation zone.

Key Words : Geographic Information System (GIS), Erosion, Erosion Danger Level, USLE (Universal Soil

Loss Equation), Watershed.

Page 2: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

DAS Badung adalah DAS yang

berlokasi di bagian selatan provinsi Bali dan

terletak pada 8°32'24.92''–8°44'48.88'' LS

dan 115°12'2.54''–115°12'39.06" BT.

Menurut Peraturan Presiden No.45 Tahun

2011 DAS Badung merupakan salah satu

DAS yang berada di Kawasan Strategis

Nasional Perkotaan Denpasar, Badung,

Gianyar, dan Tabanan (KSN

SARBAGITA) dan melintasi 2 wilayah

administrasi dengan pertumbuhan

penduduk dan ekonomi yang tinggi yaitu

Kabupaten Badung dan Kota Denpasar

yang terdiri dari 6 Kecamatan dan 36 desa

yang memiliki kondisi fisik dan sosial yang

beragam.

Balai Wilayah Sungai Bali-Penida

yang secara geografis terletak pada DAS

Badung berupaya melakukan kajian pada

strategis tersebut dan pada kegiatan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber

Daya Air Tahap I diketahui luas hutan pada

DAS Badung hanya 3,53% dari luas total

DAS Badung 54,684 km2. Kondisi ini

dapat menjadi lebih parah apabila melihat

kondisi DAS Badung yang terletak pada

daerah yang memiliki pertumbuhan

penduduk dan ekonomi yang tinggi serta

masih belum optimalnya manajemen

pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat

(Community Empowerment).

1.2. Identifikasi Masalah

Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Pusat Regional Lingkungan Hidup

(Pusreg LH) Bali-Nusra dan Pengawasan

Pembangunan dan Lingkungan Hidup

(PPLH) UNUD pada tahun 2009

menyatakan bahwa daya dukung lahan dan

air DAS Badung telah berada dalam kondisi

defisit yang disebabkan oleh bertambahnya

jumlah penduduk yang disertai dengan

berkurangnya lahan-lahan yang bersifat

sebagai penyerap air. Dengan kondisi tata

guna lahan yang sebagian besar merupakan

pemukiman dan sawah irigasi dan kondisi

hutan yang luasnya semakin berkurang

memungkinkan terjadinya erosi yang

apabila tidak dilakukan upaya rehabilitasi

akan memperburuk kondisi DAS di masa

yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas bisa diambil

kesimpulan bahwa perlu dilakukan upaya

rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada

DAS Badung serta diperlukan pula suatu

perencanaan pengelolaan dan teknik

konservasi yang terpadu sehingga dapat

terpenuhinya penggunaan kebutuhan

sekarang dan kebutuhan yang akan datang.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dan manfaat dari studi

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapa besarnya laju

erosi, tingkat bahaya erosi, kekritisan

lahan serta arahan fungsi kawasan yang

seharusnya pada DAS Badung.

2. Untuk mengetahui pemanfaatan Sistem

Informasi Geografis (SIG) dalam usaha

perencanaan dan pengelolaan DAS yang

berkelanjutan.

3. Sebagai referensi dalam pengendalian

dan usaha konservasi di DAS Badung.

4. Sebagai referensi bagi instansi terkait

dalam melaksanakan konservasi tanah

dan rekomendasi arahan rehabilitasi

lahan pada DAS lainnya.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Erosi

Erosi adalah suatu proses di mana tanah

dihancurkan (detached) dan kemudian

dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan

air, angin atau gravitasi. Di Indonesia erosi

yang terpenting adalah disebabkan oleh air

(Hardjowigeno, 1987:128). Sedangkan

menurut Arsyad (2006:42) erosi adalah

peristiwa pindahnya atau terangkatnya

tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu

tempat ke tempat lain oleh suatu media

alami. Proses terjadinya erosi bermula

dengan hancurnya agregat tanah oleh air

Page 3: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

hujan yang jatuh ke bumi dan penghancuran

agregat tanah tersebut kemudian dipercepat

dengan adanya daya penghancuran dan

daya urai dari air hujan itu sendiri.

Hancurnya agregat ini kemudian

menyumbat pori-pori tanah sehingga

mengakibatkan berkurangnya infiltrasi

sehingga air akan mengalir dipermukaan

tanah yang kemudian disebut dengan

limpasan permukaan (run off), aliran air ini

nantinya akan mengikis dan mengangkut

partikel-partikel yang telah dihancurkan.

Selanjutnya jika tenaga aliran permukaan

tersebut sudah tidak mampu lagi untuk

mengangkut bahan-bahan hancuran

tersebut maka bahan yang terangkut ini

diendapkan.

Perhitungan besarnya erosi dalam studi

ini menggunakan rumus USLE (United Soil

Loss Equitment) yaitu :

A = R. K. LS. CP

Di mana :

A : laju erosi lahan (ton/ha/thn)

R : indeks erosivitas hujan (KJ/ha)

K : indeks erodibilitas tanah

LS : faktor panjang dan kemiringan lahan

CP : faktor tanaman dan pengelolaan lahan

A. Faktor Erosivitas Hujan

Erosivitas hujan adalah tenaga

pendorong yang menyebabkan

terkelupasnya dan terangkutnya partikel-

partikel tanah ke tempat yang lebih rendah.

Erosivitas hujan sebagian terjadi karena

pengaruh jatuhan butir-butir hujan langsung

di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran

air di atas permukaan tanah. Nilai R yang

merupakan daya rusak hujan, dapat

ditetukan dengan persamaan penduga yang

telah disusun oleh Bols (1978) berdasarkan

data hujan Indonesia: : 𝐸𝐼30 = 6,119(𝑅𝐴𝐼𝑁)1,21. (𝐷𝐴𝑌𝑆)−0,47 . (𝑀𝐴𝑋𝑃)0,53

Dengan :

EI30 = erosivitas hujan rata-rata tahunan

(KJ/ha)

RAIN = curah hujan rata-rata tahunan (cm)

DAYS =jumlah hari hujan rata-rata

pertahun (hari)

MAXP = curah hujan maksimum rata-rata

dalam 24 jam per bulan untuk

kurun waktu satu tahun (cm)

B. Indeks Erodibilitas Tanah

Erodibilitas adalah kepekaan tanah

terhadap daya menghancurkan dan

penghanyutan oleh air curahan hujan,

dengan kata lain erodibilitas adalah

kepekaan suatu tanah untuk mengalami

peristiwa erosi. Jika nilai K (faktor

erodibilitas) suatu tanah tanah tersebut

tinggi maka tanah itu peka atau mudah

terkena erosi dan jika nilai K tanah itu

rendah berarti daya tahan tanah itu kuat atau

resisten terhadap erosi. Faktor erodibilitas

tanah menunjukan resisten partikel tanah

terhadap pengelupasan dan transportasi

partikel-partikel tanah oleh adanya energi

kinetik air hujan. Meskipun resistensi

tersebut di atas akan bergantung pada

topografi, kemiringan lereng dan besarnya

gangguan oleh manusia. Besarnya

erodibilitas atau resistensi tanah juga

dibentuk oleh karakteristik tanah seperti ;

tekstur tanah, stabilitas agregat tanah,

kapasitas infiltrasi dan kandungan bahan

organik (Asdak, 2007).

C. Faktor Panjang dan Kemiringan

Lereng

Topografi berperan dalam menentukan

kecepatan dan volume limpasan

permukaan. Dua unsur topografi yang

berpengaruh terhadap erosi adalah panjang

lereng dan kemiringan lereng (Arsyad,

1983 dalam Utomo, 1989: 34). Semakin

panjang lereng, maka volume kelebihan air

yang berakumulasi di atasnya menjadi lebih

besar dan kemudian semua akan turun

dengan volume dan kecepatan meningkat.

Pengaruh panjang lereng menurut pakar

sangat bervariasi tergantung keadaan

tanahnya. Pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa kemiringan lereng

lebih penting daripada panjang lereng,

karena pergerakan air serta kemampuannya

memecahkan dan membawa partikel tanah

akan bertambah dengan bertambahnya

sudut ketajaman lereng.

Page 4: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

Kemiringan mempengaruhi kecepatan

dan volume limpasan permukaan. Pada

dasarnya makin curam suatu lereng, jadi

prosentase kemiringan semakin tinggi,

maka semakin cepat laju limpasan. Lebih

lanjut dengan semakin singkatnya waktu

untuk infiltrasi, volume limpasan

permukaan juga semakin besar. Jadi dengan

meningkatnya prosentase kemiringan, erosi

akan semakin besar (Utomo, 1994:53).

D. Faktor Pengelolaan Tanaman dan

Konservasi Tanah (CP)

Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat

diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi

pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada

sebidang lahan terhadap tanah yang tererosi

pada lahan yang sama tanpa ada tanaman.

Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan

tanaman tergantung dari jenis, kombinasi,

kerapatan, panen dan rotasi tanaman.

Indeks pengelolaan lahan (P) adalah rasio

tanah yang tererosi pada suatu jenis

pengelolaan lahan terhadap tanah yang

tererosi pada lahan yang sama tanpa praktek

pengelolaan lahan atau konservasi tanah

apapun. Nilai P dipengaruhi oleh campur

tangan manusia terhadap lahan yang

bersangkutan seperti misalnya teras, rorak,

pengelolaan tanah dan sebagainya.

Besaran nilai CP ditentukan

berdasarkan keanekaragaman bentuk tata

guna lahan dilapangan (berdasarkan peta

tata guna lahan dan orientasi lapangan).

Nilainya ditentukan berdasarkan hasil

penelitian yang telah ada atau

modifikasinya.

2.2. Tingkat Bahaya Erosi dan

Kekritisan Lahan

Tingkat bahaya erosi merupakan

tingkat ancaman kerusakan yang

diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan.

Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh

dengan cara membandingkan tingkat erosi

pada suatu unit lahan dengan kedalaman

efektif. Semakin dangkal solum tanahnya

berarti semakin sedikit tanah yang boleh

tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya

pada tanah dengan kedalaman solum yang

dangkal sudah masuk pada kategori berat

meskipun tanah yang hilang atau tererosi

belum terlalu besar. Dalam studi ini

penentuan tingkat kekritisan lahan dilihat

dari tingkat bahaya erosi yang terjadi

Tabel 1. Kriteria Penetapan Tingkat

Bahaya Erosi

Sumber : Departemen Kehutanan

(1998) dalam Utomo, 1994:59)

Keterangan : SR = Sangat Ringan

B = Berat

R = Ringan

SB = Sangat Berat

S = Sedang

2.3. Arahan Penggunaan Lahan

Arahan penggunaan lahan ditetapkan

berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan

hutan lindung dan hutan produksi yang

adalah berkaitan dengan karakteristik fisik

DAS berikut ini (Asdak, 2007) :

1. Kemiringan lereng.

2. Jenis tanah menurut kepekaannya

terhadap erosi.

3. Curah hujan rata-rata.

Kemiringan lereng dapat ditentukan

dengan melihat garis-garis kontur pada peta

topografi. Hasil interpretasi kemiringan

lereng inti ini kemudian dipetakan (peta

kemiringan lereng). Jenis tanah diperoleh

dari interpretasi peta tanah tinjau dari DAS

atau sub-DAS yang menjadi kajian.

Penetapan penggunaan lahan setiap

satuan lahan ke dalam suatu kawasan

fungsional dilakukan dengan

menjumlahkan nilai skor ketiga faktor

tersebut di atas dengan mempertimbangkan

keadaan setempat. Dengan cara demikian,

Solum Tanah

(cm)

Kelas Bahaya Erosi

I II III IV V

Erosi (ton/ha/tahun)

< 15 15 - 60 60 - 180 180 - 480 > 480

Dalam

> 90 SR R S B SB

Sedang

60 - 90 R S B SB SB

Dangkal

30 - 60 S B SB SB SB

Sangat Dangkal

< 30 B SB SB SB SB

Page 5: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

dapat dihasilkan kawasan lindung, kawasan

penyangga, kawasan budidaya.

Berikut ini adalah kriteria yang

digunakan oleh BRLKT ( Balai Lahan dan

Konservasi Tanah, Departemen Kehutanan

) untuk menentukan status kawasan

berdasarkan fungsinya :

a. Kawasan Lindung

Satuan lahan dengan jumlah skor

ketiga faktor fisiknya sama dengan atau

lebih besar dari 175 dan memenuhi

salah satu atau beberapa syarat di bawah

ini :

1. Mempunyai kemiringan lereng > 45%.

2. Tanah dengan klasifikasi sangat rawan

erosi dan mempunyai kemiringan lereng

> 15%.

3. Merupakan jalur pengamanan aliran

sungai, minimal 100 m di kiri- kanan

alur sungai.

4. Merupakan pelindung mata air, yaitu

200 m dari pusat mata air.

5. Berada pada ketinggian > 2.000 m dpl.

6. Guna kepentingan khusus dan ditetapkan

oleh pemerintah sebagai kawasan

lindung.

b. Kawasan Penyangga

Satuan lahan dengan jumlah skor

ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta

memenuhi kriteria umum sebagi

berikut:

1. Keadaan fisik areal memungkinkan

untuk dilakukan budidaya pertanian

secara ekonomis.

2. Lokasinya secara ekonomis mudah

dikembangkan sebagai kawasan

penyangga.

3. Tidak merugikan dari segi

ekologi/lingkungan hidup.

c. Kawasan Budidaya Tanaman

Tahunan

Satuan lahan dengan jumlah skor

ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai

untuk dikembangkan usaha tani

tanaman tahunan seperti hutan produksi

tetap, hutan tanaman industri, hutan

rakyat, perkebunan dan tanaman buah-

buahan. Selain itu, areal tersebut harus

memenuhi kriteria umum untuk

kawasan penyangga.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Studi

Lokasi pelaksanaan studi ini adalah

DAS Badung yang berlokasi pada

8°32'24.92''–8°44'48.88'' LS dan

115°12'2.54''–115°12'39.06" BT melintasi

2 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Badung

dan Kota Denpasar, 6 Kecamatan dan 36

desa yang memiliki kondisi fisik dan sosial

yang beragam. DAS Badung merupakan

daerah berpola hujan monsun (Aldrian dan

Susanto, 2003 dalam As-syakur dkk., 2008)

dengan rata-rata curah hujan tahunan

mencapai 1921,86 mm. DAS Badung

memiliki luas sebesar 54,684 km2 dan

bermuara di Waduk Estuary.

3.2. Data

Data-data yang diperlukan antara lain :

1. Peta, yang digunakan antara lain :

a. Peta topografi. b. Peta tata guna lahan c. Peta solum tanah

d. Peta lokasi stasiun hujan e. Peta jenis tanah

2. Data hidrologi, yang diperlukan antara

lain :

a. Data curah hujan 15 tahun (Tahun

2000-2014).

3.3. Langkah-langkah Penyelesaian

Studi Langkah-langkah pengerjaan studi ini

adalah sebagai berikut:

1. Menghitung besarnya laju erosi pada

masing-masing unit lahan dengan

menggunakan metode USLE dengan

bantuan perangkat lunak ArcMap 10.0

dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menghitung nilai erosivitas hujan

(R) pada masing-masing stasiun

hujan dengan menggunakan

metode bols, untuk selanjutnya

mencari sebaran erosivitas pada

Page 6: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

DAS dengan metode interpolasi

Inverse Distance Weighting (IDW).

b. Menentukan nilai CP berdasarkan

peta tata guna lahan.

c. Menetukan nilai K berdasarkan

peta jenis tanah.

d. Menetukan nilai LS berdasarkan

peta kemiringan lereng.

e. Mengkonversi polygon nilai R, CP,

K dan LS ke dalam bentuk raster.

f. Menghitung Nilai Erosi (A) dengan

mengalikan semua faktor (R, K, LS,

CP) dengan bantuan perangkat

lunak ArcMap 10.0.

2. Menentukan tingkat bahaya erosi

dengan melakukan overlay antara peta

laju erosi dan peta kedalaman solum

tanah.

3. Menentukan kekritisan lahan

berdasarkan hasil analisis tingkat

bahaya erosi.

4. Melakukan analisis arahan fungsi

kawasan dengan melakukan skoring

terhadap faktor-faktor yang

berpengaruh, yaitu : kemiringan lereng,

jenis tanah menurut kepekaannya

terhadap erosi dan curah hujan rata-rata.

5. Menentukan rekomendasi penggunaan

lahan dan usaha konservasi berdasarkan

arahan fungsi kawasan.

6. Menghitung besarnya laju erosi pada

penggunaan lahan baru setelah setelah

adanya tindakan konservasi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Erosi

A. Indeks Erosivitas Hujan

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa

nilai erosivitas terendah adalah antara

1.347,5 - 1530,5 KJ/ha dengan luas daerah

pengaruh 830,199 ha dan erosivitas

tertinggi yaitu antara 2.240,9 - 2.432,4

KJ/ha dengan luas daerah pengaruh sebesar

1508,424 ha. Sedangkan erosivitas antara

2.006,9 - 2.240,9 KJ/ha mempunyai daerah

pengaruh paling luas yaitu 2230,971 ha.

Tabel 2. Erosivitas DAS Badung

N

o Erosivitas Luas

Porsen

tase

(KJ/ha) (ha) (%)

1 1.347,5 - 1530,5 830,199 15,18

2 1530,5 - 1.751,7 548,439 10,03

3 1.751,7 - 2.007 350,370 6,41

4 2.007 - 2.241 2230,971 40,79

5 2.241 - 2.432,4 1508,424 27,58

Luas 5468,403 100

Sumber : Perhitungan

B. Faktor Erodibilitas Tanah

Dari peta jenis tanah diketahui bahwa

jenis tanah di DAS Badung didominasi oleh

jenis tanah latosol cokelat kuningan dengan

luas sebesar 5428,905 ha (99,28 %) dan

memiliki nilai erodibilatas sebesar 0,082

(0,72 %), sedangkan jenis tanah yang lain

yaitu tanah latosol kemerahan kekuningan

dan litosol seluas 39,498 ha dengan nilai

erodibilitas sebesar 0,064.

Tabel 2. Faktor Erodibilitas Tanah DAS

Badung

Jenis Tanah Nilai

K

Luas Porse

ntase

(ha) (%)

Latosol

Cokelat

Kekuningan

0,082 5428,905 99,28

Latosol

Kemerahan

Kekuningan

dan Litosol

0,064 39,498 0,72

Luas 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

C. Faktor LS

Dari hasil analisis spasial pada data

topografi diketahui bahwa kemiringan

lereng di DAS Badung didominasi oleh

daerah dengan kemiringan lereng yang

datar yaitu 0-5 % seluas 5258,055 ha,

sedangkan daerah dengan kemiringan

landai (5 - 15 %) seluas 202,739 ha dan

daerah dengan kemiringan lereng sedikit

curam (15 – 17,47 %) hanya memiliki luas

sebesar 7,609 ha. Hal ini dikarenakan letak

Page 7: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

DAS Badung yang berada di daerah pantai

yang cenderung datar dan merupakan

daerah perkotaan yang padat dengan

didominasi oleh pemukiman.

Tabel 3. Nilai Faktor LS

N

o

Kelas

Lereng

(%)

Nilai

LS

Luas Porsent

ase

(ha) (%)

1 0 – 5 0,25 5258,055 96,15

2 5 – 15 1,2 202,739 3,71

3 15 –

17,47 4,25 7,609 0,14

Luas 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

D. Faktor CP

Tabel 4. Faktor CP

N

o

Pengguna

an Lahan

Nilai

CP

Luas Porsentase

(ha) (%)

4 Belukar/Se

mak 0,300 16,108 0,29

5 Tanah

Berbatu 1,000 12,237 0,22

6 Pasir Darat 1,000 24,065 0,44

7 Empang 0,050 223,412 4,09

9 Hutan

Rawa 0,030 229,866 4,20

10 Kebun/Per

kebunan 0,400 696,655 12,74

11 Pemukima

n 0,600 1986,48 36,33

12 Rumput/Ta

nah kosong 0,300 135,262 2,47

14 Sawah

Irigasi 0,050 2140,284 39,14

15 Tegalan/La

dang 0,750 4,034 0,07

Total 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

Dari peta tata guna lahan diketahui

penggunaan lahan pada DAS Badung

didominasi oleh tipe penggunaan lahan

sawah irigasi seluas 2140,284 ha dengan

nilai CP 0,05 dan tipe penggunaan

pemukiman seluas 1986,48 ha dengan nilai

CP 0,6.

E. Perhitungan Laju Erosi

Perhitungan laju erosi dilakukan

dengan perkalian semua faktor yang

berpengaruh terhadap erosi (R, K, LS dan

CP). Dalam studi ini perkalian semua faktor

tersebut dilakukan dengan bantuan

perangkat lunak ArcGIS 10.0 menggunakan

toolsboxes raster calculator dengan

terlebih mengkonversi peta polygon ke

dalam bentuk raster.

Tabel 5. Laju Erosi DAS Badung

No

Laju Erosi Luas Porse

ntase

ton/ha/t

ahun mm/tahun Ha (%)

1 4,033 -

24,882

0,363 -

2,242 2625,686 48,02

2 24,882 -

88,656

2,242 -

7,987 1122,023 20,52

3 88,656 -

148,751

7,989 -

13,401 1662,499 30,40

4

148,751

-

234,599

13,401 -

21,135 54,156 0,99

5

234,599

-

316,769

21,135 -

28,538 4,039 0,07

Total 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

Dari hasil perhitungan dengan metode

USLE diketahui bahwa nilai laju erosi

terendah yang terjadi adalah sebesar 4,033

ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan

tanah sebesar 0,363 mm/tahun dan nilai laju

erosi tertinggi adalah sebesar 316,769

ton/ha/thn atau setara dengan kehilangan

tanah sebesar 28,538 mm/tahun. Erosi pada

DAS Badung didominasi oleh erosi dengan

nilai 4,033-24,882 ton/ha/tahun atau setara

dengan kehilangan tanah sebesar 0,363 -

2,242 mm/tahun dengan luas wilayah

2625,686 ha yang tersebar pada DAS

bagian hulu seluas 841,797 ha, DAS bagian

tengah seluas 857,675 ha dan DAS bagian

hilir seluas 926,214, sedangkan erosi

dengan nilai 234,599 - 316,769

ton/ha/tahun atau setara dengan kehilangan

tanah sebesar 21,135 - 28,538 mm/tahun

mempunyai wilayah paling sedikit yaitu

seluas 4,039 ha dan hanya terjadi di DAS

bagian tengah, hal ini karena kondisi

topografi di yang lebih curam dibandingkan

dengan bagian das lainnya yaitu antara 15 -

Page 8: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

35 % sehingga menghasilkan nilai LS yang

lebih besar, selain itu nilai erosivitas di

DAS bagian tengah cukup tinggi yaitu >

2000 KJ/ha.

4.2. Tingkat Bahaya Erosi dan

Kekritisan Lahan

Tingkat bahaya erosi merupakan

tingkat ancaman kerusakan yang

diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan .

Klasifikasi tingkat bahaya erosi dalam studi

ini didapatkan dengan membandingkan

nilai laju erosi dengan kedalaman solum

tanah. Semakin dangkal solum tanahnya

berarti semakin sedikit tanah yang boleh

tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya

pada tanah dengan kedalaman solum yang

dangkal sudah masuk pada kategori berat

meskipun tanah yang hilang atau tererosi

belum terlalu besar. Sedangkan dalam

menentukan tingkat kekritisan lahan dapat

dilihat dari tingkat bahaya erosi dengan

melihat pada kriteria – kriteria yang telah

ditentukan

Tabel 6. Tingkat Bahaya Erosi dan Kekritisan Lahan

No

Laju

Erosi Solum

(cm)

Tingkat

Bahaya

Erosi

Tingkat

Kekritisan

Lahan

Luas

(ha)

Porse

ntase

(%) ton/ha/thn Hulu Tengah Hilir Jumlah

1 < 15 > 90

Sangat

Ringan Potensial

Kritis

- - 264,676 264,676 4,84

60 - 90 Ringan 837,743 828,68 642,212 2308,635 42,22

2 15 - 60 > 90 Ringan - - 11,154 11,154 0,20

60 - 90 Sedang Semi kritis

177,418 128,044 71,812 377,274 6,90

3 60 - 180 > 90 Sedang - - 37,636 37,636 0,69

60 – 90 Berat Kritis 370,643 1474,48 571,055 2416,178 44,18

4 180 - 480 60 – 90 Sangat

Berat

Sangat

Kritis 0,251 52,599 - 52,850 0,97

Total 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

Dari hasil analisis tingkat bahaya erosi

diketahui bahwa tingkat bahaya erosi yang

terjadi pada DAS Badung didominasi oleh

tingkat bahaya erosi berat dengan luas

sebesar 2416,178 ha, tingkat bahaya erosi

berat (kritis) terjadi pada DAS bagian hulu

seluas 370,643 ha, DAS bagian tengah

seluas 1474,480 ha dan DAS bagian hilir

seluas 571,055 ha. Hal ini disebabkan

berbagai faktor, salah satunya adalah tata

guna lahan terutama di DAS bagian tengah

yang didominasi oleh pemukiman dan

daerah terbangun seperti gedung yang padat

sehingga menyebabkan tingginya laju erosi

yang terjadi yaitu antara 60 – 180

ton/ha/tahun. Tingkat bahaya erosi sangat

berat (sangat kritis) terjadi pada wilayah

seluas 52,850 ha dan tersebar di DAS

bagian hulu seluas 0,251 ha dan DAS

bagian tengah seluas 52,599 ha.

4.3. Arahan Fungsi Kawasan dan Usaha

Konservasi

A. Penentuan Skor Kemiringan Lereng

Dari data diketahui bahwa DAS

Badung memiliki kemiringan lereng antara

0 – 17,47 % yang terbagi menjadi 3 (tiga)

kelas yaitu kelas I (0 – 8 %) dengan nilai

skor 20, kelas II (8 – 15 %) dengan nilai

skor 40 dan kelas III (15 – 25 %) dengan

nilai skor 60.

B. Penentuan Skor Intensitas Hujan

Dari hasil interpolasi diketahui curah

hujan yang terjadi pada DAS Badung

adalah 18,35 – 27,9 mm/tahun dan terbagi

menjadi 2 (dua) kelas yaitu, kelas II (13,6 –

27,7 mm/tahun) dengan nilai skor 20, kelas

Page 9: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

III (20,7 – 27,7 mm/tahun) dengan nilai

skor 30 dan kelas IV (27,7 – 34,8

mm/tahun) dengan nilai skor 40.

C. Skor Jenis Tanah

Jenis tanah pada DAS Badung adalah

latosol sehingga memiliki skor 30.

Selanjutnya dilakukan skoring dengan

melakukan overlay ketiga peta di atas

sehingga didapatkan skor arahan fungsi

kawasan.

Tabel 8. Skor Arahan Fungsi Kawasan

N

o Jenis Tanah

Skor

Tanah

Kemiringan

Lereng Skor

Lereng

Curah

Hujan Skor

Curah

Hujan

Skor

Fungsi

Kawasan

Arahan

Fungsi

Kawasan

Luas Porsen

tase

(%) (%) (mm/tahun) (ha)

1

Latosol

Cokelat

Kekuningan

30 0 – 8 20 13,6 - 20,7 20 70

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Semusim

130,540 2,39

2

Latosol

Kemerahan

Kekuningan

dan Litosol 30 0 – 8 20 20,7 - 27,7 30 80

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Semusim

4880,544 89,25

Latosol

Cokelat

Kekuningan

3

Latosol

Cokelat

Kekuningan

30 0 – 8 20 27 - 34,6 40 90

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Semusim

377,575 6,90

4

Latosol

Cokelat

Kekuningan

30 0 - 15 40 20,7 - 27,7 30 100

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Semusim

72,001 1,32

5

Latosol

Cokelat

Kekuningan

30 15 - 25 60 20,7 - 27,7 30 120

Kawasan

Budidaya

Tanaman

Tahunan

7,743 0,14

Total 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

Dari hasil skoring yang dilakukan

untuk mengetahui arahan fungsi kawasan

yang seharusnya pada DAS Badung

berdasarkan tata cara penetapan fungsi

kawasan menurut Departemen Kehutanan

diketahui bahwa skor tertinggi yang

diperoleh sebesar 120 dan skor terendah

sebesar 70 sehingga arahan fungsi kawasan

yang seharusnya pada DAS Badung adalah

kawasan budidaya, arahan fungsi kawasan

ini mencakup keseluruhan DAS Badung.

Hal ini disebabkan karena kondisi DAS

Badung yang landai serta curah hujan

harian rata-rata yang rendah dan jenis tanah

pada DAS Badung yang tidak beragam

sehingga memiliki skor yang rendah.

Berdasarkan arahan fungsi kawasan yang

telah diperoleh maka ditentukan arahan

konservasi yang akan dilakukan

Berdasarkan hasil skoring untuk

menentukan arahan fungsi kawasan dapat

dilakukan beberapa alternatif kegiatan

konservasi secara vegetatif sesuai dengan

fungsi kawasan yang seharusnya,

contohnya pada kawasan budidaya tanaman

semusim kegiatan konservasi lahan dapat

dilakukan dengan melakukan proses alih

guna lahan terutama lahan yang berada pada

kondisi kritis dan sangat kritis diganti

dengan dengan tata guna lahan yang dapat

menurunkan laju erosi pada lahan (memiliki

nilai CP lebih rendah dari penggunaan lahan

Page 10: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

awal) sehingga diharapkan proses

konservasi pada lahan dapat berjalan

dengan baik dan laju erosi pada lahan

mengalami penurunan. Contoh penggunaan

lahan yang dapat digunakan adalah kebun

campuran

Tabel 7. Arahan Konservasi Lahan

No Fungsi Kawasan Alternatif Kegiatan

1

2

Kawasan budidaya tahunan

Kawasan budidaya semusim

Pohon penyekat api

Reboisasi

Perkebunan

Hutan/kebun rakyat.

Agroforestry

Tanaman dalam jalur

Tanaman dalam kontur

Kebun campuran (Kerapatan

tinggi, sedang, rendah)

Sumber : Hasil analisis

4.4. Perhitungan Laju Erosi Penggunaan

Lahan Baru

No Nilai Erosi Kelas

Erosi

Solum TBE

Luas

Lahan Lama Lahan Baru

(ton/ha/thn) (cm) (ha) (%) Baru (%)

1 < 15 Kelas I > 90

Sangat

Ringan 264,676 4,84 264,676 4,84

60 - 90 Ringan 2308,635 42,22 2378,395 43,49

2 15-60 Kelas II > 90 Ringan 11,154 0,20 11,154 0,20

60 - 90 Sedang 377,274 6,90 470,189 8,60

3 60-180 Kelas III > 90 Sedang 37,636 0,69 37,636 0,69

60 - 90 Berat 2416,178 44,18 2254,257 41,22

4 180-480 Kelas IV 60 - 90 Sangat Berat 52,850 0,97 52,096 0,95

Total 5468,403 100 5468,403 100

Sumber : Hasil analisis

Dari hasil analisis tingkat bahaya erosi

pada lahan baru diketahui bahwa luas lahan

dengan kategori tingkat bahaya erosi sangat

berat berkurang dari semula seluas 52,85 ha

(0,97 %) menjadi 52,096 ha (0,95 %) dari

luas total DAS Badung. Pada lahan dengan

kategori tingkat bahaya erosi berat juga

terjadi penurunan dari semula seluas

2416,178 ha (44,18 %) menjadi 2254,257

ha (41,22 %) dari luas total DAS. Hal ini

menunjukkan terjadinya penurunan laju

erosi setelah dilakukannya perubahan

penggunaan lahan dari perkebunan menjadi

kebun campuran dengan tingkat kerapatan

tinggi pada lahan yang sebelumnya berada

dalam kategori TBE berat dan sangat berat.

Page 11: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah diperoleh beberapa hasil antara

lain sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil perhitungan laju

erosi menggunakan metode USLE

(Universal Soil Loss Equation)

diketahui laju erosi pada DAS Badung

adalah sebesar 4,033 - 316,769

ton/ha/tahun atau setara dengan

kehilangan tanah sebesar 0,363 -

28,538 mm/tahun.

Berdasarkan ketetapan Departemen

Kehutanan laju erosi di DAS Badung

terbagi dalam empat kelas yaitu :

a. Kelas I dengan luas sebesar

2592,996 ha atau 47,418 % dari

luas total DAS.

b. Kelas II dengan luas sebesar

387,85 ha atau 7,088 % dari luas

total DAS.

c. Kelas III dengan luas sebesar

2434,122 ha atau 44,512 % dari

luas total DAS.

d. Kelas IV dengan luas sebesar

53,705 ha atau 0,982 % dari luas

total DAS.

2. Tingkat bahaya erosi yang terjadi di

DAS Badung adalah sebagai berikut :

a. Tingkat bahaya erosi sangat ringan

dengan luas sebesar 264,676 ha

atau 4,84 % dari luas total DAS

b. Tingkat bahaya erosi ringan

dengan luas sebesar 2319,789 ha

atau 42,422 % dari luas total DAS.

c. Tingkat bahaya erosi sedang

dengan luas sebesar 414,91 ha atau

7,587 % dari luas total DAS.

d. Tingkat bahaya erosi berat dengan

luas sebesar 2416,178 ha atau

44,184 % dari luas total DAS.

e. Tingkat bahaya erosi sangat berat

dengan luas sebesar 52,85 ha atau

0,966 % dari luas total DAS.

3. Berdasarkan hasil analisis TBE yang

dilakukan untuk menentukan tingkat

kekritisan lahan diketahui kondisi

kekritisan lahan pada DAS Badung

adalah sebagai berikut :

a. Potensial kritis dengan luas

sebesar 2584,465 ha atau 47,06 %

dari luas total DAS.

b. Semi kritis dengan luas sebesar

414,91 ha atau 7,59 % dari luas

total DAS.

c. Kritis dengan luas sebesar

2416,178 ha atau 44,18 % dari luas

total DAS.

d. Sangat Kritis dengan luas sebesar

52,85 ha atau 0,97 % dari luas total

DAS.

4. Analisis fungsi kawasan menunjukkan

bahwa fungsi kawasan pada seluruh

DAS Badung merupakan kawasan

budidaya dengan skor <124 dan usaha

konservasi secara vegetatif yang bisa

dilakukan untuk menurunkan laju erosi

adalah mengganti penggunaan lahan

yang berada pada kondisi kritis dengan

penggunaan lahan yang memiliki nilai

CP lebih rendah, antara lain adalah

reboisasi, kebun rakyat, kebun

campuran.

5. Penurunan laju erosi pada tata guna

lahan baru ditunjukkan dengan analisis

tingkat bahaya erosi, dimana dari hasil

analisis tingkat bahaya erosi pada lahan

baru diketahui bahwa luas lahan

dengan kategori tingkat bahaya erosi

sangat berat berkurang dari semula

seluas 52,85 ha (0,97 %) menjadi

52,096 ha (0,95 %) dari luas total DAS

Badung. Pada lahan dengan kategori

tingkat bahaya erosi berat juga terjadi

penurunan dari semula seluas 2416,178

ha (44,18 %) menjadi 2254,257 ha

(41,22 %) dari luas total DAS. Hal ini

menunjukkan terjadinya penurunan

laju erosi setelah dilakukannya

perubahan penggunaan lahan dari

perkebunan menjadi kebun campuran

dengan tingkat kerapatan tinggi pada

lahan yang sebelumnya berada dalam

kategori TBE berat dan sangat berat.

Page 12: APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) …pengairan.ub.ac.id/s1/wp-content/uploads/2014/02/...APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI DAN KEKRITISAN

5.2. Saran

Melihat kondisi dan permasalahan

yang terjadi maka dapat diberikan beberapa

saran antara lain :

1. Untuk mengurangi laju erosi yang

terjadi pada DAS serta untuk mencegah

bertambah parahnya kondisi DAS pada

masa yang akan datang maka

diperlukan upaya pengendalian erosi

lahan berupa penataan kawasan DAS

dimana pengendalian erosi dapat

dilakukan secara teknis/struktur

maupun non teknis.

2. Perlu adanya kerjasama dan koordinasi

yang baik dari pihak-pihak yang

berkepentingan yaitu pemerintah dan

masyarakat terutama dalam hal

pemanfaatan lahan agar bahaya akan

erosi dapat diminimalisir sehingga

kelestarian DAS dapat terjaga.

3. Perlu dilakukan penataan serta rencana

pembangunan daerah kota yang

berbasis pada konservasi tanah dan air

sehingga kelestarian tanah dan air

dapat terjaga.

4. Pada studi yang akan datang perlu

dilakukan perhitungan erosi dengan

metode-metode lain seperti MUSLE

(Modified Universal Soil Loss

Equation) untuk mendapatkan nilai

erosi yang terjadi karena limpasan

permukaan sehingga keberhasilan

upaya pengendalian erosi pada DAS

dapat dilakukan secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012 . Statistik Kehutanan

Indonesia 2011. Jakarta :

Kementerian Kehutanan

Arsyad S., 2006. Konservasi Tanah dan Air.

Bogor : IPB Press.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

As-syakur, AR., dkk. Studi Perubahan

Penggunaan Lahan di Das

Badung.Jurnal Tidak Diterbitkan.

Bali : Universitas Udayana.

BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten

Badung. 2008. Badung Dalam Angka

2008. Katalog BPS : 1102001.5103

Ma’wa, Jannatul. 2014. Studi Pendugaan

Sisa Usia Guna Waduk Sengguruh

Dengan Pendekatan Erosi dan

Sedimentasi. Skripsi Tidak

Diterbitkan. Malang: Universitas

Brawijaya.

Marantieno, Adinda Vignezwari Jannatul.

2014. Dampak Pertambangan Pasir

dan Kesesuaian Fungsi Kawasan

DAS Rejali Kabupaten Lumajang.

Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:

Universitas Brawijaya

Permana, Bias Angga. 2010.Identifikasi

Lahan Kritis dan Arahan Fungsi

Lahan Daerah Aliran Sungai

Sampean. Skripsi Tidak Diterbitkan.

Malang : Universitas Brawijaya

Malang. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi

Geografis. Informatika Bandung.

Prahasta, Eddy. 2007. Sistem Informasi

Geografis. Informatika Bandung.

Prasetyo, Arif. 2011. Modul Dasar ARGIS

10, Aplikasi Pengelolaan

Sumberdaya Alam. Bogor : Fakultas

Kehutanan IPB

Pusreg Bali-Nusra dan PPLH UNUD. 2009.

Kajian Daya Dukung Lingkungan

Daerah Aliran Sungai Badung. Pusat

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Regional Bali-Nusra dab Pusat

Penelitian Lingkungan Hidup

Universitas Udayana. Denpasar

Suripin,2004. Sistem Drainase Perkotaan

yang Berkelanjutan. Andi Offset.

Yogyakarta.

Utomo, Wani Hadi.1994. Erosi dan

Konservasi Tanah. IKIP. Malang.